Istighfar Saat Keluar Kamar Mandi

Istighfar Saat Keluar Kamar Mandi 

Saat keluar Kamar Mandi seorang muslim disunahkan membaca doa istighfar yaitu,

غُفْرَانَكَ

Ghufroonaka.

“Ya Allah, hamba memohon ampunan-Mu.”

Sebagaimana diterangkan dalam hadis shahih dari Ibunda Aisyah -radhiyallahu’anha-, beliau meneceritakan,

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ كان إذا خرجَ من الغائطِ قال غُفرانَكَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa bila keluar dari toilet beliau mengucapkan doa “Ghufroonaka” (artinya: Ya Allah, hamba memohon ampunan Mu.” (HR. Abu Dawud)

Ini suatu hal yang sangat menarik, memancing pertanyaan, mengapa Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- selalu mengucapkan doa ini saat keluar kamar mandi, sehingga keteladanan dari beliau ini menjadi sunah untuk umatnya pula? Apa buang hajat itu dianggap dosa, sehingga saat keluar kita duanjurkan beristighfar? 

Penulis mendapatkan penjelasan menarik dari Syaikh Prof. Dr. Kholid bin ‘Utsman As-Sabt -hafidzohullah- (Dosen di Fakultas Tarbiyah, Universitas Imam Abdurrahman bin Fasihol di Kota Damam, KSA). Berikut ini kami rangkumkan dari perjelasan beliau:

“Sebab mengapa disunahkan istighfar saat keluar dari kamar mandi adalah, karena seorang saat berada di kamar mandi tidak diperkenankan berdzikir. Sehingga saat-saat ia berada di kamar mandi adalah saat-saat lalai dari dzikir atau saat vacum dari mengucapkan dzikir. Karena WC/kamar mandi/toilet adalah tempat yang terlarang megucapkan dzikir di dalamnya. Oleh sebab itu saat keluar, wajar bila setiap muslim disunahkan beristighfar; memohon ampun kepada Allah dari kelalaian tersebut.

Namun penjelasan di atas masih berpotensi memunculkan pertanyaan:

Bukankah seorang muslim meninggalkan dzikir di kamar mandi karena perintah Allah, Allah melarang mengucapkan bacaan-bacaan doa di dalam kamar mandi, mengapa ia lalu diperintahkan berdoa istighfar saat keluar kamar mandi?

Pertanyaan di atas dijawab oleh sejumlah ulama:

 “Iya benar ia tidak berdzikir karena perintah agama. Namun masuknya ia ke kamar mandi adalah keinginannya atau kehendaknya. Sehingga ada wujud kehendak di sini, walaupun boleh dikatakan kadarnya tidak sempurna, karena ada keadaan yang mendesak harus buang hajat. Namun pada dasarnya semua proses yang mengawali buang hajat itu berada dalam keinginannya. Sehingga wajar bila ada perintah beristighfar saat keluar dari kamar mandi.” 

Kami tambahkan jawabannya:

Kalaupun alasan itu belum bisa dipahami, maka cukuplah perbuatan ini sebagai kebiasaan yang dilakukan manusia terbaik; Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah alasannya. Sehingga melakukannya adalah sunah bagi muslim. Seorang muslim menjalankan sunah karena motivasi ibadah. Esensi dari ibadah adalah ketundukan, kepatuhan, merendahkan diri di hadapan Tuhan. Nilai-nilai ini terwujud tanpa harus mengetahui makna atau hikmah di balik perintah ibadah. Bahkan saat seorang hamba melakukan ibadah yang belum ia pahami hikmah atau alasan rasional di baliknya, saat itu ia dapat mengekspresikan keutuhan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Karena ia tetap taat meski belum tahu alasan rasionalnya. Alasan rasional tentu banyak sedikit akan mengurangi keutuhan penghambaan. Karena adanya potensi seorang hamba menjadikan alasan rasional sebagai niat ibadahnya. 

Allah ta’ala berfirman,

 إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُم ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

Respon orang-orang mukmin, saat mereka mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surat An-Nur: 51)

Yang terpenting dari pembahasan ini adalah pesan indah di balik sunah istighfar saat keluar kamar mandi. 

Apa gerangan…?

Anjuran membaca istighfar saat keluar kamar mandi, menjadi tamparan buat kita yang masih sering lalai dari dzikir. Jangankan saat buang hajat, yang memang kondisi tidak memungkinkan berdzikir, saat longgar, saat senggang, saat lagi nyantai saja kita masih suka lupa dzikir. Padahal ngga ada tuh halangan untuk mengingat Allah. Yah walau sekedar mengucapkan tasbih, takbir atau tahmid lah. Seberapa capek sih ngucapin dzikir subhanallahallahuakbar?! Padahal nikmat Allah kepada kita tuh ga kebayang banyaknya dan sayangnya Allah pada kita. 

Apa kita istighfar setelah itu? Apakah kita lantas beristighfar setelah melalui kelalaian itu?!

Mestinya keadaan itu lebih layak kita istighfari kan sobat! Namun sering kali kelalaian yang pertama telah berlalu kemudian berpindah kepada kelalaian berikutnya, dalam keadaan kita telah lupa  kelalaian itu, atau kita berada di dalam kelalaian selanjutnya tanpa menyadari, kemudian kita melupakan istighfar!

