KISAH SEORANG MATI DI ATAS QUBBAH MASJID NABAWY

KISAH SEORANG MATI DI ATAS QUBBAH MASJID NABAWY

Qubbatul Khadhra’ (kubah hijau) yang terlihat megah di Masjid Nabawi adalah menaungi kuburan jasad Rasul Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra.

Tempat tersebut dahulunya adalah rumah baginda Rasul Saw karena setiap Rasul yang diutus oleh Allah Swt dikuburkan di mana dia wafat. Sebagaimana sabda Nabi Saw : Tidak dicabut nyawa seorang Nabi pun melainkan dikebumikan dimana dia wafat. (HR. Ibnu Majah)

Sejarah bercerita, ketika Nabi sampai di Madinah, pertama sekali dikerjakan Nabi Saw adalah membangun Masjid Nabawi dengan membeli tanah seharga 10 dinar kepunyaan dua orang anak yatim Sahl dan Suhail berukuran 3 x 30 m. Bangunan yang sederhana itu hanya berdindingkan tanah yang dikeringkan, bertiangkan pohon kurma dan beratapkan pelepah kurma. Sebelah Timur bangunan Masjid Nabawi dibangun rumah Nabi Saw, dan sebelah Barat dibangun ruangan untuk orang-orang miskin dari kaum Muhajirin yang pada akhirnya tempat itu dikenal dengan tempat ahli Suffah (karena mereka tidur berbantalkan pelana kuda).

Baru pada tahun ke-7 H, Nabi mengadakan perluasan Masjid Nabawi ke arah Timur, Barat, dan Utara sehingga berbentuk bujursangkar 45 x 45 m dengan luas mencapai 2.025 m2 dan program jangka panjang untuk memperluas Masjid Nabawi seperti yang kita lihat sekarang ini diisyaratkan oleh Nabi Saw dengan sabdanya menjelang wafat : “Selayaknya kita memperluas masjid ini”. Hingga pada tahun ke-17 H, Amirul Mukminin Umar bin Khattab khalifah kedua, memperluas ke arah Selatan dan Barat masing-masing 5 m dan ke Utara 15 m, dan dilanjutkan oleh Usman bin Affan khalifah ketiga memperluas ke arah Selatan, Utara dan Barat masing-masing 5 m pada tahun ke-29 H.

Akhirnya pada masa Khalifah Bani Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H, memperluas ke semua sisi Masjid Nabawi termasuk ke arah Timur (rumah Nabi) dan kamar-kamar isteri Nabi (hujurat) sehingga makam Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin Khattab termasuk bagian dari masjid dan berada di dalam masjid yang sebelumnya terpisah dari masjid.

Inilah yang menjadi pembahasan para ulama dan fukaha di dalam Fikih Islam, yaitu mendirikan bangunan seperti rumah kubah, madrasah, dan masjid di atas kuburan. Karena Nabi Saw bersabda : Allah mengutuk umat Yahudi dan Nasrani yang membuat kuburan para nabi mereka menjadi masjid-masjid (tempat peribadatan). (HR. Bukhari Muslim) Hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama terutama di kalangan pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (Th. 1115 H/ 1703 M di Masjid Saudi Arabia, dan aliran ini disebut oleh para rivalnya sebagai aliran Wahabiyah, dan di Indonesia dengan aliran Salafi). Secara umum, tidak boleh melakukan kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap kuburan, dan membangun kubah di atas kuburan.

Sama ada di atas tanah wakaf atau di atas tanah pribadi. Sama ada untuk tujuan penghormatan atau mengambil berkah dan mengagungkan kuburan karena semua itu adalah perbuatan sia-sia sebagaimana dipahami oleh Sayyid Sabiq di dalam Fikih Sunnah-nya. Sejalan dengan tujuan berdirinya aliran Wahabiah ini untuk memurnikan Tauhid, aliran ini cukup gencar memusnahkan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan, batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama yang sudah wafat, ayat-ayat Alquran yang tertulis di batu-batu nisan, kuburan-kuburan para wali yang dikeramatkan agar jangan terjadi khurafat, syirik dan bid’ah di dalam Tauhid dan ibadah umat ini. Dan siapa saja di antara umat Islam yang melakukan itu mereka bukan lagi penganut Tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan kepada Tuhan lagi, melainkan dari syekh atau wali dan dari kekuatan gaib, dan orang-orang yang demikian juga menjadi musyrik. Kenyataan itu dapat dilihat sampai sekarang, bagi jamaah haji yang berkunjung ke makam Rasul, ke Baqi’, ke Ma’la, ke Uhud, dimana para penziarah diusir karena mendoa menghadap ke kuburan Nabi Saw. Demikian juga bila kita berziarah ke Baqi’ dan Uhud, tidak ada satu kuburan pun yang diberi nama atau tanda untuk membedakan antara kuburan sahabat-sahabat yang senior, para ahli hadis, bahkan kuburan Aisyah dan isteri-isteri Nabi pun tidak dapat dibedakan. Kalau penziarah bertanya kepada para “Satpam” kuburan baqi’ mana kuburan isteri Nabi? Mana kuburan Usman bin Affan? Mereka hanya menjawab “ana la adri” (saya tidak tau).

Upaya Wahabi untuk memurnikan Tauhid umat Islam lewat pemusnahan simbol-simbol kuburan, batu nisan, dan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan dilakukan secara besar-besaran pada masa Raja Abdul Azis. Tepatnya pada 8 Syawal 1345 H, bertepatan 21 April 1925 M, dimana kuburan baqi’ yang tersusun rapi di sana dimakamkan ahlil bait Nabi dan puluhan ribu para sahabat, termasuk kuburan Khadijah isteri Nabi yang pertama ummul mukminin (ibu dari orang-orang beriman) di Ma’la – Makkah, semuanya rata dengan tanah. Terakhir ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai sekarang. Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah menceritakan ada seorang soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar suara yang mengatakan “Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan mayat tersebut, agar orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”.

Hingga sekarang mayat tersebut masih ada dan dapat disaksikan langsung dengan mata kepala. Bagi yang tidak dapat berkunjung ke sana dapat mengakses internet google “Ada Mayat di atas Kubah Masjid Nabawi”. Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini, terlepas dari kebenarannya, bahwa kembali kepada Tauhid yang murni seperti zaman Rasul Saw adalah tujuan dari dakwah Islam dan misi para Rasul dan umat Islam mesti menerimanya, jika tidak ingin menjadi orang musyrik. Akan tetapi pemeliharaan nilai sejarah dan para pelaku sejarah juga penting, karena Allah berfirman : Sungguh di dalam sejarah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111). Akhirnya jika pelaku sejarah tidak boleh dikenang, tidak dimuliakan, tidak dihormati, kuburannya diratakan, bagaimana kita mengambil pelajaran dari sejarah tersebut? Adapun maksud Nabi Saw Allah mengutuk Yahudi dan Nasrani menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, adalah menyembah kuburan. Semoga kita dapat pelajaran. Wallahua’lam 

10 Kedudukan Ulama

10 Kedudukan Ulama

1. Orang alim adalah lampu Allah di bumi. Maka, barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, dia akan memperoleh cahaya (ilmu) itu.

2. Kedudukan orang alim bagaikan pohon kurma, engkau menunggu kapan buahnya jatuh kepadamu.

3. Orang alim lebih utama dari pada orang yang berpuasa, mengerjakan shalat malam (tahajud), dan yang berjihad di jalan Allah. Jika seorang alim meninggal, maka terjadi lubang dalam islam yang tidak tertutupi sehingga datang orang alim lain yang datang kemudian (menggantikannya).

4. Orang yang (keluar dari rumahnya) mencari ilmu, para malaikat akan mengantar kepergiannya sehingga dia pulang (ke rumahnya).

5. Orang alim adalah yang mengetahui kemampuan dirinya, dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika dia tidak mengetahui kemampuan dirinya.

6. Ketahuilah! Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang memelihara ilmu-Nya, menjaga yang dijaga-Nya, dan memancarkan mata air ilmu-Nya, mereka ini saling berhubungan dengan wilayah (perwalian), saling bertemu dengan kecintaan, minum bersama dengan gelas pemikiran, dan pergi dengan meninggalkan bau yang harum. Mereka tidak dicampuri oleh keraguan, dan tidak pula mereka bersegera dalam mengumpat. Berdasarkan hal itulah, mereka mengukuhkan pembawaan dan akhlak mereka, saling mencintai, dan saling berhubungan di antara sesama mereka. Mereka ini seperti keunggulan benih yang telah dipilih, yang diambil darinya dan dilemparkan. la telah dipisahkan oleh penyaringan dan dibersihkan oleh pembersihan.

7. Di antara hak seorang guru terhadap muridnya adalah hendaklah si murid tidak terlalu banyak bertanya kepadanya, tidak membebaninya dalam memberikan jawaban, tidak mendesaknya jika dia sedang malas, tidak menyebarkan rahasianya, dan tidak mengumpat seorang pun di sisinya.

8. Orang yang alim adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya, jika dibandingkan dengan apa yang tidak diketahuinya, sangatlah sedikit. Maka, karena itulah dia menganggap dirinya bodoh. Oleh karena itu, bertambahlah kesungguhannya dalam mencari ilmu karena pengetahuannya akan hal itu.

9. Kesalahan yang dilakukan seorang alim seperti kapal yang pecah, maka ia tenggelam dan tenggelam pula bersamanya banyak orang.

10. Jika seorang alim tertawa satu kali, maka dia telah membuang satu ilmu dari dirinya.

Kesucian dan Kemuliaan Ilmu

Kesucian dan Kemuliaan Ilmu

1. Tiada kemuliaan seperti ilmu.

2. Ilmu adalah pusaka yang mulia.

3. Serendah-rendah ilmu adalah yang berhenti di lidah, dan yang paling tinggi adalah yang tampak di anggota-anggota badan.

4. Tetaplah mengingat ilmu di tengah orang-orang yang tidak menyukainya, dan mengingat kemuliaan yang terdahulu di tengah orang-orang yang tidak memiliki kemuliaan, karena hal itu termasuk di antara yang menjadikan keduanya dengki terhadapmu.

5. Jika Allah hendak merendahkan seorang hamba, maka Dia mengharamkan terhadapnya ilmu.

6. Jika mayat seseorang telah diletakkan di dalam kuburnya, maka muncullah empat api. Lalu datanglah shalat (yang biasa dikerjakannya), maka ia memadamkan satu api. Lalu datanglah puasa, maka ia memadamkan api yang satunya lagi (api kedua). Lalu datanglah sedekah, maka ia memadamkan api yang satunya lagi. Lalu datanglah ilmu, maka ia memadamkan api yang keempat seraya berkata, “Seandainya aku menjumpai api-api itu, niscaya akan aku padamkan semuanya. Oleh karena itu, bergembiralah kamu. Aku senantiasa bersamamu, dan engkau tidak akan pernah melihat kesengsaraan.”

7. Janganlah engkau membicarakan ilmu dengan orang-orang yang kurang akal karena mereka hanya akan mendustakanmu, dan tidak pula kepada orang-orang bodoh karena mereka hanya akan menyusahkanmu. Akan tetapi, bicarakanlah ilmu dengan orang yang menerimanya dengan penerimaan yang baik dan yang memahaminya.

8. Cukuplah ilmu itu sebagai kemuliaan bahwasanya ia diaku-aku oleh orang yang bukan ahlinya dan senang jika dia dinisbatkan kepadanya.

Budi Pekerti Yang Baik

Budi Pekerti Yang Baik

Budi pekerti yang mulia ada sepuluh: dermawan, malu, jujur, menyampaikan amanat, rendah hati (tawadhu), cemburu, berani, santun, sabar, dan syukur.

1. Tiga macam orang yang tidak diketahui kecuali dalam tiga situasi: (pertama), tidak diketahui orang pemberani kecuali dalam situasi perang. (Kedua), tidak diketahui orang yang penyabar kecuali ketika sedang marah. (Ketiga), tidak diketahui sebagai teman kecuali ketika (temannya) sedang butuh.

2. Janganlah sekali-kali engkau menjadi orang yang keburukannya lebih kuat daripada kebaikannya, kekikirannya lebih kuat daripada kedermawanannya, dan kekurangannya lebih kuat daripada kebajikannya.

3. Pandanglah buruk pada dirimu apa yang engkau pandang buruk pada selainmu.

4. Semulia-mulia nasab adalah akhlak yang baik.

5. Tidak ada teman yang seperti akhlak yang baik, dan tidak ada harta warisan seperti adab.

6. Hendaklah engkau ridha akan perlakuan orang-orang terhadapmu sama seperti engkau ridha atas perlakuanmu terhadap mereka.

