Akibat Seorang Muslim Memelihara Anjing

Akibat Seorang Muslim Memelihara Anjing 

Saat ini, begitu seringnya kita melihat orang yang memelihara anjing. Bahkan bukan hanya non muslim saja, sebagian kaum muslimin pun memelihara hewan yang jelas-jelas haram dan najis. Pada posting kali ini, kita akan melihat beberapa hadits yang berkenaan dengan memelihara anjing. Setelah membaca tulisan ini, silakan pembaca lihat, bagaimanakah hukum memelihara anjing untuk sekedar menjaga rumah? Apakah diperbolehkan?

Hadits Pertama

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من أمسك كلبا فإنه ينقص كل يوم من عمله قيراط إلا كلب حرث أو ماشية

Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan sholehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud), selain anjing untuk menjaga tanaman atau hewan ternak.”

Ibnu Sirin dan Abu Sholeh mengatakan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

إلا كلب غنم أو حرث أو صيد

Selain anjing untuk menjaga hewan ternak, menjaga tanaman atau untuk berburu.”

Abu Hazim mengatakan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كلب صيد أو ماشية

Selain anjing untuk berburu atau anjing untuk menjaga hewan ternak.” (HR. Bukhari)

[Bukhari: 46-Kitab Al Muzaro’ah, 3-Bab Memelihara Anjing untuk Menjaga Tanaman]

Hadits Kedua

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِى نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh).

An Nawawi membawakan hadits di atas dalam Bab “Perintah membunuh anjing dan penjelasan naskhnya, juga penjelasan haramnya memelihara anjing selain untuk berburu, untuk menjaga tanaman, hewan ternak dan semacamnya.”

Hadits Ketiga

Dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya –‘Abdullah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak dan anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak satu qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh). ‘Abdullah mengatakan bahwa Abu Hurairah juga mengatakan, “Atau anjing untuk menjaga tanaman.

An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab yang sama dengan hadits sebelumnya.

Hadits Keempat

Dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya –‘Abdullah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا أَهْلِ دَارٍ اتَّخَذُوا كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَائِدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِمْ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

Rumah mana saja yang memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak atau anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh). An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab yang sama dengan hadits pertama.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, “Adapun memelihara anjing dihukumi haram bahkan perbuatan semacam ini termasuk dosa besar –Wal ‘iyadzu billah–. Karena seseorang yang memelihara anjing selain anjing yang dikecualikan (sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas, pen), maka akan berkurang pahalanya dalam setiap harinya sebanyak 2 qiroth (satu qiroth = sebesar gunung Uhud).” (Syarh Riyadhus Shalihin, pada Bab “Haramnya Memelihara Anjing Selain Untuk Berburu, Menjaga Hewan Ternak atau Menjaga Tanaman”)

Kesimpulan:

Hukum memelihara anjing adalah haram dan termasuk dosa besar kecuali anjing yang digunakan untuk berburu, untuk menjaga tanaman dan hewan ternak.

Semoga Allah menjauhkan kita dari setiap perkara yang Dia larang. Hanya Allah yang beri taufik.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Ancaman Keras Untuk Perbuatan Meminta-minta


Ancaman Keras Untuk Perbuatan Meminta-minta 

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Seseorang senantiasa suka meminta-minta kepada orang lain hingga pada hari kiamat dia datang dalam keadaan wajahnya tidak berdaging.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040, 104)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Siapa yang meminta-minta kepada orang banyak untuk menumpuk harta kekayaan, berarti dia hanya meminta bara api. Sama saja halnya, apakah yang diterimanya sedikit atau banyak.” (HR. Muslim no. 1041)

Kandungan hadis

Kandungan pertama, dalam dua hadis di atas terdapat dalil haramnya meminta-minta (mengemis) kepada orang lain atau meminta sedekah kepada mereka tanpa ada kebutuhan. Terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang meminta-minta kepada orang lain, padahal dia bukanlah orang fakir atau sedang dalam kondisi butuh. Dia meminta-minta hanyalah untuk memperbanyak dan menumpuk harta benda. Pada hari kiamat, dia akan mendapatkan hukuman dalam bentuk didatangkan dalam kondisi wajahnya yang tidak memiliki sekerat daging. Hal ini karena balasan itu setimpal dengan perbuatan. Ketika wajahnya dulu disorongkan untuk meminta-minta dan menghadap ke orang lain ketika meminta-minta, maka hukuman pun ditimpakan atas wajahnya.

