Mengikhlaskan Ketaatan

Mengikhlaskan Ketaatan

Sahabat-sahabatku! Kalian bertanya-tanya tentang orang yang ketidaktenaran dan suka menyembunyikan amal kebajikannya, mereka itulah ulul albab (orang-orang berakal) yang telah diberi oleh Allah SWT faedah dari perbendaharaan ilmu-Nya. Karena hal yang paling dominan pada niat, tekad hati, kehendak dan cita-citaa mereka adalah agar tidak ada yang mengetahui selain Allah SWT tentang sesuatu yang terpuji dalam urusan mereka. Apa yang mereka sembunyikan dilakukan berdasarkan petunjuk, dan apa yang mereka kemukakan dilakukan dengan kebenaran. Dan dalam hal ini, mereka itu bermacam-macam di antara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena takut terhadap tipu daya musuh yang bakal menjerumuskannya kepada finah, menghapuskan amal pebuatan dan menggagalkan segala daya upaya oarng-orang yang beramal.

Seandainya orang berilmu yang selalu berjaga-jaga ini menemukan cara lain untuk menyembunyikan amal perbuatannya dari dirinya dan musuhnya, tentu akan ia lakukan itu karena takut terhadap musuh-musuh agamanya serta merasa lemah dalam berusaha menghadapi dirinya sendiri dan musuhnya tersebut, sehingga ia tidak akan mendapatkan keselamatan. Kemudian di anatara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena lebih mengutamakan ketidaktenaran dan sangat menyukai keutamaan pahala kerahasiaan, di ssamping untuk mencari keselamatan diri, maka ia rahasiakan segala keadaannya dengan segenap kemampuan.

Orang seperti ini, apabila urusannya mulai diketahui orang di suatu tempat, ia akan lari dengan agamanya ke temepat lain yang tidak dikenal oang selagi ia masih bisa menemukan cara untuk melakukannya. Kadang kala, karena sesuatu dan lain hal, ia terpaksa menampakan sebagian pendapatnya demi sesuatu kebutuhan orang lain.

Tetapi hal itu pun hanya ia tampakkan seperlunya, sekedar memenuhi kebutuhan untuk menganbil dan memberi manfaat, seraya memohon dengan segenap kerendahan hati kepada Allah SWT agar dia diberi keselamatan dari fitnah yang terkandung pada sesuatu yang telah nampak darinya itu, seperti yang dilakukan oleh mereka yang menyukai ketidaktenaran, sehingga iapun akan mendapatkan dua kali lipat pahala Pahala kecintaan kepda ketidaktenaran dan pahala kerahasiaan. Demikian jalan keselamatan dari fitnah melalui perlindungan dan dukungan dari Allah SWT.

Kemudian, di antara mereka ada pula yang memelihara substansi faedah, dengan meluruskan perbuatannya, membersihkan keadaannya, menghindari dosa-dosa dan kesia-siaan, membebaskan diri dari keburukan, mensucikan diri dari kekotoran, menhana anggota tubuh dari semua larangan dan akibat-akibatnya, menolak yang haram dan syubhat, menjauhi umpatan, meminimalkan keinginan, mencukupkan kebutuhan ala kadarnya, dan membukakan tutup dari hatinya degan renungan dan i’tibar, sehingga jelaslah baginya ganjarannya di dunia dan akhirat, baik yang berupa kebahagiaan maupun penderitaan. Ia pun kian bersungguh-sungguh dalam berlari, tidak menyisakan dan tidak pula ciut dalam mencari apa yang ia harapkan. Ia disibukan oleh hal tersebut sehingga tidak peduli dengan kenikmatan dunia, karenanya ia rela menaggung lelah dan karenanya pula ia kuat menelan pahit.

Ia berjuang di jalan Allah melawan musuhnya sehingga tidak sekejap pun berpaling ke arah kemaksiatan yang didketahuinya, juga tidak ingin tetap sedetik pun pada kekeliruan yang dikenalnya. Ia ber istighfar dari setiap kemaksiatan yang belum diketahuinya, tidak terhadap keteledoran jiwanya dalam menggapai keridhaan Allah, dan tidak pula mengabaikan dirinya sendiri sehingga ia menjadi lalai kepada Tuhannya. Ia meningkatkan diri dengan ilmunya, dan beramal di bawah ancaman dengan hati yang yakin kepada ancaman Allah SWT, seraya berlari dari segala yang dibenci oleh Allah, dalam keadaan khusyuk , khawatir dan takut terhadap siksaan dan azab-Nya.

Ia juga beramal di atas janji-Nya dengan hati yang yakin kepada pahala dari Allah SWT, dalam keadaan senang, ikhlas, sungguh-sungguh dan bulat. Ia beramal dibawah jaminan Allah untuk menanggung rizki dengan hati yang yakin pada ketetapan janji-Nya seraya berserah diri, percaya sepenuhnya serta berpegang teguh kepada-Nya. Terhadap apa yang diujikan kepadanya dari berbagai hal yang tidak menyenangkannya. Ia hadapi dengan sabar, ridha serta dengan pengenalan tentang betapa baiknya perhatian dan pilihan Allah SWT untuk dirinya.

Terhadap silih bergantinya kenikmatan yang diterimanya, ia hadapi dengan pengetahuan tentang betapa besarnya nikmat tersebut, serta betapa tidak berartinya syukur yang ia jalankan ia tidak menganggap rendah sessuatu karena ingin mendapatkan cinta dari Tuhannya dan tidak pula mengganggap cukup apa-apa yang ia kerjakan untuk Tuhannya.

Kemudian, untuk kecintaan Allah, ia hadapi dengan sikap zuhud di dunia dan ia utamakan cinta tersebut daripada dirinya dalam keadaan senang terhadap musibah, gembira kepada hal-hal tidak disukai, terjaga dari kelalaian, perkataannya adalah zikir, diamnya adalah pikir, pandangannya adalah pelajaran, ia mengenal hal yang disukai dan yang dibenci, mengetahui keutamaan tidak populer, menyembunyikan amal perbuatan, dan menegetahui kebutuhan hamba-hamba yang lain kepada batas-batas agama sehinga ia berusaha memenuhi kebutuhan mereka secukupnya karena takut terhadap perbuatan menyembunyikan ilmu dari orang yang berhak mengetahuinya, seraya bersikap hati-hati dalam membimbing mereka bila mereka memintanya namun ia bersikap sabar dan penuh perhatian apabila ia diperingatkan oleh orang lain. Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s. “

Apabila menjadi baik melalui tanganmu salah seorang diantara hamba-hamba-Ku, Aku tulis engkau termasuk seorang jahid (orang yg diuji). Siapa yang aku tulis namanya sebagai jahid pasti tidak ada rasa keterasingan dan kekurangan pada dirinya. Dan kalau saja engkau mengembalikan kepada-Ku seorang hamba yang lari dari Ku, itu lebih Aku sukai daripada engkau menjumpai-Ku dengan membawa ibadah tujuh puluh orang yang benar dan tulus.”

Maka, berbahagialah orang yang yakin dalam membimbing oang-orang lain kepada Tuhan mereka, ia bekerja dengan hati-hati karena Allah atas dirinya, memberi nasihat karena Allah kepada makhluk-Nya, dan ia menjalankan perintah Allah di tengah hamba-hamba-Nya. Ia beramal dengan ilmu yang berguna serta dengan sikap wara’ yang tulus.

Ia bersabar di tengah mereka terhadap tindakan menyakitkan, menahan serta membalas marah mereka dengan cara yang terbaik, manis muka, ramah tamah, ringan tangan, pemurah dan dermawan, penuh akrab dan bersahabat, rendah hati, lemah lembut dalam bergaul dengan mereka, halus dalam mengingatkan, dan tidak jemu-jemu emgningatkan mereka tentang pertolongan Sang Maha Pemurah tentang keabadian kekasih-Nya tentang silih bergantinya kenikmatan yang dibalas dengan sedikit syukur dari hamba-hamba-Nya. Ia mengingtakan mereka dengan sikap santun Tuhan, tetapi juga memperingatkan mereka tentang datangnya kemurkaan-Nya.

Mewanti-wanti mereka tentang kebencian Allah dan balasan-Nya. Menganjurkan mereka supaya menampakkan kecintaan kepada Allah SWT melalui apa-apa yang dicintai-Nya. Karena Allah ia mencintai mereka, dan karena Allah pula ia benci dan marah kepada mereka. Ia bekerja dalam keridhaan Allah untuk hamba-hamba-Nya serta tidak pernah meninggalkan perintah Allah kepada dirinya dan pada semua keadaan. Dia mengenal Rabb-nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, saw. Karena biliaulah tempat panutan. Ia bersikap lurus dalam urusannya dan diberi taufik dalam hal yang dirahasiakan dan dipublikasikannya, baik dalam perbuatan maupun ucapannya. Sungguh, terdapat beberapa atsar yang mengungkapkan tentang kriteria orang seperti ini.

Telah sampai kepada kami bahwa sebagian pembaca Alquran memahami ayat berikut : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal salih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushshilat, 33).

Inilah kekasih Allah, pilihan-Nya, hasil seleksi-Nya,dan inilah orang yang paling dicintai Allah SWT di antara penghuni bumi, dikabulkan doanya di dunia. Ia mengajak orang lain kepada Allah SWT melalui aktifitas dakwah dan beramal salih untuk memenuhi seruan-Nya, seraya berkata : “Sesungguhnya aku termasuk di antara oarng-orang Islam.” Dan itulah khalifah Allah.

Saudaraku! Inilah sifat para rasul dan para khalifah yang mendapat petunjuk. Atribut demikian tidak cocok untuk kita dan juga tidak untuk orang yang sama dengan kita, maka janganlah sampai nekgau tidak mengetahui permasalahanmu. Ingatlah apa yang kau ketahui tentang keburukan dirimu dan waspadalah terhadap kelalaian yang telah memperdayakanmu. Maka, jika Tuha mau mengambil tindakan, tentu engkaulah orang yang lebih utama untuk dikutuk daripada diteladani.

Terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, rahasiakanlah urusanmu dengan berbagai usaha serta senangilah ketidakpopuleranmu. Sesungguhnya orang-orang salih dahulu senantiasa memperihatinkan keselamatan, padahal mereka adalah orang-orang pilihan yang hidup pada zaman pilihan pula, sedangkan kalian termasuk di antara sisa-sisa umat di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Seandainya orang-orang pilihan tersebut sempat menjumpai zaman kalian sekarang, pastilah mereka orang yang paling kencang larinya dan lebih jauh melangkahnya.

Di antara orang-orang yang memiliki ilmu ada yang berkata: “Seandainya salah seorang salih dari orang-orang yang terdahulu dibangkitkan dari kuburnya lalu ia melihat kepada pembaca-pembaca Alquran di antaramu, niscaya ia tidak mau berbicara dengannya dan tentu ia akan berkata kepada semua orang bahwa mereka tidaklah beriman kepada hari hisab.”

Sedang tokoh lain berkata: “Tidak ada kebaikan pada zikir jika diumumkan”, Wahai kaum, senangilah ketidakpopuleran dan jangan merasa optimis dengan keselamatan. Semoga Allah mengaruniai kita dengan keselamatan dalam segala hal. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Hindarilah Rasa Bangga Dengan Amal Perbuatan

Hindarilah Rasa Bangga Dengan Amal Perbuatan


Sahabatku! Takutlah terhadap sikap bangga dengan amal perbuatanmu, yaitu sikap merasa telah berbuat banyak untuk Tuhanmu, karena engkau akan dibenci oleh Allah lantaran bersikap demikian. Ketahuilah bahwa amal perbuatanmu itu tidak sebanding dengan kewajiban bersyukur atas satu nikmat ssaja di antara nikmat-nikmat Allah, bahkan satu nikmat saja dapat menghabiskan seluruh perbuatanmu. Padahal nikmat itu banyak sekali, dan engkau dituntut untuk mensyukurinya.

Nah, bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Seluruh amal kebajikan merupakan nikmat dari Allah kepadamu yang selalu diperbarui, karenanya, kapan kamu sempat mensyukurinya? Jika engkau bersyukur, sesungguhnya engkau ditnut untuk mensyukuri terhasdap nikmat yang selalu bertambah itu. Lagi pula, seandainya bukan karena Ilham-Nya kepadamu untuk bersyukur, tentu engkau tidak mau bersyukur dan tidak mengarah ke sana selama-lamanya.

Seandainya engkau mengetahui keagungan Allah, kebessaran dan ketinggian-Nya, yang Dia memang berhak untuk itu, tentu engkau merasa malu untuk menyebut amal perbuatanmu. Jika engkau mengetahui kemurahan Allah SWT. Serta kenikmatan-Nya, tentu engkau akan menganggap tidak berarti perbuatan selurh makhluk dibandingkan satu nikmat saja, serta akan merasa khawatir terhadap nikmat lainnya yang akan dituntut kesyukurannya. Oleh karena itu bagaimana engkau berani menganggap telah berbuat banyak dalam hal amal yang penuh dengan cacat? Dan bagaimana merasa bangga dengan perbuatan sendiri yang merupakan karunia dari Allah SWT?Bahkan berasal dari-Nya jua seluruh karunia dalam agama, yang sangat banyak untuk dibilang dan dihitung, tiada yang mampu mengetahuinya selain Pemberinya.

Wahai orang yang lalai dalam bersyukur, sebaiknya dirimu bersikap malu bila menyebut-nyebut amal perbuatanmu. Wahai orang yang lengah terhadap hak-hak Allah, hendaknya dirimu merasa takut dan khawatir karena telah menyia-nyiakan banyak sekali di antara perkara-perkara dari Tuhanmu SWT!
B
Sesungguhnya orang yang berakal dan berilmu, ketika menghadapi kelalaian itu ia merasa gelisah dan amat sibuk menolak perasaan bangga dengan amal perbuatannya. Ingat, mohonlah bantuan untuk melenyapkan kebanggan itu dengan merendahkan nilai amal perbuatanmu. Ingatlah! Pertolongan Allah terhadapmu, dan minta tolonglah dengan ilmu terhadap Allah SWT. Juga mintalah bantuan dengan rasa takut akan kehilangan nikmatmu ketika mengabaikan kesyukuran.


Tipu Daya Setan

Tipu Daya Setan

Saudara-saudaraku! Ketahuilah bahwa setan itu lama bersedih menghadapi ketaatan. Ia memiliki berbagai tipu daya dan ia pun tidak pernah kendur dalam usahanya untuk membatalkan ketaatan itu. Ia membisikan kepada jiwa kegemaran pada pujian, sanjungan, kekaguman, dan kesombongan, juga pada pengakuan akan ketinggian derajat serta mengikuti hawa nafsu.

Maka, apabila Allah SWT memberikan karunia kepada kalian dengan kebajikan, berhati-hatilah terhadap setan serta bermawasdirilah kepada Allah dari sikap mengatasnamakan agama demi kehormatan di dunia. Juga berhati-hatilah dari sikap mencari pujian dan sanjungan atas nama agama. Maka sudah pastilah sikap semacam itu akan menjadi penyebab terhapusnya perbuatan-perbuatan hamba!

Apabila engkau diuji dengan pujian dan pengakuan dari orang lain, maka janganlah kamu berbangga dengan hal itu karena ia akan menimbulkan kerusakan bagi agama. Kemudian apabila ada kesenangan meresap ke dalam hati lantaran pujian, janganlah hal itu diteruskan, tetapi tolaklah ia dengan ilmu tentang bahaya sok suci dalam agama. Juga tolaklah ia dengan ketidaksukaan pada pujian, lalu berlindunglah kepada Allah dari buruknya akibat sok suci itu. Sebab, apa yang dapat menjamin, bila kamu termasuk orang yang tidak diperhatikan oleh Allah pada hari kiamat, dan tidak disucikan oleh-Nya sehingga bagi mereka siksaan yang amat pedih?

Telah sampai kepada kami bahwa orang yang paling berat siksaannya pada hari kiamat ialah orang yang kelihatan oleh orang lain bahwa ia memiliki kebaikan padahal tidak. Barangkali orang yang senang terhadap pujian akan termasuk orang yang paling berat siksaanya di hari kiamat sedang ia tidak menyadari. Ber Muraqabah-lah kepada Allah dan ber-mujahadah-lah terhadap dirimu untuk meniadakan kesenangan tatkala engkau dicoba dengan pujian sampai engkau ditepati pada hari kiamat dan ditentukan untuk kamu suatu kepastian di sisi Allah SWT. Yaitu mendapatkan kesenangan selama-lamanya di rumah kemuliaan atau bakal mengalami duka cita yang lama dalam azab yang amat pedih. Semoga Allah melindungi kita semua dengan rahmat-Nya.

Rela Kepada Ketentuan Allah

Rela Kepada Ketentuan Allah


Sahabatku! Apapun yang datang kepadamu yang bersumber dari Allah SWT. Dan Rasul-Nya saw. Bila berupa kemudahan, maka ambilah. Telah sampai kepada kami bahwa, “Sesungguhnya Allah SWT menyukai kemudahan-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai yang sulit dari-Nya dikerjakan. Gemarilah sesuatu yang dibolehkan untuk mau dari setiap kemudahan yang sedikit. Karena, telah sampai keppada kami bahwa Rasulullah saw. Sangat menyukai kemudahan yang sedikit dari beberapa perkara.

Janganlah kamu berpaling dari afiat dalam segala hal, dan janganlah kamu menantang bahaya karena kita bukanlah termasuk ahlinya. Jika kamu sedikit diuji dengan hal yang tidak kamu sukai dan dengan musibah, saat itu bermujahadahlah terhadap diri kamu untuk bersabar dalam penderitaan, karena hal demikian adalah termasuk perhatian Allah kepada hamba-Nya. Dan janganlah sampai kamu mengeluh serta tidak mau menerima ketentuan-ya.

Telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT Berfirman: “Siapa yang tidak mau menerima ketentuan-Ku dan tidak bersabar terhadap bala’Ku, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.”

Juga firman-Nya: “Siapa rela terhadap ketentuan, keputusan dan takdir Ku, maka untuknya adalah keridhaan apabila ia berjumpa dengan Ku, maka baginya adalah kebencian apabila ia bertemu dengan Ku.”

Kiranya, cukuplah keadaan demikian sebagai suatu bencana yang menimpa diri seorang hamba, saat pandangan Allah SWT. Menjadi buruk kepadanya. Maka janganlah kamu bersedih dengan pendangan Allah seperti itu kepadamu.

Sahabatku! Kesenangan terletak pada musibah di dunia, karena hal itu merupakan simpanan bagi mereka yang mampu bersabar, dan sekaligus menghapuskan kesalahan-kesalahan.

Seorang tokoh berkata: “Orang yang tidak bergembira terhadap musibah yang menimpanya karena peristiwa itu diharapkan dapat menghapuskan kesalahan, malaikat akan berkata: ‘Kami telah berusaha mengobatinya tapi ia tidak juga sembuh.”

Celakalah kalian! Siapa yang lebih berhak dengan ketenangan dari musibah dunia daripada orang yang meyakini pilihan Allah untuk dirinya, ia menahannya sedikit dan akan bahagia selamanya. Siapa yang lebih berhak dari ketenangan dari suatu yang tidak di sukainya daripada orang yang diperhatikan oleh Allah, lalu Allah menutupi dengan musibah itu keburukannya, serta memberinya pahala atas hal itu dengan suatu pahala tanpa ada hisab, kemudian Dia menjadikannya bahagia selama-lamanya. Semoga Allah menjadikan kita berbahagia dengan ridha-Nya terhadap kita. Aamiin.. Aamiin ya Rabbal ‘Alaminn.

Hindarilah Bergaul Dengan Orang-orang Jahat

Hindarilah Bergaul Dengan Orang-orang Jahat


Sahabatku! Aku mengingatkan kalian dalam berbaur dengan semua orang, karena semua pelanggaran dan dosa terdapat dalam pembauran dan pergaulan dengan mereka, sedang mereka tidak menyadari. Hanya saja, yang mempu mendeteksi hal semacam ini terbatas pada orang yang sudah menjadi wara’ dan muhasabah, sedang kita bukanlah termasuk orang yang dijamin selamat dalam agamanya apabila setan manusia dan setan jin sudah berkumpul.

Kita sama seperti mereka, saling membisik satu sama lain tentang ungkapan yang indah sebagai tipuan. Ingat, kalian boleh bergaul dengan manusia hanya dengan dua tipe salah satunya ialah yang dapat membantu keadaan dirimu agar tidak hanyut dalam keduniaan. Namun, jika Allah menghimpun pertolongan terhadap agama dan dunia pada diri seseorang, maka peganglah kepadanya dan hindarilah orang lain karena semua orang akan menjadi bencana dalam agamamu kecuali si penolong dalam kebajikan tadi.

Ingatlah! Sesungguhnya keselamatan paling utama adalah menghindari semua orang, karena dapat memberikan pahala yang banyak, bahkan lebih besar daripada apa yang kamu kira.

Disebutkan bahwa ibadah itu ada sepuluh bagian, salah satunya terdapat dalam sikap pendam, sedang sisanya yang sembilan terdapat dalam menjauhi manusia. Aku memberi nasihat kepada kalian jika mau menerima---- tetapi yang mau menerima biasanya sedikit.... bahwa sabar dalam kesendirian memang pedih, namun merupakan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk setiap kebaikan dengan rahmat-Nya. Berpisahlah dengan manusia dengan hati serta perbuatan, dan sambungkan komunikasi dengan mereka melalui salam dan kewajiban memenuhi hak sesama Muslim.

Hemat dalam Mengelola Rizki dan Menghindari Berfoya-foya

Hemat dalam Mengelola Rizki dan Menghindari Berfoya-foya


Ikhwanku, aku berwasiat kepada kalian semua agar berlaku hemat dalam memanfaatkan rizki, karena sikap demikian termasuk kebaikan agama. Dan hindarilah sikap berfoya-foya pada waktu kaya karena sesungguhnya Allah tidak menyukai sikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah mencela orang-orang yang berlebih-lebihan dan memuji orang yang tidak berlebih-lebihan dan juga tidak pelit.

Salah seorang Tabiin berkata: Cukuplah sikap seperti ini termasuk berfoya-foya, yaitu seorang yang makan menuruti seleranya, dan berpakaian menuruti seleranya.

Seorang tokoh yang lain berkata: Akan datang pada hari kiamat segolongan orang yang sedang mencari-cari kebaikan yang pernah mereka kerjakan, lalu dikatakan kepada mereka: “Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (QS. Al-Ahqof – 20).

Maka dari itu jadilah kamu sekalian hemat dalam sikapmu tanpa pelit dan berlebih-lebihan.

Carilah Makananmu di Antara Yang Halal

Carilah Makananmu di Antara Yang Halal


Sahabatku! Apabila Allah SWT. Telah memberikan kepada kalian sifat Qana’ah dan tawadhu’, bersyukurlah kepada-Nya sebanyak-banyaknya, dan tetap mawas dirilah kepada-Nya dalam hal makanan yang dengannya kamu merasa puas itu. Kemudian, selalu berusahalah mencari yang terhalal dan terbaik selama kalian mampu menemukan jalannya. Hal demikian supaya lebih memudahkan untuk hisab kalian, dan supaya menyempurnakan untukmu kebaikan akhirat melalui baiknya usaha tersebut, sebagaimana engkau bersegera dengan sikap qana’ah kepada ketenangan hati di dunia.

Ketahuilah, tidak diragukan lagi, sesungguhnya barang yang halal itu sudah lama menjadi langka, dan kita selalu berada dalam syubhat yang di situ bercampur baur antara yang haram dan yang batil! Terlebih lagi terhadap syubhat yangsamar! Tetapi, hal itu sudah lumrah dan sering kita kerjakan, sehingga kita sadar kapan orang seperti kita mempu menjadi wara’? Atau kapan amal perbuatan kita menjadi jernih, sedangkan diri kita selalu penuh dengan syahwat, dan senantiasa memakai perhiasan yang syubhat?

Telah sampai kepada kami bahwa di antara ahli ilmu ada yang mengatakan: “Pada hari kiamat kelak Allah akan membangkitkan sekelompok orang dari kuburan mereka, yang menyebarkan bau yang lebih menyengat daripada bau bangkai, yaitu mereka yang berfoya-foya dengan kelebihan harta yang didapatkan dari yang syubhat.” Ahli ilmu ini berkomentar, “Demi Allah, di antara mereka adalah aku.”

Saudaraku, seorang alim yang selalu takut semacam ini, masih demikian cara memandang jiwanya dan keprihatinannya terhadap barang-barang syubhat! Maka, bandingkanlah olehmu, bagaimana menurut pandanganmu, orang-orang seperti kita yang timbul tenggelam dalam kubangan dunia, syahwat, syubhat bahkan lebih kotor dari pada itu? Karena itu, ingat! Mawas dirilah kepada Allah dan bersikap wara’-lah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sesungguhnya, tegaknya Agama adalah dengan sikap WARA’. Telah sampai kepadaku bahwa ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama di antaranya ialah berusaha mendapatkan yang halal. Deceritakan bahwa orang mencari makanan dari barang yang halal bagaikan orang berperang di jalan Allah SWT.

Ketahuilah, sesungguhnya banyak beribadah tapi dibarengi dengan makanan yang kotor, tidak ada jaminan bahwa ibadah tersebut tidak menjadi sia-sia. Seorang sahabat mengatakan, ”Apabila baik usaha seseorangdalam mencari nafkah, akan bersihlah perbuatan, kemudian akan dikembalikan lagi sehingga dapat diketahui (hasilnya.” Lalu diceritakan oleh salah seorang tokoh, bahwa setan berkata “ “Hanya satu bagian yang aku inginkan dari anak manusia, kemudian setelah itu aku biarkan antara dia dan antara apa yang ia kehendaki dalam berbuat ibadah, yaitu aku jadikan usahanya dari jalan yang tidak halal. Maka jika ia beristri, ia lakukan dengan cara yang haram, jika ia berbuka puasa, ia berbuka di atas yang haram, dan jika ia menunaikan ibadah haji, ini pun ia lakukan atas dasar hal yang haram.”

Oleh karena itu, saudara-saudaraku, berhati-hatilah dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan. Takutlah kepada Allah terhadap hal yang haram agar kamu tidak mendekatinya, dan waspadalah terhadap unsur syubhat. Sesungguhnya di kalangan salaf ash-shalih dahulu, di antara mereka ada yang sampai menginggalkan tujuh puluh pintu halal karena khawatir akan memasuki satu di antara pintu-pintu yang haram. Oleh karena itu, waspadalah terhadap syubhat, baik yang diyakini paling halal, paling ringan, paling sedikit, dan paling aman, Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata, sedang di antara keduanya adalah syubhat yang tidak ddisadari oleh sebagian besar orang apakah termasuk yang halal atau termasuk haram.”

Rasulullah saw. Juga bersabda: “Siapa yang berani bermain api dalam syubhat, hampir saja ia jatuh ke dalam lingkaran haram.”

Sahabatku! Berpindah-pindahlah dalam berusaha mencari nafkah dari satu kondisi kepada kondisi yang lain, dari satu profesi kepada profesi yang lain yang lebih menjamin keselamatan dari satu usaha kepada usaha yang lain yang lebih cocok agar kamu benar-benar mengerjakan ketakwaan dan betul-betul mencari yang halal. Waspadalah dalam usahamu terhadap berbagai jenis riba karena riba itu ada sekitar tujuh puluh bagian, bahkan lebih. Hindarilah perbuatan khianat, keji, curang, bohong, sumpah palsu dan sanjungan. Dan hati-hatilah untuk dirimu, sesungguhnya indikator taqwa terdapat dalam sikap wara’, dan dengan wara’ itulah akan dikenali orang-orang yang bertakwa. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Orang yang menipu seorang Muslim bukan termasuk golongan kami.”
(Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Sabdanya lagi: “Celaka dan celakalah orang yang menghalalkan hal yang haram dan syubhat dengan syahwat.”

Saudara-saudaraku, berhati-hatilah terhadap Allah, karena merasa ridha dengan yang sedikit dan mendapatkan kemenangan yang besar lebih utama daripada harta yang melimpah yang disertai dengan hisab yang sangat teliti dan siksa yang pedih.

Hendaklah Engkau Bersikap qana’ah dan tawadhu’

Hendaklah Engkau Bersikap qana’ah dan tawadhu’


Sahabatku! Berikut aku akan menyinggung sebuah bab yang cukup efektif untuk menutup pintu fitnah dunia serta tipu dayanya, sekaligus akan mampu membukakan pintu akhirat dan keberkahannnya, dan aku dapatkan hal itu pada sikap qana’ah dan tawadhu’, karena keduanya merupakan lawan dari kemewahan dan kesombongan. Ini karena bila seorang hamba rela terhadap sikap merendahnya di dunia, maka otomatis secara langsug ia telah membuang sifat sombong dari hatinya. Tidak ada lagi ambisi untuk mengejar keududkan dan kehormatan pada dirinya sehingga selamatlah ia dari fitnah dunia beserta huru haranya. Lalu dia cukup bergembira dengan sikap tawadhunya di dunia dan mendapat kemuliaan di sisi Allah swt.

Demikian pula keadaanya bila si hamba merasa puas dengan kebersahajaannya, tidak rakus untuk menumpuk harta seperti rakusnya seekor anjing terhadap bangkai, ia merasa lapang dada di dunia, sedikit dosa dalam agamanya; mau menerima rizki yang sedikit; dan Allah pun ridha kepadanya dengan sedikit amalnya. Jadi, dengan sikap qana’ah itu ia menyegarakan ketenangan hati di dunia serta kebahagiaan dengan rahmat Allah di akhira.

Sahabatku! Ingat, hendaklah engkau melakukan mawas diri kepada Allah SWT. Sahabatku, merasa puaslah terhadap rizki yang mencukupi kebutuhan dan memenuhinya tinggalkanlah mencari kelebihan harta, yaitu pada sesuatu yang sesungguhnya tiada keperluan bagimu. Sebab, telah sampai kepada kami bahwa kelebihan harta di sisi Allah SWT adalah kotoran. Padda hari kiamat kelak akan didatangkan dunia itu lalu dikatakan: “Pisahkanlah dari harta itu bagian yang di tujukan untuk Allah, lalu lemparkanlah semua sisanya ke neraka.”

Juga telah sampai kepada kami: “Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula isinya keculai zikir kepada Allah SWT serta semua sarana yang digunakan untuk berzikir kepada Allah.”

Rasulullah saw. Bersabda: “Biarkanlah dunia ini untuk pemujanya, karena orang yang mencari dunia di luar kebutuhannnya akan dijemput kematiannya sedang ia tidak merasa.”

Seorang sahabat juga mengatakan: “Seburuk-buruk manusia ialah yang mengejar dunia di luar kebutuhannya. Wahai kaum, siapa yang tidak puas dengan sekedar memenuhi kebutuhannya, maka bagaimana bisa ia dijamin termasuk dalam golongan hadis ini?

Telah sampai kepada kami Rasulullah saw. Bersabda: “Seandainya anak manusia memiliki dua lembah dari emas, niscaya ia akan minta satu lembah tambahan, dan tidak ada yang dapat memenuhi perut anak Adam itu kecuali tanah. Semoga Allah swt. Menerima taubat orang yang bertobat.”

Salah seorang sahabt berkata, ‘Celakalah bagi setiap penumpuk harta yang selalu membuka mulut seperti orang gila, yang hanya dapat melihat apa yang ada pada orang lain tapi lupa terhadap apa yang ada pada dirinya. Celakalah untuknya ketika mengalami siksa pada saat yang sangat lama, sampai-sampai bila memungkinkan malampun dijadikan siang. Ingatlah, siapa yang tidak merasa puas terhadap sekedar kebutuhannya, maka bagaimana bisa ia dijamin termasuk golongan hadis ini?

Ibnu Mas’ud r.a. beserta beberapa orang jamaah mengeluhkan tentang hak kepada Rasulullah saw, lalu jawab beliau saw : “Bersabar dan bergembiralah kamu, karena saatnya sudah dekat, bahkan seakan-akan telah tiba.”

Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. Bersabda: Akan datang sesudahku suatu golongan yang memakan makanan yang lezat-lezat dengan aneka warnanya menikahi wanita-wanita cantik dengan berbagai macam tipenya memakai pakaian bagus-bagus dengan berbagai macam modenya dan mengendarai kendaraan mewah dengan berbagai macam mereknya. Mereka mempunyai perut yang tidak pernah merasa kenyang dengan yang sedikit dan memiliki nafsu bahkan terhadap yang banyak pun tidak pernah merasa puas. Mereka menekuni dunia saat pagi dan sore hari, mereka menjadikannya sebagai tuhan di samping Tuhan mereka, menjadikannya rabb di samping rabb mereka, hanya kepada urusan dunia itu target mereka dan kepada hawa nafsu mereka mengikuti.

Maka suatu tekad .... dari Muhammad sw. Bagi yang mengalami zaman itu yang bakal datang setelah pengganti kamu, hendaklah tidak memberi salam kepada mereka, tidak mengunjungi yang sakit di antara mereka, tidak mengiri jenazah mereka, dan tidak perlu hormat kepada pemuka mereka. Siapa yang tetap melakukan itu, sesungguhnya ia ikut ambil bagian dalam menghancurkan Islam. (Hadis ini dieluarkan oelh AL Bazzar, namun salah seorang sanad-nya di dha’if-kan oleh Jumhur).

Ingatlah, siapa yang tidak pernah merasa cukup dengan sekedar kebutuhannya, bagaimana ia merasa aman dari orang-orang yang termasuk dalam Firman Allah SWT, berikut: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahu.”
(QS. At-Takatsur 1-4).

Maka, bagaimmana orang yang tidak pernah puas itu merasa aman dari ancaman Allah SWT ini. Ia pasti bakal binasa. Semoga Allah SWT melindungi kita dari menyenangi kemegahan, memberikan kepada kita semua sikap qana’ah dan tawadhu’. Wahai kaumku, keuntungan itu, demi Allah, terletak dalam keridhaan terhadap kesederhanaan, bukan terhadap kemegahan. Keuntungan itu, demi Allah, terletak pada kerendahan dalam berzikir, bukan dalam kedudukan dan jabatan. Keuntungan itu, Demi Allah, pada kerendahan diri, bukan dalam keangkuhan. Aku telah memberikan nasihat kepada kalian jika kalian mau menerima, tetapi yang menerima itu sedikit. Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita semua untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya.
untuk setiap kebaikan melalui rahmat-Nya 

Pangkal Bencana adalah Cinta Dunia

Pangkal Bencana adalah Cinta Dunia


Sahabatku, aku mendapatkan bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya.

Oleh karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal, sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia. Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda:
“Akan datang kepada kalian sepeninggalku, sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu, sebagaiana api menghanguskan kayu bakar”.

Dalam hadis lain Rasulullah saw. Mengatakan:
“Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan dari orang yang diperdaya serta merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu diciptakan smpai hari kiamat.” Dan “Celakalah orang-orang yang memperbanyak harta kecuali orang yang berkata dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian dan demikian dari arah kiri dan kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”

Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT. Mewahyukan kepada Musa as: “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung kepada cinta dunia, agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa yang sangat menyulitkanmu.” Juga telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata: “ Wahai pengikutku! Kekayaan itu memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di akhirat. Benar, bahwa orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang mengambil muka di dunia, tetapi mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di akhirat, dari depan dan dari punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada kalian: “Orang-orang kaya itu tidak akan memasuki alam kerajaan langit.”

Salah seorang salaf berkata: “Aku jatuh dari atas gedung lalu tulangku patah, itu lebih aku sukai daripada bergaul dengan orang kaya.” Ia juga mengatakan, Kekayaan di dunia merupakan kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan monyong mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh seseorang: “Siapa di antara umat Mu yang jahat? Beilau saw. Menjawab: “Orang-orang kaya.”

Celakalah engkau wahai pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita tentang Musa as. Yang melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia pulang orang itu masih menangis juga, beliau lantas berujar: “Ya Tuha, seorang hamba Mu menangis karena takut kepada Mu,” Tuhan berkata: “Wahai Putra Imran, andai orang itu meninggalkan otaknya bersama air matanya lalu memohon seraya mengangkat kedua tangannya sampai keduanya berjatuhan niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia mencintai dunia.”

Firman Allah SWT Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang tafsirnya:
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka telah kerjakan.”

Demikianlah keadaan orang yang mencintai dunia, semoga Allah SWT. Melindungi kita sekalian dari kecintaan kepadanya.

Sahabatku! Ketahuilah, bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan rusaknya ulamanya. Dan di antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat, sehingga berbahagialah bagi siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka ada pula yang menjadi fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab dengan mereka. Seorang yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari Allah SWT. Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang berhak menjadi Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi hamba-hamba dan juru penerang ke jalan Allah SWT.

Mereka adalah teman-teman para Nabi di atas mimbar cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka dimuliakan dan digembirakan, lalu terhadap semua keluarga, baik yang terdekat maupun yang terjauh, mereka berikan syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk masing-msing menjadi sibuk. Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat serta berkah-Nya atas mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga menjadi berbahagialah orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh kemenangan orang meneladani mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala yang sepurna plus pahala orang yang mengikuti ajakan mereka.

Terdapat beberapa riwayat yang melukiskan keadaan mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan salah seorang tokoh tentang tafisr ayat berikut: Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang bererah diri” (Fushshilat: 33), Ia berkata: Ini adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil seleksi-Nya dan pilihan-Nya. Orang ini adalah yang paling dicintai Allah di antara penghuni bumi. Ia menyambut seruan Allah dan mengajak orang untuk menyambut seruan itu. Dan ia beramal salih dalam menyambut seruan itu seraya berkata: “Aku termasuk orang-orang muslim”.

Inilah khalifah Allah, wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau teladani dan kau ikuti jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan serta kemenangan. Hanya saja sebagian yang lain di antara mereka masih relah terhadap dunia sebagai ganti dari akhirat. Mereka lebih mengutamakan dunia di sisi Allah mereka sangat gemar mengumpulkannya, serta berambisi untuk memperoleh kedudukan padanya. Ulama semacam ini lah yang senang diikuti oleh sebagian besar manusia sehingga banyak sekali di kalangan umat yang mendapat fitnah atas umat.

Mereka meninggalkan nasihat kepada manusia agar mereka tidak dijelek-jelekkan di tengah-tengah masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana mereka akan mendapatkan kebaikan di bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka? Di samping itu mereka telah menjual ilmu dengan harga yang murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan alangkah jeleknya apa yang mereka perdagangkan itu, karena selain harus memikul dosa sendiri, ia juga harus menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka, sehingga semuanya binasa dan menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan, kaki tangan iblis, semoga Allah tidak memperbanyak orang seperti mereka di kalangan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama yang lebih mempriorotaskan dunia.

Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw Bersabda:
“Para fuqaha (ulama) itu pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan mereka”.

Beliau saw. Juga bersabda:
Senantiasa umat ini berada di bawah tangan Allah dan di bawah lindungan-Nya selama para pembaca Al Qur’an tidak manut kepada para pejabatnya, selama orang-orang pilihan tidak memberikan restu kepada orang-orang jahatnya, dan selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan orang-orang bejatnya. Tetapi, bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan mengangkat tangan-Nya dan menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal menindas mereka dengan seburuk-buruk siksaan.”

Beliau bersabda lagi: “Tidak terjadi kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para pembaca Al Qur’an menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi kegelapan sehingga mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi di dalam gulita.”

Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasul! Manusia manakah yang paling buruk? Beliau saw. Menjawab: “Ya Allah, berilah ampunan, seburuk-buruk umatku ialah ulama yang buruk.”
Akan datang kepada manusia suatu masa dimana masjid-masjid ramai tetapi kosong dari petunjuk. Hal demikian terjadi karena ternyata ulama mereka adalah seburuk buruk orang yang dinaungi oleh langit.”

Juga telah sampai pula kepada kita bahwa Allah SWT mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau musyawarahkan urusan mu dengan orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada dunia, karena ia akan menjatuhkanmu dengan kemabukannya dari jalan kecintaan. Mereka itu adalah perampok-perampok atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.” Seorang ahli ilmua berkata : “Orang yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi bertambah pula cintanya kepada dunia, niscaya tidak bertambah dekat jaraknya kepada Allah kecuali kian menjauh. Sebagian ahli ilmu menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia berkata: “Jika engkau mau, di dalam pergaulan dengan sebagian mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara mereka terperdaya oleh dunia, menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya. Di dalam bergaul dengan mereka terdapat fitnah yang bakal menambah kebodohan orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan orang yang bejat, serta merusak hari orang yang beriman.” Kemudian ia berkata lagi: Ulama yang buruk itu duduk-duduk di tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi hamba-hamba dari perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu pun menangis.

Telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata: “Ulama yang buruk berpuasa dan melaksanakan shalat, tetapi tidak mengerjakan apa yang dianjurkan kepada mereka. Mereka belajr tetapi tidak mengamalkannya. Amat jelek apa yang mereka putuskan, mereka bertobat hanya melalui kata-kata serta angan-angan, dan mereka berbuat pun dengan hawa nafsu. Kamu tiak membutuhkan mereka untuk membersihkan kotoran dari kulit dan hatimu. Dengan kebenaran aku berkata kepada kamu: “Jangan menjadi seperti ampas yang disaring di mana hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi masih tersisa kedengkian di dalam dada kamu.

Wahai pemuja dunia! Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak pernah padam api syahwatnya terhadap dunia? Tidak pernah putus keinginan dirinya? Dengan sebenarnya aku berkata: Hatimu menangis karena perbuatanmu, kalian menaruh dunia di bawah lidah dan meletakkan ilmu di bawah telapak kaki. Dengan sebenarnya aku mengatakan, kalian telah merusak akhirat kalian. Ternyata kebaikan dunia lebih kau sukai daripada kebaikan akhirat, maka siapa yang lebih merugi dari pada kamu jika kamu mengetahui! Celakalah kalian! Sampai kapan kalian tetap menghalangi orang-orang berjalan menuju cahaya, dan sampai kapan kalian berdiam di peukiman orang-orang yang bingung seakan-akan kalian menyerukan kepada penghuni dunia agar membiarkan dunia ini untuk kalian. Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah rumah yang gelap jikalau lampu penerang diletakan di atasnya, sedang di dalamnya sepi dan gelap?

Maka, demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang berada di mulut-mulut kalian, sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong, gelap dan hampa. Wahai pemuja dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang mengamalkan ilmunya, menjadi hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka yang dimuliakan. Hampir-hampir dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu ditutupkan kepada muka-mukamu, kemudian kamu ditelungkupkan dan kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun kemudian kamu didorong dari belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari Pembalasan dalam keadaan telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu memberhentikan kamu dan mendirikan kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan akhirnya kamu diberi balasan atas buruknya seluruh perbuatan kamu.

Sahabatku! Mereka adalah ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa manusia; mereka menjadi fitnah bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta benda dunia serta kedudukannya mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat; dan mereka pun merendahkan agama terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah tercela, sedangkan di akhirat kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan memberikan ampunan melalui Kemurahan-Nya.

Aku melihat orang yang celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, bahwa kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan dirinya. Mulai dari bermacam-macam bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai dengan kepada kerusakan dan kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya. Kegembiraan yang dulu pernah dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi tersisa untuk dirinya bagian dari dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan oleh agamanya, bahkan ia memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat kegandrungannya kepada dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah ditentukan untuk dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah buruknya musibah itu, dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas dirilah kepada Allah.

Sahabatku! Janganlah kamu diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena alasan yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka itu rakus terhadap dunia lalu mencari-cari alasan untuk diri mereka.

Mereka menduga bahwa sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang banyak sehingga orang-orang terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka tentang para sahabat supaya orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk harta. Padahal setan telah menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak menyadadri!

Celakalah dirimu wahai orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya dalihmu mengatasnamakan harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan yang bertutur melalui lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau menyangka bahwa sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan, kemuliaan dan perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka serta berani mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau lakukan.

Demikian pula ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik daripada meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw. Tidak memberikan nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari mengumpulkan harta, padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh engkau telah menipu mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang mereka mengumpulkan harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan Rasulullah saw. Padahal sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat; beliau prihatin atas nasib mereka.

Baiklah, ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah menganggap bahwa Allah SWT. Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah melarang mereka mengumpulkan harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta halal itu lebih baik daripada meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa Allah SWT. Tidak mengetahui bahwa keutamaan dan kebaikan ini terletak pada mengumpulkan harta karena telah melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu lebih mengetahui tempat-tempat kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha Suci Tuhan dari kebodohanmu itu!.