Laa ilaa ha illallah, wa nastaghfirullah wa natuubu ilahi…

Ya Allah ampuni kami…

Bukan tuhan butuh dzikir kita. Tapi ruh kita ini yang butuh. Ibaratnya saat kita berdzikir, energi ruh kita bertambah. Karena dzikir adalah kehidupan bagi ruh. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibnul Qayyim, beliau pernah mendengar gurunya; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”

***

Inilah manfaat dzikir yang luar biasa

Inilah manfaat dzikir yang luar biasa

الحَدِيْثُ الخَمْسُوْنَ

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ : أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَجُلٌ ، فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيْنَا ، فَبَابٌ نَتَمَسَّكُ بِهِ جاَمِعٌ ؟ قال : (( لاَ يَزالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللهِ – عَزَّ وَجَلَّ – )) خَرَّجَهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ بِهَذَا اللَّفْظِ .

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam (amalan sunnah) itu amat banyak yang mesti kami jalankan. Maka mana yang mesti kami pegang (setelah menunaikan yang wajib, pen.)?” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah (maksudnya: terus meneruslah berdzikir kepada Allah, pen).” (HR. Ahmad dengan lafazh seperti ini) [HR. Ahmad, 4:188; Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ibnu Hibban, no. 2317; Al-Hakim, 1:495. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Lihat pula penjelasan hadits ini dalam Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi, 9:305].

Faedah hadits

Pertama: Para sahabat begitu bersemangat dalam bertanya berkaitan dengan urusan agama mereka.

Kedua: Allah memerintahkan kita untuk banyak berdzikir. Allah juga memuji orang yang banyak berdzikir tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا , وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737)

Yang dimaksud banyak berdzikir di sini adalah berdzikir ketika berdiri, berjalan, duduk, berbaring, termasuk pula dalam keadaan suci dan berhadats.

Ketiga: Para ulama menghitung dzikir dengan jarinya.

Khalid bin Ma’dan bertasbih setiap hari 40.000 kali. Ini selain Al-Qur’an yang beliau baca. Ketika ia meninggal dunia, ia diletakkan di atas ranjangnya untuk dimandikan, maka isyarat jari yang ia gunakan untuk menghitung dzikir masih terlihat.

Ada yang bertanya pada ‘Umair bin Hani, bahwa ia tak pernah kelihatan lelah untuk berdzikir. Ketika ditanya berapa jumlah bacaan tasbih beliau, ia jawab bahwa 100.000 kali tasbih dan itu dihitung dengan jari jemari.

Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata:

قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, ‘Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (mensucikan Allah), dan himpunkanlah (hitunglah) dengan ujung jari jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.’” (HR. Tirmidzi, no. 3583; Abu Daud, no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan disahihkan oleh Adz-Dzahabi. Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir).

Keempat: Jika seseorang telah benar-benar mengenal Allah, ia akan berdzikir tanpa ada beban sama sekali.

Kelima: Berdzikir adalah kelezatan bagi orang-orang benar-benar mengenal Allah. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)

Keenam: Ada keutamaan berdzikir saat orang-orang itu lalai.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524). Di sini dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.

Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al-Hambali setelah membawahkan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini, mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.” Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka meninggal dunia. Dalam mimpi, salah satunya bertemu lagi temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:524.

Ketujuh: Allah telah mewajibkan pada kaum muslimin untuk berdzikir kepada Allah pada siang dan malam dengan mengerjakan shalat lima waktu pada waktunya. Dari shalat lima waktu itu ada shalat rawatib (qabliyah dan bakdiyah), di mana shalat rawatib itu berfungsi sebagai penutup kekurangan atau sebagai tambahan dari yang wajib.

Kedelapan: Antara shalat Isya dan shalat Shubuh ada shalat malam dan shalat witir. Antara shalat Shubuh dan shalat Zhuhur ada shalat Dhuha.

Kesembilan: Dzikir dengan lisan disunnahkan setiap waktu dan ada yang dianjurkan pada waktu tertentu seperti:

  • Dzikir bakda shalat wajib.
  • Dzikir pagi dan petang pada bakda shubuh dan bakda ashar (yang tidak ada shalat sunnah setelah dua shalat tersebut).
  • Dzikir sebelum tidur, dianjurkan berwudhu sebelumnya.
  • Dzikir setelah bangun tidur.
  • Beristighfar pada waktu sahur.
  • Dzikir ketika makan, minum, dan mengambil pakaian.
  • Dzikir ketika bersin.
  • Dzikir ketika melihat yang lain terkena musibah.
  • Dzikir ketika masuk pasar.
  • Dzikir ketika mendengar suara ayam berkokok pada malam hari.
  • Dzikir ketika mendengar petir.
  • Dzikir ketika turun hujan.
  • Dzikir ketika turun musibah.
  • Dzikir ketika safar.
  • Dzikir ketika meminta perlindungan saat marah.
  • Doa istikharah kepada Allah ketika memilih sesuatu yang belum nampak kebaikannya.
  • Taubat dan istighfar atas dosa kecil dan dosa besar.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa yang menjaga dzikir pada waktu-waktu tadi, dialah yang disebut orang yang rajin berdzikir kepada Allah pada setiap waktunya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:529)

Mayoritas bahasan di atas diambil dari Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam pada bahasan hadits ke-50.

