Sholat Malam Adalah Kebiasaan Orang Shaleh

Sholat Malam Adalah Kebiasaan Orang Shaleh 

Tentu kita sangat ingin menjadi orang yang shalih dan dinilai sebagai hamba yang shalih di sisi Allah. Salah satu kebiasaan orang shalih adalah melakukan shalat malam. Perlu diperhatikan bahwa yang namanya “kebiasaan” berarti hal yang cukup sering dilakukan. Bagaimana dengan orang yang merasa diri shalih tetapi tidak pernah shalat malam atau jarang sekali shalat malam? Semoga kita termasuk hamba yang sering shalat malam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﻘِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺩَﺃْﺏُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ، ﻭَﻫُﻮَ ﻗُﺮْﺑَﺔٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ، ﻭَﻣُﻜَﻔِّﺮَﺓٌ ﻟِﻠﺴَّﻴِّﺌَﺎﺕِ، ﻣَﻨْﻬَﺎﺓٌ ﻋَﻦِ ﺍْﻹِﺛْﻢِ

“Lakukanlah shalat malam oleh kalian, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia pun dapat mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menghapus segala kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa.” [HR. Tirmidzi, Hadist hasan]

Makna dari kata “da’bu” (ُ ﺩَﺃْﺏُ) adalah (ْ ﻋَﺎﺩَﺗُﻬُﻢْ ﻭَﺷَﺄْﻧُﻬُﻢْ) yaitu  kebiasaan dan hal yang menjadi perhatian. Ini adalah perhatian orang shalih, yaitu nemperhatikan shalat malam mereka, bahkan sebagian orang shalih menjadikan shalat malam sebagai salah satu gambaran kondisi keimanan mereka. Apabila mereka melakukan maksiat dan dosa, maka iman mereka akan turun dan akan sulit bangun shalat malam.

Hasan Al-Basri berkata,

ﺇﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻴﺬﻧﺐ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻓﻴﺤﺮﻡ ﺑﻪ ﻗﻴﺎﻡ ﺍﻟﻠﻴﻞ

“Sesungguhnya seseorang itu ketika berbuat dosa, bisa jadi akan diharamkan (susah melakukan) shalat malam.” [Al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi no. 403]

Ciri hamba Allah “ibadurrahman” adalah  melakukan shalat malam, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺒِﻴﺘُﻮﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻬِﻢْ ﺳُﺠَّﺪًﺍ ﻭَﻗِﻴَﺎﻣًﺎ

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqaan/25: 64)

Salah satu ciri orang yang rajin ibadah dan memprioritaskan Allah adalah tidak malas dan tidak banyak tidur.

Allah berfirman,

ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzaariyaat/51: 17-18)

Waktu sepertiga malam terakhir memiliki banyak sekali keutamaan. Tentu orang yang shalih tidak akan melewati kesempatan ini. Perhatikan keutamaannya pada hadits berikut,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻟَﺴَﺎﻋَـﺔً، ﻻَ ﻳُﻮَﺍﻓِﻘُﻬَﺎ ﺭَﺟُـﻞٌ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍْﻵﺧِﺮَﺓِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻋْﻄَﺎﻩُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻞَّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ .

“Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam.” [HR. Muslim]

Pada waktu inilah hati seorang muslim lebih lembut dan lebih mudah kembali kepada Allah serta akan ditingkatlan keimanannya. Ibnu Taimiyyah berkata,

الناس في آخر اليل يكون في قلوبهم من التوجه و التقرب و الرقة ما لا يوجد في غير ذالك الوقت

“Manusia pada akhir malam, keadaan hatinya akan fokus dan dekat kepada Allah serta lembut, di mana tidak didapati keadaan ini kecuali pada waktu tersebut.” [Majmu’ Fatawa 5/130]

Semoga kita termasuk hamba Allah yang shalih dan dipermudah untuk shalat malam.

Ghuluw" : Berlebihan Terhadap Orang Shaleh

"Ghuluw" : Berlebihan Terhadap Orang Shaleh 

Hal ini dibahas dalam pelajaran TAUHID, bagaimana setan memiliki trik yang “cukup pintar” agar manusia terjerumus dalam kesyirikan

-Setan memanfaatkan sikap berlebihan ini,
Yaitu terlalu berlebihan mengkultuskan, memuji berlebihan sampai taraf hak-hak ketuhanan

-Anda Tahu siapakah sebenarnya  berhala yang disembah Kafir Quraisy dahulunya? Ternyata mereka adalah orang-orang shalih dahulunya

misalnya Latta yang disebut dalam Al-Quran, Ia dahulunya adalah orang shalih yang sering membagikan roti bagi jamaah haji

-Begitu juga berhala pertama di muka bumi yang disembah oleh kaum nabi Nuh, mereka adalah orang-orang yang shalih

Allah berfirman,

ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺬَﺭُﻥَّ ﺁﻟِﻬَﺘَﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺬَﺭُﻥَّ ﻭَﺩّﺍً ﻭَﻟَﺎ ﺳُﻮَﺍﻋﺎً ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻐُﻮﺙَ ﻭَﻳَﻌُﻮﻕَ ﻭَﻧَﺴْﺮﺍً

” Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: “Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-
tuhan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr .” (QS Nuh: 23)

-Iya benar, Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr adalah orang shalih dahulunya yang kemudian disembah

-Kok bisa disembah? Ibnu Abbas ahli tafsir menceritakan, bagaimana terjadinya kesyirikan PERTAMA KALI di muka bumi:

1. Ketika orang shalih ini meninggal, kaumnya mersana kehilangan sekali

2. Akhirnya datang bisikan setan agar membuat gambar dan patung orang shalih tersebut, bukan untuk disembah tetapi untuk mengingatkan agar kembali semangat beribadah

3. Lalu datanglah generasi mereka selanjutnya, maka setan membisikkan bahwa patung ini memiliki keistimewaan semisal bisa memberikan berkah dll

4. Lalu datang generasi selanjutnya yang makin jauh dengan ilmu agama, akhirnya setan bisa mempengaruhi mereka dan patung-patung tadipun disembah sebagai berhala

-Ada contoh lain lagi, misalnya berlebihan terhadap Nabi, akhirnya ada juga nabi yang disembah, udah tahukan siapa 🙂

-Karena sifat ghuluw/berlebihan ini sudah diperingatkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ﻻَ ﺗُﻄْﺮُﻭْﻧِﻲْ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻃْﺮَﺕِ ﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻋِﻴْﺴَﻰ ﺑْﻦَ ﻣَﺮْﻳَﻢَ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻋَﺒْﺪٌ، ﻓَﻘُﻮْﻟُﻮْﺍ ﻋَﺒْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ

”Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang- orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (Utusan Allah) .” (HR Bukhari dan Muslim)

-Jadi sikap kita pertenghan saja, kita hormati dan muliakan orang shalih sesuai kedudukannya dan jangan berlebihan, misalnya:
Ngalap berkah dengan baju ustadznya atau kiayinya

-Yuk kita semangat belajar TAUHID, mendakwahkannya, semoga dengan TAUHID kita bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab.

Bersyukur Ketika Senang, Bersabar Ketika Mendapat Bencana

Bersyukur Ketika Senang, Bersabar Ketika Mendapat Bencana 

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له . وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له

Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya adalah) syukur”[2].

Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur” (QS Luqmaan: 31).

Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:

  • Imam Ibnul Qayyim berkata: “(Hadits di atas menunjukkan bahwa) tingkatan-tingkatan iman seluruhnya  (berkisar) antara sabar dan syukur”[3].
  • Kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang terlihat membuatnya senang ataupun susah.
  • Seorang hamba yang sempurna imannya akan selalu bersyukur kepada Allah ketika senang dan bersabar ketika susah, maka dalam semua keadaan dia senantiasa ridha kepada Allah dalam segala ketentuan takdir-Nya, sehingga kesusahan dan musibah yang menimpanya berubah menjadi nikmat dan anugerah baginya.
  • Orang yang tidak beriman akan selalu berkeluh kesah dan murka ketika ditimpa musibah, sehinnga semua dosa dan keburukan akan menimpanya, dosa di dunia karena ketidaksabaran dan ketidakridhaannya terhadap ketentuan takdir Allah, serta di akhirat mendapat siksa neraka.
  • Keutamaan dan kebaikan dalam semua keadaan hanya akan diraih oleh orang-orang yang sempurna imannya[4].
  • Rukun sabar ada tiga yaitu: menahan diri dari sikap murka terhadap segala ketentuan Allah I, menahan lisan dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang dilarang (Allah), seperti menampar wajah (ketika terjadi musibah), merobek pakaian, memotong rambut dan sebagainya[5].
  • Rukun syukur juga ada tiga:
    1. mengakui dalam hati bahwa semua nikmat itu dari Allah Ta’ala,
    2. menyebut-nyebut semua nikmat tersebut secara lahir (dengan memuji Allah dan memperlihatkan bekas-bekas nikmat tersebut dalm rangkan mensyukurinya), 
    3. menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah[6].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Catatan Kaki

