Terlalu Kenyang Bikin Malas Ibadah

Terlalu Kenyang Bikin Malas Ibadah 

Memang betul terlalu kenyang, kadang ketika kenyang kita akan semakin malas dalam beraktivitas dan juga dalam ibadah. Ketika kenyang kita pun akan lebih senang untuk merebahkan badan untuk tidur daripada bergerak dan beraktivitas. Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang memberi contoh pada kita agar bersikap sederhana dalam makan.

Nasehat Imam Syafi’i rahimahullah yang kami maksud adalah sebagai berikut.

Abu ‘Awanah Al Isfiroyaini berkata bahwa Ar Robi berkata bahwa ia mendengar Imam Asy Syafi’i berkata,

ما شبعت منذ ست عشرة سنة إلا مرة، فأدخلت يدي فتقيأتها

“Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali sekali. Ketika kenyang seperti itu aku memasukkan tanganku (dalam mulut) agar aku bisa memuntahkan (makanan di dalam).”

Ibnu Abi Hatim dari Ar Robi’ menambahkan (perkataan Imam Syafi’i),

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Karena yang namanya kenyang membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, kecerdasan berkurang, lebih banyak tidur dan malas ibadah.” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 36)

Mengenai hadits yang menganjurkan makan sebelum kenyang sebenarnya dho’if. Akan tetapi maknanya benar dan bisa diamalkan. Dan sebenarnya makan sampai kenyang tidaklah masalah ketika tidak sampai menimbulkan bahaya.

Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya: Bagaimana keshahihan hadits berikut:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:

Hadits ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas sebagai utusan, namun sanadnya dhaif. Diriwayatkan bahwa para sahabat tersebut berkata dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“

Maksudnya yaitu bahwa kaum muslimin itu hemat dan sederhana.

Maknanya benar, namun sanadnya dho’if, silakan periksa di Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Faidahnya, bahwa seseorang baru makan sebaiknya jika sudah lapar atau sudah membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun mereka menghindari makan sampai terlalu kenyang. Terkadang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengajak para sahabat ke sebuah jamuan makan. Kemudian beliau menjamu mereka dan meminta mereka makan. Kemudian mereka makan sampai kenyang. Setelah itu barulah shallallahu’alaihi wa sallam makan beserta para sahabat yang belum makan.

Terdapat hadits, di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika sedang terjadi perang Khondaq, Jabir bin Abdillah Al Anshari mengundang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk memakan daging sembelihannya yang kecil ukurannya beserta sedikit gandum. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengambil sepotong roti dan daging, kemudian beliau memanggil sepuluh orang untuk masuk dan makan. Mereka pun makan hingga kenyang kemudian keluar. Lalu dipanggil kembali sepuluh orang yang lain, dan demikian seterusnya. Allah menambahkan berkah pada daging dan gandum tadi, sehingga bisa cukup untuk makan orang banyak, bahkan masih banyak tersisa, hingga dibagikan kepada para tetangga.

Dan suatu hari, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyajikan susu pada Ahlus Shuffah (salah satunya Abu Hurairah, pent). Abu Hurairah berkata, “Aku minum sampai puas”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi, Abu Hurairah“. Maka aku minum. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi, lalu aku berkata “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengambil susu yang tersisa dan meminumnya. Semua ini adalah dalil bolehnya makan sampai kenyang dan puas yang wajar, selama tidak membahayakan. (Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/38)%5B1%5D

Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah (7: 1651-1652) berkata bahwa hadits “Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“ adalah  ‘laa ashla lahu’ (tidak ada asalnya). Istilah ‘laa ashla lahu’ dalam mustholah hadits ada dua makna: (1) tidak ada sanadnya, (2) memiliki sanad tetapi tidak shahih.[2]

Sebaik-baik muslim adalah yang bersikap sederhana dalam makan dan keuntungan atau manfaatanya sangat luar biasa sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syafi’i.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Keutamaan Sholat Malam