IniTulisan ini jadi bahasan terakhir kajian Hadits Arbain dan Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam.

Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 

Referensi:

  1. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
  2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Al-Imam Al-Hafizh Abul ‘Ula Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al-Mubarakfuri. Penerbit Darul Fayhan & Darus Salam.

Pahala Yang Semisal Pahala 50 Orang Sahabat

Pahala Yang Semisal Pahala 50 Orang Sahabat 

Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ القَبْضِ عَلَى الجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ

“Sesungguhnya di belakang kalian (nanti) ada hari-hari, di mana bersabar pada waktu tersebut seperti halnya memegang bara api.

Orang yang beramal di waktu tersebut seperti (mendapat) pahala 50 orang, yang beramal seperti amal kalian..”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah..! (mendapatkan) pahala 50 orang dari kami atau dari mereka..?”

Beliau shollallahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Pahala 50 orang dari kalian..”

(HR. At-Tirmidzi no. 3058, Ibnu Majah dan Abu Dawud, dishohihkan oleh Syaikh al-Albani)

● Saat menjelaskan hadits di atas, Syaikh Sholih Fauzan al-Fauzan hafizhohullah berkata,

“Maksudnya (pahalanya) sepadan dengan pahala 50 orang sahabat.

Orang yang berpegang pada sunnah pada akhir zaman, saat berbagai fitnah bermunculan, ia tidak mempunyai para penolong.

Bahkan kebanyakan manusia menentangnya.. mereka membuatnya cemas, menjelekkannya, dan menyalahkannya. Sehingga ia membutuhkan kesabaran.

Oleh karena itu, ia mendapat pahala yang begitu agung, disebabkan ketegarannya di atas kebenaran saat berbagai fitnah bermunculan dan rintangan begitu banyak..”

Luasnya Rahmat Alloh SWT

Luasnya Rahmat Alloh SWT 

Selamat datang kepada para hamba Allah yang telah melampaui batas atas jiwa-jiwa mereka kepada keramahan Allah yang keluasan rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Allah Ta’ala berfirman:

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“…Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan lindungilah mereka dari siksa Neraka yang menyala-nyala.” [Al-Mukmin/40: 7]

  1. Di antara rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia mengabarkan kepada para hamba-Nya bahwa Dia akan mengampuni semua dosa-dosa.
    Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” [Az-Zumar/39: 53]

Bahkan Allah memerintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan hal itu kepada para hamba-Nya. Dengan firman-Nya:

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Kabarkan kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hijr/15: 49]

  1. Di antara rahmat Allah Ta’ala, Dia akan menerima taubat.
    Allah Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” [At-Taubah/9: 104]

Karena Allah Ta’ala:

غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ

“Yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya, Yang mempunyai karunia. Tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua makhluk).” [Al-Mukmin/40: 3]

Hal ini dijelaskan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [An-Nisaa’/4: 26]

Allah juga berfirman:

وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” [An-Nisaa’/4: 27]

Baca Juga  Taubat Nashuha Adalah Jalanmu Menuju Surga

  1. Di antara rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia mencintai hamba yang kembali dan bertaubat kepada-Nya.
    Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” [Al-Baqarah/2: 222]

  1. Di antara rahmat Allah Azza wa Jalla, Dia sangat ber-bahagia dengan taubat hamba-Nya ketika menyadari bahwa dia memiliki Rabb Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang yang akan mengampuni dosa-dosa dan memaafkan kejelekan-kejelekan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َللهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا وَقَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إذْ هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اَللّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِيْ وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ.

“Sungguh Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya ketika hamba tersebut bertaubat kepada-Nya daripada salah seorang di antara kalian yang berada di atas tunggangannya (untanya) di suatu tanah yang lapang, tiba-tiba tunggangannya tersebut hilang, padahal semua makanan dan minumannya ada pada tunggangannya tersebut. Ia pun sudah berputus asa untuk mendapatkannya kembali, lalu ia mendatangi sebatang pohon dan berbaring di bawah naungannya, ia sudah berputus asa untuk mendapatkan tunggangannya kembali. Ketika orang itu dalam keadaan demikian, tiba-tiba tunggangannya berada di hadapannya, lalu ia pun segera menarik tali ikatan yang ada pada tunggangan tersebut kemudian karena sangat senang dia berkata, ‘Wahai Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu,’ orang tersebut sampai salah mengucapkan kata karena saking bahagianya.”1

  1. Di antara bentuk rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia membuka pintu taubat siang dan malam.
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَار،ِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tangan-Nya pada malam hari agar orang yang berbuat kejelekan di siang hari bertaubat kepada-Nya dan membuka tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat kejelekan di malam hari bertaubat kepada-Nya, sampai matahari terbit dari sebelah barat.”2

  1. Di antara rahmat dan kasih sayang Allah, Dia akan menerima taubat walaupun dosa-dosa dan taubat tadi dilakukan berkali-kali, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penerima taubat, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

Baca Juga  Jujur Dalam Taubat
“Dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [An-Nisaa’/4: 64]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An-Nisaa’/4: 110]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menceritakan wahyu Allah Azza wa Jalla kepadanya:

إِذَا أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ:اَللّـهُمَّ اغْفِرْلِي ذَنْبِي فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ:أَيْ رَبِّ اغْفِرْلِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ:أَيْ رَبِّ اغْفِرْلِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، اِِعْمَلْ مَاشِعْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ.

