Membumikan Man Jadda Wajada Untuk Meraih Sukses

Membumikan Man Jadda Wajada Untuk Meraih SukseAnda pernah mendengar ungkapan Man Jadda Wajada? Namun sudahkah Anda mengaplikasikan prinsip ini? Banyak sudah tahu namun masih sedikit yang mengaplikasikannya.


Banyak contoh yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tidak menerapkan prinsip ini. Mereka cepat menyerah, berhenti berusaha, dan menyerah pada nasib.

Ciri utamanya ialah suka mengatakan “saya tidak bisa”.


Definisi Man Jadda Wajada

OK, bagi yang tahu artinya, man jadda wajada berarti barangsiapa bersungguh-sungguh pasti dapat. Setahu saya, ini bukan hadist, meski menggunakan bahasa Arab. Mungkin sejenis pepatah Arab tetapi mengandung makna yang dalam.

Kata kunci dalam pepatah ini ialah jadda atau bersungguh-sungguh. Jadi, sejauh mana Anda sudah mengaplikasikan pepatah ini ialah sejauh mana Anda bersungguh-sungguh.

Kenapa Harus Bersungguh-sungguh?

Jawabannya: wajada. Supaya Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan. Allah yang menentukan segala sesuatu, tetapi kita diwajibkan ikhtiar dan kesungguhan dalam ikhtiar diperlukan.

Sungguh-sungguh adalah salah satu cara menyempurnakan amal kita secara lahir. Sehingga kita benar-benar maksimal berusaha. Nah, jika masih belum juga tercapai baru itu takdir. Jangan sampai, kita dengan mudahnya menyalahkan takdir, padahal kita belum maksimal dalam ikhtiar.

Jangan mudah ngaku sudah maksimal, padahal belum.

Perintah Melakukan Kesungguhan

Segala sesuatu, jika ingin berhasil harus dilakukan dengan kesungguhan. Jadi, man jadda wajada, meski pun hanya sebuah pepatah, tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab kesungguhan memang diperintahkan kepada kita.

Diantara perintah kesungguhan:
Kesungguhan Dalam Meraih Keridhaan

Tentu saja, yang pertama-tama adalah kesungguhan untuk mencari keridhaan Allah. Ini adalah hal yang besar, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jika kita sungguh-sungguh, maka Allah akan menunjukan jalan-Nya.

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhoan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”
(QS. Al- Ankabut : 69).


Kesungguhan Mengubah Keadaan Diri

"Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri."
(Q.S. ar-Ra‘d : 11).

Anda ingin berubah menjadi lebih baik? Maka Anda harus memiliki kesungguhan berusaha mengubah diri sendiri. Jika Anda tidak sungguh-sungguh mengubah diri sendiri, mengapa berharap Allah akan mengubah kondisi Anda?


Kesungguhan Dalam Mencari Nafkah

Rasulullah SAW juga menyuruh kita agar bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah. Bahkan selain kita akan mendapatkan rezeki yang berlimpah, juga mendapat bonus yang jauh lebih besar, yaitu sampunan Allah. Luar biasa manfaat dari kesungguhan itu.

RASULULLAH Saw bersabda:
“Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak dapat dihapus oleh (pahala) shalat, sedekah, atau pun haji. Namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari nafkah penghidupan.”
(HR. Tabrani).

“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah.”
(HR. Ahmad).


Mengukur Man Jadda Wajada Pada Diri Anda

Nah, sekarang kita tanya diri kita masing-masing. Sudahkan kita berungguh-sungguh?

Sebagai contoh, Anda ingin membangun bisnis sebagai salah satu cara mencari nafkah. Sudahkah Anda sungguh-sungguh dalam membangun bisnis? Sudahkahkan man jadda wajada Anda terapkan dalam membangun usaha Anda?

Silahkan Anda periksa pertanyaan berikut dan jawablah dalam hati Anda. Silahkan Anda ukur diri Anda tanpa dalih tanpa alasan (jika bersungguh-sungguh ingin maju).

Sudahkah Anda bersungguh-sungguh melihat peluang. Coba lihat catatan Anda, sudah seberapa banyak potensi peluang yang Anda catat?
Seberapa dalam Anda meneliti sebuah ide bisnis?
Seberapa banyak ide-ide mengoperasikan bisnis yang sudah Anda coba?
Seberapa banyak ide-ide pemasaran yang sudah Anda lakukan?
Sudah berapa kali Anda gagal dan bangkit lagi mencoba?
Seberapa keras Anda mencari solusi masalah Anda?
Berapa banyak kontak yang sudah Anda kumpulkan untuk mendukung bisnis Anda?
dan sebagainya.

Man Jadda Wajada Belum Membumi Jika Masih Berdalih

“Tapi saya…”. Yah… jika Anda masih suka mengatakan “tapi” sebagai dalih tidak berusaha, artinya Anda belum bersungguh-sungguh. Mungkin dalih Anda benar, tetapi tetap saja Anda tidak meraih apa yang Anda inginkan.

Jika Anda memang bersungguh-sungguh, akan selalu ada jalan untuk mencapai apa yang Anda inginkan. Akan selalu ada jalan untuk menyelesaikan masalah Anda. Potensi pikiran, hati, dan tubuh Anda sudah cukup untuk mengatasi masalah Anda. Sebesar apa pun masalah Anda.

Begitu juga potensi Anda cukup untuk meraih pencapaian tertinggi yang bisa dicapai manusia. Semua orang memiliki potensi yang sama, yang berbeda ialah sejauh mana kita menggunakan potensi tersebut. Sejauh mana kita membumikan man jadda wajada dalam hidup Anda.

Cara Membumikan Man Jadda Wajada

Langkah selanjutnya ialah kita harus membumikan Man Jadda Wajada, bukan hanya pepatah penghias dinding, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan kita.

Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan mengalahkan rasa malas yang menghambat Anda untuk bertindak.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan mencari cara mengatasi rintangan dan halangan yang ada di depan Anda.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan berusaha melengkapi apa yang menjadi kekurangan Anda untuk meraih tujuan besar Anda.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda akan belajar jika Anda belum bisa melakukan sesuatu yang diperlukan untuk meraih sukses.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda tidak akan mudah berhenti, terus berpikir kreatif, mencoba dan mencoba sampai Anda menemukan jalan yang tepat.
Jika Anda bersungguh-sungguh, maka Anda tidak akan kalah dengan alasan, justru akan berusaha mengatasi alasan tersebut.

Kunci Kesungguhan

Kunci kesungguhan adalah ikhlas dan shabar.

Menurut Syaikh Mu’min Fathi al-Haddad, dalam Kaifa Takhsya’u fi Shalatika wa tadfa’u min Wasawisika, menyatakan bahwa, keikhlasan tidak akan sempurna tanpa adanya kesungguhan, dan tiada kesungguhan tanpa adanya keikhlasan. Sedangkan kesungguhan dan keikhlasan tidak akan dapat sempurna kecuali dengan kesabaran.

Ikhlas adalah niat karena Allah. Jika niat karena Allah maka otomatis harus sungguh-sungguh. Kerja untuk boss atau atasan saja sungguh-sungguh, apalagi untuk Allah. Maka tanamkan dalam hati, bahwa kita berusaha karena dan untuk Allah.

Dan, dalam berusaha itu seringkali menghadapi halangan, cobaan, dan waktu yang lama. Disinilah, keshabaran mutlak diperlukan. Tidak ada kesungguhan tanpa keshabaran.

Silahkan ukur diri Anda, sejauh mana Anda membumikan man jadda wajada dalam kehidupan Anda.

Cerita Hikmah: Seekor Gajah dan Katak

Cerita Hikmah: Seekor Gajah dan Katak

Diceritakan di sebuah hutan ada seekor kuda bertemu seekor gajah, sang kuda langsung menyapa.

Kuda: “Halo badak, selamat pagi.”

Gajah: “Lho, saya bukan badak, saya gajah!”

Kuda: “Lapi banyak binatang di hutan ini menganggap kamu badak”

Gajah: “Saya gajah, bukan badak. Dari dulu gajah sampai sekarang”

Kemudian ada seekor kelinci lewat, juga menyapa sang gajah

Kelinci: “Halo badak, sedang apa kamu?”

Gajah: “Hey … saya bukan badak, saya gajah!

Kuda: “Sudahlah tidak usah membela diri, banyak binatang mengatakan kamu itu badak.”

Gajah: “Bukan membela diri, karena saya memang gajah … ”

Kuda: “Ah…. akui saja kalau kamu badak … tidak usah membabi buta membela diri.”

Gajah: “Terserah semua binatang menganggap saya badak, sebenarnya saya ada gajah dan tetap seekor gajah sampai kapan pun. Bagaimana saya mengakui saya seekor badak, padahal bukan badak. Kadang aneh tuntutan para binatang itu.”


Hikmah

Kadang, dalam kehidupan sehari-hari ada kata-kata yang melemahkan kita. Kita dianggap tidak mampu. Namun yakinlah bahwa itu bukan sejatinya. Itu baru anggapan orang. Sejatinya Anda adalah mahluq mulia yang dianugrahi potensi luar biasa dahsyat. Jangan pedulikan dengan perkataan orang yang menganggap Anda tidak mampu.

Ah Kamu Tidak Bisa Berubah!

Dua kata: “Lawan dan buktikan!”

Lawan saat seseorang mengatakan Anda tidak bisa berubah. Selama masih ada umur, artinya masih ada kesempatan untuk menjadi lebih baik. Ingat, itu hanya anggapan orang untuk melemahkan Anda. Semua orang bisa berubah, jika dia mau berubah. Jika tidak bisa, kuncinya tetap kemauan. Meski pun Anda tidak bisa berubah, jika ada kemauan Anda akan belajar untuk berubah.

Buktikan kalau Anda bisa berubah. Jadikan sebagai cambuk positif untuk berubah ke arah yang lebih baik. Tidak ada kata terlambat selama hayat di kandung badan. Mulailah berubah saat ini juga.

Perubahan itu instant seperti Anda membelokan stir mobil Anda. Namun perlu proses dan tahapan untuk mencapai tujuan baru Anda.


Kamu Tidak Akan Bisa!

Kuncinya adalah itu adalah anggapan orang lain. Apakah Anda bisa atau tidak bisa? Andalah yang menentukan. Jika ANDA berpikir tidak bisa, maka Anda tidak akan pernah bisa. Jika ANDA berpikir bisa, insya Allah Anda akan bisa. Jadi, kuncinya bukan pada apa yang dikatakan oleh orang lain, namun ANDA lah kuncinya.

Anggapan tidak selamanya benar, bahkan sangat besar kemungkinan salah. Lagi pula itu adalah anggapan orang lain. Sebab keyakinan Anda sendirilah yang menentukan, tidak peduli bagaimana anggapan dari orang lain. Jangan biarkan, anggapan orang lain menghancurkan diri Anda.


Jangan Biarkan Orang Lain Merendahkanmu

Maksud saya, bukan berarti langsung memarahi atau memukul orang yang merendahkan Anda. Bukan itu! Namun jangan biarkan diri Anda mengikuti apa yang mereka katakan. Meski pun mereka merendahkan Anda, JANGAN pernah merasa rendah. Allah saja tidak merendahkan manusia, kita sangat dimuliakan oleh Allah, kita diberikan potensi dahsyat oleh Allah, lalu mengapa harus mendengar ucapan manusia yang merendahkan Anda?

Mungkin Anda pernah gagal dalam karir, bisnis, pendidikan, atau rumah tangga. Itu adalah kegagalan, namun tidak mencerminkan diri Anda seutuhnya. Anda bukan orang gagal, hanya pernah gagal. Semua orang juga pernah gagal. Anda masih bisa berhasil jika mau mengambil hikmah dan mencoba lagi. Kegagalan akan terus bersama Anda jika Anda merasa menjadi orang gagal dan menyerah.

Mungkin Anda pernah melakukan kesalahan. Semua orang juga. Anda bukanlah orang salah, hanya pernah melakukan kesalahan. Jika kesalahan itu sebuah dosa, maka bertobalah. Kemudian tekadkan diri Anda menjadi lebih baik lagi.

Fakta Anda melakukan kegagalan dan kesalahan. Namun saat orang menganggap Anda rendah, itu hanya asumsi atau opini yang belum tentu benar

Sebagai penutup, saya kutipkan sebuah cerita lagi tentang seekor katak yang tuli.


Seekor Katak Yang Tuli

Pada suatu hari ada sekumpulan katak-katak kecil, yang berlomba-lomba.
Tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi.
Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan dan memberikan semangat kepada para peserta…

Perlombaan pun dimulai…Secara jujur:

Tak satupun penonton benar-benar percaya bahwa katak-katak kecil akan bisa berhasil mencapai puncak menara.

Terdengar ada yang berkata:

“Oh, jalannya terlalu susahhhhh!! Mereka TIDAK AKAN BISA sampai ke puncak.”

atau:

“Tidak ada kesempatan untuk berhasil…Menaranya terlalu tinggi…!! Katak-Katak kecil mulai berjatuhan satu persatu. Kecuali mereka yang tetap bersemangat menaiki menara perlahan- lahan semakin tinggi…dan semakin tinggi..

Penonton terus bersorak

“Terlalu susah..!!! Tak seekor pun yang akan berhasi..l!!!”

Lebih banyak lagi katak kecil yang lelah dan menyerah…

Tapi ada SATU yang tetap melangkah hingga semakin tinggi dan tinggi…

Dia tak kenal menyerah kalah!

Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara. Kecuali seekor katak kecil yang begitu berusaha keras dan menjadi satu-satunya yang BERHASIL sampai KE PUNCAK!

SEMUA katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini bisa melakukannya?

Seekor peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil itu mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan? Ternyata… Katak yang menjadi pemenang itu TULI.

Nasihat dari cerita ini adalah:
Jangan sekali kali mendengar kata orang lain yang mempunyai kecenderungan negatif ataupun pesimis…
karena mereka akan mengambil sebahagian besar mimpi kita dan menjauhkannya dari kita.
Selalu ingat kata-kata bertuah yang ada.
Karena segala sesuatu yang kita dengar dan kita baca akan mempengaruhi perilaku kita! Karena itu:

Selalu tetap….POSITIVE! Dan yang terpenting:
Bersikap TULI jika ada orang mengatakan bahwa KITA tidak bisa mencapai cita-cita kita!
Selalu berpikir.. I CAN DO THIS…!!!!.

Bukan Untuk Sekedar Makan

Bukan Untuk Sekedar Makan

Sewaktu saya kecil, kampung halaman saya masih dipenuhi dengan sawah yang menghampar. Seperti kehidupan para petani biasa, saat panen tiba bukan hanya rezeki bagi pemilik sawah, namun juga bagi para petani lainnya yang ikut serta membantu memanen padi. Setiap orang yang membantu akan mendapat bagian sepersekian dari hasil panenan masing-masing. Hal inilah yang selalu menggerakan nenek saya ikut serta membantu panen orang lain.

Meski boleh dibilang sudah terlalu tua untuk memanen padi, tetapi semangatnya tidak pernah goyah untuk pergi ke sawah sambil membawa semua peralatannya. Sering kali nenek pergi ke sawah sambil sembunyi-sembunyi karena sebenarnya sudah dilarang oleh semua anak-anaknya. Anak-anaknya berpikir, untuk apalagi sich, toch kalau untuk makan tidak perlu khawatir lagi, sebab tinggal memilih mau di anak yang mana.

Nenek tidak mengubris saat dilarang oleh anak-anaknya. Meski hasilnya sudah sedikit karena keterbatasan tenaga dan stamina, nenek tetap melakukan pekerjaan memanen padi. Kadang saat saya tidak sekolah saya diminta bantuannya. Saya sering kali membantu nenek ditengah terik matahari, memotong dan merontokan butir demi butir padi. Nenek suka marah jika ada padi yang tercecer, maklum itu adalah hasil perjuangannya.

Sedikit demi sedikit, hasil upah memanen terkumpul. Kemudian dijemur berhari-hari sampai siap digiling. Perjalanan menuju tempat penggilangan lumayan jauh dan tidak ada angkutan. Saya menemaninya pergi ke tempat penggilingan ditengah terik matahari dan diantara bentangan sawah. Suatu aroma dan pandangan yang tidak pernah terlupakan sampai sekarang.

Sepulang dari tempat penggilingan padi, nenek langsung memisah-misah beras hasil jerih payahnya menjadi beberapa bagian. Kemudian beras tersebut dibagi-bagi ke anak-anaknya dan tidak lupa kepada tetangga sekitar. Katanya, “Nich kalau mau merasakan beras baru”, saat memberikan beras kepada anak-anaknya atau tetangganya. Tidak ada yang berani menolak sebab semua sudah pada tahu, nenek suka marah kalau pemberiannya ditolak.

Jerih payah seorang nenek yang dibantu seorang cucuk (saya atau sepupu saya), namun hasilnya dinikmati oleh banyak orang. Kini saya sadar bahwa nenek bersusah payah memanen padi bukan sekedar untuk mencari makan. Tetapi untuk memberi kepada sesama. Suatu teladan yang patut dicontoh dari seorang nenek yang sudah renta, namun tidak pernah pudar semangatnya untuk memberi.

Meski nenek saya sudah lama pergi, bertahun-tahun yang lalu, namun kenangannya tetap melekat dalam pikiran saya. Meski kenangan berupa sawah kini sudah berganti rumah-rumah mewah, namun kenangan dari nenek tidak pernah lepas. Inspirasi buat saya, inspirasi untuk semua orang. Terima kasih nek, saya tidak akan pernah melupakan nenek.

Kekuatan Rayap – Hikmah Ramadhan

Kekuatan Rayap – Hikmah Ramadhan

Anda tahu rayap? Rayap adalah binatang kecil yang biasa memakan kayu. Rayap dikenal sebagai hama yang bisa merusak rumah kita, setidaknya bahan rumah kita yang terbuat dari kayu. Kekuatan rayap sungguh luar biasa, sebuah bangunan besar bisa hancur oleh binatang kecil ini. Namun bukan hanya ini saja kekuatannya. Selain memiliki kekuatan merusak, rayap pun memiliki kekuatan membangun.

Rayap memiliki kekuatan membangun sarangnya lengkap dengan sistem Air Conditioning-nya plus tata ruang yang apik dengan ketinggian sampai 9 meter. Ini adalah suatu pencapaian luar biasa sebab tubuh rayap sendiri hanya memiliki tinggi sekitar 3 mm saja. Artinya rayap mampu membangun tempat tinggalnya sampai 3.000 kali tinggi badannya.

Sementara manusia, dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan yang canggih, sampai sekarang belum mampu membangun bangunan dengan ketinggian sampai 1.000 kali tinggi badannya. Sampai saat ini bangunan tertinggi yang sudah dibuat manusia baru sampai ketinggian sekitar 1.000 meter saja.

Bagaimana rayap bisa membangun tempat tinggalnya begitu tinggi? Ada dua hikmah yang bisa kita dapatkan dari rayap:

1. Mereka bekerja sama dalam membangun sarangnya.

Tubuh kecil dan lemah bisa diatasi dengan cara bekerja sama. Bekerja sama membuat mereka memiliki kekuatan yang dahsyat baik dalam menghancurkan maupun membangun.

2. Mereka bekerja dengan mengikuti insting, yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada makhluk ini.

Mereka tidak punya ilmu arsitektur. Mereka tidak memiliki ilmu dengan pengkondisian udara dan tata ruang. Mereka tidak pernah kuliah cara mengawetkan makanan. Mereka mampu, karena mereka hidup dalam fitrahnya.

Manusia yang seharusnya memiliki kemampuan yang jauh lebih dahsyat bisa kehilangan kemampuan itu karena disebabkan oleh dua hal. Yang pertama, jika seseorang sudah tidak mau lagi bekerja sama sesama dengan saudaranya.

Kesombongan dan keangkuhan mereka menghalangi untuk bekerja sama sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. “Saya bisa, saya hebat, dan saya mampu. Buat apa bekerja sama?” Orang yang berkata seperti ini adalah mereka yang kehilangan banyak potensi keberhasilan dalam hidupnya.

Hikmah kedua, banyak manusia yang sudah jauh dari fitrahnya. Mereka hidup dengan cara sendiri. Cara yang diproduksi oleh akalnya sendiri yang sungguh lemah dan banyak kekurangannya. Padahal kita sudah punya cara hidup yang sesuai dengan fitrah manusia karena cara hidup ini dibuat oleh Pencipta kita. Cara hidup itu adalah Al Quran dan Hadits Nabi saw.

Mudah-mudahan, melalui gemblengan bulan Ramadhan ini, kita semua kembali ke fitrah kita (idul fitri) serta memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dengan demikian kita bisa mengembalikan potensi kita yang sebenarnya, baik untuk meraih sukses dunia maupun akhirat. Amin.

Dzikir dan Doa Sesudah Shalat Fardhu

Dzikir dan Doa Sesudah Shalat Fardhu

Do’a Masuk Rumah

– Setelah salam membaca istigfar sebanyak tiga kali kemudian mengucapkan


اللَّهُمَ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.”
(Sahih; H.R. Muslim, no. 591)

Patut diperhatikan bahwa lafal zikir di atas tidak boleh ditambah dengan kata-kata:


وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا دَارَ السَّلاّمِ

Hal itu dikarenakan lafal tersebut tidak berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat Misykatul Mashabih, 1:303; Hasyiyah Ath-Thahawi ‘alal Maraqiy, 2:311.


– Kemudian mengucapkan:


لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

“Tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah sesuatu yang telah Engkau berikan dan tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus) siksaan-Mu.”
(Sahih H.R. Bukhari, no. 6862 Muslim, no. 593; An-Nasa’i, no. 1341)

– Setelah itu, Anda bisa mengucapkan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), dan takbir (الله أكبر) sebanyak 33 kali, kemudian menyempurnakannya sehingga genap menjadi seratus dengan mengucapkan:


لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”


Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah Rasulullah bersabda:


مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Barang siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir sebanyak 33 kali setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99 kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapan “لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ” , maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.”
(Sahih; H.R. Muslim, no. 597)


– Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk membaca lafal tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali, Anda bisa juga mengucapkan tasbih, takbir, dan tahmid sebanyak 10 kali. Hal ini berdasarkan hadis Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


خَلَّتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ أَلَا وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيَحْمَدُهُ عَشْرًا وَيُكَبِّرُهُ عَشْرًا

“Ada dua perkara, setiap muslim yang konsisten melakukannya akan masuk ke dalam surga. Keduanya sangatlah mudah, namun sangat jarang yang mampu konsisten mengamalkannya. (Perkara yang pertama) adalah bertasbih, bertahmid, dan bertakbir masing-masing sebanyak sepuluh kali sesudah menunaikan shalat fardhu.”
(Sahih H.R. Tirmidzi, no. 3410 Shahihut Tirmidzi, no. 2714)


– Kemudian membaca Ayat Kursi serta surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ

“Barang siapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat fardhu (wajib), maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.”
(Sahih H.R. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 7532, Al-Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu, no. 11410)

Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu berkata:


أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar membaca surat Al-Mu’awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) setiap selesai menunaikan shalat.”
(Sahih H.R. Abu Daud, no. 1523; Shahih Sunan Abi Daud, no. 1348)

Semoga dimudahkan.

Keutamaan Membaca Dzikir Ketika Keluar Rumah

Keutamaan Membaca Dzikir Ketika Keluar Rumah

Do’a Masuk Rumah

Ada hadits yang sifatnya umum yang membicarakan keutamaan orang yang masuk rumah dengan menyebut nama Allah. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لاَ مَبِيتَ لَكُمْ وَلاَ عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

“Jika seseorang memasuki rumahnya lantas ia menyebut nama Allah saat memasukinya, begitu pula saat ia makan, maka setan pun berkata (pada teman-temannya), “Kalian tidak ada tempat untuk bermalam dan tidak ada jatah makan.” Ketika ia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah ketika memasukinya, setan pun mengatakan (pada teman-temannya), “Saat ini kalian mendapatkan tempat untuk bermalam.” Ketika ia lupa menyebut nama Allah saat makan, maka setan pun berkata, “Kalian mendapat tempat bermalam dan jatah makan malam.”
(HR. Muslim no. 2018).


Ada do’a khusus yang disebutkan dalam hadits sebagai berikut:


عَنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا وَلَجَ الرَّجُلُ فِى بَيْتِهِ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَوْلِجِ وَخَيْرَ الْمَخْرَجِ بِسْمِ اللَّهِ وَلَجْنَا وَبِسْمِ اللَّهِ خَرَجْنَا وَعَلَى اللَّهِ رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا ثُمَّ لْيُسَلِّمْ عَلَى أَهْلِهِ »

“Dari Abu Malik Al Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang memasuki rumahnya, maka ucapkanlah ‘Allahumma inni as-aluka khoirol mawlaji wa khoirol makhroji, bismillahi walajnaa wa bismillahi khorojnaa wa ‘alallahi robbinaa tawakkalnaa’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu kebaikan ketika masuk dan keluar dari rumah. Dengan nama Allah, kami masuk dan dengan nama Allah kami keluar dan hanya kepada Allah Rabb kami, kami bertawakkal). Lalu hendaklah mengucapkan salam pada keluarganya.”
(HR. Abu Daud no. 5096. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. Syaikh Al Albani mendho’ifkan hadits ini).


Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits yang lemah.

Lalu bagaimana ketika masuk rumah, apa do’a yang diucapkan? Sederhana, mengucapkan salam sudahlah mencukupi.


Mengucapkan Salam Ketika Masuk Rumah

Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya:


يَا بُنَىَّ إِذَا دَخَلْتَ عَلَى أَهْلِكَ فَسَلِّمْ يَكُونُ بَرَكَةً عَلَيْكَ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِكَ

“Wahai anakku, jika engkau memasuki rumah dan menemui keluargamu, ucapkanlah salam biar datang berkah padamu dan juga pada keluargamu.”
(HR. Tirmidzi no. 2698. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. Namun Syaikh Al Albani merujuk pendapatnya dan menshahihkan hadits ini dalam Shohih Al Kalim 47).


Juga terdapat perintah dalam ayat Al Qur’an:


فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً

“Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.”
(QS. An Nur: 61).


Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika engkau masuk rumah dan menemui keluargamu, maka ucapkanlah salam pada mereka sebagai salam penghormatan di sisi Allah dan juga untuk mendapatkan berkah yang baik.”
(Diriwayatkan dalam Al Adabul Mufrod no. 1095).


Jika diberi salam, maka hendaklah dibalas sebagaimana perintah Allah:


وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).”
(QS. An Nisa’: 86).


Sebagian ulama mengatakan, jika ada yang memberi salam, maka balaslah dengan yang lebih sempurna atau balaslah dengan yang semisal. Membalas dengan lebih sempurna dihukumi sunnah, sedangkan membalas dengan yang semisal dihukumi wajib (Shahih Al Adab Al Mufrod, 3: 219).

Misalnya, ketika memasuki rumah diucapkan salam “assalamu ‘alaikum wa rahmatullah“, yang lebih sempurna adalah menjawab dengan “assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.” Yang semisal adalah membalas dengan ucapan “assalamu ‘alaikum wa rahmatullah.”

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Jika engkau memasuki suatu rumah, maka ucapkanlah salam pada orang yang ada di dalam baik pada keluarga, teman, atau selain itu. Ini termasuk sunnah. Wallahul muwaffiq.”
(Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 414).

Moga rumah kita diberkahi oleh Allah dengan kebaikan.

Wirid Pelepas Lelah

Wirid Pelepas Lelah

Mengurusi rumah tangga memang cukup melelahkan. Memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan mengasuh anak-anak adalah rutinitas tiap hari ibu rumah tangga. Pantas saja jika akhirnya banyak keluarga yang memilih solusi praktis dengan menyewa pembantu.

Pun begitu, keberadaan seorang wanita yang bukan mahram di tengah-tengah keluarga tentu menimbulkan masalah baru. Apalagi jika si pembantu adalah gadis belia yang masih lugu dan tidak faham agama. Biasanya ia akan berpakaian seadanya di rumah majikan, tanpa peduli bahwa majikan lelaki adalah orang ajnabi (asing) yang bukan mahramnya.

Bila keluarga yang bersangkutan juga minim iman dan takwa, maka keberadaan si pembantu semakin mengundang fitnah. Tidak mustahil bila suatu saat terjadi perselingkuhan antara majikan lelaki dengan pembantunya sendiri.

Namun, tahukah Anda bahwa segala masalah tadi ada solusinya?

Tahukah Anda bahwa solusi ini cukup mudah, murah, dan juga bebas fitnah?

Untuk mengetahui jawabannya, marilah kita simak penuturan Ali bin Abi Thalib tentang beratnya tugas seorang ibu rumah tangga. Tahukah Anda siapa ibu rumah tangga yang dimaksud? Dia adalah wanita mulia puteri lelaki paling mulia. Dialah wanita penghuni surga yang demikian sabar dalam mengurus rumah tangga.

Benar, dialah Fatimah puteri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sekarang, marilah kita simak kisahnya. Ali menuturkan bahwa Fatimah pernah mengeluh kepadanya. Ia merasa bahwa pekerjaan menggiling gandum dengan batu demikian berat baginya. Suatu ketika, Fatimah mendengar bahwa Rasulullah mendapat seorang budak. Fatimah pun mendatangi rumah ayahnya dalam rangka meminta budak tadi sebagai pembantu baginya. Akan tetapi Rasulullah sedang tidak ada di rumah. Fatimah lantas mendatangi ummul mukminin Aisyah dan menyampaikan hajatnya.

Ketika Rasulullah berada di rumah Aisyah, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah lantas mendatangi kami (Ali dan Fatimah) saat kami telah berbaring di tempat tidur. Mulanya, kami hendak bangun untuk menghampiri beliau, namun beliau menyuruh kami tetap berada di tempat.

“Maukah kutunjukkan kalian kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?” tanya beliau. “Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir (Allahu akbar) 34 kali, tahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan tasbih (subhanallah) 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.” lanjut Nabi"
(HR. Bukhari dan Muslim).

Semenjak mendengar petuah Rasulullah tadi, Ali tak pernah lalai meninggalkan wirid tadi. Ia selalu membacanya, bahkan di malam perang Shiffin; sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu riwayat Imam Bukhari.

Tahukah Anda, apa yang sebenarnya dikeluhkan oleh Fatimah? Beliau mengeluh karena kedua tangannya bengkak akibat terlalu sering memutar batu penggiling gandum yang demikian berat.

Subhanallah, ternyata puteri tercinta Rasulullah demikian berat ujiannya. Pun begitu, beliau tak segera memenuhi keinginan puterinya tadi. Namun beliau mengajarkan sesuatu yang lebih bermanfaat baginya dari seorang pembantu. Sesuatu yang menjadikannya semakin dekat dan bertawakkal kepada Allah. Itulah wirid pelepas lelah.

Mengapa wirid tadi lebih baik dari pembantu? Menurut al-Hafizh Badruddien al-‘Aini, alasannya ialah karena wirid berkaitan dengan akhirat, sedangkan pembantu berkaitan dengan dunia. Dan tentunya, akhirat lebih kekal dan lebih afdhal dari dunia. Atau, boleh jadi maksudnya ialah bahwa dengan merutinkan bacaan wirid tadi, keduanya akan mendapat kekuatan lebih besar untuk melakukan berbagai pekerjaan; melebihi kekuatan seorang pembantu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat senada. Menurut beliau, siapa yang rajin membaca wirid tadi di waktu malam, niscaya tidak akan kelelahan. Alasannya karena Fatimah mengeluh kecapaian kepada Rasulullah, lalu Rasulullah mengarahkannya agar membaca wirid tadi. Akan tetapi, menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, penafsirannya tidak harus seperti itu. Hadis ini tidak berarti bahwa rasa lelah pasti hilang bila seseorang rutin membacanya. Namun boleh jadi maksudnya ialah bila seseorang rutin mengamalkannya, maka ia tidak akan terkena madharat walaupun banyak bekerja. Pekerjaan itu juga takkan terasa berat walaupun ia merasa lelah karenanya.

Hadis ini juga bisa berarti bahwa orang yang membaca wirid tadi, kelak akan bangun pagi dalam keadaan segar-bugar dan penuh semangat. Tentunya, ini lebih baik daripada menyewa pembantu yang meringankan pekerjaan, namun tidak menjadikan badan segar-bugar. Lagi pula, bila seseorang mampu melakukan pekerjaannya secara mandiri, tentu lebih baik daripada menyuruh orang lain, walaupun yang disuruh pasti menurut. Alasannya karena merasa butuh kepada orang lain adalah sikap yang merendahkan harga diri. Masih ingatkah kita dengan sejumlah orang Anshar yang berbaiat kepada Rasulullah untuk tidak meminta apa-apa kepada manusia? Nah, demikian pula dalam kasus ini.

Oleh karenanya, marilah kita teladani sunah Nabi yang satu ini. Mari kita amalkan setiap hari, niscaya akan banyak faidah yang kita dapatkan. Cukup satu menit yang kita butuhkan setiap malam dan rasakan pengaruhnya!

Catatan: Keterangan di atas adalah artikel Ustadz Sufyan Basweidan yang diterbitkan di majalah pengusaha muslim edisi 30. Sejak edisi 24, majalah Pengusaha muslim dilengkapi dengan artikel suplemen tentang doa dan dzikir. Beberapa kumpulan artikel ini juga telah dibundel menjadi sebuah ebook yang berjudul: Misteri Kedahsyatan Doa dan Dzikir.

Buku ini mengupas banyak rahasia dari berbagai amalan, doa, dzikir dan wirid yang sering kita rutinkan. Ada banyak hal baru yang bisa jadi belum kita sadari.

Keutamaan Berdzikir Ketika Terjaga di Malam Hari

Keutamaan Berdzikir Ketika Terjaga di Malam Hari

Dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:


مَن تَعارَّ من الليل فقال: لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ ولهُ الْحَمْدُ وهُوَ على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، الحمدُ للهِ، وسبحانَ اللهِ، ولا إله إلا اللهُ، واللهُ أَكْبَرُ، ولا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلا بِاللهِ، ثم قال: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لي – أو دعا – استُجِيبَ له، فإنْ توضأ وصلى قُبِلتْ صلاتُه

“Barangsiapa yang terjaga di malam hari, kemudian dia membaca (zikir tersebut di atas):



لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ ولهُ الْحَمْدُ وهُوَ على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، الحمدُ للهِ، وسبحانَ اللهِ، ولا إله إلا اللهُ، واللهُ أَكْبَرُ، ولا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلا بِاللهِ

[Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syain qodiir. Alhamdulillah wa subhanallah, wa laa ilaha illallah, wallahu akbar, wa laa hawla wa laa quwwata illa billah] Segala puji bagi Allah Tiada sembahan yang benar kecuali Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia maha mampu atas segala sesuatu, segala puji bagi Allah, maha suci Allah, tiada sembahan yang benar kecuali Allah, Allah maha besar, serta tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, kemudian dia mengucapkan:



اَللّهُمَّ اغْفِرْ لي

“Ya Allah, ampunilah (dosa-dosa)ku“, atau dia berdoa (dengan doa yang lain), maka akan dikabulkan doanya, jika dia berwudhu dan melaksanakan shalat maka akan diterima shalatnya”.