7. Adab adalah pusaka yang terbaik.

8. Jika engkau menyukai akhlak yang mulia, maka hendaklah engkau menjauhi segala hal yang haram.

9. Tidak adanya adab adalah sebab segala kejahatan.

10. Perjalanan adalah ukuran akhlak.

11. Kasihanilah orang-orang fakir yang sedikit kesabarannya, kasihanilah orang-orang kaya yang sedikit syukurnya, dan kasihanilah semua karena lamanya kelalaian mereka.

12. Kemuliaan keturunan yang paling tinggi adalah akhlak yang baik.

13. Ketakwaan adalah akhlak yang utama.

14. Akhlak yang baik adalah sebaik-baik teman.

15. Kalau segala sesuatu harus dipisah-pisahkan, maka dusta tetap bersama takut, kejujuran bersama keberanian, santai bersama keputusasaan, kelelahan bersama kerakusan, penolakan bersama ketamakan, dan kehinaan bersama utang.

16. Hendaklah kalian menjaga adab. Sebab, jika kalian raja, pasti kalian akan melebihi raja-raja yang lain; jika kalian penengah, pasti kalian akan dapat mengatasi (yang lain); dan jika kehidupan kalian miskin, pasti kalian akan dapat hidup (terhormat) dengan adab kalian.

17. Pilihlah untuk diri kalian, dari setiap kebiasaan, yang paling bagusnya, karena sesungguhnya kebaikan merupakan kebiasaan.

18. Semulia-mulia raja adalah yang tidak dicampuri kesombongan dan tidak menyimpang dari kebenaran. Sekaya-kaya orang adalah yang tidak tertawan oleh ketamakan. Sebaik-baik kawan adalah yang tidak menyulitkan kawan-kawannya. Dan sebaik-baik akhlak yang paling dapat membantunya dalam ketakwaan dan ke-wara `-an (kehati-hatian dalam beragama).

19. Seseorang tidak akan menjadi mulia sehingga dia tidak peduli dengan pakaian yang mana saja dia muncul (di tengah-tengah masyarakatnya).

20. Adab adalah pakaian yang senantiasa baru.

Zuhud

Zuhud

1. Zuhud seluruhnya terdapat di antara dua kalimat dari ayat Alqur’an. Allah SWT berfirman: supaya kamu tidak berduka atas apa yang luput darimu, dan tidak terlalu gembira atas apa yang diberikan Nya kepadamu (QS 57:23) . Maka, barangsiapa yang tidak berduka atas apa yang telah lewat, dan tidak terlalu bergembira dengan yang didapat, dia telah mengambil zuhud dalam kedua sisinya (secara sempurna).

2. Zuhud di dunia adalah pendek angan-angan, bersyukur ketika mendapatkan nikmat, dan menjauhi segala hal yang haram.

3. Zuhud adalah perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah

4. Tidak akan binasa orang yang hemat, dan tidak akan menjadi miskin orang yang zuhud.

5. Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan zuhud.

6. Zuhud adalah kekayaan.

7. Orang yang zuhud terhadap dinar dan dirham adalah lebih mulia daripada dinar dan dirham.

8. Zuhudlah di dunia, niscaya Allah akan memperlihatkan kepadamu aib-aib dunia itu, dan janganlah engkau lalai, maka sesungguhnya engkau bukanlah orang yang tidak mengerti akan dirimu sendiri.

9. Beruntunglah orang-orang yang zuhud di dunia; yang merindukan kehidupan akhirat. Mereka adalah orang-orang yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan, tanahnya sebagai tilamnya, airnya untuk bersuci, Alqur’an sebagai syiarnya, dan do’a sebagai bantalnya. Kemudian mereka meninggalkan dunia sama sekali sebagaimana yang ditempuh al-Masih (`Isa a.s.).

10. Kekayaan yang paling mulia adalah meninggalkan banyak keinginan.

11. Sesungguhnya orang-orang yang zuhud di dunia, hati mereka menangis walaupun mereka tertawa, kesedihan mereka bertambah wa laupun mereka berbahagia, dan mereka membenci diri mereka wa laupun mereka senang dengan rezeki yang dikaruniakan kepada mereka.

12. Tidak ada kezuhudan (yang lebih utama) seperti kezuhudan terhadap segala hal yang haram.

13. Imam `Ali a.s. berkata dalam menyifati orang-orang yang zuhud, “Mereka adalah orang-orang yang tinggal di dunia, tetapi mereka bukan termasuk penghuninya; mereka hidup di dunia, tetapi mereka seperti yang bukan berasal dari dunia.”

14. Jika engkau tidak membutuhkan sesuatu, maka tinggalkanlah ia dan ambillah yang engkau butuhkan saja.

Qana'ah (Kepuasan)

Qana'ah (Kepuasan)

1. Imam 'Ali ra pernah ditanya tentang firman Allah Ta'ala: Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (QS 16:97), Imam `Ali a.s. menjawab, “la adalah qana`ah (kepuasan).”

2. Buah (hasil) dari qana'ah adalah kenyamanan.

3. (Qana'ah adalah) menjaga apa yang ada di tanganmu lebih engkau cintai daripada meminta apa yang ada di tangan orang lain.

4. Orang merdeka adalah budak selama dia tamak, sedangkan budak adalah orang yang merdeka selama dia qana'ah.

5. Janganlah engkau malu memberi (bersedekah) walaupun itu sedikit, karena tidak memberi itu lebih sedikit.

6. Kefakiran dan kekayaan keluar berkeliling, lalu keduanya bertemu dengan qana'ah, maka keduanya menetap (bersama).

7. Jika kekayaan bertambah, maka berkuranglah selera.

8. Tidak ada perbendaharaan yang lebih berharga daripada qana'ah

9. Kekayaan yang paling besar adalah meninggalkan banyak keinginan.

Malu dan Kemuliaan

Malu dan Kemuliaan

1. Kemuliaan adalah dengan akal dan adab, bukan dengan asal-usul dan keturunan.

2. Tidak ada kemuliaan bersama adab yang buruk.

3. Kemuliaan adalah meyakini kematian bahwasanya ia berada di leher manusia.

4. Kemuliaan berkaitan dengan kekecewaan, malu dengan tidak mendapatkan sesuatu, dan kesempatan berjalan seperti jalannya awan, maka cepat-cepatlah engkau ambil semua kesempatan yang baik.

5. Tidak ada keimanan yang (nilainya lebih besar) seperti malu dan sabar.

Sabar Sayyidina Ali

Sabar Sayyidina Ali 

1. Sabar adalah kunci kesenangan.

2. Sabar adalah benteng dari kefakiran.

3. Sabar adalah keberanian.

4. Kesudahan sabar adalah positif dan menyenangkan.

5. Sabar termasuk salah satu sebab kemenangan.

6. Sabar adalah kendaraan yang tidak akan menjatuhkan pengendara¬nya.

7. Menanggung kesombongan kehormatan lebih berat daripada menanggung kesombongan kekayaan, dan kehinaan kefakiran menghalangi seseorang dari kesabaran, sebagaimana kebanggaan kekayaan mencegah seseorang dari berbuat adil.

8. Menanggung beban adalah kuburan aib.

9. Sabar ada dua, yaitu: sabar terhadap apa yang engkau benci, dan sabar terhadap apa yang engkau sukai.

10. Buanglah darimu segala kesusahan yang menimpamu dengan kesabaran yang teguh dan keyakinan yang baik.

11. Sesungguhnya di antara perbendaharaan kebajikan adalah sabar terhadap segala musibah dan menyembunyikan musibah itu.

12. Orang yang bersabar pasti akan meraih keberuntungan, meskipun itu diperoleh setelah waktu yang lama.

13. Bagi setiap bencana pasti ada batas yang berakhir padanya, sedang¬kan obatnya adalah sabar terhadapnya.

14. Kesabaran yang teguh akan memadamkan api nafsu.

15. Seandainya kesabaran berbentuk seorang laki-laki, pasti dia adalah seorang laki-laki yang saleh.

Rendah Hati

Rendah Hati

1. Rendah hati (tawadhu) adalah suatu kenikmatan yang tidak dimengerti oleh orang yang dengki.

2. Sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah tawadhu itu sendiri.

3. Rendah hati termasuk salah satu cara mendapatkan kemuliaan.

4. Rendah hati membawa kepada keselamatan.

5. Tidak ada nasab (yang lebih mulia) seperti rendah hati.

6. Buah dari rendah hati adalah (mendapatkan) kecintaan.

7. Kerendahhatian seseorang di saat dia memiliki kedudukan menjadi perlindungan baginya ketika dia mengalami kejatuhan.

8. Temuilah orang-orang ketika mereka butuh kepadamu dengan keceriaan dan kerendahhatian. Maka, jika engkau terkena suatu musibah dan keadaan buruk menimpamu, lalu engkau bertemu dengan mereka, maka engkau telah aman dan terlepas dari bahaya kehinaan karena kerendahhatianmu itu.

9. Orang-orang golongan atas, jika mereka terdidik, mereka rendah hati; dan jika mereka menjadi miskin, mereka menyerang.

10. Imam ‘Ali r.a berkata kepada seseorang yang memuji-mujinya secara berlebihan, sementara kesetiaannya kepada beliau diragukan, “Aku tidak seperti yang kaukatakan, dan ‘di atas’ apa yang engkau sembunyikan di dalam hatimu.”

11. Orang yang rendah hati seperti jurang yang di dalamnya berhimpun air hujan dan air hujan lainnya, sedangkan orang yang sombong seperti bukit yang tidak menetap di dalamnya air hujannya dan air hujan yang lainnya.

12. Jika engkau telah melakukan segala sesuatu, maka jadilah seperti orang yang tidak melakukan apa pun.

Pelajaran dan Mengambil Pelajaran

Pelajaran dan Mengambil Pelajaran

1. Pelajaran adalah pemberi peringatan dan penasihat.

2. Bukanlah tawakal yang baik bahwa seseorang memohon ampun (akan kesalahannya), kemudian dia melakukan kesalahan itu untuk yang kedua kalinya.

3. Mengambil pelajaran membawa kepada kesadaran.

4. Alangkah banyaknya contoh (peringatan), tetapi sedikit sekali yang menjadikannya sebagai pelajaran.

5. Di dalam pelajaran terdapat kecukupan yang tidak memerlukan lagi ikhtiar.

Mengekang Nafsu

Mengekang Nafsu

1. Perangilah hawa nafsu kalian, sebagaimana kalian memerangi musuh-musuh kalian

2. Sesuai dengan perjuangan jiwa seseorang dan penolakannya terhadap syahwatnya serta penolakannya untuk mengikuti kesenangannya (yang diharamkan), dan penolakan atas apa yang menjadikan mata berkeinginan memandangnya, maka di situlah terletak pahala dan siksaan.

3. Orang yang bijak adalah yang dapat menguasai hawa nafsunya.

4. Janganlah sekali-kali engkau menuruti nafsumu, dan jadikanlah yang membantumu untuk menghindar darinya adalah pengetahuanmu bahwasanya ia berupaya mengalihkan perhatian akalmu, mengacaukan pendapatmu, mencemarkan kehormatanmu, memalingkan kebanyakan urusanmu, dan memberatkanmu dengan akibat yang akan engkau tanggung di akhirat. Sesungguhnya nafsu adalah permainan. Maka, jika datang permainan, menghilanglah kesungguhan. Padahal, agama tidak akan pernah berdiri tegak dan dunia tidak akan menjadi baik kecuali dengan kesungguhan.

5. Sesungguhnya saat engkau meninggalkan kebenaran, engkau pasti sedang menuju kepada kebatilan; dan saat engkau meninggalkan sesuatu yang benar, engkau meninggalkannya menuju kesalahan.

6. Kepada Allahlah kami berharap agar Dia memperbaiki apa yang rusak dari hati kami, dan kepada-Nyalah kami memohon pertolongan untuk memberikan petunjuk pada jiwa kami. Sebab, hati berada di tangan-Nya, Dia mengaturnya sesuai yang Dia kehendaki.

7. Orang yang baik adalah yang mampu mengatur nafsunya sesuai keinginannya dan menolaknya dari segala keburukan, sedangkan orang yang jahat adalah yang tidak seperti itu.

8. Janganlah engkau menuruti nafsumu dan perempuan, dan kerjakanlah apa yang menurutmu baik.

9. Cegahlah nafsu yang bertentangan dengan akalmu, yaitu dengan menentang keinginannya.

Berhati-hati

Berhati-hati

1. Dengan kelemah lembutan kebutuhan akan dapat diperoleh, dan dengan berhati-hati akan mudah segala hal yang dikehendaki.

