Macam-Macam Cinta, Jenis-Jenis Cinta dalam Islam

Macam-Macam Cinta, Jenis-Jenis Cinta dalam Islam

Pembagian Cinta Berdasarkan Hukumnya

1. Ibadah yaitu cinta kepada Allah dan cinta kepada perkara yang dicintai Allah

Allah ta'ala berfirman: "adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah" [Al-baqaroh: 165] Rasul shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Tiga perkara yang apabila ada pada seorang hamba ia akan merasakan manisnya keimanan: (1)Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang dan tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah (3) dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk di ceburkan ke dalam neraka [HR.Bukhori: 16, Muslim: 43]

2. Kesyirikan yaitu cinta kepada selain Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah atau bahkan lebih Allah berfirman: "Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan (Allah), yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah" [Al-Baqaroh: 165]

3. Kemaksiatan yaitu mencintai perkara yang haram, kebid'ahan, kemaksiatan, serta mencintai pelaku kebid'ahan, dan pengikut hawa nafsu, dan yang lainnya dari kecintaan yang menyelisihi syariat.

Allah berfirman: "Dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz [1] menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya Kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata."

4. Mubah yaitu cinta tabiat, seperti mencintai anak-anak, keluarga, jiwa, harta, makan, tidur, dan perkara-perkara lain yang dibolehkan syariat. Allah berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖوَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[2] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Namun seharusnya kecintaan pada perkara ini hanya sebatas kecintaan tabiat yang manusiawi. Apabila perkara-perkara tersebut menyibukkan, atau memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah dan menjadikannya meninggalkan beberapa perkara yang diwajibkan, maka kecintaan seperti ini termasuk kecintan maksiat. Terlebih lagi apabila kecintaan ini sampai melampaui batas dalam kehidupannya dan hatinya dan dia mencintainya seperti mencintai Allah atau bahkan lebih, maka kecintaan ini menjadi kecintaan syirik (kesyirikan).[3] Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَ مَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ فَأُولٰئِكَ هُمُ الْخاسِرُونَ
"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi." [Al-Munaafiqun: 9]
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” [An Nur: 37]

makna cinta sejati dan pembagian cinta Pembagian Cinta Kepada Wanita

Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa cinta terhadap wanita ada tiga jenis: Yang pertama, Cinta sebagai amalan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) dan ketaatan. Cinta ini seperti cinta seorang pria kepada istri dan budak wanitanya (jariyah). Ini adalah cinta yang bermanfaat, karena lebih kuat mengajak kepada tujuan disyariatkannya nikah oleh Allah, lebih menahan pandangan dan hati dari melihat-lihat kepada yang bukan istrinya. Oleh sebab itu pemilik cinta ini dipuji di sisi Allah dan manusia.

Yang kedua. Adalah cinta yang menjadi kemurkaan Allah dan jauh dari rahmat-Nya. Inilah cinta yang lebih berbahaya bagi seorang manusia terhadap dunia dan agamanya, yaitu cinta kepada murdan (laki-laki berparas wanita, baik masih anak-anak atau remaja putra yang belum tumbuh janggut dan kumisnya). Tidaklah diuji dengan keadaan ini kecuali orang-orang yang memang jatuh derajatnya disisi Allah. Orang seperti ini diusir dari pintu-Nya, bahkan hatinya dijauhkan dari-Nya. Ini adalah tabir paling tebal antara seseorang dan Allah.

Sebagaiman kata sebagian salaf (pendahuluan yang shaleh), "Apabila seorang hamba sudah jatuh nilainya dalam pandangan Allah, niscaya Allah menimpakan bala kepadanya berupa perasaan cinta terhadap murdan."

Cinta seperti inilah yang membawa umat nabi Luth kepada apa yang mereka rasakan. Tidaklah mereka mengalaminya kecuali dari arah 'isyq ini. Allah berfirman:

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ
"Demi umurmu (Muhammad) Sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)"[al-Hijr: 72]

Kata 'isyq sendiri artinya ifrath fil mahabbah (berlebihan dalam mencintai), yakni berkuasanya ma'syuq (yang dicintai) atas hati 'asyiq (yang mencintai) hingga ma'syuq tidak pernah hilang sekejap pun dalam khayal dan pikirannya. Awalnya mudah dan manis. Di tengah, dia adalah kegelisahan dan kesibukan hati (memikirkan si dia) dan racun. Adapun akhir dari 'isyq ini adalah celaan dan pembunuhan apabila pelakunya tidak mendapatkan pertolongan atau perhatian dari Allah.

Obat penyakit ini adalah istighatsah kepada Yang membolak-balikkan hati, jujur mencari perlindungan kepada-Nya, menyibukkan diri dengan zikir kepada-Nya, mengganti cinta itu dengan cinta kepada-Nya, dan dekat kepada-Nya, memikirkan kesengsaraan yang ditimbulkan oleh rasa 'isyq ini, kelezatan yang hilang karenanya, sehingga mengakibatkan kehilangan cinta yang lebih besar, mendapat sebesar-besar sesuatu yang tidak disukai.

Jika jiwa seseorang melangkah kepada perasaan tersebut, bahkan mengutamakannya hendaklah dia bertakbir untuk jiwanya empat kali sebagaimana takbir shalat jenazah, karena hatinya telah mulai mati, atau telah mati. Hendaknya dia mengetahui bahwa petaka sedang mengepungnya.

Menjaga keutuhan cinta suami istri

Menjaga keutuhan cinta suami istri 

A. Cinta Suami Isteri sebagai Pesona yang indah

Allah SWT berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita. Qs.3:14

Perkataan زُيِّنَ dalam bentuk majhul (pasif) yang berarti dihiasi atau dijadikan indah. حُبُّ الشَّهَوَاتِ terdiri atas dua kata حُب berarti cinta (hobi), dan الشَّهَوَاتِ berarti syahwat, kesenangan, kegemaran, keinginan. Manusia dihiasi cinta syahwat. Siapakah yang menjadikan cinta itu indah? Apakah penciptaan manusia, dilengkapi dengan tabi’at berpandangan indah pada sesuatu yang menyenangkan? Ataukah setan yang menggoda dan mengelabui manusia sehingga selalu menganggap indah dan baik pada yang disenangi? Faktanya; orang yang menyenangi sesuatu, biasanya memandang baik, indah, dan tidak menganggap adanya kekurangan, atau membahayakan. Sebagai contoh orang yang senang merokok, walau sudah tahu bahaya dan hukumnya, karena sudah hobi, biasanya sulit meninggalkannya.

Bila perlu, mereka akan mencari alasan untuk dijadikan dalil yang membolehkannya. Demikian pula bila seseorang mencintai lawan jenisnya, tidak pernah mau menghiraukan kelemahan yang dicintai. Penya’ir bijak mengatakan:

وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَة وَلَكِن عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا
Mata orang yang senang tidak melihat aib yang disenanginya, tapi mata yang benci selalu memperhatikan kejelekannya.[1]

Dalam ungkapan ini tersirat, bahwa untuk menjaga keutuhan cinta, jangan mudah untuk mengingat kejelekannya, tapi ingatlah kebaikan dan kelebihannya.

مِنَ النِّسَاءِ
yaitu: wanita-wanita, Syahwat pertama yang sering dipandang indah oleh manusia, beradasar ayat ini, ialah birahi terhadap lawan jenis. Jika pada ayat ini disebut wanita, bagi laki-laki, maka tidak perlu disebut lagi, wanita terhadap pria. Cinta terhadap lawan jenis, merupakan pesona hidup, yang sekaligus juga jadi ujian. Syahwat semacam ini tidaklah perlu dimatikan, tapi hendaklah dipenuhi sesuai aturan.

B. Cara menjaga Keutuhan Cinta Suami Isteri

Bila telah disadari, bahwa cinta itu sangat mempesona, betapa indahnya bila suami isteri dapat menjaga keutuhannya sepanjang hayat. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit jantung diakibatkan oleh terlalu sering bertemu dengan yang dibenci. Banyak pula orang yang mudah sembuh dari berbagai penyakit, karena disekati dan selalu berdampingan dengan orang yang sangat dicintai. Dengan demikian akan terjaga kesehatan jasmani atau pun ruhani, bila suami isteri tetap saling mencintai. Inilah pentingnya menjaga keutuhan cinta suami isteri. Persoalannya adalah: langkah apa yang yang mesti ditempuh, agar rasa cinta itu tetap terpelihara? Berikut percikan beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengannya:

1. Memenuhi Hubb Al-syahwat scara halal

Rasul SAW bersabda:

إِذَا أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ فَوَقَعَتْ فِي قَلْبِهِ فَلْيَعْمِدْ إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ.
“Jika salah seorang di antaramu bertemu dengan seorang wanita yang mempesona sehingga hatinya tertarik, maka hendaklah segera mamalingkan perhatiannya kepada istrinya dan bergaulah denganhya, karena dengan menggauli istri bisa menyalurkan dan memenuhi dorongan syahwat yang ada pada dirinya. Hr. Muslim[2] . Dalam riwayat lain,
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى امْرَأَةً فَأَتَى امْرَأَتَهُ زَيْنَبَ وَهِيَ تَمْعَسُ مَنِيئَةً لَهَا فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
Dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasul SAW pernah melihat seorang wanita, kemudian beliau langsung menemui istrinya yang bernama Zainab,[3] yang pada saat itu sedang menyamak kulit. Kemudian beliau segera memenuhi kebutuhannya. Tidak lama kemudian Rasul menemui shahabatnya dan bersabda: Sungguh perempuan itu menghadap maupun membelakang bagaikan setan (selalu menggoda). Jika salah seorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, segeralah datangi istrinya. Dengan demikian ia akan bisa memenuhi kebutuhan nafsunya. Hr. Muslim dan al-Turmudzi. [4]

Berdasar hadits ini, jika seorang suami tertarik oleh lawan jenis, segeralah penuhi kebutuhan syahwat dengan isteri sendiri, secara halal. Demikian pula sebaliknya. Dengan memenuhi syahwat suami isteri, akan menjaga keutuhan cinta, dan terhindar dari ketertarikan oleh yang lain. Bahkan pada hadits tersebut tersirat bahwa bergaul suami istri berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologis, sekali gus juga menentarmkan hati yang gelisah.