Hadits yang mulia ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang berzikir ketika terjaga di malam hari, kemudian dia berdoa kepada Allah atau melakukan shalat.

Imam Ibnu Baththal berkata:

“Allah menjanjikan melalui lisan (ucapan) nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa barangsiapa yang terjaga dari tidurnya (di malam hari) dalam keadaan dia lidahnya selalu mengucapkan (kalimat) tauhid kepada Allah, tunduk pada kekuasaan-Nya, dan mengakui (besarnya limpahan) nikmat-Nya yang karenanya dia memuji-Nya, serta mensucikan-Nya dari (sifat-sifat) yang tidak layak bagi-Nya dengan bertasbih (menyatakan kemahasucian-Nya), tunduk kepada-Nya dengan bertakbir (menyatakan kemahabesaran-Nya), dan berserah diri kepada-Nya dengan (menyatakan) ketidakmampuan (dalam segala sesuatu) kecuali dengan pertolongan-Nya, sesungguhnya (barangsiapa yang melakukan ini semua) maka jika dia berdoa kepada-Nya akan dikabulkan, dan jika dia melaksanakan shalat akan diterima shalatnya. Maka bagi orang sampai kepadanya hadits ini, sepantasnya dia berusaha mengamalkannya dan mengikhlaskan niatnya (ketika mengamalkannya) untuk Allah Ta’ala“.


Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

– Imam Ibnu Hajar berkata: “Perbuatan yang disebutkan dalam hadits ini hanyalah (mampu dilakukan) oleh orang telah terbiasa, senang dan banyak berzikir (kepada Allah), sehingga zikir tersebut menjadi ucapan (kebiasaan) dirinya sewaktu tidur dan terjaga, maka Allah Ta’ala memuliakan orang yang demikian sifatnya dengan mengabulkan doanya dan menerima shalatnya”.

– Keutamaan mengucapkan zikir ini juga berlaku bagi orang yang terjaga di malam hari kemudian dia mengucapkan zikir ini (berulang-ulang) sampai dia tertidur. Imam an-Nawawi berkata: “Orang yang terjaga di malam hari dan ingin tidur (lagi) setelahnya, dianjurkan baginya untuk berzikir kepada Allah Ta’ala sampai dia tertidur. Zikir-zikir yang dibaca (pada waktu itu) banyak sekali yang disebutkan (dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), di antaranya … kemudian beliau menyebutkan hadits di atas.

– Di antara para ulama ada yang menjelasakan bahwa peluang dikabulkannya doa dan diterimanya shalat pada saat setelah mengucapkan zikir ini lebih besar dibandingkan waktu-waktu lainnya.

[1] HSR al-Bukhari (no. 1103), Abu Dawud (no. 5060), at-Tirmidzi (no. 3414) & Ibnu Majah (no. 3878).

[2] Lihat kitab “Shahih Ibni Hibban” (6/330) dan “al-Washiyyatu biba’dhis sunani syibhil mansiyyah” (hal. 185).

[3] Dinukil oleh imam Ibnu Hajar dalam kitab “Fathul Baari” (3/41).

[4] Kitab “Fathul Baari” (3/40).

[5] Kitab “al-Adzkaar” (hal. 79 – cet. Darul Manar, Kairo, 1420 H).

[6] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (9/254).

Dzikir Kurang 2 Menit, Pahalanya Sebukit

Dzikir Kurang 2 Menit, Pahalanya Sebukit

Waktu begitu berharga dalam Islam. Hanya dalam dua menit Anda bisa mendapatkan pahala sangat besar. Syaratnya: mengamalkan dzikir: subhaanallaah wa bihamdih (سبحان الله وبحمده) 100 kali setiap hari—gugurlah semua dosa Anda, walau sebanyak buih di lautan.

Waktu adalah harta. Ada yang bilang time is money.Orang sukses pandai memanfaatkan waktu. Siapa pun Anda—pengusaha, pelajar, ulama, peneliti—modalnya waktu. Yang menakjubkan, tak ada agama yang lebih menghargai waktu melebihi Islam. Ironisnya, tak ada umat yang lebih pandai menyia-nyiakan waktu melebihi kaum Muslimin.

Dijamin tak ada seorang pun yang menolak bila ditawari investasi waktu yang hasilnya datang super cepat dalam jumlah super hebat. Apalagi hanya butuh dua menit, tapi hasilnya bisa untuk menutup semua kerugian.

Ini penawaran sangat serius. Dua menit? Ya, bahkan bisa kurang. Ini karena yang menawarkan teramat sangat kaya, dan sanggup melakukan apa saja! Dialah Allah, Pencipta Alam Semesta dan Pemberi Rezeki seluruh makhluk-Nya.

Kerugian sejati adalah merugi waktu. Jika umur berkurang namun kebaikan tak bertambah, rugi namanya. Jika umur berlalu, namun dosa semakin menumpuk, yang ini rugi telak! Akan tetapi, selama kita masih punya waktu, yang kurang dari dua menit itu, semua kerugian tadi bisa ditutup. Caranya? Simak hadis berikut:

"Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan subhaanallaah wa bihamdih (سبحان الله وبحمده) seratus kali setiap hari, maka gugurlah semua dosanya walau sebanyak buih di lautan!
(HR. Bukhari No. 6405, dan Muslim No. 2691).


Sekali lagi, Anda hanya perlu dua menit. Bahkan bisa lebih singkat untuk mengucapkannya 100 kali bacaan tersebut. Hasilnya ruarrr biasa! Dosa-dosa Anda akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.

Zhahir hadis menunjukkan semua dosa dapat terampuni melalui amalan tersebut. Tetapi para ulama menafsirkan dosa yang dimaksud adalah dosa kecil. Sebab dosa besar hanya diampuni melalui taubat.
(Subulus Salaam, 4/216).


Imam Ibnu Abdil Barr mengatakan, hadis tersebut termasuk hadis paling indah yang berbicara fadhilah dzikir.
(At Tamhid, 22/18)


Para ulama menjelaskan, anjuran mengucapkan dzikir tersebut sifatnya mutlak. Bisa dilakukan kapan saja. Pagi, siang, sore. Sekaligus atau dicicil. Inilah kelebihan ibadah dzikir yang sangat fleksibel namun luar biasa faedahnya. Allah berfirman, yang artinya:

“Bila kalian usai mengerjakan sholat, maka ingatlah Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.”
(An Nisa’: 103)


Bila usai Subuh Anda mengantuk, silakan membacanya sambil berbaring. Mudah. Bila tak punya banyak waktu, bacalah sambil duduk, sambil berjalan pulang. Tidak ada yang sulit dan menyulitkan.

Tapi tunggu dulu. Sekadar komat-kamit tanpa paham yang dibaca tidak sama nilainya dengan menghayati bacaan dengan penuh konsentrasi.

Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:

“Pahala ini tidak sekadar menjadi imbalan atas ucapan lisan semata. Memang, kalaulah seseorang membacanya dengan lisan namun lalai terhadap maknanya, tidak mau menghayati, hati tidak selaras dengan lisan, dan tidak menyadari hakikat dan keagungan apa yang diucapkan, namun ia masih berharap dapat pahala maka kadar dosa yang diampuni akan sesuai dengan apa yang ada di hati.

Alasannya, karena keutamaan masing-masing amal bukan diukur dari bentuk dan jumlahnya. Namun dari apa yang ada di hati pelakunya. Boleh jadi ada dua amalan yang bentuknya sama persis. Namun selisih keutamaannya sejauh antara bumi dan langit. Sebagaimana dua orang yang berdiri dalam satu shaf dan sama-sama sholat di belakang imam. Akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka sejauh antara langit dan bumi.
(Madarijus Salikin, 1/331)


Nah, agar mendapat imbalan maksimal, marilah kita selami makna ucapan tersebut.

Apa Makna (سبحان الله وبحمده) ?

Makna (سبحان الله) ialah aku menyucikan Allah dari setiap aib dan kekurangan, dengan meyakini bahwa Dia-lah yang maha sempurna dari semua sisi. Sedangkan (وبحمده) artinya tasbih tadi kuucapkan dengan menghaturkan segala puji bagi Allah. (Syarh Riyadhus Shalihien, oleh Ibn Utsaimin)


Ketika mengucapkan kalimat tadi, cobalah Anda resapi maknanya. ingatlah Allah dengan segala sifat-sifat keagungannya yang tak memiliki aib maupun kekurangan sama sekali.

Ketika mendengar Allah berada di atas ‘arsy (istawa ‘alal ‘arsy), katakan subhaanallaah (maha suci Allah), dan tepislah semua gambaran yang terlintas di benak Anda tentang kaifiyat istiwa’ Allah tersebut.

Demikian pula saat mendengar Allah berada di atas, Allah turun ke langit dunia. Allah memiliki wajah, kedua tangan, jari-jemari, kedua mata, betis, kaki, dan semua keterangan tentang dzat dan perbuatan Allah, katakan subhaanallaah dan tepislah semua khayalan yang terlintas di benak Anda, karena semua bayangan tadi adalah batil. Allah berfirman, yang artinya:

“Tiada sesuatu pun yang mirip dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”


Allah memiliki dzat, namun tidak sama dengan dzat apa pun. Allah memiliki wajah, namun tak sama dengan wajah siapa pun. Allah memiliki kedua tangan, jari-jemari, kedua mata, betis, dan kaki. Namun semuanya tak sama sedikit pun dengan apa yang pernah kita lihat. Dengan demikian, semua khayalan yang terlintas di benak Anda saat mendengar sifat-sifat Allah tadi otomatis harus Anda hilangkan.

Intinya, kita imani semua sifat Allah dengan menerima lafaznya, memahami maknanya sesuai tekstualnya. Tidak menakwilkannya. Tidak menolaknya. Tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk. Dan tidak menanyakan bagaimana hakikatnya.

Allahu a’lam.*

Pull Quote:

Tak ada agama yang lebih menghargai waktu melebihi Islam. Ironisnya, tak ada umat yang lebih pandai menyia-nyiakan waktu melebihi kaum Muslimin.

Jika umur berkurang namun kebaikan tak bertambah, kita rugi. Jika umur berlalu, namun dosa semakin menumpuk, kita rugi telak!

Barangsiapa mengucapkan subhanallah wa bihamdih 100 kali setiap hari, gugurlah semua dosanya walau sebanyak buih di lautan.

Para ulama menafsirkan bahwa dosa yang dimaksud dalam hadis bacaan tasbih adalah dosa kecil. Sebab dosa besar hanya diampuni melalui taubat.

Boks: Makna Dzikir, Tasbih, Tahmid

Islam adalah agama yang sangat menghargai waktu.

Membaca subhanallah wa bihamdih 100 kali menghapus dosa sebanyak buih di lautan.

Berdzikir diiringi perenungan pahalanya lebih besar dibandingkan hanya sebatas diucapkan tanpa perenungan.

Makna merenungi dzikir adalah menyadari hakikat dan keagungan apa yang diucapkan disertai harapan mendapat pahala dan ampunan dosa.

Makna tasbih adalah menyucikan Allah dari setiap aib dan kekurangan, dengan meyakini bahwa Dia-lah yang maha sempurna dari semua sisi.

Makna tahmid adalah menghaturkan segala puji bagi Allah.

Ketika mendengar semua keterangan tentang Allah dalam Al-Quran, sikap yang sesuai dengan ajaran sahabat adalah mengimaninya sebagaimana teksnya, tidak mengkhayalkannya, mentakwilnya, menolaknya, atau menyerupakannya dengan apa yang dimiliki makhluk.

Misteri Kedasyatan Doa Dan Dzikir

Rajanya Doa

Dalam doa, kita hanya memohon, meminta, tanpa mempedulikan memuji Allah. Padahal teks “rajanya doa” hanya berisi pujian kepada Allah Ta’ala.

Tanggal 9 Dzulhijjah 10 H jadi momen paling bersejarah di Padang Arafah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai manusia yang paling dicintai Allah, bersama ratusan ribu sahabatnya, menunaikan rukun Islam yang kelima. Inilah haji pertama sekaligus terakhir yang beliau tunaikan setelah diangkat menjadi rasul. Benar-benar peristiwa langka dan momen luar biasa. Apalagi jika mengingat bahwa wukuf di Arafah adalah inti ritual haji. “Haji adalah Arafah,” tegas beliau.

Gersangnya Padang Arafah dan teriknya matahari tidak mengurungkan tekad para sahabat untuk memerhatikan dengan seksama setiap gerakan dan ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab beliau sendiri berulang kali mengingatkan sedari awal agar mereka meneladani praktek manasiknya sebaik mungkin, sebab beliau mungkin takkan berjumpa lagi dengan mereka setelah itu.

Masih tertanam kuat dalam ingatan para sahabat, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggambarkan fenomena wukuf yang demikian agung dalam sabdanya, “Pada hari Arafah, Allah turun ke langit dunia dan membanggakan mereka yang wukuf di hadapan para malaikat. Allah berkata, ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku itu! Mereka datang dari segala penjuru dengan rambut kusut dan tubuh berdebu … saksikanlah oleh kalian, bahwa Aku telah mengampuni mereka.’ Para malaikat menyela, ‘Akan tetapi di sana ada si fulan dan si fulan?’ namun kata Allah: ‘Aku telah mengampuni mereka.’ Tidak ada satu hari pun yang saat itu Allah demikian banyak membebaskan manusia dari neraka, melebihi hari Arafah, lanjut Nabi.”

Jangan Anda bayangkan kondisi mereka seperti jemaah haji kita. Tidak. Jemaah haji kita hanya menempuh 10 jam untuk tiba di Tanah Suci. Sedangkan para sahabat harus menempuhnya 10 hari. Jemaah kita naik pesawat full-AC, sedangkan para sahabat hanya mengendarai unta diterpa hawa panas gurun Sahara. Makanya, dipastikan setelah 10 hari lebih dalam keadaan ihram, rambut mereka kusut dan berdebu.

Mereka juga tidak tinggal dalam kemah yang sejuk dengan makanan yang melimpah. Mayoritas sahabat , termasuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, justru melalui hari yang demikian terik tadi tanpa naungan apa pun.

Singkatnya, pada hari itu terkumpul pada mereka sejumlah faktor penting penyebab terkabulnya doa. Mulai kondisi yang memprihatinkan, waktu dan tempat mulia, hingga dekatnya Allah kepada mereka.

Karenanya, para sahabat takkan melupakan petuah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan, “Sebaik-baik doa, adalah doa di hari Arafah. Dan sebaik-baik doa yang kupanjatkan dan dipanjatkan oleh para nabi sebelumku, adalah:



لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلىَ كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ

“Tiada ilah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Milik-Nya semua kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kita pantas bertanya saat mendengar hadits yang agung ini… manakah ungkapan yang menunjukkan doa dalam hadis ini? Bukankah kalimat ini isinya “sekadar” pujian kepada Allah dan pengakuan atas keesaan-Nya?

Benar. Bunyi doa tersebut memang tidak bernada meminta, namun dialah rajanya doa. Tidak ada pujian yang lebih dicintai Allah melebihi pengakuan atas uluhiyyah-Nya. Tiada sesuatu yang lebih agung di mata Allah dari pada tauhid. Simak pula bagaimana doa Nabi Yunus tatkala mendekam dalam perut ikan…


لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِين

“Tiada ilah selain Engkau (Allah)… Mahasuci Engkau, dan aku benar-benar termasuk hamba yang zalim.”
(QS. Al-Anbiya’: 87)


Adakah beliau meminta sesuatu dalam ucapan tadi? Tidak. Namun simaklah bagaimana ayat selanjutnya, yang artinya, “Maka Kami ijabahi doanya, dan kami selamatkan dia dari kesedihannya, dan demikian pula kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”

Nabi Yunus ‘Alaihissalaam memang tidak meminta apa-apa, namun dia memuji Allah dengan pujian yang paling dicintai-Nya. Oleh karenanya, begitu mendengar pujian ini dari dalam perut ikan, di kedalaman lautan, dan di tengah kegelapan malam; Allah langsung mengijabahinya seketika, dan mengeluarkannya dari perut ikan. Beliau terbebas dari tiga lapis kegelapan.

Inilah makna yang tersirat dalam anjuran Rasulullah untuk memperbanyak bacaan tadi di hari Arafah. Imam Sufyan bin Uyainah, guru besar Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, pernah ditanya tentang doa hari Arafah tadi. “Ini adalah pujian, bukan doa,” kata si penanya. Beliau menjawab dengan menyitir sebait syair yang diucapkan Umayyah bin Abi Shalt saat minta santunan kepada Abdullah bin Jud’an yang terkenal dermawan.

Perlukah kusebut hajatku, ataukah rasa malu
cukup bagimu, karena engkau memang pemalu?
Bila seseorang menyanjungmu di suatu hari
cukuplah itu baginya, daripada harus meminta

Begitu mendengar syair itu, Ibnu Jud’an langsung menyantuninya. Sufyan bin Uyainah berkomentar, “Jikalau manusia saja cukup dipuji agar dia memberi, lantas bagaimana dengan Sang Pencipta yang tiada tara?” (PM)

Pull-Quote:

“Sebaik-baik doa, adalah doa di hari Arafah.”
Nabi Yunus ‘Alaihissalaam memang tidak meminta apa-apa, namun dia memuji Allah dengan pujian yang paling dicintai-Nya.”
Sufyan bin Uyainah berkomentar, “Jikalau manusia saja cukup dipuji agar dia memberi, lantas bagaimana dengan Sang Pencipta yang tiada tara?”


KETERANGAN:

[1] Penggalan dari sebuah hadis shahih riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

[2] HR. Ibnu Khuzaimah (No 2840) dan Ibnu Hibban (No 3853). Hadis ini dihasankan oleh Ibnu Mandah dalam kitab At Tauhid (No 984).

[3] HR. Tirmidzi (No 1536) dan dihasankan oleh Al Albani.

[4] Diriwayatkan oleh Ad-Dainuri dalam Al-Mujalasah (No. 49)

Keajaiban Istigfar

Keajaiban Istigfar

Kalau kamu sering galau, gelisah, nggak bisa konsentrasi, banyak pikiran, stress dan masalah yang sebangsa dan tanah airnya. Kamu perlu solusi buat semua masalahmu itu. Bisa cari suasana yang beda, atau jalan-jalan kemana gitu, bisa juga nraktir temen makan.

Tapi kita harus ingat, semua masalah yang datang pada kita itu tentu adalah ulah kita sendiri. Mungkin banyak banget dosa yang kita perbuat, sehingga masalah datang silih berganti dan bertubi-tubi. Nah, sebenernya di dalam Islam udah diajarin nih caranya biar kita bisa keluar dari masalah yang lagi dihadapi. Caranya adalah dengan memperbanyak istighfar.


Bacaan Istighfar

Udah pada tau kan bacaan istighfar itu kayak gimana? Sebenernya ada beberapa versi bacaan istighfar itu, yang paling pendek ya kita mengucapkan astaghfirullah. Kalau bacaan yang panjangnya biasa dikenal dengan istilah sayyidul istighfar.


اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْت

“Allôhumma anta robbî lâ ilâha illa anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’ûdzubika min syarri mâ shona’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya, wa abû’u bi dzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illa anta”. "
(HR. Bukhari)


Sayyidul istighfar merupakan bacaan istighfar yang paling istimewa. Menurut Rasulullah, jika kita membaca bacaan tersebut pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu meninggal di sore harinya maka kita akan dimasukkan ke surga. Kalau kita baca waktu malam hari dengan meyakini maknanya, lalu esok paginya meninggal maka akan dimasukkan ke surga.

Sebagai muslim kita nggak perlu lagi deh galau-galau terus. Kalau lagi terserang wabah yang satu ini ya kita tinggal istighfar aja sebanyak-banyaknya. Jangan lupa ingat dosa-dosa apa yang kita perbuat dan berusaha tidak mengulangi perbuatan tersebut.


Dalam Al-Qur’an

Sebenarnya banyak ayat yang membahas tentang bab istighfar, memohon ampun kepada Allah. Seperti dalam surat Hud ayat 52.

“Wahai kaumku, mintalah ampunan Rabb kalian kemudian bertaubatlah kalian kepada-Nya, niscaya Dia mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian dan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan menjadi orang-orang yang banyak berbuat dosa.”
(QS. Hud: 52)


Atau dalam surat Nuh ayat 10-12.

"Maka aku katakan kepada kaumku: “Mintalah ampunan Rabb kalian karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian, mengaruniakan kepada kalian limpahan harta dan anak-anak, menjadikan untuk kalian kebun-kebun dan menjadikan untuk kalian sungai-sungai.”
(QS. Nuh: 10-12).


Di dalam dua ayat diatas disebutkan, jika memohon ampunan kepada Allah maka akan diberikan kepada kita kebaikan berupa turunnya hujan, lancarnya rizki, banyaknya keturunan, suburnya kebun serta mengalirnya sungai. Nah, keren banget kan itu bacaan. Nggak usah pergi ke orang-orang pinter buat minta jampi-jampi biar jadi orang sukses deh, baca istighfar aja juga bisa. Ditambah ikhtiar sama doa, terus tawakal, pasti Allah penuhi janjinya tuh.

“… Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
(Ath Thalaq: 2-3)


Ada lagi nih, dalam surat Ath Thalaq ayat 2-3 disebutkan, kalau kita bertakwa kepada Allah, rejeki itu akan datang dari arah yang nggak disangka-sangka. Masya Allah, kita nggak perlu lagi yang namanya gundah gulana, galau atau apapun itu namanya deh.


Kisah

Ada sebuah kisah nih, dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada seseorang yang datang menemui al-Hasan al-Bashri. Orang ini mengadu tentang lamanya paceklik, maka al-Hasan al-Bashri berkata, “Beristihgfarlah kepada Allah”. Setelah itu ada lagi yang datang dan mengadu tentang kemiskinannya, beliaupun memberikan jawaban, “Beristihgfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang datang lagi dan minta dioakan agar punya keturunan, al-Hasan a-Bashri menimpali, “Beristihgfarlah kepada Allah”.

Kemudian ada seorang yang juga berada disana, bernama Ar-Rabi’ bin Shabih bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar?”.

al-Hasan al-Bashri pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:“Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”.

Nah, maka dari itu, ayo kita perbanyak beristighfar, mohon ampun atas dosa-dosa kita. Semoga kita dijadikan hamba yang bertakwa dan sholih, aamiin.

Sukses dengan Doa

Sukses dengan Doa

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Untuk menggapai hasil yang kita cita-citakan, setiap orang punya usaha keras. Siang malam mengeluarkan keringat untuk menggapainya. Mau usaha laundrynya sukses, bisnis komputernya lancar, atau berhasil dalam menghadapi ujian berbagai usaha pemasaran, inovasi produk dan belajar keras pun dilakukan. Namun satu hal yang mesti seorang pengusaha atau seorang yang ingin meraih keberhasilan perhatikan adalah bagaimana dirinya jangan sampai melupakan Rabb yang memudahkan segala urusan.

Betapa pun usaha yang kita lakukan, itu bisa jadi sia-sia ketika kita melupakan Rabb Ar Rahman yang mengabulkan segala hajat. Dengan banyak memohon pada Al Fattaah, Maha Pemberi Karunia, segala hal bisa jadi lebih mudah. Inilah yang jadi senjata seorang muslim yang mesti ia gunakan untuk meraih suksesnya.


Janji Allah Bagi Orang yang Memanjatkan Do’a

Ayat-ayat qur’aniyah berikut menunjukkan keutamaan seseorang yang memanjatkan do’a. Allah Ta’ala berfirman:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.”
(QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)



وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al Baqarah: 186).

Beberapa hadits berikut juga menunjukkan bagaimanakah keutamaan seseorang yang tidak bosan-bosannya memohon pada Allah. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Do’a adalah ibadah.”

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.”


Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.”


Bukti Ampuhnya Do’a

Beberapa kisah berikut membuktikan betapa ampuhnya do’a bagi seorang muslim.

(1) Do’a Ummu Salamah sehingga bisa menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada sebuah hadits dari Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


« مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Lihatlah bagaimana do’a Ummu Salamah bisa dikabulkan dengan diberi suami seperti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan ajaibnya do’a.

(2) Kisah Seorang Istri yang Mendoakan Suaminya yang Bejat

Ada seorang suami yang benar-benar jauh dari ketaatan pada Allah Ta’ala, yang gemar melakukan dosa. Ia memiliki istri yang sholehah. Istrinya ini senantiasa memberinya nasehat, wejangan dan berlemah lembut dalam ucapan pada suaminya, namun belum juga nampak bekas kebaikan pada diri sang suami. Si istri ini pun tahu bahwa do’a kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya cara (agar suaminya bisa mendapatkan hidayah). Karena Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi petunjuk pada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Si istri ini akhirnya terus menerus berdoa agar Allah memperbaiki keadaan suaminya menjadi baik dan menunjukkan suaminya ke jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Ia tidak bosan-bosannya berdoa akan hal ini siang dan malam.

Akhirnya si istri mendapatkan waktu yang ia nanti-nanti. Suatu hari hidayah pun menghampiri suaminya, nampak pada suaminya tanda kembali taat. Suaminya akhirnya gemar lakukan kebaikan, ia pun bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Walillahil hamd, segala puji hanya untuk Allah.[5] Lihatlah bagaimana lagi satu kisah yang menunjukkan keinginan yang terwujud berkat do’a pada Allah.

(3) Kisah Seorang Pria yang Dikaruniai Anak di Usia Senja.

Ada seorang pria menikahi seorang wanita. Ia sudah bersama wanita tersebut beberapa tahun lamanya, namun belum juga dikaruniai anak. Lalu ia menikah lagi dengan wanita lainnya, Allah pun belum menakdirkan baginya untuk memiliki anak. Hal ini membuat ia semakin merindukan memiliki buah hati. Ketika usianya sudah beranjak dewasa, ia menikah lagi dengan wanita ketiga. Padahal umurnya ketika itu adalah 60 tahun. Di setiap malam, ia selalu melakukan shalat tahajud.

Di waktu sahr (menjelang Shubuh), ia berdo’a pada Allah, “Ya Allah, karuniakanlah padaku seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan.” Dengan karunia Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya istrinya pun hamil. Kemudian datanglah waktu istrinya melahirkan. Ia pun diberikan kabar gembira dengan diberi rizki seorang putera. Ia begitu amat gembira dan banyak bersyukur pada Allah. Beberapa waktu lagi setelah kelahiran tadi, Allah memberinya juga seorang puteri. Fa subhanal kariim. Maha Suci Allah atas karunia-Nya.

Kisah ini menunjukkan bagaimana ampuhnya do’a bagi seorang muslim. Mendapatkan keturunan di usia tua juga sudah dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Namun Nabi Ibrahim mendapatkan anak dengan istri yang sama-sama juga sudah berusia senja. Allah Ta’ala menceritakan dalam firmanya:


وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (71) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” ”
(QS. Huud: 71-72)

Itulah karunia Allah, suatu hal yang mustahil bisa saja terjadi dengan izin Allah.


(4) Seorang Pemuda yang Berdo’a agar Dimudahkan Menundukkan Pandangan dari yang Haram

Ada seorang pemuda yang sempat melihat video-video (porno) dan gambar lain yang diharamkan. Ia pun bertekad kuat agar terhindar dari melihat seperti itu. Namun ia tidak mampu. Kemudian ia mampu. Ia pun berdo’a pada Allah Ta’ala agar Allah menjaga pendengaran dan penglihatannya dari yang haram. Akhirnya, Allah memperkenankan do’anya. Dari sini ia pun tidak suka melihat gambar-gambar yang terlarang seperti itu. Sampai-sampai ia pun bisa menghafalkan Al Qur’an karena sikapnya yang menjauhi maksiat.

Kisah ini membuktikan bahwa kita bisa terhindar dari maksiat hanya dengan taufik Allah, jalannya adalah dengan banyak memohon pada Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat kecuali dengan pertolongan Ar Rahman. Do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan agar kita bisa menjaga pandangan, pendengaran dan hati kita dari kejelekan dan maksiat adalah do’a.


اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“Allahumma inni a’udzu bika min syarri sam’ii, wa min syarri bashorii, wa min syarri lisaanii, wa min syarri qolbii wa min syarri maniyyii” (Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kejelekan pendengaran, penglihatan, lisan, hati dan angan-angan yang rusak).

[1] HR. Abu Daud no. 1479, At Tirmidzi no. 2969, Ibnu Majah no. 3828 dan Ahmad 4/267. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

[2] HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] HR. Ahmad 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid

[4] HR. Muslim no. 918.

[5] Ajaib Ad Du’aa’, Kholid bin Sulaimin bin ‘Ali Ar Robi’i, 2/183-184,.

[6] Ajaib Ad Du’aa’, 2/153

[7] Ajaib Ad Du’aa’, 2/199.

[8] HR. Abu Daud no. 1551. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

Dahsyatnya Pengaruh Dzikir

Dahsyatnya Pengaruh Dzikir

Ibadah ini termasuk ibadah yang paling mudah. Tidak memerlukan banyak waktu, dapat dilakukan kapan dan di mana saja, dengan atau tanpa wudhu, bahkan oleh wanita yang datang bulan sekalipun. Ya, tanpa halangan.

Tetapi ibadah ini menuntut frekuensi yang tinggi, dilakukan sesering mungkin, dan bukan ketika sempat saja. Mengapa demikian? Anda mesti tahu makna zikir terlebih dahulu. Zikir pada dasarnya adalah "tidak lupa", alias "ingat" yang lawannya adalah lupa. Mungkinkah Anda mengingat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala barang sebentar, kemudian Anda bilang, "Beginilah cara berzikir yang benar?" Tentu saja tidak demikian, akan tetapi sekali lagi, dia terkait dengan pengertian "banyak" dan "sering".

Cermatilah firman-firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang berbicara tentang zikir dan kaitannya dengan frekuensi pelaksanaannya.Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya."
(QS. Al Ahzâb: 41).

Demikian pula firman-Nya:

"Dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
(QS. Al Ahzâb: 35).

Demikian pula:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguhhatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung."
(QS. Al Anfâl: 45).

Juga firman-Nya:

"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring."
(QS. Âli ‘Imrân: 191).

Dalam ayat yang lain:

"Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-bangga-kan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu."
(QS. Al Baqarah: 200).

Di dalam Al Qur’an, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak pernah menyebutkan suatu ibadah yang secara khusus diperintahkan untuk diperbanyak selain zikir. Maka, marilah perbanyak zikir sejak sekarang, sebab jika tidak, Anda harus berhati-hati terhadap peringatan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dalam ayat berikut ini.

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali.
" (QS. An-Nisâ’: 142).

Sudahkah Anda membaca ayat di atas dengan hati terbuka? Sedikit mengingat Allah adalah sifat orang-orang munafik. Maka segeralah, jangan lewatkan waktu-waktu Anda tanpa mengingat Allah. Berangkat ke sekolah, ke kampus, tempat kerja, olahraga, bahkan ketika hendak masuk ke kamar kecil sekalipun, kita diperintahkan untuk berzikirdengan membaca doa sebelum masuk WC. Tidak ada yang sulit, Anda tidak perlu melakukan apa-apa selain "memulai".


Keutamaan Berzikir

Allah Taala berfirman:

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…
(Al-Baqarah, 2:152).

Menakjubkan! Hanya dengan banyak mengingat Allah, Allah pun akan mengingat kita. Adakah kebahagiaan dan keberuntungan yang lebih besar daripada ketika seorang hamba yang lemah dan fakir diingat oleh Sang Pencipta Alam Semesta?

Perhatikan pula sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

"Allah Taala berfirman:

‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat) bila dia mengingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka….
(HR. Bukhârî dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah keluar menemui para sahabat. Beliau ternyata sedang mendapatkan mereka sedang duduk-duduk. Lantas beliau bertanya, "Apa yang membuat kalian duduk (di sini)?" Para sahabat menjawab, "Kami duduk untuk berzikir kepada Allah, Wahai Rasulullah." Rasulullah pun kembali bertanya, "Demi Allah, kalian tidak duduk selain karena itu?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak duduk selain karena itu." Rasulullah  pun bersabda, "Aku tidaklah menanyakannya (dengan meminta sumpah) kepada kalian karena curiga, namun karena aku mendapat kabar bahwa Allah sedang membanggakan kalian di hadapan para malaikat-Nya."
(HR. Muslim).

Bayangkan, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama Anda, Allah bahkan membanggakan Anda di hadapan para malaikat-Nya! Jika Anda mengingat-Nya. Masih kaitannya dengan zikir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

"Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati."
(HR. Bukhârî).

Camkan hadits ini dan renungkanlah baik-baik, apabila Anda tidak berzikir dan mengingat Allah, maka Anda adalah orang mati. Sebab zikir adalah nyawanya hati, sehingga orang yang tidak berzikir hatinya akan mati.

Sekarang, tanyakanlah pada diri Anda, ‘Di manakah diri Anda dari dua perumpamaan itu? Masih hidupkah Anda ataukah sebenarnya Anda hanyalah mayat berjalan?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda:

"Maukah kamu, aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu? Para sahabat yang hadir berkata, Mau (wahai Rasulullah)! Beliau bersabda, Zikir kepada Allah Yang Mahatinggi."
(HR. At-Tirmidzî, Ibnu Mâjah. Lihat pula Shahih Tirmidzî 3/139 dan Shahih Ibnu Mâjah 2/316).


Jika Anda Enggan Berzikir

Anda telah mengetahui betapa banyak dan luar biasanya keutamaan zikir ini. Sungguh sangat mengherankan, dan sepantasnya Anda menangis sejadi-jadinya jika sampai saat ini hati Anda belum juga tersentuh untuk segera berzikir menyebut nama Allah. Semoga hati Anda tidak sampai demikian. Sebab jika tidak, tidak ada yang bisa kami sampaikan lagi kepada Anda kecuali firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"


Allah berfirman:

"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat kami, maka kamu melupakan-nya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamu pun dilupakan."
(QS. Thâha: 124-126).

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Mahapemurah (Al Quran), kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."
(QS. Az-Zukhruf: 36).

Dan firman-Nya yang lain:

"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi."
(QS. Al Munâfiqûn: 9).

Setelah membaca ketiga ayat di atas, menurut Anda, apa yang akan menimpa orang-orang yang tidak mau berzikir? Kehidupan yang sempit, dibangkitkan di akhirat dalam keadaan buta, temannya adalah setan, dan menjadi orang yang rugi.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

"Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berzikir kepada Allah di dalamnya, niscaya akan menjadi penyesalan baginya (di hari Kiamat) dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berzikir kepada Allah, niscaya akan menjadi penyesalan baginya (di hari Kiamat) "
(HR. Abû Dâwûd Shahihul Jaami 5/342).

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang Engkau sebutkan dalam ayat ini:

"Dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah."
(QS. Al Ahzâb: 35).


Manfaat Dzikir

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari masalah. Entah itu masalah pekerjaan, masalah rumah tangga, masalah keuangan, dan lain sebagainya. Begitu satu masalah selesai, masalah yang lain menghampiri, seolah-olah hidup hanya untuk menanggung masalah.

Banyak orang yang bisa mengatasi semua masalahnya dengan baik, tapi tak sedikit pula yang mengeluh karena masalahnya tak kunjung usai. Apakah anda juga sedang mengalaminya? Bagaimana caranya keluar dari masalah-masalah tersebut? Barangkali kita lupa akan kekuatan dzikir.

Kata dzikir berasal dari bahasa Arab, adz-dzikir yang berarti mengingat, mengucap dan berbuat baik. Pengertian dzikir sendiri adalah mengingat dan menyebut asma Allah SWT, seperti dengan membaca tasbih, tahlil, istighfar maupun shalawat.

Dengan berdzikir, manusia akan menyadari bahwa ada kekuasaan dari segala yang ada di dunia ini, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, dalam mewujudkan segala yang diinginkan dan diharapkan, manusia membutuhkan pertolongan-Nya.

Dzikir dapat pula berarti berbuat baik atau beramal saleh guna mendekatkan diri kepada Allah SWT sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Rasullullah saw, misalnya dengan berbakti kepada orang tua, berlaku jujur, melakukan kebaikan dan menghindari kemungkaran.

Kekuatan dzikir sangat dahsyat bagi kehidupan. Dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keberagamaan seseorang. Dzikir juga merupakan kunci ketenangan jiwa, karena menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali pada Allah.

Manfaat dzikir sudah dibuktikan oleh banyak ilmuwan di berbagai belahan dunia. Berikut ini manfaat dan kekuatan dzikir dalam kehidupan kita:

1) Mencegah dan mengobati penyakit. Berdasarkan penelitian dari Dr. Francis Keefe, seorang peneliti dari Duke University Medical School, Amerika Serikat, efek dzikir dapat mengatasi nyeri artritis rematik.

Penelitian yang dilakukan pada 35 orang yang mengalami arthritis rematik membuktikan bahwa pasien yang dekat dengan Tuhan lebih mampu mengatasi rasa nyerinya. Dalam Journal of Chronic Diseases, 1972, yang diungkapkan oleh Comstock, membuktikan bahwa orang yang melakukan dzikir secara teratur dapat menurunkan resiko kematian akibat jantung koroner hingga 50%. Selain itu, kekuatan dzikir juga dapat memperpanjang usia penderita HIV/AIDS.

2) Kunci ketenangan jiwa. Dengan berdzikir dapat menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana dan mendatangkan ketenangan, ketentraman serta kebahagiaan hati.

3) Mendatangkan rizki.

4) Mendatangkan ridha Allah.

5) Semakin dekat dengan Allah.

6) Melindungi dari marabahaya.

7) Dzikir akan mengusir setan dan mengekangnya.

8) Dzikir dapat menghapus dosa dan menyelamatkan manusia dari azab Allah.

9) Menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.

10) Dzikir dapat menghindarkan dari sifat munafik dan sifat buruk lainnya.

Selain yang disebutkan diatas, masih banyak lagi manfaat dari kekuatan dzikir dalam kehidupan kita di dunia maupun di akhirat nanti. Dzikir bisa menjadi cahaya ketika manusia telah berada di alam kubur.

Dzikir adalah ibadah yang paling ringan dan sangat mulia. Ibarat sebuah bangunan, dzikir adalah pondasinya. Bisa dibayangkan apabila sebuah bangunan tanpa pondasi tentunya akan hancur. Seperti itulah kekuatan dzikir. Begitu pentingnya dzikir, sehingga, tidak ada alasan apapun bagi seorang muslim untuk meninggalkan dzikir.

Sebenarnya tak ada waktu khusus yang perlu dipersiapkan untuk berdzikir. Kita bisa berdzikir dimana saja dan kapan saja, entah itu seusai shalat, saat menjelang tidur, dan sebagainya. Yakinlah, sebanyak atau seberat apapun masalah yang kita hadapi, dengan berdzikir Allah akan menunjukkan jalan keluarnya. Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah.

Keutamaan Zikir Dengan Memuji, Mengagungkan dan Mensucikan Nama Allah

Keutamaan Zikir Dengan Memuji, Mengagungkan dan Mensucikan Nama Allah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


« كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ »

“Ada dua kalimat (zikir) yang ringan diucapkan di lidah, (tapi) berat (besar pahalanya) pada timbangan amal (kebaikan) dan sangat dicintai oleh ar-Rahman (Allah Ta’ala Yang Maha Luas Rahmat-Nya), (yaitu): Subhaanallahi wabihamdihi, subhaanallahil ‘azhiim (maha suci Allah dengan memuji-Nya, dan maha suci Allah yang maha agung)”.

Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan mengucapkan dua kalimat zikir ini dan menghayati kandungan maknanya, karena amal shaleh ini dicintai oleh Allah Ta’ala dan menjadikan berat timbangan amal kebaikan seorang hamba pada hari kiamat.

Oleh karena itu, makna dua kalimat zikir ini disebutkan dalam al-Qur’an sebagai doa dan zikir penghuni surga, yaitu dalam firman Allah Ta’ala:


{دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}

“Doa mereka (penghuni surga) di dalam surga adalah: “Subhanakallahumma” (maha suci Engkau ya Allah), dan salam penghormatan mereka ialah: “Salaam” (kesejahteraan bagimu), serta penutup doa mereka ialah: “Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin” (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam)”
(QS Yunus: 10)[3].

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

Arti “maha suci Allah” adalah mensucikan Allah Ta’ala dari segala sifat yang menunjukkan kekurangan, celaan dan tidak pantas bagi-Nya, serta menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya.

Arti memuji Allah Ta’ala adalah menyanjungnya dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang berkisar di antara keutamaan dan keadilan, maka bagi-Nyalah segala pujian yang sempurna dari semua sisi.

Dikhususkannya penyebutan nama “ar-Rahman” dalam hadits ini untuk mengingatkan manusia akan maha luasnya rahmat Allah Ta’ala, di mana Dia memberi balasan bagi amal yang ringan dengan pahala yang sangat besar.

Keutamaan yang dijanjikan dalam hadits ini berlaku bagi orang yang berzikir dengan mengucapkan dua kalimat zikir dia atas secara bergandengan.

Zikir ini lebih utama jika diucapkan dengan lisan disertai dengan penghayatan akan kandungan maknanya dalam hati, karena zikir yang dilakukan dengan lisan dan hati adalah lebih sempurna dan utama.

Perlu diingatkan di sini bahwa semua bentuk zikir, doa dan bacaan al-Qur’an yang disyariatkan dalam Islam adalah bacaan yang diucapkan dengan lidah dan tidak cukup dengan hanya terucap dalam hati tanpa menggerakkan lidah, sebagaimana pendapat mayoritas ulama Islam.

Dalam hadits ini juga terdapat anjuran untuk menetapi dan banyak mengucapkan dua kalimat zikir di atas.

Hadits ini juga menunjukkan adanya timbangan amal kebaikan yang hakiki pada hari kiamat dan bahwa amal perbuatan manusia akan ditimbangan dengan timbangan tersebut, ini termasuk bagian dari iman terhadap hari akhir/kiamat.


وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 15 Jumadal ula 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
[1] HSR al-Bukhari (no. 6043 dan 6304) dan Muslim (no. 2694).

[2] Lihat keterangan imam Ibnu Hibban dalam kitab “Shahih Ibnu Hibban” (3/112).

[3] Lihat kitab “Fathul Baari” (1/473).

[4] Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (7/46 – tahqiq: Saami Muhammad Salamah).

[5] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 39).

[6] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (5/40).

[7] Lihat keterangan imam Ibnu Hibban dalam kitab “Shahih Ibnu Hibban” (3/121).

[8] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 314).

[9] Lihat kitab “al-Qaulul mubiin fi akhthaa-il mushalliin” (hal. 96-99).

[10] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (5/40).

[11] Lihat keterangan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “al-‘Aqiidatul Waasithiyyah” (hal. 20).

Orang yang Tidak Dilalaikan dengan Urusan Dunia dari Mengingat Allah

Orang yang Tidak Dilalaikan dengan Urusan Dunia dari Mengingat Allah

Muhammad bin Sirin adalah imam Ahlus sunnah yang sangat terkenal dalam berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan sangat terpercaya dalam meriwayatkannya. Akan tetapi tahukah anda bahwa beliau juga disifati oleh para ulama di jamannya sebagai orang yang sangat wara’ (hati-hati dalam masalah halal dan haram) dan tekun dalam beribadah?.

Imam adz-Dzahabi menukil dari Abu ‘Awanah al-Yasykuri, beliau berkata:

“Aku melihat Muhammad bin sirin di pasar, tidaklah seorangpun melihat beliau kecuali orang itu akan mengingat Allah”.

Subhanallah, betapa mulianya sifat imam besar ini! Betapa tekunnya beliau dalam beribadah dan berzikir kepada Allah ! Sehingga sewaktu berada di pasar dan sedang berjual-belipun hal tersebut tampak pada diri beliau.

Bukankah wajar kalau orang yang sedang beribadah di mesjid kemudian orang yang melihatnya mengingat Allah ? Tapi seorang yang sedang berjual-beli di pasar dengan segala kesibukannya tapi sikap dan tingkah lakunya bisa mengingatkan kita kepada Allah ?

Bukankah ini menunjukkan bahwa orang-orang yang shaleh selalu menyibukkan diri dengan berzikir dan beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan?.

Benarlah sabda Rasulullah:

“Wali-wali (kekasih) Allah adalah orang-orang yang jika mereka dipandang maka akan mengingatkan kepada Allah”


Teladan kita berikutnya adalah imam Ibrahim bin Maimun ash-Sha-igh, seorang imam Ahlus sunnah dari generasi Atba’ut tabi’in . Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menukil dalam biografi beliau bahwa pekerjaan beliau adalah tukang menempa logam, tetapi jika beliau telah mendengarkan seruan azan shalat, maka meskipun beliau telah mengangkat palu, beliau tidak mampu untuk mengayunkan palu tersebut dan beliau segera meninggalkan pekerjaannya untuk melaksanakan shalat.

Lihatlah betapa besar ketakutan dan pengagungan terhadap Allah di dalam hati orang-orang yang bertakwa sehingga kesibukan apapun yang mereka kerjakan sama sekali tidak melalaikan mereka dari memenuhi panggilan untuk beribadah kepada-Nya.

Maha benar Allah yang berfirman:


ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻌَﻈِّﻢْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ

“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa yangmengagungkan syi’ar-syi’ar (perintah dan larangan)Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan(dalam) hati”
(QS al-Hajj:32).


Beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari dua kisah di atas:

– Orang mukmin yang bertakwa adalah orang yang tidak disibukkan dengan urusan dan kesibukan dunia dari mengingat Allah , inilah yang dipuji oleh Allah dalam firman-Nya:


ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻟَﺎ ﺗُﻠْﻬِﻴﻬِﻢْ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓٌ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻴْﻊٌ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺇِﻗَﺎﻡِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ﻳَﺨَﺎﻓُﻮﻥَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﺗَﺘَﻘَﻠَّﺐُ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺑْﺼَﺎﺭُ

“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”
(QS an-Nuur:37).


Imam Ibnu Katsir berkata:

“Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah ) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi”.

– Tempat bekerja dan berjual-beli sangat berpotensi untuk melalaikan manusia dari mengingat Allah, maka menyebut dan mengingat Allah di tempat-tempat tersebut sangat besar keutamaannya di sisi Allah .

Imam ath-Thiibi berkata:

“Barangsiapa yang berzikir kepada Allah (ketika berada) di pasar maka dia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang Allah berfirman tentang keutamaan mereka (dalam ayat di atas)”.