“Jika seorang hamba melakukan dosa, lalu berkata, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku,’ maka Allah Tabaaraka wa Ta’aala, berkata, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, lalu ia mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang akan mengampuni dosa dan menghapusnya. Kemudian ia mengulangi perbuatan dosanya.’ Lalu orang tersebut berkata, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku,’ maka Allah Tabaaraka wa Ta’aala berkata, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, lalu ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghapusnya, kemudian ia mengulangi lagi perbuatan dosanya.’ lalu ia berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosaku,’ maka Allah Tabaaraka wa Ta’aala berkata lagi, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa. Lalu ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghapusnya, berbuatlah apa yang engkau kehendaki, karena Aku telah memberi ampunan untukmu.’”3


Footnote
1  HR. Muslim (XVII/63 -an-Nawawi-) dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu.
2  HR. Muslim (XVII/76, -an-Nawawi-) dari hadits Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu.
3  HR. Muslim (XVII/75-76 -an-Nawawi-) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Diantara Musibah Yang Paling Besar

Diantara Musibah Yang Paling Besar 

Musibah itu ketika mengetahui aib dan kekurangan diri, tapi kita tidak peduli dan tidak berusaha memperbaiki diri.

Abdullah Ibnul Mubarok rohimahullah berkata,

ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ اﻟﻤﺼﺎﺋﺐ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺗﻘﺼﻴﺮاً ﺛﻢ ﻻ ﻳﺒﺎﻟﻲ ﻭﻻ ﻳﺤﺰﻥ ﻋﻠﻴﻪ

“Diantara musibah yang paling besar adalah seseorang menyadari akan kekurangannya pada dirinya namun ia tidak peduli dan tidak bersedih karenanya..”

(Syu’abul Iman, 867)

Karena mukmin seharusnya belomba lomba dalam kebaikan..

Dengan memperbaiki diri dan beramal sholeh..
Ia selalu muhasabah adakah kekurangan pada diri dan amalnya..

Biasakan Anak Mengucapkan Salam

Biasakan Anak Mengucapkan Salam

Biasakan anak mengucapkan salam yang merupakan ucapan islami antara sesama kaum muslimin. Sehingga ia mengetahui bagaimana cara memulai pembicaraan dengan orang lain. Berikanlah contoh nyata kepadanya dan latih ia untuk mengucapkannya. Terutama ketika masuk rumah, ruangan ataupun majelis, saat bertemu dengan orang tua, teman atau sesama muslim.

Ajarkanlah kepadanya adab memberikan salam. Sebagaimana termaktub dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي، وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

“Hendaknya yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Dalam riwayat lain disebutkan,

يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الكَبِيرِ

“Yang muda memberi salam kepada yang tua”. HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Terangkan kepadanya keutamaan menyebarkan salam, baik orang yang dikenal maupun tidak. Bahwa hal itu akan menumbuhkan perasaan kasih sayang, serta menjadi sebab masuk surga.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ“.

Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma menuturkan, “Seseorang pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Praktek berislam seperti apakah yang terbaik?”. Beliau menjawab, “Berilah makan (orang lain) dan ucapkanlah salam kepada yang engkau kenal dan tidak engkau kenal”. HR. Bukhari.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok pendidik yang memiliki kelembutan jiwa. Beliau mampu menorehkan kesan mendalam dalam menanamkan sunnah salam ini kepada jiwa anak-anak. Sebuah perwujudan sifat tawadhu dan kasih sayang yang tulus kepada jiwa anak yang masih suci.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ“.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah melewati sekumpulan anak kecil, lalu beliau memberi salam kepada mereka. Beliau berkata, “Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukannya”. HR. Bukhari.

Dalam hadits lain disebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati anak-anak kecil lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka”. HR. Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُ الْأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ، وَيَمْسَحُ بِرُءوسِهِمْ، وَيَدْعُو لَهُمْ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengunjungi kaum Anshar lalu beliau mengucapkan salam kepada anak-anak, mengusap kepala mereka dan mendoakan kebaikan bagi mereka”. HR. Nasa’i dari Anas radhiyallahu ‘anhu. dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban, adh-Dhiya’ al-Maqdisiy juga al-Albaniy.

Ibadah Yang Paling Utama

Ibadah Yang Paling Utama 

Ibnus Sammak menulis surat kepada saudaranya,

‏أَفْضَلُ العبادة الإمساك عن المعصية ، والوقوف عند الشهوة ، وَأَقْبَحُ الرغبة أَنْ تطلب الدُّنْيَا بعمل الآخرة

‏الآداب الشرعية (1/153)

“Ibadah yang paling utama adalah menahan diri dari maksiat dan berhenti saat syahwat.. dan seburuk-buruk keinginan adalah mencari dunia dengan melalui amalan akherat..”

(Al Adab Asy Syar’iyah 1/153)

Karena maksiat itu disukai oleh syahwat..
Meninggalkannya amat berat terlebih saat syahwat bergejolak..
Semakin membituhkan perjuangan maka semakin besar pahalanya..

Temanilah Orang Tua Ketika Sakit

Temanilah Orang Tua Ketika Sakit 

Orang tua memiliki kedudukan yang besar dalam kehidupan kita, dan manusia yang paling berhak kita pergauli dengan baik. Allah ﷻ berfirman:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra’: 23-24).

Dalam hadits, pernah seorang pemuda mendatangi Rasulullah ﷺ, meminta izin bisa berjihad, beliau pun bertanya:

Apakah orang tuamu masih hidup? Dia menjawab: masih. Rasulullah pun ﷺ bersabda:

“Berjihadlah dalam kebaktian kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004).

Tabi’in terbaik Uwais Alqarny mendapatkan keutamaan yang tinggi karena bakti beliau kepada kedua orang tua.

Oleh karenanya, temanilah dulu orang tua, jaga dan rawat mereka. Ketika berat hati mereka untuk melihat anaknya ke pondok, mungkin mereka ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari anaknya, maka jangan kecewakan mereka.

Dan juga temani dahulu orang tua Anda, namun jangan tinggalkan hafalan Al-Quran, insya Allah sambil di rumah pun Anda bisa menghafal Al-Quran, minimal menguatkan hafalan yang sudah berlalu
Wallahu a’lam.

Adab Menjilat Jari Ketika Makan

Adab Menjilat Jari Ketika Makan 

Di antara adab makan adalah menjilat sisa makanan pada jari jemari.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengusap tangannya sebelum ia menjilatnya atau yang lain yang menjilatnya.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5456 dan Muslim, no. 2031]

Takhrij Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al-Ath’imah (makanan), Bab “Menjilat jari dan mengisapnya sebelum diusap dengan sapu tangan.” Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari jalur Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Atha’, dari Ibnu ‘Abbas. Lafal ‘tha’aman’ tidak didapati dalam riwayat Bukhari, hanya ditemukan dalam riwayat Muslim.

Kosakata Hadits

“إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا”, yang dimaksud makanan di sini adalah makanan yang memiliki suatu yang basah yang menempel pada jari. Beda dengan makanan yang kering, maka tidak diberlaku larangan dalam hadits ini.

“فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ”, yang dimaksud adalah jangan mengusap sisa makanan dengan sapu tangan dan semacamnya.

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan bahwa di antara adab makan adalah disunnahkan menjilat jari jika ada sisa makanan yang melekat sebelum diusap dengan sapu tangan atau semacamnya, atau sebelum dicuci dengan air.
  2. Sunnah ini dilakukan untuk menjaga keberkahan makanan dan kebersihan makanan tersebut dibanding langsung dicuci, akhirnya terbuang begitu saja.
  3. Hukum menjilat tangan setelah makan ini adalah sunnah, bukan wajib. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Ajaran ini termasuk sunnah qauliyyah dan ‘amaliyah (ucapan dan perbuatan).
  4. Perintah menjilat jari ini dalam hadits lain disebutkan bahwa sebabnya karena kita tidak tahu di mana tempat adanya keberkahan.
  5. Hadits ini mengajarkan tawadhu’.
  6. Hadits ini mengajarkan untuk bersikap menjaga sesuatu, tidak membuangnya sia-sia begitu saja.
  7. Menjilat jari ini demi menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  8. Hadits ini jadi bantahan untuk orang yang menganggap perbuatan menjilat jari adalah sesuatu yang menjijikkan. Mungkin bisa dikatakan jijik jika menjilatnya di tengah-tengah makan, kemudian di sini nampak bekas air liurnya. Namun kalau menjilatnya setelah selesai makan atau melihat ada sisa pada piring, maka seperti itu adalah bagian dari yang ia makan.
  9. Boleh makan dengan seluruh jari, misal ketika makan nasi dan semacamnya. Namun lebih afdal makan dengan tiga jari (jari tengah, telunjuk, dan ibu jari) jika memang memungkinkan. Makan dengan tiga jari juga menunjukkan tawadhu’ dan kesederhanaan.
  10. Boleh saja menyodorkan yang lain untuk menjilat jarinya, misal kepada istri dan ini menunjukkan kecintaan yang sangat. Bisa juga terjadi pada seorang anak pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti selalu berkata yang benar, dan bukan suatu yang sia-sia. Wallahu Ta’ala a’lam.

Beberapa Adab Makan

Pertama: Membaca bismillah ketika mengawali makan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala (baca ‘bismillah’). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal (lupa baca ‘bismillah’), hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya).’” (HR. Abu Daud, no. 3767 dan Tirmidzi, no. 1858. Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ

Sungguh setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya.” (HR. Muslim, no. 2017)

Kedua: Makan dengan tangan kanan dan makan yang di dekat kita.

Dari ‘Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu.” (HR. Bukhari, no. 5376)

Ketiga: Makan dari pinggir, tidak dari tengah.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ

Berkah itu turun di tengah-tengah makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan jangan memulai dari tengahnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1805 dan Ibnu Hibban, no. 5245. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Keempat: Tidak makan dalam keadaan bersandar.

Dari hadits Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّا أَنَا فَلاَ آكُلُ مُتَّكِئًا

Adapun saya tidak suka makan sambil bersandar.” (HR. Tirmidzi, no. 1830 dan Ibnu Hibban, no. 5240. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Kelima: Tidak menjelek-jelekkan makanan yang tidak disukai.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

مَا عَابَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – طَعَامًا قَطُّ ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya beliau menyukainya maka beliau memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari, no. 5409.)

Keenam: Tidak membiarkan suapan makanan terjatuh.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan.” (HR. Muslim, no. 2033)

Ketujuh: Memuji Allah dan berdoa sesudah makan.

Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “ALHAMDULILLAAHILLADZII ATH’AMANII HAADZAA WA ROZAQONIIHI MIN GHAIRI HAULIN MINNII WA LAA QUWWATIN” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi, no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Allah sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 2734)

Kedelapan: Mencuci tangan untuk membersihkan sisa-sisa makanan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا بَاتَ أَحَدُكُمْ وَفِى يَدِهِ غَمَرٌ فَأَصَابَهُ شَىْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

Jika salah seorang dari kalian tidur dan di tangannya terdapat minyak samin (sisa makanan) kemudian mengenainya, maka janganlah mencela kecuali kepada dirinya sendiri.” (HR. Ahmad, 2:344. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahihsesuai syarat Bukhari-Muslim)

Moga bermanfaat, penuh berkah.

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 10:32-34.

Seorang Akan Bersama yang Dicintainya

Seorang Akan Bersama yang Dicintainya

Pembaca yang dirahmati Allah. Semoga kita dalam lindungan Allah Ta’ala. Mengidolakan dan menggandrungi pada akhirnya meneladani. Bukan hal yang baru di tengah masyarakat kita khususnya para remaja. Kita sering melihat gaya rambut, telinga dan fashion yang beraneka ragam, semuanya digugu dan ditiru agar mirip dengan sang idola.

Contoh kasusnya ketika seorang wanita muslimah berjilbab naik di atas panggung musik, lalu dikecup oleh sang idola, bukan kepalang bahagianya ia bahkan terbawa oleh suasana emosional sampai ia menangis bahagia bisa berjumpa dengan sang idola.

Indonesia dikenal oleh dunia dengan masyarakat ketimuran, yang menjaga adab dan sopan santun dalam bertutur kata dan berpakaian. Namun seiring berkembangnya zaman adab dan sopan santun makin hari makin menurun. Karena itu anak-anak remaja banyak meniru budaya barat dalam segala hal, salah satu pintu masuknya dari perfilman, olah raga dan yang lainnya. Dampaknya yaitu mengikuti gaya hidup bebas, free sex, mabuk dan merosotnya moral.

Anas bin Malik, beliau menceritakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Orang tersebut menjawab,

مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain di Shahih Bukhari, Anas mengatakan,

فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”

Anas pun mengatakan,

فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan; Itulah keutamaan orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang shalih, pelaku kebaikan yang masih hidup atau pun yang telah mati. Namun, kecintaan ini dilakukan dengan melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya, menjauhi setiap larangan dan beradab sesuai yang diajarkan oleh syari’at Islam. (Lihat Syarh Muslim, 8/483)

Lihatlah bagaimana perbedaan antara yang mengidolakan aktor, aktris, selebriti dan olahragawan dengan yang mengidolakan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, tentunya sama-sama mengikuti dan meneladani. Akan tetapi perbedaannya pada akhir kehidupan seseorang.

Dalam riwayat Thobroni dalam Mu’jamnya, dari ‘Aisyah secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),

لَا يُحِبّ أَحَد قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْم الْقِيَامَة

Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti.” (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 11/164, Asy Syamilah).

Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang pelaku maksiat atau orang-orang kafir [?]

Solusinya: Cara Membentengi Anak dari Pengaruh Negatif Drama Korea

Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallan bersabda :

أًدِّبُوا أَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاِث خِصَالٍ : حُبَّ نَبِيِّكُمْ ، وَحُبِّ أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَقِرَاءَةِ القُرْآَنِ ، فَإِنَّ حَمَلَةَ القُرْآَنِ فِي ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلًّهُ مَعَ أَنْبِيَائِهِ وَ أًصْفِيَائِهِ

“Didiklah anak-anak kalian tiga hal; cinta kepada nabi, cinta kepada keluarga nabi, dan membaca Al-Qur’an. Karena sesungguhnya para pembawa Al-Qur’an akan berada di bawah naungan Allah bersama para nabi pada hari tiada naungan lain selain naungan Allah bersama para Nabi dan Pilihan-Nya”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Dailami (1/1/24) dari Ja’far bin Muhammad Al-Husain, didhoifkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Jaami’ ash-Shaghir, Hlm. 36 No. 251)

Para Ayah dan Ibu ajarilah sedini mungkin tentang kehidupan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallan, para sahabat dan orang-orang shalih, agar terekam dalam pikiran mereka tentang kehidupan mereka yang bisa diteladani dan ditiru. Jika tidak dilakukan sejak dini, maka ketika dewasa anak-anak dan remaja akan mencari sosok idola yang mereka akan jadikan panutan.