2. Memelihara Mawaddah dan rahmah Firman Allah SWT:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ”
Di antara bukti ayat-ayat Allah, Ia ciptakan untukmu jodoh dari jenismu agar mencapai sakinah ketentraman. Ia jadikan di antaramu mawaddah dan rahmah. Sungguh dalam hal ini merupakan bukti ayat bagi orang yang berfikir” (Qs.30:21)

Menurut ayat ini terdapat dua cinta yang dicapai dengan pernikahan; cinta mawaddah dan cinta rahmah. Mawaddah adalah cinta yang terwujud dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis sebagai fitrah insani. Sedangkan Rahmah ialah cinta yang dilandasi oleh dorongan fitrah Ilahi yang al-Rahman dan al-Rahim.[5] Hanya dengan nikah kedua cinta tersebut akan terpelihara sempurna. Melalui pernikahan kedua cinta tersebut akan terwujud dan terpelihara oleh suami istri. Seseorang mungkin saja bisa mencintai pacarnya sebelum menikah, tapi tidak akan meraih cinta rahmah. Seseorang juga bisa saja menyayangi saudaranya karena pertalian nasab, tapi tidak bisa meraih mawaddah. Hanya suami istri yang dapat meraih kedua cinta sekaligus.

3. Menjaga kesucian Farji dan menahan pandangan

Rasul SAW bersabda:

يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَآءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّومِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَآءٌ
“Hai para pemuda barangsiapa di antaramu mempunyai kemampuan, hendaklah segera menikah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kesucian farji“. (Hr. al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, al-Nasa`iy.[6]

Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi nikah adalah menjaga kesucian farji dan menahan pandangan. Dengan demikian untuk menjaga keutuhan cinta, hendaknya pernikahan itu berfungsi menjaga kesucian farji dan menahan pandangan. Firman Allah SWT

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(*)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(*
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Qs.23:5-6).

Berdasar ayat ini, menyalurkan kebutuhan biologis kepada istri adalah terpuji dan tidak tercela. Jangan sekali-kali memenuhi kebutuhan biologis, kalau bukan bersama suami-isteri. Jika ketentuan tersebut dilanggar, maka akan merusak keutuhan cinta berdua.

4. Menyatukan pandangan

Penyatuan pandangan yang diwujudkan dalam hubungan biologis suami istri bukan hanya yang bersifat badani, tapi juga bersifat ruhani. Dalam peraktek hubungan biologis, sang istri merasa dirinya bersatu dengan suaminya. Sang suami pun bersatu dengan istrinya. Dengan penyatuan ini diharapkan juga bukan hanya berfungsi dalam manyatukan keinginan syahwat, tapi juga dalam pandangan dan pendirian. Dalam kehidupan suami istri pun diharapkan adanya rasa kebersamaan yang erat. Diri istri beranggapan sebagai diri suami, dan diri suami pun sebagai diri istri. Tepatlah apa yang difirmankan Allah SWT:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi istrimu” (Qs.2:187).

Suami istri dalam ayat ini diumpamakan sebagai pakaian. Betapa erat keterkaitan mereka. Mereka saling melengkapi, saling menutupi, saling membutuhkan, tapi juga saling melindungi, sebagaimana fungsi pakaian bagi seseorang. Pakaian juga berfungsi sebagai gambaran iedentitas dan keindahan. Demikian pula antar suami dan istri. Keterikatan semacam ini diharapkan membekas pada penyatuan pandangan dalam menegakkan al-Haq dan mewujudkan generasi yang shalih.

5. Memelihara Kesalihan Turunan

Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ ءَاتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ.
“Dialah Allah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya, Dia menciptakan istrinya, agar merasa senang kepadanya. Maka setelah suami mencampuri istrinya, istrinya itu mengandung dengan kandungan yang ringan beberapa waktu masih ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, suami istri berdo’a kepada Allah Tuhannya, seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur” (Qs. 7 -Al-A’raf: 189).

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang mu’min, dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak hanya untuk bersenang-senang, tapi juga mengharapkan anak yang shalih sebagai penerusnya yang akan bersyukur kepada Allah SWT bersama-sama. Berketurunan yang banyak dan berkualitas adalah termasuk manipestasi dari meneruskan perjuangan Rasul SAW. Dikatakan mengharapkan, karena menurut syari’ah, mempunyai keturunan itu bukan kewajiban, tapi saah satu fungsi dan hikmah berkeluarga. Jika berketurunan, hendaklah bersykur, karena telah mendapat ni’mat nasab. Jika tidak berketurunan, juga bersyukur, karena tidak banyak tangung jawab yang mesti dipikul.

6. Menjalin kerjasama

Syari’ah mengajarkan bahwa kepuasan dalam hubungan biologis tidak hanya untuk sepihak, tapi untuk kedua belah pihak suami-istri. Usaha yang demikian itu tentu saja harus dilakukan dengan kerjasama yang baik. Dalam ayat di atas (Qs.2:187) telah digambarkan bahwa istri adalah pakaian bagi suami dan suami pakaian bagi istri. Bagaimana mungkin dalam berpakaian dengan saling mamakai itu bisa harmonis tanpa kerjasama yang baik. Dengan demikian hubungan biologis pun berfungsi melatih kerjasama suami istri.

7. Penuhi Syahat didasari Ibadah

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa hubungan biologis yang berdasar Islam, tidak hanya mendatangkan kebahagiaan, tapi juga memperoleh pahala, karena termasuk ibadah. Abu Dzar r.a meriwayatkan bahwa sekelompok sahabat menghadap Rasul SAW mengata kan: Ya Rasul Allah! Betapa bahagia orang-orang kaya; kami shalat mereka shalat, kami shaum mereka shaum. Namun mereka melebihi kami, karena bisa bersedekah dengan kelebihan hartanya.

Rasulullah SAW mendengar keluhan mereka menandaskan: Bukankah Allah telah memberikan kesempatan bagi kalian untuk bersedekah (tanpa harta) yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya tasbih adalah sedekah, tiap takbir juga sedekah, tiap membaca laa ilaha illah juga sedekah, tiap tahmid juga sedekah, amar ma’ruf dan nahy munkar pun sedekah, bahkan hubungan kelamin (dengan istrimu) termasuk sedekah. Para shahabat itu bertanya lagi: Wahai Rasul apakah jika salah seorang kami memenuhi kebutuhan syahwatnya dengan bersenang-senang bersama istri juga mendapat pahala? Rasul menandaskan:

أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ
“Bagaimana pandanganmu, andai ia salurkan syahwat itu kepada yang haram, bukankah berdosa?
فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
.Maka tentu saja kalau begitu, jika ia salurkan syahwatnya kepada yang halal akan mendapat pahala”. Hadits Riwayat Muslim,[7]

8. Tidak melebihi cinta pada Allah dan rasul-Nya

Rasul SAW bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Seseorang, belum sempurna imannya, sehingga dia mencintaiku melebihi cintanya kepada orang tua, anak dan pada manusia yang lainnya secara kesuluruhan. Hr. al-Bukhari dari Anas.[8]

Berdasar hadits ini, boleh mencintai apa dan siapa pun, tapi jangan melebihi cinta pada Allah dan rasul-Nya.

Cinta dalam Islam

Cinta dalam Islam

Islam datang, kemudian membuatkan syariat, menggariskan akidah, pemikiran, konsepsi, dan akhlak.Islam mengatur semua itu dan mengarahkannya kepada Dzat Yang Maha Tunggal.

Suatu ketika, Rasululluh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri di atas mimbar dan berkhotbah kepada para shahabat, namun tiba-tiba salah seorang Arab Badui menyela pembicaraan beliau.Beliau pun menoleh kepadanya dan bertanya : "Ada apa denganmu ?" Ia balik bertanya : "Kapan terjadinya kiamat ?" Beliau pun diam, kemudian melanjutkan khotbahnya.Setelah selesai, beliau bertanya kepada orang itu : "Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi kiamat ?"

Ia menjawab : "Ya Rasululluh, demi Allah, aku belum menyiapkan diri untuk menghadapinya dengan banyak mengerjakan shalat, puasa, atau sedekah.Hanya saja, aku mencintai Allah dan RasulNya ". Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian bersabda : "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai ". ( HR. Bukhari (3688, 7153) dan Muslim (2639) dari shahabat Anas bin Malik r.a ).

Hasan Al-Bashri mengomentari hadist di atas berkata : "Janganlah kalian sampai tertipu oleh cinta begitu saja.Demi Allah, yang tiada sesembahan yang berhak diibadahi selain Dia, kaum Nabi 'Isa putra Maryam juga sangat mencintai beliau sampai akhirnya menuhankan beliau.Dengan demikian, kecintaan yang mereka berikan itu menyebabkan mereka masuk neraka.

Imam Ghozali dalam kitab Al-Ihya' membawakan riwayat bahwa Ibnu Umar r.a pernah berkata : "Demi Allah, seandainya aku infakkan seluruh hartaku di jalan Allah, lalu aku berpuasa di siang hari tanpa pernah berbuka, dan selalu shalat malam tanpa pernah tidur, kemudian aku bertemu dengan Allah, namun aku tidak mencintai para pelaku ketaatan dan tidak membenci para pelaku kemaksiatan, maka aku khawatir jika Allah kelak akan menelungkupkan wajahku di dalam neraka ".

Bertolak dari sinilah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadikan cinta sebagai akidah.

Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mencintai Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menolak karena Allah, maka telah sempurnalah imannya ". ( HR. Abu Dawud (4681) dari Abu Umamah r.a ).

Cinta itu terbagi menjadi dua macam, yakni cinta yang bersifat fithri jibili ( sudah fitrahnya manusia diciptakan dengan sifat itu ) dan cinta yang bersifat sababi kasbi ( hasil upaya manusia ).

Cinta yang bersifat fithri jibili, seorang hamba tidaklah dicela karenanya.Sebab, Allah memang telah menciptakannya di atas fithrah seperti itu, seperti kecintaan seseorang kepada makanan, kecintaan kepada air, kecintaan kepada anak, isteri dan teman-teman.

Adapun cinta yang bersifat sababi kasbi adalah cinta irodi ( kehendak dan pilihan manusianya sendiri ), dimana Allah akan menghisab manusia atas cinta ini jika sampai memalingkannya untuk selain mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya : " Bagaimana Allah berfirman : " Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan ( musuh ), maka berteguhlah hatilah kamu dan sebutlah ( nama ) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung " ( QS. Al-Anfal (8) : 45 ).

Bagaimana Allah mengingatkan mereka agar menyebut namaNya pada saat-saat genting seperti itu.Bukankah di sana ada waktu selain waktu pertempuran dengan musuh, waktu perang dan waktu bertemunya pedang ?"

Beliau menjawab : "Sesungguhnya orang-orang yang dicintai itu menjadi terhormat disebabkan karena menyebut pihak yang mereka cintai pada saat-saat genting.

