Ucapan Selamat Natal Menurut Madzhab Syafi'i

Ucapan Selamat Natal Menurut Madzhab Syafi'i 

Asy-Syarbini (wafat 977 H) –rahimahullah-, salah seorang ulama besar Madzhab Syafi’i mengatakan:

“Dan diberi hukuman ta’zir*, seorang yang mengikuti orang-orang kafir dalam merayakan hari raya mereka. Begitu pula orang yang memberikan ucapan selamat kepada seorang kafir dzimmi di hari rayanya” (Mughnil Muhtaj, Asy-Syarbini, 5/526).

Hal senada juga disebutkan dalam banyak kitab syafi’iyyah lainnya, diantaranya: Al-Iqna’ fi halli Alfazhi Abi Syuja’ (2/526), Asnal Matholib (4/162), Tuhfatul Muhtaj (9/181), Hasyiata Qolyubi wa Amiroh (4/206), Annajmul Wahhaj (9/244).

Bahkan lebih tegas lagi Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 982 H) –rahimahullah– mengatakan: “Kemudian aku lihat ada sebagian para imam kami yang muta’akhirin telah menyebutkan keterangan yang sesuai dengan apa yang telah kusebutkan, dia mengatakan:

‘Diantara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya – hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi –shallallahu alaihi wasallam– telah bersabda: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka‘.

Bahkan Ibnul Hajj mengatakan: ‘Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut’” (Fatawa Fiqhiyyah Kubra, Ibnu Hajar Al-Haitami, 4/239).

Mungkin sebagian dari mereka beranggapan bahwa dengan mengucapkan selamat untuk hari raya mereka akan menjadikan mereka tertarik untuk masuk Islam. Tapi tidakkah mereka mengingat Firman Allah ta’ala (yang artinya):

Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani TIDAK AKAN rela kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka“. (QS. Al Baqoroh: 120).

Begitu pula firmanNya (yang artinya):

Orang-orang kafir akan TERUS memerangi kalian hingga mereka menjadikan kalian keluar dari agama kalian” (QS. Al Baqoroh: 217).

Jika mereka ingin umat lain masuk Islam, maka hendaklah mereka mendakwahi mereka dengan sesuatu yang dibenarkan oleh syariat, misalnya dengan akhlak mulia dan dakwah yang penuh hikmah. Ingatlah tujuan yang mulia haruslah ditempuh dengan jalan yang mulia pula. Wallohu a’lam.

*) ta’zir adalah hukuman yang diberikan waliyul amr dalam rangka untuk memberi efek jera, terhadap perbuatan yang melanggar syariat namun tidak ditentukan hukuman dan kafarah-nya dari syariat, karena melihat adanya maslahah, dan jenis hukumannya ditentukan berdasarkan ijtihad hakim.

Nasehat Bagi Yang Sulit Jodoh

Nasehat Bagi Yang Sulit Jodoh 

Bagi anda yang sudah ingin nikah namun sulit untuk menikah atau sulit untuk menemukan calon pasangan idaman, maka renungkan dan perhatikanlah beberapa nasehat ringkas berikut ini:

1. Luruskan niat, menikah untuk mencari rida Allah

Karena menikah adalah ibadah dan perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menikah dalam firnan-Nya,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 32).

Dalam ayat di atas menggunakan kata وَأَنْكِحُوا (nikahkanlah) yang merupakan fi’il amr (kata perintah).

Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam juga memerintahkan kita untuk menikah, beliau bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya” (HR. Bukhari no. 5056, Muslim no. 1400).

Dalam hadis di atas juga digunakan fi’il amr فَلْيَتَزَوَّجْ (menikahlah).

Maka jika niat sudah benar, apapun kekurangan yang ada pada calon pasanganmu, maka bersikap longgarlah, selama ia adalah orang yang mau diajak bersama-sama mencari rida Allah.

2. Sulit jodoh itu adalah musibah, dan musibah terjadi karena maksiat, maka banyak-banyaklah bertaubat kepada Allah dari semua maksiat.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30).

