Tergesa-gesa Itu Gak Baik

Tergesa-gesa Itu Gak Baik 

Suatu kisah yang sangat bagus dikisahkan oleh Al Hasan Al Bashri. Sungguh sangat menyentuh. Banyak pelajaran berharga dapat kita gali dari kisah berikut ini, diantaranya adalah janganlah tergesa-gesa. Semoga bermanfaat.

Al Hasan Al Bashri berkata, “Ada seorang pria meninggal dunia lalu meninggalkan  seorang  anak  dan  seorang  budak. Dia pun berwasiat menyerahkan budak tersebut pada anaknya. Bekas budak tadi memang sangat giat merawat anak dari tuannya. Akhirnya anak tersebut menyukai budak tadi dan dia pun menikahinya.

(Suatu saat), anaknya berkata pada budaknya, “Siapkan aku untuk mencari ilmu“. Budaknya lalu menyiapkannya. Dia lalu mendatangi seorang yang alim dan bertanya padanya.

Orang alim itu lalu berkata padanya, “Jika engkau akan berangkat maka beritahulah aku, engkau akan kuajari.” Anak itu berkata, “Saya akan berangkat, ajarilah aku“.

Alim itu menasehatkan padanya,

اتق الله، واصبر ولا تستعجل 

Bertakwalah kepada Allah, sabarlah dan jangan engkau terburu – buru“.

Al Hasan Al Bashri berkata,

في هذا الخير كله

Dalam nasehat alim di atas ada seluruh kebaikan“.

Anak itu hampir tidak pernah melupakan tiga nasehat dari alim tersebut.

Ketika dia pulang menemui keluarganya lalu memasuki rumah, ternyata ada seorang pria yang tidur bersitirahat di samping seorang wanita. Wanita itu pun ikut tidur! Anak itu berkata, “Saya tidak sabar menunggu untuk membunuhnya“. Dia lalu kembali ke kendaraannya mengambil  pedang.  Ketika akan mengambil pedang, dia teringat nasehat alim tadi, “Bertakwalah kepada Allah , sabarlah, dan jangan engkau terburu-buru“. Dia lalu kembali ke rumah itu. Ketika dia berada di dekat kepala orang itu, dia tidak sabar, lalu dia kembali lagi ke kendaraannya. Ketika akan mengambil pedangnya, dia pun mengingat nasehat alim tadi. Dia lalu kembali pada orang itu. Ketika dia berada di kepalanya, orang itu lantas bangun. Ketika orang itu melihatnya dia langsung dirangkulnya dan diciumnya. Lelaki itu lalu bertanya padanya, “Apa yang kau lakukan ketika meninggalkanku?” Anak itu menjawab, “Kudapatkan kebaikan yang sangat banyak setelah meninggalkanmu. Setelah meninggalkanmu, aku berjalan di antara pedang dan kepalamu sebanyak tiga kali, namun ilmu telah menghalangiku dari membunuhmu“. (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod Bab 266. Hasan secara sanad)

Catatan: Dijelaskan dalam Syarh Shohih Adabil Mufrod (Husein Al ‘Uwaisyah, 2/230) bahwa bekas budak tadi dengan pria di sampingnya adalah masih mahrom.

Pelajaran Berharga

Pertama:

Dalam hadits ini terdapat ajakan kepada kita semua untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersikap sabar dan tidak tergesa-gesa.

Kedua:

Dengan bekal ilmu, seseorang bisa menahan dirinya dari tindakan maksiat dan kecerobohan karena tidak mau sabar.

Ketiga:

Sangat penting jika kita selalu berdiskusi dengan ulama atau orang berilmu dalam menghadapi suatu masalah dan kita selalu memegang teguh nasehat mereka dalam menghadapi setiap persoalan.

Keempat:

Seharusnya ilmu yang diperoleh bukan hanya sekedar wacana dan kebanggaan, namun hendaklah ilmu dicari untuk diamalkan.

Marilah kita selalu membekali diri dengan tiga sifat ini yaitu takwa kepada Allah Ta’ala, sabar dan tidak tegesa-gesa. Apalagi sifat yang terakhir, mungkin kita –juga termasuk penulis- sering lalai dari memperhatikan sifat yang satu ini. Padahal sifat tidak tergesa-gesa inilah yang dicintai oleh Allah.

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois,

إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Waspadalah pula dari sifat yang jelek ini yaitu tergesa-gesa karena sifat ini sebenarnya berasal dari was-was setan. Dari Anas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ya Allah tambahkanlah kami ilmu yang bermanfaat dan bekalilah kami dengan akhlak yang mulia.

Walhamdulillahi robbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

***

Segala Sesuatu Akan Ada Akibatnya

Segala Sesuatu Akan Ada Akibatnya 

Satu lagi wasiat berharga yang disampaikan oleh Lukman Al Hakim. Ia menyampaikan pada anaknya bahwa setiap kejelekan dan kebaikan walau amat kecil, ditambah lagi amat tersembunyi, maka pasti akan dihadirkan atau dibalas oleh Allah pada hari kiamat. Wasiat ini mengajarkan kepada kita bagaimana setiap amalan kita yang nampak dan tersembunyi akan dibalas. Begitu pula nasehat beliau menunjukkan akan luasnya ilmu Allah. Sehingga kita harus yakin bahwa Allah akan selalu mengawasi kita di mana saja kita berada.

Walau Sangat Kecil dan Amat Tersembunyi, Pasti akan Terlihat dan akan Dibalas oleh Allah

Allah Ta’ala berfirman,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah wasiat yang amat berharga yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa mencontohnya … Kezholiman dan dosa apa pun walau seberat biji sawi, pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Asy Syaukani rahimahullah menerangkan, “Meskipun kejelekan dan kebaikan sebesar biji (artinya: amat kecil), kemudian ditambah lagi dengan keterangan berikutnya yang menunjukkan sangat samarnya biji tersebut, baik biji tersebut berada di dalam batu yang jelas sangat tersembunyi dan sulit dijangkau, atau di salah satu bagian langit atau bumi, maka pasti Allah akan menghadirkannya (artinya: membalasnya)” (Fathul Qodir, 5: 489).

Ayat di atas serupa dengan ayat,

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (QS. Al Anbiya’: 47).

Juga serupa dengan ayat,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).

Walaupun kezholiman tersebut sangat tersembunyi, Allah akan tetap membalasnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16). Maksud “lathif” ayat ini adalah ilmu Allah itu bisa menjangkau sesuatu yang tersembunyi dan tidaklah samar bagi Allah walaupun amat kecil dan lembut. Sedangkan maksud “khobir” adalah Alalh mengetahui jejak semuk sekali pun meskipun di malam yang gelap gulita (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Asal-Muasal Nasehat Lukman

Mengapa Lukman bisa mengeluarkan nasehat di atas kepada anaknya? Diceritakan oleh para ulama dengan dua tafsiran:

1. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika suatu di bawah dasar laut, apakah Allah juga mengetahuinya? Maka Lukman menjawab dengan ayat ini. Demikianlah tafsiran dari As Sudi.

2. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika aku melakukan suatu dosa lantas tidak ada seorang pun yang melihatnya, bagaimana Allah bisa mengetahuinya? Lalu keluarlah jawaban Lukman seperti ayat di atas. Demikian pendapat Maqotil. (Lihat Zaadul Masiir, 6: 321).

Yang Dimaksud Shokhroh

Qotadah mengatakan bahwa “shokhroh” (صَخْرَةٍ) dalam ayat di atas berarti gunung (Zaadul Masiir, 6: 321). Artinya, walaupun dosa tersebut dilakukan di dalam gunung sekali pun, Allah tetap akan mengetahuinya karena Allah itu “lathif” lagi “khobir”.

Menurut As Sudi yang dimaksud dengan “shokhroh” (صَخْرَةٍ) dalam ayat di atas adalah batu yang berada di bawah lapisan bumi yang ketujuh dan bukan berada di bawah langit atau berada di muka bumi. Namun Ibnu Katsir menyanggah hal ini, beliau nyatakan bahwa tafsiran tersebut berasal dari berita Isroiliyat, di mana berita ini tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa didustakan.

Renungan Bersama

Allah akan membalas kejelekan apa pun walau sangat-sangat tersembunyi karena luasnya ilmu Allah dan kesempurnaan kemahatahuan Allah (Taisir Al Karimir Rahman, 648).

Ayat ini mengajarkan bagaimana keilmuan Allah yang amat luas. Moga dengan memahami dan merenungkan hal ini, kita akan semakin berhati-hati dalam berbuat maksiat, semakin takut kepada Allah di mana pun kita berada. Ingatlah setiap dosa dan kesalahan akan nampak di sisi Allah dan akan dibalas.

Wabillahit taufiq.

Referensi:

  1. Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir.
  2. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
  3. Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Manan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H.
  4. Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AI Islami, cetakan ketiga, 1404 H.

Adab membaca alqur'an

 

قال الترمذي الحكيم أبو عبد الله في نوادر الأصول :  فمن حرمة القرآن ألا يمسه إلا طاهرا

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.

 

ومن حرمته أن يقرأه وهو على طهارة .

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya dalam keadaan suci.

 

ومن حرمته أن يستاك فيطيب فاه إذ هو طريقه .

Termasuk menghormati alqur'an adalah bersiwak terlebih dahulu agar mulutnya menjadi wangi, karena mulut adalah jalannya membaca.

 

قال يزيد بن أبي مالك : إن أفواهكم طرق من طرق القرآن ، فطهروها ونظفوها ما استطعتم

Yazid bin abi malik berkata, "sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan dari jalannya alqur'an, maka sucikan dan bersihkanlah dia semampu kalian."

 

ومن حرمته أن يتلبس كما يتلبس للدخول على الأمير لأنه مناج .

Termasuk menghormati alqur'an adalah memakai pakaian sebagaimana ketika memakai pakaian ketika mau masuk ketempatnya pemimpin, karena sesungguhnya dia sedang bermunajat.

 

ومن حرمته أن يستقبل القبلة لقراءته

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya menghadap ke arah qiblat.

 

وكان أبو العالية إذا قرأ اعتم ولبس وارتدى واستقبل القبلة

Abul 'aliyah dulu ketika mau membaca alqur'an beliau mengenakan serban, mengenakan pakaian yang bagus dan menghadap kiblat.

 

ومن حرمته أن يتمضمض كلما تنخع .

Dan termasuk menghormati alqur'an adalah berkumur setelah mengeluarkan dahak.

 

ومن حرمته إذا تثاءب أن يمسك عن القراءة لأنه إذا قرأ فهو مخاطب ربه ومناج ، والتثاؤب من الشيطان

Termasuk menghormati alqur'an adalah menghentikan membaca ketika sedang menguap, karena saat itu dia sedang bermunajad dengan Tuhannya, dan menguap adalah dari syetan.

 

قال مجاهد : إذا تثاءبت وأنت تقرأ القرآن فأمسك عن القرآن تعظيما حتى يذهب تثاؤبك . وقال عكرمة يريد أن في ذلك الفعل إجلالا للقرآن .

Mujahid berkata, " jika engkau menguap dan saat itu engkau sedang membaca alqur'an maka hentikanlah membacamu karena menghormati alqur'an hingga hilang menguapmu.". Ikrimah berkata : " yang dimaksud dari pekerjaan itu (menghentikan membaca ketika menguap) adalah mengagungkan thd alqur'an.

 

ومن حرمته أن يستعيذ بالله عند ابتدائه للقراءة من الشيطان الرجيم ، ويقرأ بسم الله الرحمن الرحيم إن كان ابتداء قراءته من أول السورة أو من حيث بلغ .

Termasuk menghormati alqur'an adalah membaca ta'awudz ketika mulai membaca dan juga bismillahirrohmanirrohiim jika dimulai dari awal surat atau dari mana saja sampainya.

 

ومن حرمته إذا أخذ في القراءة لم يقطعها ساعة فساعة بكلام الآدميين من غير ضرورة .

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya tidak memutus bacaan sebentar-sebentar dengan diselingi kalam anak adam tanpa keadaan darurat. (jangan sambil ngobrol)

 

ومن حرمته أن يخلو بقراءته حتى لا يقطع عليه أحد بكلام فيخلطه بجوابه ; لأنه إذا فعل ذلك زال عنه سلطان الاستعاذة الذي استعاذ في البدء .

Termasuk menghormati alqur'an adalah membacanya di tempat yang sepi hingga tidak ada seorangpun yang memutus bacaan tsb dengan obrolan yang bisa menyebabkan bercampurnya bacaan alqur'an dengan menjawab obrolan tadi, karena sesungguhnya jika dia melakukan hal tsb maka hilanglah faedah ta'awudz yang diminta ketika pertama kali membaca tadi.

 

ومن حرمته أن يقرأه على تؤدة وترسيل وترتيل

Termasuk menghormati alqur'an adalah membacanya dengan pelan, tidak tergesa2 dan memperhatikan tajwidnya.

 

ومن حرمته أن يستعمل فيه ذهنه وفهمه حتى يعقل ما يخاطب به

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya menggunakan hati dan memahaminya hingga mengetahui apa yang di bicarakan tsb.

 

ومن حرمته أن يقف على آية الوعد فيرغب إلى الله تعالى ويسأله من فضله ، وأن يقف على آية الوعيد فيستجير بالله منه .

Termasuk menghormati alqur'an adalah berhenti ketika sampai pada ayat tentang janji kemudian mengharap kepada Allah dan meminta anugrahNya, juga berhenti ketika sampai ayat ancaman kemudian meminta pertolongan Allah darinya.

 

ومن حرمته أن يؤدي لكل حرف حقه من الأداء حتى يبرز الكلام باللفظ تماما ، فإن له بكل حرف عشر حسنات

Termasuk menghormati alqur'an adalah menempatkan bacaan huruf pada tempatnya sehingga kalimatnya menjadi jelas dengan lafadz yang sempurna, karena sesungguhnya setiap huruf mendapat balasan sepuluh kebaikan.

 

ومن حرمته إذا انتهت قراءته أن يصدق ربه ، ويشهد بالبلاغ لرسوله - صلى الله عليه وسلم - ، ويشهد على ذلك أنه حق ، فيقول : صدقت ربنا وبلغت رسلك ، ونحن على ذلك من الشاهدين

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika telah selesai membaca dia membenarkan Tuhannya, bersaksi telah disampaikannya kepada utusanNya, dan bersaksi bahwa hal itu adalah haq.maka dia mengucapkan " shodaqta robbunaa, wa ballagta risalaka, wa nahnu alaa dzaalika minasy syaahidiin."

 

ومن حرمته إذا قرأه ألا يلتقط الآي من كل سورة فيقرأها ; فإنه روي لنا عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أنه مر ببلال وهو يقرأ من كل سورة شيئا ; فأمر أن يقرأ السورة كلها

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya tidak mengambil ayat-ayat dari setiap surat kemudian membaca ayat-ayat tsb.karena diriwayatkan kepada kami dari nabi shollallohu 'alaihi wasallam bahwa sesungguhnya nabi lewat bertemu dengan bilal yang sedang membaca sedikit ayat dari setiap surat kemudian nabi memerintahkan untuk membaca satu surat seluruhnya.

 

ومن حرمته إذا وضع المصحف ألا يتركه منشورا ، وألا يضع فوقه شيئا من الكتب حتى يكون أبدا عاليا لسائر الكتب ، علما كان أو غيره .

Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika meletakkan mushaf tidak ditinggalkan dalam keadaan tersebar/terbuka, dan tidak meletakkan sesuatu diatasnya misalnya kitab-kitan yang lain, jadi selamanya dia berada diatas semua kitab yang lainya, baik itu kitab ilmu atau selainnya.