Tidakkah kalian pernah dengar syair yang dibawakan oleh 'Antaroh ketika ia berkata tentang kekasihnya :

Aku sebut namamu ketika anak panah menusukku Sementara itu darah pun mengucur dari tubuhku

Aku ingin mengecup pedang itu

Karena ia berkilau seperti keberserian senyum bibirmu

Orang-orang jahiliyah dahulu saling memberikan pujian, bahwa mereka menyebut kekasih mereka pada waktu berkecamuknya perang.Lalu Allah hendak mengubah keyakinan yang berbau dosa itu dengan menyebut nama-Nya pada saat - saat genting.Oleh karena itu, termasuk dzikir yang paling utama adalah menyebut nama Allah pada saat bertempur melawan musuh-Nya.

Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Marilah kita untuk senantiasa Mengajak Dan Menebar Kebaikan kepada sesama.

Kami beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala melimpahkan shalawat,salam dan keberkahan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, keluarga dan para shahabatnya, serta seluruh pengikut beliau.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaa hailla anta astaghfiruka wa atubu ilaika..

Cinta Yang Bermanfaat Dan Cinta Yang Merugikan

Cinta Yang Bermanfaat Dan Cinta Yang Merugikan

Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan:

فَالْمَحَبَّةُ النَّافِعَةُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ : مَحَبَّةُ اللهِ وَمَحَبَّةٌ فِي اللهِ وَمَحَبَّةُ مَا يُعِيْنُ عَلَى طَاعَةِ اللهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابِ مَعْصِيَتِهِ وَالْمَحَبَّةُ الضَّارَّةُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ : الْمَحَبَّةُ مَعَ اللهِ وَمَحَبَّةُ مَا يُبْغِضُهُ اللهُ تَعَالَى وَمَحَبَّةُ مَا تَقْطَعُ مَحَبَّتَهُ عَنْ مَحَبَّةِ اللهِ تَعَالَى

1. Cinta kepada Allah.

2. Cinta karena Allah.

3. Cinta yang menolong seseorang untuk taat kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan kemaksiatan terhadapNya. Cinta yang merugikan (menimbulkan bahaya), ada 3 macam:

1. Cinta (kepada suatu pihak) bersama dengan cinta-Nya kepada Allah. (Kecintaan yang setara antara pihak yang dicintai dengan cintanya kepada Allah, sehingga menjadikannya sebagai tandingan, -pent).

2. Cinta sesuatu yang dibenci oleh Allah Ta’ala.

3. Cinta yang membuatnya terputus dari cinta kepada Allah. (Ighotsatul Lahfaan karya Ibnul Qoyyim (2/140)).

Obat Isyq

Obat Isyq

Obat itu adalah menikah dengan cinta yang halal….

Sebagaimana kaidah yang dibawakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

النفس لا تترك شيئا ألا بشيئ
“jiwa tidak akan bisa meninggalkan sesuatu kecuali jika ada sesuatu [yang menggantikannya]”

Si dia yang menolak engkau akan tergantikan dengan yang baru, di dia yang sebelumnya tidak halal maka tergantikan dengan yang halal…

Jika tidak bisa menikah maka berikut 15 cara untuk mengobati penyakit cinta (al-‘isyq):

Hakikatnya, sebagian mereka yang terkena penyakit ini sudah tahu dan sadar penuh bahwa mereka terkena suatu penyakit yang berbahaya. Akan tetapi mereka malah ingin terus bergelimang didalamnya. Merasakan manis rasa perihnya rindu kepada pujaan hati. peringatan tentang al-‘isyq dikepala mereka bagai mengukir air dalam memori, sekejab dalam kedipan mata langsung hilang. mereka tidak peduli, yang terpenting hati mereka tetap dijerat oleh surga kepalsuan.

Oleh karena itu, kami ingin berpanjang lebar mengenai hal ini. Langkah ini harus ditapaki oleh peminum khamr asmara agar mereka siuman dan tersadar.

1.Ikhlas kepada Allah. Hanya keikhlasan yang membuahkan pertolongan.

2.Berdoa karena doa bisa merubah takdir. Merendahkan diri kepada Allah, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit

3.Menahan pandangan Jika bisa, menahan pandangan semua yang berhubungan dengan pujaan hati. Rumahnya, kendaraan, barang pemberian dan lain-lain

4.Banyak berpikir dan berdzikir Berpikir dan merenungi bahwa ini adalah penyakit. Berdzikir agar menguatkan hati dan menenangkan jiwa

Allah berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” [Ar-Ra’du:28]

5. Menjauh dari orang yang dicintainya.

bersabarlah menanggung beban perpisahan beberapa waktu walaupun sulit pada awalnya. Jauhilah handphone yang mengarah kepadanya, hapus memori telpon dari nomornya. Ganti nomor anda. Jauhilah orang-orang [comblang] yang mendukung cinta buah khuldi yang palsu.

6.Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat

Kita sudah tahu sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Bayang-bayang itu akan memudar kemudian pecah bersama kesibukan ketaatan yang berujung dengan melupakannya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” [Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah].

7.Menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.

Kelezatan dunia yang semu bisa remuk redam dengan meningat kematian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian” (HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)

8.Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.

Majelis ilmu adalah tempat me-recharge iman setelah baterainya habis termakan oleh buaian berbuah tak nyata. Kumpulan orang-orang yang sholih adalah tempat istirahatnya hati dari kesibukan menangkal fitnah dan makar dunia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. [HR. Muslim nomor 6793]

9.Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.

Jika sholat kita memang benar, maka akn mencegah semuanya, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” [Al-Ankabut: 45]

10.Membayangkan aib pujaan hati, melihat-lihat keburukannya.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita. “.

11.Membayangkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, bisa jadi ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa sebab atau ditinggal karena sudah jemu dan bosan.

Karena semua yang ada di dunia akan musnah, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 26]

12.Merenungi akibat perbuatannya dan keadaan buruk para peminum khamr asmara

Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang akan hina dunia dan akhirat karena cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahissalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita

13.Bersabar, karena perjuangan melepas belenggu al-’isyq sangat menuntut kesabaran.

Jika bersabar dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan pahala yang tak terkira, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

14.Yakin bahwa Allah akan memberi ganti lebih baik

Salah satu kekhawatiran adalah apakah ia bisa dapat yang seperti ini kelak. benih cinta ini yang sulit semai. Tebing asmara ini yang sudah susah payah didaki. Lika-liku kasih yang berat dilewati. Istana sayang yang dibangun bersama. Apaka itu semua akan ditinggal dan roboh begitu saja?. Jawabannya adalah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Istana itu dibangun diatas pondasi kemaksiatan kepada Allah. Tampak megah dan tegar tapi hakikatnya lemah tak bertumpu bagai tiang penyangga yang bersandar kepada temboknya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Cinta sebagai pangkal setiap agama

Cinta sebagai pangkal setiap agama

Salah satu tanda akhir zaman adalah adanya orang yang banyak beribadat tapi jahil, dan ulama (ahli agama) tapi fasik (justru menyalahi ajaran agama). HR Ibn Ady Kita tak pernah tahu pasti apakah Hari Kiamat benar-benar sudah dekat. Namun, yang nyata, belakangan ini kita seperti dipaksa mengevaluasi apakah banyak beribadat punya korelasi dengan keluasan wawasan dan keterbukaan pikiran.

Malah, seperti didemonstrasikan di depan mata kita, kegairahan beribadat tak jarang berjalan beriringan dengan pikiran cupet, fanatik, mau menang sendiri, dan menyalah-nyalahkan pandangan orang berbeda pendapat. “Hanya pandangan sayalah pemahaman yang benar.” Yang lain salah, bidah, sesat, kafir, dsb. Di sisi lain, seperti dinubuat- kan sabda Nabi Muhammad SAW di awal tulisan ini, kita dipaksa menelan kenyataan bahwa keulamaan tak selalu berjalan beriring dengan moralitas luhur. Malah, masyarakat dibuat skeptis terkait moral para ulamanya. Entah dalam hal hidup bermewah-mewah dengan menjual keulamaannya kepada publik atau kekuasaan, entah menjual diri demi meraih kekuasaan atau jabatan, tak terkecuali juga popularitas. Ini dilakukan untuk menyenangkan massa dengan materi dan gaya berdakwah yang banal, atau dengan membenar-benarkan posisi politik penguasa yang telah menyuguhinya berbagai fasilitas, sambil menyesat-nyesatkan musuh si penguasa.

Di sisi lain, perselingkuhan ulama dengan penguasa ini malah kian dikukuhkan dengan miopisme para penguasa yang mengira bahwa memanipulasi komunitas agama menguntungkan bagi perluasan basis konstituennya. Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa para politisi “kuper” ini sering salah paham, mengira bahwa kerasnya suara kelompok seperti ini, dan “kegagahperkasaan” mereka, mewakili jumlah yang banyak. Kenyataannya, kelompok “keras” dan politisi model begini tak pernah benar-benar memenangi hati masyarakat luas. Ini terbukti dari kegagalan beruntun kelompokmodel begini, di tingkat pusat ataupun daerah, dan para politisi oportunis dukungan mereka dalam pemilihan di pusat/daerah.

Duduk bersama jemaah

Kiranya ini jugalah latar kenapa Nabi secara demonstratif memilih duduk di masjid bersama jemaah yang mendiskusikan ilmu ketimbang semata-mata memperbanyak ibadat. Bukan berarti beribadat tak penting, tapi bahwa membanyak-banyakkan ibadat tanpa disertai wawasan cukup dan pikiran terbuka justru bisa melipatgandakan kerusakan akibat semangat kesalehan yang sering tak terkendali. Di sisi lain, umat harus lebih berhati-hati memilih ulama panutannya dalam belajar agama, jangan tertipu oleh kepiawaian berpidato dan materi dakwah yang sekadar menghibur atau memanas-manasi demi memuasi nafsu angkara orang banyak.

Saya melihat bahwa di sini berperan kekeliruan-setidaknya ketaklengkapan-wawasan para pemeluk agama tentang agama itu sendiri. Yakni, dengan membatasi agama “hanya” dalam hal syariat-dalam makna aspek hukum yang semata-mata verbal dan fisik-dan keimanan yang melulu rasional (yakni rasional lebih dalam batas-batasnya yang kalkulatif dan instrumental belaka).

Ada hal yang justru paling esensial dari agama yang dilupakan: sumber spiritualitas dan moralitas. Agama sebagai persoalan hati. Mari kita bahas kedua aspek puncak agama ini. Dalam Islam, pemahaman tentang agama ditopang Rukun (pilar) Islam dan Rukun Iman diambil dari hadis amat populer dan disepakati kesahihannya. Hadis panjang, yang biasa dijuluki Hadis Jibril itu berbunyi demikian. “Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan dan tak ada seorang pun di antara kami yang menge- nalnya. Ia segera duduk di hadap- an Nabi. Lututnya ditempelkan kepada lutut Nabi. Ia meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian berkata, ‘Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam’.”

Rasulullah SAW menjawab, “Islam adalah engkau bersaksi tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan; dan engkau menunaikan haji ke Baitullah jika kau mampu melakukannya.” Lelaki itu berkata, “Engkau benar. Maka, kami heran, ia yang bertanya, ia pula yang membenarkannya.”

Kemudian ia bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Nabi menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” Dia bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang ihsan.” Nabi SAW menjawab, “Hendaklah engkau beribadat kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu” (Hadis yang direkam Imam Muslim). Pendefinisi agama

Tampak dalam hadis di atas bahwa Malaikat Jibril-yakni “laki-laki” yang menanyai Nabi itu, yang oleh Nabi sendiri dikatakan “mengajar kalian tentang agama kalian”-tidak merasa cukup dengan mendapatkan “hanya” Rukun Islam dan Rukun Iman sebagai pendefinisi agama. Sayangnya, pendefinisi lain Islam, yang menurut saya justru paling puncak, yakni Ihsan, banyak dilupakan kaum Muslim sendiri. Setidaknya tak cukup mendapat perhatian dibandingkan dengan kedua pendefinisi lain. Padahal, seperti difirmankan Tuhan sendiri, “(Dia) menciptakan mati dan hidup dengan tujuan menguji siapa di antara kalian yang paling indah/sempurna (ihsan) amal-amalnya.” Ya, padahal justru dalam Rukun Ihsan itulah termuat aspek utama semua agama sebagai spiritualitas dan moralitas.

Seperti akan kita lihat, pada inti spiritualitas itulah terletak unsur cinta yang merupakan raison d’etre agama. Bahwa tanpa spiritualitas yang mendalam serta moralitas yang luhur, agama justru bisa jadi sumber bala bencana, sumber datangnya kiamat kemanusiaan. Tanpa cinta, agama bisa jadi sumber sikap radikal dan agresif. Sebagaimana kita lihat dalam beberapa tahun belakangan ini, agama telah disalahpahami dan disalahpraktikkan sehingga jadi pemicu kekerasan dan peperangan.

Memang ihsan -yakni melakukan amal yang paling indah, paling sempurna, berdasar hubungan (yang penuh keintiman) dengan Tuhan Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang, dan penuh solidaritas kepada sesama makhluk-Nya- adalah inti atau puncak agama. Al Quran sendiri menegaskan bahwa seseorang bisa saja berislam tanpa keimanan (49:14) dan beriman tanpa akhlak yang luhur. Mengenai yang disebut terakhir ini, Nabi Muhammad dicatat pernah bersabda secara kategoris, “Pangkal agama adalah pengenalan hakiki (makrifat) akan Tuhan”, sedangkan “makrifat itu adalah akhlak yang baik”, sementara “akhlak yang baik itu adalah silaturahim: memasukkan rasa bahagia ke dalam hati sesama.”

Dalam Hadis Jibril itu dikatakan bahwa ihsan adalah “beriba- dat kepada Allah dalam keadaan kamu melihat Allah” (dalam teks disebut “seolah-olah”, karena Tuhan tak bisa dilihat dengan mata kepala). Dalam penelitian lebih jauh ke dalam kosakata Al Quran, sesungguhnya kata ibadat, yakni ibadat dalam tingkatannya yang tertinggi, selalu bermakna hubungan antara makhluk dan Tuhan yang berdasarkan cinta. Di sisi lain, tambahan penjelasan bahwa ibadat seharusnya dilakukan dalam kehadiran Allah kiranya mengindikasikan Allah sudah tak lagi semata-mata berjarak, tetapi telah jadi intim dengan pelaku. Dan pengikat keintiman itu tentu tak lain adalah cinta. “Orang-orang beriman amatlah mendalam kecintaannya pada Allah” (Al Quran 2:194). Sedemikian sehingga Nabi sendiri menyatakan bahwa “cinta adalah asasku”.

Kiranya hanya dengan ihsan yang berbasis cinta seperti inilah ibadat dapat benar-benar jadi sumber spiritualitas yang memancurkan berkah melimpah bagi sesama, sementara keulamaan jadi sumber barometer moralitas luhur dan reformasi kemasyarakatan. Dengan demikian, agama kembali kepada perannya sebagai oase spiritualitas dan moralitas di tengah kemanusiaan yang berada dalam ancaman belakangan ini dan bukannya justru menuang bensin kepada kobaran api kekacauan kemanusiaan itu. Sudah waktunya Rukun Islam dan Rukun Iman dikembalikan kepada puncaknya: Rukun Ihsan, pilar cinta agama.

Pengaruh Cinta dan Benci dalam Kehidupan

Pengaruh Cinta dan Benci dalam Kehidupan

Pengaruh Cinta dan Benci dalam Kehidupan

Berita Dunia – Masalah benci dan cinta dalam kehidupan adalah salah satu pembahasan yang banyak ditekankan dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Cinta karena Allah dan benci karena Allah merupakan salah satu dari adab penting dalam gaya hidup seorang muslim, yang dampaknya terhadap kehidupan tidak dapat dipungkiri. Memang, kita hidup di dunia di mana setiap orang terlibat dengan masalah ini, yaitu cinta dan benci dalam kehidupan kita. Kita akan menyambut sesuatu yang kita sukai, atau merasa ingin menjauhi sesuatu yang kita benci. Jika seseorang berada di luar kedua kondisi ini, yaitu di dunia yang tidak lepas dari keburukan dan kebaikan, maka dapat dipastikan dia tidak akan menemukan dunia itu, ataupun dia sedang terganggu mentalnya. Dan tentunya dia harus segera melakukan sesuatu untuk memperbaiki dirinya.

Pentingnya cinta dan benci di dalam Al-Qur’an

Jika kita akrab dengan ayat-ayat Al-Qur’an, kita bisa mengetahui kedudukan yang indah dan pentingnya pembahasan ini dalam firman-Nya. Misalnya, ayat yang mengajak manusia untuk berteman dan mencintai para kekasih Allah, seperti firman-Nya dalam surat As-Shuro, ayat 23:

قُلْ لاَ أَسْئَلُکُمْ عَلَیْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِی الْقُرْبى
Artinya: “Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap kerabat dekatku (Ahl-bait).“

Ayat yang indah ini memberikan kesaksian akan kedudukan tinggi dan berharga atas cinta. Ketika Nabi Muhammad SAW bersabar menghadapi semua kepahitan dan kesulitan dalam menjalankan agama, pada akhirnya Allah menyuruhnya untuk mengatakan: Aku tidak meminta apa-apa dari kalian kecuali kecintaan kalian; maka nilai dan kedudukan tinggi dari akhlak yang indah yang menjadi tolok ukur dalam kehidupan Islam ini menjadi jelas.

Selain itu, dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasr, ayat 10 Allah SWT berfirman:

والَّذِینَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ یَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِینَ سَبَقُونَا بِالْإِیمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِی قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِینَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّکَ رَؤُوفٌ رَّحِیمٌ
Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.

Betapa indahnya ayat ini yang telah menjelaskan tugas kita, sehingga dengan adanya ayat ini, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menyimpan kedengkian atau membenci saudara seiman dan seagama kita, berapa banyak masalah yang kita harus tanggung dikarenakan sudah tidak adanya rasa cinta pada diri Kita sendiri, terlebih Allah SWT dalam QS-Al-Hijr: 47 juga berfirman:

وَنَزَعْنَا مَا فِی صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِینَ
Artinya: “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”

Efek positif cinta dalam kehidupan

1) Memperkuat semangat untuk kebaikan Hubungan cinta dan persahabatan seperti sebuah kekuatan yang mendorong manusia dalam meraih kedudukan tinggi di mata Allah SWT, dan dapat meningkatkan semangat untuk mencapai tujuan. Sebenarnya, ada banyak hal yang menjadi penghalang manusia untuk menyelesaikan pekerjaannya yang disebabkan tidak adanya gairah dan cinta dalam dirinya. Berapa banyak orang yang karena memiliki kecintaan yang tulus bisa mengatasi kesulitannya dan tidak ada keraguan dalam dirinya dalam menjalani jalan Ilahi dan mencapai kebahagiaan.

2) Memperkuat hubungan

Satu lagi yang merupakan efek berharga dari cinta dalam kehidupan adalah bahwa cinta dapat memelihara dan memperkuat hubungan yang sehat dan religius antara keluarga dan masyarakat. Berapa banyak keluarga yang bisa menjalani kehidupan yang harmonis dan tenang disebabkan adanya unsur ini dalam kehidupan mereka. Banyak perceraian dan perang adalah karena tidak adanya kekuatan yang berharga ini.

Efek negatif dari cinta

Meskipun kecintaan kepada kebaikan dan orang baik sangat dianjurkan dalam ayat dan riwatat , namun jika cinta ini tidak berada dalam koridor yang benar dan normal maka akan bisa membinasakan manusia itu sendiri. Dalam hal ini Sayyidina Ali (ra) berkata: “Kebinasaan bagi dua orang yang mencintai dan membenci secara berlebihan, dan dua orang karena saya akan binasa, yang menganggapku teman secara berelebihan dan memusuhiku dengan menebarkan permusuhannya.”

Kebencian dalam kehidupan

Salah satu atribut agama Islam yang paling indah dan berharga adalah mengungkapkan kebencian kepada musuh demi menghindari keburukan. Sebenarnya, jika manusia tidak memiliki kebencian atas tindakan buruk, maka kebencian ini sendiri yang akan menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan kotor dan jahat. Karena tidak adanya kekuatan untuk menolak keburukan dalam hidup bisa membuat seseorang menjadi lemah dan rentan. Sebenarnya, kebencian dan penolakan sebagai salah satu kekuatan preventif dapat menjaga manusia dari berbuat dosa dan maksiat, oleh karena itu, salah satu dari hukum amar makrum nahi munkar adalah mengungkapkan kebencian dan penolakan atas kejahatan, seperti dalam firman-Nya:

یَا وَیْلَتَى لَیْتَنِی لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِیلًا
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).” (QS: Al-Furqon: 28)

Dan firman-Nya:

((بَراءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَ رَسُولِهِ إِلَى الَّذینَ عاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِکینَ ))
Artinya: “(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). (QS-At-Taubah: 1)

Bagi orang-orang berilmu dan yang memiliki pandangan luas, sudah jelas bagi mereka bahwa cinta dan kebencian adalah dua unsur berharga dan efektif dalam kehidupan seorang muslim. Satu-satunya hal yang harus menyertai kedua unsur berharga ini adalah untuk menjaga keberlangsungan dan kekokohannya di jalur penalaran yang benar atas agama. Jika cinta dan kebencian tidak melanggar batas akal dan agama, pasti akan sangat membantu dan konstruktif.

Cinta Sejati Hanya Milik Alloh Semata

Cinta Sejati Hanya Milik Alloh Semata

Cinta adalah fitrah yg suci , anugerah dari Allah Swt kepada makhluqnya .., fitrah manusia yang sebenarnya adalah saling mencintai , perasaan cinta seorang laki2 kepada seorang perempuan adalah bersumber dari fitrah yg telah di berikan Allah didalam jiwa manusia , mencintai adalah suatu proses untuk saling mengasihi , menyayangi , saling berbagi dan tidak sedikit dengan pengorbanan , cinta akan tumbuh karena dorongan fitrah dalam diri manusia kemudian proses menemukan saling ketergantungan dan membutuhkan.

” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ( Qs .Ar-Rum ayat 21)

Atas anugerah Cinta ini kita malah tidak bersyukur kepada Allah dengan menjadikan Nafsu Syahwat menguasai ketertarikan kepada lawan jenis bukan kasih sayang karena Cinta , Sementara hasrat mendorong manusia untuk bercumbu dalam melampiaskan hasrat terpendam , kadang harus kita akui bahwa terkadang aktifitas seksual dapat mendorong tumbuhnya rasa cinta ( Astaghfirullah ) , namun setelah melewati berbagai proses dan beberapa ujian tidak semua orang yang saling memiliki hasrat bisa menemukan kebahagiaan , karena kebahagiaan itu justru ada bersama cinta karena Allah .

salah satu firman Allah dalam Al Quran : ” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) .” ( QS. Ali Imran : 14 )

Subhanallah .. Terkadang tanpa kita minta , Allah berikan keperluan kita , karena Allah maha mengetahui apa2 yg terbaik buat hamba2nya jika hambanya bersyukur .. Karena itu beribadahlah kepada Allah dan bertaqwalah , Terlalu banyak nikmat2 Allah yg telah kita dustakan ..selalu mengeluh dengan segala apa yg sebenarnya wajib kita syukuri .., betapa indahnya saling mencintai karena Allah Swt .. karena Mencintai Karena dan dalam aturan Allah tidak akan pernah kecewa .

Cinta sejati hanya ada pada cinta Rasulullah terhadap ummatnya dan cinta orang tua pada anaknya . Cinta sejati tumbuh bukan karena dorongan hasrat , namun ia tumbuh karena kasih sayang yang tulus . Cinta orang tua menjadi sejati , karena cinta itu telah dimulai sejak sang anak berada dalam kandungan. Tak ada yang diberikan anak pada orang tuanya, selain kebahagiaan dan rasa bangga menjelang kelahirannya sebagai si buah hati yang mungil dan lucu .

Cinta antara Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam terhadap ummatnya dan orang tua pada anaknya tidak melalui proses memilih . Rasulullah tidak bisa memilih siapa saja yang menjadi ummatnya dan kitapun tidak bisa memilih siapa yang dipilih Allah menjadi Rasulullah . Orang tua tak bisa memilih siapa yang lahir dari rahimnya , anak pun demikian , dia tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa .. Siapapun yang lahir dari rahimnya , itulah anaknya

Cinta yang hakiki hanya ada pada Allah Swt .. Sang Maha Pencipta , MakhlukNya tidak pernah memberikan apa2 padaNya . Namun Allah Swt curahkan kasih dan sayangnya kepada makhlukNya dengan begitu banyak nikmat dan anugerah . Sedangkan kita hanya bisa selalu meminta, justru menggantungkan seluruh harapan kepadaNya . Tak ada yang bisa kita berikan , semua yang ada pada diri kita adalah millikNya . ” Kasih ” Nya tidak hanya tercurah pada makhluk-makhlukNya yang ta’at saja , seluruh makhluk ciptaanNYa tetap merasakan kasihNya . Namun “ Sayang ” Nya hanya diberikan pada mereka yang mencintaiNya atau mereka yang telah berusaha untuk mencintaiNya .

” Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). ( Qs. Al-Baqarah:165)

Hanya kepada ALLAH-Lah kita bertawakal,kepada Agama-NYAlah kita beriman,kepada Rasul-NYAlah kita mengikuti,kepada Firman_NYAlah kita mendengar dan kepada Seruan-NYAlah kita berkumpul ,maka bersyukurlah kia karena ALLAH selalu menyertai kita.

Cinta Terpuji dan Tercela

Cinta Terpuji dan Tercela

CINTA mengandung bermacam-macam perbedaan dalam kadar dan sifatnya. Namun, yang paling banyak disebut di dalamnya adalah mengenai hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang terkhusus bagi-Nya. Semua dianggap tidak baik kecuali bila diperuntukkan bagi Dia sendiri, begitu pula dengan inabah `kembali kepada Allah’.

Allah telah menyebutkan percintaan itu dengan sebutannya yang mutlak, seperti firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54).

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, ada pun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165).

Di antara berbagai macam cinta yang tercela ialah cinta lain di samping cinta kepada Allah, atau menyamakan cintanya kepada yang lain seperti cintanya kepada Allah.

Adapun cinta yang terpuji adalah cinta kepada Allah Yang Esa, mencintai apa yang dicintai dan disukai Allah. Cinta ini membawa kepada kebahagiaan. Seseorang tidak akan selamat dari siksa kecuali dengan cinta itu. Sedangkan cinta yang tercela adalah cinta yang disekutukan, yang membawa kepada kesengsaraan.

Seorang tidak akan abadi dalam siksa kecuali orang yang mempunyai cinta yang tercela. Orang yang mempunyai cinta tercela, yang juga mencintai Allah dan menyembah-Nya, maka tidak ada sebutan lain bagi mereka kecuali musyrik. Karena itu, mereka patut masuk neraka. Siapa yang memasukinya dengan dosa-dosa syirik tersebut, maka akan kekal kecuali dengan ampunan dari Allah.

Yang dibahas dalam al-Qur`an meliputi kecintaan, kewajiban, dan larangan mencintai selain Allah. Penerapan perumpamaan cinta yang salah adalah bila ditunjukan untuk dua macam, menyebut cerita-cerita dengan dua macam, pemerincian pekerjaan-pekerjaan ke dalam dua macam, penolong serta sesembahan yang disekutukan, pemberitahuan tindakan-tindakan dengan dua macam. Tentang keadaan dua macam tersebut siklusnya meliputi tiga tempat tinggal, yaitu tempat tinggal di dunia, tempat tinggal di barzah, dan tempat tinggal di keabadian.

Asal pokok dakwah seluruh rasul dari awal sampai akhir tidak lain adalah mengajak untuk beribadah kepada Allah, tiada tuhan lain bagi mereka. Dakwah yang berisi kesempurnaan cinta kepada Allah semata, kesempurnaan patuh dan tunduk, merendahkan diri di hadapan-Nya, mengagungkan dan memuliakan-Nya. Semua itu diaktualisasikan dalam bentuk ketaatan dan ketakwaan.

Satu hadist diriwayatkan Anas dari Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, beliau bersabda: “Demi Allah, yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak dianggap beriman seseorang dari kalian, sehingga akulah yang menjadi yang lebih dicintai olehnya lebih dari dirinya sendiri dan lebih daripada cintanya kepada ayahnya, anak-anaknya dan orang-orang seluruhnya.” (HR,.Bukhari).

Dalam kitab Bukhari dikatakan bahwa Umar ibn Khathab berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah, engkaulah yang paling tercinta bagiku dari segala sesuatu, disamping diri saya sendiri.” Beliau menjawab, “Hai Umar, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Umar berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan haq, tentu engkaulah yang paling kucintai lebih dari diriku sendiri.” Beliau bersabda, “Sekarang (barulah benar) hai Umar.”

Jika demikian itu kewajiban cinta manusia terhadap Rasul, sehingga harus mendahulikan cinta kepada Rasul daripada dirinya sendiri, ayah, anak-anak, serta seluruh manusia lainnya, maka bagaimanakah kiranya keharusan atau kewajiban mendahulukan cinta kepada Allah daripada yang lain?

Mencintai Allah itu harus diistimewakan lebih daripada mencintai yang lain, baik dalam kadar, kapasitas, sifat, dan pemutlakan atas cinta tersebut. Maka, yang wajib dari semua itu ialah Allah harus menjadi yang paling dicintai oleh hamba-Nya, bahkan lebih dicintai daripada anak dan orang tuanya, bahkan daripada pendengaran, penglihatan, dan jiwa yang melekat pada tubuhnya sendiri.

Allah-lah yang paling berhak disembah, paling berhak dicintai daripada yang lain. Sesuatu dicintai bisa dari sudut lain bukan dari arah-Nya dan bisa dicintai bersamaan dengan cinta kepada yang lain. Tetapi tiada sesuatu yang dapat dicintai dari segala arah kecuali Allah sendiri, sebagai yang tunggal.

Menuhankan itu tidak akan mugkin baik kecuali hanya kepada-Nya. Firman-Nya:

“Seandainya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah, pastilah keadaannya rusak.”

Macam-macam Cinta Menurut Al Qur’an

Macam-macam Cinta Menurut Al Qur’an

Macam-macam Cinta Menurut Al Qur’an

Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :

(1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain

(2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan

(3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri

sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Alloh Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain. Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham, yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al muhibbi.

8. Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)

Tingkatan-tingkatan cinta

Tingkatan-tingkatan cinta

1. Tatayyum

Peringkat pertama adalah Tatayyum, tingkatan cinta yang paling tinggi dan merupakan hak Allah SWT,

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu* mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Qs.2:65)

*Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah. Allahlah yang paling utama tiada tandingan tak ada bandingan. Posisinya tidak boleh digeser menjadi nomer dua atau bahkan tiga. Cinta kita kepada-Nya harus menjadi puncak dari segala cinta yang kita miliki.

2. 'Isyk

Peringkat kedua adalah 'Isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah SAW. Cinta yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya, dll. Namun, bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita mencintai Rasulullah dengan segenap konsekuensinya. Kita akan dengan bangga menjalankan sunnah-sunnahnya dan mengkuti petunjuknya dalam mengamalkan agama ini. Kita juga akan mencintai khidupannya yang luhur dan penuh amal shalih. Kita rindu berjumpa dengannya karena kemuliaan yanga ada pada diri beliau. Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut pada diri beliau. Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut sebuah penghambaan. Kecintaan menuntut sebuah amal yang bisa meneladani akhlaknya. Cinta kita kepada Rasulullah mendorong kita untuk membela agama ini dengan kekuatan yang kita miliki. Demikian juga membela sunnahnya bila sunnahnya diinjak-injak oleh orang lain.