Akuilah semua dosa-dosa dan kesalahanmu selama ini, baik yang kecil-kecilan apalagi dosa yang besar. Tinggalkan itu semua dan sesalilah. Bertaubatlah kepada Allah. Semoga Allah angkat musibah darimu.

Jauhi juga maksiat-maksiat dalam proses mencari pasangan seperti:

  • pacaran,
  • berdua-duaan,
  • chatting dengan lawan jenis tanpa kebutuhan,
  • flirting/ rayu-merayu padahal belum halal,
  • melihat-lihat foto para akhwat
  • berbohong dan menipu demi tampil baik dihadapan calon pasangan,
  • merusak rumah tangga orang lain,
  • dan lain-lain,

karena ini hanya akan menambah musibahmu.

Orang yang banyak bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah, akan diberikan kemudahan dalam memperoleh keturunan dan jodoh tentunya. Karena tidaklah orang memiliki keturunan kecuali ia menikah terlebih dahulu. Allah ta’ala berfirman,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

“Aku mengatakan: beristighfarlah kepada Rabb kalian, karena ia Maha Pengampun. Ia akan mengirimkan hujan yang melimpah melalui langit kepada kalian. Dan Ia akan memberikan harta serta anak-anak kepada kalian, serta menumbuhkan kebun-kebun kalian dan mengalirkan sungai-sungai kalian” (QS. Nuh: 10-12).

3. Sulit jodoh adalah masalah. Allah menjanjikan jalan keluar dari masalah, bagi orang yang bertakwa.

Allah ta’ala berfirman,

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar baginya. Dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia duga” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Dijelaskan dengan indah oleh Ibnu Abi Izz Al-Hanafi rahimahullah,

فقد ضمن الله للمتقين أن يجعل لهم مخرجا مما يضيق على الناس، وأن يرزقهم من حيث لا يحتسبون، فإذا لم يحصل ذلك دل على أن في التقوى خللا، فليستغفر الله وليتب إليه

“Allah ta’ala menjamin bagi orang-orang bertakwa bahwa Ia akan memberikan jalan keluar dari perkara yang menyulitkannya dalam hubungan terhadap manusia. Dan Allah menjamin bahwa Ia akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Jika itu belum terjadi, maka ini menunjukkan bahwa dalam ketakwaannya masih ada cacat. Maka hendaknya ia meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadanya” (Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah dengan ta’liq Syaikh Yasin Abul Abbas Al-Adeni hal. 333-334).

Maka bagi yang punya masalah dan solusi belum kunjung datang, coba renungkan,

  • mungkin akidahmu belum lurus,
  • mungkin shalatmu belum benar,
  • mungkin belajar agamamu masih kurang semangat,
  • mungkin zikirmu belum banyak,
  • mungkin menutup auratmu belum sempurna,
  • mungkin baktimu kepada orang tua masih kurang,
  • mungkin sedekahmu kurang banyak,
  • mungkin lisanmu masih suka offside, dan
  • mungkin semua yang kau lakukan di atas masih kurang ikhlas.

4. Utamakan sisi agama, perkara lain bersikap longgarlah!

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).

Dari Abu Hatim Al Muzanni radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi” (HR. Tirmidzi no.1085. Al-Albani berkata dalam Shahih At-Tirmidzi bahwa hadis ini hasan lighairihi).

Carilah pasangan yang shalih atau shalihah, yang mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mau tunduk kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Itulah yang utama. Andaipun ada kekurangan dalam hal lain:

  • kurang ganteng / cantik,
  • kurang pintar,
  • kurang kaya,
  • kurang besar gajinya,
  • kurang modis,
  • kurang kurus,
  • kurang gemuk,
  • dan lainnya,

maka bersikap longgarlah. Sebab semua hal-hal ini pun kelak akan sirna juga. Namun apa yang diniatkan untuk Allah ta’ala, akan senantiasa abadi. Allah ta’ala berfirman,

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ

“Apa yang ada pada kalian akan sirna. Dan apa yang ada di sisi Allah akan abadi” (QS. An-Nahl: 96).

