Nabi Muhammad dan Tanda-Tanda Kerasulannya

Nabi Muhammad dan Tanda-Tanda Kerasulannya

Khutbah Pertama:

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْحَقِّ اْلمُبِيْنِ وَأَيَّدَهُ بِاْلآيَاتِ اْلبَيِّنَاتِ لِتَقُوْمَ الْحُجَّةُ عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ: {لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ }وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه إِلَهُ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mengutus utusan-Nya dengan membawa kebenaran serta bukti yang sangat nyata. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak ada tandingan bagi-Nya dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya, penutup para nabi yang tidak ada nabi setelahnya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membenarkan semua berita yang sahih yang datang dari Rasul-Nya. Marilah kita senantiasa mengingat bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus para rasul-Nya sebagai pemberi kabar gembira sekaligus pemberi peringatan bagi para hamba-Nya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk membela dirinya dari kesalahankesalahan yang dilakukannya setelah diutusnya para rasul. Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menguatkan para rasul-Nya dengan tanda-tanda kenabian yang membenarkan ajaran yang dibawanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. al-Hadid: 25)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنَ ا نْألَْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أُعْطِيَ مِنَ ا يْآلَاتِ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ
“Tidak ada seorang nabi pun kecuali diberikan (kepadanya) tanda-tanda (bukti kenabian) yang dengan semisal itu manusia beriman.” (HR. Muslim)
Dari ayat dan hadits tersebut, kita mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menguatkan kebenaran para rasul-Nya dengan tanda-tanda kenabian atau mukjizat sehingga tegaklah hujah bagi orangorang yang menentang ajaran mereka. Di sisi lain, akan membuat orang yang beriman semakin yakin dan menerima kebenaran yang dibawa oleh para rasul.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Di antara bukti nyata yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada para rasul-Nya, bahkan termasuk tanda-tanda kenabian yang paling besar, adalah mukjizat yang diberikan kepada pemimpin sekaligus penutup para nabi, yaitu nabi kita Muhammad n. Tanda-tanda kenabian atau yang disebut dengan mukjizat tersebut ada yang sifatnya kauniyah dan ada pula yang sifatnya syar’iyah. Di antara tanda kenabian yang sifatnya syar’iyah adalah mukjizat yang berupa Alquran. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan kepada orang-orang yang meminta bukti nyata tentang kebenaran Rasul yang paling mulia ini di dalam firman-Nya,
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Alquran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-‘Ankabut: 51)
Hadirin rahimakumullah,
Memang benar bahwa Alquran adalah mukjizat terbesar. Sebab, ia diturunkan sebagai pembenar bagi kitabkitab yang sebelumnya dan menjadi hakim yang memutuskan ketetapan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala serta menghapus berlakunya kitab-kitab sebelumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai hakim terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. al-Maidah: 48)
Hadirin rahimakumullah,
Demikianlah, Alquran adalah kitab suci yang kandungan ajarannya menyeluruh untuk seluruh manusia hingga akhir zaman serta akan senantiasa tepat dan sesuai, kapan dan di mana pun. Kandungannya berisi berita dan kisah yang penuh dengan hikmah, berisi hukum-hukum yang sempurna dan penuh keadilan, yang sangat dibutuhkan untuk kebaikan individu dan masyarakat. Begitu pula saat dibaca, Alquran memiliki keindahan yang luar biasa dari sisi kalimat atau lafadznya sehingga tidak membosankan pembacanya dan mampu memberikan pengaruh yang besar bagi orang-orang yang bertadabur saat membacanya.
Hadirin rahimakumullah,
Oleh karena itu, kita harus benarbenar memahami bahwa di hadapan kita ada Alquran yang merupakan kitab suci yang sangat agung. Kitab yang berisi petunjuk kepada jalan yang lurus. Kitab yang merupakan kalam Allah yang tidak ada sedikit pun kesalahan di dalamnya. Sudah semestinya kita mempelajari dan mengamalkan kitab yang mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ () لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka (baik) secara diam-diam maupun terangterangan. Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30)
Demikian keutamaan seseorang yang memiliki sifat sebagaimana tersebut dalam ayat di atas, di antaranya adalah msenantiasa membaca Alquran. Diantelah melakukan perniagaan dengan nkeuntungan yang dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengalami kerugian.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Termasuk mukjizat yang menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syariat Islam yang dibawanya. Sebab, syariat tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan hubungan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun yang mengatur hubungan sesama manusia. Jadi, semua yang dibutuhkan untuk kebaikan manusia, baik yang berkaitan dengan akidah, ibadah, maupun akhlak serta adab, ada dalam syariat yang mulia ini. Oleh karena itu, seandainya seluruh manusia berkumpul untuk membuat syariat yang serupa dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka mereka tidak akan mampu untuk mewujudkannya. Hal ini tentu menunjukkan bukti nyata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syariat yang benar-benar datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saudara-saudaraku rahimakumullah,
Dengan demikian, di hadapan kita ada syariat yang sempurna dan penuh dengan keadilan. Syariat yang merupakan tanda kenabian dan menunjukkan kebenaran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. al-Maidah: 50).
Maka dari itu, sudah semestinya kaum muslimin mengikuti syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan aturan yang bertentangan dengan syariat-Nya. Kaum muslimin wajib meyakini bahwa kebenaran dan keadilan hanya ada pada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun aturan yang bertentangan dengannya adalah aturan yang batil dan zalim. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita untuk istiqamah di atas ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ajal mendatangi kita.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، أشْهَدُ أَنْ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِه وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كثيراً،
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Adapun tanda-tanda kenabian yang sifatnya kauniyah, jumlahnya amat banyak. Di antaranya adalah akhlak yang ada pada diri Rasulullah n dan amal ibadah beliau yang luar biasa. Sungguh, kebenaran beliau n sebagai utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala terlihat pada keluhuran akhlak beliau yang dikenal kejujuran, kebaikan, keadilan, dan kesabarannya. Seseorang yang mempelajari sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjumpai bahwa beliau adalah sosok yang senantiasa menepati janji, tidak pernah sekali pun berdusta, berbuat zalim, atau berkata kotor dan berbuat nista. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga diketahui sebagai sosok yang tidak memerintahkan satu kebaikan pun kecuali menjadi orang yang pertama kali menjalankannya.
Beliau tidaklah melarang satu kejelekan pun kecuali menjadi orang yang pertama kali meninggalkannya. Begitu pula, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pribadi yang diberi kemenangan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengalahkan musuh-musuh yang menentang ajaran yang dibawanya, namun tidak ada keangkuhan pada diri beliau. Ketinggian akhlak dan ibadah beliau menjadi tanda kenabian yang dengan jelas menunjukkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Masih banyak lagi tanda-tanda kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya apa yang disaksikan oleh orang-orang Quraisy setelah mereka meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanda-tanda yang menunjukkan kebenarannya, yaitu terbelahnya bulan menjadi dua hingga mereka melihat Gua Hira ada di antara keduanya. Begitu pula, termasuk tanda-tanda kenabian adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Isra’ adalah perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan berkumpulnya para nabi di tempat tersebut lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami mereka.
Mi’raj adalah naiknya beliau ke langit dan bertemu serta saling mengucapkan dan menjawab salam dengan beberapa nabi pada setiap langit, hingga mencapai tempat yang bernama Sidratil Muntaha. Di sanalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun tanpa melihat- Nya, untuk mendapatkan kewajiban shalat lima waktu. Sebelumnya, diwajibkan lima puluh kali dan kemudian mendapatkan keringanan setelah beliau berbolak-balik dari Nabi Musa menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan keringanan tersebut. Bahkan, pada peristiwa yang terjadi dalam satu atau sebagian malam tersebut juga diperlihatkan surga dan neraka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menunjukkan kebenaran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ
“Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar.” (QS. an-Najm: 18).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, marilah kita terima dengan penuh lapang dada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disampaikan melalui utusan-Nya yang paling mulia, yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Marilah kita kedepankan wahyu yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada akal kita. Marilah kita tundukkan hawa nafsu kita untuk mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita semua.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56]
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّ وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي دَوْرِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَارَبَّ العَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ أَهْلَ الإِسْلَامِ بِسُوْءٍ فَجْعَلْ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرُهُ يَاسَمِيْعُ الدُّعَاءِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَدُعَائَنَا اَللَّهُمَّ لَا تَرُدْنَا خَائِبِيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابِ رَبَّنَا اغْفِرْ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

6 Prinsip Parenting Islami

6 Prinsip Parenting Islami

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا؛ مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيِ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مَنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ:
اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ وَالْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ .
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Sesungguhnya di antara bentuk kewajiban yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah kewajiban pendidikan, pengasuhan, dan kepemimpinan. Amanat yang agung yang wajib dipegangi adalah perhatian dalam hal ini. Yakni perhatian terhadap pendidikan anak. Hal ini –ma’asyiral muslimin-, adalah sebuah amanah dan tanggung jawab. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (27) وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 27-28).
Maknanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan seorang anak kepada para orang tua sebagai cobaan dan ujian. Ujian tersebut dalam bentuk anak memiliki hak-hak yang harus ditunaikan. Apabila orang tua menunaikan hak-hak tersebut sesuai dengan yang Allah perintahkan, maka Allah persiapkan bagi para orang tua pahala yang sangat bersar. Namun jika mereka menyia-nyiakan anak, maka bagi para orang tua hukuman di sisi Allah bergantung dengan sejauh mana penyia-nyiaan mereka.
Oleh karena itu, Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Ayat ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan anak. Para orang tua wajib berpegang dengannya. Dalam shahihain dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ؛ الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، أَلا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Pembantu dalam permasalahan harta tuannya adalah pemimpin dan dia akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.”
Makna mas’ul (tanggung jawab) di sini adalah seorang hamba apabila ia berdiri di hadapan Allah Jalla wa ‘Ala, maka Allah akan bertanya kepadanya tentang hal itu. Sebagian ulama menyatakan, sesungguhnya Allah Jalla wa ‘Ala pada hari kiamat akan bertanya kepada orang tua tentang anaknya sebelum Allah bertanya kepada anak bagaimana ia berlaku kepada orang tuanya. Allah telah mewatiati agar anak berbuat kebaikan kepada orang tuanya. Dan juga Allah mewasiatkan kepada orang tua untuk mendidik dan mengajari anaknya kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya.” (QS. Al-Ankabut: 8).
Firman-Nya juga
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.” (QS. An-Nisa: 11).
Dan firman-Nya juga,
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Ma’asyiral muslimin,
Pendidikan anak adalah tanggung jawab dan amanah yang besar. Wajib bagi para orang tua untuk bertakwa kepada Allah dalam urusan anak-anak mereka. Wajib bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan dan bimbingan. Menumbuh-kembangkan mereka dalam akidah Islam, amalan-amalan Islam, dan akhlak-akhlak Islam. Para orang tua wajib membangun pondasi ketakwaan dan keshalehan agar anak-anak mengetahui dan mengamalkan apa yang menjadi hak-hak Allah Jalla wa ‘Ala pada diri mereka.
Ibadallah,
Pendidikan anak harus tegak pada prinsip dan asas yang benar. Untuk merealisasikan tujuan yang mulia ini, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Di antara prinsip tersebut adalah:
Pertama: Senantiasa mendoakan anak.
Mendoakan ini bisa dimulai saat sang anak belum lahir, dengan meminta kepada Allah keturunan yang shaleh. Dan setelah mereka terlahir di dunia dengan mendoakan mereka hidayah dan kebaikan. Setelah mereka cenderung kepada hidayah dan kebaikan, para orang tua hendaknya mendoakan mereka agar istiqomah di jalan kebaikan tersebut. Hal ini sebagaimana doa Nabi Ibrahim:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100).
Kemudian beliau berdoa:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35).
Dan doa beliau juga:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.” (QS. Ibrahim: 40).
Doa Nabi Zakariya:
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38).
Dan doa ‘ibadurrahman:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 76).
Ketahuilah ma’asyiral mukminin,
Doa orang tua untuk anaknya adalah doa yang mustajab yang tidak tertolak. Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau. Namun para orang tua juga jangan tergesa-gesa dalam doa mereka, terutama saat mereka dalam kondisi marah kepada anak. Jangan mendoakan anak dengan keburukan. Apabila doa tersebut dikabulkan, mereka akan menyesal. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11).
Ayyuhal mukminun,
Kedua: Adil di antara anak dan menjauhi sikap zhalim dan tidak adil.
Jika orang tua tida bersikap adil di antara anak mereka, maka akan terdapat rasa permusuhan, hasad, dan kebencian antara mereka. Jika mereka berbuat adil, maka keadilan tersebut akan menjadi sebab terbesar saling cinta dan kasih saying di antara mereka. Dan juga menjadi sebab baiknya perangai mereka.
Dalam Shahihain, dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu
عَنْ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي. فَقَالَ : أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ? قَالَ : لَا قَالَ: اِتَّقُوا اَللَّهَ , وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي, فَرَدَّ تِلْكَ اَلصَّدَقَةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ قَالَ : ( فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي ثُمَّ قَالَ : أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا لَكَ فِي اَلْبِرِّ سَوَاءً? قَالَ : بَلَى قَالَ : فَلَا إِذًا )
Dari Nu’man Ibnu Basyir radhiallahu ‘anhuma, “Ayahku menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menyaksikan pemberiannya kepadaku, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau melakukan hal ini terhadap anakmu seluruhnya?”. Ia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: “Takutlah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu.” Lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. (Muttafaq ‘alaihi).
Dalam riwayat Muslim beliau bersabda: “Carikan saksi lain selain diriku dalam hal ini.” Kemudian beliau bersabda: “Apakah engkau senang jika mereka (anak-anakmu) sama-sama berbakti kepadamu?”. Ia Menjawab: Ya. Beliau bersabda: “kalau begitu, jangan lakukan.”
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Ketiga: Lemah lembut, kasih sayang, dan berbuat baik terhadap anak. Jauhi sifat kasar dan kaku.
Jika lemah lembut ada pada suatu hal pasti dia akan menjadikan hal itu indah. Dan tidaklah hilang dari sesuatu pasti hal itu akan menjadi rusak. Lakukan kelemah-lembutan, kasih sayang, dan perhatian terhadap anak sedari mereka kecil. lakukan hal it uterus-menerus.
Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumi cucunya Hasan bin Ali. Saat itu al-Aqra’ bin Habis duduk di dekat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Aku memiliki 10 orang anak dan aku tidak pernah mencium salah seorang dari mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menatap al-Aqra’, kemudian bersabda,
مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak disayangi.”
Dalam Shahihhain, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Datang seorang Arab Badui menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, ‘Anda mencium anak-anak? Kami tidak pernah melakukannya’. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ
“Sungguh aku tidak mampu mencegah jika ternyata Allah telah mencabut sifat kasih sayang dari hatimu.”
Kasih sayang dan lemah lembut ini ma’asyiral mukminin, adalah sebab yang membuat anak menjadi dekat dan cinta kepada kedua orang tuanya. Apabila rasa kedekatan ini sudah ada, maka rasa cinta pun akan muncul. Sehingga orang tua bisa memberikan pengarahan, nasihat, dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Dan anak-anak pun akan lebih mudah menerima dan memperhatikan apa yang disampaikan kedua orang tuanya.
Ibadallah,
Keempat: Orang tua memiliki semangat untuk mengarahkan anak-anaknya kepada perkara yang mulia.
Hal ini dilakukan dengan cara memberi pengajaran tentang akidah Islamiyah dan kewajiban-kewajiban agama. Kemudian melarang mereka dari yang haram serta memperingatkan mereka dari perbuatan dosa. Dan sebaik-baik nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah nasihat Lukman al-hakim kepada anaknya. Sebuah nasihat yang Allah sebutkan di dalam Kitab-Nya di surat Lukman.
Apa yang dilakukan oleh Lukman adalah sebuah teladan yang mulia dan agung. Hendaknya kita mencontoh Lukman dalam mendidik dan mengajar anaknya. Ia mengajarkan tentang keimanan kepada Allah dan beriman pada semua yang diperintahkan-Nya. Ia mengajarkan mentauhidkan Allah Jalla wa ‘Ala dan menyerahkan agama hanya untuk-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah: 132).
Dan wasiat pertama Lukman kepada anaknya,
يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Karena menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar.” (QS. Lukman: 13).
Setelah menasihati anaknya dengan keimanan, Lukman melanjutkannya dengan nasihat agar menjaga kewajiban-kewajiban, melarang anaknya dari kemungkaran, dan memperingatkannya akan perbuatan dosa. Di antara kewajiban yang paling terdepan untuk dijaga adalah shalat.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132).
Dalam Sunan Abu Dawud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat.”
Ayyuhal mukminun,
Kelima: Memperhatikan teman-teman mereka, terutama teman dekat.
Karena teman dekat yang bertemu secara intens akan mempengaruhi satu sama lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan perumpamaan yang sangat menarik mengenaik teman yang baik dan teman yang buruk. Dalam Shahihain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti penjual misik dan pandai besi. Adapun penjual misik, boleh jadi ia memberimu misik, engkau membeli darinya, atau setidaknya engkau akan mencium bau harumnya. Adapun pandai besi, boleh jadi akan membuat bajumu terbakar atau engkau mencium bau yang tidak enak.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Kemudian di zaman ini, ada wujud pertemanan, yang belum ada di zaman sebelumnya. Yaitu pertemanan dengan chanel-chanel televisi, internet, dan alat-alat komunikasi modern lainnya. Hal itu terdapat di dalam rumah-rumah bahkan dalam genggaman. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua mengawasi teman-teman anak-anaknya berupa benda-benda tersebut. Karena teman dekat akan memberikan pengaruh yang besar dan bahaya yang fatal terhadap pola pikir, agama, dan akhlak. Berapa banyak pemuda-pemuda menjadi rusak gara-gara benda-benda tersebut.
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Keenam: Orang tua harus menjadi teladan bagi anaknya.
Jangan orang tua menjadi seseorang yang memerintahkan anaknya kepada kebaikan, namun dia sendiri tidak melakukannya. Jangan pula melarang mereka dari kejelekan, tapi dia sendiri malah melakukannya. Yang demikian malah menjadikannya sebagai orang tua teladan dalam keburukan untuk anaknya. Yang demikian malah menjadikan seruan dan arahannya bertolak belakang. Antara perkataan dan perbuatannya berada di lembah yang berbeda.
Jika demikian halnya, anak-anak akan tumbuh besar pada didikan seorang ayah yang bertentangan perkataan dan perbuatannya. Yang berbahaya bagi karakter anaknya. Sang anak akan sangat terpengaruh dengan prilaku kedua orang tua tersebut.
Wajib bagi para orang tua yang mendidik dan mengarahkan anak-anaknya untuk merenungi terus firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab?” (QS. Al-Baqarah: 44).
Dan perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (QS. Hud: 88).
Ayyuhal mukminun,
Bersamaan dengan usaha para orang tua dengan memperhatikan hal-hal di atas, hati mereka wajib tetap bersandar kepada Allah Ta’ala. Bertawakal, menyerahkan urusan, dan beraharap hanya kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Berharap mudah-mudah Allah menjadikan anak-anak mereka anak yang shaleh dan taat. Menjaga mereka sebagaimana Dia menjaga hamba-hamba-Nya yang shaleh.
اَللَّهُمَّ يَا رَبَّنَا نَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ فِي هَذِهِ السَّاعَةِ المُبَارَكَةِ وَفِي هَذِهِ الْلَحْظَاتِ الكَرِيْمَةِ، وَنَسْأَلُكَ يَا رَبَّنَا بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَصِفَاتِكَ العُلْيَا وَبِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ أَنْ تُصْلِحَ لَنَا أَوْلَادَنَا أَجْمَعِيْنَ، اَللَّهُمَّ مَنَّ عَلَيْهِمْ بِالصَّلَاحِ وَالْهِدَايَةِ وَالاِسْتِقَامَةِ وَالسَّدَادِ، وَجَنِّبْهُمْ يَا رَبَّنَا اَلْفَسَادَ وَالْهَلَاكَ، اَللَّهُمَّ لَا نَرْجُوْ ذَلِكَ إِلَّا مِنْكَ، وَلَا نَتَوَكَلُ فِي ذَلِكَ وَفِي أَيِّ أَمْرٍ مِنْ أُمُوْرِنَا إِلَّا عَلَيْكَ؛ فَأَنْتَ وَحْدَكَ المُسَتَعَان وَعَلَيْكَ التُكْلَان وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Ayyuhal mukminun,
Yang harus diperhatikan oleh para orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anaknya adalah bersabar dalam usaha tersebut. Karena kesabaran akan menghasilkan kebaikan dan hasil pendidikan yang baik dan penuh berkah. Yang hal itu akan berdampak kebaikan di dunia, alam kubur, dan hari saat ia berjumpa dengan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Orang tua juga harus mengingat, janganlah mereka malas dalam mendidik anak mereka. Apabila orang tua malas dalam melakukan pendidikan terhadap anaknya, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk baik di dunia maupun di akhirat.
Bertakwalah kepada Allah wahai para orang tua, dalam permasalahan anak-anak. Hendaknya kita jadikan pendidikan dan pengarahan kepada anak-anak sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kita sertai usaha kita ini dengan doa memohon kebaikan, hidayah, dan keistiqomahan. Kita juga memohon perlindungan kepada-Nya dari jalan-jalan yang mengantarkan kepada kejelekan. Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam permasalahan ini.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).
للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَعَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ الدِّيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ النَّصْرَ وَالمَعُوْنَةَ لِإِخْوَانِنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ حَافِظًا وَمُعِيْنًا وَهَادِيًا وَمُسَدِّدًا يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنْ سَدِيْدِ الأَقْوَالِ وَصَالِحِ الْأَعْمَالِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَلِّ عَلَى المُسْلِمِيْنَ أَيْنَمَا كَانُوْا خِيَارَهُمْ، وَاصْرِفْ عَنْهُمْ شِرَارَهُمْ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَجَنِبْنَا وَالمُسْلِمِيْنَ الفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ .
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحَيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ 

Sikap Muslim Terhadap Hari Raya Orang Kafir

Sikap Muslim Terhadap Hari Raya Orang Kafir

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Sidang shalat Jumat rahimakumullah,
Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin.
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisaa: 69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha memadamkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya, diantaranya,
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109).
Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala yang lain,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجًا وَأَنْتُمْ شُهَدَاءُ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan”. Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran: 99).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta’ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran: 149)
Sidang shalat Jumat rahimakumullah,
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperingatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar’i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Alquran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
– Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
– Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
– Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Maidah: 51)
Sidang shalat Jumat rahimakumullah,
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
Sidang shalat Jumat rahimakumullah,
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan keistimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, “Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaharamannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, “Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjerumus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid’ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah”. Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhum, sebisa mungkin kita pertahankan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita semuanya, rasa takut hanya kepada-Nya sehingga dengan rasa takut itu dapat membentengi diri kita agar tidak berani berbuat maksiat kepada-Nya.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبّنََا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبّنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لله رَبّ الْعَالَمِيْنَ.

Kota Madinah, Keutamaan dan Adab Bagi Pengunjungnya

Kota Madinah, Keutamaan dan Adab Bagi Pengunjungnya

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَّمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ:
فَاتَّقُوْا اللهَ عِبَادَ اللهِ حَقَّ تَقْوَىْ، وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالنَّجْوَىْ
Kaum muslimin sekalian, sesungguhnya pilihan Allah bagi para rasul, para malaikat, dan bagi kaum mukminin menunjukkan rububiyah dan keesaan Allah, serta sempurnanya hikmah Allah, ilmu dan kekuasaanNya, tidak ada sekutu bagiNya yang bisa menciptakan sebagaimana ciptaanNya dan bisa memilih sebagaimana pilihan Allah. Allah berfirman :
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (٦٨)
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashas: 68).
Dan Allah Yang Maha Suci, telah menjadikan sebagian hari dan sebagian bulan lebih utama dari pada hari dan bulan yang lainnya. Dan Allah telah memilih tempat-tempat dan lokasi-lokasi yang Allah muliakan dan berkahi, maka Allah memilih Mekah dan Allah menjadikan padanya Al-Masjid AL-Haram, dan Allah memilih tanah yang suci lalu Allah jadikan padanya al-Masjid al-Aqsha.
Allah juga memuliakan Kota Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberkahinya. Allah mengistimewakannya dengan keutamaan-keutamaan yang tidak terdapat di kota yang lain. Dan karena mulianya Kota Madinah, maka ia memiliki banyak nama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakannya al-Madinah, Thoibah, dan Thoobah, dan Allah menyebutnya dengan ad-Daar wal al-Iman.
Ke kota inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah, lalu dikuasailah Kota Mekah dan kota-kota yang lain, dan dari Madinah-lah tersebar sunnah ke seluruh penjuru dunia.
Di awal Islam, Madinah-lah tempatnya, dan sebagaimana Iman muncul dari Madinah maka imanpun akan kembali ke Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِيْنَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا
“Sesungguhnya iman itu akan kembali ke Madinah sebagaimana ular akan kembali ke lubangnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati Kota Madinah bahwasanya “Kota Madinah memakan negeri-negeri”, beliau bersabda,
أُمِرْتُ بِقرية تَأْكُل الْقُرَى. يَقُولُونَ: يَثْرِبُ، وَهِي الْمَدِينَة
“Aku diperintahkan untuk berhijrah ke sebuah kota yang memakan kota-kota yang lain, mereka menamakan kota tersebut dengan Yatsrib, padahal namanya adalah al-Madinah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kota Madinah menggugurkan dosa dan kesalahan karena keutamaannya, atau karena cobaan yang dihadapi oleh seorang hamba di Kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنها طيبةٌ تَنْفِي الذُّنوبَ كَمَا تَنْفِي النَّارُ خبث الفِضَّة
“Sesungguhnya Madinah adalah Toibah, ia menghilangkan dosa-dosa sebagaimana api yang menghilangkan kotoran-kotoran perak.” (HR. al-Bukhari).
Dan Kota Madinah mengusir golongan buruk dari manusia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِير خبث الْحَدِيد
“Kota Madinah mengusir manusia yang buruk darinya, sebagaimana alat pandai besi yang menghilangkan karat besi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan kekuatan Kota Madinah untuk membersihkan dari kotoran sebagaimana alat kekuatan alat pandai besi, maka beliau bersabda,
المدينةُ كَالْكِيْرِ تَنْفِي خَبَثَهَا
“Kota Madinah seperti alat pandai besi, membersihkan dari kotorannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Madinah adalah kota yang aman untuk menegakkan syi’ar-syi’at Islam, dan darinya tersebarlah agama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهَا حَرَمٌ آمِنٌ
“Sesungguhnya Madinah adalah tanah haram (suci) yang aman.” (HR. Muslim).
Barangsiapa yang menghendaki keburukan di Kota Madinah maka Allah akan membinasakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَهَا بِسُوْءٍ أَذَابَهُ اللهُ كَمَا يَذُوْبُ الْمِلْحُ فِي المَاءِ
“Barangsiapa yang menghendaki keburukan padanya maka Allah akan meleburkannya sebagaimana garam yang melebur di air.” (HR. Ahmad).
Dan barangsiapa yang berencana buruk kepada penduduk Kota Madinah maka Allah akan membinasakannya dan Allah tidak akan menundanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَكِيْدُ أَهْلَ الْمَدِينَة أحدٌ إِلَّا انْمَاعَ كَمَا يَنْمَاعُ الْمِلْحُ فِي المَاءِ
“Tidaklah seorang pun yang berencana buruk kepada penduduk Kota Madinah kecuali ia akan lebur sebagaimana garam yang lebur di air.” (HR. al-Bukhari).
Barangsiapa yang menghendaki keburukan kepada penduduk Kota Madinah maka Allah mengancamnya dengan adzab yang pedih di neraka. Nabi bersabda,
وَلَا يُرِيد أحدٌ أهلَ الْمَدِينَة بِسوء إِلَّا أذابه الله فِي النَّارِ ذَوْبَ الرَّصَاصِ، أَو ذَوْبَ الْمِلْحِ فِي المَاءِ
“Dan tidak seorang pun yang menghendaki keburukan kepada penduduk Kota Madinah kecuali Allah akan meleburkannya di neraka sebagaimana leburnya timah, atau leburnya garam di air.” (HR. Muslim).
Barangsiapa yang menakut-nakuti penghuni Kota Madinah maka Allah akan menjadikannya takut dan mengancamnya dengan laknat, Nabi berkata
مَنْ أَخَافَ أَهْلَ الْمَدِيْنَةِ ظَالِمًا لَهُمْ أَخَافَهُ اللهُ وَكَانَتْ عَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ
“Barangsiapa yang menakut-nakuti penduduk Kota Madinah dengan menzolimi mereka, maka Allah akan menjadikan mereka takut, dan atas dia laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia, tidak akan diterima darinya amal wajibnya dan tidak juga amal sunnahnya.” (HR. an-Nasai).
Karena kemuliaan Kota Madinah, maka Allah menjadikan daerah sekitar Masjid Nabawi sebagai tanah haram, sebagaimana kota Mekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ
“Sesungguhnya aku telah menjadikan Madinah sebagai tanah suci/haram sebagaimana Ibrahim menjadikan Mekah sebagai tanah haram.” (HR. Muslim).
Maka tidak boleh diangkat senjata untuk memerangi, dan tidak boleh ditumpahkan darah kecuali dalam rangka mendirikan hukuman qishas dan hukuman had. Hewan buruan di Kota Madinah aman tidak boleh diburu, dan pepohonannya tidak boleh ditebang, dan barangsiapa yang mengada-ngadakan bid’ah dalam agama di Kota Madinah atau ia menaungi pelaku kejahatan maka atasnya laknat Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أحدث فِيهَا حَدثا أَو آوى مُحْدِثًا فَعَلَيهِ لعنة الله وَالْمَلَائِكَة وَالنَّاس أَجْمَعِينَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ يَوْم الْقِيَامَة عدلٌ وَلَا صرفٌ
“Barangsiapa yang melakukan bid’ah di Kota Madinah atau melindungi pelaku kejahatan maka atasnya laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Tidak akan diterima darinya amalan wajib dan juga amalan Sunnah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan perkaranya sampai pada para malaikat menjaga seluruh jalan-jalan Kota Madinah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَائِكَةٌ يَحْرُسُوْنَهَا
“Sesungguhnya di setiap jalan Kota Madinah ada para malaikat yang menjaganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Demikian juga lorong-lorong gunung Kota Madinah juga dijaga oleh para malaikat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفسِي بِيَدِهِ مَا من الْمَدِينَة شعبٌ وَلَا نقبٌ إِلَّا عَلَيْهِ ملكان يحرسانها حَتَّى تقدمُوا إِلَيْهَا
“Dan demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya , tidak ada satu lorong pun dan tidak ada satu jalan pun kecuali ada dua malaikat yang menjaganya hingga kalian mendatangi Kota Madinah.” (HR. Muslim).
Bahkan seluruh sisi Kota Madinah dijaga oleh para malaikat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِيهَا الدَّجَّال، فيجد الْمَلَائِكَة يحرسونها
“Dajjal mendatangi Kota Madinah, dan ia mendapati para malaikat menjaga Kota Madinah.” (HR. al-Bukhari).
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan begitu banyaknya para malaikat penjaga, dan penjagaan meliputi seluruh jalan-jalan”.
Kota Madinah terjaga dari Dajjal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِي الدَّجَّال وَهُوَ محرمٌ عَلَيْهِ أَن يدْخل نقاب الْمَدِينَة
“Dajjal datang, namun ia diharamkan untuk masuk jalan-jalan Kota Madinah.” (HR. al-Bukhari).
Jika orang-orang mendengar tentang Dajjal maka mereka pun ketakutan dan lari dari Dajjal menuju gunung-gunung, adapun Kota Madinah maka tidak akan tertimpa rasa takut dari Dajjal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يدْخلُ الْمَدِينَةَ رُعْبُ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Tidak akan masuk ke Kota Madinah ketakutan dari Dajjal.” (HR. al-Bukhari)
Allah menjaga Kota Madinah dari penyakit yang membinasakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
على أنقاب الْمَدِينَة ملائكةٌ لَا يدخلهَا الطَّاعُون وَلَا الدَّجَّال
“Di jalan-jalan Kota Madinah ada para malaikat, maka tidak akan masuk ke Kota Madinah wabah yang membinasakan dan tidak juga Dajjal.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa agar tidak ada wabah apapun di Kota Madinah, beliau berkata,
اللَهُمَّ صَحِّحْهَا
“Ya Allah sehatkanlah Kota Madinah.” (HR. Ahmad).
Ibnu Hajar berkata, “Maka jadilah Kota Madinah adalah kota yang paling sehat/steril, padahal sebelumnya tidak demikian”
Tinggal di Kota Madinah merupakan menetap yang terbaik daripada di tempat yang lain, meskipun tempat yang lain lebih makmur kehidupannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِي على النَّاس زمانٌ يَدْعُو الرجلُ ابْنَ عَمِّهِ وَقَرِيْبَهُ: هَلُمَّ إِلَى الرخَاء، هَلُمَّ إِلَى الرخَاء، وَالْمَدينَة خيرٌ لَهُم لَو كَانَ يعلمُونَ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang menyeru sepupunya dan kerabatnya : “Pergilah ke kehidupan yang makmur, pergilah ke kehidupan yang makmur”. Padahal Kota Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahui.” (HR. Muslim).
Orang yang tinggal di Kota Madinah –dan dalam keimanan dan kesholehan- maka akan terang dzikirnya dan amalnya karena baiknya Kota Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيَنْصَعُ طيبُها
“Dan nampaklah kebaikan Kota Madinah.” (HR. al-Bukhari).
Demikian pula amalan sholeh maka akan nampak dan menjulang ke cakrawala.
Dan seorang muslim jika bersabar atas perkara-perkara berat di Kota Madinah maka ia akan meraih syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau meraih persaksian beliau. Dan barangsiapa yang meninggal di Kota Madinah dalam kondisi beriman maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam akan menjadi pemberi syafa’at baginya pada hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَمُوْتَ بِالْمَدِيْنَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَإِنِّي أَشْفَعُ لَهُ أَوْ أَشْهَدُ لَهُ
“Barangsiapa diantara kalian yang mampu wafat di Madinah maka hendaknya ia wafat di Madinah, karena sesungguhnya aku memberi syafa’at baginya atau menjadi saksi baginya.” (HR. an-Nasaai).
Kota Madinah penuh berkah karena doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan keberkahan Kota Madinah dilipat gandakan dua kali daripada di Mekah, bahkan Nabi berdoa agar pada setiap keberkahan ada dua keberkahan. Makanan dan minumannya juga berkah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارك لنا فِي صَاعِنَا، اللَّهُمَّ بَارك لنا فِي مُدِّنَا
“Ya Allah berilah keberkahan bagi kami di so’ (alat pengukur makanan) kami dan juga di mud kami.” (HR. Muslim).
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Yang zhahir bahwasanya keberkahan diperoleh di setiap alat pengukur (makanan) dimana satu mud di Kota Madinah cukup bagi seorang yang kalau ditempat lain maka satu mud tersebut tidak mencukupinya. Dan ini adalah perkara yang dirasakan bagi orang yang tinggal di Kota Madinah.”
Buah-buahannya juga penuh berkah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا
“Ya Allah berkahilah kami pada buah-buahan kami.” (HR. Muslim).
Dan kurma ‘ajwah dari ‘Aliyah (suatu tempat di Madinah) adalah obat:
إِن فِي عَجْوَة الْعَالِيَة شِفَاء
“Sesungguhnya ada obat pada kurma ‘ajwah Aliyah.” (HR. Muslim).
Dan kurma ajwah selain dari Aliyah maka mencegah racun dan sihir, dan kurma mana saja di Madinah mencegah racun dengan izin Allah.
Di Kota Madinah ada gunung Uhud yang mencintai kaum muslimin dan kaum muslimin mencintainya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنَحِبُّهُ
“Ini adalah gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
An-Nawawi berkata, “Maknanya adalah dzat gunung itu yang mencintai kita, Allah telah menjadikan baginya perasaan”, Dan mencintainya dengan hati tanpa meyakini ada keberkahan pada gunung tersebut.
Di Madinah ada Masjid Rasulullah, sebuah masjid yang dibangun di atas ketakwaan, dan ia adalah salah satu dari tiga masjid yang dibangun oleh para nabi ‘alaihimus salam. Dan akhir masjid yang dibangun oleh seorang nabi maka sholat di dalamnya lebih baik daripada seribu sholat. An-Nawawi berkata, “Mencakup seluruh sholat wajib dan sunnah”, hanya saja sholat sunnah di rumah lebih afdol.
Dan mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di telaga beliau, dan barangsiapa yang bersumpah dengan sumpah dusta di sisi mimbarnya maka ia telah menyiapkan tempatnya di neraka, dan ia berhak mendapatkan laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.
Dan apa yang ada diantara rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mimbarnya ada raudhoh (taman) dari taman-taman surga. Ibnu Hajar berkata, “Yaitu seperti taman dari taman-taman surga dalam turunnya rahmat dan memperoleh kebahagiaan yaitu dengan melazimi halaqoh dzikir, terutama di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dan lembah Al-‘Aqiq padanya ada lembah yang berkah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَتَانِي اللَّيْلَة آتٍ من رَبِّي فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا الْوَادي الْمُبَارك، وَقل: عمرةٌ فِي حجَّة
“Semalam telah datang kepadaku utusan dari Robku lalu berkata, “Sholatlah di lembah yang berkah ini, dan katakanlah : “Umroh dalam haji.” (HR. al-Bukhari).
Namun meskipun berkah, tidaklah dicari kemanfaatan dan penolakan kemudorotan dari apa yang ada di lembah tersebut.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menziarahi masjid Quba setiap hari sabtu baik berjalan ataupun berkendaraan. Barangsiapa yang bersuci di rumahnya lalu sholat suatu sholat di masjid Quba maka seakan-akan baginya pahala umroh.
Madinah adalah Kota yang sangat dicintai oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, Nabi berdoa kepada Robnya agar menjadikan cintanya kepada Madinah seperti cintanya kepada Mekah atau lebih, beliau berkata,
للَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّة أَو أَشَدَّ
“Ya Allah jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kecintaan kami kepada Mekah atau lebih.” (HR. al-Bukhari).
Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Kota Madinah karena safar lalu pulang dan melihat rumah-rumah Kota Madinah maka beliau mempercepat perjalanan karena rindunya kepada Kota Madinah. Ibnu Hajar berkata, “Setiap mukmin dalam jiwanya ada penuntun yang menuntunnya ke Madinah karena kecintaannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah berfirman,
كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (١٥)
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”. (QS. As-Saba’ : 15).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيآتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا مَزِيْدًا.
Kaum Muslimin sekalian,
Mengunjungi Kota Madinah adalah nikmat yang agung, betapa banyak kaum muslimin yang wafat sebelum mewujudkan impiannya untuk melihat Kota Madinah, atau hidup namun tidak bisa menziarahi Madinah. Barangsiapa yang dianugerahi Allah untuk berziarah ke Madinah, maka hendaknya ia ingat bahwasanya ini adalah kota manusia yang paling dicintai oleh Allah, dan beramal di kota tersebut utama, dengan ketaatan berupa memperbanyak sholat sunnah, membaca Alquran, berdzikir, dan yang lainnya.
Dan hendaknya ia mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladani Nabi dalam segala hal, dan hendaknya ia waspada jangan sampai terjerumus dalam bid’ah dan kemaksiatan. Dan hendaknya ia bermuamalah dengan penduduk Kota Madinah dengan akhlak dan adab yang mulia.
Barangsiapa yang tinggal di Kota Madinah, maka hendaknya ia meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hendaknya ia menjadi teladan yang baik bagi para penziarah Kota Madinah, dan menunjukkan kepada mereka bahwa ia orang baik dan suka untuk membantu orang yang menziarahi Madinah, serta menunjukkan jiwa yang baik dan akhlak yang mulia bersama mereka.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56]
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، واجعل هذا البلد آمنا مطمئنا رخاء وسائر بلاد المسلمين.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ، وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.
عِبَادَ اللهِ:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْاهُ عَلَى آلَائِهِ وَنِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Amalan-Amalan Yang Mendatangankan Rezeki

Amalan-Amalan Yang Mendatangankan Rezeki

Khutbah Pertama:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الرَزَّاقِ ذِيْ القُوَّةِ المَتِيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْإِلَهُ الْحَقُّ المُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ أَجْمَعِيْنَ؛ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, yang semgoa dirahmati Allah, di antara nama Rabb kita Jalla wa ‘Ala adalah Ar-Razzaq. Yaitu yang di tangan-Nyalah kunci-kunci rezeki dan Dialah yang menanggung rezeki para hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan begitu banyak sebab untuk memperoleh rezeki bagi para hamba-Nya dan hal itu telah Dia jelaskan di dalam Alquran dan dijelaskan pula oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sunnahnya. Dengan perantara-perantara yang telah dijelaskan itu, para hamba memperoleh kebaikan dan keberkahan, juga terhindar dari kejelekan dan keburukan.
Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, khotib akan menyampaikan hal-hal terbesar menurut Alquran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menjadi penyebab seseorang memperoleh rezeki, kebaikan, dan keberkahan. Oleh karena itu, khotib mengajak para jamaah untuk merenungi ayat-ayat Alquran dan hadits-hadit Nabi yang akan kami sampaikan.
Ibadallah,
Pertama: Iman kepada Allah, amal shaleh, dan takwa kepada Allah Jalla wa ‘Ala adalah sebab terbesar yang bisa mendatangkan rezeki. Inilah asas, inti kebaikan, dan keberkahannya. Allah Ta’ala berfirman,
فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Al-Hajj: 50).
Dia juga berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Kedua: Tawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Dalam hadits dari Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Imam Ahmad).
Ketiga: Sabar.
Ibadallah,
Sabar adalah kunci yang membuka kesulitan dan pintu kemudahan. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).
Keempat: Doa.
Doa adalah kunci segala kebaikan di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang Allah berikan taufik untuk berdoa, maka tidak yang menghalangi doanya terkabul. Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menolak doa seorang hamba dan Dia tidak akan membuat kecewa seoarang mukmin. Di antara lafdz doa yang diajarkan Alquran adalah:
وَارْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama.” (QS. Al-Maidah: 114).
Ibadallah,
Barangsiapa yang mendapatkan kesulitan dan terlilit hutang, maka hendaknya ia memperbanyak doa kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Imam at-Tirmidzi dan selainnya meriwayatkan dari Ali radhiallahu ‘anhu.
عَنْ عَلِىٍّ رضى الله عنه أَنَّ مُكَاتَبًا جَاءَهُ فَقَالَ إِنِّى قَدْ عَجَزْتُ عَنْ كِتَابَتِى فَأَعِنِّى. قَالَ أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلِ صِيرٍ دَيْنًا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْكَ قَالَ « قُلِ اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ».
“Ali radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang budak yang ingin memerdekakan dirinya pernah mendatanginya dan berkata, “Sesungguhnya aku tidak sanggup untuk melunasi diriku, maka tolonglah aku.” Ali bin Abi Thalib berkata, “Maukah kamu aku ajarkah beberapa doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku. Jikalau kamu mempunyai hutang seperti gunung Shir, niscaya Allah akan melunaskan hutangmu, katakanlah:
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Wahai Allah, cukupkanlah aku dengan harta yang halal darimu dan berilah kekayaan kepadaku dengan kemurahaan-Mu, yang aku tidak berharap dari selain-Mu.” (HR. Trimidzi).
Ibadallah,
Dalam hal ini, harus terdapat niat yang benar. Saat seseorang berhutang kepada yang lainnya, maka wajib disertai niat bersungguh-sungguh akan mengembalikan uang tersebut. Dengan niat yang benar seperti ini, maka Allah akan anugerahkan kepadanya rezeki dan pertolongan.
Dalam Shahih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dan ia ngin melunasinya niscaya Allah akan melunasinya. Dan barangsiapa yang mengambilnya (dengan niat) ingin menghilangkannya niscaya Allah akan menghancurkannya.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ كَانَتْ لَهُ نِيَّةٌ فِى أَدَاءِ دَيْنِهِ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنٌ
“Tidaklah seorang hamba mempunyai niat melunasi hutangnya, melainkan ia memiliki pertolongan dari Allah ‘Azza wa Jalla.”
Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dari Maimunah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يدانُ دَيْنًا فَعَلِمَ اللَّهُ أَنَّهُ يُرِيدُ قَضَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا
“Tidaklah ada orang yang berhutang, dan Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasi hutangnya, melainkan Allah akan melunasinya di dunia.”
Ibadallah,
Kelima: Bersyukur kepada Allah Jalla wa ‘Ala.
Bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita termasuk sebab bertambahnya rezeki, melanggengkan kenikmatan yang sudah ada, dan mendatangkan kenikmatan yang belum diraih. Sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).
Keenam: Memperbanyak taubat dan istighfar.
Taubat kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun akan mendatangkan rezeki dan berbagai kebaikan serta keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu.” (QS. Hud: 3).
Firman-Nya juga,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارً
“Maka aku katakan kepada mereka: ´Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).
Ibadallah,
Ketujuh: Menjaga silaturahim.
Silaturahmi atau silaturahim juga termasuk di antara sebab diluaskannya rezeki seseorang. Dalam Shahihain, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim.”
Ibadallah,
Kedelapan: Berinfak, sedekah, dan mendermakan harta di jalan Allah.
Yang kedelapan adalah hendaknya seseorang mendermakan hartanya di jalan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Tidaklah berkurang harta karena disedekahkan.”
Ibadallah,
Kesembilan: Berikutnya adalah haji dan umrah akan mendatangkan rezeki.
Haji dan umrah dapat menghilangkan kefakiran. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan selainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi…”
Kesepuluh: Menikah dan mempunyai anak.
Menikah dan mempunyai anak dapat menambah dan mendatangkan rezeki. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.” (QS. An-Nur: 32).
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra: 31).
Ibadallah,
Kesebelas: Hijrah di jalan Allah.
Hijrah juga merupakan sebab yang dapat mendatangkan rezeki. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقاً حَسَناً وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS. Al-Hajj: 58).
Dalam permasalahan rezeki, ada juga hal yang sangat perlu diperhatikan seseorang. Yaitu agar seseorang tidak menjadikan dunia sebagai ambisi utamanya. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya.”
Ibadallah,
Kedua belas: Memulai aktivitas di waktu pagi.
Berusaha dan bekerja di waktu pagi adalah berkah. Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Abu Dawud, dll. dari Shakhr bin Wada’ah al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu,
أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Dan Nabi biasa mengutus pasukannya di awal hari. Shakhr radhiallahu ‘anhu adalah seorang pedagang. Ia memulai perdagangannya di awal hari, maka ia pun mendapatkan keuntungan dan harta yang banyak.
Abdullah bin Abbas suatu hari melihat anaknya tidur di waktu pagi, ia pun berkata, “Bangunlah! Apakah engkau tidur pada waktu rezeki sedang dibagi-bagikan?!”
Ibadallah,
Ketiga belas: Membantu orang lain yang sedang kesulitan.
Memenuhi kebutuhan orang lain dan berusaha mencari solusi atas masalah dan musibah yang mereka hadapi, termasuk di antara hal yang menyebabkan dilapangkannya rezeki. Sungguh Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut suka menolong saudaranya.
Dalam permasalahan ini, kita harus meninggalkan sifat ingin dianggap sebagai pahlamwan. Allah Ta’ala berfirman,
فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang bermanfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah.”
Keempat belas: Memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah.
Termasuk salah satu yang mendatangkan rezeki adalah memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu. Ubay bertanya,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُكْثِرُ الصَّلاَةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلاَتِى ؟ فَقَالَ: ((مَا شِئْتَ )) قُلْتُ الرُّبُعَ ؟ قَال: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)) قُلْتُ النِّصْفَ؟ قَالَ: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)) . قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ ؟ قَالَ: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)). قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلاَتِي كُلَّهَا – أي دعائي – قَالَ: ((إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
“Wahai Rasulullah, aku hendak memperbanyak shalawat kepadamu, berapa banyakkah aku harus bershalawat kepadamu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berapa saja sekehendakmu.” Aku katakan, “Seperempat?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah suatu kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Setengah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah sebuah kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Dua per tiga?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah sebuah kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Aku akan menjadikan shalawat kepadamu seluruhnya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika demikian, maka semua keinginanmu terpenuhi, dan dosamu akan diampuni.”
نَسْأَلُ اللهَ الْكَرِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ العَظِيْمِ أَنْ يَرْزُقَنَا أَجْمَعِيْنَ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، وَأَنْ يَنْفَعَنَا بِهَدْيِ كِتَابِهِ وَأَنْ يُوَفِقَنَا لِاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
أَقُوْلُ هَذَا الْقَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ:
اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنُهُ وَدُنْيَاهُ.
وَاعْلَمُوْا – رَعَاكُمُ اللهَ- أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيْ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ نَاصِراً وَمُعِيْناً وَحَافِظاً وَمُؤَيِّداً، اَللَّهُمَّ وَعَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ الدِّيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ، وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ، وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ، اَللَّهُمَّ وَفّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَامْكِرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ البَّاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اَللَّهُمَّ اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَاغْنِنَا مِنَ الفَقْرِ.
اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْباً إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمّاً إِلَّا فَرَجْتَهُ، وَلَا دَيْناً إِلَّا قَضَيْتَهُ، اَللَّهُمَّ وَلَا تَجْعَلْ فِيْنَا ضَالاً إِلَّا هَدَيْتَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقّهُ وَجِلَّهُ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ سِرَّهُ وَعَلَنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ .
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  

Adab-Adab Kepada Non muslim

Adab-Adab Kepada Non muslim

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan kehendak dan ciptaan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Baik itu yang sifatnya baik atau jelek dalam pandangan manusia. Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49).
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2).
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr: 21).
Dan termasuk ciptaan Allah Ta’ala adalah adanya orang-orang yang ingkar, yang kafir kepada-Nya. Atau kita sebut dengan orang-orang non-Islam.
Ibadallah,
Agama Islam adalah agama yang haq dan adil, mengajarkan cara-cara bermuamalah. Bagaimana kita hidup di lingkungan sosial. Hidup berbaur dengan seluruh jenis manusia, termasuk mengajarkan sikap seorang muslim kepada orang-orang non-Islam. Melihat beberapa isu akhir-akhir ini, terjadinya kerusuhan, konflik antar agama, dan keributan-keributan lainnya, perlu kiranya khotib sampaikan bagaimana agama kita mengatur hubungan antara seorang muslim dengan orang-orang non-Islam.
Ketahuilah kaum muslimin, hal ini menunjukkan kesempurnaan agama kita. Tidak ada agama yang merinci hidup bersosial sebagaiman Islam telah mengaturnya dengan teliti, bijaksana, dan penuh keadilan.
Seorang muslim meyakini bahwa seluruh agama selain agama Islam adalah agama yang batil dan pemeluknya disebut kafir. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).
Dan firman-Nya:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Juga firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Dengan berita-berita dari Allah ‘Azza wa Jalla ini, seorang muslim mengetahui bahwa semua agama sebelum Islam telah dihapus dan Islam menjadi agama semua manusia. Sehingga Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak akan menerima agama kecuali Islam, juga tidak ridha dengan syariat selain syariat Islam. Dari sini seorang muslim meyakini bahwa setiap orang yang tidak tunduk kepada Allah yang telah menciptakan dan memberinya rezeki, dengan menganut Islam, maka dia disebut kafir (ingkar) yang harus disikapi dengan sikap yang telah ditentukan syariat. Di antaranya, sebagai berikut :
Pertama: Tidak menyetujui dan tidak ridha terhadap kekufurannya. Karena ridha terhadap kekufuran merupakan salah satu kekufuran.
Kedua: Membenci orang kafir karena Allah ‘Azza wa Jalla juga benci kepadanya. Namun ingat, yang perlu digaris-bawahi membenci itu bukan berarti menzalimi. Sekali lagi, membenci bukan berarti menzalimi. Allah membenci orang-orang kafir, tapi Allah tidak zalim kepada mereka bahkan masih Allah berikan kenikmatan dunia kepada mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci orang-orang kafir, akan tetapi beliau tidak pernah menzalimi mereka. Beliau bergaul dengan pergaulan yang baik dan berusaha mendakwahi mereka. Demikian juga para sahabat Rasulullah, mereka benci kepada orang-orang kafir tapi mereka tidak menzaliminya. Allah Ta’ala berfirman,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29).
Ketiga: Tidak memberikan wala’ (kedekatan; loyalitas, kesetiaan) dan kecintaan kepada orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :
لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman akrab; pemimpin; pelindung; penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran: 28).
Dan firman-Nya:
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang yang menentang itu asdalah bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22).
Prinsip ini sangat ingin dihilangkan oleh orang-orang yang membenci Islam. Mereka ingin agar umat Islam bersedia memilih pemimpin-pemimpin dan teman dekat atau sahabat dari kalangan mereka. Mereka pun berusaha mengubah prinsip ini dengan menampilkan image-image orang-orang non-Islam dengan ketegasan, kebaikan, dan sifat-sifat terpuji lainnya melalui pencitraan media masa. Lalu mereka tampilkan umat Islam yang bobrok, kemudian dibesar-besarkan dan diulang-ulang. Tujuannya agar umat Islam menganggap sama saja antara kaum muslimin dan orang-orang kafir. Mereka ingin agar umat Islam memandang sama antara orang-orang yang menyembah Allah dengan orang-orang yang menyekutukannya.
Kaum muslimin, tidaklah sama keadaannya dan tidak pernah akan sama. Allah telah memuliakan seseorang dengan dua kalimat syahadat. Mengangkat derajatnya di dunia dan akhirat. Di dunia, Allah bebaskan dari peribadatan kepada sesama makhluk ciptaan. Di akhirat, Allah masukkan mereka ke dalam surga.
Keempat: Bersikap adil dan berbuat baik kepadanya, selama orang kafir tersebut bukan kafir muharib (orang kafir yang memerangi kaum muslimin). Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Ayat yang mulia lagi sangat jelas maknanya ini membolehkan bersikap adil dan berbuat baik kepada orang-orang kafir, kecuali orang-orang kafir muharib (orang-orang kafir yang memerangi umat Islam). Karena Islam memberikan sikap khusus terhadap orang-orang kafir muharib.
Kelima: Mengasihi orang kafir dengan kasih sayang yang bersifat umum. Seperti memberi makan jika dia lapar; memberi minum jika haus; mengobatinya jika sakit; menyelamatkannya dari kebinasaan; dan tidak mengganggunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah) yang berada di atas langit akan mengasihi kamu.” (HR. at-Tirmidzi).
Keenam: Tidak mengganggu harta, darah, dan kehormatan, selama dia bukan kafir muharib. Karena itu merupakan kezhaliman yang dilarang oleh Allah ‘Azza wa Jalla, berdasarkan hadits qudsi berikut ini:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah Tabâraka wa Ta’âla berfirman: “Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku menjadikannya sesuatu yang diharamkan di tengah kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi”. (HR. Muslim).
Ketujuh: Boleh memberikan hadiah kepadanya dan boleh juga menerima hadiah darinya serta diperbolehkan memakan daging sembelihan ahli kitab. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ
“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu.” (QS. Al-Maidah: 5).
Memberi hadiah kepada orang-orang non-Islam bisa membuat mereka tertarik dan simpati terhadap agama Islam. Karena dengan akhlak yang baik hati itu akan tertaut dan jiwa merasa nyaman. Ketika seorang non-Islam merasa dekat dengan kaum muslimin, maka ia pun tidak segan untuk bertanya tentang Islam. Selain itu, umat Islam wajib membekali diri. Jangan sampai ketika hubungan dekat dengan orang-orang non-Islam, malah akidah umat Islam yang luntur karena dia sendiri tidak pernah belajar apa itu Islam? Apa makna dan konsekuensi dua kalimat syahadat? Dan perkara-perkara mendasar lainnya.
Kedelapan: Tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir (walaupun lelaki ini Ahli kitab-pent). Dan laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita kafir, kecuali wanita ahli kitab.
Tentang larangan menikahkan wanita muslimah dengan lelaki kafir, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Mereka (perempuan-perempuan yang beriman) tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,
وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221).
Saat ini, isu ini mencuat. Ada segelintir orang yang menampilkan seolah-olah mereka menyuarakan suara wanita muslimah menuntut agar boleh dihalalkan menikahi laki-laki non-Islam. Na’udzubillah, ia menuntut sesuatu yang Allah haramkan agar menjadi halal. Ia lakukan itu atas nama HAM, hak asasi manusia.
Ironis memang, di Indonesia, kaum muslimin sangat banyak. Laki-laki muslim dengan segala tipenya ada. Tapi ada muslimah yang menuntut agar dibolehkan menikahi laki-laki dari kalangan non-muslim. Sementara di Eropa dan negara-negara Barat lainnya, laki-laki muslim sedikit, minoritas, sedangkan laki-laki non-muslim banyaka, tapi tidak ada tuntutan untuk dihalalkan menikahi laki-laki non-muslim.
Islam melarang wanita menikahi laki-laki non-muslim karena dalam rumah tangga, laki-lakilah yang dominan. Dan secara umum, pengaruh laki-laki lebih kuat dari wanita. Islam mencegah hal itu agar ia tidak terpengaruh kepada kekufuran yang membuatnya merugi di dunia dan akhirat.
Sedangkan tentang bolehnya menikahi wanita Ahli kitab, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“(Dan dihalalkan mangawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka, dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS. Al-Maidah: 5).
Hal ini pun ditujukan sebagai sarana dakwah. Agar wanita non-muslim itu bisa dipengaruhi untuk memeluk Islam. Karena itu Allah syaratkan “wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab”. Orang-orang yang menjaga kehormata, wanita yang baik-baik, maka akan mudah diajak kepada kebaikan.
Kesembilan: Tidak mendahului orang kafir dalam mengucap salam. Jika orang kafir tersebut mengucapkan salam terlebih dahulu, maka cukup dijawab dengan ”Wa ‘Alaikum”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Jika salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah dengan ”Wa ‘Alaikum. (HR. Ibnu Majah).
Kesepuluh: Kaum muslimin harus menyelisihi orang kafir dan tidak boleh melakukan tasyabbuh (menyerupai) dengannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR. Abu Dawud).
Tasyabbuh artinya menyerupai atau meniru. Tasyabbuh dengan orang kafir yang terlarang adalah meniru atau menyerupai orang kafir dalam masalah keyakinan, ibadah, kebiasaan, atau model-model perilaku yang merupakan ciri khas mereka.
Inilah beberapa adab berkaitan dengan orang-orang kafir. Lewat paparan singkat ini, kita dapat mengetahui sikap adil yang diajarkan agama Islam dalam menyikapi orang-orang kafir secara umum.
نَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ أَنْ يُبَصِّرَنَا جَمِيْعاً بِحُدُوْدِ دِيْنِهِ، وَأَنْ يُفَقِّهَنَا فِي شَرْعِهِ وَتَنْزِيْلِهِ، وَأَنْ يَّمُنَّ عَلَيْنَا بِالرِّزْقِ الطَيِّبِ اَلْحَلَالِ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا وَأَمْوَالِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنِانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Setelah mengetahui adab-adab seorang muslim terhadap non-muslim, maka dapat kita ketahui ada dua kelompok yang berlebih-lebihan dalam permasalahan ini. Semoga Allah melindungi kita dari kedua kelompok ini.
Kelompok yang pertama mereka bermuamalah dan bergaul dengan orang-orang non-muslim dengan cara keras dan kasar saja. Mereka menafikan tuntunan Alquran dan Sunnah yang juga menjelaskan adanya perintah Allah dan Rasul-Nya agar bermuamalah dengan baik terhadap orang-orang non-Islam. Mereka menganggap orang-orang non-Islam yang ada di dunia ini, baik di Indonesia maupun selain Indonesia adalah kafir muharib yakni orang-orang kafir yang diperangi.
Untuk menguatkan pendapat mereka ini, mereka bawakan dalil-dalil dari Alquran dan Sunnah pula. Namun dalil yang mereka bawakan hanya sebatas sikap tegas saja, mereka lupakan dalil yang menjelaskan sikap lemah lembut. Mereka juga beralasan bahwa orang-orang non-Islam sekarang memerangi umat Islam, minimal menaruh kebencian. Dan alasan-alasan lainnya.
Akibat dari keyakinan ini, muncullah konflik horizontal. Lahirlah tindakan anarkis atas nama agama. Akhirnya citra Islam buruk. Dan umat Islam dinilai jelek. Ditambah lagi media sangat senang mengekspos yang demikian.
Ibadallah,
Adapun kelompok kedua adalah mereka yang bermudah-mudahan. Mereka bermuamalah dengan non-Islam dengan toleransi yang kebablasan dan menafikan batasan-batasan yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Mereka korbankan akidah, berbaur dengan non-muslim dalam perayaan-perayaan hari besar mereka, membenarkan ajaran mereka dengan mengatakan sama-sama agama Ibrahimi. Bahkan mereka menjadi penceramah di tempat-tempat ibadah umat non-Islam atas nama toleransi dan persamaan agama.
Keadaan yang demikian adalah keadaan yang mengenaskan. Atas nama toleransi mereka korbankan akidah mereka. Mereka bawakan dalil-dalil Alquran yang mengatakan Islam adalah agama rahmat bagian sekalian alam. Iya, Islam adalah agama rahmat bagi sekalian alam. Namun terjemahan rahmat bagi sekalian alam yang dipraktikkan Rasulullah dan para sahabatnya apakah yang demikian?
Akibat dari yang demikian, muncullah generasi-generasi Islam yang tidak jelas indentitas keislamannya. Muncullah generasi-generasi yang hanya untuk menyebut nama Allah saja mereka malu dan segan kalau hal itu merusak persatuan. Mereka terus menyebut dan mengganti lafadz Allah dengan kata Tuhan dalam berbagai kesempatan. Kata mereka nanti menyinggung dan memecah belah. Allahul musta’an. Inilah pendangkalan akidah atas nama toleransi.
Ibadallah,
Mudah-mudahan kita menjadi golongan yang Allah dan Rasul-Nya tuntunkan dalam bermuamalah dengan non-Islam. Tidak bermuamalah hanya dengan sikap tegas saja dan tidak juga melulu toleransi. Semoga Allah membimbing dan memberi taufik kepada kita untuk mengikuti petunjuk-Nya.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ 