Bimbinglah Keluargamu Menunaikan Shalat

Bimbinglah Keluargamu Menunaikan Shalat

Khutbah Pertama:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوَى، وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدَى، وَالَّذِيْ أَخْرَجَ المَرْعَى، فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى، رَبِّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكِهِ وَمُدَبِّرِهِ وَمُصَرِّفِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا نِدَّ وَلَا شَبِيْهَ وَلَا نَظِيْرَ وَلَا مَثِيْلَ، وَهُوَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ بَيْنَ يَدَيَّ السَّاعَةِ بِالْحَقِّ لِيَكُوْنَ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، وَهِدَايَةً لِلْغَاوِيْنَ، وَحُجَّةً عَلَى المُعَانِدِيْنَ، فَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنِ، وَعَلى المُقْتَدِيْنَ بِهِ وَبِهِمْ إِلَى يَوْمِ الجَزَاءِ وَالمَصِيْرِ.
أَمَّا بَعْدُ،:


Ibadallah,
Sebuah perintah ilahi dan arahan Rabbani yang agung. tetapi disikapi oleh kebanyakan manusia dengan mengabaikannya. Perintah tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhir Surah Thaha.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ


“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha:132).

Ini merupakan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabinya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan apapun yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti itu juga sekaligus perintah bagi ummatnya selama belum ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah ini, tidak ada yang dalil yang menunjukkan pengkhususannya berdasarkan kesepakatan para Ulama. Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang tua untuk benar-benar memperhatikan anak-anak mereka, mengawasi mereka dengan pengawasan yang ketat dalam perkara shalat ini. Karena shalat adalah rukun yang terpenting setelah dua kalimat shahadat. Tentunya, ini dilakukan oleh orang tua setelah dia sendiri menjaga shalatnya dengan penuh perhatian, sabar dan terus berusaha sabar dalam melaksanakannya, hingga dia menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Kemudian setelah itu, dia mulai mengawasi, memberi semangat putra-putri mereka dalam menunaikan dan menjaga shalat tersebut, sebagaimana yang deperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ayat yang mulia di atas menunjukkan dua kedudukan penting yang harus direalisasikan:

Pertama: Maqam memperhatikan diri sendiri yang diwujudkan dengan menjaga shalat dan bersabar dalam melaksanakannya. Karena ada banyak hal di dunia ini yang bisa memalingkan dan menyibukkan orang dari malaksanakan dan menjaga shalat tepat pada waktunya. Ada yang terlalaikan oleh tidurnya, yang lain terkalahkan oleh rasa malas, yang lain lagi tersibukkan oleh permainan dan perbuatan sia-sia lainnya dan banyak lagi contohnya. Intinya, yang melalaikan itu sangatlah banyak sementara untuk menggapai maqam (kedudukan/peringkat) ini diperlukan kesabaran dan keseriusan agar bisa menjadi orang selalu melaksanakan shalat dan selalu menjaganya. Karena maqam ini memerlukan kontinuitas (kebersinambungan) tanpa ada rasa bosan dan lelah, maka tidak banyak orang yang bisa bertahan pada maqam ini. Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah saat menjelaskan hadits:

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلى اللهِ قَالَ: الصَّلاةُ عَلى وَقْتِها قَالَ: ثُمَّ أَيّ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوالِدَيْنِ


Amalan apakah yang paling disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ? Nabi bersabda, ‘Shalat pada waktunya.’ Shahabat bertanya, ‘Kemudian apa?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kemudian berbakti kepada orang tua.’
Beliau rahimahullah berkata, “… hanya saja kesabaran dalam menjaga shalat dan melaksanakannya tepat pada waktunya, juga kesabaran dalam menjaga bakti kepada orang tua merupakan perkara yang harus terus menerus dilakukan, dan tidak ada yang mampu bersabar dalam melakukannya kecuali orang-orang yang jujur dalam keimanannya.”

Kedua: Maqam memperhatian orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya seperti keluarga dan anak-anaknya. Maqam ini diwujudkan dengan mendidik mereka agar menjaga dan memperhatikan shalat, dan selalu memonitor mereka dalam permasalah yang agung ini.
Semakna dengan ayat yang mulia di atas yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud (di dalam Sunannya) dari hadist Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah besabda:

مُرُوا أوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka saat mereka berumur sepuluh tahun jika mereka meninggalkannya, serta pisahkan mereka (antara laki dan perempuan) ditempat tidur.” (HR. Ahmad dan Hakim).
Hadist di atas menunjukkan keharusan untuk melakukan pengawasan dan monitoring sejak usia dini dari kehidupan mereka. Semenjak umur tujuh tahun, anak-anak sudah diperintahkan, dianjurkan, serta dimotivasi untuk melaksanakan shalat, dan takala mereka berumur sepuluh tahun apabila mereka melalaikan (meremehkan), dan menyianyiakan shalat maka mereka hendaknya dipukul dengan pukulan yang mendidik bukan pukulan yang menyakiti.

Masalah shalat merupakan masalah yang sangat agung. Apabila kita lihat dan memperhatikan realita yang ada di rumah-rumah kebanyakan orang zaman ini, maka kita dapati kebanyakan orang tua lah yang melalaikan masalah ini. Para bapak meremehkan dan melalaikan shalat, sehingga mereka tidak bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam menjaga shalat. Akhirnya, orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang melalaikan dan meremehkan shalat, karena sesungguhnya anak-anak akan tumbuh dan berkembang berdasarkan contoh yang mereka dapatkan dari orang tua mereka.

Tindakan mengabaikan pendidikan shalat terhadap anak ini termasuk kejahatan yang tidak ada bandingannya. Tindakan jahat dalam masalah shalat ini merupakan kejahatan yang besar.
Perhatikanlah perkataan Imam Ibn Qayyim rahimahullah yang beliau rahimahullah khusus kepada orang tua dalam permasalahan ini. Beliau rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa melalaikan pendidikan anak, tidak mengajarkan mereka hal- hal yang bermamfaat baginya serta dia membiarkan anaknya begitu saja, maka sungguh dia telah berlaku sangat buruk pada anaknya. Dan kerusakan pada anak terjadi karena sebab kelalain orang tua mereka dalam mengajarkan kepada mereka hal-hal yang wajib di dalam agama ini dan hal-hal yang sunnah. Mereka (para orang tua-pent) menyianyiakan anak-anak mereka tatkala mereka masih kecil hingga mereka tidak mampu memberi mamfaat kepada diri mereka sendri, serta tidak akan pernah bisa memberi manfaat kepada orang tua mereka tatkala mereka dewasa.”

Ini merupakan situasi yang sangat penting (gawat) yang memerlukan kesungguhan, sebuah situasi yang mengharuskan orang tua memperhatikan dirinya peribadi terlebih dahulu kemudian memperhatikan orang yang berada dibawah tanggung jawabnya seperti keluarga dan anak-anaknya, mengajarkan mereka shalat, dan mengajak mereka untuk senantiasa menjaga shalat.
Untukmu Wahai anak-anak!
Wahai anak yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala! Apabila Allah memuliakanmu dengan memberikan kepadamu orang tua yang selalu memberikan perhatian kepadamu dalam permasalahan shalat, menganjurkan, serta memotivasimu, maka hati-hatilah jangan sampai kamu merasa direpotkan oleh orang tuamu; Janganlah engkau merasa marah karena pengawasannya padamu!

Demi Allah sesungguhnya orang tuamu itu sedang berusaha untuk menjauhkanmu dari murka Allah ‘Azza wa Jalla, dan berusaha untuk menghantarkan kamu kepada keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan ridha denganmu sampai kamu termasuk dari orang-orang yang melaksanakan dan menjaga shalatnya.
Perhatikanlah pujian Allah yang sangat harum kepada Nabi-Nya Ismail ‘alaihissallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا


“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” (QS. Maryam: 55).
Nabi Ismail ‘alaihissallam orang yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , karena dia melakukan segala sebab yang bisa mendatangkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla, dan diantara sebab yang paling agung adalah memperhatikan shalat dengan menjaga dan terus menjaganya, serta mengajarkan kepada keluarga kebiasaan menjaga shalat.

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya Muwattha dari Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya, bahwasanya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu melakukan qiyamul lail (shalat malam) sebanyak bilangan yang Allah ‘Azza wa Jalla kehendaki. Tatkala berada di akhir malam, beliau radhiyallahu ‘anhu membangunkan keluarganya untuk melakukan shalat. Beliau radhiyallahu ‘anhu membacakan kepada mereka firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ


“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِيْمَا سَمِعْتُمْ، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ.


Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ العَظِيْمِ الجَلِيْلِ، اَلْغَفُوْرِ الرَّحِيْمِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَاتَمِ رُسُلِهِ وَأَفْضَلِهِمْ، وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَتَمَمِ بِالتَّابِعِيْنَ لَهُ بِإِحْسَانٍ.
وَبَعْدُ، أَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ:
Kaum muslimin rahimakumullah,
Perhatikanlah dan renungilah keadan dan sikap para assalafus shalih radhiyallahu ‘anhum terhadap arahan agung dari Allah ‘Azza wa Jalla ini ! Kemudian, bandingkanlah realita keadaan ummat manusia yang cendrung melalaikan, menyia-nyiakan arahan ini, serta keengganan mereka untuk menunaikan kewajiban yang agung ini.

