Ibadah Yang Paling Utama

Ibadah Yang Paling Utama 

Ibnus Sammak menulis surat kepada saudaranya,

‏أَفْضَلُ العبادة الإمساك عن المعصية ، والوقوف عند الشهوة ، وَأَقْبَحُ الرغبة أَنْ تطلب الدُّنْيَا بعمل الآخرة

‏الآداب الشرعية (1/153)

“Ibadah yang paling utama adalah menahan diri dari maksiat dan berhenti saat syahwat.. dan seburuk-buruk keinginan adalah mencari dunia dengan melalui amalan akherat..”

(Al Adab Asy Syar’iyah 1/153)

Karena maksiat itu disukai oleh syahwat..
Meninggalkannya amat berat terlebih saat syahwat bergejolak..
Semakin membutuhkan perjuangan maka semakin besar pahalanya..

Obat Bagi Hati Yang Gelisah

Obat Bagi Hati Yang Gelisah 

Hati adalah hal yang sulit dikendalikan. Sehingga sering kita jumpai, orang-orang yang ketika di pagi hari dalam kondisi tertawa, namun wajahnya bermuram durja di sore hari. Pun sebaliknya, ada di antara manusia yang matanya sembab ketika bangun dari tidur, namun berubah menjadi guratan bahagia ketika datang waktu sore. Hal ini merupakan tanda bahwa kita hanyalah hamba. Kalaulah bukan karena pertolongan Allah, niscaya hati kita akan senantiasa terombang-ambing dalam kegamangan.

Namun, yang membedakan antara kesedihan orang beriman dan tidak beriman adalah penyikapannya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah dan semua ketetapan-Nya, maka kesedihan yang kita lewati merupakan salah satu fase di mana Allah bukakan pintu ampunan. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim ditimpa letih, lelah, galau, kesedihan, dan derita, bahkan duri yang menancap di kulitnya, kecuali Allah ‘Azza Wajalla akan ampuni kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5641)

Dengan kondisi zaman seperti saat ini. Kesedihan dan kegalauan adalah sesuatu yang hampir menimpa banyak pemuda muslim. Dan hendaknya tidaklah mereka mencari solusi, kecuali solusi-solusi yang Allah ‘Azza Wajalla berikan dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama ajarkan dalam hadis-hadisnya. Ini juga diajarkan oleh para salaf kita ketika mereka mengatakan,

عجبت لمن اغتم ولم يفزع إلى قول الله تعالى: (أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ)[الأنبياء:87]، فإني وجدت الله يعقبها بقوله: (فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ) [الأنبياء:88]، فهي ليست لنبي الله يونس عليه وعلى نبينا الصلاة والسلام، ولكنها للمؤمنين في كل زمان ومكان إذا ذكروا الله بهذا الذكر المبارك: (وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ)

Aku teramat heran orang-orang yang tertimpa kegundahan, kemudian tidak tergerak hatinya menghayati firman Allah ‘Azza Wajalla,

 اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ

‘Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ (QS. Al-Anbiya: 87)

Sungguh aku mendapati di dalam ayat ini, Allah ‘Azza Wajalla mengakhiri firman-Nya dengan janji,

فَاسْتَجَبْنَا لَهۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ

Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.’ (QS. Al-Anbiya: 88)

Janji terkabulnya doa dan keselamatan ini tidak dikhususkan untuk Nabi Yunus ‘alaihis salam semata, melainkan untuk orang-orang yang beriman secara keseluruhan di mana pun dan kapan pun jika mereka berzikir dengan zikir yang disebutkan.”

Sehingga, ketika orang-orang yang beriman kepada Allah ditimpa kegalauan dan kegundahan, mereka akan menjadi semakin dekat dengan Rabbnya. Karena tidak ada yang mampu menyingkirkan sempitnya hati, kecuali Allah ‘Azza Wajalla. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

وَلَقَدْ نَعْلَمُ اَنَّكَ يَضِيْقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُوْلُوْنَۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَۙ وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ

Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit (gundah dan sedih) disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka, bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang sujud (salat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kepastian (kematian).” (QS. Al-Hijr: 97-99)

Ada doa-doa yang diajarkan oleh syariat yang dengannya menjadi sebab kegundahan dalam hati seseorang hilang, di antaranya:

Doa pertama

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama mengajarkan doa,

اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ الهَمِّ والحَزَنِ، والعَجْزِ والكَسَلِ، والجُبْنِ والبُخْلِ، وضَلَعِ الدَّيْنِ، وغَلَبَةِ الرِّجالِ

Allahumma inni a’udzu bika minal-hammi wal-hazn, wal-‘ajzi wal-kasal, wal-jubni wal-bukhl, wadhala’id-dain, waghalabatir-rijal

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kegundahan, dari rasa lemah dan malas, dari rasa takut dan pelit, dari terlilit hutang, dan dari direndahkan manusia.” (HR. Bukhari no. 6369)

Doa kedua

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزَنٌ فقال اللَّهمَّ إنِّي عبدُك وابنُ عبدِك وابنُ أمتِك ناصيتي بيدِك ماضٍ فيَّ حكمُك عدلٌ فيَّ قضاؤُك أسألُك بكلِّ اسمٍ هو لك سمَّيْتَ به نفسَك أو أنزلتَه في كتابِك أو علَّمتَه أحدًا من خلقِك أو استأثرتَ به في علمِ الغيبِ عندك أن تجعلَ القرآنَ ربيعَ قلبي ونورَ صدري وجلاءَ حزَني وذهابَ همِّي إلَّا أذهب اللهُ عزَّ وجلَّ همَّه وأبدله مكانَ حزَنِه فرحًا

Tidaklah seseorang ditimpa kesedihan kemudian membaca,

‘Allahumma inni ‘abduka wabnu ‘abdik wabnu amatik nashiyati biyadik madhin fiyya hukmuk ‘adlun fii qadha’uk. As’aluka bikullismin huwa lak, sammaita bihi nafsak, au anzaltahu fii kitabik, au allamtahu ahadan min khalqik, aw ista’tsarta bihi fi ‘ilmil ghaibi ‘indak. An taj’alal qur’ana rabi’a qalbi, wa nura shadri, wajila’a hazni wadzihaba hammi.’

‘Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku, qada-Mu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka, dan kesedihanku.

Kecuali Allah akan hilangkan gundah gulana dalam hatinya dan menggantinya dengan kebahagiaan.” (At-Targhib wat-Tarhiib, 3: 57)

Jika masalah sangat berat

Begitu pun ketika seorang hamba ditimpa masalah yang teramat berat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mencontohkannya dengan membaca doa (HR Bukhari no. 6345),

لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله رب العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات ورب الأرض رب العرش الكريم)، ويقول أيضاً: (اللهم رحمتك أرجو، فلا تكلني إلى نفسي طرفة عين، وأصلح لي شأني كله لا إله إلا أنت

“La ilaha illallahu al-‘adzim al-halim. La ilaha illallahu rabbul ‘arsyil adzim. La ilaha illallahu rabbus samawati wal-ardhi wa rabbul-‘arsyil-kariim.”

Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Yang Mahaagung lagi Maha Penyantun. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Rabb arasy yang agung. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Rabb langit dan bumi dan Rabb arasy yang mulia.

Atau pernah juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mengajarkan,

“Allahumma rahmataka arju, fala takilni ila nafsi tharfata ‘ain. Wa ashlih liy sya’niy kullahu. La ilaha illa anta.”

Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka jangan Engkau jadikan aku bergantung pada diriku walau hanya sekejap mata dan perbaikilah semua urusanku. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Engkau.”