2. Pilihlah untuk sumber air mu.

3. Meneliti adalah keharusan.

4. Tergesa-gesa dalam segala urusan akan menghasilkan kesusahan, penyebab utama penyesalan, menghilangkan kekesatriaan, cela pada akal, dan bukti akan kelemahan akidah (keyakinan).

5. Orang yang berfikir (sebelum melakukan sesuatu) akan berhasil mencapai tujuan atau hampir, sedangkan orang yang tergesa-tergesa akan menemui kegagalan atau hampir.

6. Barangsiapa yang dalam urusannya berada pada posisi tidak memikirkan akibatnya, maka dia telah menghadapkan dirinya pada musibah yang besar.

7. Menggerakkan yang diam lebih mudah daripada mendiamkan yang bergerak.

8. Hindarilah olehmu: “Aku duga...”, “Aku kira...”, dan “Aku berpendapat...”

9. Tahanlah dirimu dari suatu jalan jika engkau khawatir akan tersesat di dalamnya. Sebab, menahan diri ketika ragu akan tersesat lebih baik daripada menaiki sesuatu yang menakutkan.

10. Di antara taufik adalah berhenti ketika ragu.

Niat Sayidina Ali

Niat Sayidina Ali 

Sesungguhnya Allah SWT memasukkan ke dalam surga disebabkan oleh ketulusan niat dan hati yang saleh siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.

Barangsiapa yang tidak memujimu atas niat yang baik, maka dia tidak berterima kasih kepadamu atas pemberian yang baik.

Barangsiapa membaikkan niatnya, maka Allah akan menjadikan baik lahiriahnya.

Jika perkataan keluar dari hati, maka ia akan berpengaruh terhadap hati; dan jika ia keluar dari lidah, maka ia tidak akan mencapai telinga.

Janganlah engkau merendahkan seseorang karena kejelekan rupanya dan pakaiannya yang usang, karena sesungguhnya Allah Ta‘ala & hanya memandang apa yang ada dalam hati dan membalas segala perbuatan. Tidak ada agama bagi yang tidak memiliki niat.

Mengenal Kemampuan Diri

Mengenal Kemampuan Diri

Barangsiapa yang telah mengetahui dirinya, maka dia telah mengetahui Tuhannya.

Semoga Allah merahmati seseorang yang mengetahui kemampuan dirinya, dan dia tidak melampaui batasnya itu.

Tidaklah akan binasa seseorang yang mengetahui batas kemampuannya.

Jika engkau mengangkat seseorang melebihi kemampuannya, maka bisa jadi dia akan menurunkan kedudukannya darimu seukuran dengan yang engkau angkat darinya.

Menutupi Aib

Menutupi Aib

Beruntunglah orang yang lebih disibukkan oleh aibnya sendiri daripada mengurusi aib-aib orang lain. Beruntunglah orang yang tidak mengenal orang-orang dan orang-orang pun tidak mengenalnya. Dan beruntunglah orang yang hidup, tetapi dia seperti orang yang mati; dan dia ada, tetapi dia seperti orang yang tidak ada. Dia telah menjadikan tetangganya terbebas dari kebaikan dan keburukannya. Dia tidak pernah bertanya tentang orang-orang, dan orang-orang pun tidak pernah bertanya tentang dirinya.

Maka hendaklah seseorang di antara kalian menjauhkan diri dari aib orang lain yang diketahuinya karena dia mengetahui aib dirinya sendiri. Dan hendaklah dia menyibukkan diri dengan bersyukur karena kesehatan yang diberikan Allah kepadanya, sementara orang lain mendapatkan cobaan dengannya (ditimpa penyakit).

Maka bagaimana seorang pencela, yaitu yang mencela saudaranya dan mencemooh dengan musibah yang menimpa saudaranya itu? Apakah dia tidak ingat bahwasanya Allah telah menutupi dosa-dosanya, padahal dosanya itu lebih besar daripada dosa saudaranya yang dicela itu?

Janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab, barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu.

Hikayat Orang Sholeh Paska Maut

Hikayat Orang Sholeh Paska Maut

Sosok jenazah sedang lewat bertemu Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra, lalu beliau berkata, “Orang yang sedang istirahat, atau sedang menjadi beban.”

“Siapa yang disebut orang yang istirahat?” beliau ditanya seseorang.

“Orang beriman bila mati istirahat dari beban dunia, dan kesengsaraan penghuninya, lalu ia berjumpa dengan rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang menjadi beban adalah orang yang menentang Allah Ta’ala, dan apabila ia mati, para hamba dan negara bisa istirahat.”

Ma’mun as-Sulami ra, menegaskan, “Ketika Abdullah bin Muqatil ra, wafat kami turut memandikan, mengkafani, dan menguburnya. Tiba-tiba ada suara lembut dari langit, “Segala puji bagi Allah yang telah menyinambungkan pecinta dengan Kekasihnya, dengan hati rela dan mendapatkan kerelaanNya.”

Santri dari Abu Abdullah mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Abu Abdullah setelah wafatnya, dimana ia sedang membakar dupa di syurga. Lalu aku bertanya,

“Hai Abu Abdullah, bukankah ini dilarang bagi kita?”

“Inilah perjalanan pelayan di Darussalam, di hadapan Yang Diraja Semesta..”

Dzun Nuun Al-Mishry ra, dimimpikan setelah beliau wafat, lalu ditanyakan padanya,”Bagaimana kondisimu?”

“Aku mohon pada Allah empat masalah, lalu Allah Swt memberikan dua saja, dan aku sedang menunggu yang dua itu.”

“Apa semua itu?”

“Kukatakan: Ilahi, bila Engkau mengambil ruhku jangan Engkau pasrahkan pada Malaikat maut. Ilahi Engkau bertanya padaku, jangan Engkau serahkan pada malaikat Mungkar dan Nakir. Dan jika Engkau merendahkan aku jangan Engkau serahkan pada Malaikat Malik. Dan bila Engkau memuliakan aku janganlah Engkau serahkan pada Malaikat Ridhwan.”

Dikisahkan bahwa Dawud al-‘Ujly ra, ketika mati ia dibawa ke kuburnya. Tiba-tiba ia menyemburkan aroma wangi. Lalu tukang kuburnya mengambilnya sebagai minyak aroma wewangian. Sedangkan orang-orang sangat takjub melihatnya. Selama tujuh puluh hari, tetap saja bau wangi. Lalu penguasa wilayah itu berusaha mengambilnya dari orang tersebut, tiba-tiba hilang begitu saja entah kemana sirnanya.

Ammar bin Ibrahim ra mengatakan, “Aku bermimpi melihat perempuan miskin setelah kematiannya. Wanita ini sangat senang dengan majlis dzikir, kusapa ia. “Selamat datang wahai wanita miskin…”

“Jauh sekali wahai Ammar. Wanita miskin sudah pergi, dan datanglah si kaya raya,” jawabnya.

“Kemarilah…” kataku.

“Apa yang kau minta pada orang yang diberi kewenangan syurga dan segala isinya?” katanya.

“Dengan apa?” tanyaku.

“Dengan majlis-majlis dzikir.”

“Lalu apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala pada Ali bin Zadan?”

Ia malah tertawa, dan berujar, “Allah memberinya pakaian yang sangat kharismatik, dan dikatakan padanya, “Hai qori’, bacalah, dan naiklah!”.

Ibnu Abil Hiwary ra, mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Al-Washily, seakan ia berdiri di angkasa, padahal seluruh langit penuh dengan cahayanya, lalu aku bertanya, “Apa yang diberikan Allah Ta’ala padamu?”

“Sebaik-sebaik Tuhan adalah Tuhan kami. Dia mengampuni kami dan memuliakan kami, dan kami dijadikan sebagai keluargaNya.”

“Kalau begitu beri aku wasiat,” kataku.

“Hendaknya engkau tetap di majlis orang-orang yang berdzikir, sebab mereka menurut kami berada di derajat yang luhur.”

Saat Mu’adz ra, mendekati maut, ia pingsan, lalu sadar, kemudian berkata, “Temukan aku dengan orang-orang yang telah diberi nikmat Allah Ta’ala dari kalangan Nabi, Shiddiqin dan syuhada’,…” Lalu ia tersenyum dan berucap “Laailaaha Illalloh Muhammadurrosulullah.Alhamdulillah.” Lalu beliau wafat.

Ja’far adh-Dhobby ra mengatakan, “Aku menghadiri ziarah kubur Malik bin Dinar ra, lalu aku berkata dalam benakku, “Apa ya, yang dianugerahkan Allah pada Malik?”

Lalu kudengar suara dari atas Malik, “Malik selamat dari kehancuran, selamat dari buruknya penempuhan Jalan, dan ia telah berada di rumah kebahagiaan, bertetangga dengan Tuhan Maha Pengampun..”

“Alhamdulillah…” kataku.

Ibnu Bikar mengisahkan, “Suatu hari aku sedang sholat di Mashishoh (nama sebuah kota). Ketika imam salam, seseorang tiba-tiba berdiri dan berkata, “Wahai manusia, aku adalah seorang ahli syurga, dan aku telah mati hari ini. Kalau ada yang butuh, datanglah kemari..”

Ketika kami sholat ashar, orang tersebut meninggal.

Harits bin Umar ath-Tha’i ra sedang sakit di Arminia. Suatu hari ia menghadap kiblat dan sholat dua rekaat, lalu ia berkata di akhir sujudnya, “Ya Allah! Aku memohon dengan NamaMu yang dengannya menjadi pengokoh agama, dan dengan NamaMu yang dengannya alam semesta mendapatkan rizki, dan dengan namaMu Engkau hidupkan tulang-tulang yang remuk. Bila ada kebaikan padaku di sisiMu, segerakan matiku.”

Lalu ia terdiam, dan orang-orang menggerak-gerakkannya, ternyata ia sudah mati.

Seseorang pernah melihat Malik bin Dinar ra, seakan-akan ia ada di istana di cakrawala, yang tidak bias digambarkan keindahannya. “Apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala padamu hai Malik?” tanya seseorang.

Ia menjawab, “Tuhanku menempatkan aku di istana ini –seperti kau lihat– dan Dia memperkenankan diriku untuk memandangNya manakala aku rindu padaNya, tanpa bagaimana atau tanpa padanan. Walhamdulillaahi robbil ‘alamin.”

Ketika guruku Syeikh Manshur ra, hendak wafat, kami menangis di dekatnya. Lalu beliau siuman dari pingsannya, dan berkata:|

“Kematian pecinta adalah kehidupan tiada putus-putusnya

Suatu kaum mati, namun mereka hidup di tengah manusia.”

Lalu beliau berucap, “Asyhadu al-Laailaaha Illalloh, wa-Asyhadu Anna Muhammadar-Rasulullah, Shollallaahu ‘alaihi wa-Alihi wasallam.” Lalu takdir menjemputnya dan ruhnya yang suci membubung ke hadhirat Ilahi Sang Pencipta.

Semoga Allah memberkahi Al-Qutub Agung Sayyid Ahmad Rifa’y dan keluarga tercintanya dan seluruh muslimin. Salam semoga kepada para Rasul. Walhamdulillahi Rabbil’alamin.

Kesantunan & Pemberian Maaf

Kesantunan & Pemberian Maaf

1. Kesantunan adalah penutup yang menutupi, sedangkan akal adalah pedang yang tajam. Maka, tutupilah kekurangan perangaimu dengan kesantunanmu, dan perangilah nafsumu dengan akalmu.

2. Kesantunan adalah perangai yang utama.

3. Kesantunan adalah keluarga.

4. Ada kalanya suatu kalimat ditelan (tidak jadi diucapkan) oleh seorang yang santun karena khawatir dampak keburukan darinya, dan cukuplah kesantunan itu sebagai penolong.

5. Seandainya engkau bukan seorang yang santun, maka jadikanlah dirimu seperti orang yang santun. Sebab, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, hampir-hampir dia termasuk golongan mereka.

6. Orang yang paling utama maafnya adalah orang yang paling kuasa membalas.

7. Maafkanlah orang yang menzalimimu.

8. Sesungguhnya Allah ingin agar kekhilafan orang yang murah hati dimaafkan.

9. Maafkanlah kesalahan manusia, dan janganlah engkau mengadukan kesalahan siapa pun yang engkau sendiri tidak menyukainya.