 

ومن حرمته أن يضعه في حجره إذا قرأه أو على شيء بين يديه ولا يضعه بالأرض

Termasuk menghormati alqur'an adalah meletakkan dipangkuannya ketika membaca , atau diatas sesuatu di hadapannya, dan jgn meletakkannya di bawah.

 

ومن حرمته ألا يمحوه من اللوح بالبصاق ولكن يغسله بالماء . ومن حرمته إذا غسله بالماء أن يتوقى النجاسات من المواضع ، والمواقع التي توطأ ، فإن لتلك الغسالة حرمة ، وكان من قبلنا من السلف منهم من يستشفي بغسالته .

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak meleburnya dari papan menggunakan ludah tetapi dicuci saja menggunakan air, ketika membasuhnya menggunakan air maka jagalah dari tempat-tempat najis, dan tempat-tempat yang di injak karena sesungguhnya air bekas basuhan tsb itu juga terdapat penghormatan baginya, dulu orang-orang sebelum kita dari ulama' salaf sebagian mereka ada yang menggunakan air basuhan alqur'an untuk kesembuhan.

 

ومن حرمته ألا يخلي يوما من أيامه من النظر في المصحف مرة ; وكان أبو موسى يقول : إني لأستحيي ألا أنظر كل يوم في عهد ربي مرة .

Termasuk menghormati alqur'an adalah jangan sampai dalam sehari dari hari-harinya itu tidak melihat mushaf walaupun cuma sekali,abu musa pernah berkata, " ssungguhnya aku malu jika tidak melihat perjanjian Tuhanku setiap hari walupun cuma sekali."

 

ومن حرمته أن يعطي عينيه حظهما منه ، فإن العين تؤدي إلى النفس ، وبين النفس والصدر حجاب ، والقرآن في الصدر ; فإذا قرأه عن ظهر قلب فإنما يسمع أذنه فتؤدي إلى النفس ، فإذا نظر في الخط كانت العين والأذن قد اشتركتا في الأداء وذلك أوفر للأداء ; وكان قد أخذت العين حظها كالأذن . روى زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار عن أبي سعيد الخدري قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أعطوا أعينكم حظها من العبادة قالوا : يا رسول الله وما حظها من العبادة ؟ قال : النظر في المصحف والتفكر فيه والاعتبار عند عجائبه . وروى مكحول عن عبادة بن الصامت قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أفضل عبادة أمتي قراءة القرآن نظرا

 

Termasuk menghormati alqur'an adalah memberikan bagiannya kedua mata dari alqur'an, karena sesungguhnya mata juga bisa sampai ke hati, dan diantara nafs dan hati terdapat penghalang sedangkan alqur;an berada di hati, ketika membacanya dengan hafalan sesungguhnya dia memperdengarkan telinganya dan bisa sampai ke hatinya, dan ketika membacanya sambil melihat tulisan maka mata dan telinga sama-sam mendapatkan bagiannya dan ini lebih sempurna dalam menyampaikannya ke hati.diriwayatkan dari zaid bin aslam bahwa Rasul shollallohu alaihi wasallam bersabda, " berikanlah bagiannya mata kalian dari ibadah "para sahabat berkata, " wahai Rasululloh, apa bagianya dari ibadah ?"rasul menjawab " melihat mushaf ketika membaca, mentafakkuri dan mengambil pelajaran pada keajaiban-kewajibannya."makhul meriwayatkan dari ubadah bin shomit, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda," sebaik-baik ibadahnya umatku adalah membaca alqur'an dengan melihat"

 

ومن حرمته أن يجلل تخطيطه إذا خطه

Termasuk menghormati alqur'an adalah memperbesar tulisannya ketika menulisnya.

 

ومن حرمته ألا يقرأ في الأسواق ولا في مواطن اللغط واللغو ومجمع السفهاء

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak membacanya di pasar-pasar,di tempat-tempat yang gaduh tempat-tempat guyonan dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang bodoh.

 

ومن حرمته ألا يتوسد المصحف ولا يعتمد عليه ، ولا يرمي به إلى صاحبه إذا أراد أن يناوله .

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menjadikan mushaf sebagi bantalan atau pegangan terhadapnya, juga dilemparkan kepada temannya ketika dia mau menyerahkannya.

 

ومن حرمته ألا يخلط فيه ما ليس منه .

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak mencampurinya dengan tulisan yang selainnya.

 

ومن حرمته ألا يحلى بالذهب ولا يكتب بالذهب فتخلط به زينة الدنيا

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak mengiasinya dengan emas atau menuliskannya dengan emas maka bisa menyebabkan tercampur denganhn perhiasan dunia.

 

ومن حرمته ألا يكتب على الأرض مر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - بكتاب في أرض ، فقال لشاب من هذيل : ما هذا ؟ قال : من كتاب الله كتبه يهودي ; فقال : لعن الله من فعل هذا لا تضعوا كتاب الله إلا موضعه

Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menuliskannya di atas tanah,suatu kali Rasululloh shollallohu alaihi wasallam lewat dan melihat tulisan di atas tanah, kemudian beliau berkata kepada seorang pemuda dari banu hudzail ," apakah ini ?"dia berkata, " ini dari kitab Allah, yang ditulis oleh seorang yahudi."Rasul berkata, " semoga Allah melaknat orang yang melakukan hal ini, janganlah kalian meletakkan kitab Allah kecuali pada tempatnya". Dan masih banyak lagi kehormatan alqur'an yang perlu dijaga... Wallohu a'lam bis showab. 

ADAB ADAB TERHADAP AL-QUR'AN

Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalamulloh, keagungannya, dan keutamaannya di atas seluruh kalam (ucapan). Al-Qur’anul Karim itu Kalamulloh yang di dalamnya tidak ada kebatilan. Al-Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta’ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan, yang artinya: “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya Al-Qur’an itu akan menjadi syafa’at di hari Qiyamat bagi yang membacanya (ahlinya).” (HR. Muslim). Wajib bagi kita menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Diwajibkan pula beradab dengannya dan berakhlaq terhadapnya. Untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an, di saat membaca Al-Qur’an seorang Muslim perlu memperhatikan adab-adab yang akan disampaikan pada tulisan berikut ini.

Agar membacanya dalam keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan tenang. Dalam membaca Al-Qur’an dianjurkan dalam keadaan suci. Namun apabila dia membaca dalam keadaan najis, diperbolehkan dengan Ijma’ umat Islam. Imam Haromain berkata; orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama. (At-Tibyan, hal.58-59).

Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca. Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami” (HR. Ahmad dan para penyusun Kitab-KitabSunan). Dan sebagian kelompok dari generasi pertama membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit g, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.

Di dalam sebuah ayat Al-Qur’an, Alloh Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih, yang artinya: “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’ (QS. Al-Isra’: 109). Agar membaguskan suara di dalam membacanya, sebagaimana sabda Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Maksud hadits di atas, membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj huruf nya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah Tajwid.

Membaca Al-Qur’an dimulai dengan Isti’adzah.Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk” (QS. An-Nahl: 98). Apabila ayat yang dibaca dimulai dari awal surat, setelah isti’adzah terus membaca Basmalah, dan apa bila tidak di awal surat cukup membaca isti’adzah. Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai awal surat tidak usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti’adzah saja.

Membaca Al-Qur’an dengan berusaha mengetahui artinya dan memahami inti dari ayat yang dibaca dengan beberapa kandungan ilmu yang ada di dalam nya. Firman Alloh Ta’ala, yang artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad: 24). Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih atau dalam hati secara khusyu’. Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Orang yang terang-terangan (di tempat orang banyak) membaca Al-Qur’an, sama dengan orang yang terang-terangan dalam shadaqah” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad).

Dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya: “Ingatlah bahwasanya setiap hari dari kamu munajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh mengangkat suara atas yang lain di dalam membaca (Al-Qur’an)” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Bai haqi dan Hakim), ini hadits shahih dengan syarat Shaikhani (Bukhari-Muslim).

Jadi jangan sampai ibadah yang kita lakukan tersebut sia-sia karena kita tidak mengindahkan sunnah Rasulullah dalam melaksanakan ibadah membaca Al-Qur’an. Misalnya, dengan suara yang keras pada larut malam, yang akhirnya mengganggu orang yang istirahat dan orang yang shalat malam. Dengarkan bacaan Al-Qur’an. Jika ada yang membaca Al-Qur’an, maka dengarkanlah bacaannya itu dengan tenang, Alloh Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan tatkala dibacakan Al-Qur’an, maka dengar kanlah dan diamlah, semoga kamu diberi rahmat” (QS. Al-A’raaf: 204).

Membaca Al-Qur’an dengan saling bergantian yang bertujuan untuk pendidikan atau mempelajari Al Qur’an. Yang mendengarkannya harus dengan khusyu’ dan tenang. Rasulullah bersabda, yang artinya: “Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah-rumah Alloh, mereka membaca Al-Qur’an dan saling mempelajarinya kecuali akan turun atas mereka ketenangan, dan mereka diliputi oleh rahmat (Alloh), para malaikat menyertai mereka, dan Alloh membang-ga-banggakan mereka di kalangan (malaikat) yang ada di sisiNya.” (HR. AbuDawud).

Setiap orang Islam wajib mengatur hidupnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan harus dipelihara kesucian dan kemuliaannya, serta dipelajari ayat-ayatnya, dipahami dan dilaksanakan sebagai konse kuensi kita beriman ke-pada Al-Qur’an. (Minhajul Muslim, Fiqih Sunnah, At-Tibyan Fi Adaabi Hamlatil Qur’an).

Tambahan :

Meletakkan Al-Qur’an dengan bagian Al-Fatihah di atas.

Jangan membawa Al-Qur’an ke negeri musuh Islam. Ditakutkan Al-Qur’an akan dirusak oleh mereka. (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah).

Jangan berdebat dengan Al Qur’an. (Baihaqi, Ibnu Majah, Hakim). * Dikhawatirkan, argumen Al-Qur’an yang diajukan, ditolak oleh lawan bicara kita, berarti secara tidak langsung ia sudah menolak Al Qur’an. Dan berdebat itu sendiri sangat tidak disukai oleh agama. Bahkan dianjurkan untuk menghindari perdebatan walaupun merasa benar.

Seseorang yang sudah menghafal Al-Qur’an atau sebagian ayat Al-Qur’an, jangan mengatakan, “Aku lupa ayat ini...”, tetapi katakanlah, “Aku dilupakan oleh Allah ayat ini..”. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad).

Orang-orang yang tidak boleh memegang Al-Qur’an, ialah: Orang junub, Orang haid, Orang nifas, Orang kafir.

Jangan menyelonjorkan kaki ke Al-Qur’an atau menyentuhnya dengan kaki. (Abu Nasir).

Al-Qur’an tidak boleh dipakai bantal atau alas. (Thabrani, Baihaqi).

Al-Qur’an tidak boleh dilangkahi. (Ibnu Hajar Asqalani).

Umar ra. senang jika melihat orang yang membaca Al Qur’an memakai baju putih. (Malik).

Ketika khatam dari tilawah Al-Qur’an disunnahkan agar :
a. Memperbanyak takbir dan tahmid.
b. Mengumpulkan keluarga dan doa bersama-sama. (Ibnu Najar).

Penghianatan Yahudi Bani Qunaiqa'

Penghianatan Yahudi Bani Qunaiqa'

Yahudi di Kota Madinah
Di awal-awal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah (abad ke-7 M), terdapat tiga kabilah besar Yahudi yang tinggal di sana. Kabilah-kabilah tersebut adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Selain komunitas Yahudi di Madinah, jazirah Arab juga memiliki komunitas Yahudi yang sangat besar, yang juga bertetanggaan dengan Daulah Islam yang baru saja berdiri ini, tepatnya di Utara Madinah, di Khaibar.

Sebagai kepala negara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat beberapa aturan yang mengikat orang-orang Yahudi. Aturan tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian. Berulang kali dan terus-menerus terjadi, orang-orang Yahudi mencoba menyelisihi perjanjian yang telah mereka sepakati. Mereka hendak memutuskan tali ikatan, mengadakan aksi, dan membolak-balikkan kalimat kesepatakan demi keuntungan mereka. Tidak heran, kita tentu tahu kisah kakek moyang mereka ashabu as-sabt yang mencoba menipu Allah, namun Allah lah yang memperdaya mereka. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala saja hendak mereka tipu, apalagi Rasulullah dan para sahabatnya, apalagi generasi akhir zaman yang lemah ini.

Di tengah makar yang dibuat Yahudi Bani Qainuqa’, Rasulullah tetap memerintahkan para sahabatnya menahan diri untuk tidak mengangkat senjata menginvasi mereka. Mengingat posisi umat Islam di Madinah belum kuat dan belum strategis.

Keadaan berbeda setelah kepulangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dari Perang Badar. Moral para sahabat meninggi, persatuan mereka kian kokoh, dan keyakinan akan pertolongan Allah pun kian menghujam di dada-dada mereka. Umat Islam mulai dipandang di daratan Jazirah, mereka berhasil mengalahkan Mekah yang memiliki wibawa dan kedudukan di kalangan masyarakat padang pasir itu.

Pengkhianatan Bani Qainuqa’
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tiba di Kota Madinah –setelah Perang Badar-, orang-orang Yahudi berkumpul di Pasar Bani Qainuqa’. Beliau bersabda, “Hai sekalian Yahudi, masuk Islam-lah kalian sebelum kalian merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang Quraisy”. Hal ini bukan berarti Nabi memaksa mereka untuk memeluk Islam dan beriman, tapi beliau hendak menjelaskan dan berharap Yahudi sadar bahwa janji Allah kepada kaum Quraisy adalah benar, demikian pula bagi mereka yang lain, yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: “لَمَّا أَصَابَ رَسُولُ اللَّهِ  قُرَيْشًا يَوْمَ بَدْرٍ، وَقَدِمَ الْمَدِينَةَ جَمَعَ الْيَهُودَ فِي سُوقِ بَنِي قَيْنُقَاعَ، فَقَالَ: “يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، أَسْلِمُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قُرَيْشًا”. قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، لاَ يَغُرَّنَّكَ مِنْ نَفْسِكَ أَنَّكَ قَتَلْتَ نَفَرًا مِنْ قُرَيْشٍ، كَانُوا أَغْمَارًا لاَ يَعْرِفُونَ الْقِتَالَ، إِنَّكَ لَوْ قَاتَلْتَنَا لَعَرَفْتَ أَنَّا نَحْنُ النَّاسُ، وَأَنَّكَ لَمْ تَلْقَ مِثْلَنَا”

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Tatkala Rasulullah tiba di Madinah setelah mengalahkan orang-orang Quraisy di Perang Badar, orang-orang Yahudi berkumpul di pasar Bani Qainuqa’. (Lalu datanglah) Nabi dan bersabda (kepada mereka), ‘Hai orang-orang Yahudi, masuk Islam-lah kalian sebelum kalian ditimpa dengan hal yang sama menimpa Quraisy (kekalahan dan kehinaan, pen.)’. Mereka menjawab, ‘Wahai Muhammad, janganlah tertipu dengan dirimu sendiri lantaran menang melawan orang-orang Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang dungu, yang tidak mengerti tentang peperangan. Kalau engkau memerangi kami, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau belum pernah menemui orang sehebat kami (di medan perang)’.” [HR. Abu Dawud].

Ketika diingatkan kepada suatu pelajaran, bukannya mengambil hikmah, Bani Qainuqa’ malah menantang dan menabuh genderang perang. Rasulullah menyeru dan mendakwahi mereka kepada Islam, mereka jawab dengan pernyataan bahwasanya mereka siap berperang melawan umat Islam. Allah Ta’ala pun menurunkan firman-Nya terkait jawaban orang-orang Yahudi ini:

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ المِهَادُ. قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأُولِي الأَبْصَارِ


Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya”. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur di Perang Badar). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” [Ali Imran/3:12].

Tidak lama dari itu, benar saja, Yahudi kembali membuat masalah dengan mengganggu wanita muslimah.

Suatu hari ada wanita muslimah datang ke Pasar Bani Qainuqa’ untuk suatu kebutuhan yang ia perlukan. Ia menghampiri salah satu pedangang Yahudi, kemudian melakukan transaksi jual beli dengannya. Namun orang Yahudi berhasrat membuka cadar yang dikenakan sang muslimah karena ingin melihat wajahnya. Muslimah itu berusaha mencegah gangguan yang dilakukan Yahudi ini. Tanpa sepengetahuan wanita itu, datang lagi lelaki Yahudi di sisi lainnya, lalu ia tarik ujung cadarnya dan tampaklah wajah perempuan muslimah tersebut. Wanita ini pun berteriak, lalu datanglah seorang laki-laki muslim membelanya. Terjadilah perkelahian antara muslim dan Yahudi dan terbunuhlah Yahudi yang mengganggu muslimah tadi. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam. Mereka mengeroyok laki-laki tadi hingga ia pun terbunuh.

Ini adalah pelanggaran yang sangat besar. Mereka menganggu wanita muslimah, kemudian laki-laki Bani Qainuqa’ bersekutu membunuh laki-laki dari umat Islam.

Respon Umat Islam Terhadap Bani Qainuqa’
Sampailah kabar tentang peristiwa ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Segera beliau mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan. Lalu, orang-orang munafik dengan gembong mereka Abdullah bin Ubai bin Salul, memainkan peranannya. Ia berusaha melobi Rasulullah agar mengurungkan niat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperdulikan saran Abdullah bin Ubai.

Tidak menunggu waktu lama, pasukan pun mengepung perkampungan Bani Qainuqa’.

Ya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memobilisasi pasukan untuk membela seorang wanita muslimah yang tersingkap auratnya dan membela darah seorang muslim yang tertumpah. Begitu besarnya arti kehormatan wanita muslimah dan harga darah seorang muslim di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau siap menanggung resiko kehilangan nyawa para sahabatnya demi membela kehormatan muslimah.

Selain itu, Bani Qainuqa’ bukanlah orang-orang yang lemah, mereka memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan militer yang mumpuni. Tapi tetap Rasulullah dan para sahabatnya hadapi demi seorang wanita muslimah.

Namun hari ini, kita lihat banyak wanita muslimah suka rela mendedahkan auratnya dan suka rela merendahkan kehormatan mereka sendiri. Bahkan lebih aneh lagi, mereka marah apabila ada orang yang menghalangi mereka membuka aurat. Kata mereka menghalangi kebebasan, melanggar hak asasi, dan menghambat kemajuan, wal ‘iyadzubillah. Dari sini juga kita mengetahui betapa agungnya kedudukan wanita dalam Islam.

Pengepungan dimulai pada hari sabtu, di pertengahan bulan Syawal, tahun 2 H. Pengepungan tersebut terus berlangsung selama dua pekan, sampai akhirnya ketakutan pun kian merasuk ke dalam jiwa para Yahudi ini. Mereka menyerah dan tunduk kepada putusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah memutuskan vonis hukuman mati bagi orang-orang yang terlibat dalam peristiwa di pasar tersebut, yang melakukan tindakan keji, dan menyelisihi perjanjian. Putusan ini bukan hanya pelajaran bagi Yahudi atas perlakuan mereka mengganggu wanita muslimah dan menumpahkan darah umat Islam, akan tetapi sebagai hukuman atas gangguan-gangguan yang mereka lancarkan semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Madinah. Mereka mencela Allah, Rasul-Nya, mengganggu para sahabat, menebarkan isu-isu yang memecah belah, dll.

Visi Rasulullah Memilih Waktu Perang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terburu-buru dan emosional dalam merespon gangguan kaum Yahudi. Beliau tidak gegabah memilih opsi militer sebagai jawaban kontan dari setiap makar mereka. Rasulullah realistis dengan keadaan, meskipun secara keimanan para sahabatnya siap tempur, namun kesiapan materi belum dianggap cukup mumpuni. Ditambah efek pasca perang belum siap ditanggung oleh umat Islam, karena umat Islam belum mandiri.


Setelah dianggap mandiri dalam perekonomian dan memiliki sarana militer yang mumpuni, barulah Rasulullah menyerang Bani Qainuqa’. Dikatakan mandiri dalam perekonomian, umat Islam sudah memiliki pasar sendiri setelah sebelumnya mengandalkan pasar Bani Qainuqa’. Kaum muslimin juga telah menguasai sumber air, dengan dibelinya Sumur Ruma oleh Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu dan diwakafkan untuk kepentingan kaum muslimin. Mumpuni secara militer, kaum muslimin tidak mengandalkan sekutu dan pihak lain yang menjamin mereka.

Kesiapan iman dan materi tersebut ditambah lagi dengan peristiwa besar yang jelas-jelas merupakan bentuk pelanggaran perjanjian. Visi dan strategi yang tepat ini berbarengan dengan timing yang tepat pula atas takdir Allah Ta’ala.

Yahudi, Dahulu dan Sekarang
Sudah menjadi tabiat orang-orang Yahudi senantiasa melanggar perjanjian. Kalau dahulu mereka melakukannya, anak cucu mereka sekarang pun demikian. Kita ketahui bersama, awalnya orang-orang Yahudi dilarang memasuki wilayah Palestina, namun mereka tetap melanggar hal itu. Dari penjuru dunia, mereka datang menuju Palestina, mengambil sedikit demi sedikit wilayah tersebut. Mereka mulai menguasai perekonomian Palestina, kemudian menyelundupkan senjata-senjata ringan, kemudian senjata-senjata berat. Sampai akhirnya terjadi konflik dan PBB pun menetapkan membagi wilayah Palestina untuk orang-orang Arab dan orang-orang Yahudi.

Kemudian hingga sekarang batas wilayah Yahudi kian melebar dan terus membesar, janji perdamaian bagi mereka hanya sekadar catatan kertas yang tiada artinya.

Hubungan Erat Yahudi dan Munafik
Tampilan orang-orang munafik sama sekali tidak berbeda dengan kaum muslimin secara umum. Mereka memakai nama-nama yang islami dan tampilan yang tidak menyelisihi umat Islam di daerah mereka tinggal, namun hati mereka menyelisihi tampilan fisiknya. Mereka bersahabat dengan Yahudi bahkan menjaga image dan eksistensi Yahudi di negeri-negeri Islam.

Orang-orang Yahudi pun berusaha terus menjalin hubungan dekat dengan mereka, dahulu dan sekarang. Kalau dahulu orang-orang Yahudi melindungi Abdullah bin Ubay, maka sekarang donatur-donatur Yahudi juga melindungi agen-agen mereka di negeri muslim. Membiayai organisasi-organisasi mereka, memberikan beasiswa ke sekolah-sekolah terkenal untuk memberikan image cendekiawan kepada mereka, dan mempopulerkan mereka melalui media-media. Oleh karena itu, Allah katakan mereka adalah saudara.

أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلاَ نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. [Al-Hasyr/59: 11].

