Setan Menggoda Dari Segala Arah

Setan Menggoda Dari Segala Arah 

Sesaat setelah berbuat durhaka dan sombong di hadapan Allah, lalu mendaparkan vonis laknat serta jaminan neraka langsung dari Allah yang maha mulia, setan sebagai musuh manusia telah bertekad akan berjuang keras menyesatkan manusai. Bagi sosok makhluk yang tak ada lagi peluang untuk bahagia di akhirat untuk menikmati surga, satu-satunya kepuasan dan perjuangan yang akan dia upayakan adalah mengajak pihak lain sebanyak-banyaknya untuk masuk neraka. Dan hati-hati sobat remaja, setan mengintai sangat jeli, strateginya sangat akurat, keberhasilahnya menggoda manusia sudah teruji. Setan akan menggunakan berbagai cara untuk memnyesatkan manusia.

Waspadalah… Waspadalah…

Allah ta’ala berfirman mengkisahkan pernyataan tekad Iblis,

وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, (16) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al- A’raf: 16-17)

Tingkat kejelian setan dalam mencari peluang menyesatkan manusia, sampai digambarkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam- seperti ni,

“Setan itu mengalir di dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah.” (HR. Muslim)

Beberapa peluang yang sering dijadikan setan sebagai target menyesatkan,

Pertama, merusak akidah/keyakinan iman seseorang.

Sebagaimana dijelasakan dalam hadis-hadis berikut:

Dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,

“Sesungguhnya salah seorang kamu akan didatangi setan, lalu bertanyua. “Siapakah yang menciptakan kamu?” Lalu dia menjawab, “Allah.” Lalu setan berkata. “Kemudian siapa yang menciptakan Allah?” Jika salah seorang kamu menemukan demikian, maka hendaknya dia membaca ‘Amantu Billahi wa Rasulihi’ (aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya), maka (godaan) yang demikian itu akan segera hilang darinya.”

Sejumlah sahabat menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya,

“Sesungguhnya kami mendapatkan dalam diri kami sesuatu yang salah seorang dari kami merasa besar (khawatir) untuk membicarakannya? ‘ Beliau menjawab: ‘Benarkah kalian telah mendapatkannya? ‘ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda: “Itu adalah tanda bersihnya iman.”

Kedua, merusak shalat.

Setan seringkali menggoda seorang berkenaan shalatnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Utsman bin Abil ‘Ash -radhiyallahu’anhu-, beliau pernah menemui Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya kepada Nabi,

“يَا رَسُولَ اللَّهِ اِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلَاتِي وَقِرَاءَتِي يَلْبِسُهَا

“Ya, Rasulullah! Aku sering diganggu setan dalam shalat, sehingga bacaanku menjadi kacau karenanya. Bagaimana itu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Ya, yang itu memang gangguan setan yang dinamakan Khanzab. Karena itu bila engkau diganggunya, maka segeralah mohon perlindungan kepada Allah dari godaannya, sesudah itu meludah ke sebelah kirimu tiga kali!”

Kata Usman,

“Setelah kulakukan yang demikian, maka dengan izin Allah godaan seperti itu hilang.” (HR. Muslim)

Ketiga, merusak keluarga.

Setan juga berusaha merusak kebahagiaan dan keharmonisan sebuah keluarga muslim. Sebagaimana dikabarkan dalam hadis dari sahabat Jabir bin Abdillah -radhiyallahu’anhu-, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,

“إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya, (setan) yang kedudukannya paling rendah bagi Iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu diantara mereka datang lalu berkata: ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’

Iblis menjawab: ‘Kau tidak melakukan apa pun.’

Lalu yang lain datang dan berkata: ‘Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.’

Rasul bersabda: “Iblis mendekatinya lalu berkata: ‘Bagus kamu.”

Al A’masy menyebutkan dalam riwayatnya: “Iblis berkata: ‘Tetaplah (menggodanya).”

Keempat, merusak kehidupan manusia pada lini lainnya selain tiga hal di atas.

Semoga kita semua terhindar dari godaan Setan dan selalu mendapatkan perlindungan dari Allah.

Referensi:

As-Syami, Sholih bin Ahmad (2019). إن الشيطان لكم عدوا فاتخذوه عدوا.

Hati akan mati karena kemaksiatan

Hati akan mati karena kemaksiatan

Tidak mudah. Tapi lakukanlah. Setiap saat. Di mana hadirkanlah dalam kehidupan ini hukuman-hukuman, dan akibat yang ditetapkan oleh Allah terhadap perbuatan dosa. Bayangkan betapa dahsyatnya akibat hukuman yang bakal kita terima. Lalu, jadikanlah hal itu sebagai, langkah untuk mengajak jiwa ini meninggalkan dosa-dosa.

Syeikh Ibn Qayyim menyebutkan beberapa hukuman, akibat dari perbuatan maksiat yang cukup membuat seseorang harus berpikir, sebelum melakukan perbuatan maksiat. Digambarkan oleh Syikhul Islam, akibat perbuatan maksiat itu antara lain :

Pertama, perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu, mempunyai akibat, akan dapat menutup hati, pendengaran, dan penghilatan. Sehingga, terkuncilah hatinya, tersumbat kalbunya, karena ia penuh dengan kotoran yang berkarat. Allah yang membolak-balikkan hatinya itu, sehingga tidak memiliki pendirian, membuat jarak antara diri dan hatinya. Allah akan membuatnya lupa untuk berzikir, dan membuat lupa dirinya sendiri.

Allah meninggalkan orang-orang berbuat maksiat dengan tidak membersihkan hatinya. Maksiat membuat dada seseorang sempit, sukar bernafas seperti naik ke langit, hatinya dipalingkan dari kebenaran, menambah penyakit dengan penyakit, dan akan tetap sakit. Seperti yang diterangkan oleh Imam Ahmad, dari Hudhaifah ra, ia berkata, ‘hati itu ada empat kondisi’.

Pertama, yaitu hati bersih yang memiliki lampu yang menerangi. Itulah hati orang mukmin. Kedua, hati yang tertutup, yaitu hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, yaitu orang munafik. Keempat, hati yang ada dua unsur materi (madah), didalamnya,unsur keimanan dan kemunafikan. Kapan saja salah satu unsurnya yang mendominasi, maka unsur itu yang menguasainya.

Hakikatnya, kemaksiatan juga menjauhkan seseorang dari kethaatan kepada Allah, menjadikan hati menjadi tuli dan enggan mendengarkan kebenaran. Selalu menolak kebenaran, dan membuat seseorang buta dan enggan melihat kebenaran. Perumpaan antara hatinya dan kebenaran yang tidak bermanfaat adalah seperti antara telinga dan suara, antara mata dan warna, serta antara lidah orang bisu dengan ucapannya. Sebenarnya, hakekat kebutaan, ketulian, dan kebisiuan hati adalah hakikat cacat yang sebenarnya, cacat akan zat, dan cacat organ sekaligus.

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi buta ialah hati yang di dalam dada”. (Al-Hajj : 46).

Bukan ayat diatas itu menafikan cacat kebutaan fisik, sebab Allah berfirman :

“Tidak ada halangan bagi orang buta”. (An-Nur : 61)

“Dia (Muhammad) bermuka masa dan berpaling karena telah datang seoran buta”. (‘Abassa :1-2)

Kemudian yang dimaksud ayat diatas itu, kebutaan yang sempurna dan yang sebenarnya adalah kebutaan hati. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam :

"Bukanlah orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat (bertarung), akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsunya ketika marah”. Dan Sabd beliau lainnya : “Bukanlah orang-orang miskin itu orang yang berkeliling yng datang padamu yang minta sesuap makanan, akan tetapi orang miskin yang tidak meminta-minta kepada orang dna tidak diketahui orang tetapi ia diberi sedekah”. (RH : Bukhari).

Kiranya, dapat disimpulkan, kemaksiatan menyebabkan kebutaan, ketulian, dan kebisuan hati.

Selanjutnya, maksiat dapat menyebabkan longsornya hati seperti longsornya suatu bangunan ke dalam bumi, hingga menyebabkan jatuh hatinya pada derajat yang paling bawah. Tanda-tanda longsornya hati tidak bisa dirasakan pemiliknya. Tanda-tanda longsornya hati adalah selalu berlaku pada hal-hal yang hina, keji, rendah, dan kotor. Seorang ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya hati kita ini berkeliling. Ada yang berkeliling di sekitar arsy (singgasana Allah), tetapi juga ada pula hati yang di sekitar tempat-tempat yang kotor-kotor.

Maksiat juga dapat mengubah bantuk hati atau mengutuk, sebagaimana dikutuknya sebuah bentuk fisik makhluk menjadi binatang. Akibatnya, hati berubah menjadi bentuk binatang dalam perilaku, watak, dan kelakuannya. Ada hati yang dikutuk menjadi bentuk babi, anjing, khimar, ular, kelajengking, atau watak-watak binatang tersebut. Sufyan ats-Tsauri menafsirkan ayat “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dalam bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melankan umat-umat (juga) seperti kamu”. (Al-An’am : 38).

“Diantara mereka ada yang memiliki akhlak (perilaku) seperti binatang buas, juga yang memiliki perilaku anjing, perilaku babi, perilaku khimar, atau ada juga yang suka menghiasi pakaiannya seperti burung merak, atau ada juga yang bodoh seperti khimar. Ada yang lebih suka mengutamakan orang lain atas dirinya seperti ayam jago. Ada juga yang sangat jinak dan penurut seperti burung dara, ada juga yang sangat pendendam seperti unta, ada juga yang baik seperti kambing, dan ada juga yang mirip serigala, dan lainnya”. Jika persamaan watak dan perilaku ini menguat secara bathin, maka akan nampak wujudnya dalam bentuk lahir yang mampu dilihat orang yang firasatnya kuat. Allah akan mengubah bentuk fisiknya dengan bentuk binatang yang perilakuknya diserupai. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh Allah kepada orang Yahudi da orang yang menyerupai mereka, di mana mereka dikutuk menjad babi dan anjing.

Betapa banyak hati yang sakit, tanpa dirasakan oleh pemiliknya, betapa banyak hati yang dikutuk, danhati yang longsor. Betapa banyak orang yang terfitnah oleh pujian manusia, orang yang tertipu, karena perilakunya ditutupi oleh Allah. Ini semua adalah hukuman dan penghinaan Allah kepada ahli maksiat.

Allah juga menjadikan makar bagi ahli maksiat, ia akan ditipu oleh para penipu, ditertawakan, dan disesatkan dari jalan kebenaran oleh orang yang hatinya sesat. Maksiat juga membalikkan hati, dan hati akan melihat kebenaran sebagai kebathilan, kebathilan sebagai kebenaran, makruf sebagai mungkar, dan mungkar sebagai yang makruf. Ia berbuat kerusakan, tetapi merasa berbuat kebaikan. Ia menghalangi manusia dari jalan Allah, tetapi ia merasa mengajak ke jalan kebenaran. Ia mendapat kesesatan akan tetapi merasa mendapat petunjuk dari Allah. Dia mengkuti hawa nafsu, namun merasa sebagai orang yang thaat kepda Allah. Ini semua adalah hukuman bagi ahli maksiat yang mengenai hati manusia.

Maksiat juga menghijab hati dari Allah di dunia dan hijab terbesar adalah ketika hari kiamat. Allah berfirman :

“.. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka”. (Al-Muthaffifin : 15). Wallahu’alam.


Maksiat Merusak Akal

Maksiat Merusak Akal

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Masih bertemakan akibat buruk dari perbuatan maksiat. Salah satu dampak maksiat adalah merusak akal. Ibnul Qoyyim Rohimahullah menuturkan[1],

Maksiat Merusak Akal 1

“Diantara dampak maksiat adalah maksiat merusak akal. Karena sesungguhnya akal merupakan cahaya dan maksiat pasti mamadamkan cahaya akal. Ketika cahaya tersebut padam maka akalpun akan berkurang dan melemah”.

Maksiat Merusak Akal 2

‘Sebagian Salaf mengatakan, “Tidaklah seseorang bermaksiat kepada Allah melainkan akan hilang akalnya”.

Maksiat Merusak Akal 3

“Ini merupakan sebuah hal yang nyata/jelas. Karena sesungguhnya jika akalnya (pada saat hendak bermaksiat –pen.) hadir tentu akal tersebut akan mampu mencegahnya dari melakukan kemaksiatan. Akalnya akan menyadarkannya bahwasanya dia berada dalam genggaman dan kekuasaan Allah Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengawasinya, diapun sedang berada di atas bumi Allah serta malaikatpun menyaksikan dan mengawasinya. Peringatakan yang ada dalam Al Qur’an, keimanannya, (ingat akan –pen.) kematian, (iman akan adanya siksa –pen.) neraka akan mampu mencegahnya dari kemaksiatan.

Kebaikan dunia dan akhirat yang hilang akibat maksiat lebih banyak dan berlipanganda dibandingkan dengan kesenangan serta kelezatan yang ia dapatkan ketika bermaksiat. Maka adakah orang yang memiliki akal sehat dan selamat akan mendahulukan kehinaan itu semua dan meremehkannya ??”

Jika demikian, maka semakin besar kemaksiatan yang dilakukan seseorang akan sebanding dengan kerusakan akalnya. Sebesar-besar kemaksiatan adalah berbuat kemusyrikan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan melakukan kekufuran. Maka pantaslah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan bahwa pelaku kemusyrikan dan kekufuran itu lebih tidak berakal dibandingkan binatang ternak.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof [] : 179)

Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,

Maksiat Merusak Akal 4

“Firman Allah (كَالْأَنْعَامِ) ‘Seperti binatang ternak’ yaitu binatang ternak yang tidak dibekali akal. Mereka (orang-orang para penghuni neraka Jahannam –pen.) mendahulukan hal-hal yang fana dibandingkan yang kekal maka akal yang khusus ada pada mereka pun dihilangkan.

Firman Allah (بَلْ هُمْ أَضَلُّ) ‘Bahkan mereka lebih sesat’ dibandingkan hewan ternak. Karena sesungguhnya binatang ternak masih mampu menggunakan indra yang dianugrahkan kepadanya. Binatang ternak memiliki telinga yang dengannya mereka mampu mengetahui hal-hal yang membahayakan dirinya dari hal-hal yang bermanfaat untuknya[2]. Oleh karena itulah kondisi binatang ternak lebih baik dibandingkan dengan mereka”[3].