10. Maaf diberikan kepada orang yang mengakui kesalahan, bukan kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan.

11. Janganlah engkau mempermalukan wajah orang yang meminta maaf dengan mencelanya.

12. Permintaan maaf menjadi rusak di tangan seorang yang tercela, sama dengan baiknya ia di tangan orang yang mulia.

13. Biasakanlah dirimu dengan toleransi.

14. Terimalah permintaan maaf orang yang meminta maaf kepadamu.

Muraqabah Raihlah dengan penjernihan batinmu

Muraqabah Raihlah dengan penjernihan batinmu

Wahai penempuh jalan Allah, hendaknya Anda menetapi jalan akhirat melalui ajaran yang telah diperintahkan kepadamu dalam aktivitas lahiriahmu. Bila Anda telah melakukannya, maka duduklah dalam hamparan Muraqabah. Raihlah dengan penjernihan batinmu, hingga tak tersisa sedikitpun yang menghalangimu. Berikanlah hak keseriusan dan ketekunanmu, lalu minimkanlah pandanganmu untuk melihat lahiriahmu. Apabila Anda ingin dibukakan rahasia batinmu, untuk mengetahui rahasia alam malakut Tuhanmu berupa intuisi ruhani yang datang kepadamu yang kemudian dihalangi oleh bisikan-bisikan yang manjauhkan dari keinginanmu, maka ketahuilah pertama-pertama, bahwa kedekatanTuhanmu pada dirimu merupakan ilmu yang langsung berkaitan dengan hatimu, melalui pengulangan terus menerus pandangan dalam menarik kemanfaatanmu dan menolak bahayamu. Lihatlah firman Allah Swt.: “Adakah sang Khalik selain Allah, yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi”

Sesungguhnya yang dari bumi adalah nafsumu, dan yang dari langit adalah hatimu. Apabila ada sesuatu yang turun dari langit ke bumi, lalu siapakah yang memalingkan dari dirimu pada selain Allah: “Allah mengetahui apa yang ada di dalam bumi dan apa yang keluar darinya, serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik di dalamnya. Dan Allah menyertaimu dimanapun kamu berada.” (Qur’an)

Berikanlah hak kesertaanNya dengan konsistensi ubudiyah kepada-Nya dalam aturan-aturan-Nya. Tinggalkan kontra terhadap Sifat Rububiyah dalam Af’al-Nya. Siapa yang kontra kepada-Nya akan kalah: “Dan Dia adalah Maha Perkasa di atas hamba-Nya, dan Dia Maha Bijaksana dan Maha Meneliti.”

Apa yang saya katakan kepadamu ini sungguh benar: “Tiada yang muncul dari nafas-nafasmu, kecuali Allahlah yang mengaturnya, apakah Anda pasrah atau menolak. Karena Anda ingin pasrah pada suatu waktu, dan Anda mengabaikan, di waktu yang lain. Atau Anda ingin kontra pada suatu saat, lalu Anda mengabaikan, kecuali yang ada hanya pasrah. Semua itu menunjukkan Rububiyah-Nya dalam seluruh tindakan-Nya apalagi pada sisi orang yang sibuk dengan menjaga hatinya untuk meraih hakikat-hakikat-Nya.

Apabila permasalahannya sedmikian rupa, maka berikanlah haknya adab berkaitan dengan apa yang datang kepadamu, dengan Anda bersaksi terhadap sesuatu dari dirimu bahwa tiada awal kecuali dengan Awal-Nya, dan tiada yang akhir kecuali dengan Pengakhiran-Nya, tiada dzahir kecuali dengan Dzahir-Nya, tiada batin kecuali dengan Batin-Nya. Apabila Anda telah sampai pada awalnya awal, Anda akan melihat, terhadap apa yang dilimpahi-Nya.

Apabila muncul suatu bisikan dari Sang kekasih yang sesuai atau tidak dengan dirimu, yang tidak diharamkan syariat, maka lihatlah mengapa Allah ciptakan di dalam dirimu melalui pengaruh intuitif dalam kondisimu. Bila Anda menemukan bnentuk peringatan yang menyadarkan Anda pada Allah Swt, Anda harus membenarkannya. Itulah adab waktu bagi Anda. Anda jangan kembali pada selain itu. Apabila Anda tidak menemukan jalan pembenaran, maka tanjakkan diri ke hadapanNya, maka itulah adab waktu pada dirimu. Namun bila Anda kembali kepada selain jalan itu, berarti Anda telah salah jalan.

Apabila hal itu tidak muncul dari dirimu, Anda harus bertawakal, ridha dan pasrah. Bila masih belum menemukan jalan menempuhnya Anda harus berdoa agar bisa menarik menfaat dan menolak bencana dengan disertai taslim dan pasrah total. Saya peringatkan agar anda tidak berupaya demi sebuah pilihanmu, karena ikhtiyar demikian merupakan keburukan di mata orang yang memiliki mata batin.

Dengan demikian ada empat adab:

Adab Tahqiq

Adab Keluhuran

Adab Tawakal

Adab Doa.

Siapa yang mendapatkan hakikat bersama-Nya akan terjaga oleh-Nya.

Siapa yang diluhurkan oleh Allah, cukuplah bersama Allah, tanpa lainNya.

Siapa yang tawakal kepadaNya, ia melepaskan ikhtiar/pilihan dirinya, menyandarkan pada pilihan-Nya.

Siapa yang mendoa pada-Nya dengan syarat menghadap dan mahabbah pada-Nya, Insya Allah akan diijabahi menurut kelayakan dari-Nya. Atau doanya tidak diijabahi —jika Dia menghendaki— karena kehendak doanya tidak membuatnya maslahat. Setiap masing-masing etika ini ada hamparan keleluasaan.

Hamparan pertama, adalah keleluasaan “tahqiq”. Apabila ada sesuatu intuisi (bisikan halus) yang datang kepadamu tanpa tahqiq, lalu engkau dibukakan sifat-sifat-Nya, maka seharusnyalah Anda tetap dengan rahasia batin Anda, dan diharamkan Anda menyaksikan selain Allah Ta’ala.

Hamparan kedua, adalah hamparan keluhuran. Manakala datang intuisi kepadamu, selain keluhuran, dan Anda dibukakan melalui Af’al-Nya, maka luhurkanlah dirimu di sana melalui rahasia batinmu. Anda diharamkan menyaksikan selain Sifat-sifat-Nya, dan Anda sebagai pihak yang menyaksikan dan disaksikan. Pada tahap pertama adalah fana’nya penyaksi, kemudian fana’nya yang disaksikan (Anda sebagai yang disaksikan dalam fana’).

Hamparan ketiga, adalah hamparan tawakal. Apabila datang kepadamu suatu intuisi selain tawakal, saya maksudkan adalah apa yang kami sebut terdahulu, baik Anda senangi atau tidak, dan Anda dibukakan cacat-cacat bisikan, maka duduklah pada hamparan cinta-Nya, sembari bertawakal pada-Nya, ridha terhadap yang tampak pada dirimu berupa dampak dari perbuatan-Nya dalam cahaya tirai-Nya.

Hamparan keempat, adalah hamparan doa. Apabila muncul bisikan intuisi yang lain, lantas Anda dibukakan bentuk kebutuhan (kefakiran) Anda kepada-Nya, maka Allah telah menunjukkan akan Kemahakayaan-Nya. Raihlah kefakiran sebagai hamparan, dan waspadalah untuk tidak jatuh dari derajat ini pada tahap lainnya, dikawatirkan Anda terjerumus dalam makar Allah sementara Anda tidak tahu.

Minimal, bila Anda mengalami kejatuhan dari derajat tersebut, Anda akan kembali pada diri Anda, sebagai pengatur atau pemilih yang menyebabkan Anda memuliakan diri Anda, dan selanjutnya tak ada kondisi ruhani bagi Anda untuk membawanya secara serius dan tekun, baik dalam lahiriyah maupun batin Anda, dengan mengharapkan agar Anda diberi sebagaimana Allah memberinya. Lalu bagaimana Anda bisa menentang-Nya, terhadap hal-hal yang Allah tidak berkehendak memberikan kepadamu.

Maka, dampak paling minimal dalam pintu ini, adalah tuduhan-tuduhan syirik, bahwa Anda telah menang, padahal sebenarnya tidak sama sekali. Apabila Anda memang menang, lakukanlah sekehendakmu, dan Anda tidak akan mampu melakukan menurut kehendakmu selamanya. Ini menunjukkan besarnya ketekunanmu dalam memamahi tindakan-tindakan Allah Swt. Aku tidak akan ikut pada seorang hamba yang bodoh, atau seorang Ulama yang fasik.

Saya tidak tahu, dimana posisi Anda pada dua sifat ini; apakah pada kebodohan atau kefasikan, atau kedua-duanya? Kami mohon perlindungan Allah dari pengabaian jiwa dari mujahadah, dan kosongnya qalbu dari musyahadah. Pengabaian diri akan menolak syariat, dan pengosongan akan menolak tauhid. Sedangkan Sang Hakim telah membawa syariat dan tauhid. Karena itu tempuhlah dengan cara menjauhkan diri dari kontra terhadap Tuhanmu, agar menjadi orang yang bertauhid. Amalkanlah rukun-rukun syariat agar kamu menjadi pelaku Sunnah. Integrasikan keduanya dengan mata hati yang lembut, maka Anda akan meraih hakikat. Sebagaimana firman-Nya: “Atau tidakkah cukup bersama Tuhanmu, bahwa Dia Maha Menyaksikan segalanya?”

Kemudian bila muncul intuisi dalam muraqabahmu yang tidak disahkan oleh syariat atau pun yang disahkan syariat, atas apa yang berlalu dari dirimu, maka lihatlah apa yang diperingatkan dan diwaspadakan kepadamu. Apabila intuisi itu menjadikan Anda ingat kepada Allah, maka adab Anda adalah mentauhidkan-Nya di atas hamparan KeEsaan-Nya. Namun bila Anda tidak demikian, adab Anda adalah melihat adanya limpahan karunia-Nya, yang menempatkan dirimu melalui Kemahalembutan Kasih-Nya. Dan Dia menghiasi dengannya melalui kepatuhan pada-Nya, dengan mencintai-Nya secera khusus di atas hamparan Kasih-Nya.

Apabila Anda turun dari pintu derajat ini, sementara Anda tidak berkenan di sana, maka adabmu adalah memandang keutamaan-Nya, karena Dia telah menutupimu atas tindakan maksiat kepada-Nya, dan tirai itu tidak dibuka untuk makhluk lain. Namun apabila Anda berpaling dari adab ini, dan Anda ingat akan maksiat Anda, sementara Anda tidak diingatkan dengan tiga adab di atas, maka seharusnya Anda beradab dengan doa dalam taubat, atau sepadannya, demi meraih ampunan menurut tindak kejahatan yang anda lakukan, yang merupakan salah satu sisi dari yang dibenci syariat.

Namun apabila yang datang adalah intuisi ketaatan, lalu Anda datang dan mengingat siapa yang memberikan limpahan manfaat kepadamu, maka janganlah matamu memandang sejuk karenanya, tetapi harus mengingat pada Allah Yang memunculkannya. Sebab apabila pandangan mata Anda sejuk tanpa menyertakan-Nya, berarti Anda telah turun dari derajat hakikat.

Apabila Anda tidak berada pada derajat tersebut, hendaknya Anda menempati pada derajat berikutnya. Yaitu Anda menyaksikan akan keagungan keutamaan Allah terhadap diri Anda, karena Anda telah dijadikan sebagai orang yang layak dan pewarisnya berupa rizki kebaikan dari derajat tersebut. Bahkan diantara tanda-tandanya yang menunjukkan atas kebenarannya. Apabila Anda tidak menempatinya dan turun di bawahnya, maka Adab Anda adalah merenungkan secara mendalam pada ketaatan tersebut, benarkah hal itu memang taat yang sebenarnya dan Anda sendiri selamat dari tuntutan-tuntutan di dalamnya? Ataukah sebaliknya, justru Anda tersiksa karenanya? Na’udzubillah! dari segala kebajikan yang kembali pada keburukan. “Dan tampaklah pada mereka dari Allah, apa-apa yang tidak mereka perhitungkan.”

Jika Anda turun dari derajat ini pula kepada derajat lain, maka etika atau adab Anda adalah mencari keselamatan dari derajat tersebut baik melalui kebaikan maupun keburukannya. Seharusnya tujuan Anda yang berangkat dari kebajikan Anda lebih banyak dibanding tujuan dari pelajaran keburukan Anda, apabila Anda masih menginginkan termasuk golongan orang-orang shalih.

Apabila Anda inginkan suatu bagian, sebagaimana yang diberikan kepada wali-wali Allah Swt. Anda harus menolak semua manusia secara total, kecuali pada orang yang menunjukkan kepada Allah melalui petunjuk yang benar dan amal yang kokoh yang tidak kontra dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Berpalinglah dari dunia sepenuhnya, Anda jangan sampai tergolong orang yang ditawari dunia karena tindakan itu. Namun seharusnya Anda menjadi hamba Allah yang diperintah untuk melawan musuhNya. Jika Anda berada pada posisi dua karakter ini: berpaling dari dunia dan zuhud dari manusia, maka tegakkanlah muraqabah (mawas diri untuk fokus kepada Allah, menetapi taubat dengan penjagaan diri, memohon ampunan kepada Allah melalui kepasrahan dan kepatuhan terhadap aturan-aturan secara istiqamah.

Penafsiran empat adab tersebut: Adalah hendaknya anda menjadi hamba Allah, dengan cara:

Mewaspadakan hatimu agar tidak melihat di semesta raya ini sesuatu pun selain Allah Swt. Bila anda merasa meraih ini, akan ada panggilan intusi kebenaran dari Cahaya Kemuliaan, bahwa anda telah buta dari Jalan Benar, karena darimana anda mampu melakukan Muroqobah?

Hendaknya anda mendengarkan firman Allah Swt, “Dan Allah adalah Maha Mengawasi segala sesuatu.” Dengan begitu anda merasa malu atas taubat anda yang anda duga sebagai taqarrub, maka kokohkanlah taubatmu dengan menjaga hatimu. Dan jangan anda pandang bahwa taubat itu muncul darimu, yang membuat dirimu malah keluar dari jalan yang benar.

Bila anda merasa bahwa semua itu datang dari diri anda, maka akan muncul intuisi ruhani yang hakiki memanggilmu dari sisi Allah Ta’ala, “Bukankah taubat itu datang dariNya dan kembali padaNya? Sedangkan kesibukanmu yang menjadi sifatmu, adalah hijabmu atas kehendakmu?” Maka disanalah anda memandang sifat dirimu, lalu anda mohon perlindungan kepada Allah Swt, dari sifat itu. Lantas anda beristighfar dan kembali kepadaNya.

Istighfar itu berarti mencari tutup terhadap sifat-sifat burukmu dengan cara kembali kepada Sifat-sifatNya.

Apabila anda mampu beristighfar dan kembali, akan muncul pula panggilan hakiki seketika, “Tunduklah dengan aturan-aturanKu, dan tinggalkanlah penentangan terhadapKu, teguhlah dengan kehendakKu dengan melawan kehendak dirimu. Karena kehendakmu adalah bentuk pengambil alihan sifat Ketuhanan atas kehambaanmu. Maka jadilah engkau “hamba yang benar-benar dikuasai, tidak meliki kemampuan apa pun.” Sebab jika dirimu merasa mempunyai kemampuan, maka justru akan dibebankan padamu, sedangkan Aku Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Bila anda telah benar dalam pintu ini dan anda disiplin di sana, maka anda meraih kemuliaan rahasia semesta.

AL-WARID AL-ILAHIYYAH

AL-WARID AL-ILAHIYYAH

٢٢٨ - ٭ مَتٰى وَرَدَتِ الوَارِداَتُ الاِلٰهِيَّةُ عليكَ هَدَمتِ العَوَائدَ عليكَ ، اِنَّ المُلُوكَ اِذدخَلُوا قرْيَةً اَفسَدُوهاَ ٭

228. “ Ketika datang kepadamu al-waaridatul-Ilahiyyah, maka warid itu akan menghancurkan/melenyapkan kebiasaan-kebiasaan(hawanafsu)mu, seperti isyaroh firman Allah : “Sesungguhnya raja-raja (dan balatentaranya) jika masuk (menjajah) kedesa/negara, mereka akan merusaknya(merubah desa).”

  1. Syarah
  2. Yang dimaksud al-Waaridatul-Ilahiyyah dalam hikmah ini yaitu : rasa cinta dan rindu yang sangat, yang diberikan Allah kedalam hati hamba-Nya, atau juga rasa ketakutan yang sangat, sehingga bisa menghancurkan dan mengeluarkan kebiasaan dan kesenangan hawa nafsu, dan bergegas menuju makrifat dan ridho-Nya. Sebagaiman diterangkan dalam hikmah ke 215.


    ٢٢٩ - ٭ الوَارِدُ يَأتِى مِنْ حَضْرَةِ قهَّارٍ ، لاَجْلِ ذٰلكَ لاَ يُصَادِمهُ شىءٌ الاَّ دَمَغَهُ ، بَلْ نَقذِفُ بِالحَقّ علَى الباَطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَاذاَهُوَزاهِقٌ ٭

    229. “ Warid itu datang dari Dzat asma Al-Qohhar (dzat yang perkasa tidak ada yang mengalahkan-Nya), karena itu bila warid datang, maka tiada sesuatu yang berhadapan dengannya melainkan dimusnahkannya, Allah berfirman : “Bahkan kami melemparkan yang hak diatas yang bathil, lalu ia memusnahkannya. Maka yang bathil itu lenyap.”

    1. Syarah
    2. Dalam hikmah ini Mu’allif menjelaskan tentang Alwarid yang datang kedalam hati hamba dari asma Allah Al-Qohhar(maha perkasa), maka semua yang ada dari hawa nafsu, aghyar (semua selain Allah) yang ada dalam hati akan dimusnahkan dengan keperkasaan-Nya. Sehingga hamba yang diberi warid itu semuanya menjadi hak. Yang dimaksud al-Bathil yaitu : segala sesuatu selain Allah.


      ٢٣٠ - ٭ كَيْفَ يَحْتَجِبُ الحَقّ ُبِشىءٍ والَّذِى يَحتَجِبُ بِهِ هُوَ فِيهِ ظَاهِرٌ وَمَوجُودٌ حَاضِرٌ ٭

      230. “Bagaimana mungkin Al-Haq (Allah) itu terhijab sesuatu, padahal Allah itu wujud dan nyata juga hadir pada segala sesuatu yang kau anggap hijab itu.”

      1. Syarah
      2. Dalam kitab ini beulang-ulang kali Mu’allif Syeih ibnu ‘Atho’illah menerangkan tentang Allah itu tidak bisa dihijab dengan segala sesuatu,

        ٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ---- الخ٭
        (hikmah ke 16 "Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Allah yang menampakkan [mendhahirkan] segala sesuatu."sampai hikmah ke 23).Al-warid, biasa juga disebut Al-Ahwal, dan Ahwal itu biasanya menimbulkan al-Amal, maka dari itu selanjutnya Muallif menerangkan tentang amal.


        ٭ لاَ تيأَسْ من قَبولِ عملٍ لَمْ تجِدْ فِيهِ وجوْدُ اْلحُضَُورِ فَرُبَّماَ قبِلَ من العملِ مالم تُدْرِكْ ثمْرَتَهُ عاجِلاً ٭

        231. “ Jangan putus asa dari diterimanya amal yang belum bisa hadirnya hati (khusuk) karena Allah, sebab terkadang (ada kemungkinan ) Allah menerima amalmu itu padahal kamu belum bisa merasakan (menemukan) buahnya amalmu dengan segera.’

        1. Syarah
        2. Sudah diterangkan dalam hikmah-hikmah terdahulu, bahwa buahnya amal (yakni : merasakan manis dan enaknya amal dalam hati ketika mengerjakan amal), itu bagian tanda diterimanya amal tersebut.
          Walaupun demikian terkadang Allah itu menerima amal yang belum bisa merasakan buahnya, yang terpenting kamu selalu berusaha taqwa kepada Allah lahir dan batin, ikhlas Lillah dalam beramal, dan kamu jangan putus asa karena buahnya amal itu hanya sebagian alamat/tanda diterimanya amal, sedang kan tanda itu tidaklah pasti terjadi.

          Dan jangan kamu meninggalkan amal sebab belum bisa hadirnya hati kepada Allah, atau belum bisa merasakan buahnya, tapi kewajiban bagimu yaitu dawam/selalu mengerjakan amal itu sampai bisa mendapatkan buahnya amal, barang siapa yang mau selalu mengtuk pintu, pastilah dia akan masuk kepintu tersebut.

          Adalah seorang ‘Abid yang selama empat puluh tahun berada di Makkah, dan selalu berdo’a : Labbaika Allahumma Labbaik, lalu ada hatif yang mengatakan : tidak, kamu tidak hadir dan tidak beruntung, dan hajimu ditolak(tidak diterima), dan ‘Abid tersebut selalu mengerjakan amalan tersebut, dan tidak meninggalkannya, suatu hari ada seorang laki-laki datang kepadanya dan memanggilnya : ya ‘abid labbaik(kesini), lalu ada jawaban hatif,: La Labbaik,lalu lelaki tersebut berdiri dan terbesit dalam hatinya : orang ini ditolak. Lalu Abid memnggil tuannya, hai tuanku , engkau mengatakan Labbaik, dan ada jawaban La labbaik, si ‘Abid menerangkan : ini yang terjadi padaku selama empat puluh tahun, aku selalu mendengar perkataan tersebut, tetapi aku selalu bertahan didepan pintu-Nya, walaupun aku ditolak seribu kali aku tidak akan meninggalkan pintu tersebut, Sampai Allah menerimaku, maka ketika ‘Abid mengatakan Labbaik, lalu ada jawaban dari Allah : Labbaika – wa-sa’daika. WAllahu a’lam.


          ٭ لاتُزَكِّيَنَّ واَرِداً لاَتَعلَمُ ثَمرَتهُ فلَيسَ المرَادُمن السَّحابةِ وجودُ الاَمطاَرِ انّما المُرَادُ وجَُودالاَثْمَارِ ٭

          232. “ Jangan membanggakan (menganggap baik) terhadap Warid, yang belum engkau ketahui buahnya,sebab bukan yang diharapkan dari awan itu sekedar hujan, tapi tujuan(harapan) yang utama yaitu adanya buah dari pepohonan(tanaman).”

          1. Syarah
          2. Apabila warid datang dari Allah kedalam hatimu, akan tetapi tidak menjadikan kamu cinta kepada Tuhanmu, semangat melaksanakan taat kepada-Nya dengan memenuhi hak-hak-Nya , jangan kamu merasa bangga/ senang dengan warid seperti ini, karena buah dari pada warid dalam hati itu bisa merubah sifat-sifat hati yang jelek menjadi terpuji, sperti keterangan hikmah yang terdahulu.

            Sebagaiman isyaroh dari Muallif tentang datangnya awan tujuan utamanya bukan sekedar hujan, tapi hasilnya bumi setelah datangnya hujan yakni berupa buah dari tanaman. Begitu juga dengan datangnya Warid/ahwal bukan sekedar amal yang hudhur, tapi yang lebih utama yaitu hasilnya Ridho, syukur, dan masuk kedalam An-Nur, dan kemuliaan berjumpa Allah Al-Ghofur (yang maha pengampun).
            Ingatlah !! terkadang warid/ahwal itu bisa menjadi hijab, bagi orang yang berhenti dan bangga pada warid tersebut. Sebagian ulama mengatakan : Takutlah kamu dengan rasa manis/enaknya taat, karena itu bagaikan racun yang membunuh, bagi orang yang berhenti pada rasa tersebut, janganlah kamu menjadi hambanya hal/warid, tapi jadilah hambanya yang memberi hal/wari (yakni Allah).


            ٭ لاَتَطْلُبَنَّ بَقَاءَ الوَرِدَاتِ بعدَ انْبَسَطَتْ اَنْوَارَهاَ واَوْدَعَتْ اسْرَارهَا فلكَ فى اللهِ غِنىً عَنْ كُلِّ شَىءٍ وليسَ يُغْنيْكَ عنهُ شىءٌ ٭

            233. “ Jangan meminta tetapnya warid, setelah kau merasakan/mendapatkan nur-nurnya, dan tertangkap semua rahasia-rahasianya, maka cukuplah bagimu mengabdi kepada Allah sehingga tidak membutuhkan sesuatu yang lain-Nya,sebab tidak ada sesuatu yang bisa mencukupi kamu tapa pertolongan Allah.”

            1. Syarah
            2. Maksud dari mendapatka Anwar/nurnya warid yaitu : yaitu rusak dan hancurnya kebiasaan hawa nafsumu, sehingga hati menjadi bersih dari syahwat jasmaniyyah dan kebiasaan nafsum sehingga lahir dan batinnya hanya menghamba kepada Allah. Maksud dari : setelah tertangkap rahasia-rahasia warid, yaitu adanya Yaqin, Tuma’ninah dan makrifat dalam hatimu, dan adanya Zuhud, Ridho, dan Taslim, dan munculnya rasa Khusyuk, tawadhu’ dan hinanya diri, dalam hati. Itu semua sebagai tanda Al-Warid Al-Ilahiyyah.

              Dan ketahuilah bahwa semua warid, adanya anwar(cahaya-cahaya), tingkat-tingkat maqom kewalian dll, itu semua semata-mata anugerah dari Allah kepada hambanya, karena itu hamba tidak boleh bergantung kepada semua itu, tapi cukuplah bergantung pada Allah, dan mengabdi kepada-Nya.

              Syeih Abu Sulaiman Ad-daroni ditanya apakah paling utamanya perkara yang bisa mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah? beliau menjawab : Supaya Allah mengetahui bahwa dalam hatimu tidak mengharapkan sesuatu kecuali hanya Allah, baik itu didunia maupun diakhirat.


              ٭ تَطَلُّعُكَ اِلٰى بقاءِ غَيرِهِ دَلِيلٌ علٰى عدمِ وِجْدَانِكَ لهُ واسْتِحياَشُكَ لفِقدَانِ ماَسوَاهُ دليلٌ علٰى عدمِ وُصْلتكَ بهِ ٭

              234. “ keinginanmu untuk tetapnya sesuatu selain Allah itu sebagai bukti bahwa kau belum bertemu Allah, dan kerisauan mu karena kehilangan sesuatu selain Allah itu bukti belum wushulnya kamu kepada Allah.”

              1. Syarah
              2. Mengharap tetapnya sesuatu itu berarti cinta pada sesuatu tersebut, dan barang siapa mencintai sesuatu pasti dia menjadi hamba sesuatu yang dicintai, begitu juga mengharap tetapnya warid, maqom,dan lain-lain itu menujukkan kalau dia belum menemukan Allah, dan barang siapa masih berhajat kepada selain Allah itu berarti ia belum makrifat kepada Allah, dan barang siapa masih risau/susah sebab kehilangan ahwal atau warid atau lainnya, itu berarti ia belum sampai/Wushul kepada Allah. Karena orang yang sudah sampai itu tidak akan merasa risau/susah sebab kehilangan sesuatu selain Allah. Dan itulah bukti ia telah mencapai derajat yang tinggi, akan tetapi selama masih menginginkan tetapnya sesuatu atau susah dengan hilang/tidak adanya sesuatu, maka itu suatu bukti bahwa ia belum mencapai derajat hakikat.

ILMU LADUNNY


ILMU LADUNNY


٢٢٧ - ٭ الحَقاَئقُ تَرِدُ فِى حالِ التجَلِّى مُجْملة ًوَبَعْدَ الوَعِى يَكوُنُ البَيَان ُ،ةفَاِذاَ قَرأْناَهُ فاَتبِعْ قُرْاٰنهُ ثمَّ انَّ علينَا بيانهُ ٭

227. “Ilmu-ilmu hakikat yang diturunkan kedalam hati hamba-Nya, itu dalam keadaan Tajalli itu secara ringkas/singkat(yakni : secara singkat sja tidak terperinci). Dan apabila sudah menetap dalam hati hamba barulah jelas keterangannya, Allah berfirman : (Hai Muhammad)Maka apabila kami bacakan (Al-qur’an lewat malaikat jibril), maka ikutilah bacaannya, kemudian kami yang akan menerangkannya (lewat lisanmu kepada umatmu).”

  1. Syarah
  2. Yang dimaksud Hakikat dalam hikmah ini yaitu : ilmu Ladunny, yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang makrifat billah, yang datangnya ilmu itu langsung dari Allah, tanpa lewat proses belajar seperti umumnya ilmu.

    Maksud Tajalli, yaitu : Allah memperlihatkan dirinya secara jelas dalam hati hamba-Nya(manifestasi keTuhanan). Dan ketika hakikat(ilmu Ladunny) itu sudah menetap dalam hati hamba barulah jelas keterangan (penjelasan dan perincian)nya, dan semua cocok dengan ilmu syari’at, baik dengan dalil Aqliyyah maupun dalil Naqliyyah.

    Syeih Abu Bakar Al-Warroq berkata : ketika saya sedang berada dihutan bani Isra’il tiba-tiba tergeraklah dalam hatiku bahwa ilmu hakikat itu berlawanan dengan ilmu syari’at, mendadak terlihat olehku seorang yang berada dibawah pohon dengan menjerit dan memanggil : Hai Abu Bakar tiap-tiap hakikat yang bertentangan dengan syari’at itu kekufuran.

PENGERTIAN WUSHULNYA HAMBA

PENGERTIAN WUSHULNYA HAMBA

٢٢٥ - ٭ وُصُولُكَ الَى اللهِ وُصولُكَ الىَ العلمِ بِهِ وَالاَّ فَجَلَّ رَبُّنَا اَنْ يَتصِلَ بِهِ شَىءٌ او تَتـَّصِلَ هُوَ بِشىءٍ ٭

225. “Wushul(sampai)mu kepada Allah itu sampaimu kepada ilmu yaqin atau makrifat yang sempurna terhadap Allah, kalau tidak begitu, Tuhan itu maha agung, muhal kalau sesuatu itu bertemu (bersambung) dengan Allah atau Allah itu bertemu (bersambung) dengan sesuatu.”

  1. Syarah
  2. Sampai kepada ilmu yaqin / makrifat berarti : dengan mengtahui/meyaqini bahwa Allah itu satu dalam dzat, sifat dan af’al-Nya, Sempurna dalam kesempurnaan-Nya, dan meyakini kalau Allah itu lebih dekat kepadamu daripada dirimu.
    Maksud dari muhal kalau sesuatu itu bertemu (bersambung) dengan Allah yaitu : seperti bertemu / bersambungnya sebagian bentuk / benda dengan bentuk lainnya, atau Allah itu bertemu (bersambung) dengan sesuatu, : tidak ada dekat kepada Allah, dan sampai(wushul) kepada-Nya, seperti dekat , bertemu / sampainya beberapa bentuk/jisim.


    ٢٢٦ - ٭ قُربُكَ مِنهُ ان تَكُونَ مُشَاهِداً لِقُرْبِهِ منكَ والاَّ فمِنْ اَيْنَ انْتَ وَوُجُودَقُربِهِ ٭

    226. “ Dekatmu kepada Allah itu kalau kamu melihat(memperhatikan) dekatnya Allah kepdamu, kalau tidak demikian, maka darimanakah engkau dan adanya kamu dekat dengan Allah.”

    1. Syarah
    2. Hakikat dekatmu kepada Allah itu jika engkau selalu sadar melihat dekatnya Allah kepadamu. Dan Allah itu tidak ada tubuh dan benda, akan tetapi Allah itu Tuhan yang suci dari sifat-sifat yang berubah, Allah itu bersifat dengan sifat- yang luhur dan sempurna. Dan bagaimana kamu bisa dekat dengan Allah sepert dekatnya jisim / tubuh.

TAAT DAN MAKSIYAT ITU TIDAK BERGUNA BAGI ALLOH

TAAT DAN MAKSIYAT ITU TIDAK BERGUNA BAGI ALLOH 

٢٢٣ - ٭ لاَ تَنْفَعُكَ طاَعَتُكَ ولاَ يَضُرُّهُ مَعْصِيَّتُكَ وَاِنّمَا اَمَرَكَ بِهٰذِهِ وَنَهَاكَ عَنْ هٰذِهِ لماَ يَعُودُ عليْكَ ٭

223. “ Ketaatan(ibadah)mu itu tidak bermanfaat (berguna) kepada Allah, dan maksiyatmu itu tidak bisa memberi mudhot(bahaya) pada Allah, dan Allah memerintahkan kamu berbuat taat dan melarang kamu dari maksiyat (dosa) itu untuk kepentingan kamu sendiri(manfaat dan mudhorotnya kembali padamu sendiri).”

  1. Syarah
  2. Allah itu dzat yang maha kaya dari segala sesuatu, dan semua makhluk itu butuh kepada Allah. Hanya sebab rahmat dan belas kasih Allah, dan kepentingan dan kebaikan hamba itu sendiri sehingga Allah memerintah bertaat dan melarang maksiyat, perintah dan larangan itu sama sekali tidak berguna atau merugikan Allah.


    ٭ لاَيَزِيدُ فِى عِزِّهِ اِقبَالُ مَنْ اَقْبَلَ عليهِ ولاَ يَنْقُصُ من عِزِّهِ اِدْبارُ مَنْ اَدْبَرَ عَنْهُ ٭

    224. “ Datang menghadapnya orang yang menghadap(taat) itu sama sekali tidak menambah kemuliaan dan kejayaan Allah, dan menjauhnya orang yang menjauh kepada Allah itu tidak akan mengurangi kemuliaan Allah.”

    1. Syarah
    2. Kemuliaan dan kejayaan Allah itu sifatnya azaly dan langgeng, yakni : Allah dzat yang mulia sebelum adanya makhluk, dan tetap mulia sesudah menjadikan makhluk, jadi kemuliaan Allah itu tidak dapat bertambah atau berkurang.
      Dalam hadits Qudsy Allah berfirman :

      لوأنّ اولكم واَخركم واِنسكم وجِنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد مازاد ذالك فى ملكى شيئاً، ولو أن اولكم واَخركم واِنسكم وجِنكم كانوا على أفجَرِ قلب رجلٍ واحدٍ مانقص ذالك من ملكى شيئاً

      “Hai hambaku,andaikan orang yang pertama hingga yang terakhir dari kamu, dari bangsa manusia dan bangsa jin, semua berbuat taqwa sebaik-baik hati seorang diantara kamu, maka yang demikian itu tidak menambah kekayaan-Ku sedikitpun, dan sebaliknya jika semua itu berbuat sejahat-jahat perbuatan seorang diantara kamu, maka yang demikian itu tidak mengurangi kekuasaan kerajaan-Ku sedikitpun.”

Mencinta Pasti jadi Budak yang Dicinta

Mencinta Pasti jadi Budak yang Dicinta

٢٢٢ - ٭ ماَاَحْبَبْتَ شَيْئًا الاَّ كُنْتَ لَهُ عبْدًا وَهُوَ لاَيُحِبُّ انْ تكُونَ لِغيْرِهِ عَبْداً ٭

222. “ Tiada engkau mencintai sesuatu melainkan pasti engkau menjadi budak(hamba) dari apa yang engkau cintai, dan Allah tidak suka bila engkau menjadi hamba sesuatu selain dari pada-Nya.”

  1. Syarah
  2. Hati itu bila mencintai sesuatu pastilah selalu menghadap dan tunduk pada sesuatu tersebut, dan selalu taat pada semua perintahnya.
    Rosululloh saw. Bersabda : Celakalah hamba dinar, dirham, baju, permadani dan istri, celaka dan rugi, dan umpama terkena duri semoga tidak keluar.”

    Al-Junaid berkata : Engkau takkan mencapai hakikat ‘Ubudiyyah (penghambaan), selama engkau masih diperbudak oleh sesuatu selain Allah, yaitu harta, istri atau lain-lainnya.

    Syeikh As-Syibly ra. Dan seorang muridnya yang diberi pakaian jubah seseorang, sedangkan syeh Syibli sedang memakai kopiyah dikepalanya, sehingga terbesit dalam hati simurid senang dengan kopiyahnya, untuk dikumpulkan dengan jubahnya, melului kasyafnya Syeih Syibly mengetahui keinginan hati simurid , lalu oleh Syeih dilepaskannya jubah si murid lalu dikumpulkan dengan kopiyahnya, lalu dilemparkan keduanya keapi, Syeikh Syibli lalu berkata: sekarang sudah tidak ada lagi dalam hatimu ketertarikan selain Allah.

Hati-hati dengan Waktu / Umur

Hati-hati dengan Waktu / Umur

٢٢٠ - ٭ حُقُوقٌ فِى الاوقَاتِ يُمكِنُ قضَاؤهاَ وحقوقُ الاَوْقاتِ لاَ يُمكِنُ قضاَؤهَا ٭
٭ اِذ ْماَ مِنْ وَقْتٍ يَرِدُ الاَّ وَللهِ عليكَ فِيهِ حقّ ٌجَدِيدٌ واَمْرٌ اكيدٌ فكيفَ تَقضِى فيهِ حَقّ َغَيْرِهِ وَانتَ لمْ تَقْضِ حقّ َاللهِ فيْهِ ٭
٭

220. “ Hak/kewajiban-kewajiban didalam waktu itu mungkin dapat diqodho’inya, tetapi hak-haknya waktu itu tidak mungkin bisa di qodho’(diulangi)nya,. Sebab tiada suatu waktu melainkan ada hak dan kewajiban yang baru dan perkara penting yang harus kau penuhi, maka bagaimanakah engkau akan menyelesaikan hak lainnya, sedang engkau belum menyelesaikan/memenuhi hak/kewajibanmu kepada Allah dalam waktu itu.”

  1. Syarah
  2. Hak-hak (kewajiban yang ada dalam waktu yaitu: ibadah-ibadah seperti sholat puasa zakat danlainnya, bila tidak bisa dikerjakan pada waktunya, bisa di qodho’ pada waktu lainnya. Tetapi hak-hak waktu itu sendiri yakni apa yang disediakan diberikan Allah untuk hamba waktu itu, jika tidak dilaksanakan hak-haknya tidaklah mungkin bisa di qodho’inya.

    Syeikh Abul Abbas Al-Mursy berkata : “waktu-waktu yang diberikan kepada hamba itu ada empat tidak lima :

    1. Nikmat,
    2. Bala’,
    3. Taat,
    4. Maksiat.

    Dan Allah mewajibkan kepadamu tiap-tiap waktu itu ada bagian ibadah yang harus kamu penuhi dengan hukum-hukumnya Tuhan. Barang siapa didalam waktu taat, maka hak/kewajiban yang harus dipenuhi yaitu memandang anugerah dari Allah, apabila dalam waktu mendapat kenikmatan, maka dengan bersyukur yaitu: senangnya hati karena Allah, apabila dalam waktu maksiat, maka yang harus dipenuhi yaitu Taubat dan minta ampun, apabila waktu mengalami bala’ ujian, maka harus bersabar dan ridho.” Rosululloh saw. Bersabda : “ siapa yang diberi lalu bersyukur, dan di uji lalu bersabar, dan dianiaya lalu memaafkan dan berdosa lalu minta ampun. Rosul kemudian diam sejenak. Sahabat bertanya : kemudian apakah ya Rosululloh untuknya ? nabi menjawab : mereka orang yang pasti mendapat kesejahteraan (diakhirat), dan merekalah orang yang mendapat petunjuk/hidayah (didunia).”


    ٢٢١ - ٭ ماَفَاتَ مِنْ عُمرِكَ لاَ عوَضَ لَهُ وماَ حَصَلَ لكَ منهُ لاَ قِيْمَة َلَهُ ٭

    221. “ Umur (usia) hidupmu yang telah hilang (lewat)itu tidak ada gantinya(tidak dapat kembali), sedang perkara yang berhasil (dalam hidupmu) itu tidak dapat dinilai harganya.”

    1. Syarah
    2. Umur seorang mukmin itu sebagai pokok hartanya, dengan harta itu bisa beruntung bisa juga rugi, barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan beruntung, dan siapa yang menyia-nyiakan pasti akan merugi.apabila waktu umurnya terlewatkan selain untuk taat kepada Allah, maka tidak ada gantinya, dan apabila telah pergi maka tidak akan kembali selamanya.

      Rosululloh bersabda : “setiap waktu yang telah lewat dari( umur) hamba, yang tidak untuk berdzikir kepada Allah pada waktu itu, besok dihari kiamat pasti menyesal dan merugi.”

      Sayyidina Ali berkata kepada Sayyidatina Fatimah : ketika membuat makanan, buatlah yang halus dan lunak (tidak keras), karena makanan yang lunak dan yang keras itu lima puluh kali tasbih bandingannya.

      Maka dari itu para Ulama’ Salafussholih, sangat memperhatikan dan menjaga nafasnya, dan cepat-cepat mencari keuntungan pada setiap masa dan waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun.

Anwar Supaya Masuk dalam Hati

Anwar Supaya Masuk dalam Hati

٢١٧ - ٭ اَنْوَارٌ اُذ ِنَ لهاَ فى الوُصُولِ وَاَنوارٌ اُذِنَ لهاَ فِى الد ُّخُولِ ٭

217. “ Anwar( beberapa nur Ilahi) itu ada dua macam : Nur yang di izikan Allah hanya sampai pada hati (luar hati), dan Nur yang di izinkan Allah bisa masuk kedalam Hati.”

  1. Syarah
  2. Ada kalanya Nur itu hanya sampai dihati(luar hati), tidak masuk kedalam hati, mereka bisa melihat Allah dan melihat dirinya, melihat dunia dan akhiratnya, masih cinta dunia dan cinta Akhiratnya, masih bersama dirinya dan bersama Allah. Apabila Nur itu sudah masuk kedalam hatinya, dalam pandangannya hanya ada Allah, sehingga tidak ada yang dicinta, diharap, dan disembah melainkan Allah semata-mata.


    ٢١٨ - ٭ رُبَّمَا وَرَدَتْ عليكَ الاَنْوَارُ فَوَجَدَتِ القَلْبَ مَحْشُوًّا بِصُوَارِ الاٰثاَرِ فَاَرْ تَحلَتْ من حَيثُ نزَلَتْ ٭
    ٭ فَرِّغْ قَلبَكَ منَ الاغْيَارِ يَملَؤُهُ بِالمَعَارِفِ وَالاَسرَارِ ٭

    218. “ Terkadang Nur Ilahi itu datang kepadamu, tetapi ketika didapati dalam hatimu penuh dengan gambar makhluk, maka ia kembali lagi ketempat asalnya. kosongkanlah hatimu(dari makhluk), niscaya Allah akan memenuhinya dengan makrifat dan asror(ilmu).”

    1. Syarah
    2. Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya yaitu, nur yang diizinkan hanya sampai kehati, dan tidak bisa masuk kedalam hati, dilanjutkan dengan keterangan hikmah ini bahwa nur Ilahi (makrifat) itu datang kehati hamba, tapi berhubung dalam hati itu penuh dengan gambaran makhluk dan kotor sebab dosa dan maksiat, maka nur tersebut tidak bisa masuk kehati karena sudah tidak ada tempat lagi. Keterangan hikmah ini sudah diterangkan pada hikmah ke 13 terdahulu, yaitu : Bagaimana hati bisa terang, sedang gambar-gambar dunia/makhluk masih melekat dalam cermin hati.
      Maka supaya Nur Ilahi bisa diizinkan masuk dan menetap kedalam hati dan ilmu makrifat dan asror bisa bercahaya dalam hati, haruslah mengkosongkan hati dari keduniaan dan segala sesuatu selain Allah (makhluk).
      Bila cermin hati itu bersih dari kotoran dan gambar-gambar dunia, maka Nur/cahaya Ilahi itu bisa ditangkap oleh cermin itu.


      ٢١٩ - ٭ لاَتَسْتَبْطِىءْ منهُ النَّوَّالَ ولٰكِنِ استَبْطىِءْ من نَفْسِكَ وُجُودَالاِقبالِ ٭

      219. “ Jangan merasa/menganggap lambat datangnya karunia pemberian Allah, tetapi hendaknya merasakan kelambatan dirimu(hatimu) dalam menghadap kepada Tuhanmu.”

      1. Syarah
      2. Janganlah menganggap Allah memperlambat pemberiannya kepadamu, tidak segera mengabulkan do’a dan hajat-hajatmu, tapi rasakan lambatnya dirimu dalam menghadap kepada Allah.
        Syeikh Ma’ruf Al-Karkhi ra berkata : Mencari/berharap masuk surga tanpa amal(kebaikan), itu dosa dari beberapa dosa, mengharap syafa’at (pertolongan) tanpa melalui sebab, itu bagian dari ghurur (mengada-ada), dan mengharap rahmat tanpa ketaatan itu perbuatan bodoh dan sia-sia.
        Sedang kan menghadap kepada tuhanmu itu berarti : menunaikan hak/kewajiban, hak-hak/kewajiban itu ada dua bagian, sebagaimana hikmah ini.

Cara Mengobati Hawa Nafsu

Cara Mengobati Hawa Nafsu

٢١٤ - ٭ تَمَكُّنُ حَلاوَتِ الهَوٰى منَ القلْبِ هُوَالدَّاءُ العِضاَلُ ٭

214,“Rasa manis (enak)nya hawa nafsu yang telah menetap(memenuhi) dalam hati, adalah penyakit yang sulit untuk di obati.”

  1. Syarah
  2. Hati itu tempatnya Iman, Yaqin dan makrifat, ketiganya itu sebagai obat penyakit hati yang timbul dari hawa nafsu, apabila penyakit itu sudah menetap dan menguasai/ memenuhi hati, maka tidak ada tempat untuk obat. Disitulah letak repot dan sulitnya mengobatinya, sehingga sulit disembuhkan.

    واصل كل معصية وغفلة وشهوة وشرك هو الرضا عن النفس

    "Asal usul/pokok dari pada kemaksiatan, ghoflah (lupa pada Allah), syahwat (kesenangan), dan kemusyrikan itu sebab ridho dengan hawa nafsu"


    ٢١٥ - ٭ لاَيُخْرجُ الشَهْوَاة َمِنَ القَلْبِ الاَّ خَوْفٌ مُزْعِجٌ اَوشَوْقٌ مُغْلقٌ ٭

    215. “ Tidak ada yang bisa menyembuhkan/mengeluarkan kesenangan nafsu (yang sudah menetap) dalam hati, kecuali rasa takut yang menggetarkan, atau rindu yang menggelisahkan.”

    1. Syarah
    2. Keinginan hawa nafsu yang sudah memenuhi hati itu sangat luar biasa pengaruhnya, maka untuk mengobatinya sangatlah sulit, hanyalah dengan rasa takut yang besar (menggetarkan)yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Allah tentang balasan dan ancaman Allah, siksa bagi orang yang maksiat, ingat akan datangnya mati, dimasukkan dalam kubur, ditanya oleh malaikat munkar nakir, datangnya hari kiamat dan neraka. dan rasa rindu yang sangat, yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Allah tentang kemulyaan dan kenikmatan yang diberikan kepada orang-orang yang ahli taat kepada Allah, dan para kekasihNya, berupa surga dan kenikmatan yang lebih lagi di dalamnya.


      ٢١٦ - ٭كمَالايُحِبُّ العملَ المُشْتَرَكَ كذٰلكَ لايُحِبُّ القلبَ المُشْتَرَكَ، العملُ المُتَرَكُ لاَيَقبَلهُ والقلبُ المُشترَكُ لاَيُقْبِلُ عليهِ ٭ِ

      216. “ Sebagimana Allah tidak suka dengan amal yang dipersekutukan dengan lainNya, begitu pula Allah tidak suka dengan hati yang diperskutukan dengan lainNya. Amal /ibadah yang dipersekutukan dengan sesuatu selain Allah tidak akan diterima oleh Allah, dan hati yang dipersekutukan maka Allah tidak akan menghadapi/meridhoinya.”

      1. Syarah
      2. Amal yang yang dipersekutukan yaitu : amal/ibadah yang kemasukan salah satu dari tiga hal :

        1. Riya’ (amal yang karena makhluk),
        2. Tashonnu’ (membaik-baikan amal di hadapan manusia),
        3. ‘Ujub ( merasa besar dan baik amalnya sendiri).

        Sedangkan hati yang bersekutu yaitu : hati yang masih cinta kepada selain Allah,dan masih mengharap dan takut atau masih bersandar kepada selain Allah. Dan Allah hanya menerima amal yang ikhlas karena Allah, dan Allah hanya mau menghadapi orang yang dihatinya hanya ada Allah.

Ingatlah Anugerah Nikmat itu dari Allah

Ingatlah Anugerah Nikmat itu dari Allah

٢١١ - ٭ رُبَّما وردتِ الظلَمُ عليك لِيُعْرِفَكَ قدرَمامنَّ بهِ عليكَ ٭

211. “Terkadang kegelapan (macam-macamnya syahwat, maksiyat dan dosa) itu terjadi padamu, untuk mengingatkan kamu atas kebesaran anugerah nikmat yang diberikan Allah kepadamu.”


٢١٢ - ٭ منْ لم يَعْرِفْ قدْرَ النِّعمِ بِوِجْدانهاَ عَرَّفَهاَبِوُجُودِ فِقدانهاَ ٭

212. “Barang siapa yang tidak mengetahui besarnya harga nikmat ketika adanya nikmat itu, maka Allah akan memberi tahukan pada dia dengan hilangnya nikmat itu pada dirinya.”

  1. Syarah
  2. Kebanyakan manusia itu tidak tahu agung dan besarnya nikmat-nikmat yang dirasakan, kecuali ketika kehilangan nikmat tersebut. Sehingga banyak yang bilang: orang yang tahu besarnya harga air, yaitu hanya orang yang dicoba kehausan dihutan, Kalau dia berada di tepi sungai yang mengalir, dia tidak akan tahu besarnya harga air.

    Begitu juga dengan nikmat Rahmat, Hidayah, diberi kekuatan bisa beribadah dan taat, yang itu sebagai nikmat yang sangat besar, yang terkadang kita lupa kalau semua itu pemberian dari Allah yang sangat besar dan agung. Sehingga terkadang kita akui kalau itu semua milik kita, kemampuan kita, hasil usaha kita dan lain-lain. Sehingga terkadang Allah memberi cobaan kepada kita berbuat dosa/maksiat (kegelapan), supaya kita sadar dan ingat bahwa semua nikmat itu atas pemberian Allah yang wajib kita syukuri.

    Rosululloh saw. Bersabda : “ jika seseorang melihat orang yang lebih dari padanya kekayaan dan kesehatannya, maka hendaklah ia juga melihat kepada orang yang lebih menderita dari padanya.” Dalam riwayat lain Rosululloh bersabda :“Lihatlah orang-orang yang dibawahmu, dan jangan melihat orang yang di atasmu, karena yang demikian itu akan menyebabkan meremehkan nikmat yang diberikan Allah kepadamu”.

    Syeikh Sariy as-Saqothi berkata : Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui.

    Syeikh Fudhoil bin Iyadh ra. Berkata : Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang kembali. Sesungguhnya orang yang sangat mengetahui nikmatnya air itu, hanya orang yang benar-benar haus.

    Orang yang beruntung yaitu : orang yang pengertian dengan pengalaman (dengan kejadian) yang terjadi pada dirinya atau orang lain. Dan siapa yang tidak mensyukuri nikmat berarti membiarkannya hilang, dan siapa yang mensyukuri nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan tali ikatannya.


    ٢١٣ - ٭ لاَتـُدْهِشْكَ وَارِداتُ النِّعَمِ عَنِالقِيَامِ بحُقوقِ شُكْرِكَ فاِنَّ ذٰ لكَ مِمّاَ يَحُطُّ من وجُودِ قدْرِكَ ٭

    213. “Datangnya nikmat yang bermacam-macam kepadamu itu jangan sampai membingungkan kamu untuk menunaikan hak/ kewajiban bersyukur kepada Allah yang memberi nikmat, sebab perasaan yang demikian berarti merendahkan derajatmu dihadapan Allah.”

    1. Syarah
    2. Kita diperintah oleh Allah untuk mensyukuri semua nikmat pemberianNya menurut kadar kemampuan yang diberikan Allah kepada kita, bukan sebanyak nikmat Allah yang diberikan. Sebabitu tidak mungkin kita laksanakan, karena Allah memberi nikmat yang besar kepada kita sesuai dengan kebesaran Allah, sedangkan kita harus mensyukuri nikmat menurut kadar kemampuan kita dari Allah.

      Nabi Dawud as. Berkata : Tuhanku, anak adam ini telah Engkau beri pada tiap helai rambut ada nikmat diatas dan dibawahnya, maka bagaimana akan dapat menunaikan syukur kepadaMu, Jawab Allah : Hai Dawud, Aku memberi sebanyak-banyaknya, dan rela menerima yang sedikit, dan untuk mensyukuri nikmat itu bila engkau mengetahui bahwa nikmat yang ada padamu itu dari Aku(Allah).

      Umar bin Abdul Aziz ra berkata : tiadalah Allah memberi nikmat kepada hamba, kemudian hamba mengucap “Alhamdulillah” , melainkan nilai pujian itu jauh lebih besar dari nikmat yang diberikan itu.

JANGAN MERENDAHKAN KEKUASAN ALLOH

JANGAN MERENDAHKAN KEKUASAN ALLOH 

٭ مَنْ اِسْتَغرَبَ انْ يُنقِذَهُ اللهُ من شَهوَتهِ وان يُخْرِجَهُ من وجودِ غَفلتِهِ فقد اِسْتَعجَزَ القُدْرَةَ الاِلٰهِيَّة َوَكاَنَ اللهُ علٰى كُلِّ شىءٍ مُقْتَدِ رًا ٭

210. “ Barang siapa yang merasa jauh/tidak mungkin diselamatkan Allah dari pengaruh hawa nafsu syahwatnya, atau dihindarkan dari kelalaiannya, maka berarti ia telah menganggap lemah kekuasaan Allah. Firman Allah : sesungguhnya Allah itu berkuasa atas segala sesuatu.”

  1. Syarah
  2. Kita harus yakin terhadap Qudrat (kekuasaan) Allah secara mutlak tanpa kecuali, termasuk menyelamatkan hamba dari nafsu syahwat, dan menghindarkan dari kelalaian . dan qudrat Allah itu bersamaan dengan Irodah-Nya, sehingga tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa Irodah dan QudratNya, apabila Allah berkehendak, maka berjalanlah qudratnya dengan perintahNya: Sesungguhnya perintah Allah jika menghendaki sesuatu, hanya berkata “Kun” maka terjadilah apa yang dikehendakiNya, pada saat yang ditentukanNya, dan menurut apa yang dikehendakiNya.

    Maka dari itu jangan ada orang yang putus harapan dari rahmat Allah, walau bagaimanapun keadaannya,. Tetapi juga jangan sampai mempermainkan dan meremehkan kekuasaan Allah itu. Allah berfirman : katakanlah, Hai hambaku yang telah keterlaluan menjerumuskan diri (berbuat dosa), jangan kamu putus harapan dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah sanggup mengampunkan semua dosa, sungguh Allah maha pengampun lagi penyayang.

IBADAH MENJADI KEBUTUHAN HAMBA

IBADAH MENJADI KEBUTUHAN HAMBA

٢٠٧ - ٭ قَيِّدَ الطّاَعَاتِ بِاَعْياَنِ الاَوقاَتِ كىْ لاَ يَمْنَعكَ عَنْهاَوُجُوْدُ التَسْوِيْفِ ، ووَسَّعَ عَليْكَ الوَقْتَ كى تَبْقىٰ لك حِصَّة الاِخْتِيارِ ٭

207. “ Allah sengaja mengikat/ membatasi amal taat dengan waktu yang ditentukan, supaya engkau tidak teledor dan menunda-nunda amal, dan Allah memperluas waktunya supaya kamu tetap ada kesempatan beramal dan bisa memilih waktu yang lebih tepat, dan lebih baik.”

  1. Syarah
  2. Sudah menjadi kebiasaan manusia senang menunda-nunda pekerjaan dan amal ibadah, sehingga Allah menetapkan waktu amal taat, seperti sholat lima waktu. Karena apabila waktunya tidak ditentukan pastilah manusia menunda-nunda yang akhirnya tidak sampai berbuat. Dan sebab belas kasih Allah, manusia diberi keluasan waktu, sehingga banyak kesempatan untuk bisa berbuat taat.


    ٢٠٨ - ٭ عَلِمَ قِلّة َ نُهُوضِ العِبَادِ الٰى مُعَاملَتِهِ فاَوجَبَ عليهم وُجُودَ طاعتهِ فساقهُمْ اِليها بِسَلاسلِ الاِيجَابِ. عجِبَ رَبُّكَ من قومٍ يُساقوُنَ الٰى الجَنَّةِ بالسَّلاسِلِ ٭

    208. “ Allah mengetahui kurang semangatnya hamba untuk mengerjakan taat, maka diwajibkan kepada mereka untuk melakukan taat, dan mereka itu ditarik dengan rantai kewajiban. Tuhanmu heran dengan kaum yang ditarik masuk surga dengan rantai.”

    1. Syarah
    2. Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah dan taat, dengan cara memaksa yakni dengan kewajiban. Dan Allah menakut-nakuti hambanya dengan neraka apabila tidak melakukan taat.


      ٢٠٩ - ٭ اَوجَبَ عليك وُجُودَ خِدْمَتهِ ومااَوْجَبَ عليكَ الاَّ دخولَ جَنـَّتِهِ ٭

      209. “ Allah mewajibkan kepadamu berhidmah(berbuat Taat) kepada Allah, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kamu masuk kedalam surgaNya.”

      1. Syarah
      2. Pada kenyataan lahirnya hamba diwajibkan untuk taat beribadah kepada Allah, padahal sebenarnya ibadah yang diwajibkan atas hamba itu sedikitpun tidak bermanfaat kepada Nya, sebagaimana maksiat yang sama sekali tidak berpengaruh/mudhorot kepada Allah. Adapun sesungguhnya taat ibadah yang diwajibkan atas hamba itu untuk kepentingan dan kebaikan hamba itu sendiri, yakni supaya hamba masuk surga.

        Sebagaimana diterangkan pada hikmah sebelumnya : Allah sangat heran dengan kaum yang harus ditarik dengan rantai (kewajiban), supaya mereka mau masuk surga. (yang seharusnya orang itu berebut untuk masuk surga, karena surga itu perkara yang agung, sangat indah dan penuh dengan kenikmatan dan kesenangan, tapi anehnya mereka tidak mau masuk surga, bahkan harus ditarik dengan rantai).

        Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra berkata : Hendaknya engkau mempunyai satu wirid(amalan) yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dan cinta kepada Allah swt.

PILIHLAH SESUATU YANG BERAT MENURUT NAFSU

PILIHLAH SESUATU YANG BERAT MENURUT NAFSU

٢٠٥ - ٭ اِذاَاالتبَسَ عَليْكَ اَمْرَانِ فاَنْظُرْ اَثقَلهُمَا علىَ النَّفْسِ فاتَّبِعْهُ فَاِنَّهُ لاَ يَثْقُلُ عَليْهَا الاَّ ماَكانا حَقّاً ٭

205. “ Jika terjadi kesamaran bagimu dalam dua hal (yang akan kau kerjakan), maka lihatlah mana yang lebih berat terhadap hawa nafsumu, dan ikutilah/kerjakanlah. Karena nafsu itu tidak akan merasa berat kecuali pada perkara yang haq(lebih utama).”

  1. Syarah
  2. Seorang salik/murid seharusnya selalu curiga dengan nafsunya, sehingga apabila akan mengerjakan dua amalan yang keduanya sama wajibnya atau sama sunahnya, maka seharusnya ia memilih dan mengerjakan yang berat menurut nafsunya, karena apabila nafsu itu merasa berat itu tanda kalau amalan itu yang haq atau yang lebih utama, karena pada hakikatnya yang namanya ibadah itu sesuatu yang bertentangan / bertolak belakang dengan hawa nafsunya. tetapi apabila seorang murid memilih yang lebih ringan dan menyenangkan nafsunya, menurut para ulama’ ‘arifin termasuk golongan hati yang ada sifat nifaqnya.


    ٢٠٦ - ٭ مِنْ عَلاَمَاتِ اِتّـِباعِ الهوَى المُسَا رَعَة ُاِلىَ نَوَافِلَ الخيْرَاتِ والتّكاَسُلُ عنِ القِياَمِ بِالوَاجِباتِ ٭

    206. "Sebagian dari tanda-tanda menurutkan hawa nafsu ialah cekatan( bersegera) dalam mengerjakan perkara sunah, tetapi malas untuk mengerjakan perkara yang wajib."

    1. Syarah
    2. Pada kenyataan yang banyak terjadi dimasyarakat, yaitu semangat mengerjakan perkar-perkara sunah, tapi malas bahkan meninggalkan perkara yang diwajibkan, sperti contoh : ringan dan senang bersedekah, tapi berat bahkan tidak mau mengeluarkan zakat. padahal shodaqoh itu sunnah, sedangkan zakat itu hukumnya wajib. dan masih banyak contoh lainnya.

      Syeikh Muhammad bin Abil-Ward berkata : Kebinasaan manusia itu terjadi karena dua hal : Mengerjakan yang sunnah dan mengabaikan yang wajib (fardhu). Dan amal perbuatannya hanya mementingkan bagian lahir/luarnya, dan mengabaikan bagian batin/hatinya( yakni niat dan keikhlasannya amal).

      Al-Khowwas berkata : Terputusnya makhluk dari Allah , itu karena dua hal : mengejar amal-amal sunnah dan meninggalkan yang wajib. Dan memperbaiki lahirnya amal, tetapi tidak memperlihatkan keikhlasan amal, sedang Allah tidak menerima amal kecuali jika ikhlas dan benar menurut runtunan syari’at.