Keutamaan Sholat Malam 

Akhi inilah keutamaan di balik shalat malam …

Akhi … yang semoga engkau selalu mendapatkan taufik Allah. Suatu hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa shalat malam adalah kebiasaan orang sholeh dan orang bertakwa. Marilah kita perhatikan firman Allah Taala berikut (yang artinya),

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 17-18)

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)

Hai orang yang berselimut, bangunlah pada sebagian malam (untuk sholat), separuhnya atau kurangi atau lebihi sedikit dari itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. AlMuzammil: 1-4)

Inilah beberapa ayat yang mendorong kita untuk melaksanakan shalat malam. Namun, yang kami sayangkan, sebagian orang lebih memilih tidur diselimuti selimut daripada bangun mengambil air wudhu dan bermunajat kepada Allah dengan penuh rasa harap-takut pada-Nya. Ya Allah, berilah petunjuk kepada kami untuk senantiasa melakukan ketaatan padamu dan jauhkanlah sifat malas dalam diri kami ini. Semoga kita terdorong untuk melaksanakan shalat yang utama ini dengan mengetahui keutamaan-keutamaannya. Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melakukan amalan ini. Shalat malam adalah sebaik-baik shalat setelah shalat wajib

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)

Akhi … Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan mengenai hadits ini. Beliau rahimahullah mengatakan, Ini adalah dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah di siang hari. Beliau juga mengatakan bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Orang yang melakukan shalat malam dijamin masuk surga dan selamat dari adzab neraka

Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَام, وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ, وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ, وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ, تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

Wahai manusia! Sebarkanlah salam, jalinlah tali silturahmi (dengan kerabat), berilah makan (kepada istri dan kepada orang miskin), shalatlah di waktu malam sedangkan manusia yang lain sedang tidur, tentu kalian akan masuk ke dalam surga dengan penuh keselamatan.” (HR. Tirmidzi no. 2485 dan Ibnu Majah no. 1334. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 569 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Orang yang melakukan shalat malam akan dicatat sebagai orang yang berdzikir kepada Allah

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ

Apabila seseorang bangun di waktu malam, lalu dia membangunkan istrinya, kemudian keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka keduanya akan dicatat sebagai pria dan wanita yang banyak berdzikir pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 1335. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah bahwa hadits ini shohih).

Hadits ini menunjukkan bahwa suami istri dianjurkan untuk shalat malam berjama’ah. Berbeda dengan orang yang tidak shalat malam, orang yang bangun di malam hari kemudian berwudhu dan melakukan shalat malam, dia akan bersemangat di pagi harinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika dia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)

Inilah perkataan Nabi kita yang jujur lagi benar ucapannya. Kita sering memperhatikan saudara kita yang belum sadar untuk shalat malam akan terlihat malas-malasan di pagi hari, berbeda dengan orang yang rajin shalat malam. Bahkan mungkin kita perhatikan mereka akan lebih senang mengisi waktu paginya dengan tidur daripada melakukan amal sholeh.

Benarlah ucapan Syarik, “Barangsiapa banyak mengerjakan shalat di malam hari, maka wajahnya akan berseri di pagi harinya.” (Laysa min qoulin Nabi, hal. 89)

Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari kebiasaan buruk di pagi hari. Lihatlah pula akhi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam sampai mencela orang yang dulu rajin shalat malam, namun sekarang shalat tersebut ditinggalkan begitu saja.

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata padaku, Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si A. Dulu dia rajin mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi. (HR. Bukhari no. 1152)

Akhi, mengaku mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat (baca : salafush sholeh) bukanlah hanya kleim semata, namun haruslah dengan bukti. Kalau memang kita mengaku mengikuti mereka (salafush sholeh), maka sudah sepatutnya kita melaksanakan amalan yang mulia ini.

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk melakukan amalan yang mulia ini. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita untuk meninggalkan tempat tidur dan beranjak mengambil wudhu, lalu melaksanakan shalat malam ini dengan senatiasa mengharapkan ampunan-Nya dan berharap mendapatkan rahmat-Nya. Ya Allah, Hanyalah Engkaulah tempat kami memohon dan Engkaulah yang memberi taufik pada hamba-Mu yang hina ini.