Alangkah perlunya kita dalam permasalahan ini untuk menjadi pribadi-pribadi yang menjaga shalatnya, kemudian mengawasi anak-anak kita dalam melaksanakannya!
Alangkah butuhnya kita untuk selalu memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar menjadikan kita dan anak-anak kita termasuk orang-orang yang melaksanakan dan selalu menjaga shalatnya.
Diantara doa yang paling agung dalam permasalah ini adalah doa Nabi Ibrahim ‘alaihissallam:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ


“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat! Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40).
Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar memberikan taufiq kepada kita dalam menjaga shalat, dan memperbaiki keadaan anak-anak kita, serta menjadikan kita dan mereka termasuk dari orang-orang yang mendirikan shalat.

اِعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ فَقَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى (إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ،اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ آمِناً مُطْمَئِنّاً وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا فِيْهِ القُوَّةَ وَالاِحْتِسَابَ العَمَلَ الصَالِحَ، اللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ، اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مِنْ فَضَائِلِهِ وَمَغَانِمِهِ مَا يَسَرْتَهُ لَنَا، اللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى صِيَامِهِ وَقِيَامِهِ وَحِفْظِ أَيَّامِهِ مِنَ الخَلَلِ وَالضَيَاعِ، (رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ)، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْهُمْ هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ بِطَانَتَهُمْ وَأَبْعَدْ عَنْهُمْ بِطَانَةً السُوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Oleh Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr
(Diadaptasi dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVII/1434H/2013M).

Kebahagiaan Mana Yang Ingin Anda Raih ?

Kebahagiaan Mana Yang Ingin Anda Raih ?

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ بَلَّغَ الرِسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ حَتَّى أَتَاهُ اليَقِيْنُ، وَمَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا تَرَكَ شَرّاً إِلَّا حَذَّرَ الْأُمَّةَ مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .أَمَّا بَعْدُ:

مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ. وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا: عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ رَجَاءَ ثَوَابَ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ.


Ibadallah,
Sebagian orang berkata, ‘Hidup itu yang penting happy’. Dari situ kemudian mereka berbuat semaunya. Mereka tidak peduli dengan segala macam aturan. Mereka ingin hidup bahagia, tapi melakukan perbuatan maksiat yang membahayakan dirinya di akhirat. Mereka tertipu dengan kebahagiaan sesaat yang mereka rasakan di dunia ini, sehingga mereka tetap berani dan tetap nekad melakukan perbuatan yang dilarang agama. Memang, hidup bahagia merupakan dambaan setiap makhluk. Namun banyak orang yang tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan akhirat.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ


“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. al-Ankabut: 64).
Ketika menjelaskan maksud ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (dalam rangka) memberitakan betapa dunia itu hina, akan hancur dan akan sirna (pada saat yang telah ditentukan). Dan dunia ini tidak kekal, dan sekedar mendatangkan kelalaian dan bersifat permainan. Dia berfirman, “dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan”, maksudnya (akhirat itu) adalah kehidupan yang kekal, yang haq, yang tidak akan binasa dan tidak sirna. Kehidupan akhirat berlangsung terus-menerus selama-lamanya. Firman-Nya (yang artinya,) “kalau mereka mengetahui”, maksudnya, jika manusia tahu, maka sungguh mereka akan lebih mengutamakan sesuatu yang bersifat baqa’ (kekal) daripada yang fana (akan binasa).”
Oleh karena itu, agar tidak salah langkah, tujuan dan prioritas dalam mengejar kebahagiaan yang kita inginkan, di sini akan khotib sampaikan beberapa hal terkait kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Pertama: Bahagia di dunia dan Akhita
Ibadallah,
Inilah puncak kebahagiaan. Inilah yang selalu dimohon oleh hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jallayang shalih, sebagaimana tertuang dalam firman-Nya:

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿٢٠١﴾ أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ


“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari (amal) yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. al-Baqarah: 201-202).
Ini juga merupakan doa dan permohonan Nabi Musa ‘alaihissallam dan kaumnya yang shalih, sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla beritakan dalam kitab-Nya:

وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ


(Mereka juga berdoa), “Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada-Mu”. (QS. al-A’raf: 156).
Derajat tertinggi ini akan diraih oleh orang-orang yang bertakwa dan berbuat ihsan, sebagaimana kita ketahui bahwa ihsan adalah derajat agama yang tertinggi, berdasarkan kandungan hadits Jibril ‘alaihissallam. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ ۚ قَالُوا خَيْرًا ۗ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۚ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ ۚ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ


Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah diturunkan oleh Rabbmu?” Mereka menjawab: “(Allah telah menurunkan) kebaikan”. Orang-orang yang berbuat ihsan (sebaik-baiknya) di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. an-Nahl: 30).

Kedua: Sengsara di dunia dan bahagia di akhirat.
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Ada lagi orang yang meraih kebahagiaan di akhirat, walaupun di dunia mendapatkan berbagai macam musibah dan ujian, bahkan kesusahan dan kecelakaan. Jenis manusia ini diberitakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Pada hari Kiamat nanti akan didatangkan seorang penduduk dunia yang paling banyak mendapatkan kenikmatan, namun dia termasuk penduduk neraka. Lalu dia dimasukkan sebentar di dalam api neraka, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kebaikan? Pernahkah engkau mendapatkan kenikmatan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabbku”.

Selanjutnya, akan didatangkan seorang yang paling sengsara di dunia, namun dia termasuk penduduk surga. Lalu dia dimasukkan sebentar ke dalam surga, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kesengsaraan? Pernahkah engkau menderita kesusahan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabbku. Aku tidak pernah mendapatkan kesengsaraan sama sekali, dan aku tidak pernah melihat kesusahan sama sekali”. (HR. Muslim dan lainnya).

Ketiga: Bahagia di dunia dan celaka di akhirat.
Ibadallah,
Hadits shahih dari Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu di atas juga menjelaskan adanya jenis manusia yang berbahagia –secara lahiriyah- di dunia, namun di akhirat akan mengalami kesengsaraan yang sangat berat. Kita lihat bahwa kebanyakan tokoh masyarakat yang berharta dan berpangkat adalah penentang dakwah para rasul. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ ﴿٣٤﴾ وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ ﴿٣٥﴾قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Dan mereka berkata, “Harta dan anak- anak kami lebih banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab”.Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui.” (QS. Saba’: 34-36).
Cobalah perhatikan, orang kafir di bawah ini, bagaimana dia bergembira dan berbahagia di dunia, namun di akhirat dia mendapatkan penderitaan yang tidak akan tertahan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ﴿١٠﴾ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا ﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا ﴿١٢﴾ إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا ﴿١٣﴾ إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ

“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Rabbnya selalu melihatnya”. (QS. al-Insyiqaq: 10-15).

Lihatlah tokoh-tokoh kafir zaman dahulu dan sekarang. Lihatlah Firaun, Haman, Qorun, dan lainnya. Janganlah kita tidak silau dengan kebahagiaan mereka yang bersifat sementara, tidak terperangah dengan limpahan harta yang mereka miliki, karena tempat kembali orang-orang kafir adalah neraka.
Oleh karena itu, jangan sampai seseorang bercita-cita meraih kebahagiaan di dunia saja. Karena dunia itu bersifat sementara, akan hancur dan sangat hina di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jallamencela orang-orang yang berdoa dan memohon kepada-Nya hanya untuk mendapatkan kebaikan dunia. Allah ‘Azza wa Jallaberfirman:

فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ


Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS. al-Baqarah: 200).

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.


Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ، لَهُ الْحَمْدُ أَمَرَ بِالفْضَائِلِ وَالصَّالِحَاتِ، وَنَهَى عَنِ الْبَغْيِ وَالعُدْوَانِ وَالرَّذَائِلِ وَالْمُنْكَرَاتِ، أَحْمَدُ رَبِّي عَلَى نِعَمِهِ الظَاهِرَاتِ وَالْبَاطِنَةِ الَّتِي أَسْبَغَهَا عَلَيْنَا وَعَلَى المَخْلُقَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ وَالإِرَدَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَعَثَ اللهُ بِالْبَيِّنَاتِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ السَّابِقِيْنَ إِلَى الخَيْرَاتِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَاتَّقُوْا اللهَ –عَزَّوَجَلَّ- وَأَطِيْعُوْهُ، وَكُوْنُوْا دَائِمًا عَلَى حَذْرٍ وَخَوْفٍ مِنَ المَعَاصِي، فَإِنَّ بَطْشَ اللهُ شَدِيْدٌ.


Keempat: Celaka di dunia dan celaka di akhirat.
Ibdallah,
Jenis manusia terakhir, adalah orang yang celaka di dunia dan akhirat. Nas`alullah as-salamah wal ‘afiyah. Orang yang tidak memahami dan jauh dari ajaran Islam yang benar dan jauh dari kemudahan rezeki di dunia, hidup sengsara, namun anehnya ia memiliki cita-cita dan keinginan yang sangat buruk (seperti berbuat maksiat atau merusak bila memiliki kekayaan).
Sesungguhnya keempat jenis manusia ini dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabda beliau sebagai berikut:

وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ: قَالَ إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ:عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

Dan aku akan menyampaikan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah! Beliau bersabda: Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang:

  • Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertakwa kepada Rabbnya pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rezekinya, dan dia mengetahui hak bagi Allah padanya. Hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allah).
  • Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia (Allah) tidak memberikan rezeki berupa harta. Dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat (baik) seperti perbuatan si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama.
  • Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia (Allah) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertakwa kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allah padanya. Jadilah hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allah).
  • Hamba yang Allah tidak memberikan rezeki kepadanya berupa harta dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya memiliki harta, aku akan berbuat seperti perbuatan si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.(2)
Inilah berbagai jenis kebahagiaan yang ada, jangan sampai kita salah langkah dalam memilih dan menggapai hakekat kebahagiaan. Karena sesungguhnya orang yang berakal akan lebih mengutamakan akhirat yang kekal abadi ketimbang kenikmatan duniawi yang fana. Hanya Allah yang memberikan taufik. Wallahu a’lam…

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .


(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim al-Atsari di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010).


Mengkhawatirkan Gugurnya Pahala

Mengkhawatirkan Gugurnya Pahala

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه،ُ ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ))، ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً))، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً*يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً)). أما بعد :

>
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثاَتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Ibadallah,
Manakala beramal dengan berbagai jenisnya, seorang Muslim sangat berharap agar seluruh amalannya diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Hal ini didorong oleh kesadarannya untuk menjadikan seluruh hidupnya di dunia ini sebagai kesempatan memperbanyak kebaikan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Namun perlu diketahui, sesungguhnya limpahan pahala yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan hanyalah akan didapatkan bagi orang yang melakukan amalan dengan ikhlas dan berharap pahala dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setiap amalan memiliki motivasi dan tujuan. Sebuah amalan tidaklah terhitung sebagai ketaatan kecuali jika didasari dengan keimanan, yakni bukan hanya terdorong oleh sekedar rutinitas (kebiasaan), hawa nafsu, atau mencari pujian semata. Motivasinya harus iman dan tujuannya adalah menggapai ridha dan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan keimanan dan harapan pahala dalam banyak hadits…..”.
Ibadallah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ


“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut. (Mereka menyadari bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (QS. al-Mukminun: 60).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat di atas, Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang yang minum khamer dan mencuri?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak wahai puteri Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka itu adalah yang melakukan ibadah shaum, shalat, dan bersedekah, namun mereka takut jika amalan mereka tidak diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla . Mereka itu adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam segala kebaikan dan mereka selalu menjadi yang terdepan”.
Ketakutan mereka bukanlah terhadap janji Allah Subhanahu wa Ta’ala yang akan melimpahkan balasan pahala atas kebaikan amal ibadah mereka, tapi rasa kekhawatiran jika Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima amal ibadah mereka manakala mereka melalaikan syarat-syarat yang harus mereka penuhi agar menjadi amal yang shalih. Mereka mengkhawatirkan gugurnya pahala amal mereka. Dan hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan iman yang mereka miliki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ


“Maka tidaklah merasa aman dari ancaman adzab Allah melainkan orang-orang yang merugi.” (QS. al-A`raf: 99).
Ibadallah,
Penggugur pahala amalan yang dimaksud dalam pembahasan tema ini berlandaskan pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Bahwa penggugur hakiki yang dapat menghapus seluruh bagian iman dan amalan adalah yang disebabkan oleh kekafiran, kesyirikan, kemurtadan dan kemunafikan. Adapun penggugur yang dapat membatalkan sebagian amalan oleh sebab kemaksiatan, atau berkurangnya balasan pahala, atau tertundanya manfaat baik sebuah amalan pada waktu yang dibutuhkan adalah penggugur yang bersifat relatif dan tidak sampai berakibat mengugurkan dasar keimanan.
Berikut ini adalah penggugur-penggugur amalan, di antaranya:

Pertama: Syirik Dan Riddah (Kemurtadan).
Keduanya jelas menjadi penghalang diterimanya sebuah amalan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla, sebaik dan seindah apapun amalan itu, karena Allah ‘Azza wa Jalla membenci syirik dan kemurtadan serta tidak menerima segala jenis kebaikan apapun dari mereka manakala mereka mati dalam kondisi demikian.
Tentang syirik, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ


“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau -wahai Muhammad – dan kepada (nabi-nabi) yang sebelum engkau: “Jika kamu berbuat syirik (kepada Allah ), niscaya akan gugur terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65)
Dan tentang bahaya kemurtadan, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang gugur sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 217).

Kedua: Riya’
Yaitu seseorang beramal dan memperlihatkan amalannya kepada manusia, mengharapkan suatu kebaikan duniawi bagi dirinya ketika mereka melihatnya. Riya’ tergolong syirik kecil yang memiliki beragam jenis dan bentuknya. Banyak sekali hadits yang menyatakan kekhawatiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap riya’ yang akan dialami oleh umatnya.
Ma`qil bin Yasar menuturkan sebuah kisah, “Aku pernah bersama Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu anhu pergi menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Wahai Abu Bakar, pada kalian ada syirik yang lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut”. Abu Bakar bertanya, “Bukankah syirik adalah seseorang telah menjadikan selain Allah sebagai sekutu bagi-Nya?”… Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allah, Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya Subhanahu wa Ta’ala, syirik (kecil) lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu (doa) yang jika engkau mengucapkannya, maka akan lenyaplah (syirik tersembunyi itu) baik sedikit maupun banyak? Ucapkanlah:

الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ


(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang aku tidak mengetahuinya). (HR. Bukhari).

Ketiga: Mendatangi Dukun, Peramal Dan Sejenisnya.
Mempercayai omong kosong, penipuan dan kedustaan dukun dan paranormal termasuk penyakit yang menjangkiti sebagian masyarakat. Dengan adanya kemajuan teknologi, seseorang tanpa sadar telah mendatangi atau membenarkan dukun (paranormal) meski tidak mendatangi tempat praktek manusia-manusia itu. Pasalnya, berbagai media massa sering kali menyediakan produk-produk mereka (para dukun) seperti zodiak (ramalan bintang), primbon biro jodoh, ramalan pekerjaan dan keberuntungan, transfer kekuatan jarak jauh dan penglaris dagangan, serta produk perdukunan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah mengecam siapapun yang mempercayai mereka dengan ancaman kekufuran, atau dengan gugurnya pahala shalat akibat menanyakan sesuatu kepada mereka sekalipun tidak mempercayainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ


“Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun dan mempercayai ucapannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap (syariat) yang diturunkan kepada Muhammad.”
Dalam lafazh lain, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً


“Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidaklah diterima shalatnya sepanjang empat puluh hari.” (HR. Muslim).

Keempat: Durhaka Terhadap Kedua Orang Tua, Mengungkit-Ungkit Sedekah Yang Diberikan, Mendustakan Takdir.
Pelaku tiga perbuatan ini diancam dengan gugurnya pahala amalan yang mereka kerjakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا : عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ


“Ada tiga golongan manusia yang Allah tidak akan menerima dari mereka amalan wajib (fardhu), dan tidak pula amalan sunnat (nafilah) mereka pada hari Kiamat kelak; seorang yang durhaka kepada orang tuanya, seorang yang menyebut-nyebut sedekah pemberiannya, dan seorang yang mendustakan takdir.”

Kelima: Bergembira Atas Terbunuhnya Seorang Mukmin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang Mukmin dan berharap pembunuhannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima darinya amalan wajib (fardhu) maupun amalan sunnat (nafilah)”. (HR. Abu Dawud).

Keenam: Mengakui Selain Ayahnya Sebagai Orang Tuanya
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengakui selain ayahnya (sebagai orang tua nasabnya), atau mengakui selain tuannya sebagai majikan pemiliknya karena membencinya, maka baginya laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala, laknat para malaikat dan seluruh manusia, serta Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima amalan wajib maupun sunnahnya”.

Ketujuh: Melanggar Batasan-Batasan Keharaman Allah Subhanahu wa Ta’ala Saat Sendirian
Hal ini mungkin salah satu di antara yang dilalaikan atau bahkan diabaikan oleh banyak di kalangan kaum Muslimin. Mungkin karena mereka belum tahu atau tidak mau tahu. Padahal berdampak pada gugurnya pahala amalan. Sudah seharusnya kita waspada terhadapnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku mengetahui banyak di kalangan umatku yang akan datang pada hari Kiamat nanti dengan berbekal kebaikan sebanyak gunung-gunung Tihamah, namun Allah menjadikannya bagaikan debu yang beterbangan”. Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah,, tunjukkan kepada kami sifat mereka”! Jelaskan kepada kami siapa mereka, agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa kami sadari”. Lantas Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian, dari jenis kalian, mereka melakukan shalat tahajud sebagaimana yang kalian lakukan, namun mereka adalah orang-orang yang apabila berada dalam kesendirian, mereka melanggar batasan keharaman-keharaman Allah (berbuat maksiat).

اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.


Kedelapan: Bersumpah Dengan Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala Dan Bersaksi Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Tidak Akan Mengampuni Seseorang.
Ibadallah,
Ketahuilah bahwa rahmat Allah ‘Azza wa Jalla sangat luas, menaungi siapapun yang Dia Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengampuni dosa apapun selain syirik, sebagai gambaran betapa besar kebaikan dan limpahan karunia dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Maka, seseorang tidak berhak menghalang-halanginya dari siapapun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang yang berkata “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengampuni si Fulan”. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Siapakah orangnya yang telah bersumpah atas nama-Ku (dan bersaksi) bahwa Aku tidak memberikan ampunan kepada si Fulan?!.. Sungguh Aku telah ampuni si Fulan itu dan Aku gugurkan amalmu”.(13)

Orang yang melakukan hal tersebut telah menyebabkan orang lain berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan semakin menjadikannya tenggelam dalam kemaksiatan. Maka, seorang yang menjadi penyebab tertutupnya pintu kebaikan dan terbukanya pintu keburukan berhak untuk digugurkan pahala amalannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , sebagai balasan yang setimpal.

Kesembilan: Meninggalkan Shalat Ashar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka telah gugur amalnya”. (HR. Bukhari).
Hadits ini memperingatkan kita agar selalu menjaga shalat lima waktu, khususnya shalat ashar.
Kesepuluh: Pecandu Khamer (Minuman Keras).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa minum khamer, tidak diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulanginya, tidaklah diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulanginya tidaklah diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulangi lagi ke empat kalinya tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima taubatnya, dan kelak Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikannya minum dari sungai khabal”. Wahai Abu ‘Abdirrahman, apa itu sungai khabal? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sungai (berisi) nanah penduduk neraka”. (HR. Tirmidzi).

Kesebelas: Kedurhakaan Isteri Kepada Suaminya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan manusia, shalat mereka tidak melampaui telinga mereka; budak yang kabur dari majikannya sampai dia kembali, seorang isteri yang melewati malam hari dalam keadaan suaminya murka kepadanya, seorang imam bagi sekelompok kaum padahal mereka membencinya”. (HR. Tirmidzi).
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa menggugah hati kita untuk mewaspadai segala hal yang akan menggugurkan amalan kita atau mengurangi keberkahannya.

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Puasa

Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Puasa

  1. Berlebihan dalam istinsyaq saat berwudhu.

Rasulullah ﷺ bersabda,

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ، إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Sempurnakanlah wudu dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali engkau dalam keadaan berpuasa.” ([1])

Berdasarkan hadits ini, mayoritas ulama mengatakan makruhnya berlebihan dalam istinsyaq. ([2])

  1. Mencium pasangan

Dalam membahas masalah ini, maka harus dibedakan  antara orang yang mudah bangkit syahwatnya dengan orang yang bisa menjaga syahwatnya. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ melakukannya sebagaimana diriwayatkan Aisyah i,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ

“Rasulullah ﷺ menciumku saat beliau sedang berpuasa. Beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsunya dari pada kalian.” ([3])

Dalam riwayat lain disebutkan bahwasanya Rasulullah ﷺ mengizinkan dan melarang sahabat untuk melakukannya. Dari Abu Hurairah h,

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُبَاشَرَةِ لِلصَّائِمِ، «فَرَخَّصَ لَهُ»، وَأَتَاهُ آخَرُ، فَسَأَلَهُ، «فَنَهَاهُ»، فَإِذَا الَّذِي رَخَّصَ لَهُ شَيْخٌ، وَالَّذِي نَهَاهُ شَابٌّ

“Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ﷺ mengenai cumbuan orang yang berpuasa, lalu beliau memberikan keringanan kepadanya. Dan orang yang lain datang kepada beliau dan bertanya mengenai hal yang sama, lalu beliau melarangnya. Ternyata orang yang beliau beri keringanan adalah orang yang sudah tua, sedangkan orang yang beliau larang adalah orang yang masih muda.” ([4])

Hadits ini menunjukkan bahwasanya perbedaan kondisi seseorang memberikan pengaruh terhadap perbedaan hukum. Oleh karenanya, para ulama juga membedakan hukumnya tergantung kondisi seseorang. Ibnu Qudamah rahimahullah,  berkata,

فَإِنَّ الْمُقَبِّلَ إذَا كَانَ ذَا شَهْوَةٍ مُفْرِطَةٍ، بِحَيْثُ يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهُ إذَا قَبَّلَ أَنْزَلَ، لَمْ تَحِلَّ لَهُ الْقُبْلَةُ؛ لِأَنَّهَا مُفْسِدَةٌ لِصَوْمِهِ، فَحَرُمَتْ، كَالْأَكْلِ.

“Sesungguhnya orang yang mencium jika memiliki syahwat yang sangat besar, di mana dia yakin jika ia mencium akan membuat maninya keluar, maka tidak halal baginya untuk mencium pasangannya. Hal ini dikarenakan perbuatan tersebut membuat puasanya rusak/batal, sehingga diharamkan seperti makan.”

Kemudian beliau berkata,

وَإِنْ كَانَ ذَا شَهْوَةٍ، لَكِنَّهُ لَا يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ ذَلِكَ، كُرِهَ لَهُ التَّقْبِيلُ؛ لِأَنَّهُ يُعَرِّضُ صَوْمَهُ لِلْفِطْرِ، وَلَا يَأْمَنُ عَلَيْهِ الْفَسَادُ

“Jika dia memiliki syahwat, namun dia meyakini tidak akan terjadi hal tersebut. Dalam kondisi ini mencium hukumnya makruh karena dia bisa membuat puasanya batal, dan dia tidak bisa aman darinya.”([5])

Imam Nawawi juga menyatakan hal yang sama, beliau rahimahullah berkata,

ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا كَرَاهَتُهَا لِمَنْ حَرَّكَتْ شَهْوَتَهُ وَلَا تُكْرَهُ لِغَيْرِهِ وَالْأَوْلَى تَرْكُهَا فَإِنْ قَبَّلَ مَنْ تُحَرِّكُ شَهْوَتَهُ وَلَمْ يُنْزِلْ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ

“Kami telah sebutkan dalam mazhab kami bahwasanya mencium hukumnya makruh bagi orang yang syahwatnya dapat bangkit dikarenakan mencium. Adapun orang yang syahwatnya tidak bangkit maka tidak makruh. Yang lebih utama adalah meninggalkan perbuatan tersebut. Seandainya seseorang yang mencium kemudian syahwatnya bangkit namun tidak menyebabkan maninya keluar maka puasanya tidak batal.” ([6])

  1. Wishal ([7])
  2. Banyak tidur di siang hari. ([8])

Orang yang banyak tidur puasanya sah dan mendapatkan pahala. Akan tetapi, dia telah kehilangan banyak pahala karena telah menyia-nyiakan waktunya dan tidak menjaga ibadah puasanya dengan berzikir, berdoa, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya. ([9])

  1. Mencicipi makanan.

Tidak mengapa bagi orang yang berpuasa untuk mencicipi makanan jika memang dibutuhkan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

لَا بَأْسَ أَنْ يَذُوقَ الْخَلَّ أَوِ الشَّيْءَ، مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Tidak mengapa mencicipi cuka atau yang lainnya selama tidak sampai ke tenggorokannya, dan dia dalam keadaan berpuasa.” ([10])

Adapun jika mencicipinya tanpa ada kebutuhan, maka ini dimakruhkan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh ulama mazhab Hanabilah,

وَيُكْرَهُ ذَوْقُ طَعَامٍ بِلاَ حَاجِةٍ

“Dimakruhkan mencicipi makanan tanpa adanya kebutuhan.” ([11])

  1. Mengumpulkan air liur lalu menelannya

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

ويُكْرَهُ للصّائِمِ جَمْعُ رِيقِه وابْتِلاعُه؛ لإِمْكانِ التَّحَرُّزِ منه. فإن جَمَعَه ثم ابْتَلَعَه قَصْدًا، لم يُفَطِّرْه؛ لأنَّه يَصِلُ إلى جَوْفِه مِن مَعِدَتِه

“Dimakruhkan bagi orang yang berpuasa mengumpulkan air liur dan menelannya.  Hal ini dikarenakan memungkinkan bagi seseorang untuk menghindarinya. Namun, jika ia mengumpulkan air liurnya kemudian dengan sengaja menelannya maka hal ini tidak membatalkan puasanya. Dikarenakan air liur yang masuk ke dalam tubuhnya adalah sesuatu yang berasal dari lambungnya.” ([12])

Permasalahan: Bersiwak setelah zawal

Sebagian ulama mengatakan makruhnya siwak setelah zawal.([13]) Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah ﷺ,

إِذَا صُمْتُمْ فَاسْتَاكُوا بِالْغَدَاةِ وَلَا تَسْتَاكُوا بِالْعَشِيِّ فَإِنَّ الصَّائِمَ إِذَا يَبِسَتْ شَفَتَاهُ كَانَ لَهُ نُورٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jika engkau sedang puasa, bersiwaklah di pagi hari dan jangan bersiwak di siang hari([14]). Karena orang yang puasa itu jika kering dua bibirnya akan mendapat cahaya di hari kiamat.” ([15])

Sebagian ulama lain memandang bahwa bersiwak disyariatkan setiap waktu. ([16])Adapun hadits pelarangan bersiwak di siang hari dihukumi para ulama sebagai hadits lemah sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Terlebih lagi dalil tersebut bertentangan dengan keumuman dalil lain yang sahih, yaitu sabda Rasulullah ﷺ,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali hendak shalat.” ([17])

Dalam riwayat lain,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

“Sekiranya tidak memberatkan ummatku niscaya aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali wudu.” ([18])