Boleh saja mempertimbangkan hal-hal di atas, namun jangan jadikan patokan utama sehingga membuatmu menjauh dari calon pasangan yang shalih atau shalihah.


Jika Sudah Memberi Jangan Diminta Kembali


Jika Sudah Memberi Jangan Diminta Kembali 

Merupakan tindakan yang terpuji ketika seseorang berusaha tidak membiarkan makanan atau minuman tersisa dan terbuang mubazir begitu saja.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا ٢٦ إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (al-Isra: 26—27)

Sampai-sampai ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam menemukan satu butir kurma, beliau mengambilnya sembari mengatakan,

لَوْلاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الصَّدَقَةِ لَأَكَلْتُهَا

“Sekiranya aku tidak khawatir ini adalah makanan sedekah, pasti sudah aku makan.” (HR. al-Bukhari no. 2431)

Beliau bersabda pula,

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا، فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Jika ada makanan kalian yang jatuh, ambillah. Bersihkanlah kotoran yang ada padanya dan makanlah. Jangan dibiarkan untuk setan.” (HR. Muslim no. 2033 dari sahabat Jabir radhiallahu anhu)

Sahabat Jabir radhiallahu anhu mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِلَعْقِ الْأَصَابِعِ وَالصَّحْفَةِ، وَقَالَ: إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menjilat jari dan nampan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui, yang mana makanan kalian yang berkah.” (HR. Muslim no. 2033)

Ketika seseorang membeli dan memberikan makanan untuk orang lain, kemudian ikut membantu menghabiskannya karena porsinya terlalu banyak, berarti dia telah menyelamatkan makanan tersebut sehingga tidak terbuang sia-sia. Perbuatan tersebut tidak termasuk yang dicela dalam hadits,

الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ، كَالْكَلْبِ يَقِيءُ، ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

“Orang yang mengambil kembali hibahnya seperti anjing yang muntah lalu memakan kembali muntahnya.” (HR. al-Bukhari no. 2589 dan Muslim no. 1564 dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma)

Pemberian berupa hibah berbeda dengan pemberian berupa makanan. Hibah biasanya pemberian harta berupa barang berharga atau bermanfaat secara cuma-cuma, seperti rumah, kendaraan, kitab, tanah, dan. Sebagai contoh, sahabat Umar radhiallahu anhu pernah menghibahkan kuda perang kepada seseorang. Karena tidak terurus, beliau ingin mengambilnya kembali dengan cara dibeli. Akan tetapi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarangnya sebagaimana larangan dalam hadits di atas. (HR. al-Bukhari dan Muslim no. 1620)

Ayah sahabat an-Nu’man bin Bashir radhiallahu anhuma ingin menghibahkan kebun atau batang kurma kepada beliau. Akan tetapi, karena anaknya yang lain tidak diberi hibah yang sama, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak merelakannya. Akhirnya hibah tersebut ditangguhkan atau dibatalkan. (HR. al-Bukhari no. 2586 dan Muslim no. 1623)

Wallahu a’lam bish-shawab.

BERLINDUNG DARI KEJAHATAN MAKHLUK

BERLINDUNG DARI KEJAHATAN MAKHLUK

Dalam surat Al-Falaq disebutkan bahwa kita berlindung dari kejahatan makhluk.

Seperti disebutkan sebelumnya oleh Jalaluddin Al-Mahalli,

{ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ } مِنْ حَيَوَانٍ مُكَلَّفٍ وَغَيْرِ مُكَلَّفٍ وَجَمَادٍ كَالسَّمِّ وَغَيْرِ ذَلِكَ .

“(dari kejahatan makhluk-Nya), yaitu dari kejahatan makhluk hidup yang berakal dan yang tidak berakal, serta dari kejahatan benda mati seperti racun dan sebagainya.”

Kita dapat menarik kesimpulan bahwa kejahatan makhluk bisa jadi berasal dari: (a) manusia dan jin yang mukallaf (dibebankan syariat), (b) hewan yang tidak dibebankan syariat, (c) benda mati seperti racun yang bisa memberi dampak bahaya.

Secara umum, ayat ini berarti kita meminta perlindungan kepada Allah dari segala keburukan makhluk. Namun, hal ini bukan berarti semua makhluk itu jelek. Ada surga yang tidak ada keburukan di dalamnya sama sekali. Ada para malaikat dan para nabi yang hanya memiliki kebaikan saja.

Kita dapat katakan bahwa meminta perlindungan di sini adalah dari keburukan makhluk yang bisa bertindak buruk. Ini berlaku untuk segala kejelekan di dunia dan akhirat. Misal dari hal ini adalah keburukan manusia dan jin, keburukan hewan buas dan binatang pengganggu, kejelekan api, dan kejelekan dari cuaca.

Khalwah binti Hakim As-Sulamiyyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. لَمْ يَضُرَّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

Barangsiapa yang singgah di suatu tempat lantas ia mengucapkan ‘A’UDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ (artinya: Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang Maha sempurna dari kejahatan setiap makhluk)’, maka tidak ada sama sekali yang dapat memudaratkannya sampai ia berpindah dari tempat tersebut.” (HR. Muslim no. 2708).

Setelah menyebutkan kejahatan atau kejelekan secara umum pada ayat “MIN SYARRI MAA KHOLAQ”, kemudian disebutkan rinciannya pada ayat selanjutnya, yaitu:

  1. ghasiq (kegelapan malam),
  2. an-naffaatsaat (sihir),
  3. al-haasid (orang yang hasad).

Karena ketiga hal ini kejelekannya amat berbahaya. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 697.

GELAP MALAM ADA KEJAHATAN, JAGALAH ANAK KITA

Ingat, setan itu menyebar pada malam hari. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ – أَوْ أَمْسَيْتُمْ – فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الأَبْوَابَ ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

Apabila datang gelap malam (sore hari), maka halangilah anak-anakmu dari keluar rumah karena setan ketika itu berkeliaran. Jika telah berlalu sesaat dari waktu malam (waktu Isya), maka lepaskanlah mereka lagi. Hendaklah kalian menutup pintu dan berdzikir kepada Allah karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup.” (HR. Bukhari, no. 3304 dan Muslim, no. 2012)

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Begitu pula binatang pengganggu, hewan buas akan keluar dari tempat tinggalnya pada malam hari. Yang ingin berbuat buruk dan jahat keluar juga ketika datang malam.” (At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 692)

Arti GHOOSIQIN IDZA WAQAB telah dijelaskan oleh Jalaluddin Al-Mahalli dalam Tafsir Al-Jalalain,

{ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ } أَيْ اللَّيْلُ إِذَا أَظْلَمَ ، أَوِ القَمَرُ إِذَا غَابَ

(dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita), artinya kejahatan malam hari apabila telah gelap, dan dari kejahatan waktu purnama apabila telah terbenam.

Semoga bermanfaat.

Keutamaan Waktu Ba’da Ashar Hari Jumat

Keutamaan Waktu Ba’da Ashar Hari Jumat

Ya Allah, tabahkanlah saudara-saudara mujahidin kami di Palestina, khususnya di Gaza, dan jagalah darah mereka. Ya Allah, hukumlah orang-orang Yahudi yang terkutuk, dan turunkan murka-Mu kepada mereka. Ya Allah, dukunglah agamamu, kitabmu, dan Sunnah Nabi-Mu Muhammad, semoga Engkau memberkahi dan memberi kedamaian kepadanya.

Salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah ba’da ashar di hari Jumat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

‘Pada hari Jum’at terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah ‘Ashar.’[HR. Abu Dawud]

Iman Ahmad rahimahullah menjelaskan bahwa waktu mustajab itu adalah ba’da ashar, beliau berkata,

قال الإمام أحمد : أكثر الأحاديث في الساعة التي تُرجى فيها إجابة الدعوة : أنها بعد صلاة العصر ، وتُرجى بعد زوال الشمس . ونقله عنه الترمذي

“Kebanyakan hadits mengenai waktu yang diharapkan terkabulnya doa adalah ba’da ashar dan setelah matahari bergeser (waktu shalat jumat).” [Lihat Fatwa Sual Wal Jawab no.112165]

Ibnul Qayyim berkata,

وهذه الساعة هي آخر ساعة بعد العصر، يُعَظِّمُها جميع أهل الملل

“Waktu ini ini adalah akhir waktu ashar dan diagungkan oleh semua orang yang beragama” [Zadul Ma’ad 1/384]

Bagaimana maksud ba’da ashar tersebut? Berikut penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah. Beliau berkata,

فمن أراد أن يتحرى وقت الإجابة بعد العصر يوم الجمعة : فلذلك صور متعددة ، منها:

١. أن يبقى بعد صلاة العصر لا يخرج من المسجد يدعو ، ويتأكد ذلك منه في آخر ساعة من العصر ، وهذه أعلى المنازل

وكان سعيد بن جبير إذا صلى العصر لم يكلم أحداً حتى تغرب الشمس

٢. أن يذهب إلى المسجد قبل المغرب بزمن ، فيصلي تحية المسجد ، ويدعو إلى آخر ساعة من العصر ، وهذه أوسط المنازل

٣. أن يجلس في مجلس – في بيته أو غيره – يدعو ربه تعالى في آخر ساعة من العصر ، وهذه أدنى المنازل

Bagi yang menginginkan mencari waktu mustajab setelah Ashar hari jumat, ada beberapa cara:

  1. Tetap tinggal di masjid setelah shalat ashar, tidak keluar dari masjid dan berdoa. Ditekankan ketika akhir waktu ahsar (menjelang magrib), ini adalah kedudukan tertinggi.
    Said bin Jubair jika shalat ashar tidaklah berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari.
  2. Ia berangkat ke masjid menjelang magrib kemudian shalat tahiyatul masjid, berdoa sampai akhir waktu ashar ini adalah kedudukan pertengahan.
  3. Ia duduk ditempatnya –rumah atau yang lain- berdoa kepada Rabb-nya sampai akhir waktu ashar. Ini adalah kedudukan terendah. [Fatwa Sual Wal Jawab no.112165]

Perhatikan bagaimana semangat para salaf dahulu memanfaatkan berkahnya waktu ba’da ashar di hari Jumat.

Ibnul Qayyim berkata,

كان سعيد بن جبير إذا صلى العصر، لم يكلم أحدًا حتى تغرب الشمس – يعني كان منشغلا بالدعاء

“Dahulu Sa’id bin Jubair apabila telah shalat ashar, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (magrib) karena sibuk dengan berdoa.” [Zadul Ma’ad 1/384]

كان طاووس بن كيسان إذا صلى العصر يوم الجمعة، استقبل القبلة، ولم يكلم أحدًا حتى تغرب الشمس

“Dahulu Thawus bin Kaisan jika shalat ashar pada hari Jumat menghadap kiblat, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (magrib).” [Tarikh Waasith]

CATATAN: Hal ini juga bisa dilakukan oleh wanita di rumahnya, setelah shalat ashar wanita berdoa dan berharap dimustajabkan. Demikian juga orang yang terhalangi untuk shalat ashar di masjid seperti dengan sakit atau ada udzur lainnya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

ظاهر الأحاديث الإطلاق ، وأن من دعا في وقت الاستجابة : يُرجى له أن يجاب في آخر ساعة من يوم الجمعة ، يُرجى له أن يجاب ، ولكن إذا كان ينتظر الصلاة في المسجد الذي يريد فيه صلاة المغرب : فهذا أحرى ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (وَهُوَ قَائِمٌ يُصّلِّي) – رواه البخاري – ، والمنتظر في حكم المصلي ، فيكون في محل الصلاة أرجى لإجابته ، فالذي ينتظر الصلاة في حكم المصلين ، وإذا كان مريضاً وفعل في بيته ذلك : فلا بأس ، أو المرأة في بيتها كذلك تجلس تنتظر صلاة المغرب في مصلاها ، أو المريض في مصلاه ويدعو في عصر الجمعة يرجى له الإجابة ، هذا هو المشروع ، إذا أراد الدعاء يقصد المسجد الذي يريد فيه صلاة المغرب مبكراً فيجلس ينتظر الصلاة ، ويدعو

