Ikhlas Dan Jangan Berbangga Diri

Ikhlas Dan Jangan Berbangga Diri 

Hal terpenting dalam ibadah bukanlah tentang banyaknya amal ibadah, melainkan bersihnya ibadah dari campuran atau noda yang dapat menghapuskan nilai ibadah tersebut yang dapat menyebabkan Anda tidak mendapatkan ganjaran apa-apa melainkan lelah semata. Kalimat ini bukan berarti menafikan baiknya jika kuantitas amal ibadah seorang hamba banyak, akan tetapi yang ideal adalah banyaknya amal disertai dengan kualitas yang baik pula.

Waspadalah! Jangan sampai terkecoh dengan amal yang telah Anda lakukan karena Allah-lah yang telah memberi Anda taufik untuk dapat melakukan segala amal tersebut. Sesungguhnya Allah Tabaraka wata’ala melihat niat dan motivasi seseorang dalam beramal. Dan Allah dengan kekuasaan-Nya yang agung hanya menghisab seseorang sesuai dengan kadar niatnya.

Waspadalah! Jangan sampai Anda mencela pelaku maksiat karena kemaksiatannya atau pelaku dosa karena dosa yang telah ia lakukan karena Allah Tabaraka wata’ala tidak menyukai orang yang ujub dengan amalnya. Sebuah dosa yang karenanya Anda merasa hina di sisi Allah lebih Allah cintai daripada ketaatan yang Anda merasa berjasa kepada Allah dan agama Allah. Dan erangan seseorang yang meminta ampun kepada Allah lebih Allah cintai daripada teriakan orang merasa berjasa kepada Allah dan agama-Nya. Amalan orang yang ujub tidak akan naik kepada Allah dan Allah tidak akan menerima amalnya. Tidak ada pintu yang lebih luas untuk bisa menghadap Allah Tabaraka wata’ala melainkan dari pintu menghinakan diri pada-Nya.

Apabila Anda mencela saudara Anda yang bermaksiat kepada Allah bisa jadi celaan Anda lebih jahat daripada maksiat yang telah saudara Anda lakukan dan dosa Anda lebih besar daripada dosanya karena bisa saja dosa tersebut mewariskan rasa hina pada dirinya di hadapan Allah Tabaraka wata’ala sehingga Allah membersihkan noda-noda kesombongan dan ujub dari hatinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencela pelaku maksiat dalam sabdanya,

إِذَا زَنَتْ أَمَةُ أَحَدِكْمْ فَلْيَجْلِدْهَا الْحَدَّ، وَلَا يُثَرِّبْ (أَيْ وَلَا يُعَيِّرْ)

Jika salah seorang budak perempuanmu berzina maka cambuklah ia sesuai ketentuan syariat dan jangan mencelanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi Yusuf ‘ash-shiddiq juga mencontohkan teladan yang baik ketika mengikrarkan maaf kepada saudara-saudaranya,

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ

Sejak hari ini aku tidak akan mencela kalian.” (Q.S Yusuf: 92)

Nabi Yusuf merupakan contoh pemaaf yang sejati, Ia memaafkan secara sempurna yaitu memaafkan tanpa mencela dan tidak mengungkit-ungkit kesalahan saudara-saudaranya.

Kewajiban kita kepada pelaku maksiat adalah; yang pertama, bersyukur dan memuji Allah atas nikmat yang Allah berikan kepada kita dan tidak Allah berikan kepadanya, sadari bahwa semuanya, termasuk terhindar dari suatu maksiat merupakan semata-mata karunia dari Allah. Kedua, menasihatinya. Tidak ada yang ketiga yaitu mencelanya.

Allah Tabaraka wata’ala berbicara kepada seorang hamba yang sangat mengetahui tentang diri-Nya dan paling dekat dengan-Nya, yaitu nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلً

Dan kalau Kami tidak meneguhkan (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.” (Q.S Al-Isra: 74)

Ayat di atas menunjukkan bahwa keteguhan hati dalam ketaatan semata-mata dari Allah Tabaraka wata’ala. Keikhlasan merupakan anugerah dan pemberian dari Allah yang Allah berikan kepada siapa yang Allah kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Allah jadikan keikhlasan rahasia di dalam hati siapa yang Allah cintai dari kekasih-Nya.

Nabi Yusuf ash-shiddiq ‘alaihissalam berkata dalam rangka berdoa kepada Rabbnya,

وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Q.S Yusuf: 33)

Seseorang dapat selamat dari kemaksiatan karena Allah-lah yang memalingkan atau menghindarkan ia dari kemaksiatan. Semua urusan dan ketetapan di jagad raya berada di tangan Allah. Maka sama sekali tidak layak seseorang melihat kepada pelaku maksiat kemudian ia mencelanya karena kemaksiatannya dan pelaku dosa dicela karena dosanya. Sesungguhnya cambuk yang digunakan untuk memukul pelaku maksiat berada di tangan Allah dan tidak ada jaminan keamanan bahwa cambuk tersebut tidak akan digilirkan kepada Anda. Maka setiap orang wajib merasa hina di hadapan Rabb Tabaraka wata’ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa memohon keteguhan hati, padahal beliau adalah seorang utusan dan kekasih Allah,

قالت: كان أكثر دعاء رسول الله صلى الله عليه وسلم : يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك. قال:  يا أم سلامة ليس آدمي إلا وقلبه بين أصبعين من أصابع الله، فمن شاء أقامه، ومن شاء أزاغه

“Ummu Salamah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah banyak berdoa dengan, ‘Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.’ Rasulullah bersabda, ‘Wahai Ummu Salamah, sungguh tidak ada satupun anak Adam melainkan hatinya berada di antara dua jari di antara jari-jemari Allah, jika Allah menghendaki untuk meluruskan hati tersebut akan Ia luruskan dan jika ia menghendaki untuk memalingkannya maka akan Ia palingkan” (HR. Tirmidzi dalam Ad-Da’awat, 90 nomor 3522. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-shahih)

Aslinya hadits ini terdapat di dalam Shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dengan lafaz,

اللهم مصرف القلوب صرف قلوبنا على طاعتك

Wahai Dzat Yang Maha Memalingkan hati, palingkanlah hati kami dalam ketaatan pada-Mu.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga banyak bersumpah dengan,

لَا وَمُقَلِّبِ الْقُلُوبِ

Tidak, demi Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati.” (HR. Bukhari)

Maka hendaknya kita juga mengamalkan doa di atas agar Allah karuniakan kepada kita hati yang selalu taat pada-Nya. Tidak ada jaminan seseorang dapat istiqamah hingga akhir hayatnya karena orang yang selamat adalah orang yang diselamatkan oleh Allah.

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللهُ قُلُوبَهُمْ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (Q.S As-Saff: 5)

Seseorang yang menyadari bahwa kemudahan beribadah merupakan taufik dari Allah maka ia tidak akan merasa sombong dan ujub dengan amalnya sehingga ia tidak akan bermudah-mudahan mencela pelaku maksiat dan dosa, ia akan merasa hina dan menghambakan diri di hadapan Allah Tabaraka wata’ala.

Alloh Maha Penjaga Dan Penolong

Alloh Maha Penjaga Dan Penolong 

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:

فَمَنِ اتقَى اللهَ وَحَفِظَ حُدُودَهُ وَرَاعَى حُقُوقَهُ فِي حَالِ رَخَائِهِ عَرَفَهُ اللهَ فِي شِدَّتِهِ وَرَعَى لَهُ تعرفه السابق،

“Barangsiapa menjaga muamalah (hubungan) yang baik dengan Allah ketika sehat, muda, dan kuat, maka Allah akan memperlakukannya dengan kelembutan dan pertolongan ketika dia dalam keadaan susah.” (Al-Fawakihu asy-Syahiyyah, hlm. 139)

Mukmin yang bertakwa akan senantiasa menjalankan ketaatan dalam kondisi lapang maupun susah dalam sepanjang hidupnya sehingga hidupnya akan tenang dan bahagia. Menjaga adab-adab mulia kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bersemangat beribadah ketika badan sehat saat usia muda, maka ini adalah amaliah yang dicintai Allah Ta’ala. Betapa banyak orang yang semasa fisik masih prima dan segar bugar, justru kekuatannya dipergunakan untuk berbuat maksiat. Mukmin yang senantiasa dekat dengan Allah Ta’ala dan menjaga syariat Islam, maka Allah akan memberikan penjagaan sempurna dari tipu daya setan, serta akan mengukuhkan imannya tatkala dalam situasi sempit dan menolongnya dari berbagai kesusahan hidup.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

Jagalah (batas-batas) Allah, niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. At-Tirmidzi No. 2516) hadis shahih lihat Shahihul Jami’ No.7957

Hidup orang mukmin yang bertakwa akan selalu terhibur meskipun ujian demi ujian silih berganti, karena mereka yakin Allah Ta’ala adalah Maha Penjaga dan Penolong yang sesungguhnya. Kesusahan yang dialami justru membuatnya semakin mendekat pada Allah Ta’ala dan semakin memperbagus amalan hati dan anggota badan. Bukankah orang yang terbiasa melalui kesulitan dan kesusahan akan menjadi pribadi yang tegar, kuat, dan dewasa? Mereka yakin bahwa setelah kesulitan ada kemudahan.

Di antara kunci pembuka pertolongan Allah adalah dirinya senantiasa memperkuat perisai iman, menapaki jalan yang dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengandalkan pertolongan pada Allah Ta’ala kemudian berikhtiar dengan benar dan tidak melanggar syariat ketika hidupnya diuji dengan kesusahan, seperti kemiskinan, sakit, perangai kurang baik dari pasangan, anak yang susah diatur, dan sebagainya yang membuatnya menderita lahir batin. Inilah romantika dunia, maka optimislah bahwa jalan keluar itu dekat karena Allah Ta’ala menguji hamba sesuai kemampuannya.

Dan mukmin yang percaya pada takdir Allah ‘Azza wa Jalla tentunya akan banyak memohon agar dimudahkan menjalani ujian dan lebih ikhlas dengan mengadu pada-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

قَالَ إِنَّمَآ أَشْكُوا۟ بَثِّى وَحُزْنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Dia (Ya’qub) menjawab: “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Yusuf: 86)

Kemudian kunci pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla berikutnya yang tidak boleh ditinggalkan adalah sabar dan shalat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah : 153)

Orang yang senantiasa menjaga shalatnya dan menjalankannya sesuai petunjuk Islam, niscaya hatinya jauh dari kesusahan dan perasaan gundah. Bahkan, kesusahan yang di awalnya begitu menghimpit hidupnya akan ada solusinya dengan pertolongan Allah Ta’ala.

Selanjutnya kunci pertolongan Allah yang lainnya adalah selayaknya seorang mukmin menolong saudara sesama muslim dalam kebajikan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berwasiat:

وَاللهُ في عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

“Dan Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya…” (HR. Muslim no. 2699)

Bagi yang dimudahkan rezeki berupa harta, saatnya memperbanyak sedekah kepada orang-orang lemah, penuntut ilmu syar’i, anak yatim, janda, dan orang-orang yang membutuhkan agar Allah Ta’ala menolongnya dan mempermudah urusan dunia serta akhiratnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ؟

“Bukankah kalian diberikan pertolongan dan diberikan rezeki dengan sebab (doa) orang-orang lemah diantara kalian?” (HR. Al-Bukhari no. 2896)

Sejatinya banyak sekali perkara-perkara yang akan mendatangkan pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla yang intinya adalah seorang hamba mengaplikasikan peribadatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, baik dengan menerapkan aqidah yang lurus, beramal shalih, berhias dengan akhlak mulia, dan selalu berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk kebaikan dirinya dan sesama muslim di dunia dan akhirat.

Inilah dahsyatnya pengaruh doa yang ikhlas untuk kebaikan saudaranya, maka ia pun akan mendapat manfaat kebaikan serupa. Yakinlah bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menyia-nyiakan amal shalih seorang hamba yang beriman dan ikhlas menjalani kehidupan yang digariskan Allah ‘Azza wa Jalla, maka berbuat baiklah karena-Nya.

Semoga Allah mengumpulkan kita di jannah yang penuh kenikmatan. Aamiin.

Referensi:

1. Kiat-kiat Islam Mengatasi Kemiskinan, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka at-Takwa, Bogor 2015.

2. Kiat Sukses Mendidik Anak (Terjemah), Muhammad bin Jamil Zainu, Pustaka al-Haura, Yogyakarta, 2009.

Neraka Juga Menyiksa Dengan Dingin

Neraka Juga Menyiksa Dengan Dingin 

Yang perlu diimani tentang neraka, ia bukan hanya panas yang membakar, tetapi juga dingin yang membeku. Jika ada hawa yang amat panas, maka itu didapati dari panasnya neraka. Sebaliknya jika ada hawa yang begitu dingin, maka itu berasal dari dinginnya neraka. Inilah yang mesti direnugkan bagi yang mendapati musim dingin (winter) saat ini.

Hal ini dapat kita lihat pada surat An Naba’, Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا (24) إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا (25) جَزَاءً وِفَاقًا (26)

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan ghossaq, sebagai pambalasan yang setimpal.” (QS. An Naba’: 24-26).

Allah Ta’ala juga berfirman,

هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ

“Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin (ghossaq).” (QS. Shaad: 57)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Yang dimaksud ghossaq adalah dingin beku dari neraka, dan seseorang seperti terpanggang dengannya.” Mujahid rahimahullah berkata, “Ghossaq adalah sesuatu yang tidak mampu seseorang sentuh karena begitu dinginnya.” Ada ulama pula yang mengatakan, “Ghossaq adalah dingin yang baunya begitu busuk”.

Faedah

1- Neraka bukan hanya panas, juga mengalami dingin (yang amat dingin).
2- Hawa yang amat panas, itu adalah dari panasnya neraka. Hawa yang amat dingin, itu adalah dari dinginnya neraka.
3- Cuaca yang amat panas dan dingin seharusnya mengingatkan kita akan neraka, sehingga kita pun seharusnya meminta perlindungan pada Allah dari siksanya yang begitu mengerikan.

Semoga Allah menyelamatkan kita dari siksa neraka.

Referensi:

Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islam, hal. 574-576.

Jangan Kau Benci Isterimu

Jangan Kau Benci Isterimu

Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali harapan tidak sesuai kenyataan. Ketika awal menikah, cinta begitu menggebu. Impian begitu ideal atau seringkali kekurangan tidak menjadi pertimbangan. Namun setelah menikah, kita akan menemui persoalan-persoalan dalam rumah tangga yang memerlukan solusi atau penyelesaian.

Persoalan ini sangat beragam. Mulai dari persoalan ekonomi, keluarga besar, sampai anak-anak. Ketika kehidupan menemui persoalannya, saat itulah pikiran mulai teralihkan. Dari rasa cinta yang awalnya begitu bergairah akhirnya beralih menjadi memikirkan masalah. Akhirnya perasaan ini pudar.

Pada saat masalah tidak terselesaikan, yang timbul akhirnya kekecewaan. Awalnya melihat melihat istri begitu cantik, sekarang kok menjadi kelihatan tua. Awalnya melihat suami tampan dan romantis, sekarang jadi begitu menyebalkan. Jadi seolah-olah pasangan tidak sesuai keinginan. Padahal sejak awal itulah pilihannya. Ketika mau menikah masing-masing bisa menerima kekurangan. Kenapa sudah menikah jadi berat dan selalu ingin mengeluh? Mengapa ini bisa terjadi?

Ini bisa terjadi ketika pernikahan hanya dilandasi rasa cinta karena naluri semata. Biasanya begitu bergairah dan menggebu-gebu serta biasanya memang hanya distimulasi dengan fakta-fakta indah saja. Begitu ketemu fakta yang tidak indah, langsung cintanya memudar. Beda bila pernikahan itu dilandasi oleh komitmen pada suatu nilai. Komitmen ini bisa komitmen moral seperti dalam rangka menghormati orang tua ataupun komitmen pendidikan anak. Tetapi komitmen yang paling tinggi atau yang terkuat adalah komitmen karena agama.

Memang komitmen moral bisa menjadi perekat, tetapi yang paling kuat adalah komitmen agama. Ali bin Abi Thalib –radhiyall?hu ‘anhu– ketika menjawab orang yang meminta pertimbangan kepadanya dengan nasihat, sebagaimana yang dituturkan oleh Hasan, “Nikahkanlah ia dengan orang yang bertaqwa kepada Allah. Sebab jika lelaki itu mencintainya, ia pasti memuliakannya. Dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak akan berbuat zhalim kepadanya.

“Kurang” itu Bawaan Setiap Orang

Kurang artinya tidak cukup. Namanya saja kurang, tak ada orang yang mau, karena ia tidak sesuai dengan harapan yang biasanya melahirkan masalah. Namun, sesuatu yang kurang ini justru ada pada setiap orang, termasuk pasangan Anda, bahkan Anda pun tak terkecualikan darinya.

Anggaplah kekurangan pasangan itu melahirkan persoalan, akan tetapi bukankah ia juga memiliki kebaikan-kebaikan? Dan secara umum, kebaikannya lebih besar dan lebih banyak. Karena itu Anda jangan melulu memandang dengan mata marah dan kesal, karena lumrah dalam kondisi marah dan kesal, yang terlihat di depan mata adalah keburukan.

Imam asy-Syafi’i berkata: “Mata kerelaan itu buta terhadap segala aib sebagaimana mata kebencian membuka keburukan.”

Al Qur’an mengajak melihat dua sisi, kelebihan dan kekurangan secara berimbang, dalam konteks perceraian yang biasanya terjadi dalam kondisi benci, ayat Al Qur’an memerintahkan untuk tidak melupakan keutamaan di antara pasangan. Firman Allah Jalla Jalaaluhu,

Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah: 237)

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda:

“Hendaklah seorang mukmin tidak membenci seorang mukminah, jika dia tidak menyukai perangainya niscaa dia menyukai yang lain.” (Riwayat Muslim).