[1] HSR Muslim (no. 2999).
[2] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin” (hal. 88).
[3] Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 399).
[4] Keempat faidah di atas kami nukil dari kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/82-83).
[5] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilish shayyib” (hal. 11).
[6] Ibid.

7 Manfaat Sedekah

7 Manfaat Sedekah 

Ibnul Qoyyim mengatakan, 

أنها تقي مصارع السوء وتدفع البلاء حتى إنها لتدفع عن الظالم وتطفئ الخطيئة وتحفظ المال وتجلب الرزق وتفرح القلب وتوجب الثقة بالله وحسن الظن به

“Sungguh bersedekah itu mencegah kematian yang jelek, mencegah bala’ sampai penggemar maksiat pun terjaga dari bala’ karena rajin bersedekah, menghapus dosa, menjaga harta, mendatangkan rezeki, membuat gembira hati dan menyebabkan hati yakin dan baik sangka kepada Allah.” (Uddah ash-Shabirin hlm 490)

Sedekah, donasi sosial, wakaf dll memiliki banyak manfaat. 

Diantara manfaatnya adalah:

Pertama:

Dijaga Allah dari kematian yang buruk semisal mati sedang melakukan maksiat, mati dicabik-cabik singa, dimakan buaya dll, mati dibunuh plus mutilasi, dsb. 

Kedua:

Mencegah bala’, wabah, malapetaka, siapapun pelakunya baik dia seorang muslim yang taat ataupun penggemar maksiat. 

Ketiga:

Menghapus dosa. Jika “sedekah” kepada anjing kehausan itu menghapus dosa pelacur, apalagi sedekah untuk penuntut ilmu agama, penghafal al-Qur’an, sedekah Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas kesehatan, sedekah bahan makanan pokok untuk orang yang harus menjalani karantina dll. Sedekah semisal ini tentu lebih dasyat menghapus dosa pelakunya. 

Keempat:

Menjaga harta. Sedekah adalah perintah Allah dan Nabi menjanjikan bahwa siapa yang melakukan perintah Allah, maka Allah akan jaga diri dan hartanya. 

Kelima:

Mendatangkan dan keberkahan rezeki. Sebaliknya pelit itu berdampak kehancuran harta atau hilangnya keberkahan harta. 

Keenam:

Sumber kebahagiaan hati adalah menolong sesama dengan bersedekah dan lainnya. 

Ketujuh:

Bukti sekaligus kiat melatih diri untuk yakin dan berbaik sangka kepada Allah.

Diantara sebab pelit adalah tidak yakin bahwa rezeki esok hari itu sudah dijamin oleh Allah. Inilah contoh buruk sangka kepada Allah.

Pentingnya Menjaga Waktu

Pentingnya Menjaga Waktu 

Inilah nasehat berharga dari para ulama kita. Sungguh di zaman ini, kita akan melihat banyak orang yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya dengan sia-sia. Kebanyakan kita saat ini hanya mengisi waktu dengan maksiat, lalai dari ketaatan dan ibadah, dan gemar melakukan hal yang sia-sia yang membuat lalai dari mengingat Allah. Padahal kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang sangat singkat, tetapi kebanyakan kita lalai memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan. Pada tulisan kali ini, kami akan menyajikan perkataan-perkataan ulama terdahulu mengenai pentingnya menjaga waktu. Semoga dengan merenungkan nasehat para ulama berikut, kita dapat menjadi lebih baik dan tidak menjadi orang yang menyia-nyiakan waktu.

Ketahuilah bahwa Engkau Seperti Hari-harimu

Hasan Al Bashri mengatakan,

ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك

Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”[1]

Waktu Pasti akan Berlalu, Beramallah

Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Robi’ah menasehati Sufyan Ats Tsauri,

إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.

Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu (baca: mati) sedangkan engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.”[2]

Waktu Bagaikan Pedang

Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan,

صحبت الصوفية فلم أستفد منهم سوى حرفين أحدهما قولهم الوقت سيف فإن لم تقطعه قطعك

“Aku pernah bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”

Jika Tidak Tersibukkan dengan Kebaikan, Pasti akan Terjatuh pada Perkara yang Sia-sia

Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di atas, “Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain:

ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل

Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[3]

Waktu Berlalu Begitu Cepatnya

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi, penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung).

Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Kematian Lebih Layak Bagi Orang yang Menyia-nyiakan Waktu

Lalu Ibnul Qoyyim mengatakan perkataan selanjutnya yang sangat menyentuh qolbu, “Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan (baca: kesia-siaan), maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.”[4]

Janganlah Sia-siakan Waktumu Selain untuk Mengingat Allah

Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’  Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.”[5]

Ya Allah, mudahkanlah kami selaku hamba-Mu untuk memanfaatkan waktu ini dalam ketaatan dan dijauhkan dari kelalaian. Amin Yaa Mujibas Saailin.


[1] Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi

[2] Shifatush Shofwah, 1/405, Asy Syamilah

[3] Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[4] Al Jawabul Kafi, 109

[5] Az Zuhud li Ahmad bin Hambal, 3/321, Asy Syamilah

Benarkah Musik Islami Itu Haram?

Benarkah Musik Islami Itu Haram?

Saudaraku, siapa di antara kita yang tidak mengenal musik? Dan di antara orang yang mengenal musik, siapa dari mereka yang menyukainya? Mungkin ada di antara kita yang mengangkat tangan dan ada yang tidak. Sebagian kita ada yang menyukai musik dan ada yang tidak. Karena hal ini disebabkan oleh adanya pro dan kontra akan hukum musik itu sendiri dan juga karena ketidaktahuan kita akan manfaat dan bahaya musik itu sendiri.

Pada kesempatan kali ini, mari kita simak bersama, apa sih sebenarnya hukum musik itu sendiri? Terkhusus lagi, jika musik itu dinisbatkan kepada Islam.

Sebelum kita membahas bersama, ada kesepakatan yang harus kita patuhi. Karena kita adalah orang Islam, tentunya kita mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Tuhan kita dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan panutan kita. Maka konsekuensi dari itu, kita harus meyakini kebenaran yang datang dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

Bukankah begitu, wahai saudaraku? Oke, mari kita simak dan renungkan bersama pembahasan kali ini.

[lwptoc]

Bagaimana Allah menerangkan hal ini dalam Al-Qur’an?

Ternyata, banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan akan hal ini. Satu di antaranya adalah:

Firman Allah ‘Azza wa jalla,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju nyanyian dan musik. 1

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.2

Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian.3

Al-Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4

Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.

Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkabarkan kepada umatnya tentang musik?

Saudaraku, termasuk mukjizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang. Dahulu, beliau pernah bersabda,

ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik.”5

Saudaraku, bukankah apa yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada zaman kita saat ini?

Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang musik. Beliau pernah bersabda,

إني لم أنه عن البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب ورنة شيطان

Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.”6

Kedua hadis di atas telah menjadi bukti untuk kita bahwasanya Allah dan Rasul-Nya telah melarang nyanyian beserta alat musik.

Sebenarnya, masih banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun perkataan ulama yang menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap nyanyian dan alat musik. Dan hal ini bisa dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim yang berjudul Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama lainnya yang membahas tentang hal ini.

Lalu, bagaimana dengan musik Islami?

Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah? Bukankah hal itu mengandung kebaikan?

Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan Rasul-Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik dalam berdakwah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama kali melakukan hal tersebut. Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.

Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini, bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan ketika mereka melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan tetapi nasyid-nasyid saat ini merupakan budaya kaum sufi yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka dari mana mereka mendapatkan hal ini?

Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara melantunkan nasyid yang hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam7

Waktu-waktu yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik

Saudaraku, ternyata Islam tidak melarang kita secara mutlak untuk bernyanyi dan bermain alat musik. Ada waktu-waktu tertentu yang kita diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Kapan itu?