Akhi … Marilah kita menghidupkan amalan yang mulia ini. Semoga kita dapat bertemu dengan 1/3 malam terakhir, lalu memanjatkan segala hajat kita kepada Dzat Yang Maha Mengabulkan Setiap Permintaan Hamba-Nya. Semoga doa kita ini diijabahi.

Tiga Amal Yang Paling Berat

Tiga Amal Yang Paling Berat 

Imam Asy Syafi’i rohimahullah berkata,

أشدُّ الأعمال ثلاثة :
‏- الجود من قلَّة ،
‏- والورع في الخلوة ،
‏- وكلمة الحق عند من يُرجى ويُخاف .

Amal yang paling berat ada tiga yaitu :
– dermawan saat susah,
– waro’ saat sendiri, dan
– menyampaikan kebenaran di sisi orang yang kita takuti dan harapkan.

(Sifatushofwah 2/167 – Lihat Kitab Mawa’idz Sholihin hal 130)

Banyak orang yang dermawan saat senang dan punya kelebihan harta..
Namun jarang yang dermawan saat susah dan sedikit harta..

Demikian pula sikap waro’..
Yaitu meninggalkan segala sesuatu yang dikhawatirkan merusak akhirat dan keimanan..
Saat sendiri dan tak ada orang melihat..
Kita sering kehilangan sifat waro’..

Saat kita berharap manfaat dari seseorang dan takut manfaat tersebut hilang..
Kita seringkali berat untuk menyampaikan kebenaran kepadanya..

Hanya orang-orang yang Allah kokohkan hatinya..
Dan ia diberi hidayah..

Mukmin yang Kuat Lebih Dicintai Allah ﷻ

Mukmin yang Kuat Lebih Dicintai Allah 

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.”([1])

Hadits ini menjelaskan tentang sebuah akhlak mulia berusaha melakukan kebaikan yang didasari dengan keimanan, namun jika ternyata terjadi sesuatu yang buruk maka diserahkan kepada Allah ﷻ. jika tidak maka kita akan merasakan penyesalan yang dalam dan mulai menyalahkan orang-orang di sekitar kita yang kita anggap menjadi penyebab keburukan tersebut.

Hadits ini dibuka oleh Nabi dengan menjelaskan bahwa seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah ﷻ daripada seorang mukmin yang lemah. Kuat lemah apa yang dimaksud dalam hadits ini?. Yang benar adalah kuat dalam keimanan. Sebagian berpendapat mencakup  juga kekuatan fisik, tetapi pendapat ini dikritik oleh banyak ulama karena kekuatan fisik itu tidak terpuji atau tercela zatnya. Dia hanya akan dipuji jika kekuatannya dimanfaatkan untuk Islam dan kaum muslimin. Berbeda dengan kekuatan iman yang dipuji secara zatnya.

Namun antara dua orang beriman tersebut baik imannya kuat ataupun lemah keduanya dicintai oleh Allah ﷻ karena masing-masing memiliki pokok keimanan. Ini juga menunjukkan bahwa Allah ﷻ memiliki sifat mencintai, tidak sebagaimana paham kaum mu’attilah yang meniadakan sifat ini atau memalingkannya ke makna yang lain.

Kemudian Nabi bersabdaاحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ  (Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu). Nabi memotivasi agar bersemangat melakukan hal yang bermanfaat. Sebaliknya sesuatu yang tidak bermanfaat baik dari sisi akhirat maupun dunia hendaknya ditinggalkan. Seperti bermain game berjam-jam, menonton berita para artis, semua itu tidak mendatangkan manfaat dunia apalagi akhirat, hanya menghabiskan waktu.

Hendaklah setiap muslim menyadari bahwa umurnya terbatas, sepatutnya waktunya digunakan pada hal-hal yang bermanfaat saja. Inilah salah bentuk penerapan akhlak mulia, sebaliknya jika dia gunakan waktunya dalam hal-hal yang tidak bermanfaat maka itu tanda akhlaknya tidak baik karena tidak menghargai umur yang diberikan Allah ﷻ kepadanya.

Kemudian Nabi bersabda وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ   (Jika engkau tertimpa suatu musibah) Apabila seseorang sudah melakukan sesuatu sesuai aturan syariat tetapi ternyata Allah ﷻ menakdirkan tidak sesuai rencananya maka hendaknya dia tetap menjaga akhlaknya dengan tidak menyalahkan takdir. Sehingga ia mulai menyesali apa yang terjadi, suuzan dengan Allah ﷻ, menyalahkan orang di sekitarnya. Namun hendaknya ia pasrah dan berkata قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ  (Qadarullah wa maa sya’a fa’ala‘Ini sudah jadi takdir Allah . Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi’). Dan tetap berusaha untuk berbaik sangka, bahwa apa yang Allah taqdirkan baginya adalah yang terbaik baginya.

Footnote:

_______

([1]) HR. Muslim no. 2664.

Pahala Yang Lebih Baik

Pahala Yang Lebih Baik 

Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

“Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia berkata ‘Alhamdulillah..’ kecuali apa yang Allah berikan kepadanya (berupa pahala) lebih baik daripada kenikmatan yang ia ambil..”

(HR. Ibnu Majah no. 3805)

Saat hamba mengucapkan alhamdulillah ketika diberi nikmat..
Maka pahala mengucapkan alhamdulillah itu..
Lebih utama dan lebih baik dari kenikmatan yang ia dapatkan..

Itulah kemuliaan seorang mukmin yang diberi taufik oleh Allah..
Sehingga setiap nikmat yang ia rasakan..
Mendapatkan pahala yang besar dengan ucapan alhamdulillah.

Terpenjara Oleh Nafsu Karena Candu Maksiat

Terpenjara Oleh Nafsu Karena Candu Maksiat 

Sebagai manusia biasa kita tak akan selamat dari dosa, salah dan luput sudah menjadi keniscayaan bagi kita. Yang penting adalah bagaimana cara untuk berhenti dari dosa yang kita buat dan tidak terus-menerus melakukannya, karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput.

Hal yang mengkhawatirkan adalah jika seseorang sudah memiliki rasa ‘candu’ terhadap maksiat tertentu sehingga ia sulit untuk melepaskan diri darinya kecuali dengan pertolongan Allah, itulah yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim ‘terpenjara oleh nafsunya sendiri’

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Orang yang ahli maksiat akan selalu menjadi tawanan setan, ia akan terpenjara oleh syahwatnya, dan terikat oleh hawa nafsunya sendiri, sehingga ia menjadi orang yang tertawan, terpenjara, dan terikat. Dan tak ada orang tertawan yang lebih sengsara daripada yang ditawan oleh musuh bebuyutannya sendiri (setan & hawa nafsu -red), tak ada penjara yang lebih sempit dibanding penjara nafsu, dan tak ada ikatan yang lebih menyulitkan daripada ikatan syahwat. Orang yang seperti ini bagaimana akan berjalan menuju Allah sedang hatinya saja tertawan dan terpenjara? Bahkan bagaimana ia akan melangkah?

Ketika hati sudah terikat dengan hawa nafsu, maka penyakit hati mudah sekali menyerang dari berbagai arah tergantung pada kadar ikatan maksiat tersebut.

Hati itu mirip dengan burung, semakin tinggi ia melayang maka semakin jauh dari segala pengganggu, dan semakin ia turun semakin mudah untuk digapai oleh para pengganggu.” (Al-Jawabul Kafi)

Ketika hati sudah terikat oleh nafsu dan dipenjara oleh syahwat, maka sangat mudah bagi setan untuk mempermainkannya semau dia, dan setan tak akan melepaskannya sampai ia berhasil mencelakakan orang tersebut, ia tidak akan puas menyesatkan manusia sampai ia mampu membuat seseorang meninggalkan dunia fana ini dengan kekufuran kepada Allah SWT sehingga ia di akhirat kekal di api neraka. naudzubillah min dzalik.