Penutup
Peristiwa peperangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Yahudi Bani Qainuqa’ penuh dengan pelajaran berharga:

Betapa mulianya kedudukan wanita di dalam Islam dan dustanya tuduhan orang-orang feminis yang menyatakan bahwa Islam merendahkan kedudukan wanita.
Betapa besarnya arti menutup aurat, hingga Rasulullah mengerahkan pasukan bagi orang-orang yang menganggunya.
Sikap Rasulullah yang begitu tenang, jauh dari emosinal dan terburu-buru dalam memerangi Yahudi. Beliau memulai dengan pondasi iman, kemudian kesiapan materi, barulah mengadakan kontak senjata dengan Yahudi.
Di tengah-tengah umat Islam senantiasa ada orang munafik yang dengan lantang membela kepentingan Yahudi.
Sumber:

  1. Shalabi, Ali Muhammad. 2007. Ghazawatu ar-Rasul, Durus wa ‘Ibar wa Fawa-id. Kairo: Muassasah Iqra.
  2. islamstory.com

Persatuan Umat Islam, Dari Mimpi Menuju Kenyataan

Persatuan Umat Islam, Dari Mimpi Menuju Kenyataan 

KHUTBAH PERTAMA:

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.

“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.

Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…

Tentu banyak di antara kita yang masih ingat, salah satu falsafah hidup yang kerap diajarkan oleh bapak dan ibu guru di sekolah dulu, yang juga merupakan warisan turun menurun nenek moyang kita dari zaman ke zaman. Yaitu: perumpamaan tentang sapu lidi. Sebuah perumpamaan yang sederhana namun penuh dengan makna.

Sebatang lidi tidak akan ada artinya bagi tumpukan sampah yang menggunung. Sebatang lidi tidak akan membersihkan sampah di sekeliling kita. Bahkan bukan tidak mungkin sebatang lidi akan patah-patah bila dipaksa menjadi alat pembersih. Namun tidak demikian, bila batangan-batangan lidi itu dikumpulkan menjadi satu lalu diikat di pangkalnya. Tenaga yang kecil dari sebatang lidi akan menjadi kekuatan yang besar bila menyatu dalam satu kesatuan yang terikat kokoh dengan kebersamaan. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, itulah filosofinya.

Kehidupan manusia dapat berjalan baik, sebagaimana sebuah sapu lidi, jika manusia mempererat ikatannya. Disadari ataupun tidak, manusia membentuk kumpulan berdasarkan ikatan tertentu. Umat Islam merupakan kumpulan dari para muslim yang terikat oleh kesamaan akidah.

Persatuan antar umat Islam dan ukhuwah islamiyyah merupakan salah satu prinsip yang amat mendasar dalam agama kita. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam memotivasi kita untuk merealisasikannya dalam sabdanya,

“كُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا! الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ”.

“Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak boleh ia menzaliminya, menterlantarkannya dan menghinanya. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.

Persatuan akan menghasilkan begitu banyak manfaat. Persatuan akan membuahkan kekuatan, persatuan akan menumbuhkan ketenangan batin, persatuan akan memunculkan solidaritas, persatuan akan membangun empati dan kepedulian sosial dan masih banyak buah manis lain yang akan dihasilkan oleh persatuan.

Karenanya, begitu banyak ibadah dalam agama kita yang disyariatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Dari ibadah yang bersifat harian, seperti shalat lima waktu, mingguan semisal shalat jum’at, hingga yang bersifat tahunan seperti idhul fitri, idhul adha serta pelaksanaan ibadah haji.

Mengapa berjama’ah? Antara lain adalah dalam rangka merealisasikan persatuan dan meretas kebersamaan serta kasih sayang di antara kaum muslimin.[1]

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati

Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam membuat sebuah perumpamaan yang sangat indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin bersaudara di antara mereka,

“مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ؛ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى”.

“Perumpamaan kaum mukminin dalam ukhuwah, kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bersolidaritas dengan ikut begadang dan merasa sakit”. HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu.

Subhanallah, alangkah indahnya andaikan perumpamaan tersebut benar-benar dibumikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Niscaya kita tidak akan lagi mendengar jeritan si miskin yang dililit oleh bunga pinjaman para lintah darat, yang ternyata baik si fakir maupun si rentenir sama-sama beragama Islam di KTPnya! Pinjam meminjam yang sebenarnya dalam agama kita berdimensi ibadah serta kepedulian sosial, disulap menjadi sarana untuk menghisap harta orang-orang tak berdaya tanpa adanya rasa belas kasihan sedikitpun.

Andaikan wasiat Nabi shallallahu’alaihiwasallam di atas benar-benar dipraktekkan, niscaya kita tidak akan lagi mendengar keluhan para orang miskin, yang seharusnya perbulannya ia menerima jatah raskin sebanyak 15 kg, ia harus rela menerimanya hanya 3 kg saja! Mengapa? Karena ternyata orang-orang kaya dan yang sebenarnya berkecukupan, merasa iri dan menuntut untuk diberi jatah pula! Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, sudah matikah hati dan perasaan mereka? Bukannya menyisihkan sebagian hartanya untuk diinfakkan kepada kaum papa, malah menyerobot jatah mereka! Anak SD pun tahu arti raskin; beras untuk orang miskin, bukan beras untuk orang kaya!

Jika nasehat Nabi shallallahu’alaihiwasallam tadi diejawantahkan dalam kehidupan kita, niscaya kita tidak akan lagi membaca berita tentang bayi-bayi yang kekurangan gizi atau anak-anak yang mati karena terserang penyakit busung lapar!

Andaikan petuah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dijalankan, andaikan dan andaikan…

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Dengan melihat fenomena begitu terkotak-kotaknya tubuh kaum muslimin, sebagian kalangan merasa pesimis untuk bisa mewujudkan persatuan tersebut. Mereka memilih menyerah terhadap realita.

Padahal seharusnya seorang muslim senantiasa menjunjung tinggi optimisme dalam setiap permasalahan yang mereka hadapi. Ia berusaha memadukan antara ikhtiar dan tawakkal serta mengkombinasikan antara keduanya.

Terkait dengan jalan apakah yang seharusnya ditempuh kaum muslimin guna mewujudkan mimpi indah persatuan tersebut, ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam telah memberikan keterangan yang amat jelas.

Allah ta’ala berfirman,

“وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِاللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا”.

“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai”. (QS Ali Imran:103)

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا. فَيَرْضَى لَكُمْ: أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا،وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ. وَيَكْرَهُ لَكُمْ: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةِ الْمَالِ”.

”Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal atas kalian. Dia ridha jika (1) kalian beribadah pada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, (2) kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah, (3) menasehati pemerintah kalian. Dan Allah membenci (1) perbincangan yang tidak ada gunanya, (2) banyak meminta dan bertanya, serta (3) membuang-buang harta”. HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.

Ayat dan hadits di atas menjelaskan pada kita asas apa yang seharusnya dijadikan sebagai landasan persatuan kaum muslimin, yakni tali Allah.

Menilik keterangan yang disampaikan para ulama Islam, bisa disimpulkan bahwa tali Allah yang dimaksud adalah: ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam dengan pemahaman para sahabat Nabi shallallahu’alaihiwasallam.[2]

Persatuan antar kaum muslimin tidak akan pernah tercapai selama mereka belum kembali kepada ajaran agamanya yang benar. Dalam akidah, ibadah, akhlak dan seluruh sisi kehidupan mereka.

Konsekwensinya, manakala ada ideologi, keyakinan atau perilaku kaum muslimin yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, maka penyimpangan tersebut harus diluruskan. Walaupun telah mengakar, mengurat dan membudaya ratusan tahun sekalipun.

Di sinilah egoisme individu, golongan, kelompok, organisasi, partai, suku atau apapun juga harus dikesampingkan dan dikalahkan.

Para ulama, ustadz, kyai, mubaligh dan da’i, dalam tugas pelurusan ini memegang peranan yang amat besar dan signifikan. Mereka adalah salah satu pihak yang paling bertanggungjawab untuk mengemban amanah mulia tersebut.

Maka andaikan mereka berusaha menjalankan tugas berat tersebut sebaik-baiknya; dengan mengajak umat kembali kepada jalan lurus Nabi mereka shallallahu’alaihiwasallam dan membenahi akidah atau tata cara ibadah mereka yang belum benar, dengan cara yang hikmah dan tutur kata yang santun, janganlah mereka dituduh sebagai biang perpecahan dan perselisihan. Sebab sejatinya mereka para pahlawan pembela persatuan.