Penyair Arab mengatakan:

فَتَشَبًّهٌوْا إِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا مِثْلَهُمْ*** إِنَّ التَشَبُّهَ بِالْكِرَامِ فَلَاحُ

Maka teladanilah mereka meskipun kamu tidak seperti mereka, karena menyerupai orang-orang mulia adalah keberuntungan.


Hukum Seorang Muslimah Mengidolakan Artis K-Pop

Pertanyaan 2:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Afwan ustadz saya Fulanah bertanya, apa hukumnya seorang muslimah mengidolakan artis K-Pop atau artis Korea? Mohon penjelasannya Ustadz?

جزاك الله خيرا

(Dari Fulanah Anggota Grup Whatsapp Sahabat BiAS)


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Tidak boleh hal itu dilakukan karena di dalamnya terdapat banyak sekali kemungkaran di antaranya:

1. Mengidolakan Serta Menyerupai Orang Orang Kafir

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ: فَهُوَ مِنْهُمْ

Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud : 4031 dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).

Ash-Shon’ani menyatakan tatkala menjelaskan makna hadits ini:

والحديث دال على أن من تشبه بالفساق كان منهم أو بالكفار أو المبتدعة في أي شيء مما يختصون به من ملبوس أو مركوب أو هيئة

Dan hadis ini menunjukkan bahwa siapa yang meniru orang fasik atau orang kafir atau ahli bidah pada perkara yang menjadi ciri khas mereka, baik dari pakaian, tunggangan, rupa, maupun cara adalah bagian dari mereka.” (Subulussalam : 4/192-193).

2. Musik dan Nyanyian

Allah ta’ala berfirman:

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ

Dan sesatkanlah sebanyak yang kamu mampu dari kalangan mereka dengan suara kamu (wahai setan).” (QS Al-Isra’ : 64).

Para ulama dari kalangan sahabat sebagaimana dinukil dalam tafsir Ibnu Katsir menafsirkan “Suara kamu/suara setan” maksudnya adalah “Nyanyian dan alat musik .”

Kemudian dalil dari hadits sabda Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ،

Akan datang pada umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamr (minuman keras) dan alat musik.” (Hadits riwayat Bukhari 5268 dinukil dalam Fathul Bari : 10/51).

3. Menampakkan Aurat

Allah ta’ala berfirman:

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ

Katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada : suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan sesama mereka.” (QS. An-Nur: 31)

Dan masih banyak kemungkaran kemungkaran lainnya yang akan sangat panjang jika disebutkan semua di sini. Namun yang sebagian ini mencukupi bagi orang yang berniat mencari kebenaran. Maka tidak selayaknya kita mengidolakan, meniru atau menyaksikan ataupun mendukung tontonan tontonan seperti ini.

Semoga bermanfaat pembahasan tentang hukum mengidolakan artis Korea dalam Islam ini.

Wallahu a’lam.


Pertanyaan 1 dijawab oleh:
Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA. حفظه الله
Kamis, 22 Sya’ban 1441 H/ 16 April 2020 M

Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA. حفظه الله
Beliau adalah Pengasuh Yayasan Ibnu Unib Cianjur dan website cianjurkotasantri.com
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA.حفظه الله  


Pertanyaan 2 dijawab oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA. حفظه الله
Rabu10 Jumadil Awwal 1443 H/1Desember 2021 M

Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله

Baca selengkapnya: https://bimbinganislam.com/hukum-mengidolakan-artis-korea-dalam-islam/

Kemuliaan Memperbanyak Sujud

Kemuliaan Memperbanyak Sujud


عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ وَيُقَالُ: أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُوْدِ، فَإِنَّكَ لَنْ تَسْجُدَ للهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيْئَةً. »

Dari Abu Abdullah, ada juga yang mengatakan Abu Abdurrahman Tsauban, mantan budak Rasulullah (ﷺ) ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda,

“Hendaklah kamu memperbanyak sujud, sesungguhnya tidaklah engkau bersujud walau hanya sekali kepada Allah, kecuali Dia akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dirimu satu kesalahan.” (HR. Muslim, no. 488).


Faedah Hadist

Hadist ini memberikan faedah-faedah berharga, di antaranya;

1. Keutamaan dan kemuliaan memperbanyak shalat khususnya shalat sunnah. Itulah maksud memperbanyak sujud. Mengenai keutamaan amalan sunnah disebutkan dalam hadits qudsi,

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا

Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku pun mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, tangan yang ia gunakan untuk menyentuh, dan kaki yang ia gunakan untuk berjalan akan Aku beri taufik” (HR. Al Bukhari no. 6502).

