Cahaya Pada Hari Kiamat, Dari Bekas Wudhu

Cahaya Pada Hari Kiamat, Dari Bekas Wudhu 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إن أمتي يدعون يوم القيامة غرا محجلين من آثار الوضوء فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل

“Sesungguhnya umatku pada hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan ghurran (cahaya yang ada di ubun-ubun), muhajjalin (cahaya yang ada di kaki dan tangan) dari bekas air wudhu. Maka barangsiapa di antara kalian yang ingin memanjangkan cahaya yang ada di ubun-ubunnya, hendaklah ia melakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ucapan ‘barangsiapa di antara kalian yang ingin memanjangkan cahaya yang ada di ubun-ubunnya, hendaklah ia melakukan’ terjadi perselisihan ulama apakah ini ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ataukah ini mudraj dari ucapan Abu Hurairah. Banyak ulama seperti Syaikh Albani Rahimahullah dan yang lainnya merajihkan bahwasanya ini adalah ucapan Abu Hurairah, bukan dari ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini karena adanya riwayat yang menunjukkan terpisah. Yaitu dalam riwayat Abu Awanah.

Disebutkan dalam riwayat tersebut setelah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ‘Sesungguhnya umatku nanti pada hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan  ubun-ubun, kaki dan tangan mereka bercahaya dari bekas air wudhu,’ lalu disitu dikatakan: “Abu Hurairah berkata…”

Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang berwudhu, dimana air wudhu yang kita senantiasa lakukan setiap kali berwudhu hendak shalat itu pada hari kiamat nanti akan menjadi putih. Sehingga dengan itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bisa mengenali umatnya. Ini keistimewaan yang besar bagi mereka yang menjaga wudhunya.

Maka dari itu saudaraku, jangan kita sia-siakan keistimewaan wudhu yang besar ini. Agar dengan cara seperti itu kita bisa dikenali oleh Rasul kita yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Adapun memanjangkan usapan wudhu, pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama. Yaitu bahwa tidak disunnahkan mencuci melebihi siku-siku dan mata kaki.

HADITS KE-177

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi pekuburan, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم عن قريب لاحقون وددت أنا قد رأينا إخواننا

“As-Salam atas kalian negeri kaum mukminin, dan sesungguhnya kami InsyaAllah akan menyusul kalian dalam waktu yang dekat. Aku ingin sekali bisa melihat teman-teman kami.”

Mendengar ini para sahabat berkata: “Bukankah kami teman-temanmu, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أنتم أصحابي وإخواننا الذين لم يأتوا بعد

“Kalian para sahabatku, saudara-saudara kita itu yang akan datang nanti.”

Mereka berkata: “Bagaimana engkau mengenali orang yang akan datang nanti, wahai Rasulullah dari umatmu itu?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bresabda:

أرأيت لو أن رجلا له خيل غر محجلة بين ظهري خيل دهم بهم ألا يعرف خيله

“Bagaimana pendapatmu kalau ada seorang laki-laki memiliki seekor kuda yang ubun-ubunnya putih dan kaki-kakinya juga putih di tengah-tengah kuda-kuda yang semuanya hitam, kira-kira dia mengenal atau tidak?”

Para sahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah, dia akan mengenalnya.” Maka Rasulullah bersabda:

فإنهم يأتون غرا محجلين من الوضوء وأنا فرطهم على الحوض

“Sesungguhnya kelak mereka akan datang dalam keadaan ubun-ubun, kaki dan tangan mereka bercahaya karena bekas air wudhu, dan aku mendahului mereka ke telaga haudh.” (HR. Muslim dan yang lainnya)

ZIARAH KUBUR

Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berziarah kubur. Ini menunjukkan kita dianjurkan untuk ziarah kubur. Tadinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang ziarah kubur karena waktu itu banyak para sahabat yang baru masuk Islam. Sehingga dikhawatirkan sisa-sisa jahiliyah itu berpindah, yaitu mengagungkan kuburan. Namun ketika para sahabat telah kokoh akidah-akidah mereka dan sudah paham, maka Rasulullah pun menyuruh mereka untuk ziarah kubur. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا

“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, adapun sekarang berziarah kuburlah.” (HR. Hakim)

Subhanallah, ketika illatnya hilang (yaitu takut kuburan diagungkan selain Allah), maka Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk berziarah kubur. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tujuan ziarah kubur yaitu untuk mendoakan dan mengingat akhirat. Adapun jika tujuannya untuk ngalap berkah, maka ini perbuatan yang tidak pernah dilakukan para sahabat, tidak pula para tabi’in. Tidak ada satupun sahabat yang datang untuk ngalap berkah ke kuburan Rasulullah, kecuali dalam riwayat yang palsu.

Kalau itu benar, tentu Nabi akan mengizinkannya. Akan tetapi ternyata Nabi tidak pernah melakukannya, bahkan Nabi mengingkari sebagian sahabat yang baru masuk Islam yang minta dibuatkan untuk mereka dzatu anwath dalam rangka untuk tabarruk (ngalap berkah).

Demikianlah orang yang baru masuk Islam, masih tersisa padanya pemikiran-pemikiran jahiliyah. Maka orang yang baru masuk Islam atau yang baru hijrah, jangan disuruh ceramah. Tapi perintahkan untuk menuntut ilmu, duduk di majelis taklim, agar paham dulu tentang hakikat Islam.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah memerintahkan untuk ngalap berkah kepada kuburan Hamzah bin Abdul Muthalib, tidak pula ngalap berkah kepada kuburan para sahabat lain yang meninggal saat itu yang mereka semua wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tujuan ziarah kubur untuk ngalap berkah sama sekali tidak ditunjukkan oleh dalil.

Sebagian orang ketika ziarah kubur adalah untuk beribadah di kuburan. Ada yang shalat di sisi kuburan, ada yang membaca Al-Qur’an di sisi kuburan. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah melakukan itu, kecuali dalam riwayat-riwayat yang sangat lemah bahkan palsu.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika ditanya oleh ‘Aisyah: “Wahai Rasulullah, kalau aku ziarah kubur apa yang harus aku lakukan/ucapkan?” Maka Rasulullah hanya mengajarkan doa saja, ucapkan:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ،و إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ

“Semoga keselamatan bagi kalian penghuni kuburan dari kaum mukminin dan kaum muslimin, dan sesungguhnya kami insyaAllah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah untuk kami dan untuk kalian keselamatan, semoga Allah merahmati orang yang telah mati diantara kita dan orang yang masih hidup.” (HR. Muslim)

Faedah Menikah Diusia Muda

Faedah Menikah Diusia Muda 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Menikah di usia muda, siapa takut?

Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –hafizhohullah– yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”1

Hal ini menunjukkan bahwa anak memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.2 Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa menikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang, maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa menikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“ Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

-Demikian penjelasan dari Syaikh Sholih Al Fauzan-

Sumber: http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=698

Semoga Allah memudahkan para pemuda untuk mewujudkan hal ini dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan mudhorot (bahaya). Jika ingin segera menikah dan sudah merasa mampu dalam menafkahi istri, maka lobilah orang tua dengan cara yang baik. Semoga Allah mudahkan.

Footnote:

1 HR. Muslim no. 1631, dari Abu Hurairah.

2 Shahih: HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai.