Hutang Itu Darurat

Hutang Itu Darurat 

Saudaraku
Pernah membayangkan
Ada yang selfie bergaya makan bangkai
dengan alasan darurat?

Demikianlah berhutang
Hutang itu darurat
Jika tidak ada uang
Maka tidak paksa beli dengan hutang
Apalagi hutang dengan riba

Renungkanlah saudaraku,
Hidup qanaah apa adanya
Lebih tenang
Daripada hidup gaya
Berpura-pura kaya
Dengan hutang cicilan riba

Ingat saudaraku
Hidup itu mudah
Tetapi gengsi dan gaya
Membuatnya susah

Bergaya punya mobil
Tapi berhutang dengan cara riba
Jangan ikuti kebiasaan dan gaya hidup
Mereka yang hidup di atas hutang Riba

Solusinya adalah
Rajin bekerja dan menabung
Menahan diri dari berfoya-foya
Bergaul dengan teman-teman sederhana
Jauhi kawan yang hidup glamor mewah
Karena kawan bergaul itu
Sangat mempengaruhi gaya hidup

Semoga dijauhi berhutang dengan riba
Semoga qanaah dengan rezeki Allah saat ini

Amin yaa mujiibas saa-iliin
Perkenankanlah Wahai Engkau Yang Mengabulkan doa

***

Ucapan Salam, Amalan Mulia Yang Ditinggalkan

Ucapan Salam, Amalan Mulia Yang Ditinggalkan 

Alhamdulillah wash sholaatu was salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man taabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.

An Nawawi menyebutkan dalam Shohih Muslim Bab ‘Di antara kewajiban seorang muslim adalah menjawab salam’. Lalu dibawakanlah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ ». قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ ».

Hak muslim pada muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang menanyakan, ”Apa saja keenam hal itu?” Lantas beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’), (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim no. 2162)

Apakah hak-hak yang disebutkan di sini adalah wajib?

Ash Shon’ani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa inilah hak muslim pada muslim lainnya. Yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu yang tidak pantas untuk ditinggalkan. Hak-hak di sini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat ditekankan) yang sunnah ini sangat mirip dengan wajib.” (Subulus Salam, 7/7)

Hukum Memulai Mengucapkan dan Membalas Salam

Jika kita melihat dari hadits di atas, akan terlihat perintah untuk memulai mengucapkan salam ketika bertemu saudara muslim kita yang lain. Namun sebagaimana dinukil dari Ibnu ‘Abdil Barr dan selainnya, mereka mengatakan bahwa hukum memulai mengucapkan salam adalah sunnahsedangkan hukum membalas salam adalah wajib. (Subulus Salam, 7/7)

Ucapkanlah Salam Kepada Orang yang Engkau Kenali dan Tidak Engkau Kenali

Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya Bab ‘Mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal’. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwasanya ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ « تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ »

Amalan islam apa yang paling baik?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali. ” (HR. Bukhari no. 6236)

Bahkan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal saja, tidak mau mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal merupakan tanda hari kiamat.

Bukhari mengeluarkan sebuah hadits dalam Adabul Mufrod dengan sanad yang shohih dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia melewati seseorang, lalu orang tersebut mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, wahai Abu ‘Abdir Rahman.” Kemudian Ibnu Mas’ud membalas salam tadi, lalu dia berkata,

إِنَّهُ سَيَأْتِي عَلَى النَّاس زَمَان يَكُون السَّلَام فِيهِ لِلْمَعْرِفَةِ

Nanti akan datang suatu masa, pada masa tersebut seseorang hanya akan mengucapkan salam pada orang yang dia kenali saja.”

Begitu juga dikeluarkan oleh Ath Thohawiy, Ath Thobroniy, Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dengan bentuk yang lain dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (baca: hadits marfu’). Lafazh hadits tersebut adalah:

مِنْ أَشْرَاط السَّاعَة أَنْ يَمُرّ الرَّجُل بِالْمَسْجِدِ لَا يُصَلِّي فِيهِ ، وَأَنْ لَا يُسَلِّم إِلَّا عَلَى مَنْ يَعْرِفهُ

Di antara tanda-tanda (dekatnya) hari kiamat adalah seseorang melewati masjid yang tidak pernah dia shalat di sana, lalu dia hanya mengucapkan salam kepada orang yang dia kenali saja.” (Lihat Fathul Bari, 17/458)

Ibnu Hajar mengatakan, “Mengucapkan salam kepada orang yang tidak kenal merupakan tanda ikhlash dalam beramal kepada Allah Ta’ala, tanda tawadhu’ (rendah diri) dan menyebarkan salam merupakan syi’ar dari umat ini.” (Lihat Fathul Bari, 17/459)

Dan tidak tepat berdalil dengan hadits di atas untuk memulai mengucapkan salam pada orang kafir karena memulai salam hanya disyari’atkan bagi sesama muslim. Jika kita tahu bahwa orang tersebut muslim, maka hendaklah kita mengucapkan salam padanya. Atau mungkin dalam rangka hati-hati, kita  juga tidak terlarang memulai mengucapkan salam padanya sampai kita mengetahui bahwa dia itu kafir. (Lihat Fathul Bari, 17/459)

Mengucapkan Salam dapat Mencapai Kesempurnaan Iman

Dari ‘Amar bin Yasir, beliau mengatakan,

ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الإِيمَانَ الإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ ، وَالإِنْفَاقُ مِنَ الإِقْتَارِ

Tiga perkara yang apabila seseorang memiliki ketiga-tiganya, maka akan sempurna imannya: [1] bersikap adil pada diri sendiri, [2] mengucapkan salam pada setiap orang, dan [3] berinfak ketika kondisi pas-pasan. ” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq yaitu tanpa sanad. Syaikh Al Albani dalam Al Iman mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Ibnu Hajar mengatakan, “Memulai mengucapkan salam menunjukkan akhlaq yang mulia, tawadhu’ (rendah diri), tidak merendahkan orang lain, juga akan timbul kesatuan dan rasa cinta sesama muslim.” (Fathul Bari, 1/46)

Saling Mengucapkan Salam akan Menimbulkan Rasa Cinta

Mengucapkan salam merupakan sebab terwujudnya kesatuan hati dan rasa cinta di antara sesama muslim sebagaimana kenyataan yang kita temukan (Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, 46).  Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Siapa yang Seharusnya Mendahului Salam?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Hendaklah orang yang berkendaraan memberi salam pada orang yang berjalan. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6233 dan Muslim no 2160)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ ، وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Yang muda hendaklah memberi salam pada yang tua. Yang berjalan (lewat) hendaklah memberi salam kepada  orang yang dudukYang sedikit hendaklah memberi salam pada orang yang lebih banyak.” (HR. Bukhari no. 6231)

Ibnu Baththol mengatakan, “Dari Al Muhallab, disyari’atkannya orang yang muda mengucapkan salam pada yang tua karena kedudukan orang yang lebih tua yang lebih tinggi. Orang yang muda ini diperintahkan untuk menghormati dan tawadhu’ di hadapan orang yang lebih tua.” (Subulus Salam, 7/31)

Jika orang yang bertemu sama-sama memiliki sifat yang sama yaitu sama-sama muda, sama-sama berjalan, atau sama-sama berkendaraan dengan kendaraan yang jenisnya sama, maka di antara kedua pihak tersebut sama-sama diperintahkan untuk memulai mengucapkan salam. Yang mulai mengucapkan salam, itulah yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَاشِيَانِ إِذَا اجْتَمَعَا فَأَيُّهُمَا بَدَأَ بِالسَّلاَمِ فَهُوَ أَفْضَلُ

Dua orang yang berjalan, jika keduanya bertemu, maka yang lebih dulu memulai mengucapkan salam itulah yang lebih utama.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod dan Al Baihaqi dalam Sunannya. Syaikh Al Albani dalam Shohih Adabil Mufrod mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Namun jika orang yang seharusnya mengucapkan salam pertama kali tidak memulai mengucapkan salam, maka yang lain hendaklah memulai mengucapkan salam agar salam tersebut tidak ditinggalkan. Jadi ketika ini, hendaklah yang tua memberi salam pada yang muda, yang sedikit memberi salam pada yang banyak, dengan tujuan agar pahala mengucapkan salam ini tetap ada. (Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, 47)

Jika yang Diberi Salam adalah Jama’ah

Jika yang diberi salam adalah jama’ah (banyak orang), maka hukum menjawab salam adalah fardhu kifayah jika yang lain telah menunaikannya. Jika jama’ah diberi salam, lalu hanya satu orang yang membalasnya, maka yang lain gugur kewajibannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُجْزِئُ عَنِ الْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ وَيُجْزِئُ عَنِ الْجُلُوسِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ

Sudah cukup bagi jama’ah (sekelompok orang), jika mereka lewat, maka salah seorang dari mereka memberi salam dan sudah cukup salah seorang dari sekelompok orang yang duduk membalas salam tersebut.” (HR. Abu Daud no. 5210. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Dan sebagaimana dijelaskan oleh Ash Shon’ani bahwa hukum jama’ah (orang yang jumlahnya banyak) untuk memulai salam adalah sunnah kifayah (jika satu sudah mengucapkan, maka yang lain gugur kewajibannya). Namun, jika suatu jama’ah diberi salam, maka membalasnya dihukumi fardhu kifayah. (Subulus Salam, 7/8)

Balaslah Salam dengan Yang Lebih Baik atau Minimal dengan Yang Semisal

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86)

Bentuk membalas salam di sini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan tidak boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi. Contohnya di sini adalah jika saudara kita memberi salam: Assalaamu ‘alaikum, maka minimal kita jawab: Wa’laikumus salam. Atau lebih lengkap lagi dan ini lebih baik, kita jawab dengan: Wa’alaikumus salam wa rahmatullah, atau kita tambahkan lagi: Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barokatuh. Begitu pula jika kita diberi salam: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah, maka minimal kita jawab: Wa’alaikumus salam wa rahmatullahi, atau jika ingin melengkapi, kita ucapkan: Wa’alaikumus salam wa rahmatullahi wa barokatuh. Ini di antara bentuknya.

Bentuk lainnya adalah jika kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah kita jawab dengan suara yang jelas, dan tidak boleh dibalas hanya dengan lirih.

Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan menghadapkan wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut sambil tersenyum dan menghadapkan wajah padanya. Inilah di antara bentuk membalas. Hendaklah kita membalas salam minimal sama dengan salam pertama tadi, begitu juga dalam tata cara penyampaiannya. Namun, jika kita ingin lebih baik dan lebih mendapatkan keutamaan, maka hendaklah kita membalas salam tersebut dengan yang lebih baik, sebagaimana yang kami contohkan di atas. (Lihat penjelasan ini di Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pada Bab ‘Al Mubadaroh ilal Khiyarot)

Peringatan

Hendaklah jika kita memberi salam (terutama melalui sms, email, surat, beri comment), janganlah ucapan salam tersebut  kita ringkas menjadi: Ass. atau Ass.wr.wb. atau yang lainnya. Bentuk semacam ini bukanlah salam. Salam seharusnya tidak disingkat. Seharusnya jika ingin mengirimkan pesan singkat, maka hendaklah kita tulis: Assalamu’alaikum. Itu lebih baik daripada jika kita tulis: Ass., tulisan yang terakhir ini tidak ada maknanya dan bukanlah salam. Salam adalah bentuk do’a yang sangat bagus dan baik, kenapa kita harus menyingkat-nyingkat [?] Kenapa tidak kita tulis lengkap, bukankah itu lebih baik dan lebih utama [?] Janganlah kita dikepung dengan sikap malas ketika ingin berbuat baik, ubahlah sikap semacam ini dengan menulis salam lebih lengkap.

Jika salam tersebut melalui tulisan, sms, email dan sebagainya, maka hendaklah kita yang membaca salam tersebut, juga membalasnya dengan ditulis secara lengkap dan jangan disingkat-singkat.

Itulah peringatan dari kami. Kami ingatkan demikian karena salam adalah do’a yang sangat baik sekali. Para ulama menjelaskan bahwa As Salam itu termasuk nama Allah. Sehingga jika kita mengucapkan Assalamu’alaikum, maka ini berarti kita mendo’akan saudara kita agar dia selalu mendapat penjagaan dari Allah Ta’ala. Ada juga sebagian ulama mengartikan bahwa As Salam dengan keselamatan. Sehingga jika kita mengucapkan Assalamu’alaikum, maka ini berarti kita mendo’akan saudara kita agar dia mendapatkan keselamatan dalam masalah agama ataupun dunianya. Jadi makna salam yang terakhir ini berarti kita mendo’akan agar saudara kita mendapatkan keselamatan dari berbagai macam kerancuan dalam agama, selamat dari syahwat yang menggelora, juga agar diberi kesehatan, terhindar dari berbagai macam penyakit, dan bentuk keselamatan lainnya. Dengan demikian, salam adalah bentuk do’a yang sangat bagus sekali.

Oleh karena itu, hendaklah kita selalu menyebarkan syiar salam ini ketika bertemu saudara kita, ketika berjalan, dan dalam setiap kondisi. Hendaklah pula kita mengucapkan salam kepada orang yang kita kenali ataupun tidak. Dan dalam menulis sms atau email, hendaklah kita juga gemar menyebarkan syiar Islam yang satu ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan yang satu ini dan semoga pelajaran yang kami sampaikan ini adalah di antara ilmu yang bermanfaat bagi diri kami dan pembaca sekalian. Insya Allah, pembahasan ini masih kami lengkapi lagi pada posting-posting selanjutnya. Mudah-mudahan Allah memudahkan urusan ini.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa’ana bimaa ‘allamtana, wa ‘alimna maa yanfa’una wa zidnaa ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Referensi:

Subulus Salam, Ash Shon’ani, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Darul Istiqomah

Fathul Bari, Ibnu Hajar, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Asy Syamilah

***

Penyebab Perselingkuhan

Penyebab Perselingkuhan 

Salah satu topik pembicaraan yang tak ada henti-hentinya dibicarakan sejak dulu adalah tentang perselingkuhan. Perilaku buruk ini terkadang tidak mengenal tempat, keluarga yang belum lama terjalin hingga keluarga yang sudah terbangun bertahun-tahun tidak luput dari fenomena satu ini. Baik pihak suami maupun pihak istri, terkadang tidak ada bedanya. Ternyata cinta saja tidak cukup untuk menghindarkan hubungan rumah tangga dari perselingkuhan.

Sebenarnya apa alasan sampai pasangan tega melakukan hal tersebut? Berdasarkan banyak penelitian yang dilakukan oleh banyak ahli, ada beberapa kondisi yang menjadi pemicu perselingkuhan bisa terjadi. Namun fakta membuktikan, pemicu paling utama dan paling banyak mengapa seseorang selingkuh adalah karena tidak terpuaskan secara seksual.

Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan seksual menjadi kebutuhan primer setiap orang. Jika kebutuhan ini dilalaikan maka bisa berakibat buruk untuk kesehatan fisik dan mental. Agama Islam sendiri sangat perhatian dengan pemenuhan kebutuhan ini. Beberapa hadits menggambarkan akan hal itu, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh.” (HR Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّورِ

“Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hasratnya, maka hendaknya dia mendatanginya, walau dia sedang berada di dapur (memasak).” (HR Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Namun perlu dipahami bahwa dalam kebutuhan seksual, bukan hanya sekedar terpenuhinya hasrat biologis saja. Lebih dari itu, kepuasan seksual juga meliputi pengantar-pengantar menuju hubungan biologis tersebut, seperti kata-kata romantis, suasana yang dikondisikan dengan baik, pelukan dan seterusnya. Demikian pula setelah hubungan seks tersebut, perlu adanya sesi ngobrol hangat, bercanda, dan seterusnya.

Jika hal-hal tersebut tidak diperhatikan, bisa jadi hubungan seks yang dilakukan tidak akan memberi dampak yang maksimal, sehingga kebutuhan seksual menjadi tidak terpuaskan. Ujungnya, baik laki-laki ataupun wanita mencari pelampiasan pada orang lain dan terjadilah perselingkuhan.

***

Menghitung Nikmat Alloh

Menghitung Nikmat Alloh 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

Mukadimah

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah menganugerahkan kepada kita nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung banyaknya.

Terutama nikmat hidayah iman dan Islam, serta nikmat kehidupan, kesehatan dan keamanan. Dengan rahmat Allah tersebut, kita bisa melaksanakan salah satu kewajiban sebagai seorang Muslim yaitu shalat Jumat di masjid yang diberkahi ini dengan mudah, aman dan nyaman.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi yang mulia, Muhammad ﷺ yang telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah dan menasehati umat, serta berjihad dengan jihad yang sebenar-benarnya.

Juga kepada para keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau ﷺ dengan penuh keikhlasan dan kesabaran hingga akhir zaman.

Tak lupa kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan kepada Jamaah Shalat Jumat sekalian agar senantiasa berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah Ta’ala.

Carannya dengan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pelaksanaan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala semaksimal kemampuan yang kita miliki dan menjauhi segala larangan-Nya di mana pun kita berada dan dalam posisi apa pun diri kita.

Hendaklah kita terus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk senantiasa bisa mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.

Nikmat Allah Tidak Terhitung

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Ibrahim ayat 34,

وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ ࣖ – ٣٤

Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

kemudian Allah Ta’ala juga berfirman senada dengan ayat ini dalam surat An-Nahl: 18

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ – ١٨

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Dari dua ayat yang mulia ini sebenarnya banyak faidah ilmu yang bisa diambil. Syaikh Bakar al-Bu’dani berhasil menyimpulkan 28 poin pelajaran yang terkandung dalam kedua ayat tersebut.

Namun, dalam kesempatan ini kami hanya akan menyampaikan sebagian saja karena tema utamanya bukan masalah ini. Di antara pelajaran terpenting dari ayat tersebut adalah:

  1. Segala jenis nikmat itu secara keseluruhan hanya berasal dari Allah Ta’ala dan tidak ada yang bersumber dari yang lain.
  2. Allah Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-nikmat tersebut bagi seluruh makhluk-Nya dan hamba-Nya secara lahir dan batin.
  3. Tidak ada cara apa pun yang bisa digunakan untuk memeriksa secara teliti jenis-jenis nikmat Allah ini.
  4. Tidak ada seorang pun yang bisa menghitung nikmat – nikmat ini kecuali Allah Ta’ala karena begitu banyaknya dan ketidaktahuan manusia atas semua nikmat tersebut.
  5. Nikmat merupakan bagian dari ihsan atau kebaikan. Dan kebaikan Allah Ta’ala itu mencakup kepada orang yang taat maupun durhaka, orang mukmin dan orang kafir. Namun untuk kebaikan yang bersifat mutlak maka ia hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa dan berbuat kebaikan.
  6. Peringatan agar bersyukur terhadap nikmat dan menjelaskan tentang pentingnya syukur karena ia merupakan sebab terbesar berkelanjutannya nikmat tersebut.
  7. Celaan terhadap manusia yang kufur nikmat dan tidak bersyukur.
  8. Dorongan agar bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat-Nya yang tak terhingga jumlahnya.[i]

Nikmat Allah yang Sering Dilalaikan:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari nikmat Allah Ta’ala yang tak tehingga jumlahnya tersebut, ada sejumlah kecil nikmat yang sering kali terabaikan oleh umat manusia bahkan oleh kaum Muslimin sendiri.

Akibatnya, sikap syukur terhadap nikat-nikmat tersebut kurang memadai atau bahkan malah sampai pada taraf tidak bersyukur sama sekali.

Di antaranya adalah:

1. Nikmat Ibadah

Ibadah, apa pun bentuknya, merupakan nikmat yang agung dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman. Namun banyak orang tidak menyadarinya.

Ketika seorang Muslim mendapatkan rezeki berupa berhasil menjual barang dagangannya dengan omzet miliaran rupiah per tahunnya, atau berhasil meraih jabatan strategis di perusahaan atau pemerintahan, dia merasa itulah nikmat dan karunia yang besar dari Allah.

Namun ketika seorang Muslim bisa hadir ke masjid saat adzan shubuh berkumandang, lalu melaksanakan shalat sunnah sebelum shalat shalat wajib shubuh dan dilanjutkan dengan melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah, dia tidak merasa itu sebuah nikmat yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akibatnya, ketika tidak bisa bangun pagi untuk shalat shubuh berjamaah di masjid dan tidak menunaikan shalat sunnah sebelum shalat shubuh, dia tidak merasa kehilangan nikmat yang sangat besar, karunia yang sangat agung, yang lebih besar dari dunia ini berikut segala kandungan yang ada di dalamnya.

Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

”Dua raka’at fajar (shalat sunnah sebelum shubuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” [Hadits riwayat Muslim no. 725]

Sedangkan keutamaan shalat shubuh berjamaah lebih besar lagi. Dari ‘Umaroh bin Ruaibah, Nabi ﷺ bersabda,

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

”Tidak akan masuk neraka orang yang shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” [Hadits riwayat Muslim no. 634]

Orang yang memperhatikan shalat shubuh saat orang nyenyak tidur, dan shalat ashar saat orang sibuk bekerja, tentu akan lebih menjaga shalat-shalat yang lain.

Saat seseorang sudah masuk ke dalam kubur, tidak ada sesuatu yang lebih dia angankan agar dia bisa melakukannya kecuali amal ibadah, khususnya shalat.

Rasulullah ﷺ bersabda,

– رَكْعتانِ خَفيفتانِ بِما تَحقِرُونَ وتَنفِلُونَ يَزيدُهما هذا في عملِهِ أحَبُّ إليه من بقيَّةِ دُنياكُمْ

”Shalat sunnah dua rakaat yang ringan yang kalian remehkan, yang kalian lakukan sebagai amal nafilah (sunnah), kemudian ditambahkan pada amalan orang ini, lebih dia cintai dari pada sisa (umur) dunia kalian.”

[Hadits riwayat Ath-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (920) dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ no. 3518]

Hal ini karena nilai shalat sunnah dua rakaat di akhirat lebih berharga daripada bersenang-senang dengan seluruh kesenangan dunia dan lebih Allah cintai daripada kemaksiatan.

ini baru ibadah dua rakaat shalat sunnah yang nilainya begitu besar namun sering dilalaikan karena dianggap kurang penting oleh kebanyakan orang.

Masih banyak jenis ibadah lain yang sering dilalaikan, misalnya membaca al-quran, dzikir, shalawat, istighfar, dan seterusnya yang sangat ringan dan mudah untuk dikerjakan, namun terabaikan karena dianggap bukan suatu nikmat besar yang perlu diburu.

2. Nikmat Hidayah

Hidayah juga merupakan nikmat yang sangat agung, namun banyak orang tidak menyadarinya. Nilainya sangat mahal karena menyangkut urusan surga dan neraka.

Paman Nabi Muhammad ﷺ sendiri yaitu Abu Lahab dan Abu Thalib, tidak mendapatkan hidayah, padahal langsung bertemu dengan Nabi ﷺ karena lebih mengutamakan keyakinan yang dianut nenek moyangnya daripada Islam.

Padahal Islam dibawa oleh keponakan mereka sendiri yang dikenal tidak pernah berdusta walau cuma sekali seumur hidup. Akibatnya, mereka menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya, wal ‘iyadzu billah.

Walaupun siksa yang diterima Abu Thalib adalah yang paling ringan yang dialami penghuni neraka dari kalangan orang-orang kafir karena syafaat Nabi Muhammad ﷺ .

Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Suatu ketika ada orang yang menyebut tentang paman Nabi ﷺ yaitu Abu Thalib, di samping beliau. Lalu beliau bersabda,

“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari kiamat, sehingga dia diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya mendidih.” [Hadits riwayat Al- Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang lainnya]

Abu Thalib adalah orang yang besar jasanya kepada Rasulullah ﷺ. Ketika menjelang kematiannya, dia diminta oleh Rasulullah ﷺ untuk mengucapkan kalimat laailaaha ilalah, sementara Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Ummayah, tokoh musyrik Quraisy itu meminta dia jangan meninggalkan agama nenek moyangnya.

Ternyata dia lebih memilih untuk tetap berada di agamanya yang lama dan enggan mengucapkan syahadat. Akhirnya Rasulullah ﷺ hendak memohonkan ampun kepada Allah untuk Abu Thalib selama tidak dilarang.

Lalu turunlah surat At-Taubah ayat: 113 yang melarang untuk memohonkan ampun bagi orang musyrik meskipun kerabat dan juga turun surat Al-Qashash: 56.

Kisah ini terdapat dalam hadits riwayat Al-Bukhari no. 1360 dari Musayib bin Hazm.

Allah Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah: 113,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ – ١١٣

Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.

Sedangkan di dalam surat al-Qashash : 56 Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ – ٥٦

Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Dari sini kita bisa mengetahui, menjadi seorang Muslim dan Mukmin itu karunia yang sangat besar. Namun sebagian orang menyepelekannya, sehingga mengabaikan hidayah ini dengan tidak mensyukurinya.

Ada orang Islam yang tidak mau shalat sama sekali, dan meninggalkan hampir seluruh kewajiban agama, akhirnya pilih berpindah agama hingga akhir hayatnya.

Ada juga yang rela meninggalkan agamanya karena cinta kepada wanita, ada yang karena hendak meraih berbagai kemudahan dan kelonggaran dunia lalu dia tinggalkan agamanya tanpa rasa sesal sedikit pun. Na’udzu billah min dzalik.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ –

“Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqarah: 217]

3. Nikmat Waktu Luang

4. Nikmat Kesehatan

Waktu luang dan kesehatan sebenarnya merupakan dua nikmat yang besar bagi anak manusia. Namun sayangnya, banyak manusia yang lalai dengan nikmat ini sehingga tidak berhasil bersyukur atas nikmat tersebut.

Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu terlena dengannya sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6412) dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu]

Dua nikmat agung tersebut tidak diketahui banyak orang nilainya kecuali setelah sirnanya kedua nikmat tersebut. Kebanyakan orang gagal memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan dunia dan akhiratnya.

Sebagian besar justru digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat sama sekali baik untuk dunia maupun akhirat.

Sebagian yang lain malah nekat memanfaatkanya untuk hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala.

Begitu kesehatan sirna, kemudian diterpa sakit yang tak kunjung sembuh, yang ada hanya penderitaan dan penyesalan.

Begitu pula, begitu datang kesibukan yang seolah tanpa henti, sehingga tidak sempat lagi memiliki waktu luang, yang terdengar hanya keluh kesah yang tak bertepi. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari semua ini.

5. Nikmat Rasa Aman

Nikmat berikutnya yang sering dilalaikan oleh kebanyakan orang sebagai sebuah nikmat yang agung adalah nikmat keamanan.

Seseorang hanya akan sadar betapa bernilainya nikmat keamanan dan ketentraman hidup kecuali setelah –nau’udzubillah– sirnanya nikmat ini. Entah karena maraknya berbagai tindak kejahatan, atau diterpa bencana alam, kerusuhan sosial, konflik horisontal atau bahkan peperangan, wal ‘iyadzu billah.

Allah Ta’ala berfirman,

اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَةِ اللّٰهِ يَكْفُرُوْنَ – ٦٧

Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya saling merampok. Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? [Al-Ankabut: 67]

Pada ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa keamanan merupakan salah satu nikmat dari Allah. Namun sebagian manusia kurang menyadari atas nikmat ini.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا

اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

Agar Nikmat Makin Bertambah

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Lantas bagaimana caranya agar nikmat Allah itu tidak sirna dan bahkan bertambah? Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan petunjuknya kepada kita dalam firman-Nya di surat Ibrahim: 7

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ – ٧

”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”

Bila Allah Ta’ala telah menegaskan cara mempertahankan dan menambah nikmat adalah bersyukur kepada-Nya, lantas bagaimana caranya bersyukur yang benar?

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan, ”Syukurnya seorang hamba terhadap nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan sempurna kecuali dengan melaksanakan lima perkara ini:

  1. Tunduk kepada Allah, tunduknya orang yang bersyukur kepada yang memberi nikmat.
  2. Mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu kecintaan orang yang bersyukur kepada pihak yang memberikan nikmat.
  3. Mengakui dan menetapkan nikmat tersebut dari Allah.
  4. Memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat tersebut.
  5. Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang dibenci oleh Allah. Namun, dia menggunakannya dalam hal- hal yang diridhai oleh Allah.

Seorang ulama Tabi’in bernama Muhammad bin Ka’ab rahimahullah berkata, “Syukur adalah bertakwa kepada Allah dan beramal dengan mentaati-Nya.” [Tafsir Ath-Thabari: 10/354]

kemudian apakah yang dimaksud dengan firman Allah,

لَاَزِيْدَنَّكُمْ

“niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,”

Ditambah apakah? Para ulama salaf memberikan penjelasan yang berbeda-beda yang semuanya benar. Menurut mereka, maksud tambahan di situ adalah mencakup tambahan karunia di dunia ini dan pahala di akhirat nanti.

  1. Imam Al-Qurthubi mengatakan,”Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, benar-benar aku tambahkan karunia-Ku kepada kalian.”
  2. Al Hasan berkata,”Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, benar-benar aku tambahkan kepada kalian ketaatan kepada-Ku.”
  3. Ibnu Abbas berkata,”Jika kamu bertauhid dan taat, benar-benar aku tambahkan pahala kepada kalian.”

Semua ini berdekatan maknanya. Yang jelas ayat tersebut menegaskan bahwa syukur merupakan sebab mendapatkan tambahan.

Doa Penutup

Demikianlah khutbah Jumat tentang nikmat yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat. Bila ada kebenaran di dalamnya itu karena rahmat Allah semata. Dan bila ada kesalahan di dalamnya itu dari kami dan setan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin. Marilah kita berdoa kepada Allah Ta’ala untuk menutup khutbah ini.

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

 الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللهم احفَظ المُسلمين في كل مكان، اللهم احفَظ المُسلمين في بلاد الشام، وانصُرهم على عدوِّهم وعدوِّك يا رب العالمين

اللهم إنا نسألُك الجنةَ وما قرَّبَ إليها من قولٍ وعملٍ، ونعوذُ بك من النار وما قرَّب إليها من قولٍ وعملٍ

اللهم أصلِح لنا دينَنا الذي هو عصمةُ أمرنا، وأصلِح لنا دُنيانا التي فيها معاشُنا، وأصلِح لنا آخرتَنا التي إليها معادُنا، واجعل الحياةَ زيادةً لنا في كل خيرٍ، والموتَ راحةً لنا من كل شرٍّ يا رب العالمين

اللهم إنا نسألُك الهُدى والتُّقَى والعفافَ والغِنى، اللهم أعِنَّا ولا تُعِن علينا، وانصُرنا ولا تنصُر علينا، وامكُر لنا ولا تمكُر علينا، واهدِنا ويسِّر الهُدى لنا، وانصُرنا على من بغَى علينا

اللهم اجعَلنا لك ذاكِرين، لك شاكِرين، لك مُخبتين، لك أوَّاهين مُنيبين

اللهم تقبَّل توبتَنا، واغسِل حوبتَنا، وثبِّت حُجَّتنا، وسدِّد ألسِنتَنا، واسلُل سخيمةَ قلوبنا

اللهم اغفِر للمُسلمين والمُسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، اللهم ألِّف بين قلوبِ المُسلمين ووحِّد صُفوفَهم، واجمع كلمتَهم على الحقِّ يا رب العالمين

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴾ [النحل: 90]

فاذكروا اللهَ يذكُركم، واشكُروه على نعمِه يزِدكم، ولذِكرُ الله أكبر، واللهُ يعلمُ ما تصنَعون

Makna Ukhuwah Islamiyyah

Makna Ukhuwah Islamiyyah 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

فإنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ

Makna Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Kita sering mendengar istilah ukhuwah islamiyah atau persaudaraan Islam. Persaudaraan di antara sesama muslim yang dibangun di atas dasar iman dan cinta kepada Allah. Hubungan di antara sesama Muslim yang terjalin bukan di atas kepentingan pribadi dan duniawi.

Ukhuwah Islamiyah merupakan hubungan timbal balik yang kuat berdasarkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah, serta bermuara pada cinta kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala, juga pada rasa cinta, keikhlasan, kesetiaan, kepercayaan, dan kejujuran, jauh dari mengejar tujuan atau sasaran duniawi.

Ikatan persaudaraan Islam adalah ikatan yang tak tertandingi, dengan pengaruh yang mendalam, tidak seperti ikatan dan hubungan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan ikatan persaudaraan Islam di antara setiap individu umat Islam.

Ikatan ukhuwah islamyah ini melampaui semua ikatan lainnya, dan lebur di dalamnya seluruh keterikatan kelompok yang lainnya, karena Nabi ﷺ bersabda,

المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ، ولا يَحْقِرُهُ

Seorang Muslim adalah saudara seorang Muslim, dia tidak menzhaliminya dan tidak mentelantarkannya, dan tidak merendahkannya.” [Hadits shahih riwayat Muslim di dalam shahih Muslim no. 2564 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Dengan demikian sesungguhnya ukhuwah Islamiyah merupakan tanda kekuatan, kemuliaan dan kedigdayaan umat Islam.

Ukhuwah Islamiyah adalah ikatan yang kuat, kokoh dan tidak dapat diputuskan. Ikatan yang tidak dapat dipatahkan. Ikatan yang abadi, terus menerus, tidak terputus, berdasarkan partisipasi dalam agama, yang menyatukan semua Muslim dan mengatur mereka di mana pun mereka berada.

Disyariatkannya Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Ukhuwah Islamiyah merupakan sarana utama untuk mewujudkan salah satu tujuan agung dalam syariat Islam yaitu terwujudnya persatuan di antara kaum muslimin dan menjauhkan kaum muslimin dari segala bentuk perpecahan di antara mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [Ali imran: 103]

Allah Ta’ala juga menegaskan bahwa orang-orang kafir yang dahulu pernah memusuhi Islam dan kaum muslimin itu begitu mereka bertaubat, masuk Islam dan melaksanakan kewajiban – kewajiban syariat maka dengan sendirinya mereka berubah statusnya menjadi saudara dalam agama Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. [At-Taubah: 11]

Contoh Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Contoh-contoh yang sangat mengagumkan tentang praktek persaudaraan Islam di antara mereka banyak dikisahkan dalam sejarah Islam. Di antara contohnya adalah kisah yang sangat terkenal dalam perang Yarmuk. Perang antara kaum Muslimin dengan pasukan Romawi pada tahun 13 H ini terjadi di lembah sungai Yarmuk Yordania.

Imam Al-Qurthubi meriwayatkan bahwa Al-‘Adawi berkata, ”Pada waktu perang Yarmuk, aku berangkat mencari saudara sepupuku. Aku membawa sedikit air minum. Aku berkata kepada diriku sendiri, ”Bila dia sedang berada pada nafas terakhirnya, aku akan memberikan air minum ini.” Saat berhasil menemuinya, aku bilang, ”Mau minum?” Dia memberi isyarat dengan kepalanya, ”iya.”

Tiba-tiba ada seseorang yang mengerang, ”Aah.. ! Aah..!” lalu sepupuku memberi isyarat kepadaku agar memberikan air minum itu kepadanya. Ternyata dia adalah Hisyam bin Al-‘Ash. Lantas aku bilang kepadanya, ”Mau minum?” lantas dia berisyarat, “iya.” Kemudian dia mendengar seseorang yang lain berkata, ”Aah.. ! Aah..!”

Maka Hisyam mengisyaratkan agar aku ke sana memberikan air minum itu kepadanya. Setelah mendapati orang tersebut ternyata dia sudah meninggal. Lantas aku kembali ke Hisyam, dia juga sudah meninggal. Lalu aku kembali menuju saudara sepupuku ternyata dia juga sudah meninggal.”

Sementara tidak seorang pun dari mereka yang sempat meminum air tersebut karena masing-masing dari mereka yang meninggal itu lebih mengutamakan saudaranya daripada dirinya sendiri.

Kisah lainnya yang tak kalah menakjubkan adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Abdullah bin Al-Mubarok rahimahullah, seorang ulama Tabi’ut Tabi’in. Beliau meriwayatkan dalam kitabnya Az Zuhd, “Suatu kali Umar mengambil 400 keping uang dinar (sekitar 1700 gram emas).

Kemudian ia memasukkannya ke dalam sebuah kantong. Lalu dia berkata kepada budaknya, ”Berikan ini kepada Abu Ubaidah. Setelah itu tetap tinggallah beberapa saat di rumahnya. Perhatikanlah apa yang dia lakukan dengan uang tersebut!”

Budak itu pun pergi dengan membawa kantong tersebut kepada Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Setelah sampai di rumahnya, dia berkata, ”Ini hadiah dari Amirul Mukminin untuk anda pakai memenuhi kebutuhan anda.”

Abu Ubaidah Ibnul Jarrah radhiyallahu ‘anhu menerimanya, sambil berkata, ”Semoga Allah merahmati Amirul Mukminin.”

Kemudian Abu Ubaidah memanggil budaknya dan berkata, ”Berikan tujuh dinar ini kepada si fulan, lima dinar untuk si fulan, demikian seterusnya hingga uang 400 keping dinar tersebut habis saat itu juga.

Lalu budak Umar pulang dan melaporkan apa yang dia saksikan.

Setelah itu Umar melakukan hal yang sama kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Mu’adz menerima hadiah dari Khalifah tersebut sambil berkata, ”Semoga Allah merahmati khalifah.”

Lalu Mu’adz memanggil budaknya dan berkata, ”Berikan sekian untuk keluarga si fulan, dan sekian untuk keluarga si fulan.”

lstri Mu’adz tiba-tiba keluar dan berkata, ”Kita juga orang miskin. Berilah bagian untuk keluargamu.”

Mu’adz melihat isi kantongnya, ternyata hanya tersisa dua dinar. Uang yang tersisa itu dia berikan untuk istrinya. Budak Umar pulang dan melaporkan apa yang dia lihat. Mendengar laporan tersebut Umar merasa senang sekali. Umar berkata,

”Mereka memang bersaudara, satu sama lainnya memiliki akhlak yang sama.” (Az Zuhd wa Raqaiq).

Keutamaan Ukhuwah islamiyah

Ma’syirol Muslimin rahimakumullah,

Ukhuwah Islamiyah itu selain merupakan jembatan untuk mewujudkan persatuan di dalam tubuh kaum Muslimin, sebagai sebuah amal shaleh dan amal kebaikan, ukhuwah Islamiyah itu memiki begitu banyak keutamaan. Di antara keutamaan ukhuwah Islamiyah adalah

  1. Mereka berada di atas mimbar dari cahaya pada hari kiamat.

Ini berdasarkan sebuah hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda,

يقولُ اللهُ – تعالى – : المتحابُّونَ في جلالي ؛ لهم مَنابِرُ من نورٍ يَغْبِطُهم النبيونَ والشهداءُ .

“Allah Ta’ala berfirman,”Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya hingga para Nabi dan Syuhada’ pun iri dengan mereka.” [Hadits riwayat Ahmad (22080) dan At-Tirmidzi (2390)]

  1. Mereka berada di bawah naungan ‘arsy Allah pada hari kiamat

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari kiamat yang tidak ada naungan saat itu kecuali naungan-Nya. Salah satu golongan tersebut adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah. [hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

  1. Allah mencintai mereka

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ,

زارَ رجُلٌ أخًا لَهُ في قريَةٍ فأرْصَدَ اللهُ لَهُ ملَكًا علَى مَدْرَجَتِه ، فقال : أينَ تُرِيدُ ؟ قال : أخًا لِي في هذِهِ القرْيَةِ ، فقال : هل لَّهُ عليكَ مِنْ نعمةٍ ترُبُّها ؟ قال : لَا ؛ إلَّا أنِّي أُحِبُّه فِي اللهِ ، قال : فإِنَّي رسولُ اللهِ إليكَ أنَّ اللهَ أحبَّكَ كمَا أَحْبَبْتَهُ

Ada seorang pria mengunjungi saudaranya di suatu daerah lain. Lalu Allah pun menempatkan Malaikat di jalan yang akan dia lewati. Ketika orang tersebut telah sampai kepadanya, Malaikat tersebut bertanya, “Kamu mau kemana?” Ia menjawab, “Aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”.

Malaikat itu pun bertanya, ”Apakah ada suatu nikmat yang ingin engkau perbaiki atau sempurnakan?”. Orang tadi mengatakan, “Tidak ada. Sesungguhnya sebabnya hanyalah aku mencintainya karena Allah.” Maka malaikat mengatakan, “Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu untuk memberitahu bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena Allah.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad (350) dan Muslim (2567) dengan sedikit perbedaan]

  1. Mendapatkan rasa manisnya iman

Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ beliau bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.

Ada tiga perkara yang apabila ketiganya ada pada diri seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Orang mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi selain keduanya dan orang yang mencintai seseorang karena Allah semata dan orang yang tidak suka untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran sebagaimana dia tidak suka untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” [Hadits riwayat Al-Bukhari, Muslim, At-tirmidzi, An-Nasa;i dan Ibnu Majah]

  1. Cinta karena Allah itu menunjukkan adanya iman dan iman mengharuskan pemiliknya masuk surga

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا ، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk Surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian.”[ Hadits riwayat Muslim no. 110. Kitab Al Iman]

Syarat Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Ukhuwah karena Allah itu memiliki syarat-syarat asasi. Syarat-syarat ini akan menertibkan ikatan ukhuwah tersebut. Ukhuwah Islamiyah itu tidak akan diterima oleh Allah ‘Azza wa jalla kecuali bila kaum Muslimin itu menetapi syarat-syarat tersebut dan melakukannya dengan sebaik-baiknya.

Menurut Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah, di dalam salah satu bukunya yaitu Al-Ukhuwah Al-Islamiyah wa Atsaruha, syarat-syarat ukhuwah Islamiyah yang paling penting dan mendasar adalah:

  1. Ukhuwah harus murni karena Allah
  2. Ukhuwah karena Allah harus diiringi dengan iman dan takwa
  3. Ukhuwah itu harus berpegang teguh dengan manhaj Islam.
  4. Ukhuwah harus tegak di atas nasehat untuk Allah dan untuk para hamba-Nya.

Dalam hadits Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Agama adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Nabi bersabda,”Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya dan bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta umat Islam seluruhnya.” [Hadits riwayat Muslim]

Hak-hak Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Ukhuwah Islamiyah itu memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh masing masing muslim. Hak-hak ukhuwah Islamiyah ini cukup banyak. Berdasarkan kajian Dr. Abdullah Nashih Ulwan terhadap hadits-hadits yang terkait, hak-hak ukhuwah Islamiyah secara umum adalah:

  1. Menyebarkan salam
  2. Menjawab salam
  3. Menjenguk muslim yang sakit
  4. Mengiringi jenazah
  5. Memenuhi undangan seorang muslim
  6. Mendoakan orang yang bersin
  7. Memenuhi permintaan orang yang bersumpah kepada Allah agar dirinya melakukan sesuatu.
  8. Menolong muslim yang dizhalimi
  9. Memperhatikan nasehat
  10. Menghilangkan derita yang menimpa.
  11. Memudahkan orang yang sedang berada dalam kesulitan.
  12. Menutup mata dari aib saudaranya.
  13. Menjauhkan diri dari tindakan menyakiti saudaranya seperti dengki, saling membenci, kezhaliman dan melecehkan.

Dan masih ada yang lain lagi yang merupakan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang harus ada. 

Sarana Menguatkan Ukhuwah Islamiyah

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Agar ukhuwah Islamiyah bisa terjalin kuat di antara kaum muslimin dan terlahir masyarakat muslim yang sangat kokoh hubungan kemasyarakatannya, dengan tingkat konflik yang rendah di antara individu yang ada di dalamnya, maka diperlukan upaya-upaya untuk menguatkan ikatan persaudaraan tersebut.

Menurut Syaikh Abdullah bin Jarullah Al-Jarullah, sarana-sarana untuk menguatkan semangat Ukhuwah Islamiyah di antaranya adalah:

  1. Bila seseorang menyukai yang lain hendaknya dia memberitahu saudaranya tersebut.
  2. Bila seseorang berpisah dari saudaranya seiman hendaknya dia memintanya agar mendoakan dirinya di saat dirinya tidak bersamanya.
  3. Bila berjumpa dengan saudaranya hendaknya dia menemuinya dengan wajah yang ceria, gembira, lembut dengan tersenyum.
  4. Bila berjumpa dengan saudaranya hendaknya bergegas untuk bersalaman dengannya dan mengucapkan salam kepadanya.
  5. Secara berkala mengunjungi saudaranya sesama Muslim.
  6. Memberikan ucapan selamat dan memasukkan rasa bahagia ke dalam hatinya di momen-momen yang membahagiakan.
  7. Mengucapkan takziah dan menghiburnya saat mendapat musibah.
  8. Membantunya saat membutuhkan.
  9. Memenuhi hak-hak ukhuwahnya secara sempurna.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا

اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

Manfaat Ukhuwah Islamiyah

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Ukhuwah Islamiyah sebagai sebuah ajaran dan tuntunan kehidupan yang sangat agung tentu memiliki banyak faedah dan manfaat yang bisa dirasakan secara langsung oleh kaum Muslimin. Sebab setiap ajaran Islam itu pasti mengandung maslahat bagi kaum muslimin dan umat manusia pada umumnya serta menjauhkan kaum muslimin dari madharat dan juga umat manusia. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Di antara manfaat dan faedah dari ukhuwah islamiyah adalah:

  1. Merasakan manisnya iman sehingga hidup berbahagia.
  2. Allah meliputinya dengan rahmat-Nya dan menjaganya dari kengerian pada hari kiamat.
  3. Mendapatkan keamanan dan kebahagiaan dan dimasukkan ke dalam kelompok 7 orang yang mendapatkan perlindungan pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
  4. Merasakan bertambahnya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan mendapati rasa manisnya di dalam hati.
  5. Cinta karena Allah merupakan tanda penerimaan dan pintu taufik.
  6. Penambahan derajat di surga dicapai dengan kejujuran dalam bersaudara karena Allah.
  7. Orang-orang yang saling mencintai karena Allah hati mereka tenteram dan aman dari kondisi yang menakutkan dan wajah mereka bersinar dengan cahaya kebahagiaan pada hari kiamat.
  8. Ukhuwah Islamiyah itu merupakan ikatan iman yang kuat dan siapa yang berpegang teguh dengannya akan selamat.
  9. Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan bersama dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para Nabi, orang-orang yang Shiddiq, syuhada’ dan orang-orang shalih pada hari kiamat.
  10. Sesungguhnya ukhuwah karena Allah itu merupakan perilaku yang baik, persahabatan yang bermanfaat, perjalanan hidup yang bagus, niat yang baik dan kehidupan yang membahagiakan.
  11. Cinta karena Allah itu menunjukkan kesempurnaan agama, kejernihan batin, amal yang kokoh, takut kepada Allah, menjaga hak Allah dan menghormati kitab-Nya dan cinta kepada Nabi-Nya ﷺ
  12. Ukhuwah itu membantu ketaatan kepada Allah
  13. Ukhuwah merupakan bentuk jaminan sosial kemanusiaan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada kita semuanya sikap istiqamah di atas ketaatan kepada Allah serta menjauhi segala larangan-Nya dan menganugerahkan rezeki untuk bisa memenuhi hak-hak ukhuwah Islamiyah dan seluruh syarat-syaratnya dengan sebaik-baiknya.

Doa Penutup

Mari kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menutup khutbah Jumat ini.

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

4 Larangan dalam Jual Beli yang Masih Sering Dilanggar

4 Larangan dalam Jual Beli yang Masih Sering Dilanggar

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ:

 

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Puji syukur atas ke hadirat Allah ‘azza wajalla yang telah memberi kita berbagai macam kenikmatan. Sehingga pada siang hari yang berbahagia ini, kita masih dikaruniai kesempatan untuk melaksanakan salah satu di antara kewajiban yang dibebankan Allah ‘azza wajalla kepada hamba-Nya yang muslim, berakal, mampu, dan sudah baligh.

Shalawat serta salam senantiasa kita lantunkan kepada Nabi kita Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan kepada seluruh orang shalih yang senantiasa berpegang teguh pada jalan perjuangannya.

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Kami wasiatkan kepada diri kami, juga kepada jamaah sekalian, untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wajalla. Sebab, hanya dengan takwa yang menghujam kuat dalam sanubari kita inilah, kita mendapatkan jaminan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ

Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Syariat Islam terdiri dari dua unsur: ibadah dan muamalah.

Ibadah adalah setiap aktivitas atau amalan yang terjadi antara manusia dengan Allah ‘azza wajalla. Seperti shalat, shiyam atau puasa, zakat, haji, nazar, menaati perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan sebagainya.

Sedangkan muamalah adalah setiap aktivitas atau amalan yang terjadi antara manusia satu dengan manusia yang lain. Contohnya, muamalah dalam jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan semisalnya.

Setiap muslim dituntut agar setiap ibadah yang ia lakukan, muamalah yang ia jalankan, selalu lurus sesuai dengan manhaj yang Allah ‘azza wajalla perintahkan dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jelaskan.

Dalam hal ibadah, setiap muslim dituntut untuk senantiasa giat melaksanakan ibadah-ibadah baik yang hukumnya sunnah, terlebih lagi ibadah yang hukumnya wajib.

Setiap muslim dituntut untuk melaksanakannya dengan sesempurna mungkin; memenuhi syarat dan rukunnya, menepati waktu pelaksanaannya, dan menyempurnakan proses pengamalannya.

Semuanya itu, hanya dapat dilakukan jika setiap muslim memiliki bekal ilmu yang cukup tentang berbagai macam bentuk ibadah yang Allah ‘azza wajalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan.

Demikian pula dalam hal muamalah. Bekal ilmu menjadi syarat utama yang harus terpenuhi sebelum seorang muslim menjalankan suatu bentuk muamalah.

Kita dapati hari ini banyak sekali saudara-saudara kita, atau bahkan mungkin diri kita sendiri, sering melakukan kekeliruan dalam muamalah karena sebab ketidaktahuan terhadap ilmu muamalah tersebut.

Pelanggaran terhadap ketentuan syariat Islam dalam hal muamalah, memiliki konsekuensi dan dampak yang sangat berbahaya dalam lingkungan sosial.

Oleh sebab itu, dengan sangat tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,

مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Barang siapa mengambil hak milik seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mengharuskan dirinya masuk neraka dan mengharamkan baginya surga.” (HR. Muslim)

Dalam beberapa hadits juga disebutkan bahwa Allah ‘azza wajalla kelak tetap akan mengadili urusan hak antar sesama manusia ketika hari hisab kelak.

Pelanggaran syariat dalam hal muamalah yang paling sering kita jumpai adalah kekeliruan dalam praktik jual beli.

Hampir setiap orang melakukan transaksi jual beli. Namun, tidak setiap orang tahu dan paham tentang ilmu jual beli yang benar sesuai syariat Islam.

Ilmu tentang syarat dan rukun jual beli, ilmu tentang model jual beli, ilmu tentang jual beli yang halal dipraktikkan, ilmu tentang jual beli yang haram dipraktikkan, ilmu tentang larangan dalam jual beli, dan sebagainya.

Pada materi khutbah Jumat kali ini, khatib hendak menasihati diri khatib sendiri dan para jamaah sekalian tentang berbagai larangan dalam jual beli yang sering kita jumpai di tengah masyarakat.

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Larangan Pertama: Manipulasi Timbangan

Larangan dalam jual beli yang pertama adalah kebiasaan manipulasi timbangan.

Kita masih mendapati saudara-saudara kita yang memanipulasi timbangan dalam perdagangan mereka. Sehingga terjadilah penipuan berat timbangan dengan disengaja.

Beli beras satu 25kg, ketika sampai di rumah, ditimbang ulang ternyata hanya 24kg.

Beli jeruk 5kg, ketika sampai di rumah, ditimbang ulang ternyata hanya 4kg.

Jual tanah yang ukuran semestinya adalah 1000 meter persegi, namun dimanipulasi ukurannya menjadi 1100 meter persegi.

Jual sapi, sapinya diglonggong dahulu menggunakan air sebanyak-banyaknya agar timbangannya menjadi berat ketika dijual.

Padahal, memanipulasi timbangan dan ukuran produk jual adalah larangan dalam jual beli. Perilaku seperti ini adalah perilaku orang-orang Yahudi dan bangsa kafir.

Memanipulasi timbangan dan ukuran produk jual adalah problem serius dalam Islam. perilaku ini adalah perilaku penipuan. Perilaku memakan harta orang lain yang bukan haknya.

Allah ‘azza wajalla berfirman,

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ

Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!” (QS. Al-Muthaffifin: 1)

الَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَۖ

“(Yaituorang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan.” (QS. Al-Muthaffifin: 2)

وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَۗ

Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 3)

اَلَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَۙ

Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS. Al-Muthaffifin: 4)

Memenuhi timbangan dan ukuran produk jual adalah langkah dalam merealisasikan sifat amanah dan jujur. Amanah dan kejujuran dalam menimbang dan mengukur adalah upaya dalam menciptakan keadilan sosial.

وَاَوْفُوا الْكَيْلَ اِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimudan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Isra’: 35)

وَاَقِيْمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيْزَانَ

Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS. Ar-Rahman: 9)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Larangan Kedua: Mengelabui Pembeli dan Memalsukan Barang Dagangan

Larangan dalam jual beli yang juga sering kita jumpai adalah mengelabui pembeli dan memalsukan barang dagangan. Dalam fikih, perilaku seperti ini dikenal dengan istilah al-Ghisysy.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati setumpuk makanan. Lalu jari-jari beliau menyentuh sesuatu yang basah. Kemudian beliau bersabda,

مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ

Apa ini, wahai pemilik makanan?”

Penjual makanan tadi pun lantas menjawab,

أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ

Terkena air hujan, wahai Rasulullah.”

Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ، مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Mengapa tidak kamu letakkan di bagian atas saja agar orang dapat melihatnyaBarang siapa yang mengelabui, maka ia bukan dari golongan kami!” (HR. Muslim)

Hadits tersebut menjadi dalil yang sangat jelas sekali atas haramnya berbagai bentuk manipulasi, mengelabui, atau pencitraan dalam rangka menyembunyikan dengan sengaja nilai minus yang ada pada produk jualan dari pengetahuan pembeli.

Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitab Majmu’ al-Fatawa (28/72), Al-Ghisysy adalah tindakan mengelabui yang dilakukan dalam jual beli dengan menyembunyikan sisi negatif produk. Seperti tindakan melakukan pengemasan atau packaging sebagus mungkin untuk menutupi kondisi produk yang rusak atau buruk.

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Larangan Ketiga: Janji dan Sumpah Palsu

Larangan dalam jual beli yang ketiga adalah kebiasaan membuat janji dan sumpah palsu.

Janji dan sumpah palsu dalam jual beli sering kita dapati dilakukan oleh penjual di pasar-pasar.

Para penjual memberikan janji-janji dan melakukan sumpah palsu dengan harapan barang dagangan mereka laris terjual.

Tindakan yang telah mereka lakukan ini adalah tindakan yang keji dan tercela.

Bahkan, karena dorongan hawa nafsunya untuk segera mendapat keuntungan yang melimpah, mereka melakukan perbuatan buruk tersebut atas dasar sama-sama tahu bahwa tindakan seperti itu sebenarnya dilarang oleh syariat Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan peringatan keras kepada mereka yang lisannya ringan untuk memberikan janji dan sumpah palsu.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat mereka, tidak akan menyucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.”

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengulangnya tiga kali.”

Kemudian Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata lagi,

خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟

Mereka gagal dan rugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?”

Beliau bersabda,

الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Orang yang isbal (memanjangkan pakaian), orang yang suka memberi dengan menyebut-nyebutkannya (karena riya’), dan orang yang membuat laku barang dagangan dengan sumpah palsu,” (HR. Muslim)

Dalam kesempatan yang lain beliau juga menegaskan,

الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ

Sumpah itu melariskan dagangan jual beli namun menghilangkan barakah.” (Muttafaq ‘alaih)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ، فَمَنَعَهُ مِنَ ابْنِ السَّبِيلِ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ، وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ العَصْرِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ” ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا} [آل عمران: 77]

Ada tiga orang yang tidak dilihat Allah di hari kiamat, dan Allah tidak mensucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.

Pertama, seorang yang punya kelebihan air di jalan, namun ia menahan air tersebut sehingga orang yang dalam perjalanan tidak bisa mengambilnya.

Kedua, seorang yang berbaiat kepada pemimpin Muslim semata-mata karena perkara duniawi. Jika ia diberikan manfaat dunia, ia ridha. Jika tidak diberikan, ia pun benci.

Ketiga, orang yang menawarkan barang dagangannya setelah Ashar.

Lalu ia berkata: “Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Ia, sungguh aku telah membelinya sekian dan sekian”, kemudian ada orang yang tertarik membeli barang tersebut. Nabi kemudian membaca ayat (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya denganAllah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.” (QS. Al Imran: 77)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Larangan Keempat: Menjual Barang di Atas Akad Penjualan Saudaranya

Larangan dalam jual beli yang keempat adalah kebiasaan menjual barang di atas akad penjualan saudaranya.

Termasuk larangan dalam jual beli adalah menjual barang di atas akan penjualan orang lain dan membeli barang di atas akad pembelian orang lain. Sebagaimana halnya—dalam bab nikah—melamar seorang akhwat yang sedang proses menunggu jawaban dari lamaran laki-laki lain.

Penjualan barang seperti ini diharamkan dalam Islam karena berpotensi memicu permusuhan dan perselisihan antar sesama manusia.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ بَعْضٍ

Janganlah sebagian kalian menjual barang yang telah dijual kepada saudaranya. Dan janganlah sebagian kalian melamar seorang perempuan yang sedang dilamar saudaranya.” (HR. Muslim No. 1412)

Contoh, seorang penjual durian telah sepakat dengan pembeli yang akan membeli 1 durian dengan harga 90.000. Tak lama kemudian, datang seseorang ingin beli durian. Ia ingin durian yang sudah akan dibeli oleh pembeli tadi. Lalu ia menawar dengan harga lebih tinggi; 100.000. Ia minta ke penjual untuk membatalkan akad dengan pembeli pertama. Dan penjual pun menyetujui dengan tawaran harga lebih tinggi itu.

Praktik seperti ini adalah praktik jual beli yang terlarang dalam Islam. Dampak negatifnya, akan terjadi perselisihan dan kebencian antar sesama. Sedangkan Islam memerintahkan untuk mempererat ukhuwah dan hubungan antar sesama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَنَاجَشُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا

وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ

Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Terakhir, aktivitas muamalah yang paling sering kurang diperhatikan oleh kebanyakan saudara muslim adalah larangan jual beli di dalam masjid dan larangan jual beli di hari Jumat ketika azan shalat Jumat telah dikumandangkan.

Padahal firman Allah ‘azza wajalla sangatlah jelas,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Semoga Allah ‘azza wajalla teguhkan diri kita untuk senantiasa menaati perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan istiqamah menjalankan syariat-Nya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

 

KHUTBAH KEDUA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ حُكَّامًا وَمَحْكُوْمِيْنَ، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ اشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَاهُمْ، وَفُكَّ أَسْرَانَا وَأَسْرَاهُمْ، وَاغْفِرْ لِمَوْتَانَا وَمَوْتَاهُمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْإِيْمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا، وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة

Pembagian Manusia

Pembagian Manusia

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

فإنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ

Pembagian Manusia

Hadirin Jamaah Jumat rahimakumullah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan jin dan manusia dengan satu tujuan utama yaitu agar mereka beribadah kepada-Nya, untuk mentauhidkan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [Adz-Dzariat: 56]

Namun manusia secara keseluruhan terbagi menjadi dua kelompok besar sebagaimana firman Allah,

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [At-Taghabun : 2]

  1. Kelompok manusia yang mentaati Allah dan mengikuti rasul-Nya.

Hawa nafsu kelompok ini tunduk dan patuh kepada ajaran Rasulullah ﷺ, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada seorang pun kecuali Allah.

Mereka ini diberi kabar gembira dengan surga yang luasnya seluar langit dan bumi yang disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.

  1. Kelompok manusia yang membangkang terhadap Allah.

Mereka berbuat melampaui batas, bersikap takabur dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka ini berada dalam kegelapan hidup dan berkubang dalam lumpur maksiat kepada Allah.

Mereka ini lah yang disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan selain Allah.

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [Al-Jatsiyah: 45]

Macam-Macam Dosa

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah

Sebagai manusia kita diberi kebebasan penuh oleh Allah untuk mengikuti jalan hidup orang-orang mukmin atau mengikuti jalan hidup orang-orang kafir. Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk jalan bagi orang orang mukmin berupa Al-Quran.

Allah kemudian memilih dan menunjuk Nabi Muhammadﷺ untuk menjelaskan al-Quran dan mempraktekkannya dalam kehidupan agar menjadi contoh yang hidup tentang petunjuk tersebut. Setiap penyimpangan dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allah.

Setiap kemaksiatan akan membuahkan dosa bagi pelakunya. Dosa merupakan agen pengantar menuju kekafiran. Namun dosa itu bertingkat-tingkat. Ada dosa kecil dan ada dosa besar. Keduanya bila terus menerus dilakukan dikhawatirkan bisa mengantarkan seseorang terjerumus kepada kekafiran. Na’udzubillah min dzalik.

Perlu dijelaskan sekilas disini tentang maksud dosa besar dan dosa kecil. Perbedaannya adalah sebagai berikut:

  1. Dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam oleh Allah dengan laknat, murka dan neraka. Dosa ini tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat yang tulus dan sungguh-sungguh.

Siapa saja yang meninggal dengan membawa dosa besar tanpa sempat bertaubatmaka urusannya diserahkan kepada Allah. Bila Allah menghendaki Allah akan menyiksanya. Namun bila Allah menghendaki Allah akan mengampuninya.

  1. Sedangkan yang dimaksud dengan dosa kecil adalah dosa lainnya yang tidak ada ancaman seperti dalam dosa besar bagi pelakunya.

Amal shalih bisa menghapus dosa-dosa kecil. Namun demikian tidak diperbolehkan untuk menganggap remeh dosa kecil. Karena dosa kecil yang terus menerus dilakukan akan menjadi besar juga jumlahnya sehingga bisa membinasakan pelakunya.

Adakah Perbedaan Antara Dosa Dan Maksiat

Jama’ah Jumat rahimakumullah,

Kita sering mendengar istilah dosa dan maksiat. Apakah dua istilah ini ada perbedaan makna ataukah tidak?

Menurut Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullah istilah as-Sayyiah (keburukan), al-Khathiah (kesalahan) al-itsmu wadz dzanbu (dosa) adalah hal-hal yang berdekatan maknanya yaitu al-ma’shiyah (maksiat). Demikian pula sebaliknya. Semuanya sinonim dan memiliki makna yang berdekatan.

Syaikh Bin Baz menegaskan bahwa yang wajib adalah bersikap waspada. Jadi, misalnya, ghibah itu disebut dengan dzanbun (dosa) . Namun disebut juga dengan maksiat, juga disebut dengan Itsmun (dosa) dan disebut pula dengan khathiah (kesalahan).

Kesimpulannya, seorang mukmin wajib untuk menjauhi apa yang dilarang oleh Allah baik disebut dengan dosa, maksiat atau kesalahan. Harus waspada terhadap maksiat, apa saja yang diharamkan oleh Allah.

Akibat Dosa Terhadap Kehidupan Manusia

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Dosa dan maksiat pasti menimbulkan madharat atau kerugian. Madharat dosa dan maksiat bagi hati seperti madharat yang ditimbulkan oleh racun bagi tubuh. Madharat tersebut memiliki tingkatan yang beragam.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda,” Manusia tidak akan binasa hingga diri mereka banyak berbuat dosa.” [Hadits riwayat Ahmad (IV/260) dan Abu Dawud (no.4347) dengan sanad yang shahih.]

  1. Dosa dan maksiat menghalangi seseorang dari mendapatkan ilmu yang bermanfaat

Ilmu adalah cahaya yang Allah masukan ke dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut.

Imam As-Syafi’i berkata dalam syairnya:

شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ حِفظي فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ وَنورُ اللَهِ لا يُهدى لِعاصي.

Aku mengadu pada Waki’ (guru Imam Syafi’i) tentang buruknya hafalanku. Dia mengarahkan aku agar meninggalkan kemaksiatan.

Dan dia memberitahuku bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

  1. Dosa menjadi penghalang dari mendapatkan rezeki

Takwa kepada Allah Ta’ala adalah perkara yang mendatangkan rizki, maka meninggalkan takwa akan menyebabkan kefakiran.

Rasulullah ﷺbersabda:

إِنَّ الرجل ليُحْرَمُ الرِّزقَ بالذنبِ يصيبُهُ

Sesungguhnya seseorang itu benar-benar terhalangi dari rizki karena dosa yang dilakukannya.”

[Hadist riwayat Imam Ahmad (22386) Ibnu Hibban (572). Hadits ini hasan menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth rahimahullah.]

  1. Dosa dan maksiat menjadikan berbagai urusan menjadi sulit bagi pelakunya.

Bila ketakwaan kepada Allah itu menjadikan semua urusan dimudahkan oleh Allah, maka orang-orang yang suka berbuat dosa dan maksiat akan dipersulit urusan-urusannya. Hampir setiap perkara yang dia urusi seolah tertutup jalannya.

Kebanyakan orang tidak menyadari ketika dia mendapati pintu-pintu kebaikan dan berbagai maslahat tertutup, itu adalah akibat dari dosa dan maksiat yang dilakukannya.

  1. Pelaku dosa mendapati kegelapan di hatinya secara hakiki.

Dia merasakankegelapan hatinya tersebut sebagaimana dia bisa merasakan kegelapan malam yang pekat saat larut malam.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata,” Ketaatan adalah cahaya. Maksiat adalah kegelapan. Jika kegelapan menguat, maka kebingungan juga bertambah sehingga pelakunya terjatuh dalam berbagai bid’ah dan perkara yang membinasakan, sementara dia tidak menyadarinya.

Kegelapan maksiat akan menguat sampai terlihat di mata, lalu terus menguat hingga menyelimuti wajah, dan menjadi tanda hitam, hingga setiap orang mampu melihatnya.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan secara ringkas pengaruh dosa tersebut sebagai berikut:

إنَّ للحسنة ضياء في الوجه، ونوراً في القلب، وسعة في الرزق، وقوة في البدن، ومحبة في قلوب الخلق، وإن للسيئة سواداً في الوجه، وظلمة في القلب، ووهناً في البدن، ونقصاً في الرزق، وبغضة في قلوب الخلق

”Sesungguhnya kebaikan mempunyai sinar di wajah, cahaya hati, kelapangan dalam rizki, kekuatan pada tubuh, serta rasa cinta di hati para makhluk. Sesungguhnya keburukan memiliki tanda hitam di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di tubuh, kekurangan dalam rizki, serta kebencian di hati para makhluk.” [Al-Wabil- Ash-Shayyib hal. 43]

  1. Dosa dan maksiat akan membuahkan dosa yang semisalnya.

Dosa dan maksiat akan melahirkan kemaksiatan yang semisalnya hingga seorang pelaku maksiat merasa berat untuk berhenti dari maksiat.

Sebagian ulama salaf berkata,

إن من عقوبة السيئة السيئة بعدها، وإن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها

”Sesungguhnya sebagian dari hukuman dari keburukan adalah keburukan berikutnya dan sesungguhnya termasuk (jaza) balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya.” [Al-Jawab AL-Kafi: 36]

  1. Maksiat menyebabkan hati tidak menganggap maksiat sebagai sebuah keburukan.

Hati tidak lagi menganggap kemaksiatan sebagai perkara yang buruk karena maksiat tersebut telah menjadi kebiasaan. Sampai pada tingkatkan para pelaku maksiat justru berbangga diri dengan maksiat yang dia lakukan dan menceritakannya kepada orang yang tidak mengetahui bahwa ia melakukan maksiat.

Akibat logis dari kondisi batin yang sudah sedemikian rusak adalah hilangnya keinginan untuk bertaubat dari maksiat yang dia lakukan. Inilah yang biasa terjadi pada orang-orang yang suka bermaksiat secara terbuka dan menceritakan kemaksiatan yang dia lakukan kepada orang banyak.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عن سالم بن عبد اللّه قال: سمعت أبا هريرة يقول سمعت رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم- يقول: كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه

Dari Salim bin Abdullah, dia berkata,”Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu berkata,” Aku mendengar Rasulullah ﷺbersabda, ‘Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujaahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah,pent ). Dan termasuk perbuatan mujaharah (terang-terangan berbuat dosa) adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi harinya dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut.

Dia justru berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupinya, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap apa yang Allah telah tutup darinya.” [Hadits muttafaq ‘alaihi. Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim]

  1. Maksiat akan membuat pelakunya menjadi orang yang hina.

Di antara dampak maksiat adalah mewariskan kehinaan, karena kemuliaan sejati hanyalah terdapat dalam ketaatan kepada Allah.

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ جَمِيعًا

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” [Al-Fathir: 10]

Barangsiapa mencari kemuliaan di dunia dan di akhirat, maka hendaknya dia mencarinya dari Allah, dan itu tidak akan diperoleh kecuali dengan ketaatan kepadaNya, karena seluruh kemuliaan adalah milik Allah. Barangsiapa merasa mulia dengan Yang Maha Pencipta, maka Allah akan memuliakannya. [Tafsir Muyassar]

Sebagian ulama salaf berdoa,

اللهم أعزني بطاعتك، ولا تذلني بمعصيتك

“Ya Allah ! muliakanlah aku dengan ketaatan kepada-Mu dan janganlah Engkau hinakan aku dengan bermaksiat kepada-Mu.” [Al-Jawab Al-Kafi: 38]

  1. Maksiat dan dosa bila sudah banyak akan menutup hati pelakunya.

Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)

Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat dosa), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.

Itulah yang dimaksud dengan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’. [Hadits riwayat At-Tirmidzi dan dia berkata,”Hadits Shahih.” Dan Ibnu Majah. Al-Albani menyatakan sebagai hadits hasan di dalam Shahih Ibni Majah no. 3422]

Ini hanyalah sebagian kecil dari akibat buruk dosa dan maksiat. Masih banyak yang lainnya sebagaimana diterangkan oleh para ulama

Obat Dosa dan Maksiat

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Dosa mirip dengan penyakit fisik yang mana orang-orang harus berusaha keras agar terlindungi darinya, menjauh dari sebab-sebabnya dan jangan sampai menyerah kepadanya.

Sama seperti penyakit jasmani, yang jika tidak diobati akan melemahkan tubuh dan menghancurkannya. Penyakit berupa dosa, jika dibiarkan tanpa pengobatan, akan merusak ruh, dan keselamatan ruh melebihi keselamatan tubuh karena keselamatan ruh berdampak pada keselamatan di Hari Kiamat.

Jadi dosa adalah penyakit, dan obatnya adalah: taubat dan istighfar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata,

وبالْجُملة فدَواء الذُّنوب الاستغفار…

”Secara garis besar, obat dosa adalah istighfar … ”

Qatadah berkata,

إنَّ هذا القرآن يدلُّكم على دائكم ودوائكم؛ فأمَّا داؤكم فالذُّنوب، وأمَّا دواؤكم فالاستغفار

”Al-Qur’an ini menunjukkan Anda kepada penyakit kalian dan obat kalian. Adapun penyakit kalian adalah dosa. Sedangkan untuk obat kalian adalah istighfar. ”

Sebagian ulama berkata,” Sandaran orang-orang berdosa hanyalah tangisan dan istighfar. Siapa yang dosa-dosanya telah membuatnya gundah maka perbanyaklah istighfar. Ribah Al Qaisiy berkata,

لي نيِّف وأربعون ذنبًا قد استغفرتُ الله لكلِّ ذنب مائة ألف مرة

Aku punya dosa lebih dari 40 dosa. Aku telah beristighfar kepada Allah untuk setiap dosa tersebut sebanyak 100 ribu kali.”i

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.

اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.

Jangan Meremehkan Dosa Walaupun Kecil

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إيَّاكُم ومحقَّراتِ الذُّنوبِ فإنَّهنَّ يجتمِعنَ على الرَّجلِ حتَّى يُهلِكنَهُ

Hendaklah kalian menjauhi dosa-dosa yang dianggap sepele (kecil). Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu (bisa) berakumulasi (menumpuk) pada diri seseorang sehingga bisa membinasakannya.”

[Hadits riwayat Ahmad (5/331) dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir (5872), dengan sanad shahih.]

Para ulama berkata,”Hal itu karena dosa-dosa kecil bila telah berakumulasi (menumpuk dalam jumlah banyak) dan belum dibersihkan dengan taubat dan istighfar niscaya bisa membinasakan pelaku dosa-dosa tersebut. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

Al Imam Abdullah ibnul Mubarok, seorang tokoh ulama tabiut tabi’in pernah berkata dalam bentuk syair:

رأيتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ القُلُوبَ *** وقد يورثُ الذّل إدمانُهَــا

وتركُ الذُّنُوبِ حَيَاةُ القُلُوبِ *** وخَيْرٌ لِنَفْسِـكِ عِصْيَانُهَـا

Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati

Dan terus menerus melakukan dosa akan mewariskan kehinaan

Meninggalkan dosa itu adalah kehidupan hati

Dan tidak mau melakukan dosa itu lebih baik buat dirimu

Bila demikian halnya, maka jangan sampai kita meremehkan dosa walaupun dosa kecil, karena hal itu bisa membinasakan diri kita sendiri. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

إنكم لتعملون أعمالاً هي أدق في أعينكم من الشعر كنا لنعدها على عهد رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الموبقات “(رواه البخاري).

“ Sungguh kalian melakukan perbuatan-perbuatan (dosa) yang dalam pandangan kalian itu lebih tipis daripada rambut, padahal dahulu kami menghitungnya di masa Nabi ﷺ termasuk dalam perkara-perkara yang membinasakan (dosa-dosa besar).” [Hadits riwayat Al-Bukhari]

Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata,

لا تنظر إلى صغر الخطيئة ولكن إلى عظمة من عصيت

“Jangan kamu melihat kepada kecilnya kesalahan (dosa). Namun lihatlah keagungan dari yang engkau maksiati.”

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita semuanya dan seluruh kaum muslimin hidayah dan taufik-Nya serta berkenan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita.

Doa Penutup

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