Berpegang teguh Kepada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Berpegang teguh Kepada Sunnah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Di dalam kitab ini, di halaman yang ke-324. Penulis rahimahullah berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah, telah menunaikan amanat, telah memberikan nasehat kepada umat, telah membuka dan menghilangkan keraguan, telah berjihad dijalan agama Allah sampai datang kematian.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan umatnya dalam keadaan yang sangat terang benderang, diatas sesuatu yang sangat jelas, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat darinya melainkan pasti binasa.

Ini yang harus diyakini oleh kita semua. Ini adalah muqaddimah yang sangat bagus sekali disebutkan oleh penulis dan wajib kita yakini. Oleh karena itu penulis rahimahullah berkata bahwa wajib bagi setiap muslim yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya untuk mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi dari dirinya, melebihi dari orang tuanya, melebihi dari anaknya dan seluruh manusia. Dan kita sudah bahas tentang cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis berkata bahwa wujud cinta ini bukan dengan perkataan yang bid’ah, bukan dengan nasyid-nasyid, bukan juga dengan perayaan-perayaan yang dilakukan oleh sebagian dari saudara kita kaum muslimin pada tiap tahunnya dihari kelahirannya, bukan itu. Kecintaan ini terwujudkan dengan cara mengikuti sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam berpegang teguh dengan sunnahnya,  dalam menghidupkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dalam mengadakan pembelaan kepada sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita ikuti sunnahnya, kita hidupkan sunnah yang banyak ditinggalkan oleh sebagian atau banyak dari saudara kita meninggalkan sunah-sunah beliau dan kita bela sunnah beliau ketika sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilecehkan. Ini cara mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa alasannya dan apa dasarnya? Dasarnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala surat Ali-Imran ayat yang ke-31 Allah berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّـهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّـهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّـهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran[3]: 31)

Ayat inilah yang disebut oleh ulama dengan Ayatul Mihnah (ayat ujian). Yaitu

Banyak orang mengatakan, “Aku cinta Allah” tapi tidak mau mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini cintanya palsu. Kalau betul-betul cinta Allah, ikuti Allah. Dan dalam mengikuti sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, diayat yang mulia ini ada dua keutamaan. Pertama mendapatkan cinta Allah, yang kedua mendapatkan ampunan Allah. Kita semua mengharapkan cinta Allah dan kita semua mengharapkan ampunan Allah subhanahu wa ta’ala.

Siapa yang mencintai Allah, tentunya dia mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kalau seseorang benar-benar cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia pasti akan mengikuti sunnahnya, mengikuti petunjuknya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau tidak mengikuti sunnahnya, berarti cintanya gombal, palsu.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٦٧﴾

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali-Imran[3]: 67)

Dalam ayat ini Allah membantah pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengatakan bahwa Ibrahim golongan mereka. Pengakuan boleh, tapi diakui atau tidaknya oleh Allah itu masalah besar yang harus kita perhatikan.

Lalu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَـٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا ۗ وَاللَّـهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٦٨﴾

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.“(QS. Ali-Imran[3]: 68)

Demikian juga kita katakan bahwa sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnahnya dan orang-orang yang berpegang teguh dengan hidayah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan dengan aku mengaku. Setiap orang bisa mengatakan kami ahlussunnah. Orang yang paling sesat bisa bilang bahwa mereka pengikut Nabi. Pada yang paling sesat, padahal paling jauh dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lisan berkata demikian, tapi pembuktian lain lagi. Setiap orang bisa mengaku punya hubungan dengan Laila tapi Laila tidak mengakuinya. Semua bisa mengatakan ahlussunnah, tapi tidak semua pengakuannya diterima.

Lihat, Yahudi mengatakan bahwa Ibrahim dari kelompok mereka, Nasrani juga mengatakan demikian. Tetapi Allah membantahnya. Allah mengatakan bahwa Nabi Ibrahim bukan Yahudi, bukan juga Nasrani. Akan tetapi Nabi Ibrahim muslim. Dan yang paling dekat dengan Nabi Ibrahim adalah yang diikuti Nabi Ibrahim. Adapun orang-orang Yahudi yang hanya ngomong, orang-orang Nasrani yang hanya pintar ngomong tanpa pembuktian, bukan kelompok Ibrahim.

Begitu juga kaum muslimin, mengaku ahlussunnah, tapi aqidahnya jauh di Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ibadahnya banyak bid’ahnya, amalannya jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tingkah lakunya meniru orang barat. Maka pengakuannya tidak diterima.

Maka dari itu jangan aneh ketika nanti di akhirat, ada sekelompok orang yang mau mendatangi telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi berkata, “Itu umatku, umatku.” Tapi mereka diusir dari telaga.

Keutamaan Menghafal Sepuluh Ayat Surat Al Kahfi

Keutamaan Menghafal Sepuluh Ayat Surat Al Kahfi 

Di antara keutamaan surat Al-Kahfi adalah jika sepuluh ayat pertama itu dihafal. Bahkan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa yang dihafal adalah sepuluh ayat terakhir. Apa keutamaannya?

Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ

Siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari Dajjal.” (HR. Muslim no. 809)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Dari akhir surat Al-Kahfi.” (HR. Muslim no. 809)

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama atau terakhir dari surat Al-Kahfi, maka ia terlindungi dari Dajjal.

Imam Nawawi berkata, “Ada ulama yang mengatakan bahwa sebab mendapatkan keutamaan seperti itu adalah karena di awal surat Al-Kahfi terdapat hal-hal menakjubkan dan tanda kuasa Allah. Tentu saja siapa yang merenungkannya dengan benar, maka ia tidak akan terpengaruh dengan fitnah Dajjal. Begitu pula akhir surat Al-Kahfi, mulai dari ayat,

أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا

maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102) (Syarh Shahih Muslim, 6: 84)

Isi surat Al-Kahfi adalah:

  1. Diturunkannya Al-Qur’an sebagai pembimbing pada jalan yang lurus.
  2. Menghibur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena orang kafir yang belum beriman.
  3. Keajaiban dalam kisah Ashabul Kahfi.
  4. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan sabar menghadapi orang-orang kafir.
  5. Ancaman bagi orang kafir yang akan mendapatkan siksa dan bala’ (musibah).
  6. Janji pada orang beriman bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik.
  7. Permisalan orang beriman dan orang kafir dalam menyikapi dunia.
  8. Permisalan dunia dengan hujan yang turun dari langit dan tanaman yang tumbuh.
  9. Dunia yang teranggap hanyalah ketaatan pada Allah saja.
  10. Penyebutan kejadian pada hari kiamat.
  11. Pembacaan kitab catatan amal.
  12. Manusia ditampakkan kebenaran.
  13. Iblis enggan sujud pada Adam.
  14. Keadaan orang kafir ketika masuk neraka.
  15. Orang yang membela kebatilan ketika berdebat dengan orang yang berpegang pada kebenaran.
  16. Cerita tentang umat sebelum kita yang hancur, supaya kita pun takut akan hal itu.
  17. Kisah Nabi Musa dan Khidr.
  18. Kisah Dzulqarnain.
  19. Bangunan yang menghalangi Ya’juj dan Ma’juj.
  20. Rahmat yang akan datang pada hari kiamat.
  21. Sia-sianya amalan orang kafir.
  22. Balasan bagi orang beriman dan yang berbuat baik.
  23. Ilmu Allah tak mungkin habis untuk dicatat.
  24. Perintah untuk ikhlas dalam beribadah dan perintah untuk mengikuti tuntunan Rasul (ittiba’ Rasul) lewat amalan shalih. (Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 13: 117)

Namun perlu dicatat keutamaan lainnya dari surat Al-Kahfi tentang keutamaannya dibaca pada hari Jumat. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Imam Syafi’i dalam Al-Umm dan Al-Ashaab berkata disunnahkan membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat dan malam Jumatnya.” (Al-Majmu’, 4: 295).

Semoga bermanfaat dan bisa jadi amalan bermanfaat untuk persiapan menghadapi hari kiamat.

Referensi:

Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, tahun 1427 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.

Kunuz Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais Al-Fariq Al-‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.

Keutamaan Mengajarkan Ilmu

Keutamaan Mengajarkan Ilmu 

Orang yang mengajarkan ilmu, menjadi seorang guru, baik guru dalam ilmu agama maupun ilmu dunia punya keutamaan begitu besar. Bagaimanakah keutamaan mengajarkan ilmu itu?

Bentuk Mengajarkan Ilmu

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

Kebaikan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah kebaikan agama maupun kebaikan dunia. Berarti kebaikan yang dimaksudkan bukan hanya termasuk pada kebaikan agama saja.

Termasuk dalam memberikan kebaikan di sini adalah dengan memberikan wejangan, nasehat, menulis buku dalam ilmu yang bermanfaat.

Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

Bentuk pengajaran ilmu yang bisa diberikan ada dua macam:

  • Dengan lisan seperti mengajarkan, memberi nasehat dan memberikan fatwa.
  • Dengan perbuatan atau tingkah laku yaitu dengan menjadi qudwah hasanah, memberi contoh kebaikan.

Khusus dakwah dengan qudwah hasanah, yaitu langsung memberikan teladan, maka jika ada orang yang mengikuti suatu amalan atau meninggalkan suatu amalan karena mencontoh kita, itu sama saja dengan bentuk dakwah pada mereka. Hal ini termasuk pada ayat,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110).

Keutamaan Mengajarkan Ilmu

  • Ia akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang ia ajarkan.
  • Orang yang mengajarkan ilmu berarti telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, demi baiknya tatanan masyarakat lewat saling menasehati.
  • Termasuk bentuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
  • Akan membimbing dan mewujudkan kehidupan bahagia pada tiap individu masyarakat dengan adanya adab dan hukum Islam yang tersebar.

Walau Satu Ayat, Ajarkanlah!

Intinya, ajarkanlah ilmu yang dimiliki walau satu ayat. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no. 3461).

Yang dimaksud dengan hadits ini adalah sampaikan kalimat yang bermanfaat, bisa jadi dari ayat Al Qur’an atau hadits (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7: 360).

Semoga bermanfaat, semoga semakin semangat dalam mengajarkan ilmu pada yang lain. Semangat!

Referensi:

Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1432 H, 10: 129-130.