Wahai orang yang terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan ketika ia memperindah dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada gunanya bagimu beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau sendiri menginginkan pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar untuk kebutuhan makanan hariannya saja.

Rasulullah saw Berssabda: Tidak seorang pun di antara manusia pada hari kiamat kelak, yang kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya diberi bagian dari dunia sekedar untuk makanan harian saja.”

Telah sampai kepdaku bahwa ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa sahabat Rasul berkata: “Kami mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang ditinggalkannya.” Ka’ab berkata: “Subhanallah! Apa yang kalian takutkan terhadap ‘Abduurahman? Dia berusaha dengan cara baik dan menafkahkannya juga dengan baik.” Lalu hal itu terdengar oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di tengah jalan ia melewati tulang rahang binatang, maka tulang itu pun diambilnya dan ia melanjutkan usaha mencari Ka’ab.

Ada yang membisiki Ka’ab bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke tempat ‘Utsman bin Affan, untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai juga ke rumah Utsman Bin Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah, berdirilah Ka’ab berlindung di balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu Abu Dzarr berkata kepadanya: “Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan terjadi apa-apa dengan harta yang ditinggalkan “Aburrahman!

Suatu hari Rasulullah saw. Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku bersamanya, beliau berkata: “Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab: “Labaika ya Rasulullah. Orang yang banyak harta adalah orang yang paling miskin di akhirat kelak kecuali orang yang berkata demikian dan demikian dari arah kanan dan kiri, depan dan belakangnya, tapi mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau berkata: “Wahai Abudzarr!” Aku menjawab: “Ya, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan: “Tidaklah menyenangkan bagiku andai aku memiliki emas sebessar gunung Uhud, yang aku nafkahkan di jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada saat aku mati itu aku masih menyimpan dua qirath.” Kemudian beliau menyambung lagi: “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau yang lebih banyak sedangkan aku mau yang lebih sedikit.” Rasulullah saw. Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera Yahudi, bilang tidak apa dengan harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan berdusta pula orang yang mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa takut Ka’ab sampai Abu Dzarr pergi.

Telah sampai kepada kami cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia kedatangan rombongan kafilah membawa barang-barang miliknya dari Yaman, sehingga seisi kota Madinah pun menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya: “Apa yang terjadi? Lalu dikatakan kepadanya bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman telah tiba di Madinah. Spontan ia mengucapkan: “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Hal ini sampai kepada ‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan bertanya kepadanya. A’isyah menjawab: “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “Aku melihat surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Orang-orang Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak melihat seorangpun di antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan cara merangkak. Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar: “ Aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk jalan Allah, sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya bersama mereka dengan bergegas.”

Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Pernah berkata kepada ‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun dirimu adalah orang pertama masuk surga diantara orang-orang kaya dari umat ku, dan hampir saja engkau tidak memasukinya kecuali dengan cara merangkak.

Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang harta, padahal ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya, perbuatan makrufnya, pengeluarannya di jalan Allah, perssahabatannya dengan Rasulullah saw. Dan berita gembiranya bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia harus bertahan lebih dahulu di padang mahsyar, di tengah situasi yang sangat mencekam, hanya gara-gara harta yang ia peroleh secara halal demi untuk menjaga kesucian dirinya untuk erbuatan makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah berlebih-lebihan, untuk pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya karena ini terpaksa ia tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di belakang mereka. Nah, bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam kita yang senantiasa timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?

Amat mengherankan terhadap dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara anda yang bergumul dalam kubangan syubhat dan haram, yang bersemangat dalam memungut kotoran-kotoran manusia. Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan dala, usaha anda, yang bergelimang dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan, yang terperangkap dalam tipu daya dunia, masih saja sempat berdalih dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya, sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat demikian. Seolah-olah anda menganggap orang-orang salaf tersebut beserta tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah dirimu, karena anggapan demikian termasuk analogi iblis juga termasuk di antara fatwa-fatwanya yang ia bisikan kepada pengikut-pengikutnya.

Berikut aku akan membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang sebenarnya dan keadaan para salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu sekaligus akan mengerti tentang keutamaan para sahabat dengan harta benda mereka, yang diinginkan untuk menjaga kesucian dan dikeluarkan pada jalan Allah. Mereka berusaha dengan cara yang halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara ekonomis, memprioritaskan keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain darinya, dan tidak bersifat kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan sebagian besar harta tersebut, bahkan di antara mereka ada yang mendermakan seluruhnya. Terlebih lagi dalam keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan daripada diri mereka sendiri, Nah, apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah, sungguh dirimu sangat jauh dari menyerupai mereka.

Sahabat-sahabat pilihan tersebut lebih menyukai hidup dalam kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut miskin; dengan Allah dan ketentuan-Nya mereka bersuka cita terhadap bala ...mereka menerima dalam kelapangan mereka bersyukur dalam kesusahan mereka bersabar dalam senang mereka memuja kepada Allah mereka tawadhu terhadap kedudukan dan kemegahan mereka bersikap wara’. Mereka tidak mencari dunia kecuali hanya bagian yang diperbolehkan untuk mereka, dan merekapun merasa puas dengan berkecukupan (sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)Mereka mengharapkan dunia namun mereka rela menjadikannya sebagai pinjaman. Mereka memutuskan perkaranya sekaligus. Mereka bersabar terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan darinya, mereka menelan pahitnya, dan berlaku zuhud terhadap kenikmatan dan kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah demikian sikapmu?

Telah ssampai kepda kami bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka berduka seraya meratap, “Ini merupakan sebuah dosa yang disegerakan pembalasannya.” Namun bila kemiskinan yang mendera mereka, mereka mengucapkan : “Selamat datang simbul orang-orang saleh.”

Juga telah sampai pula kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki pagi hari dan mendapat makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih dan murung. Namun jika tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira. Padahal kebanyakan orang tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk keluarganya, mereka bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan engkau tidak demikian. Ia menjawab: “Bila aku memasuki pagi hari sedang di keluargaku tidak memiliki apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku memiliki kesempatan untuk menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi apabila memasuki pagi, aku mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih, karena hari itu aku tidak memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai teladan.

Berikut ini, telah sampai pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam kemakmuran, mereka merasa prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami di dunia ini? Dan apa yang dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka berada dalam suasana ketakutan.

Sebaliknya, bila berada dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa senang dan berkata, “ Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada kami.” Kemudian di antara sebagian mereka ada pula yang berkata: “Hari yang menyenangkan hatiku,” Seorang sahabat berkata: “Hari yang menyenangkan untuk ku adalah ketika ada yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada dinar, tidak ada dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai seorang hamba, ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang terdahulu, padahal sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah kusebutkan tadi. Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh sangat jauh kemiripanmu dengan mereka!

Lalu, sekarang aku akan membuka kedokmu wahai orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak belakang dengan keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena engkau sering melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang, bersuka ria di kala senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala susah, benci bila ditimpa bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau membenti kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut merupakan kebanggaan orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.

Engkau sengaja menumpuk harta karena takut miskin. Padahal perbuatan demikian, cerminan dari buruk sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada jaminan-Nya. Kiranya cukuplah sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila engkau menumpuk harta itu untuk kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan dunia.

Rasulullah saw. Bersabda: “Seburuk-buruk umatku, mereka yang diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh mereka tumbuh darinya. Seorang ahli ilmu berkata: “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok orang yang menuntut kebaikan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka: “Kamu telah menghabiskan rezkimu dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya .” (QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam kelalaian.