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs.3:31)

3. Syauq

Peringkat ketiga adalah Syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah. Seorang suami harus mencintai isterinya dengan sepenuh hati. Demikian pula si isteri harus memberi cintanya kepada suaminya. Cinta yang tumbuh pada diri mereka akan menambah ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Hidup akan lengkap, karena saling mengerti dan memahami. Manakala terjadi konflik atau perbedaan pendapat, akan mudah diselesaikan karena aspek cinta mereka yang begitu besar. Kadang boleh saja emosi meninggi, namun ia akan menjadi redam ketika cinta menjadi pertimbangan utama. Seorang ayah yang begitu perhatian kepada anaknya, mencurahkan cintanya kepada buah hatinya. Dia menyayangi nya dan rela bekerja siang dan malam untuk anak-anaknya. Selain karena ibadah kepada-Nya, dia melakukannya juga karena cinta.

4. Shababah

Peringkat ke empat adalah Shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirka ukhuwah Islamiyah. Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan dan melihatnya sebagai sebuah hikmah yang berharga. Seperti kita ketahui saat ini sedikit perbedaan saja seringkali menimbulkan perpecahan. Berbeda takbiratul ihram, berbeda gerakan shalat, berbeda hari Idul Fitri atau Idul Adha kadang tidak disikapi secara dewasa. Sehingga masalah pun muncul dan membuat jurang pemisah yang teramat dalam antar pengikutnya. Belum lagi kalau kita lihat betapa banyaknya kelompok harakah Islamiyah yang bermunculan. BIla cinta ini ada, insya Allah segala perbedaan bisa disinergiskan. Tidak semua perbedaan harus dipaksa sama, tapi kadang hanya membutuhkan sedikit pengertian saja. Cinta ini harus dimunculkan sebagai sebentuk upaya untuk menciptakan kenyamanan hubungan dalam tubuh umat Islam.

5. 'Ithf

Peringkat kelima 'Ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula di dalamnya adalah berdakwah. Rasa ini seringkali muncul bila sisi kemanusian kita tersentuh. Di saat melhiat seorang anak kecil di sebuah gubuk dengan wajah penuh penderitaan, atau saat melihat korban musibah bencana alam berjatuhan, tentu saja mengetuk kepedulian kita yang terdalam. Sisi kemanusiaan kita menjadi tersentuh dan ingin menitikkan air mata. Hati kita tidak tega melihat sebuah penderitaan yang tak kunjung berakhir. Inilah bentuk simpati yang muncul dari hati yang paling dalam.

6. Intifa'

Peringkat ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau keinginan selain kepada manusia: harta benda. Namun, seringkali keinginan ini sebatas intifa' (pendayagunaan/pemanfaatan). Cinta jenis ini pula yang sering menggelincirkan manusia. Karena sifat harta memang selalu melenakan. Namun, bila kita cerdas,banyaknya harta benda seharusnya tidak menjadikan kita terlena. Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana untuk meraih cinta yang sebenarnya yaitu cinta kepada Allah ta'ala.

Inilah ke-enam tingkatan cinta menurut dokter hati Ibnul Qayyim Al-Jauziy. Memang jika sudah membahas soal cinta, selalu tergiang pada fikiran kita adalah cinta kepada seorang makhluk yang hendak dijadikan kekasih. Namun perlu disadari bahwa cinta tidak selamanya bermuara pada konsep seperti itu.

Kemuhriman Disebabkan Liwat

Kemuhriman Disebabkan Liwat

Islam menganjurkan kepada penganutnya yang sudah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan nikah, karena nikah merupakan jalan yang paling sehat dan tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (insting seks). Pernikahan juga merupakan jalan yang baik untuk mendapatkan keturunan, dimana suami isteri mendidik serta membesarkan keturunannya dengan kasih sayang, dan kemuliaan, perlindungan serta perlindungan jiwa, tujuannya adalah agar keturunan itu mampu mengemban tanggungjawab, untuk selanjutnya berjuberjuang guna memajukan dan meningkatkan kebutuhannya.

Selain dari sarana menyalurkan kebutuhan biologis, nikah juga merupakan pencegah penyaluran kebutuhan itu pada jalan yang tidak dikehendaki agama. Nikah mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks dengan cara-cara menyimpang. Itulah sebabnya agama melarang pergaulan bebas, dansa-dansa, gambar-gambar porno dan nyanyian yang dapat mendatangkan rangsangan serta cara-cara lain yang dapat mengundang nafsu birahi, sehingga menjerumuskan seseorang kepada kejahatan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama. Larangan ini dimaksudkan agar rumah tangga tidak dirasuki oleh hal-hal yang dapat melemahkan dan agar keluarga tidak dilanda broken home.

Homoseks dalam bentuk sodomi merupakan hubungan kelamin yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Perbuatan sodomi termasuk pada tindak pidana berat, dosa besar, perbuatan keji, lebih besar dari perbuatan zina. Islam sangat membenci pelaku sodomi.9 Bahkan Allah SWT telah mengancam perbuatan sodomi dengan siksa yang maksimal. Allah SWT telah membalikkan bumi terhadap kaum Luth yang telah keterlaluan melakukan sodomi selanjutnya Allah telah menghujani batu yang menyala kepada mereka sebagai balasan terhadap perbuatan mereka yang menjijikkan itu (Q.S. al-A‟raf : 80-84) dan (Q.S. Hud : 77-82).

Perbuatan sodomi mempunyai akibat buruk bagi kehidupan pribadi (pelaku) dan masyarakat di antaranya adalah :

Pengaruh sodomi terhadap jiwa

Pengaruh sodomi dapat merusak jiwa dan kegoncangan, karena ia merasakan kelainan-kelainan perasaan terhadap kenyataan dirinya. Dalam perasaannya ia merasa sebagai seorang wanita sementara organ tubuhnya adalah laki-laki, sehingga ia lebih simpati dan menyukai orang yang sejenis dengan dirinya untuk pemuasan libido seksualnya.

Pengaruh sodomi terhadap daya pikir

Karena perbuatan sodomi merupakan perbuatan seksual menyimpang maka dapat menyebabkan: Terjadinya suatu sydrom atau himpunan gejala-gejala penyakit mental yang disebut penyakit lemah syaraf (neurasthenia).

Depresi mental yang mengakibatkan pelakunya lebih suka menyendiri dan mudah tersinggung sehingga tidak dapat merasakan kebahagian hidup.

Mempengaruhi otak sehingga kemampuan berfikir menjadi lemah, ia hanya dapat berpikir global, daya abstraksinya berkurang dan minatnya juga sangat lemah sehingga secara umum dapat dikatakan otaknya menjadi lemah.

Pengaruh sodomi terhadap akhlak

Biasanya para pelaku sodomi mempunyai akhlak jelek, tabiat yang bejat, serta hampir tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu, umumnya daya tahan tubuh kurang dan tidak mempunyai kekuatan bathin sehingga tidak mampu mengendalikan perbuatannya.

Pengaruh sodomi terhadap orang lain

Pelaku sodomi adalah orang yang membenci perempuan. Dengan demikian isteri pelaku (jika mereka mempunyai isteri) tidak mendapatkan kasih sayang, bahkan mereka tersiksa dengan perlakuan suaminya yang tidak mempedulikan keberadaannya.

Bagi keluarga pelaku, mereka akan mendapatkan malu dan mungkin akan dicerca oleh masyarakat karena mempunyai keluarga yang berakhlak jelek.

Biasanya para pelaku sodomi akan meresahkan masyarakat, karena mereka tidak segan-segan menampakkan nafsu seksualnya yang abnormal kepada anak kecil yang sejenis dengan melakukan kekerasan, karena mereka tidak mempunyai kekuatan batin (iman) yang dapat mengendalikan perbuatannya.

Melihat banyaknya akibat sodomi sepantasnya perbuatan ini dilaknat oleh Allah SWT, malaikat dan seluruh manusia. Bahkan kalau diperhatikan masih banyak lagi akibat-akibat yang tidak diungkapkan.Lihat lebih lanjut, Abd Rahman al-Jaziriy, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Arba’ah, juz IV, (Mesir: al-Tijariyah al-Kubra, 1969), h. 125.

Perbuatan Liwath ini termasuk faktor yang menyebabkan keharaman abadi. Melakukan perbuatan yang sangat tercela ini dapat menyebabkan keharaman dengan sejumlah anggota keluarga korban, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini :

Apabila seorang laki-laki dengan yang lain melakukan liwath dan menggaulinya -hingga masuk seukuran bagian yang dikhitan, maka ibu dan neneknya si korban, hingga terus ke atas, diharamkan atas laki-laki tersebut. Demikian pula anak gadis, dan anak gadisnya ana perempuannya korban, hingga terus ke bawah, juga sauidara perempuan korban juga diharamkan atas laki-laki itu. Dalam hal ini, tidak dibedakan apakah korban orang dewasa atau anak kecil, maka ihiyatnya adalah keharamannya, meskipun pelaku juga adalah anak kecil. Walaupun pendapat yang lebih kuat adalah kebalikannya.

Kebalikan di atas, yakni ibu, anak perempuan dan saudara perempuan pelaku tidak haram atas korban.

Jika korban adalah banci, maka ibu, anak gadis, dan saudara perempuannya juga diharamkan atas pelaku. Karena hubungan seksual semacam ini adalah liwath dan termasuk zina dimana pada kedua kasus itu berlaku hukum keharaman itu.

Keharaman ibu dan anak perempuan korban atas pelaku, meskipunliwath dilakukannya setelah menikah dengan salah satu dari kedua orang tersebut. Khususnya apabila laki-laki itu telak menalak istrinya dan ingin kembali menikahinya dari awal.

Hukum ini pun berlaku pada ibu, saudara perempuan sepersusuan dan anak perempuan susuan.

Hukum ini tidak berlaku pada liwath yang dilakukan karena terpaksa dan kesalahpahaman (syubhat), meskipun hukumnya haram.

Apabila ragu, apakah percampuran terjadi atau tidak, ditetapkan tidak.

Tidak apa-apa jika anak-laki-laki si pelaku menikah dengan anak perempuan, saudara perempuan atau ibunya pelaku. Tetapi lebih baik adalah tidak menikah dengan anak perempuan korban.

Zina Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya

Zina Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya

Zina Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya

Diantara perbuatan paling tidak beradab sekaligus merupakan kejahatan besar, zina merupakan perbuatan paling tak senonoh yang menggambarkan betapa akal sehat pelakunya tidak berjalan sama sekali. Padahal, Allah SWT telah memberikan jalan yang halal melalui adanya sebuah pernikahan. ads

Perbuatan zina merupakan borok yang tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, jelas sudah bahwa hukum berbuat zina adalah haram dan merupakan dosa besar. Macam – macam Zina

1. Zina Al-Laman

Merupakan zina yang umumnya dilakukan dengan menggunakan panca indera, yakni;

Zina mata (ain), ketika seseorang memandang lawan jenisnya dengan perasaan senang.

Zina hati (qalbi), ketika memikirkan atau mengkhayalkan lawan jenis dengan perasaan senang dan bahagia.

Zina ucapan (lisan), ketika membicarakan lawan jenis yang diikuti dengan perasaan senang.

Zina tangan (yadin), ketika dengan sengaja memegang bagian tubuh lawan jenis diikuti dengan perasaan senang dan bahagia terhadapnya.

2. Zina Luar

Adalah sebenarnya zina yang diperbuat antar lawan jenis yang bukan muhrim dengan melibatkan alat kelamin.

Zina muhsan, yakni zina yang dilakukan orang yang telah menikah (memiliki suami atau istri).

Zina gairu muhsan, merupakan zina yang dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah.

Hukuman Terhadap Orang yang Berbuat Zina

Ada tiga (3) ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT sebagai hukuman atas mereka yang berbuat zina, yakni:

Hukuman mati merupakan hukuman paling hina yang diberikan kepada pelaku zina. Hukuman ini bisa dijalankan dengan rajam (dilempari batu) sampai mati. Atau bagi mereka yang belum menikah, diganti dengan hukum cambuk rotan sebanyak 100 kali serta diasingkan selama satu tahun.

Allah SWT telah menyebutkan bahwa jangan berbelas kasihan pada mereka yang berbuat zina. Perbuatan ini merupakan dosa besar sehingga sekalipun orang terdekat atau keluarga yang berbuat, janganlah terbawa faktor kasihan maka hukuman tidak dilaksanakan. Bagaimana pun juga, mereka yang berbuat zina harus dihukum berat akibat daripada perbuatannya tersebut.

Allah SWT memerintahkan agar hukuman terhadap mereka yang berbuat zina supaya disaksikan dihadapan orang mukimin yang banyak agar dijadikan sebagai pembelajaran serta memberi efek jera.

Bahaya dari Perbuatan Zina

Perbuatan zina berarti menumpuk dosa sebab zina adalah perbuatan yang di dalamnya terkumpul berbagai macam dosa sehingga merusak akhlak dan menghilangkan sikap wara’ (menjaga diri daripada berbuat dosa) pada mereka yang berbuat.

Berbuat zina berarti menghancurkan martabatnya baik dihadapan Allah maupun sesama manusia. Pelakunya pun menjadi tidak memiliki rasa malu lagi. Menghilangkan cahaya pada wajah sehingga mereka yang berbuat zina akan memiliki wajah yang muram dan gelap.

Tidak hanya wajah, hatinya pun diselimuti dengan kesuraman dan kegelapan.

Mereka yang berbuat zina akan kekal dalam kemisikinan dan tak akan pernah merasa cukup terhadap apa yang didapatnya.

Mereka yang berbuat zina akan dicampakkan oleh Allah SWT sifat liar di hatinya.

Mendapat kehinaan dihadapan Allah SWT. Bahkan oleh sesama manusia pun akan memandang dengan jijik serta menghilangkan rasa kepercayaan.

Akan tercium darinya bau busuk oleh orang mukmin yang hatinya bersih (qalbum salim).

Orang yang berzina hatinya menjadi sempit sehingga apa-apa yang ia dapat dalam kehidupan menjadi tidak baik.

Haram kepada para penzina mendapatkan bidadari di surga kelak.

Dapat memutus tali silaturrahmi, menjadikan sifat zhalim, durhaka kepada orang tua, memperoleh nafkah atau pekerjaan yang haram, serta tersia-siakan keluarga dan keturunannya.

Merusak masa depan.

Merupakan aib berkepanjangan.

Kehilangan kesuciannya sebagai wanita, dan menjadikan lelaki yang berbuat sebagai orang yang bejat dan keduanya sama-sama tidak bermoral.

Dapat memicu pertengkaran, permusuhan, sampai pada dendam.

Berisiko terjadinya tindakan aborsi (pengguran kandungan secara paksa). Apabila janin tersebut meninggal, maka bertambahlah dosa yang didapatnya selain zina juga pembunuhan.

Jembatan untuk menularnya berbagai macam penyakit berbahaya seperti AIDS dan Gonorhea.

Balasan di Dunia dan Akhirat Terhadap yang Berbuat Zina

Nabi Muhammad SAW telah memberitahukan kepada kita semua bahwasanya perbuatan zina itu, akan mendapat balasan dari Allah SWT baik selagi masih di dunia maupun nanti di akhirat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Dua kejahatan akan dibalas oleh Allah ketika di dunia; zina dan durhaka kepada ibu bapak.” (H. R. Thabrani).

Mengenai hukuman atau balasan atas perbuatan zina tersebut, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa dalam zina, ada enam bahaya yang mengikutinya baik di dunia maupun akhirat.

Di dunia; cahaya akan hilang dari wajah orang yang berbuat zina, umurnya akan semakin pendek, serta kekal dalam kemiskinan. Memendek- kan umur

Di akhirat; murka Allah menanti, hisabnya buruk, serta mendapat siksaan di neraka.

Akibat Perbuatan Zina Terhadap Lingkungan

Telah dijelaskan bahwa perbuatan zina yang merupakan dosa besar tersebut tidak hanya merugikan bagi diri pelakunya, tapi juga akan memberikan dampak buruk pada sekitarnya. Diantara dampak buruk akibat perbuatan zina adalah:

Menjamurnya tempat maksiat seperti lokalisasi pelacuran yang tentu saja akan meresahkan masyarakat. Dengan adanya lokalisasi, berturut-turut akan menumpuk perbuatan zina tersebut. Bahkan tidak mungkin akan muncul secara terang-terangan para pekerja seks maupun semua yang terlibat dalam prostitusi tersebut. Kemungkinan terjadinya eksploitasi seksual termasuk mereka yang masih di bawah umur. Munculnya tren berlomba dalam pornografi dan porno aksi, serta maraknya bisnis dalam bidang tersebut. Banyak wanita akan kehilangan harga diri dan tidak ragu lagi dalam mengumbar aurat sehingga membuat sakit mata orang lain yang melihatnya, bahkan bisa menimbulkan syahwat yang tentu saja akan menambah dosa. Banyak remaja kehilangan keperawanana sekaligus merusak masa depannya sendiri.

Maraknya pelecehan seksual di semua tempat sehingga menghilangkan rasa aman terutama bagi perempuan. Terjadinya wabah penyakit berbahaya yang akan menyerang terutama keluarga. Meningkatkan kasus kekerasan, pembunuhan, bahkan bunuh diri. Maraknya peredaran film porno yang merusak moral manusia. Aborsi Meningkatkan risiko melahirkan bayi yang cacat.

Meningkatkan kejahatan dalam rumah tangga dan kehancuran rumah tangga pun tak dapat terelakkan. Korban yang paling menderita pastilah anak-anak yang nantinya akan terlantar akibat perbuatan tak bertanggung jawab dari kedua orang tuanya tersebut. Maraknya penipuan, penculikan, bahkan human trafficking (penjualan orang). Pemicu dendam dan permusuhan. Maraknya pernikahan siri.

Perusak akhlak yang juga bisa dijadikan sebagai senjata untuk menghancurkan aqidah umat Islam. Pejabat atau petinggi negara yang senang berzina akan menjadikan dirinya serakah sehingga tidak segan untuk mengambil yang bukan haknya, yang kemudian menyebabkan tingginya angka kejadian korupsi.

Para pezina penuh dengan tipu daya, ditambah oleh bantuan daripada bisikan iblis, maka mereka juga akan mempengaruhi orang lain di sekitarnya terutama teman untuk melakukan hal yang sama. Jadilah mereka beserta teman-temannya sama-sama terjerumus dalam perbuata hina dan menjadikan perzinaan itu sebagai yang dianggap keren dan akhirnya menjadi kebiasaan. Tidak akan segan melecehkan tempat ibadah yang suci.

Penyebab rusaknya generasi penerus yang akan menghancurkan tatanan kehidupan di masa depan. Sampai pada perzinaan itu menjamu, maka akan menyebabkan kemurkaan Allah SWT, sehingga jangan terkejut jika mendapat musibah atau azab dikemudian hari.

Azab atau musibah itu tidak hanya akan menimpa mereka yang berbuat zina, tapi bisa saja menimpa seluruh orang dan seluruh kota. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya jika kita bersama-sama saling membantu untuk menumpas penyakit masyarakat satu ini agar tidak mendapat kemurkaan Allah SWT.

Pintu-pintu kemaksiatan

Pintu-pintu kemaksiatan

Pintu-pintu kemaksiatan

Dalam mengarungi kehidupan di dunia, manusia akan dihadapkan dengan berbagai ujian dan cobaan. Barangsiapa yang mampu menjaga dirinya dan terus istiqomah di atas agamanya, maka dialah orang yang akan bahagia. Adapun orang yang terseret dan tergoda oleh godaan nafsu dan hawa, inilah orang yang akan celaka. Oleh karenanya, hendaknya seorang mukmin mengetahui pintu-pintu yang menjadi jalan bagi syaitan dalam menjerumuskan manusia, sehingga ia selalu waspada dan menjaga diri.

Adapun pintu-pintu kemaksiatan tersebut adalah:

Pertama: Pandangan

Pandangan merupakan kenikmatan sekaligus amanah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Menjaganya merupakan tindakan utama dalam menjaga kemaluan. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya, maka dia telah menggiring dirinya ke dalam kebinasaan. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menjaga pandangan mereka. Firman-Nya:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya….” (QS. an-Nur: 30-31)

Pandangan merupakan pangkal dari segala bencana yang menimpa manusia. Karena pandangan akan melahirkan getaran hati, diikuti dengan angan-angan yang membangkitkan syahwat dan keinginan yang semakin menguat dan akhirnya menjadi kebulatan tekad, hingga terjadilah perbuatan itu secara pasti, selama tidak ada penghalang yang menghalanginya. Maka sungguh benar orang yang mengatakan: “Kesabaran dalam menundukkan pandangan lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung akibatnya.”