Adapun faktor yang membuat kaum muslimin berpecah belah adalah ulah sebagian orang yang telah dijelaskan kepadanya dalil dari al-Qur`an, al-Hadits, dan perkataan para ulama Ahlus Sunnah dengan sejelas-jelasnya bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah keliru. Akan tetapi, mereka masih saja ngotot dan bersikeras untuk menjalankan dan mem­budayakan kegiatan tersebut. Orang-orang seperti inilah sebenarnya yang menimbulkan perpecahan di barisan kaum muslimin, sebagaimana yang disinggung oleh Allah tabaraka wa ta’ala dalam firman-Nya,

“وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ، وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ”.

Artinya: “Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. QS. Ali Imran: 105.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِسُنَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، وَهَدَانَا صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيْمَ، وَأَجَارَنَا –بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ– مِنَ الْعَذَابِ الْأَلِيْمِ، وَتَابَ عَلَيْنَا أَجْمَعِيْنَ؛ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْأَرْبَابِ، وَمُسَبِّبِ الْأَسْبَابِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْعَزِيْزُ الْوَهَّابُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَفْضَلُ مَنْ قَامَ بِالدَّعْوَةِ وَالْاِحْتِسَابِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِي الْبَصَائِرِ وَالْأَلْبَابِ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْمَآبِ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Itulah pondasi persatuan umat Islam yang direkomendasikan di dalam panduan hidup kita; al-Qur’an dan as-Sunnah.

Adapun upaya untuk mewujudkan persatuan umat tanpa pondasi tersebut, maka bagaikan menegakkan benang basah. Tidak pernah akan mengantarkan kepada cita-cita mulia itu.

Selama masing-masing golongan dan kelompok bersikukuh dengan berbagai prinsipnya yang tidak sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam, walaupun dilakukan pertemuan seratus kalipun, persatuan itu tidak akan terwujud.

Kebersamaan yang nampak secara lahiriah, hanya merupakan fatamorgana belaka. Jangan sampai kita membuat model persatuan semu seperti model persatuan orang Yahudi dan kaum munafiqin, yang Allah sitir dalam firman-Nya,

“تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ”.

Artinya: “Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.” QS. Al-Hasyr: 14.

هذا؛ وصلوا وسلموا –رحكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…


[1] Baca: Risâlah fî al-Hats ‘alâ Ijtimâ’ Kalimah al-Muslimîn, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy (hal. 19).

[2] Baca: Tafsîr ath-Thabary (V/643 dst), Tafsîr al-Baghawy (II/78), Tafsîr al-Baidhawy (hal. 84), Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawy (XII/237) dan ad-Durr al-Mantsûr karya as-Suyuthy (III/714).

Sibuk Dengan Urusan Orang, Tapi Lupa Dengan Aib Sendiri

Sibuk Dengan Urusan Orang, Tapi Lupa Dengan Aib Sendiri 

Orang yang paling mengetahui karakter dan perbuatan kita adalah diri kita sendiri. Jika kita mengevaluasi diri dengan objektif akan didapatkan banyak kekurangan dan kesalahan. Orang yang beruntung adalah orang yang mengenali dengan baik kekurangan dirinya lantas sibuk memperbaiki diri.

[1] Dia sibuk menangisi dosa-dosanya.
[2] Dia sibuk membersihkan hatinya dari dosa-dosa hati semisal membanggakan diri, sombong dll.
[3] Dia sibukkan dirinya dengan peningkatan kuantitas dan kualitas ibadahnya.
[4] Dia sibukkan dirinya untuk meningkatkan kualitas adab dan akhlaknya kepada orang tuanya, suami atau isterinya, saudara, tetangga dan kawan-kawannya.
[5] Dia akan menyibukkan diri dengan kuantitas dan kualitas dari bacaan dan hafalan al-Qur’an.
[6] Dia akan asyik dengan seberapa banyak hadis yang telah dibaca, diketahui dan dihafal.
[7] Dia akan asyik dengan buku-buku agama dan bacaan bermanfaat yang belum tuntas dibaca.

Demikianlah kondisi manusia mulia.

Orang yang paling banyak kesalahannya adalah orang yang paling banyak memikirkan, mencari dan mengamati kemudian membicarakan kekurangan-kekurangan orang lain. Setelah itu dia lupa serta pura-pura tidak tahu dengan kekurangan diri sendiri.

Jiwa yang tidak berkualitas berupaya menutupi kekurangan diri sendiri dengan membicarakan dan menonjolkan kekurangan orang lain.

Sedangkan jiwa yang berkualitas akan sibuk dengan kekurangan dirinya sendiri dan memperbaikinya dan memberi apresiasi semua orang yang melakukan karya yang bermanfaat.

Jiwa yang unggul menyadari bahwa semua orang itu memiliki kekurangan termasuk dirinya.

Sebagaimana dirinya memiliki mata dan lisan untuk membicarakan kekurangan orang lain, orang lain juga memiliki mata dan lisan yang bisa digunakan untuk melihat dan membicarakan kekurangan dirinya.

Semoga Allah mudahkan penulis dan semua pembaca tulisan ini untuk menjadi orang yang unggul dan berkualitas yang sibuk dengan aib dan kekurangan diri sendiri. Aamiin.

Muslim Itu Punya Prinsip, Tidak Ikut-ikutan

Muslim Itu Punya Prinsip, Tidak Ikut-ikutan 

Fenomena internet dan sosial media di zaman ini menyebabkan budaya, gaya, mode dan pemikiran menyebar begitu cepat dan diikuti oleh banyak orang dengan tersebarnya (viralnya) hal tersebut. Tidak luput juga kaum muslimin ikut-ikutan dengan budaya, gaya dan pemikiran tersebut. Apabila budaya dan pemikiran yang sesuai dengan ajaran Islam, maka tidak mengapa, seperti trend teknologi dan sains, akan tetapi yang menyebar cepat dan menjadi viral cukup banyak yang bertentangan dengan agama Islam.

Seorang muslim itu harus punya prinsip, yaitu bersumber dari Al-Quran dan sunnah berdasarkan pemahaman para salaf. Dikarenakan punya prinsip, seorang muslim tidak mudah ikut-ikutan begitu saja, akan tetapi kembali kepada prinsip dalam Al-Quran dan sunnah.

Berikut beberapa gaya atau trend yang digandrungi oleh masyarakat khususnya pemuda bahkan dianggap biasa dan dianggap tidak melanggar syariat, padahal hal tersebut melanggar syariat.

1. Tato

2. Tindik/tepong/ piercing

3. Berpakaian ketat bagi wanita

4. Ikut-ikutan challenge yang tidak bermanfaat dan terlihat bodoh/konyol

5. dan lain-lainnya

Berikut sedikit pembahasannya:

1. Tato

Tato di zaman ini oleh sebagian orang mulai dianggap biasa saja, karena budaya dari luar dan bahkan pejabat pun ada yang memakai tato. Tato ini dilarang oleh Islam sebagaimana dalam hadits berikut.

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَثَمَنِ الدَّمِ وَنَهَى عَنْ الْوَاشِمَةِ وَالْمَوْشُومَةِ وَآكِلِ الرِّبَا وَمُوكِلِهِ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli anjing dan jual beli darah , dan melarang orang yang mentato dan yang ditato dan pemakan riba, serta melaknat orang yang menggambar.” (HR. Al-Bukhari)

2. Tindik/tepong/piercing

Menindik telinga bagi wanita adalah hal yang wajar karena wanita berhias, akan tetapi menindik telinga bagi laki-laki adalah suatu hal yang aneh di zaman dahulu, karena berhias itu bukan sifat identik laki-laki, terlebih hal ini ditegaskan larangannya oleh ulama. Ibnu Abidin berkata,

ثقب الأذن لتعليق القرط مِن زِينَةِ النساءفلا يحل للذكور

“Menindik telinga untuk tempat anting adalah perhiasan bagi wanita dan tidak halal bagi laki-laki.” [Raddul Muhtar, 27/81]

Demikian juga gaya dan trend yang menyerupai orang fasik di zaman ini seperti melakukan piercing yang bukan pada tempat yang layak seperti di alis, di lidah, di pusar bahkan di daerah intim. Sangat tidak layak seorang muslim ikut-ikutan dalam hal ini.