Hal ini juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis kedua yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, yaitu siapa saja yang meminta-minta kepada orang banyak untuk menumpuk dan memperbanyak harta kekayaan. Pada hakikatnya, yang dia kumpulkan adalah bara api yang akan digunakan untuk menghukumnya pada hari kiamat, karena yang dia kumpulkan adalah harta yang haram. Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Sama saja halnya, apakah yang diterimanya sedikit atau banyak” adalah dalam rangka memberikan ancaman (tahdid).

Kandungan kedua, dapat dipahami dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “untuk menumpuk kekayaan”, bahwa orang yang meminta-minta karena fakir atau karena ada kebutuhan tidaklah mengapa dan termasuk perbuatan yang mubah. Hal ini karena dia meminta haknya yang diizinkan oleh syariat, baik berupa meminta dari harta zakat, sedekah sunah, kafarah, atau yang lainnya.

Kandungan ketiga, Islam mengharamkan perbuatan meminta-minta dan menjadikan perbuatan tersebut sebagai profesi atau pekerjaannya. Padahal dia tidak membutuhkan itu, baik karena dia sudah memiliki harta, atau karena mempunya aset yang menghasilkan dan itu sudah mencukupi untuk kebutuhan hidupnya, atau dia bisa bekerja atau berdagang jika memang memiliki kemampuan.

Perbuatan meminta-minta ketika tidak ada kebutuhan itu hanya akan menimbulkan pengaruh yang jelek dan kerusakan yang besar bagi jiwa kita, di antaranya:

Pertama, perbuatan tersebut adalah bentuk kehinaan dan meruntuhkan kemuliaan dan harga diri seseorang. Perbuatan meminta-minta juga menghilangkan rasa malu, meskipun ketika meminta dia diberi. Lalu, bagaimana jika ditolak atau tidak diberi?

Kedua, perbuatan meminta-minta tersebut akan mencegah orang-orang yang masih memiliki kekuatan fisik dan akal pikiran untuk bekerja keras dan berinovasi yang dapat memberikan manfaat atau maslahat untuk masyarakat secara umum.

Ketiga, perbuatan meminta-minta itu adalah sarana penipuan dan kebohongan. Hal ini karena si peminta-minta biasanya akan berdandan seperti orang yang sangat miskin (pakaian compang camping atau robek), atau dia menunjukkan seolah-olah dia sedang sakit parah dan kondisinya mengenaskan. Dia melakukan itu dengan tujuan agar orang lain merasa kasihan dengan kondisinya dan pada akhirnya memberikan harta kepadanya. Padahal itu semua adalah kebohongan dan tipuan semata.

Keempat, perbuatan tersebut sama saja mengingkari nikmat Allah kepada dirinya. Karena dia menampakkan diri seolah-olah sebagai orang fakir dan tidak punya apa-apa. Dia mengingkari nikmat Allah dengan menampakkan kesusahan. Sedangkan seorang hamba dituntut untuk menampakkan nikmat Allah yang dianugerahkan kepada dirinya.

Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan yang hina ini. Dia mendidik dirinya sendiri untuk memiliki cita-cita dan harapan yang tinggi, serta menjaga kemuliaan dan kehormatan dirinya. Dia tidak menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan tercela ini, yaitu mengemis atau meminta-minta, padahal dia masih mampu untuk bekerja. Dan hendaknya seseorang bersyukur kepada Rabbnya ketika dia mendapatkan nikmat berupa badan yang sehat, fisik yang sempurna, dan anggota badan yang masih kuat bekerja. Hendaklah dia menyibukkan dirinya dalam berbagai hal yang bermanfaat.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Lima Hal Yang Boleh Di Lakukan Segera Atau Tergesa-gesa

Lima Hal Yang Boleh Di Lakukan Segera Atau Tergesa-gesa 

Ada lima hal yang boleh segera atau tergesa-gesa dilakukan padahal asal tergesa-gesa adalah dari setan. Namun karena ini ada kebaikan, maka boleh tergesa-gesa atau meminta segera untuk dilakukan.

