Engkau Harus Bahagia Di Rumahmu

Engkau Harus Bahagia Di Rumahmu 
Seorang yang tidak bahagia di rumahnya
Sangat sulit untuk bahagia di luar rumahnya
Kalaupun bahagia, itu hanya sebentar saja
Bukan bahagia yang sesungguhnya

Surga dan bahagia itu ada di rumah [1]
Pasangan yang shalih dan baik [2]
Anak-anak yang shalih, lucu dan penurut

Sederhana saja
Menikmati sore yang sejuk
Atau malam yang indah
Berbincang-bincang hangat
Ditemani kopi hangat dan cemilan ringan
Sudah bahagia rasanya

Anak-anak berhamburan ke luar pintu
Menyambut ayah yang pulang
Membawa sedikit saja buah tangan
Kemudian bermain kuda-kudaan
Hilang lah letih dan penat
Kemudian mendengarkan
setoran hapalan Al-Quran anak-anak

Indahnya kebahagiaan di rumah
Di atas ketaatan kepada Allah
Rumah ku surga ku
Kelak akan masuk surga sekeluarga

Allah berfirman,

ﺟَﻨَّﺎﺕُ ﻋَﺪْﻥٍ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻧَﻬَﺎ ﻭَﻣَﻦ ﺻَﻠَﺢَ ﻣِﻦْ ﺀَﺍﺑَﺂﺋِﻬِﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻬِﻢْ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻬِﻢْ

“Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya BERSAMA-SAMA dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri- istri nya dan anak cucunya “. (Ar-Ra’du : 23)

Ya Allah jadikanlah
Anak keturunan dan istri
Sebagai penyejuk mata
Ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan

ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻨَﺎ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ

“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa ” (QS. Al Furqan: 74).


@ Perum PTSC, Cileungsi, Bogor

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel http://www.muslimafiyah.com



Catatan kaki:

[1] Inilah yang disebut oleh beberapa orang dengan (بيتي جنتي) Batiy Jannaty yaitu rumahku adalah surgaku


[2] Allah jadikan pasangan agar kita tenang dan bahagia,

Allah Ta’ala berfirman

ﻭَﻣِﻦْ ﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﺃَﻥْ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢ ﻣِّﻦْ ﺃَﻧﻔُﺴِﻜُﻢْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟًﺎ ﻟِّﺘَﺴْﻜُﻨُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢ ﻣَّﻮَﺩَّﺓً ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔً ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻵﻳَﺎﺕٍ ﻟِّﻘَﻮْﻡٍ ﻳَﺘَﻔَﻜَّﺮُﻭﻥَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri- istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (ar-Rum: 21)

Mau Online Atau Offline Judi Tetap Haram'

Mau Online Atau Offline Judi Tetap Haram' 

Mencintai harta merupakan fitrah manusia. Oleh karena itu, sebagian orang berusaha meraih harta dengan segala cara, tanpa peduli halal maupun haram. Di antara cara meraih harta yang disukai banyak orang adalah dengan berjudi. Karena jika beruntung, pelakunya akan bisa meraup harta dalam jumlah fantastis tanpa bersusah payah. Perjudian itu memang memiliki manfaat, akan tetapi keburukannya jauh lebih besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar  (minuman keras) dan judi. Katakanlah,  “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah/2:219]

Allâh Azza wa Jalla tidak mengingkari manfaat perjudian, seperti kemenangan yang mungkin diperoleh sebagian orang, lalu dia gunakan untuk kebutuhan diri dan keluarganya.  Namun manfaat-manfaat itu tidak sebanding dengan kerusakannya yang akan menghancurkan agama pelakunya. Oleh karena itu Allâh Subhanahu wa Ta’ala melarang perjudian. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. [Al-Mâidah/5: 90]

MAKNA MAISIR (JUDI)
Memahami hakikat suatu larangan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. Sehingga ketika larangan itu berubah bentuk, dia tidak mudah terkecoh dan tetap tahu bahwa sesuatu itu tetap terlarang. Termasuk dalam hal ini, misalnya memahami makna dan hakikat maisir (judi) yang dilarang oleh agama Islam?

Sebagian Ulama’ menjelaskan bahwa maisir artinya taruhan.
Ibnu Hajar al-Makki rahimahullah berkata,

الْمَيْسِرُ: الْقِمَارُ بِأَيِّ نَوْعٍ كَانَ

Al-Maisir (judi) adalah taruhan dengan jenis apa saja [Az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil Kabâ‘ir, 2/200]

Al-Mahalli rahimahullah berkata:

صُورَةُ الْقِمَارِ الْمُحَرَّمِ التَّرَدُّدُ بَيْنَ أَنْ يَغْنَمَ وَأَنْ يَغْرَمَ

Bentuk taruhan yang diharamkan adalah adanya kemungkinan mendapatkan keberuntungan atau kerugian. [Al-Minhaj bi Hâsyiyah al-Qalyubi, 4/226]

Baca Juga  Istri Durhaka Diancam Neraka
Tetapi sebagian Ulama’ yang lain menjelaskan bahwa maisir mencakup taruhan atau bentuk yang lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

Demikian juga lafazh maisir menurut mayoritas Ulama mencakup permainan dengan kartu dan catur (yakni walaupun tidak ada taruhan-pen), dan mencakup jual-beli gharar (jual beli yang tidak terang sifat dan barangnya sehingga membahayakan-pen) yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena di dalamnya terdapat makna qimâr (judi/taruhan) yang sama dengan maisir (dalam istilah al-Qur’ân-pen). Karena makna qimâr  adalah  terambilnya harta seseorang dalam sebuah taruhan antara mendapatkan gantinya atau tidak. Seperti orang yang membeli budak yang lari, onta yang kabur, habalul habalah (binatang yang akan dikandung oleh binatang yang masih dalam kandungan-pen), dan semacamnya, yang bisa jadi dia akan mendapatkannya atau tidak mendapatkannya. Berdasarkan ini maka lafazh maisir dalam kitabullâh mencakup semua ini.” [al-Majmû’ al-Fatâwâ, 19/283].

Di Antara Bentuk-Bentuk Perjudian
Bentuk-bentuk perjudian tidak terbatas, namun intinya sama, yaitu taruhan yang memungkinan untuk mendapatkan keberuntungan atau kerugian, sehingga bisa meraih atau kehilangan harta dengan sangat mudah.

Perjudian bisa dengan sarana kartu, domino, dadu, rolet atau lainnya.
Atau dengan sarana aduan, seperti adu ayam jantan, adu nyali menyeberang sungai, adu panco dan lainnya.
Atau dengan sarana perlombaan, seperti lomba lari, bola voli, sepak bola, dan lainnya.
Atau dengan sarana menebak nomor atau huruf atau lainna.
Atau dengan sarana menebak pemenang pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, dan lainnya.
Dan lain-lain yang tidak terbatas bentuknya.

HIKMAH LARANGAN JUDI
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bahwa judi merupakan dosa, sebagaimana tersebut dalam surat al-Baqarah ayat ke-219 di atas.

Demikian juga Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan berbagai keburukan minum khamr dan berjudi, supaya orang yang menggunakan akalnya segera menjauhinya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allâh dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). [Al-Maidah/5: 91]

Baca Juga  Dosa Memutuskan Hubungan Kekerabatan
Di dalam ayat di atas Allâh Azza wa Jalla menyebutkan berbagai keburukan lantaran (meminum) khamar dan berjudi. Seharusnya itu sudah cukup sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal agar meninggalkannya.

Dosa judi itu tidak hanya di dapatkan oleh orang yang melakukannya, bahkan sekedar ucapan mengajak berjudi sudah terkena dosa dan diperintahkan untuk membayar kaffarah (penebus dosa) dengan bershadaqah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: وَاللَّاتِ وَالعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ “

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan mengatakan ‘Demi Latta dan ‘Uzza, hendaklah dia berkata, ‘Lâ ilâha illa Allâh’. Dan barangsiapa berkata kepada kawannya, ‘Mari aku ajak kamu berjudi’, hendaklah dia bershadaqah!”. [HR. Al-Bukhâri, no. 4860; Muslim, no. 1647]

Lihatlah sekedar berkata saja diperintahkan untuk membayar kaffârah, maka bagaimana dengan melakukannya? Tentu lebih besar dosanya.

Para Ulama juga menjelaskan berbagai keburukan berjudi, antara lain sebagai berikut:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
Sesungguhnya kerusakan maisir (judi) lebih besar daripada kerusakan riba. Karena kerusakan maisir mencakup dua kerusakan: kerusakan (karena) memakan harta dengan cara haram dan kerusakan (karena) permainan yang haram. Karena perjudian itu menghalangi seseorang dari mengingat Allâh dan dari shalat, serta menimbulkan permusuhan dan kebencian. Oleh karena itu maisir (judi) diharamkan sebelum pengharaman riba”. [Majmû’ al-Fatâwâ, 32/337]

Semoga Allâh selalu menjaga kita dari segala keburukan.

Wanita Tidak Akan Tenang Sampai Menikah

Wanita Tidak Akan Tenang Sampai Menikah 

Fulanah: yaa ustadzati, masih adakah lelaki dikolong langit ini? Masih adakah beberapa petak tanah tempat menapak para lelaki, lelaki yang mau dengan wanita berkepala tiga lebih seperti saya?

Ustadzah : anti kemana saja ketika masih ranum-ranumnya?

Fulanah: adalah anugrah berbuah musibah bernama “beasiwa keluar negeri” yaa ustadzati, saya mendakinya sampai puncak tertinggi. Kesibukan membolak-balik halaman per halaman memutuskan aku menundanya. Hiasan gelar dibelakang dan depan namaku membuatku menolak beberapa laki-laki yang namanya masih polos akan hiasan. Kini mimpi buruk menopause terus mengejarku.

Yaa Rabb, sekarang kiranya seseorang saja yang mengiba-iba memanggilku “ummi” lebih aku sukai dari beribu-ribu orang yang membungkuk hormat memanggilku “Doktor”.

Ustadzah: jika demikian, sulit rasanya mencari lelaki berkepala tiga juga yang masih sendiri, apalagi yang namanya berhias. tapi coba kita menyibak-nyibak sedikit, mudahan ada duda bertanggung jawab. Atau jika ukhti berkenan.., ukhti mencoba mengetuk pintu belas kasih keakhwat yang lain agar mengizinkan suaminya memberikannya madu.

>> Kami pernah dibacakan sebuah syair oleh teman kami yang berasal dari tanah Arab,

laki-laki tidak akan dewasa sampai ibunya meningal…
wanita tidak akan tenang sampai ia menikah…

setelah dipikir-pikir syair ini ada benarnya. Oleh karena itu tidak layak bagi wanita untuk menunda-nunda pernikahan. Baik karena alasan pendidikan, kuliah, dan pekerjaan [bukan berarti tidak bisa ditunda sama sekali]. Ia memilih menjadi wanita “kurir” [aduh maaf], ia memlih menjadi wanita karir. [ini juga bukan berarti wanita tidak boleh bekerja mencari nafkah sama sekali]. dan Jika telah ada laki-laki yang baik agama dan akhlaknya serta dirihdai segeralah menikah, jangan menunda-nunda.

Islam mengajarkan untuk bersegera dalam kebaikan dan tidak menunda-nunda,

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنكبي فقال: “كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل” وكان ابن عمر رضي الله تعالى عنهما يقول: إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” [HR. Bukhari, hadist Arbain ke-40].

Hidup Tenang Tanpa Hutang

Hidup Tenang Tanpa Hutang

Jika bisa tidak berhutang, lakukanlah

Sebagian kita ada yang senang dengan perilaku hutang, walaupun terkadang dia mampu. Adapula yang memang menjadikan hutang itu sebagai gaya hidupnya.

Padahal yang demikian itu tidak baik, karena hutang termasuk perilaku buruk, yang akan membuat orang berakhlak tidak baik. Maksudnya dapat menimbulkan perilaku yang buruk bagi orang yang suka (hobi) berhutang, seperti suka berdusta dan ingkar janji.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas mengingkari” (HR. Al-Bukhari).

Lebih dari itu, hutang akan menyebabkan kesedihan di malam hari, dan kehinaan di siang hari.

Di Antara Keutamaan Tauhid

Di Antara Keutamaan Tauhid 

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyebutkan berbagai keutamaan yang akan diraih oleh seorang insan dengan tauhid sebagai berikut.

Tauhid adalah sebab utama untuk menemukan jalan keluar atas segala kesusahan dunia dan akhirat serta untuk menolak berbagai hukuman (siksa).

Tauhid akan menghalangi pelakunya dari kekal di dalam neraka, selama di dalam hatinya masih tersisa iman walaupun hanya seberat biji sawi.

Dan apabila iman (tauhid) yang terdapat di dalam hatinya sempurna, niscaya hal itu akan menjadi penghalang baginya dari segala macam siksa neraka.

Pemilik tauhid akan mendapatkan petunjuk yang sempurna dan keamanan yang sepenuhnya di dunia maupun di akhirat.

Tauhid merupakan satu-satunya jalan untuk menggapai rida Allah dan pahala dari-Nya. Dan orang yang paling berbahagia dengan syafaat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas (bebas dari syirik, pent) dari dalam lubuk hatinya.

Segala bentuk amalan lahir maupun batin hanya akan diterima, sempurna, dan mendapatkan pahala di sisi Allah jika dibarengi dengan tauhid. Sehingga, apabila tauhid dan keikhlasan seorang hamba semakin sempurna, niscaya perkara-perkara ini pun menjadi sempurna dan diperolehnya secara utuh.

Tauhid akan meringankan hamba dalam melakukan kebaikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran. Selain itu, tauhid akan menghiburnya saat tertimpa berbagai bentuk musibah. Seorang yang ikhlas kepada Allah dalam keimanan dan tauhidnya, niscaya akan terasa ringan baginya ketaatan-ketaatan, sebab dia senantiasa mengharap pahala dari Rabbnya dan keridaan-Nya.

Demikian pula, akan terasa mudah baginya untuk meninggalkan apa-apa yang disenangi oleh hawa nafsunya berupa kemaksiatan, karena dia khawatir akan murka dan hukuman-Nya

Apabila tauhid sempurna di dalam hati seseorang, maka Allah akan membuatnya mencintai keimanan dan membuat hal itu terasa indah di dalam hatinya. Dan Allah membuat kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan menjadi hal yang dia benci, kemudian Allah akan menjadikan orang tersebut sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk dan meniti jalan yang benar.

Tauhid juga akan meringankan hal-hal yang dirasa tidak menyenangkan dan membuat terasa ringan berbagai derita yang harus dirasakan. Maka, seorang hamba akan bisa menghadapi beratnya beban dan derita dengan penuh kelapangan apabila dia memiliki kesempurnaan tauhid dan keimanan. Sehingga, beban dan derita akan dihadapinya dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, serta senantiasa pasrah dan rida terhadap takdir Allah yang terasa menyakitkan.

Tauhid juga menjadi sebab terbebasnya seorang hamba dari penghinaan dan perendahan dirinya kepada sesama makhluk. Sehingga, ia akan terbebas dari cengkraman rasa takut, harap, atau beramal demi makhluk. Inilah hakikat kemuliaan yang sebenarnya dan kedudukan yang tinggi.

Dengan demikian, dia senantiasa memuja dan beribadah kepada Allah dan tidak mengharap, kecuali kepada-Nya. Tidak takut, kecuali kepada-Nya. Tidak bertobat dan taat, kecuali kepada-Nya. Dengan itulah, akan sempurna kebahagiaan dan tercapai keselamatan dirinya.

Di antara keutamaan tauhid yang tidak bisa disamai oleh amal apapun adalah jika tauhid itu sempurna di dalam hati serta terwujud secara utuh dalam bentuk keikhlasan yang murni, maka ia akan mengubah amal yang sedikit menjadi besar nilainya, amal dan ucapannya pun menumbuhkan pahala yang berlipat ganda tanpa batasan dan perhitungan.

Dan tatkala itulah kalimat ikhlas menjadi sangat berbobot di dalam timbangan amalnya. Sehingga langit dan bumi beserta para penghuninya pun tidak bisa mengimbangi bobot dan keutamaannya. Sebagaimana kisah si pemilik kartu laa ilaha illallah yang ditimbang dan mampu mengalahkan beratnya sembilan puluh sembilan gulungan catatan dosa, yang setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang. Tidaklah hal itu terjadi, kecuali karena kesempurnaan ikhlas orang yang mengucapkannya.

Di sisi lain, betapa banyak orang yang mengucapkan laa ilaha illallah, tetapi tidak mencapai tingkatan ini. Dikarenakan di dalam hatinya tidak terdapat tauhid dan keikhlasan yang sempurna yang setara atau mendekati apa yang tertanam di dalam hati hamba tersebut.

Tauhid adalah sebab Allah memberikan jaminan kemenangan dan kejayaan di dunia, sebab untuk meraih kemuliaan dan limpahan petunjuk, sebab untuk mendapatkan kemudahan, perbaikan keadaan, serta kelurusan ucapan dan perbuatan.

Allah akan menyingkirkan berbagai keburukan dunia dan akhirat bagi ahli tauhid dan kaum beriman. Dan Allah anugerahkan kepada mereka kehidupan yang baik, ketentraman, dan ketenangan dalam berzikir kepada-Nya.

(Lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16-19, cet. Maktabah Al-‘Ilmu.)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Seluruh isi Al-Qur’an berbicara tentang penetapan tauhid dan menafikan lawannya. Di dalam kebanyakan ayat, Allah menetapkan tauhid uluhiyah dan kewajiban untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah pun mengabarkan bahwa segenap rasul hanyalah diutus untuk mengajak kaumnya supaya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Allah pun menegaskan bahwa tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia, kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah juga menetapkan bahwasanya seluruh kitab suci dan para rasul, fitrah, dan akal yang sehat, semuanya telah sepakat terhadap pokok ini. Yang ia merupakan pokok paling mendasar di antara segala pokok ajaran agama.” (Lihat Al-Majmu’ah Al-Kamilah, 8: 23)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Segala kebaikan yang segera (di dunia) ataupun yang tertunda (di akhirat) sesungguhnya merupakan buah dari tauhid. Sedangkan segala keburukan yang segera ataupun yang tertunda, maka itu merupakan buah/dampak dari lawannya….” (Lihat Al-Qawa’id Al-Hisan Al-Muta’alliqatu Bi Tafsir Al-Qur’an, hal. 26.)

Syekh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Akidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan akidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat “Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah.” Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apa pun, tidaklah ada orang yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia mewujudkan tauhid ini dan meluruskan akidahnya.” (Lihat I’anat Al-Mustafid bi Syarh Kitab At-Tauhid, 1: 17, cet. Mu’assasah Ar-Risalah)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya iman (pokok maupun cabang-cabangnya, batin maupun lahirnya) semuanya adalah keadilan, dan lawannya adalah kezaliman. Keadilan tertinggi dan pokok utamanya adalah pengakuan dan pemurnian tauhid kepada Allah, beriman kepada sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya yang terindah, serta mengikhlaskan agama (ketaatan) dan ibadah kepada-Nya. Adapun kezaliman yang paling zalim dan paling berat adalah syirik kepada Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِیمࣱ

Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13).” (Lihat Bahjat Al-Qulub Al-Abrar, hal. 63 cet. Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah)

Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah mengatakan, “Al-Qur’an berisi pemberitaan tentang Allah, nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Inilah yang disebut dengan istilah tauhid ilmu dan pemberitaan. Selain itu, Al-Qur’an juga berisi seruan untuk beribadah hanya kepada-Nya yang tiada sekutu bagi-Nya serta ajakan untuk mencampakkan sesembahan selain-Nya. Itulah yang disebut dengan istilah tauhid kehendak dan tuntutan. Al-Qur’an itu juga berisi perintah dan larangan serta kewajiban untuk patuh kepada-Nya. Itulah yang disebut dengan hak-hak tauhid dan penyempurna atasnya. Selain itu, Al-Qur’an juga berisi berita tentang kemuliaan yang Allah berikan bagi orang yang mentauhidkan-Nya, apa yang Allah lakukan kepada mereka ketika masih hidup di dunia, dan kemuliaan yang dianugerahkan untuk mereka di akhirat. Itulah balasan atas tauhid yang dia miliki. Di sisi yang lain, Al-Qur’an juga berisi pemberitaan mengenai keadaan para pelaku kesyirikan, tindakan apa yang dijatuhkan kepada mereka selama di dunia, dan siksaan apa yang mereka alami di akhirat. Maka, itu adalah hukuman yang diberikan kepada orang yang keluar dari hukum tauhid. Ini menunjukkan bahwa seluruh isi Al-Qur’an membicarakan tentang tauhid, hak-haknya, dan balasan atasnya. Selain itu, Al-Qur’an pun membeberkan tentang masalah syirik, keadaan pelakunya, serta balasan atas kejahatan mereka.” (Lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah dengan takhrij Al-Albani, hal. 89 cet. Al-Maktab al-Islami.)

Syekh Zaid bin Hadi Al-Madkhali rahimahullah berkata, “Patut dimengerti, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah, melainkan dia pasti memiliki kecondongan beribadah kepada selain Allah. Mungkin orang itu tidak tampak memuja patung atau berhala. Tidak tampak memuja matahari dan bulan. Akan tetapi, sebenarnya dia sedang menyembah hawa nafsu yang menjajah hatinya sehingga memalingkan dirinya dari ketundukan beribadah kepada Allah.” (Lihat Thariq Al-Wushul ila Idhah Ats-Tsalatsah Al-Ushul, hal. 147)

Syekh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata, “Barangsiapa mentadaburi Kitabullah serta membaca Kitabullah dengan penuh perenungan, niscaya dia akan mendapati bahwasanya seluruh isi Al-Qur’an, dari Al-Fatihah sampai An-Nas, semuanya berisi dakwah tauhid. Ia bisa jadi berupa seruan untuk bertauhid, atau bisa juga berupa peringatan dari syirik. Terkadang ia berupa penjelasan tentang keadaan orang-orang yang bertauhid dan keadaan orang-orang yang berbuat syirik. Hampir-hampir Al-Qur’an tidak pernah keluar dari pembicaraan ini. Ada kalanya ia membahas tentang suatu ibadah yang Allah syariatkan dan Allah terangkan hukum-hukumnya, maka ini merupakan rincian dari ajaran tauhid …” (Lihat Transkrip Syarh Al-Qawa’id Al-Arba’, hal. 22)

Semoga Allah beri taufik kepada kita semuanya untuk mengamalkan tauhid hingga akhir hayat. Amin.