3. Berpakaian ketat bagi wanita

Gaya dan trend ini mungkin sejak dahulu sudah ada dan semakin nampak di zaman ini. Sebagian wanita muslimah merasa biasa saja ketika tidak berjilbab atau mungkij berjilbab tetapi memakai pakaian ketat, padahal hal ini dilarang keras dalam Islam dan ancamannya cukup keras yaitu tidak mencium bau surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” [HR. Muslim]

4. Ikut-ikutan challenge yang tidak bermanfaat dan terlihat bodoh/konyol

Di zaman ini terkenal istilah challenge (tantangan) yaitu tantangan melakukan sesuatu kemudian pelakunya meng-upload gambara atau video ia melakukan challenge (tantangan) tersebut. Hanya saja kebanyakan challenge (tantangan) tersebut adalah hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan hal-hal yang bodoh atau terlihat konyol. Hanya saja karena hal tersebut sedang viral dan menjadi ajang pembuktian eksistensi diri, maka banyak yang ikut-ikutan padahal ia tahu itu hal yang terlihat konyol.

Melakukan hal ini hanya buang-buang waktu saja dan tidak bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” [HR. Tirmidzi, shahih]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya bahwa umat islam ada yang suka mengikuti orang non-muslim terutama Yahudi dan Nasrani, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mau mengikuti agama mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kelak bahwa akan ada dari umatnya yang mengikuti segala tindak tanduk orang yahudi dan nashrani, jika mereka masuk ke lubang dhab (semacam biawak gurun pasir), maka orang Islam akan mengikuti mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ ه

“Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti,” maka para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, (maksudmu) orang-orang Yahudi dan Nasrani?” (Jawab Rasulullah): “Siapa lagi?!” [HR. Bukhari & Muslim]

Demikian semoga bermanfaat.

Tidak Ada Iman Tanpa Amal

Tidak Ada Iman Tanpa Amal 

Syekh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah berkata, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu dicari untuk menuju sesuatu yang lain (yaitu amal), sebagaimana halnya sebatang pohon. Adapun amal itu laksana buahnya. Oleh sebab itu, harus mengamalkan agama Islam. Karena orang yang memiliki ilmu, namun tidak beramal itu lebih jelek daripada orang yang bodoh.” (Lihat Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hal. 12)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bukanlah letak kebaikan seorang insan itu ketika dia telah mengetahui kebenaran tanpa dibarengi kecintaan kepadanya, keinginan, dan kesetiaan untuk mengikutinya. Sebagaimana kebahagiaannya tidaklah terletak pada keadaan dirinya yang telah mengenal Allah dan mengakui apa-apa yang menjadi hak-Nya (ibadah) apabila dia tidak mencintai Allah, beribadah, dan taat kepada-Nya. Bahkan, orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat kelak adalah orang yang berilmu, namun tidak beramal dengannya. Dan telah dimaklumi bahwa hakikat iman adalah pengakuan (ikrar), bukan semata-mata pembenaran (tashdiq). Di dalam ikrar (pengakuan) itu telah terkandung ucapan hati (qaul qalbi), yaitu berupa tashdiq (pembenaran), dan juga amalan hati (‘amalul qalbi), yaitu berupa inqiyad (kepatuhan).” (Lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, oleh Syekh Shalih Ahmad Asy-Syami, hal. 92)

Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, sesungguhnya ilmu bukanlah semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang yang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan sunah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (Dikutip melalui Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163)

Amal paling agung

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu. Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, “Amal manakah yang lebih utama?”

Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu, beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.”

Lalu, beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau menjawab, “Haji mabrur.” (Lihat Sahih Al-Bukhari bersama Fath Al-Bari, tahqiq Syaibatul Hamdi, 1: 97)

Keterangan hadis:

Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan, berdasarkan hadis di atas bisa disimpulkan bahwa iman itu mencakup ucapan dan amalan/perbuatan. Hal ini didukung oleh jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang amal yang paling utama, lalu beliau menjawab, “Yaitu iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Lihat Syarh Sahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 78)

Ibnu Baththal rahimahullah juga berkata, “Sesungguhnya beliau (Imam Bukhari) ingin memberikan bantahan kepada sekte Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan ucapan tanpa amalan/perbuatan. Beliau ingin menjelaskan sisi kekeliruan dan keburukan keyakinan/akidah serta penyimpangan mereka dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta mazhab para imam/ulama.” (Lihat Syarh Sahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 79)

Akidah salaf tentang iman

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Adalah sebuah perkara yang telah disepakati di kalangan para sahabat dan tabi’in serta para ulama setelah mereka yang kami temui. Mereka menyatakan bahwa iman itu mencakup ucapan, amalan, dan niat. Salah satu di antara ketiganya tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan bagian yang lainnya.” (Lihat Aqwal At-Tabi’in fi Masa’il At-Tauhid wa Al-Iman, hal. 1122)

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau berangan-angan. Akan tetapi, iman adalah apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” (Lihat Aqwal At-Tabi’in fi Masa’il At-Tauhid wa Al-Iman, hal. 1124)

Ibnu Abi Zamanin Al-Andalusi rahimahullah (wafat 399 H) mengatakan bahwa para ulama ahlusunah menyatakan bahwa iman mencakup keikhlasan kepada Allah dari dalam hati, mengucapkan syahadat dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan disertai niat yang baik dan sesuai dengan sunah/tuntunan. (Lihat Ushul As-Sunnah, hal. 143)

Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani rahimahullah (wafat 386 H) dalam Muqaddimah Risalah-nya mengatakan bahwa iman adalah ucapan dengan lisan, keikhlasan dengan hati, dan diamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan bertambahnya amal dan berkurang dengan berkurangnya amal. (Lihat ‘Aqidatu As-Salaf Muqaddimah Ibni Abi Zaid, hal. 60)

Isma’il bin Yahya Al-Muzanni rahimahullah (wafat 264 H) dalam risalahnya Syarhus Sunnah menyatakan bahwa iman adalah ucapan dan amalan disertai keyakinan di dalam hati, serta ucapan dengan lisan dibarengi amalan dengan anggota badan. Kedua hal ini (iman dan amal) adalah dua hal yang berdampingan. Tidak ada iman tanpa amal dan tidak ada amal tanpa iman. (Lihat Isma’il ibn Yahya Al-Muzanni wa Risalatuhu Syarhus Sunnah, hal. 77-78)

Demikian sedikit kumpulan catatan faedah yang Allah Ta’ala berikan kemudahan bagi kami untuk menyusunnya kembali. Semoga bermanfaat bagi segenap kaum muslimin.

***

Tidak Ada Yang Lebih Baik Daripada Sabar

Tidak Ada Yang Lebih Baik Daripada Sabar

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا، قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ’anha –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan INNAA LILLAHI WA INNAA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.’” Ummu Salamah kembali berkata: “Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun mengucapkan doa sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkankan padaku. Maka Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Muslim, no. 1526)

Faedah Hadits:

  1. Keluasan rahmat Allah dimana dalam musibah ada pahala yang banyak dan ganti yang lebih baik bagi mereka yang bersabar;
  2. Syariat membaca doa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat seseorang mendapatkan musibah;
  3. Kewajiban berperasangka baik kepada Allah ta’ala dalam setiap kondisi dan keadaan;
  4. Keteladanan dalam diri Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam kesabaran saat mendapatkan musibah;
  5. Janji Allah pasti benar, barang siapa yang bersabar saat musibah niscaya Allah akan berikan ganti yang lebih baik di dunia ataupun di akhirat.

Wallahu a’lam.