Memperbanyak membaca Al-Qur’an

Di antara amalan yang dapat membantu seorang hamba menuntaskan kesedihannya adalah dengan membaca Al-Qur’an. Allah ‘Azza Wajalla memperingatkan seseorang yang berpaling dari-Nya dengan ancaman kehidupan yang sempit,

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

Begitu pun dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Beriman kepada setiap ketetapan Allah ‘Azza Wajalla

Di antara penyebab datangnya kesedihan adalah kurang berimannya seseorang terhadap ketetapan Allah ‘Azza Wajalla. Padahal tugas kita sebagai hamba adalah hanya terletak di antara syukur dan sabar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وليسَ ذاكَ لأَحَدٍ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إنْ أصابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكانَ خَيْرًا له، وإنْ أصابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكانَ خَيْرًا له

Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh hal yang berkaitan dengannya berisi kebaikan. Dan tidaklah hal ini dijumpai, kecuali dalam diri seorang mukmin. Yaitu, jika ia ditimpa kebaikan, maka ia bersyukur. Maka, ini bernilai kebaikan baginya. Dan jika mendapat keburukan, maka ia bersabar. Maka, ini bernilai kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)

Tidak banyak berandai-andai

Kebanyakan berandai-andai seringkali menjadikan seseorang tidak mudah menerima ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama melarang seorang muslim dari banyak berandai-andai,

فلا تَقُلْ: لو أَنِّي فَعَلْتُ كانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَما شَاءَ فَعَلَ؛ فإنَّ (لو) تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

Hendaknya kalian tidak mengatakan, andai saja aku begini niscaya begini. Akan tetapi, gantilah dengan ucapan, ‘Ini semua ketetapan dari Allah dan Dia berkehendak atas apapun.’ Karena sesungguhnya berandai-andai itu membuka pintu setan.” (HR. Muslim no. 2664)

Tidak ada yang memungkiri bahwa setiap dari kita akan mengalami kesedihan di dalam hidupnya. Karena memang dunia ini diciptakan sebagai ladang ujian bagi hamba-hamba Allah ‘Azza Wajalla. Yang beruntung adalah mereka yang dengan kesedihannya justru semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah ‘Azza Wajalla.

***

Lisan Adalah Cerminan Hati

Lisan Adalah Cerminan Hati 

Yahya bin Mu’adz -rohimahulloh- mengatakan:

“Hati itu seperti PANCI, dia akan mendidihkan apa yang ada di dalamnya, sedangkan lisannya itu (ibarat) GAYUNGnya.

Maka tunggulah (untuk menilai) seseorang sehingga dia berbicara, karena lisannya akan mengambilkan untukmu apa yang ada dalam hatinya; bisa jadi rasanya manis, atau kecut, atau tawar, atau asin.

Lisannya akan mengabarkan kepadamu tentang rasa hatinya”.

[Kitab: Hilyatul Aulia, 10/63].

———

Oleh karenanya, terapkanlah hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka katakanlah perkataan yang baik, atau (jika tidak) maka diamlah.” [HR. Bukhori Muslim].

Motivasi Untuk Bekerja Dan Tercelanya Meminta-minta

Motivasi Untuk Bekerja Dan Tercelanya Meminta-minta 

Diriwayatkan dari sahabat Zubair bin Al-‘Awwam radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

Sungguh salah seorang dari kalian yang mengambil talinya, dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya, kemudian dia menjualnya, lalu Allah mencukupkannya dengan (menjual) kayu bakar itu, maka itu lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberinya atau menolaknya.” (HR. Bukhari no. 1471)

Kandungan hadis

Hadis ini mengandung motivasi untuk bekerja dan mencari penghasilan, dan tidak suka meminta-minta (mengemis) kepada sesama manusia. Karena bekerja dan berusaha mencari nafkah itu lebih afdal daripada meminta-minta, baik orang lain itu memberi atau menolaknya (tidak memberi). Hal ini karena meminta-minta itu pada hakikatnya adalah bentuk kehinaan dan perendahan diri. Tidak selayaknya bagi seorang muslim menghinakan dirinya sendiri di hadapan manusia, padahal dia mampu terbebas dari hal itu dengan bersungguh-sungguh bekerja dan mencari nafkah, meskipun dia merasakan kelelahan dan keletihan, serta menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan.

Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

خَيْرٌ لَهُ

“lebih baik baginya … “,

tidaklah dimaknai bahwa “meminta-minta atau mengemis itu memiliki kebaikan, namun lebih baik bekerja”. Karena tidak ada kebaikan sama sekali dari perbuatan meminta-minta, padahal dia memiliki kemampuan untuk bekerja. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa perbuatan meminta-minta dalam kondisi tersebut hukumnya haram.