– Mengambil contoh teladan dari kisah-kisah para ulama salaf adalah termasuk sebaik-baik cara untuk memotivasi diri sendiri guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah mengambil teladan dari contoh yang berupa kisah nyata, dan menjadikannya lebih semangat dalam beramal serta bersegera dalam kebaikan.

Oleh karena itu, Allah berfirman kepada Nabi Muhammad:


ﻭَﻛُﻼ ﻧَﻘُﺺُّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺒَﺎﺀِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻧُﺜَﺒِّﺖُ ﺑِﻪِ ﻓُﺆَﺍﺩَﻙَ ﻭَﺟَﺎﺀَﻙَ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﻭَﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻭَﺫِﻛْﺮَﻯ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦ

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalamsuratini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”
(QS Huud:120).

Imam Abu Hanifah pernah berkata:

“Kisah-kisah (keteladanan) para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut (berisi) adab dan tingkah laku mereka (untuk diteladani)”

Orang-Orang Yang terhijab oleh Cahaya yang Disertai Berbagai Kegelapan

Orang-Orang Yang terhijab oleh Cahaya yang Disertai Berbagai Kegelapan

Mereka ini terdiri dari tiga jenis:

1. Yang kegelapannya berasal dari indra mereka.

2. Yang kegelapannya berasal dari daya khayal mereka.

3. Yang kegelapannya bersumber dari kesimpulan-kesimpulan akal berdasarkan perkiraan-perkiraan analogis yang keliru.


1.

Orang-orang yang terhijab oleh cahaya yang disertai kegelapan indriawi. Mereka ini terbagi lagi dalam berbagai kelompok atau aliran yang pemikirannya sedikit banyak tidak terpaku pada diri mereka sendiri dan tidak terlepas sama sekali dari pencarian tentang Tuhan serta keinginan untuk mengenal-Nya. Tingkatan yang pertama dari mereka ialah kaum penyembah berhala dan yang terakhir kaum tsanawiyah (yakni, yang menduakanm Tuhan), Tuhan cahaya dan Tuhan kegelapan. Di antara mereka terdapat berbagai tingkatan.


1.1.

Kaum penyembah berhala. Mereka ini secara umum mengetahui bahwa ada Tuhan yang harus mereka utamakan di atas diri mereka yang diliputi oleh kegelapan. Mereka juga memiliki kepercayaan bahwa Tuhan mereka lebih mulia dari segalanya, lebih berharga dari segala yang berharga. Namun, mereka ter-hijab oleh kegelapan idnra, sehingga tidak mampu melampaui yang mahsus (sesuatu yang dapat dicerap oleh pancaindra).

Karena itu, mereka membuat patung-patung yang indah terbuat dari logam-logam mulia dan batu permata, seperti emas, perak, dan yaqut (batu nilam), lalu menjadikannya sebagai “tuhan-tuhan”. Dengan demikian, mereka sebenarnya ter-hijab oleh sebagian sifat dan cahaya Allah, yaitu cahaya keperkasaan dan keindahan-Nya. akan tetapi mereka melekatkan sifat-sifat itu dengan benda-benda indrawi sehingga ter-hijab dari cahaya-Nya itu oleh kegelapan indra. Sebab indra adalah kegelapan bila dibandingkan dengan alam ruhani seperti telah diuraikan sebelum ini.


1.2.

Sekelompok orang berasal dari pedalaman Turki, tidak mempunyai agama atau syariat. Mereka percaya mempunyai Tuhan, dan bahwa Tuhan mereka itu adalah “yang paling indah dari segala suatu”. Karena itu, bila melihat seorang manusia yang memiliki keindahan luar biasa, begitu pula pohon, kuda, dan lainnya, mereka bersujud kepadanya dan berkata “Ia adalah Tuhan kita”.

Orang seperti ini ter-hijab oleh cahaya keindahan yang dibarengi oleh kegelapan indra. Keadaan mereka lebih baik dibandingkan dengan kaum penyembah berhala, sebab yang mereka sembah ialah “keindahan yang mutlak”, bukannya manusia atau benda tertentu. Mereka tidak mengaiktkan keindahan ini dengan individu. Selain itu, yang mereka sembah ialah “keindahan alami”, bukannya keindahan yang terbuat oleh tangan manusia sendiri.


1.3

Sekelompok orang yang menyatakan bahwa “Tuhan kita haruslah bersifat nurani (cahayawi) pada Zatnya, cemerlang dalam bentuknya, memiliki kekuasaan pada dirinya, amat berwibawa sehingga tak mungkin dapat didekati, akan tetapi ia haruslah sesuatu yang mahsus (dapat dicerap oleh indra), sebab sesuatu yang bukan mahsus; bagi mereka, tidak ada artinya”. Mereka mendapai api memiliki sifat-sifat ini, maka mereka pun menyembahnya dan menjadikannya sebagai Tuhan. Orang-orang ini terh-hijab oleh cahaya kekuasaan dan kecenderungan. Kedua-duanya termasuk dio antara cahaya-cahaya Allah Swt.


1.4.

Mereka yang beranggapan bahwa karena kita dapat berbuat sesuka hati terhadap api, dengan menyalakan dan memadamkannya, maka ia beraa di bawah kekuasaan kita. Oleh sebab itu, ia tidak layak berfungsi sebagai Tuhan. Hanya sesuatu yang menyandang sifat-sifat keindahan dan kecemerlangan, lalu kita berada di bawah kekuasaannya, dan di samping itu ia juga menyandang sifat-sifat kemuliaan dan ketinggian; hanya sesuatu yang seperti itulah yang layak menjadi Tuhan. Ilmu tentang bintang (astronomi), dan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya (astrologi), sangat di kenal di kalangan mereka.

Oleh sebab itu, ada di antara mereka yang menyembah bintang Syi’ra, ada pula yang menyembah Yupiter atau bintang-bintang lainnya, tergantung dari besarnya pengaruh masing-masing menurut kepercayaan mereka. Orang-orang seperti ini ter-hijab oleh cahaya ketinggian, kecemerlangan, dan kekuasaan, yang semuanya itu termasuk di antara cahaya-cahaya Allah Swt.


1.5.

Orang-orang yang hampir bersesuaian dengan kelompok sebelumnya ini dalam pokok-pokok kepercayaanya, akan tetapi mereka mengatakan bahwa tidak selayaknya Tuhan kita dilukiskan sebagai sesuatu yang kecil atau besar dalam hubungannya dengan jawahir nuraniyyah (substansi-substansi cahaya), bahkan sepatutnya ia adalah yang terbesar di antara itu semua. Maka, merekan pun menyembah matahari ketika melihatnya sebagai yang terbesar. Mereka itu ter-hijab oleh cahaya kebesaran di samping cahaya-cahaya lainnya, ditambah lagi dengan kegelapan indra.


1.6.

Mereka yang lebih agak maju dari kelompok-kelompok sebelum ini, kata mereka”Matahari tidak memonopoli cahaya semuanya, tetapi benda-benda lain pun memiliki cahaya-cahayanmya. Tidaklah sepatutnya ada sekutu bagi Tuhan dalam kecahayannya.” Karena itu, mereka pun menyembah “cahaya mutlak” yang menghimpun semua cahaya, lalu menganggapnya sebagai Rabbul ‘Alamin, Tuhan seru sekalian alam, yang kepada-Nya dinisbahkan segala kebaikan. Tetapi mereka menyaksikan pula terjadinya kejahatan-kejahatan di dunia ini dan menganggap tidak sepantasnya menisbahkan hal itu kepada Tuhan mereka.

Sebab Tuhan seharusnya dijauhkan dari hal-hal seperti itu. Berdasarkan itu mereka mempercayai adanya pertentangan antara dia dan kegelapan, dan bahwa alam ini dikuasai oleh dua kekuatan, atau dua Tuhan; yakni cahaya dan kegelapan, yang ada kalanya mereka namakan Yazdan dan Ahraman. Mereka itu adalah kelompok tsanawiyah (yang menduakan Tuhan). Demikianlah, cukup bagi Anda uraian ini sekedar menyebutkan mengenai aliran-aliran ini meski sesungguhnya masih banyak lagi aliran lainnya semacam ini.


2.

Orang-orang yang ter-hijab oleh sebgian cahaya yang disertai oleh kegelapan khayalan. Mereka ini dapat melampaui indra dan menetapkan tentang adanya sesuatu di balik benda-benda indriawi. Kendati demikian, mereka tidak mampu melampaui daya khayal, sehingga mereka pun menyembah “suatu Maujud yang duduk di atas “arsy (singgasana)”. Yang paling rendah tingkatannya di antara mereka adalah kelompok Mujassimah, yakni yang menyatakan bahwa Tuhan ber-jism (bertubuh). Kemudian kelompok-kelompok Karamiyyah semuanya. Aku tidak hendak menguraikan tentang pendapat-pendapat serta aliran-aliran mereka, sebab kurasa tidak ada gunanya.

Akan tetapi, yang paling tinggi tingkatannya di antara mereka adalah pengikut aliran yang menafikan semua bentuk kejisiman Tuhan serta perubahan-perubahan kondisi yang menyertainya kecuali satu hal, yaitu tentang bersamayamnya Tuhan di suatu arah tertentu yang dapat ditunjuk yakni “di atas”. Sebab, kata mereka, sesuatu yang tidak dinisbahkan ke suatu arah dan tidak dapat dilukiskan ke suatu arah dan tidak dapat dilukiskan sebagai “di luar alam dunia” atau “di dalamnya”, menurut mereka, sama saja dengan “tidak ada”, karena tidak dapat dikhayalkan. Orang-orang seperti ini tidak mengetahui bahwa persyaratan dasar sesuatu yang ma’qul (yang dapat dicerna oleh akal) kemungkinannya untuk melampaui segenap arah dan ruang.


3.

Mereka yang ter-hijab oleh cahaya-cahaya Ilahi yang disertai oleh kesimpulan-kesimpulan akal yang salah, berdasarkan perkiraan-perkiraan analogis yagn keliru dan diliputi kegelapan. Sesuai dengan itu, mereka menyembah Tuhan yang bersifat mendengar, melihat, mengetahui, kuasa, menghendaki, hidup lagi tersucikan daripada mendiami arah yang mana pun, akan tetapi mereka memahami sifat-sifat ini sesuai dengan sifat-sifat manusiawi mereka sendiri. Adakalanya sebagian mereka menegaskan bahwa firman-Nya terdiri dari huruf-huruf dan suara-suara seperti ucapan kita sendiri. Sebagian dari mereka berpendidikan agak lebih maju lagi dengan mengatakan bahwa firman-Nya itu “menyerupai bisikan hati kita”, yakni tanpa huruf dan tanpa suara.

Demikian pula jika dituntut untuk menjelaskan tentang hakikat sifat-sifat mendengar, melihat, dan hidup yang berkaitan dengan-Nya, mereka kembali ke sikap tasybih (menyerupakan sifat Allah Swt, dengan makhluk-Nya) dalam hakikat maknanya, walau pun mereka mengingkarinya dengan ucapan mereka. Ini disebabkan mereka sama sekali tidak mampu memahami makna-makna sebenarnya dari penyebutan sifat-sifat ini dalam kaitannya dengan Allah Swt. Karena itu pula, mereka mengatakan bahwa kehendak-Nya adalah bersifat “baru” (hadits, bukan qadim) seperti juga sifat kehendak kita, dan bahwa DIA bertujuan sesuatu dari perbuatan-Nya seperti hanya kita bertujuan.

Ini semua adalah aliran-aliran dan mazhab-mazhab yang cukup terkenal, tidak perlu diuraikan secara terpeerinci. Secara keseluruhan mereka adalah orang-orang yang ter-hijab dari ALLAH Swt, oleh beberapa jenis cahaya yang disertai dengan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan perkiraan-perkiraan analogis yang keliru.

Kelompok-kelompok itu semuanya adalah jenis-jenis bagian II, yakni yang ter-hijab oleh cahaya yang disertai oleh kegelapan.