Syekh as-Sindi berkata,

وَفِيهِ دلَالَةٌ عَلَى أَنَّه لَا مَانِعَ مِنْ إِيجَابِ السِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ إِلَّا مَا يَخَافُ مِنْ لُزُومِ الْمَشَقَّةِ عَلَى النَّاسِ وَيلْزمُ مِنْهُ أَن يكونَ الصَّوْمُ غيرَ مَانعٍ مِنْ ذَلِك

“Dalam hadits ini terdapat dalil  bahwa tidak ada penghalang dari kewajiban bersiwak setiap shalat kecuali khawatir dari memberatkan terhadap manusia. Hal ini berkonsekuensi puasa bukanlah penghalang dari kewajiban tersebut.” ([19])

___________
Footnote:

([1]) HR. Ibnu Majah No. 407. Dinyatakan sahih oleh al-Albani.
([2]) Lihat: Al-Mughni (1/34).
([3]) HR. Muslim No. 1106.
([4]) HR. Abu Daud No. 2387.
([5]) Al-Mughni (3/127).
([6]) Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/355).
([7]) Lihat: Mawahib al-Jalil Fi Syarh Mukhtashar (1/78).
([8]) Lihat: Mawahib al-Jalil Fi Syarh Mukhtashar (1/78).
([9]) Lihat: Fatawa Nur Ala ad-Darb (16/45).
([10]) HR. Ibnu Abu Syaibah No. 9277. Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam kitabnya Irwa al-Ghalil No. 937.
([11]) Zad al-Mustaqni’ Fi Ikhtishar al-Muqni’, hlm 83.
([12]) Syarh al-Kabir (7/475).
([13]) Ini adalah pendapat mazhab Hanabilah [Lihat: Al-Hidayah ‘Ala Mazhab al-Imam Ahmad (1/160) dan Syafi’iyah [Lihat: Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab (6/377)].
([14]) الْعَشِيِّ adalah waktu di antara zawal hingga terbenamnya matahari. Disebutkan juga maknanya adalah waktu setelah Asar. [Lihat: At-Taisir Bisyarh al-Jami’ ash-Shaghir (1/113)].
([15]) HR. Thabrani No. 3696. Dinyatakan daif oleh al-Albani dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil, hlm, 67.
([16]) Ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. [Lihat: Al-Mughni 1/72)].
([17]) HR. Bukhari No. 887.
([18]) HR. Bukhari (3/31).
([19]) Hasyiyah as-Sindi ‘Ala Sunan an-Nasai (1/12).

Terlalu Kenyang Bikin Malas Ibadah

Terlalu Kenyang Bikin Malas Ibadah 

Memang betul terlalu kenyang, kadang ketika kenyang kita akan semakin malas dalam beraktivitas dan juga dalam ibadah. Ketika kenyang kita pun akan lebih senang untuk merebahkan badan untuk tidur daripada bergerak dan beraktivitas. Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang memberi contoh pada kita agar bersikap sederhana dalam makan.

Nasehat Imam Syafi’i rahimahullah yang kami maksud adalah sebagai berikut.

Abu ‘Awanah Al Isfiroyaini berkata bahwa Ar Robi berkata bahwa ia mendengar Imam Asy Syafi’i berkata,

ما شبعت منذ ست عشرة سنة إلا مرة، فأدخلت يدي فتقيأتها

“Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali sekali. Ketika kenyang seperti itu aku memasukkan tanganku (dalam mulut) agar aku bisa memuntahkan (makanan di dalam).”

Ibnu Abi Hatim dari Ar Robi’ menambahkan (perkataan Imam Syafi’i),

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Karena yang namanya kenyang membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, kecerdasan berkurang, lebih banyak tidur dan malas ibadah.” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 36)

Mengenai hadits yang menganjurkan makan sebelum kenyang sebenarnya dho’if. Akan tetapi maknanya benar dan bisa diamalkan. Dan sebenarnya makan sampai kenyang tidaklah masalah ketika tidak sampai menimbulkan bahaya.

Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya: Bagaimana keshahihan hadits berikut:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:

Hadits ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas sebagai utusan, namun sanadnya dhaif. Diriwayatkan bahwa para sahabat tersebut berkata dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“

Maksudnya yaitu bahwa kaum muslimin itu hemat dan sederhana.

Maknanya benar, namun sanadnya dho’if, silakan periksa di Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Faidahnya, bahwa seseorang baru makan sebaiknya jika sudah lapar atau sudah membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun mereka menghindari makan sampai terlalu kenyang. Terkadang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengajak para sahabat ke sebuah jamuan makan. Kemudian beliau menjamu mereka dan meminta mereka makan. Kemudian mereka makan sampai kenyang. Setelah itu barulah shallallahu’alaihi wa sallam makan beserta para sahabat yang belum makan.

Terdapat hadits, di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika sedang terjadi perang Khondaq, Jabir bin Abdillah Al Anshari mengundang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk memakan daging sembelihannya yang kecil ukurannya beserta sedikit gandum. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengambil sepotong roti dan daging, kemudian beliau memanggil sepuluh orang untuk masuk dan makan. Mereka pun makan hingga kenyang kemudian keluar. Lalu dipanggil kembali sepuluh orang yang lain, dan demikian seterusnya. Allah menambahkan berkah pada daging dan gandum tadi, sehingga bisa cukup untuk makan orang banyak, bahkan masih banyak tersisa, hingga dibagikan kepada para tetangga.

Dan suatu hari, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyajikan susu pada Ahlus Shuffah (salah satunya Abu Hurairah, pent). Abu Hurairah berkata, “Aku minum sampai puas”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi, Abu Hurairah“. Maka aku minum. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi, lalu aku berkata “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengambil susu yang tersisa dan meminumnya. Semua ini adalah dalil bolehnya makan sampai kenyang dan puas yang wajar, selama tidak membahayakan. (Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/38)[1]

Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah (7: 1651-1652) berkata bahwa hadits “Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“ adalah  ‘laa ashla lahu’ (tidak ada asalnya). Istilah ‘laa ashla lahu’ dalam mustholah hadits ada dua makna: (1) tidak ada sanadnya, (2) memiliki sanad tetapi tidak shahih.[2]

Sebaik-baik muslim adalah yang bersikap sederhana dalam makan dan keuntungan atau manfaatanya sangat luar biasa sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syafi’i.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Bersegera Dan Berlomba Dalam Kebaikan

Bersegera Dan Berlomba Dalam Kebaikan 

Jika kita melihat sebagian orang begitu menggebu mengejar cita-cita dunia, maka seharusnya seorang muslim jauh lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan (fastabiqul khairat). Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ

“Bersemangatlah dalam menggapai hal yang bermanfaat untukmu.” (HR. Muslim no. 2664)

Indikasi ia bersemangat adalah tidak menunda-nunda dalam melakukan kebaikan. Allah ‘azza wajalla berfirman,

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka, berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

والأمر بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق إليها, يتضمن فعلها, وتكميلها, وإيقاعها على أكمل الأحوال, والمبادرة إليها، ومن سبق في الدنيا إلى الخيرات, فهو السابق في الآخرة إلى الجنات, فالسابقون أعلى الخلق درجة،

Perintah berlomba dalam kebaikan berada di atas level melakukan kebaikan. Karena berlomba dalam kebaikan mencakup mengerjakan, menyempurnakan, berusaha mengerjakannya (kebaikan) sebaik mungkin, dan bersegera terhadap sebuah kebaikan. Barangsiapa yang ketika di dunia ia gemar berlomba dalam kebaikan, maka kelak di akhirat ia akan mendapat kesempatan menjadi golongan yang lebih dahulu ke surga dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 72)

Dalam ayat yang lain, Allah ‘azza wajalla menyifati orang-orang mukmin sebagai orang yang bersegera dan berlomba dalam kebaikan,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60)  أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 60-61)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

في ميدان التسارع في أفعال الخير، همهم ما يقربهم إلى الله، وإرادتهم مصروفة فيما ينجي من عذابه، فكل خير سمعوا به، أو سنحت لهم الفرصة إليه، انتهزوه وبادروه، قد نظروا إلى أولياء الله وأصفيائه، أمامهم، ويمنة، ويسرة، يسارعون في كل خير، وينافسون في الزلفى عند ربهم، فنافسوهم. ولما كان السابق لغيره المسارع قد يسبق لجده وتشميره، وقد لا يسبق لتقصيره

Dalam hal bersegera mengerjakan kebaikan, obsesi mereka adalah setiap perbuatan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Harapan mereka hanya ingin bebas dari siksa neraka. Setiap kebaikan yang mereka dengar atau ada kesempatan melakukannya, maka mereka akan segera bertindak saat itu juga. Mereka melihat orang-orang terpilih Allah telah jauh melampaui mereka, dari sisi kanan dan kiri mereka. Maka, mereka bersegera mengerjakan kebajikan dan berusaha sedekat mungkin dengan Rabb mereka. Mereka begitu kekeuh.

Dan semangat seorang muslim dalam mengerjakan kebaikan (fastabiqul khairat), tidak hanya berlaku di sebagian hal dan meninggalkan sebagian yang lain. Syekh As-Sa’diy rahimahullah mengatakan bahwa semangat tersebut harus dimiliki di setiap ibadah wajib maupun sunah,

والخيرات تشمل جميع الفرائض والنوافل, من صلاة, وصيام, وزكوات وحج, عمرة, وجهاد, ونفع متعد وقاصر. ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير, وينشطها, ما رتب الله عليها من الثواب

Dan kebaikan yang dimaksud mencakup ibadah wajib dan sunah. Berupa salat, puasa, zakat, haji, umrah, jihad, dan amalan jangka panjang maupun jangka pendek. Semakin kuat dorongan hati seseorang dalam bersegera dan giat dalam mengerjakan kebaikan, sebesar itu pula pahala yang Allah limpahkan kepada hamba tadi.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 72)

Semangat mengerjakan kebaikan ini hendaknya tidak boleh padam di tengah jalan dengan menunda-nundanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا وَيُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ أَحَدُهُمْ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Bersegeralah mengerjakan kebaikan sebelum datangnya fitnah yang seperti gelapnya malam. Sehingga ada di antara orang-orang yang paginya beriman, sore harinya telah kufur. Atau sebaliknya, di sore hari ia beriman, kemudian kufur di esok paginya. Mereka menukar agama mereka dengan perbendaharaan dunia.” (HR. Ahmad no. 8017 dan Muslim no. 118)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah mengatakan,

‌إياك ‌والتسويف، فإنك بيومك ولست بغدك، فإن يكن غد لك فكس في غد كما كست في اليوم، وإن لم يكن لك غد لم تندم على ما فرطت في اليوم

Jauhilah berkata “nanti, nanti”. Karena kamu adalah apa yang ada hari ini dan bukan esok hari. Jika esok kamu masih ada, berpikiranlah sebagaimana sebelumnya (menjadikan esok sebagai hari ini -pent). Kalaupun seandainya esok bukan jatahmu lagi, maka tiada penyesalan atas apa yang kau tunda-tunda di hari ini.” (Iqtidha Al-Ilmi Al-Amal, hal. 114)

Semoga Allah karuniakan taufik kepada hati kita untuk tidak menunda-nunda amalan kebaikan dan tetap bersemangat dalam fastabiqul khairatAamiin

***

Tidak Sah Sholat Tarawih Yang Ngebut Dan Tidak Tuma'ninah

Tidak Sah Sholat Tarawih Yang Ngebut Dan Tidak Tuma'ninah

Hendaknya shalat tarawih dilakukan dengan tuma’ninah dan tidak ngebut. Di beberapa tempat (alhamdulillah, sebagian kecil) didapati masjid yang melakukan shalat tarawih dengan sangat cepat dan tidak ada tuma’ninah. Pendapat terkuat tuma’ninah adalah rukun dari shalat, sehingga apabila ditinggalkan baik secara sengaja atau tidak sengaja, maka shalatnya tidak sah. Hal ini berdasarkan hadits yang sudah jelas dan masyuhur yaitu hadits Al-Musi’ fi Shalatih (orang yang shalatnya salah/jelek). Dalam hadits tersebut dikisahkan ada seseorang yang shalat sangat cepat dan tidak tuma’ninah, lalu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak sah. Beliau bersabda pada orang tersebut,

ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ

“Kembalilah dan shalatlah! karena sesungguhnya engkau belum melakukan shalat.” [HR. Bukhari & Muslim]

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah dijelaskan bahwa mazhab Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tuma’ninah adalah rukun shalat.

ﻓﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺤﺎﺟﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻄﻤﺄﻧﻴﻨﺔ ﺭﻛﻦ ﻣﻦ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ، ﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﻤﺴﻲﺀ ﺻﻼﺗﻪ

“Ulama Syafi’iyyah dan Hanbilah, Abu Yusuf al-Hanfiyyah dan Ibnu Hajib Al-Malikiyyah berpandapat bahwa tuma’ninah adalah rukun shalat berdasarksan hadits Al-Musi’ fi Shalatih.” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 30/96]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar tuma’ninah pada gerakan shalat, beliau bersabda,

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

Jika engkau berdiri hendak melakukan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagimu. Setelah itu, ruku’lah sampai engkau benar-benar ruku’ dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah sampai engkau tegak berdiri, setelah itu, sujudlah sampai engkau benar-benar sujud dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah sampai engkau benar-benar duduk dengan thuma’ninah. Lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya!”. [HR. Bukhari & Muslim]

Imam Bukhari membuat bab dalam shahihnya dengan judul:

بَابُ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهُ بِالإِعَادَةِ

“Bab: perintah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi shalat kepada orang yang tidak menyempurnakan rukuknya.”

Apabila shalat dilakukan dengan gerakan sangat cepat, dikhawatirkan sebagaimana hadits yaitu seburuk-buruknya pencuri yaitu pencuri dalam shalat. Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِى يَسْرِقُ مِنْ صَلاتِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: “لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلاَ سُجُودَهَا

“Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ibn Abi Syaibah, dishahihkan Ad-Dzahabi).

Apabila hal ini dilakukan terus-menerus (yaitu shalat dengan sangat cepat), dikhawatirkan juga mati tidak di atas fitrah ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Hudzifah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal). Hudzaifah berkata melanjutkan:

وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [HR. Ahmad & Bukhari]

Bagaimana batasan tuma’ninah? Dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani ada dua poin:

وقدر الطمأنينة المفروضة: أدنى سكون بين حركتي الخفض والرفع عند أصحاب الشافعي ، وأحد الوجهين لأصحابنا.

والثاني لأصحابنا: أنها مقدرة بقدر تسبيحة واحدة

Pertama: Berdiam sejenak di antara gerakan naik dan turun (walaupun sebentar)

Kedua: Kadar diamnya (miminal) bisa membaca sekali tasbih. [Fathul Bari 5/58]

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat.

Seluk Beluk Neraka

Seluk Beluk Neraka 
Apa Itu Neraka?

Neraka adalah tempat yang disiapkan oleh Allah untuk orang-orang kafir, orang-orang yang mendustakan Rasul-Nya, serta orang-orang yang melanggar syari’at-Nya. Masuk neraka adalah sebuah kehinaan. Allah Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Ya Rabb kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolong pun” (QS. Ali ‘Imran: 192).

Masuk neraka adalah kerugian yang sangat besar

Allah Ta’ala berfirman,

إن الخاسرين الذي خسروا أنفسهم وأهليهم يوم القيامة ألا ذلك هو الخسران المبين

Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata’” (QS. Az-Zumar: 15).

Neraka adalah tempat terburuk

Allah Ta’ala berfirman,

إنها سآءت مستقراً ومقاماً

Sesungguhnya neraka Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman” (QS. Al-Furqan: 66).

Berikut ini beberapa seluk-beluk seputar neraka, semoga dengan mengetahuinya dapat membantu kita meneguhkan diri untuk menjauhi hal-hal yang bisa menjerumuskan kita ke dalamnya.

Neraka dan Surga Adalah Makhluk Allah yang Sudah Diciptakan dan Kekal

Allah Ta’ala berfirman tentang surga,

أعدت للمتقين

Surga (telah) dipersiapkan bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali ‘Imran: 133).

Allah Ta’ala berfirman tentang neraka,

أعدت للكافرين

Neraka (telah) dipersiapkan bagi orang-orang kafir” (QS. Ali ‘Imran: 133).

Kedua ayat ini menggunakan fi’il madhi أعدت yang menunjukkan perbuatan yang sudah dilakukan. Kemudian Allah juga menceritakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat surga,

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15)

Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal” (QS. An-Najm: 13-15).

Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam juga menegaskan hal tersebut,

أني رأيت الجنة، فتناولت عنقوداً، ولو أصبته لأكلتم منه ما بقيت الدنيا، ورأيت النار، فلم أر منظراً كاليوم قط أفظع، ورأيت أكثر أهلها النساء “، قالوا: بم، يا رسول الله؟ قال: “بكفرهن” قيل: يكفرن بالله؟ قال: ” يكفرن العشير، ويكفرن الإحسان، لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله، ثم رأت منك شيئاً، قالت: ما رأيت خيراً قط”

Sungguh aku tadi melihat surga. Aku berupaya meraih setandan buah-buahan di dalamnya. Andai kalian mendapatkannya lalu memakannya, niscaya kalian tidak butuh lagi makanan di dunia. Kemudian aku melihat neraka. Belum pernah aku melihat pemandangan yang mengerikan seperti itu. Dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita. Para sahabat bertanya, ‘Mengapa demikian wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Sebab mereka telah kufur.’ Para sahabat bertanya lagi, ‘Apakah mereka kufur kepada Allah?’ Rasulullah menjawab, ’Mereka kufur (nikmat) terhadap suami mereka, mereka kufur terhadap kebaikan suami mereka. Apabila kalian (para suami) berbuat baik pada istri-istrinya sepanjang waktu, lalu istri kalian melihat sesuatu yang kurang baik darimu, dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikanmu sedikit pun’” (HR. Bukhari no. 1052, Muslim no. 907).

Neraka Memiliki Penjaga-Penjaga

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ.إِذَآ أُلْقُواْ فِيهَا سَمِعُواْ لَهَا شَهِيقاً وَهِيَ تَفُورُ.تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ

Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, ‘Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?’” (QS. Al-Mulk: 6-8).

Neraka Memiliki Pintu-Pintu

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ.لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِّنْهُمْ جُزْءٌ مَّقْسُومٌ

Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka” (QS. Al-Hijr: 43-44).

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?’ Mereka menjawab, ‘Benar (telah datang).’ Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir’” (QS. Az-Zumar: 71).

Neraka Memiliki 70.000 Tali yang Ditarik Malaikat

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

يُؤتى بالنارِ يومَ القيامةِ لها سبعون ألفَ زمامٍ مع كلِّ زمامٍ سبعون ألفَ ملَكٍ يجرُّونَها

Neraka (Jahannam) pada hari kiamat akan didatangkan, ia memiliki 70.000 tali. Pada setiap talinya terdapat 70.000 malaikat yang menariknya” (HR. Muslim no: 2842).

Di Neraka Ada Rantai dan Belenggu bagi Penduduknya

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ سَلَٰسِلَاْ وَأَغۡلَٰلٗا وَسَعِيرًا

“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala” (QS. Al-Insan: 4).

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِذِ اْلأَغْلاَلُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلاَسِلُ يُسْحَبُونَ فِي الْحَمِيمِ ثُمَّ فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ

ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, sambil mereka diseret ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar di dalam api” (QS. Ghafir: 71-72).

Panasnya Api Dunia Hanya 1/70 Bagian dari Api Neraka

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

نَارُكم هذِه ما يُوقدُ بنُو آدمَ جُزْءٌ واحدٌ من سبعين جزءاً من نار جهنَّم

Api yang dinyalakan oleh Ibnu Adam adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian dari panasnya api Jahannam” (HR. Bukhari no. 3265, Muslim no. 2834).

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالُواْ لَا تَنفِرُواْ فِي ٱلۡحَرِّۗ قُلۡ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرّٗاۚ لَّوۡ كَانُواْ يَفۡقَهُونَ

Orang-orang munafik berkata, ‘Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.’ Katakanlah, ‘Api neraka Jahannam itu lebih panas(nya),’ jikalau mereka mengetahui” (QS. At-Taubah: 81).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَاأَدْرَاكَ مَاهِيَهْ نَارٌحَامِيَةُ

Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu ? (yaitu) api yang sangat panas” (QS. Al-Qari’ah: 10-11).

Neraka Juga Menyiksa dengan Dingin yang Luar Biasa

Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا

“ِmereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan air yang sangat dingin” (QS. An Naba’: 24-25).

Ghassaq ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai nanah, dan sebagaian ulama yang lain menafsirkan bahwa ghassaq adalah air yang busuk yang sangat dingin. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya menggabungkan dua makna ini, maka ghassaq adalah air yang busuk yang luar biasa dingin tak tertahankan, yang berasal dari nanah dan keringat penghuni neraka.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اشتَكَتِ النارُ إلى ربها ، فقالتْ : ربِّ أكلَ بعضي بعضًا ، فأذِنَ لها بِنَفَسَيْنِ: نَفَسٍ في الشتاءِ ونَفَسٍ في الصيفِ ، فأشدُّ ما تجدونَ من الحرِّ ، وأشدُّ ما تجدون من الزَّمْهَرِيرِ

Neraka mengadu kepada Rabb-nya, ia berkata, ‘Rabb-ku, sebagian dariku menghancurkan sebagian yang lainnya. Allah berfirman kepada neraka, ‘Jika demikian maka engkau dapat bernafas dua kali: satu nafas di musim dingin dan satu nafas di musim panas.’ Maka itulah panas yang paling panas dan dingin yang paling dingin” (HR. Bukhari no. 3260, Muslim no. 617).

Bahan Bakar Neraka

Bahan bakar neraka adalah manusia yang durhaka serta batu-batu. Allah Ta’ala berfirman,

ياٰأيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At Tahrim: 6).

Neraka Sangat Dalam

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ وَجْبَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَدْرُونَ مَا هَذَا قَالَ قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ هَذَا حَجَرٌ رُمِيَ بِهِ فِي النَّارِ مُنْذُ سَبْعِينَ خَرِيفًا فَهُوَ يَهْوِي فِي النَّارِ الْآنَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا

Kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba-tiba beliau mendengar seperti suara benda jatuh ke dasar. Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya, ‘Tahukah kalian suara apa itu?’ Kami menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘Ini adalah batu yang dilemparkan ke neraka sejak 70 tahun yang lalu dan sekarang baru mencapai dasarnya’” (HR. Muslim no. 2844).

Makanan dan Minuman Penduduk Neraka

Minuman penduduk neraka adalah air yang mendidih dan nanah. Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا

“ِmereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah” (QS. An Naba’: 24-25).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَسُقُوا مَاء حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءهُمْ

Mereka (penghuni neraka) diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong usus-usus mereka” (QS. Muhammad: 15).

Diantara makanan penduduk neraka adalah buah zaqqum. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّومِ طَعَامُ الْأَثِيمِ كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ كَغَلْيِ الْحَمِيمِ

Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas” (QS. Ad-Dukhan: 43-46).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai ngerinya buah zaqqum,

لَوْ أنَّ قطْرةً من الزَّقُّومِ قَطَرَتْ في دار الدُّنْيَا لأفْسَدَتْ على أهلِ الدنيا مَعَايِشَهُمْ

Kalaulah saja setetes dari buah zaqqum menetes di dunia, niscaya akan menimbulkan kerusakan terhadap kehidupan penduduk dunia” (HR. At Tirmidzi no. 2585, ia berkata, “hasan shahih”).

Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

على الله عهداً لمنْ شرب المسكرات لَيَسقيِه من طِينةِ الخبَالِ. قالوا: يا رسولَ الله وما طينةُ الخبَالِ؟ قال: عَرقُ أهل النار أو عُصَارةُ أهلِ النارِ

Allah berjanji kepada peminum khamr bahwa mereka akan diberi minum berupa thinatul khabal. Para sahabat bertanya, ‘Apakah thinatul khabal itu?’ Nabi menjawab, ‘Yaitu keringatnya  penghuni neraka atau ekstrak dari para penghuni neraka’” (HR. Abu Daud no. 3680, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Pakaian Penduduk Neraka

Allah Ta’ala berfirman,

فَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ قُطِّعَتۡ لَهُمۡ ثِيَابٞ مِّن نَّارٖ يُصَبُّ مِن فَوۡقِ رُءُوسِهِمُ ٱلۡحَمِيمُ ٩ يُصۡهَرُ بِهِۦ مَا فِي بُطُونِهِمۡ وَٱلۡجُلُودُ ٢٠ وَلَهُم مَّقَٰمِعُ مِنۡ حَدِيدٖ ١ كُلَّمَآ أَرَادُوٓاْ أَن يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا مِنۡ غَمٍّ أُعِيدُواْ فِيهَا وَذُوقُواْ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ

Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” (QS. Al-Hajj: 19-21).

Siksaan yang Paling Ringan di Neraka

Dari An Nu’man bin Basyir radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ أهْوَنَ أهل النارِ عذاباً مَنْ لَهُ نَعْلانِ وشِرَاكانِ من نارٍ يَغلي منهما دماغُه كما يغلي المِرْجَل ما يَرَى أنَّ أحداً أشدُّ منهُ عَذَاباً وإنَّهُ لأهْونُهمْ عذاباً

Penduduk neraka yang paling ringan siksaannya di neraka adalah seseorang yang memakai dua sandal neraka yang memiliki dua tali. Kemudian otaknya mendidih karena panasnya sebagaimana mendidihnya air di kuali. Orang tersebut merasa tidak ada orang lain yang siksanya lebih pedih dari siksaannya. Padahal siksaannya adalah yang paling ringan diantara mereka” (HR. Muslim no. 213).

Dalam riwayat lain disebutkan orang tersebut adalah Abu Thalib, paman Nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ أهْوَنَ أهلِ النارِ عَذَابًا أبو طالبٍ في رِجلَيْهِ نعلانِ من نارٍ يغْلِي منهما دِمَاغُهُ

Penduduk neraka yang paling ringan siksaannya di neraka adalah Abu Thalib. Ia memakai dua sandal neraka yang membuat otaknya mendidih karena panasnya” (HR. Ahmad 4/241, dishahihkan oleh Ahmad Syakir dalam ta’liq-nya terhadap Musnad Ahmad).

Satu Celupan Saja di Neraka Membuat Kenikmatan Dunia Tidak Ada Artinya

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُؤتَى بأنْعَم أهل الدنيا مِنْ أهل النار فيُصْبَغُ في النارِ صَبْغَةً ثم يُقَال: يا ابنَ آدمَ هل رأيتَ خيراً قطُّ هل مَرَّ بكَ نعيمٌ قط؟ فيقولُ لا والله يا ربِّ، ويؤْتَى بأشَدِّ الناسِ بؤساً في الدنيا مِنْ أهل الجنة فيصبغُ صبغةً في الجنة فيقال: يا ابن آدمَ هل رأيتَ بؤساً قط؟ هل مَرَّ بك من شدة قط؟ فيقولُ: لا والله يا ربِّ ما رأيتُ بؤساً ولا مرّ بِي مِنْ شدةٍ قَطُّ

Didatangkan penduduk neraka yang paling banyak nikmatnya di dunia pada hari kiamat. Lalu ia dicelupkan ke neraka dengan sekali celupan. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan sedikit saja? Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sedikit saja?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku.” Didatangkan pula penduduk surga yang paling sengsara di dunia. Kemudian ia dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan keburukan sekali saja? Apakah engkau pernah merasakan kesulitan sekali saja?’ Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku! Aku tidak pernah merasakan keburukan sama sekali dan aku tidak pernah melihatnya tidak pula mengalamminya” (HR. Muslim no. 2807).

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يقولُ اللهُ تعالَى لأهونِ أهلِ النَّارِ عذابًا يومَ القيامةِ : لو أنَّ لك ما في الأرضِ من شيءٍ أكنتَ تفتدي به ؟ فيقولُ : نعم ، فيقولُ : أردتُ منك أهونَ من هذا ، وأنت في صلبِ آدمَ : ألَّا تُشرِكَ بي شيئًا ، فأبيتَ إلَّا أن تُشرِكَ بي

Dikatakan kepada seorang penduduk neraka yang paling ringan adzabnya di hari kiamat, ‘Andai engkau memiliki semua yang ada di bumi apakah engkau akan menebus dengannya (agar keluar dari neraka)? Ia menjawab, ‘Ya.’ Maka Allah berfirman, ‘Sungguh Aku menghendaki darimu yang lebih mudah dari hal itu, sejak engkau masih menjadi tulang sulbi Adam, yaitu engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, namun engkau enggan, dan engkau menyekutukanku” (Hr. Bukhari no. 6557, Muslim no. 2805).

Demikian sedikit papar mengenai sifat-sifat neraka. Semoga kita senantiasa ingat akan akhirat dan ingat akan ngerinya neraka, sehingga senantiasa bersemangat dalam kebaikan dan istiqamah dalam ketaatan, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari neraka dan mengumpulkan kita semua di Jannah-Nya.

***

Referensi utama: Washfun Naar, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, http://ar.islamway.net/article/1700

Larangan Menyerupai Hewan Dalam Sholat

Larangan Menyerupai Hewan Dalam Sholat 

Sungguh Allah Ta’ala telah memuliakan manusia dan menciptakannya dalam bentuk yang paling baik dan sempurna, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (QS. Al-Isra’: 70).

 Allah Ta’ala juga telah berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4).

Allah Ta’ala menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna. Manusia berjalan dengan kedua kakinya dan makan dengan tangannya. Berbeda dengan kondisi hewan yang sebagian berjalan dengan empat kaki dan makan langsung dengan mulutnya.

Allah Ta’ala  juga telah memberikan manusia pendengaran, penglihatan, dan hati sehingga manusia mampu memahami berbagai hal dan mengambil manfaat darinya. Dengan pemberian tersebut pula, manusia mampu membedakan berbagai hal, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya di dunia maupun di akhirat.

Sepantasnya bagi seorang hamba yang beriman kepada Allah Ta’ala untuk mengetahui kemuliaan yang telah Allah Ta’ala berikan ini. Oleh karena itu, hendaknya hamba tidak menyerupai hewan terutama saat dalam sedang salat. Karena salat adalah keadaan paling mulia bagi seorang hamba. Terdapat dalil-dalil sahih dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam berupa perintah untuk menyelisihi seluruh hewan dalam bentuk-bentuk salat. Bentuk larangan tersebut adalah:

1. Menoleh saat salat seperti menolehnya rubah;

2. Membentangkan tangan saat sujud seperti bentangan tangan/kakinya binatang buas;

3. Duduk seperti duduknya anjing;

4. Sujudnya cepat seperti mematuknya burung gagak;

5. Menuju sujud dari berdiri seperti menderumnya unta; dan

6. Mengangkat tangan saat salam seperti ekor kuda yang kepanasan.

Salat adalah munajat kepada Allah Ta’ala, penghubung antara seorang hamba dengan Rabbnya, sehingga hendaknya saat itu seorang hamba berada dalam keadaan dan posisi yang paling baik dan sempurna.

Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan An-Nasai rahimahumullah meriwayatkan sebuah hadis dari Abdurrahman bin Syibl radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

نَهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن نَقْرةِ الغُرابِ، وافتراشِ السَّبُعِ، وأنْ يُوَطِّنَ الرجُلُ المكانَ في المسجدِ كما يُوَطِّنُ البعيرُ.

Rasulullah Shallaallaahu ‘alaihi wasallam melarang tiga perkara, yaitu:

1. Mematuk seperti mematuknya burung gagak (sujudnya cepat);

2. Duduknya hewan buas (membentangkan tangan saat sujud seperti bentangan binatang buas yakni kaki belakang dilipat, kaki depannya diluruskan. Lengannya menempel ke lantai);

3. Seseorang mengkhususkan tempat seperti unta yang mengkhususkan tempat (duduk di tempat tertentu secara terus-menerus kalau di tempat salatnya)

(HR. Ahmad  no. 15532, Abu Dawud no. 862, An Nasai no. 1112, dan Ibnu Majah no. 1429. dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash Shahihah, no. 1168).

An-Nasai rahimahullah meriwayatkan hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

اعتَدِلوا في السُّجودِ، ولا يَبسُطْ أحَدُكم ذِراعَيهِ كما يَبسُطُ الكلْبُ.

“Sempurnakan sujud kalian, dan jangan salah seorang dari kalian menghamparkan kedua lengannya sebagaimana terhamparnya (kaki) anjing” (HR. An-Nasai no. 702, hadis hasan sahih).

Larangan dalam hadis ini adalah larangan sujud dengan keadaan lengannya menyerupai kaki anjing saat terhampar, yakni kedua lengan dan sikunya menempel pada lantai. Hendaknya orang yang salat mengangkat sikunya saat sedang sujud.

Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يعمد أحدكم في صلاته، فيبرك كما يبرك الجمل

“(Apakah) salah seorang di antara kalian turun dalam salatnya, sehingga ia menderum sebagaimana unta menderum (ketika hendak sujud)?” (HR. Abu Dawud no. 841, dinilai sahih oleh Syaikh Al Albani).

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ وَنَهَانِي عَنْ ثَلَاثٍ أَمَرَنِي بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى كُلَّ يَوْمٍ وَالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَنَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan aku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara. Memerintahkan aku untuk melakukan salat dhuha dua raka’at setiap hari, witir sebelum tidur, dan puasa tiga hari dari setiap bulan. Melarangku dari mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk iq’a seperti duduk iq’a anjing, dan menoleh sebagaimana rubah menoleh” (HR. Ahmad no. 8106, dihasankan Syekh Al Albani).

Imam Muslim, Ahmad dan Nasai rahimahumullah meriwayatkan dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا سَلَّمْنَا قُلْنَا بِأَيْدِينَا السَّلَامُ عَلَيْكُمْ , السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَنَظَرَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ تُشِيرُونَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْسٍ إِذَا سَلَّمَ أَحَدُكُمْ فَلْيَلْتَفِتْ إِلَى صَاحِبِهِ وَلَا يُومِئْ بِيَدِهِ

“Aku salat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kami dahulu jika salam (dari salat), kami mengisyaratkan dengan tangan kami ‘as-salaamu ‘alaikum, as-salaamu ‘alaikum.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kami, lalu beliau bersabda, ‘Mengapa Engkau memberi isyarat dengan tanganmu, seolah-olah ekor-ekor kuda yang tidak tenang? Jika seseorang dari kamu salam (dari salatnya), hendaklah ia menoleh kepada saudaranya, dan janganlah ia memberikan isyarat dengan tangannya.’” (HR. Muslim no. 431, Ahmad no. 20806, Nasai no. 1185).

Kesimpulannya, di antara larangan dalam salat supaya tidak menyerupai hewan, yaitu:

1. Sujud dengan sangat cepat seperti mematuknya burung atau ayam saat sujud. Sehingga sujud harus dilakukan dengan tumakninah;

2. Menjulurkan lengan di lantai dan tidak mengangkatnya saat sujud seperti duduknya binatang buas;

3. Mengkhususkan tempat seperti unta yang selalu mengkhususkan tempat untuk menderum;

4. Menjulurkan lengan di lantai bersama telapak tangannya seperti iq’a nya anjing;

5. Menolah-noleh seperti rubah yang tolah-toleh;

6. Menggerakkan tangannya saat salam seperti ekor kuda yang tidak tenang.

Hadis dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

و إذا ركع أحدكم فلا يدبح تدبيح الحمار ، واليقم صلبه

“Apabila salah seorang di antara kalian ruku’, janganlah ruku’ dengan merunduk seperti keledai yang merunduk (merunduk ke bawah melihat ke kakinya), hendaknya meluruskan tulang punggungnya” (HR. Baihaqi, 2/121).

Hadis di atas lemah, namun ada hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam,

إذا ركع لم يُشخِص ولم يُصًوِّبه

“Apabila beliau ruku’, beliau tidak terlalu mendongakkan maupun terlalu merunduk” (HR. Muslim no. 498, dari hadis ‘Aisyah Radhiyallaahu ‘anha).

Sesungguhnya Islam datang untuk memuliakan kaum muslimin, meninggikan mereka jangan sampai menyerupai hewan dalam berbagai kondisinya, terutama dalam kondisi salat dimana seorang hamba sedang bermunajat dengan Rabbnya.

***

Referensi:

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat  hal. 79-82, karya Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434 H, penerbit Daar Al fadhiilah.