Dalam Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashbahani disebutkan perkataan berikut ini dari Hatim Al Ashom,

كان يقال العجلة من الشيطان إلا في خمس إطعام الطعام إذا حضر الضيف وتجهيز الميت إذا مات وتزويج البكر إذا أدركت وقضاء الدين إذا وجب والتوبة من الذنب إذا أذنب

“Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara:

1- menyajikan makanan ketika ada tamu

2- mengurus mayit ketika ia mati

3- menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya

4- melunasi utang ketika sudah jatuh tempo

5- segera bertaubat jika berbuat dosa.” (Hilyatul Auliya’, 8: 78).

Menyuguhkan tamu. Kita harus segera menyuguhkan hidangan atau minuman ketika ada tamu menghampiri rumah kita.

Mengurus mayit. Jenazah orang mati harus segera diurus, tidak boleh ditunda-tunda lagi karena itu adalah hak mayit juga untuk segera diurus. Dimandikan, dikafani, dishalati kemudian dikuburkan.

Menikahkan anak perempuan jika sudah berumur dan sudah ketemu jodohnya. Sebagai orangtua memiliki kewajiban untuk segera menikahkan anak-anaknya yang sudah berumur dan ketemu jodohnya.

Membayar hutang kalau sudah jatuh tempo. Kalau sudah jatuh tempo, hutang kita harus segera dibayarkan.

Taubat dari setiap dosa yang telah diperbuat. Kita diperintahkan untuk segera bertaubat atas dosa yang telah kita perbuat. Ketika kita berdosa, kita jangan santai, diam, slow atau apalah bahasanya sehingga kita lupa memohon ampun. Lama kelamaan, kalau dosa itu sudah menumpuk akan susah dihapus.  

Hanya Allah yang memberi taufik dalam kebaikan.

Cahaya Pada Hari Kiamat Dari Bekas Wudhu

Cahaya Pada Hari Kiamat Dari Bekas Wudhu 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إن أمتي يدعون يوم القيامة غرا محجلين من آثار الوضوء فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل

“Sesungguhnya umatku pada hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan ghurran (cahaya yang ada di ubun-ubun), muhajjalin (cahaya yang ada di kaki dan tangan) dari bekas air wudhu. Maka barangsiapa di antara kalian yang ingin memanjangkan cahaya yang ada di ubun-ubunnya, hendaklah ia melakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ucapan ‘barangsiapa di antara kalian yang ingin memanjangkan cahaya yang ada di ubun-ubunnya, hendaklah ia melakukan’ terjadi perselisihan ulama apakah ini ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ataukah ini mudraj dari ucapan Abu Hurairah. Banyak ulama seperti Syaikh Albani Rahimahullah dan yang lainnya merajihkan bahwasanya ini adalah ucapan Abu Hurairah, bukan dari ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini karena adanya riwayat yang menunjukkan terpisah. Yaitu dalam riwayat Abu Awanah.

Disebutkan dalam riwayat tersebut setelah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ‘Sesungguhnya umatku nanti pada hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan  ubun-ubun, kaki dan tangan mereka bercahaya dari bekas air wudhu,’ lalu disitu dikatakan: “Abu Hurairah berkata…”

Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang berwudhu, dimana air wudhu yang kita senantiasa lakukan setiap kali berwudhu hendak shalat itu pada hari kiamat nanti akan menjadi putih. Sehingga dengan itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bisa mengenali umatnya. Ini keistimewaan yang besar bagi mereka yang menjaga wudhunya.

Maka dari itu saudaraku, jangan kita sia-siakan keistimewaan wudhu yang besar ini. Agar dengan cara seperti itu kita bisa dikenali oleh Rasul kita yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Adapun memanjangkan usapan wudhu, pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama. Yaitu bahwa tidak disunnahkan mencuci melebihi siku-siku dan mata kaki.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi pekuburan, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم عن قريب لاحقون وددت أنا قد رأينا إخواننا

“As-Salam atas kalian negeri kaum mukminin, dan sesungguhnya kami InsyaAllah akan menyusul kalian dalam waktu yang dekat. Aku ingin sekali bisa melihat teman-teman kami.”