“Dzahir hadits adalah mutlak yaitu barangsiapa yang berdoa di waktu musjatab pada akhir hari jumat (yaitu menjelang magrib, karena akhir hari dalam hijriyah adalah magrib). Diharapkan bisa dkabulkan, akan tetapi jika ia menunggu shalat di masjid tempat shalat magrib, ini lebih hati-hati karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘ia menegakkan shalat’. Orang yang menunggu sebagaimana kedudukan orang yang shalat maka dalam keadaan shalat lebih diharapkan mustajab. Orang yang menunggu shalat sebagaimana orang shalat. Jika ia sakit bisa dilakukan di rumahnya , tidak mengapa. Atau wanita yang menunggu shalat magrib di mushallanya (tempat shalat di rumah), atau yang sakit di mushallanya berdoa di waktu ashar dan berharap mustajab. Jika ia ingin, menuju masjid tempat ia ingin shalat magrib lebih awal, duduk menunggu shalat dan berdoa.” [ Majmu’ Fatawa bin Baz 30/270]

Demikian semoga bermanfaat.

Larangan Menggunakan Atribut Natal

Larangan Menggunakan Atribut Natal 

Saudaraku, jangan engkau memakai atribut agama lainnya berupa lambang atau atribut khas mereka. Kita dapati menjelang natal, para pegawai disuruh atau bahkan bisa jadi dipaksa oleh atasannya memakai topi natal atau artibut natal seperti baju sinterklas dan lain-lainya

“Kematian datang kapan saja, tidak bisa dibayangkan kematian datang dalam keadaan memakai atribut agama selain Islam”

Perhatikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat Adi bin Hatim untuk membuang atribut agama lain berupa salib dari emas dan memerintahkan agar jangan memakainya.

Beliau berkata ,

يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ

“Wahai ‘Adi buang berhala yang ada di lehermu.” (HR. Tirmidzi, hasan)


Sahabat Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu mengingatkan kita agar menjauhi perayaan hari raya orang kafir. Jika mendekat saja saat itu dilarang, bagaimana dengan memakai atribut agama mereka dan  memberi selamat? Tentu juga dilarang (saat itu ucapan selamat harus mendatangi, tidak bisa jarak jauh dengan bantuan alat komunikasi). Beliau berkata,

اجتنبوا أعداء الله في عيدهم

“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” [HR. Baihaqi]

Saudaraku, masalah aqidah adalah masalah penting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Toleransi itu hanya sebatas membiarkan dan tidak menganggu ibadah mereka, TIDAK IKUT merayakan dan meramaikan perayaan mereka.

Allah berfirman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6)

Saudaraku, jika anda dipaksa oleh atasan, maka jangan taati mereka. Anda bisa menjelaskan baik-baik pada atasan anda, bersama pegawai muslim lainnya (semoga bisa kompak apalagi suara anda mayoritas), agar menghadap dan menyampaikan pada atasan bahwa ini adalag masalah prinsip aqidah dasar anda yang tidak bisa ditawarkan. Sampaikan juga bahwa di negara lain tidak ada kaum muslimin memaksakan karyawan non-muslim untuk memakai atribut idul fitri atau atribut Islam ketika hari raya kaum muslimin. Terbukti hal ini cukup berhasil pada beberapa pengalaman orang yang mencobanya.

Tidak boleh kita mentaati makhluk untuk bermaksiat kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ

“Tidak boleh mentaati makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad, shahih)

Semoga Allah memudahkan urusan anda dalam hal ini. Aamiin.