Pandangan seseorang ibarat anak panah yang jika sampai pada sasaran (apa yang dipandang), akan menempati satu tempat dalam relung hati orang yang memandang tersebut. Ibnul Qayyim berkata: “Wahai orang yang bersungguh-sungguh melontarkan panah pandangan, engkaulah korban terbunuh dari apa yang engkau lontarkan, jika tidak mengenai sasaran. Wahai pengutus pandangan yang sedang mencari kesembuhan baginya, tahanlah utusanmu agar tidak datang membawa kebinasaan.

Beliau juga mengatakan: “Ketahuilah bahwasanya pandangan itu bisa melukai hati dengan luka yang mendalam,” kemudian beliau bersyair:

مَا زِلْتَ تُتْبِعُ نَظْرَةً فِي نَظْرَةٍ فِي إِثْرِ كُلِّ مَلِيْحَةٍ وَمَلِيْحٍ وَتَظُنَّ ذَاكَ دَوَاءُ جُرْحِكَ وَهُوَ فِي التَّحْقِيقِ تَجْرِيحٌ عَلَى تَجْرِيْحٌ
Engkau selalu mengikuti pandangan demi pandangan terhadap sesuatu yang elok lagi menawan Engkau menyangka hal itu penawar luka yang kau rasa, namun ternyata hanya menambah luka di atas luka

Kedua: Bisikan Jiwa

Allah ta’ala menciptakan dua jiwa dalam diri seorang manusia: jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan dan jiwa yang tenteram. Keduanya saling berlawanan. Jika ringan salah satunya, maka akan berat yang lainnya. Jika salah satunya merasakan kelezatan, maka yang lain akan merasakan kepedihan. Tidak ada yang lebih berat bagi jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan selain beramal karena Allah, serta mendahulukan ridha-Nya di atas hawa nafsu. Padahal tidak ada yang lebih bermanfaat untuk pelakunya dibanding hal ini. Sebaliknya, tidak ada yang lebih berat bagi jiwa yang tenteram selain beramal untuk selain Allah dan mengikuti ajakan hawa nafsu. Padahal tidak ada yang lebih membahayakan pelakunya daripada hal tersebut. Allah ta’ala berfirman:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)

Dari pintu inilah syaitan selalu menggoda manusia. Karena bisikan jiwa akan melahirkan keinginan dan tekad. Oleh sebab itu, siapa yang menjaga bisikan jiwanya niscaya mampu mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsunya. Sebaliknya, siapa yang dikalahkan oleh bisikan jiwanya pasti akan tunduk kepada jiwa dan hawa nafsunya. Bahkan barangsiapa yang meremehkan bisikan jiwa, maka bisikan tersebut akan menggiringnya secara paksa menuju kebinasaan.

Ketiga: Ucapan

Cukuplah sebuah hadis untuk menjelaskan kepada kita bahwasanya ucapan adalah pintu terbesar yang dijadikan syaitan sebagai celah untuk menjebloskan manusia ke dalam neraka. Mu’adz radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal perbuatan yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan kepadanya perihal pokok semua urusan, penopangnya, serta puncaknya. Setelah itu beliau bersabda: “Maukah kuberitahu mengenai penguat sekaligus yang mengokohkan semua itu?” Mu’adz menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah memegang lisannya kemudian berkata: “Tahanlah ini.” Mu’adz bertanya: “Apakah kita mendapatkan hukuman disebabkan apa yang kita ucapkan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celaka engkau, wahai Mu’adz.

Bukankah yang menelungkupkan manusia di atas wajah-wajah atau hidung mereka (di neraka) adalah karena perbuatan lisan-lisan mereka?” (HR. at-Tirmidzi) Namun kendati demikian besarnya akibat yang dibawa oleh perkataan, begitu banyak orang yang tidak memperhatikan apa yang di ucapkan oleh lisannya.

Keempat: Langkah Kaki

Ketergelinciran ada dua macam: ketergelinciran kaki dan ketergelinciran lisan. Salah satunya didatangkan sebagai pasangan yang lain, sebagaimana pada firman Allah ketika menggambarkan kondisi hamba Allah dengan keistiqomahan dalam ucapan dan langkahnya:

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqan: 63)

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menjaga langkah-langkah kakinya agar tidak mudah terbawa dalam godaan dan rayuan syaitan. Ibnul Qayyim mengatakan: “Menjaga langkah kaki dilakukan dengan cara tidak melangkahkannya kecuali untuk perkara yang dapat mendatangkan pahala.”

Syirik dalam Kehendak-Perbuatan

Syirik dalam Kehendak-Perbuatan

Syirik dalam Kehendak-Perbuatan

Adapun syirik atau menyekutukan Allah dalam kehendak ataupun niat laksana lautan yang tak bertepi. Jarang sekali orang yang selamat darinya. Barang siapa menghendaki amal perbuatannya tertuju kepada selain Allah dan berniat melakukan sesuatu selain karena untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengharap balasan dari-Nya maka ia benar- benar telah berbuat syirik dalam niat dan kehendaknya.

Ikhlas adalah memurnikan segala perbuatan, perkataan, kehendak, dan niat hanya karena Allah. Inilah agama yang lurus, yakni ajaran nabi Ibrahim As. yang diperintahkan oleh Allah kepada seluruh hamba-Nya. Allah Swt. tidak akan menerima selain ajaran itu karena itu adalah hakikat agama Islam sebagaimana firman-Nya:

"Barang siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali- kali tidaklah akan diterima {agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.( Ali – Imran [3] : 85)"

Itulah ajaran nabi Ibrahim As., dan orang yang membencinya adalah orang yang paling bodoh. Apabila engkau telah mengetahui penjelasan tentang syirik pada permulaan ini, berarti telah terbuka bagimu jawaban mengenai pertanyaan yang disebutkan tadi.

Dengan meminta kebenaran dari Allah semata, saya katakan bahwa hakikat syirik adalah menyerupakan makhluk dengan Sang Khaliq. Hal yang demikian itu jelas merupakan bentuk penyerupaan, bukan penetapan kesempurnaan sifat-sifat-Nya yang telah Dia Mekatkan pada Dzat-Nya dan juga yang telah digambarkan oleh Rasulullah Saw.

Keadaan yang terbalik seperti tersebut di atas terjadi pada seseorang yang hatinya dibalik oleh Allah, mata hatinya dibutakan, di lemahkan prinsipnya, dan ditipiskan tauhidnya sehingga ia menjadikan penyerupa.iu sebagai bentuk penghormatan serta penghormatan sebagai ketaatan. Maka, musyrik adalah orang yang menyerupakan makhluk dengan Khaliq dalam prinsip- prinsip ketuhanan.

Memahami Hakikat Syirik

Memahami Hakikat Syirik

Syirik merupakan dosa paling besar, kezaliman yang paling zalim, dosa yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan hangus dan sia-sia. Oleh sebab itu mengenal hakikat syirik dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.

Dosa yang paling besar

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisaa’ : 48, 116).

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar. Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi orang yang tidak bertaubat darinya (Fathul Majid).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar ? Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia lah yang telah menciptakanmu. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang lain dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, ayahnya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar ?. Beliau bertanya sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah! Lalu beliau bersabda, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Lalu beliau duduk tegak setelah sebelumnya bersandar seraya melanjutkan sabdanya, “Ingatlah, begitu juga berkata-kata dusta. Beliau mengulang-ulang kalimat itu sampai-sampai aku bergumam karena kasihan, “Mudah-mudahan beliau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itulah, Adz Dzahabi yang menulis kitab Al Kaba’ir menempatkan dosa syirik kepada Allah sebagai dosa besar nomor satu sebelum dosa-dosa yang lainnya. Beliau berkata, “Dosa besar yang terbesar adalah kesyirikan kepada Allah ta’ala.. (Al Kaba’ir)

Kezaliman yang paling zalim

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan (QS. Al Hadiid : 25).

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa di dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan. Salah satu nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan yang terbesar dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil (Ad Daa’ wa Ad Dawaa’).

Perhatikanlah firman Allah yang mulia yang mengisahkan nasehat seorang ayah yang bijak kepada puteranya, yang artinya,

“Wahai puteraku, janganlah berbuat syirik kepada Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (QS. Luqman : 13).

Ibadah adalah hak Allah, maka memperuntukkan ibadah kepada selain Allah adalah pelanggaran hak. Oleh sebab itu syirik disebut sebagai kezaliman, bahkan inilah kezaliman terbesar yang harus ditumpas oleh umat manusia! Sampai-sampai beberapa hari menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih sempat memperingatkan umat dari bahaya syirik dalam masalah kuburan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu. ‘Aisyah mengatakan, “Beliau memberikan peringatan keras dari perbuatan mereka itu. (HR. Bukhari dan Muslim).

Pelanggaran terhadap hak Sang pencipta

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah ? Maka Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Rasul bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa hamba yang tidak mepersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.(HR. Al Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata, Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan hak yang paling agung. (Hushul Al Ma’mul)

Dosa yang tak terampuni

Seandainya seorang hamba berjumpa dengan Allah ta’ala dengan dosa sepenuh bumi niscaya Allah akan mengampuni dosa itu semua, akan tetapi tidak demikian halnya bila dosa itu adalah syirik. Allah ta’ala berfirman melalui lisan Nabi-Nya dalam sebuah hadits qudsi,

“Wahai anak Adam, seandainya engkau menjumpai-Ku dengan membawa dosa kesalahan sepenuh bumi dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku, niscaya Akupun akan menjumpaimu dengan ampunan sepenuh itu pula (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah 127).

Bahkan, di dalam Al Qur’an Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya,

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatan syirik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya (QS. An Nisaa’ : 48 dan 116).

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, artinya Dia tidak mengampuni hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan musyrik, dan (Dia mengampuni dosa yang dibawahnya bagi orang yang dikehendaki-Nya); yaitu dosa-dosa (selain syirik-pent) yang akan Allah ampuni kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. ( Tafsir Ibnu Katsir).

Kekal di dalam neraka

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan. (QS. Al Bayyinah : 6).

Dari Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, niscaya masuk surga. Dan barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan memepersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka dia masuk neraka. (HR. Muslim)

Pemusnah pahala amalan

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya ? Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya ? Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.

Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Qur’an. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ? Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena-Mu. Allah berfirman, Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Qur’an supaya disebut sebagai Qari’. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim).

Kehilangan rasa aman dan petunjuk

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang yang mendapatkan hidayah (QS. Al An’aam : 82).

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ketika ayat ini diturunkan para sahabat mengatakan, Wahai Rasulullah. Siapakah di antara kita ini yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya? Maka Rasulullah pun menjawab, Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian katakan. Sebab makna,Tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman adalah (tidak mencampurinya) dengan kesyirikan. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada puteranya,Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (HR. Bukhari).

Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari bahaya syirik, yang tampak maupun yang tersembunyi.