2. Keutamaan posisi sujud karena sujud merupakan amalan yang menampakkan tingginya ketundukan seseorang pada Allah Ta’ala. Ketika sujud, hamba meletakkan anggota tubuhnya yang paling mulia ke tanah untuk dihadapkan pada Allah, Rabb semesta alam.

3. Rasulullah (ﷺ) menjelaskan pahala orang yang memperbanyak sujud akan mendapat dua keutamaan yang besar:

• Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya setiap kali sujud, baik derajat di sisi-Nya maupun di mata sesama manusia, begitu pula setiap kali mengerjakan amal shalih, Allah Ta’ala akan mengangkat satu derajat.

• Allah Ta’ala akan menghapuskan satu kesalahan, seseorang itu akan mendapatkan kesempurnaan dengan terhindarnya sesuatu yang ia tidak senangi dan meraih yang ia cintai, mencintai derajat yang tinggi dan membenci setiap kesalahan, jika keduanya telah didapatkan tentunya telah meraih apa yang dicita-citakan dan terhindar dari yang ia khawatirkan.

4. Petunjuk berharga tentang semangatnya Rasul mengajarkan amalan saleh dan kebajikan serta menjelaskan fadilah dan kemuliaannya kepada para sahabat.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Referensi Utama: Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Shalih al Utsaimin, & Kitab Bahjatun Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy.

Keutamaan Memperbanyak Shalawat di Hari Jum’at

Keutamaan Memperbanyak Shalawat di Hari Jum’at.

Amalan memperbanyak shalawat di hari jum’at juga mungkin banyak dilalaikan oleh kamu muslimin atau mungkin belum diketahui. Amalan tersebut adalah shalawat kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita sampai melalaikan amalan ini.

Keutamaan Bershalawat Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ أَوْ سَأَلَ لِي الوَسِيْلَةَ حَقَّتْ عَلَيْهِ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa bershalawat kepadaku atau meminta agar aku mendapatkan wasilah, maka dia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat nanti.” (Hadits ini terdapat dalam Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabiy no. 50, Isma’il bin Ishaq Al Jahdiy. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim no. 408)

Keutamaan Memperbanyak Shalawat di Hari Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Hadits ini hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-)

Amalkanlah Shalawat Berikut

Di antara shalawat yang dianjurkan yang dapat kita amalkan adalah:[1] Dari Zaid bin Abdullah berkata bahwa sesungguhnya mereka dianjurkan mengucapkan,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi. [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi]” (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 60. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)[2] Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, beliau mengatakan,

“Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahu bagaimana kami mengucapkan salam padamu. Lalu bagaimana kami bershalawat padamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah,

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia] (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 56. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa sanad hadits ini shohih)[3] Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita mengamalkan shalawat yang sebenarnya tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi mengandung kesyirikan semacam shalawat nariyah. Butuh pembahasan tersendiri untuk membahas shalawat nariyah ini.

Penutup

Saudaraku, perbanyaklah shalawat di hari Jum’at. Ingatlah, makna shalawat adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Abul ‘Aliyah,

صَلاَةُ اللَّهِ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلاَئِكَةِ

“Shalawat Allah adalah pujian-Nya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para malaikat.” (HR. Bukhari no. 10)

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna shalawat dari Allah adalah rahmat, dari malaikat adalah istigfar (mohon ampunan) dan dari manusia adalah do’a. Namun makna shalawat dari Allah yang lebih tepat adalah sebagaimana perkataan Abul ‘Aliyah di atas sebagaimana yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’ dan Syarh Bulughul Marom.

Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mengamalkannya. Semoga Allah selalu memberi kita ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Bantu Orang Susah Dan Menutupi Aib

Bantu Orang Susah Dan Menutupi Aib 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا, نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ , وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ, يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 2699]

Faedah Hadits

  1. Hadits ini berisi ilmu, kaedah, dan adab, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi. Lalu Ibnu ‘Allan menambahkan, “Hadits ini juga berisi fadilah, faedah, dan hukum.”
  2. Menyelesaikan masalah orang yang susah bisa jadi dengan harta seperti menyelesaikan masalah utang.
  3. Hadits ini juga jadi anjuran untuk memberikan kemudahan bagi orang yang susah. Misalnya, memberi tenggang waktu bagi yang berutang, atau menghapuskan seluruh utangnya, atau menghapus sebagian utangnya, atau memberinya untuk menghilangkan kesulitan. Memberikan kemudahan di sini merupakan bagian dari menyelesaikan masalah orang yang susah.
  4. Jika ada aib yang tidak dikenal di hadapan manusia lainnya, maka hendaklah yang berbuat maksiat ini dinasihati. Adapun untuk aib yang dilihat langsung, maka segera untuk diingkari sesuai kemampuan.
  5. Orang yang sudah dikenal kefasikan atau maksiatnya, maka boleh dibongkar aibnya dan tidak ditutupi.
  6. Hendaklah membantu saudara muslim dalam urusan dunia dan akhirat, baik dengan bantuan harta atau bisa pula karena kita punya kedudukan.
  7. Al-jaza’ min jinsil ‘amal, artinya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatan.     Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kesepuluh.