1. Ketika Hari Raya

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh kaum Anshar pada masa perang Bu’ats.” Lalu aku berkata, “Keduanya bukanlah penyanyi.” Lalu Abu Bakar berkata, “Apakah seruling setan ada di dalam rumah Rasulullah?” Hal itu terjadi ketika Hari Raya. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.” 8

2. Ketika Pernikahan

Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan tentang anak kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi’ bintu Mu’awwidz yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari adanya hal tersebut.

Dan juga berdasarkan dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, “Pembeda antara yang halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.”9

Jadi, telah jelas bukan, bahwa keadaan yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik hanyalah ketika hari raya dan pernikahan. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah duff (rebana) yang hanya dimainkan oleh wanita.

Beberapa karakter khas yang ada dalam nyanyian dan musik

  1. Dapat melalaikan hati
  2. Menghalangi hati untuk memahami Al-Qur’an dan merenungkannnya serta mengamalkan kandungannya
  3. Al-Qur’an dan nyanyian tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati selamanya. Karena Al Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu dan memerintahkan untuk menjaga kesucian hati. Sedangkan nyanyian memerintahkan sebaliknya, bahkan menghiasinya dan merangsang jiwa manusia untuk mengikuti hawa nafsu.
  4. Nyanyian dan minuman keras ibarat saudara kembar dalam merangsang jiwa untuk melakukan keburukan. Saling mendukung dan menopang satu sama lain.
  5. Nyanyian itu pencabut kewibawaan seseorang
  6. Nyanyian dapat menyerap masuk ke dalam pusat khayalan, lalu membangkitkan nafsu dan syahwat yang terpendam di dalamnya.

Dan masih banyak lagi yang lainnya.10

Karakter-karakter khas yang terdapat pada musik tersebut mencakup semua jenis musik, baik itu musik rock, pop, dangdut, maupun musik Islami. Karena hal ini memang telah terbukti di kalangan para pecinta musik. Dan memang, nyanyian dan musik ini sangat besar pengaruhnya bagi para pelaku dan pendengarnya dari segala sisi, baik dari akidahnya, akhlaknya, maupun dari akal pikirannya yang telah menunjukkan adanya kemerosotan yang sangat signifikan jika dibanding dengan generasi kakek nenek kita, yang mana dulu masih jarang ditemukan adanya nyanyian ataupun musik.

Renungan

Wahai Saudara, kami rasa ketiga dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas dan penjelasan setelahnya, sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa Islam melarang adanya nyanyian dan alat-alat musik. Dan juga, sudah cukup melegakan hati saudaraku yang memang sebelumnya kontra dengan musik. Dan menjadikan terang dan jelas bagi saudaraku yang sebelumnya pro dengan musik. Dan telah terjawab sudah, pertanyaan pada judul pembahasan kita saat ini. Bukankah demikian?

Namun memang sudah seharusnya bagi kita seorang muslim, untuk menerima dengan tunduk apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada rasa berat dan penolakan sedikit pun dari dalam hati kita. Karena jika hal itu terjadi, maka itu adalah salah satu tanda adanya kesombongan yang ada dalam hati kita. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ

Tidak akan masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya ada setitik kesombongan.” Lalu ada seorang laki-laki bertanya pada beliau, “Sesungguhnya manusia itu menyukai baju yang indah dan sandal yang bagus.” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” 11

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa melakukan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang. Sesungguhnya Allah Ta’ala-lah yang Maha Pemberi taufik dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanyalah milik Allah semata. Wallahu waliyyut taufiq.

***

Catatan kaki :

  1. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, hal. 556/3
  2. Idem
  3. Idem
  4. Lihat Ighatsatul Lahafan karya Ibnul Qayyim, hal. 239
  5. HR. Bukhari, no. 5590
  6. HR. Hakim 4/40, Baihaqi 4/69
  7. Lihat penjelasan lebih lengkapnya di at Tahrim atau Ighatsatul Lahafan
  8. HR. Bukhari, no. 949, dan lain-lain
  9. HR. At Tirmidzi, no. 1080, dihasankan oleh Syekh Al-Albani
  10. Lihat At-Tahrim, hal. 151
  11. HR. Muslim, no. 275

Referensi :

  1. Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adzim. 2008. Mesir, Daarul Aqidah.
  2. Ibnu Qayyim al Jauziyyah, Ighatsatul Lahfaan. Maktabah syamilah
  3. Nashiruddin Al Albani, Tahriim Aalaatit Tharbi. Maktabah syamilah

***

Nasehat Terbaik : KEMATIAN

Nasehat Terbaik : KEMATIAN 

Hamid Al-Qaishari berkata, “Setiap kita yakin dengan adanya kematian, namun kita tidak melakukan persiapan untuk menghadapinya. Setiap kita yakin dengan adanya surga, namun kita tidak melakukan amal kebaikan untuk mendapatkannya.