Mendengar ini para sahabat berkata: “Bukankah kami teman-temanmu, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أنتم أصحابي وإخواننا الذين لم يأتوا بعد

“Kalian para sahabatku, saudara-saudara kita itu yang akan datang nanti.”

Mereka berkata: “Bagaimana engkau mengenali orang yang akan datang nanti, wahai Rasulullah dari umatmu itu?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bresabda:

أرأيت لو أن رجلا له خيل غر محجلة بين ظهري خيل دهم بهم ألا يعرف خيله

“Bagaimana pendapatmu kalau ada seorang laki-laki memiliki seekor kuda yang ubun-ubunnya putih dan kaki-kakinya juga putih di tengah-tengah kuda-kuda yang semuanya hitam, kira-kira dia mengenal atau tidak?”

Para sahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah, dia akan mengenalnya.” Maka Rasulullah bersabda:

فإنهم يأتون غرا محجلين من الوضوء وأنا فرطهم على الحوض

“Sesungguhnya kelak mereka akan datang dalam keadaan ubun-ubun, kaki dan tangan mereka bercahaya karena bekas air wudhu, dan aku mendahului mereka ke telaga haudh.” (HR. Muslim dan yang lainnya)

ZIARAH KUBUR

Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berziarah kubur. Ini menunjukkan kita dianjurkan untuk ziarah kubur. Tadinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang ziarah kubur karena waktu itu banyak para sahabat yang baru masuk Islam. Sehingga dikhawatirkan sisa-sisa jahiliyah itu berpindah, yaitu mengagungkan kuburan. Namun ketika para sahabat telah kokoh akidah-akidah mereka dan sudah paham, maka Rasulullah pun menyuruh mereka untuk ziarah kubur. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا

“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, adapun sekarang berziarah kuburlah.” (HR. Hakim)

Subhanallah, ketika illatnya hilang (yaitu takut kuburan diagungkan selain Allah), maka Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk berziarah kubur. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tujuan ziarah kubur yaitu untuk mendoakan dan mengingat akhirat. Adapun jika tujuannya untuk ngalap berkah, maka ini perbuatan yang tidak pernah dilakukan para sahabat, tidak pula para tabi’in. Tidak ada satupun sahabat yang datang untuk ngalap berkah ke kuburan Rasulullah, kecuali dalam riwayat yang palsu.

Kalau itu benar, tentu Nabi akan mengizinkannya. Akan tetapi ternyata Nabi tidak pernah melakukannya, bahkan Nabi mengingkari sebagian sahabat yang baru masuk Islam yang minta dibuatkan untuk mereka dzatu anwath dalam rangka untuk tabarruk (ngalap berkah).

Demikianlah orang yang baru masuk Islam, masih tersisa padanya pemikiran-pemikiran jahiliyah. Maka orang yang baru masuk Islam atau yang baru hijrah, jangan disuruh ceramah. Tapi perintahkan untuk menuntut ilmu, duduk di majelis taklim, agar paham dulu tentang hakikat Islam.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah memerintahkan untuk ngalap berkah kepada kuburan Hamzah bin Abdul Muthalib, tidak pula ngalap berkah kepada kuburan para sahabat lain yang meninggal saat itu yang mereka semua wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tujuan ziarah kubur untuk ngalap berkah sama sekali tidak ditunjukkan oleh dalil.

Sebagian orang ketika ziarah kubur adalah untuk beribadah di kuburan. Ada yang shalat di sisi kuburan, ada yang membaca Al-Qur’an di sisi kuburan. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah melakukan itu, kecuali dalam riwayat-riwayat yang sangat lemah bahkan palsu.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika ditanya oleh ‘Aisyah: “Wahai Rasulullah, kalau aku ziarah kubur apa yang harus aku lakukan/ucapkan?” Maka Rasulullah hanya mengajarkan doa saja, ucapkan:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ،و إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ

“Semoga keselamatan bagi kalian penghuni kuburan dari kaum mukminin dan kaum muslimin, dan sesungguhnya kami insyaAllah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah untuk kami dan untuk kalian keselamatan, semoga Allah merahmati orang yang telah mati diantara kita dan orang yang masih hidup.” (HR. Muslim).