Iblis telah bersumpah untuk menyesatkan anak Adam, Allah berfirman:

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Shaad: 82).

Mungkin ketika seseorang melakukan maksiat pada awalnya hanya ingin mencoba sekali lalu selesai, ia tidak sadar bahwa pada saat itu ia sudah terperangkap kepada perangkap setan jika tidak segera berhenti dan bertaubat. Setan akan menghias maksiat dan menjadikannya semanis mungkin sehingga orang yang mencicipinya akan merasa ketagihan walau aslinya adalah pahit dan buruk. Jika setan telah berhasil menaklukkan manusia dalam pertarungan pertama dan manusia tersebut berhasil diseret kepada perbuatan maksiat, ia akan membawanya kepada maksiat berikutnya yang lebih besar dosanya, dan orang yang tunduk kepada ajakannya akan selalu merasa kurang terhadap maksiat yang dia lakukan, ia akan selalu mencari yang lebih dan lebih lagi dan nafsunya tidak akan pernah berhenti dan begitulah seterusnya sampai orang tersebut benar-benar menuhankan nafsunya sendiri.

Allah berfirman:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?.” (QS. Al-Jatsyiyah: 23).

Semoga kita senantiasa dijauhkan dari kemurkaanNya, semoga kita selalu dimudahkan untuk menggapai ridhoNya.

Marilah kita menjauhi maksiat semampu kita dan menutup segala jalan maksiat yang akan menyebabakan kemurkaan Allah SWT, kita tidak boleh rela menyerah kepada setan dan hawa nafsu, kita masih memiliki iman dan akal yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.

Ya Allah kami tak mampu untuk menahan diri kami dari berbuat maksiat kecuali dengan pertolanganmu, dan kami juga tak mampu untuk melaksanakan segala perintahmu kecuali dengan pertolanganmu.

Agama adalah nasihat

Agama adalah nasihat

Agama adalah nasihat. Begitulah hadits ketujuh dari Hadits Arbain An-Nawawiyyah.

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 55]

Penjelasan Hadits

Sebagaimana kata Al-Khatthabi rahimahullah,

النَّصِيْحَةُ كَلِمَةٌ يُعَبَّرُ بِهَا عَنْ جُمْلَةٍ هِيَ إِرَادَةُ الخَيرِْ لِلْمَنْصُوْحِ لَهُ

“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna mewujudkan kebaikan kepada yang ditujukan nasihat.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:219)

Faedah Hadits

Pertama: Ad-diin dalam hadits maksudnya adalah diin dengan artian agama. Sedangkan ad-diin lainnya bermakna al-jazaa’ (pembalasan) seperti pada ayat ‘maaliki yaumiddiin’ (Yang Menguasai Hari Pembalasan).

Kedua: Nasihat itu begitu penting karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya bagian dari agama.

Ketiga: Bagusnya pengajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyampaikan sesuatu secara umum (global) terlebih dahulu, lalu menyebutkan rinciannya.

Keempat: Para sahabat haus akan ilmu, apa yang butuh dipahami dengan baik, mereka selalu menanyakannya agar jelas.

Kelima: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai penyebutan dengan hal terpenting lalu yang penting lainnya karena beliau menyebutkan nasihat bagi Allah, lalu kitab-Nya, lalu rasul-Nya, lalu kepada imam kaum muslimin, lalu kepada kaum muslimin secara umum. Sedangkan kitab Allah didahulukan daripada Rasul, karena kitab itu langgeng, sedangkan Rasul telah tiada. Namun nasihat kepada keduanya saling terkait.

Keenam: Nasihat bagi Allah mencakup dua hal yaitu:

  • Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.
  • Bersaksi bahwa Allah itu Esa dalam rububiyahuluhiyyah, juga dalam nama dan sifat-Nya.