Setiap kita yakin dengan adanya neraka, namun kita tidak merasa takut terhadapnya. Lantas, apa yang membuat kalian merasa gembira? Apa yang kalian tunggu dan harapkan dari dunia? Kematian? Ia akan datang kepada kalian dengan membawa berita dari Allah; kebaikan ataupun keburukan. Wahai saudaraku, persiapkanlah perjalanan menghadap Allah dengan sebaik-baiknya.”

Ingatlah akan Kematian!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِى الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Ahmad, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kematian bukan perkara yang ringan. Ia adalah pemutus kenikmatan, penghapus kebahagiaan, dan penyebab kesedihan. Seandainya manusia tidak memiliki masalah, musibah, atau cobaan selain kematian, sebenarnya hal itu sudah cukup untuk membuatnya bersedih, menangis, dan tidak dapat memikirkan apapun selain kematian.

Manusia yang sedang berada dalam puncak kebahagiaannya, kemudian tiba-tiba seorang tentara memukulnya sebanyak lima kali dengan pukulan yang sangat keras, niscaya orang tersebut akan lupa dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang baru saja ia rasakan dan nikmati. Lantas bagaimana dengan kematian yang rasanya lebih pedih dari sayatan sembilu dan lebih sakit dari tebasan pedang? Adakah yang masih mampu tertawa dan berkata-kata ketika menghadapinya?

Ciri Orang Yang Cerdas

Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

أَفْضَلُ الْمُؤْمِنِينَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya.  Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang yang berakal.” (HR. Ibnu Majah)

Orang-orang salih selalu memikirkan dan mempersiapkan kematian. Mereka bersungguh-sungguh ketika melakukan kebaikan seolah-olah mereka akan meninggal pada hari tersebut. Apabila tiba sore hari, mereka bersyukur atas kesempatan yang masih Allah berikan.

Mereka pun kembali bersungguh-sungguh melakukan kebaikan seolah-olah mereka akan meninggal pada malam tersebut. Bahkan diantara mereka ada yang selalu berpesan kepada istrinya, “Jika aku meninggal pada hari ini, tolong sampaikan kepada fulan agar berkenan untuk memandikan jenazahku, melakukan ini dan itu, dan tolong lakukan ini dan itu wahai istriku.” Setiap hari pesan tersebut selalu diulang-ulang dan disampaikan kepada istrinya.

Manfaatkan Yang 5 Sebelum Yang 5

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok no. 7846)

Kematian tidak pernah hilang dari fikiran dan ingatan orang-orang yang salih. Apabila disebutkan kematian, mereka langsung terdiam, tertunduk, tidak mampu berkata-kata, dan merasa seolah-olah merekalah yang sedang menghadapinya. Mereka mengeluhkan tentang kurangnya persiapan dan sedikitnya perbekalan.

Mereka selalu khawatir dan mencemaskan keadaan ketika bertemu dengan kematian. Padahal mereka adalah orang-orang yang shalat sebanyak 1.000 rakaat setiap harinya, tidak pernah keluar dari masjid selama 20 tahun lamanya, dan telah mengkhatamkan Al-Quran lebih dari 18.000 kali semasa hidupnya.

Sebaliknya. Ada manusia yang diperintah untuk menyiapkan perbekalan sebelum tiba kematian, diajak untuk berjalan menuju Allah dengan melakukan ketaatan, dan dimotivasi untuk bersabar tidak bermaksiat di dunia demi mendapatkan kenikmatan yang jauh lebih baik di akhirat, namun mereka justru duduk, diam, bermalas-malasan, bermain-main, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia ketimbang kehidupan akhirat. Aneh memang.

Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang melupakan kematian.

***