Ada juga kemungkinan bahwa “lebih baik baginya” di sini adalah baik menurut keyakinan si peminta-minta. Karena ketika dia diberi, dia menganggap pemberian dari hasil meminta-minta itu sebagai sebuah kebaikan.

Penyebutan bentuk pekerjaan mencari kayu bakar dalam hadis ini hanya sekedar sebagai contoh. Yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maksudkan adalah mencari nafkah dan bekerja dengan semua bentuk profesi yang mubah, bukan yang haram. Hal ini karena setiap orang itu akan dimudahkan sesuai jalan atau keahliannya masing-masing. Ada yang berbakat dan ahli dalam berdagang, berbisnis, atau ahli di bidang-bidang lain yang mubah.

Sebagian ulama memang berpendapat manakah jenis pekerjaan yang paling afdal. Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat, wallahu Ta’ala a’lam, adalah pendapat yang menyatakan bahwa hal itu berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing orang. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِز

Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut apa yang bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu), serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah.” (HR. Muslim no. 6945)

Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya berjalan di muka bumi untuk mencari keutamaan dari Allah Ta’ala. Seorang muslim hendaknya mengetahui dengan sepenuhnya bahwa apapun pekerjaannya, meskipun dipandang remeh dan hina oleh sebagian orang, itu lebih baik daripada mengemis dan meminta-minta. Tentunya, selama pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang halal. Lebih-lebih lagi bagi seorang pemuda yang masih kuat secara fisik dan akalnya yang masih bisa berpikir dengan cerdas. Bekerja mencari nafkah adalah jalan yang ditempuh oleh para Rasul dan juga jalan para sahabat dan tabi’in.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Teruslah Berdakwah Ajak Semua Orang Untuk Mengenal Alloh, Walaupun Pada Akhirnya Kita Akan Dilupakan

Teruslah Berdakwah Ajak Semua Orang Untuk Mengenal Alloh, Walaupun Pada Akhirnya Kita Akan Dilupakan 

Demikian juga jika hasil gambar/poster dakwah kita dicrop dan dihilangkan namanya pembuat gambar, hendaklah kita tidak perlu terlalu sedih atau sakit hati.

Perhatikan perkataan imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berikut,

وَدِدْتُ أَنَّ كُلَّ عِلْمٍ أَعْلَمُهُ تَعَلَّمَهُ النَّاسُ أُوجَرُ عَلَيْهِ وَلَا يَحْمَدُونِي

“Saya ingin semua ilmu yang telah aku ketahui ini bisa dipelajari oleh semua orang sehingga dapat pahala, mereka tanpa perlu menyanjungku.”[1]

Memang tidak dibenarkan jika ada tulisan atau poster, kemudian kita hapus penulis atau sumbernya. Jika bertujuan untuk dakwah, maka bisa jadi dakwah kurang berkah.

Ulama berkata,

من بركة العلم عزوه إلى قائله

“Di antara keberkahan ilmu yaitu menisbatkan ilmu kepada yang berkata/penulisnya”[2]

Tidak perlu terlalu bersedih jika tulisan kita dihapus nama penulisnya karena:

1. Kita bisa lebih ikhlas dan tersebar ilmu tanpa mengharap sanjungan manusia sebagaimana perkataan Imam Syafi’i [3]

2. Cukuplah kita harapkan balasan Allah nanti atas dakwah kita, jangan berharap dengan (pujian) manusia, nanti kita akan kecewa

3. Kita terhindar dari ketenaran dan terkenal.
Hal ini bisa merampas privasi dan “kemerdekaan diri”, menjadi orang biasa lebih menenangkan

Asy-Syathibi rahimahullah berkata,

آخر الأشياء نزولا من قلوب الصالحين : حب السلطة والتصدر!

“Hal yang paling terakhir luntur dari hatinya orang-orang shalih: cinta kekuasaan dan cinta eksistensi (popularitas)”[4]


Demikian semoga bermanfaat.