Ketujuh: Nasihat bagi kitab Allah mencakup:

  • Membela Al-Qur’an dari yang menyelewengkan dan mengubah maknanya.
  • Membenarkan setiap yang dikabarkan tanpa ada keraguan.
  • Menjalankan setiap perintah dalam Al-Qur’an.
  • Menjauhi setiap larangan dalam Al-Qur’an.
  • Mengimani bahwa hukum yang ada adalah sebaik-baik hukum, tidak ada hukum yang sebaik Al-Qur’an.
  • Mengimani bahwa Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah) secara huruf dan makna, bukan makhluk.

Kedelapan: Nasihat bagi rasul-Nya mencakup:

  • Ittiba’ kepada beliau, mengikuti setiap tuntunan-Nya.
  • Mengimani bahwa beliau adalah utusan Allah, tidak mendustakannya, beliau adalah utusan yang jujur dan dibenarkan.
  • Menjalankan setiap perintah beliau.
  • Menjauhi setiap larangan beliau.
  • Membela syari’atnya.
  • Mengimani bahwa segala sesuatu yang datang dari beliau sama seperti yang datang dari Allah dalam hal mengamalkannya.
  • Membela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidup dan ketika beliau telah tiada, termasuk pula membela ajaran beliau.

Kesembilan: Imam kaum muslimin itu ada dua macam. Yang pertama adalah ulama rabbaniyyun yang mewarisi ilmu, amal, akhlak, dan dakwah dari nabi. Yang pertama inilah ulil amri hakiki. Yang kedua adalah penguasa yang melaksanakan syari’at Allah, mereka terapkan pada diri mereka dan pada para hamba Allah.

Kesepuluh: Nasihat kepada ulama kaum muslimin mencakup: 

  • Mencintai mereka.
  • Menolong mereka dalam menjelaskan kebenaran seperti dengan menyebarkan tulisan dan karya para ulama.
  • Membela kehormatan mereka.
  • Meluruskan kesalahan mereka dengan cara yang baik.
  • Mengingatkan mereka dalam kebaikan dengan mengarahkan cara yang pas ketika menyampaikan dakwah kepada yang lain.

Kesebelas: Nasihat kepada penguasa mencakup:

  • Meyakini mereka adalah pemimpin.
  • Menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka kepada rakyat sehingga membuat rakyat mencintainya dan ia bisa menjalankan kepemimpinan dengan baik. Hal ini jauh berbeda jika yang disebar adalah aib-aib penguasa.
  • Menjalankan perintah dan menjauhi setiap hal yang dilarang dari penguasa selama bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah karena tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah. Sedangkan kalau maksiat itu dilakukan oleh diri penguasa itu sendiri (mereka zalim), tetaplah mereka ditaati dalam perintahnya, bukan dalam mengikuti maksiat yang mereka lakukan.
  • Menutup aib mereka sebisa mungkin, bukan mudah-mudahan menyebarnya. Namun tetap ada nasihat langsung kepada mereka atau lewat orang-orang yang dekat dengan mereka, tanpa mesti diketahui orang banyak.
  • Tidak boleh memberontak kepada mereka kecuali melihat ada kekufuran yang nyata dengan dalil pasti dan ada kemaslahatan yang besar.

Keduabelas: Dalam masyarakat Islam, pemimpin atau penguasa mesti ada, baik yang memimpin masyarakat banyak maupun masyarakat yang lebih khusus.

Ketigabelas: Nasihat kepada orang awam berbeda kepada penguasa.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menasihati sesama muslim (selain ulil amri) berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2:35).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata bagaimanakah cara menasihati sesama muslim, maka beliau katakan hal itu sudah dijelaskan dalam hadits Anas, “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”  Kata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, “Nasihat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia. Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:400)

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,

المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ

“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasihatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:225)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة

“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasihat kepada lainnya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:224)

Semoga Allah memberikan kita sifat saling mencintai sesama dengan saling menasihati dalam kebaikan dan takwa.

Referensi:

  1. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi. Penerbit Dar Ibni Hazm. 
  2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Ibrahim Bajis. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah Al-Mukhtashar. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.
  4. Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madarul Wathon.