Engkau telah dicegah untuk menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran kenikmatan dunia, maka alangkah besar penyesalan dan kecelakaan itu! Benar, barangkali engkau mengumpulkan harta demi kemegahan, kebanggaan dan perhiasan di dunia, padahal telah sampai kepada kami bahwa siapa yang mencari dunia untuk bermegahan dan berbangga dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan Allah, dan Allah dalam keadaan marah kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa terancam dengna kemarahan Allah yang bakal menimpamu ketika menginginkan kemegahan dan kemewahan itu.

OK. Barangkali menetap di dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah ke haribaan Allah Azza wa Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan Allah, padahal Allah lebih tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap berada dalam kelalaian, bahkan barangkali engkau akan meratapi kehilangan kesempatan mu untuk meraih mata benda di dunia itu.

Rasulullah saw. Bersabada: “Siapa yang menyesali dunia yang luput darinya, ia mendekati api neraka sejauh seribu tahun perjalanan.”

Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang luput darimu tanpa merasa terancam dengan kedekatanmu kepada siksaan Allah SWT. Benar, barangkali engkau kadang-kadang harus keluar dari agama mu demi untuk memenuhi keinginan duniawimu, lalu engkau bersuka cita terhadap dunia yang menghampirimu dan hatimu pun senang kepadanya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw Bersabda: "Siapa yang menyukai dunia dan itu menyenangkannya, hilanglah rasa takut akan akhirat dari hatinya.”

Salah seorang Ulama mengatakan: “Engkau akan diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan diperhitungkan lantaran kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu meraihnya.”

Siapa yang menyukai dunia, dan hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari akhirat dari hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau lepaskan kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia lebih berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat barangkali musibah yang menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah berkurangnya dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta barangkali lebih belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali engkau mengeluarkan untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran yang tercemar demi kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela orang-orang lain menerima murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai dan memuliakanmu.

Celakalah dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu pada kari kiamat tidak berarti bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu di dunia. Barangkali engkau menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan engkau tidak merasa terancam dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu, seakan-akan tercemarnya namamu di sisi Allah tidak berarti bagimu daripada tercemarnya namamu di mata manusia; seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya di matamu daripada Khaliq. Maha Suci Allah dari kebodohanmu.

Celakalah dirimu! Masih ada sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu dan bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal aib itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang suci.

Amatlah jauh kemiripanmu dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada kamu dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu, merupakan bencana bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar daripada kamu dalam memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta menurtmu adalah bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin terhadap kejahatan sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena khawatir tidak diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu dalam beribadah bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh kebaikanmu setara dengan satu dari kebaikan mereka.

Salah seorang sahabat berkata: “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang benar dan jujur) adalah sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka siapa yang tidak demikian keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia, apalagi di akhirat.” Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua golongan tersebut! Golongan bersama sahabt pilihan yang mencari ke dudukan di sisi Allah dan golongan bersama kalian dalam kelompok orang-orang yang rendah. Semoga Allah Yang Maha Mulia memberikan ampunan dengan Karunia-Nya.

Apabila engkau mengira bahwa dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga kesucian dan mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu urusanmu itu! Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa engkau berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan? Padahal telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabt ada yang mengatakan, “Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal karena khawatir akan jatuh kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara ku! Adakah kewaspaadaan seperti ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku tidak mengira ada hal demikian pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa mengumpulkan harta dengan tujuan untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang akan menggiringmu. Lantaran kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur padanya antara yang batil dan yang haram.”

Wahai orang-orang yang terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur ke dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan kebaikan.
B Aku mendengar seorang ahli ilmu berkata: “Engkau meninggalkan satu dirham karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik bagimmu daripada engkau bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang syubhat, yaitu yang tidak engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal atau tidak.”

Kemudian, jika engkau mengira bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus ke dalam syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu untuk dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian sehingga merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena sesungghnya para sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.

Telah sampai kepada kami bahwa di antara mereka ada yang berkata: “Tidaklah menggemberikan ku kalau aku mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak seribu dinar dari barang yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada Allah dan usaha tersebut tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang berkata, kenapa demikian, mudah-mudahan Allah mengaisihimu? Ia menjawab: “Karena au tidak besa lepas dari suaru maqam pada hari kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya: “Hambaku, darimana usahamu ini dan di mana engkau nafkahkan?” Mereka itu orang-orang yang bertakwa yang berada dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan barang yang halal tersedia buat mereka, tapi mereka meninggalkan harta karena malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa kebaikan harta mereka tidak bisa menutupi keburukannya.

Adapun dirimu saat ini berada di tengah-tengah sampah umat, dan barang yang halal di masamu sangat langka, dan engkau memperebutkan kotoran-kotoran, lalu engkau mengira bahwa dirimu mengumpulkan harta yang halal! Celakalah dirimu! Di mana barang yang halal itu sehingga engkau bisa mengumpulkannya?

Walaupun harta yang halal tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan berubah ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di antara sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia meniggalkannya sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau berkeyakinan bahwa hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga engkau tidak menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu. Maka jika engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka terhadap nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di sini hanya sekedar memberi nasihat.

Aku berpandangan, alangkah baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Siapa yang diseldiki secara mendalam ketika hisab, ia akan disiksa.”

Tertulis dalam Kitab Ihya, sebuah hadis yang berbunyi: “Seorang laki-laki dihadapkan pada kiamat, ia yang telah mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan mengeluarkannya pada jalan yang haram pula, maka dikatakan , ‘Bahwa ia ke neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula seorang laki-laki yang mengumpulkan harta secara halal tapi ia memngeluarkannya pada hal yang haram, maka dikatakan, ‘ Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya dihadapkan pula seorang laki-laki yang telah berusaha secara halal dan mengeluarkannya pada jalan yang halal, maka dikatakan kepadanya ‘Berhenti dulu! Barangkali lantaran mencari harta itu engkau melalikan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadamu, pada shalat umpamanya, engkau tidak melaksanakannya tepat waktu, atau sedikit engkau anggap remeh pada ruku, sujud dan wudhunya.

Laki-laki itu menjawab “Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa yang Engkau wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau apapun yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab: “Ya Tuhan ku, aku berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau merasa bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan kepadanya baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang musafir, ‘Ia menjawab: “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan sedikitpun di antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak menyombongkan diri dan tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang lain yang telah engkau perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu orang-orang tadi di datangkan dan berdebat dengannya.

Mereka berkata, ‘YA Tuhanku, Engkau telah memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di tengah-tengah kami dan menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini benar-benar memberikan hak mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong dan berbangga, akan dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan kesyukkuranmu terhadap satu nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik dari makanan, minuman, tegukan atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus saja ditanyai..” Nah, celakalah dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam sidang pengadilan seperti ini, dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang yang tertipu dan terperdaya sepertimu!.

Celakalah diirmu! Interogasi seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam mencari yang halal, yang selalu menunaikan hak-hak dengan hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai dengan batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu. Lantas bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul tenggelam dalam fitnah dunia dalam lumpurnya dalam syubhat dan perhiasannya. Celakalah engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa enggan berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah mencari harta.

Maka hendaknya dirimu menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT.

Dan tidak membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan. Tentulah mencari selamat atau celaka.

Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda: “Para fakir miskin dari golongan Muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di antara mereka, selama lima puluh ribu tahun.” Beliau juga mengatakan: “Adapun pemilik harta, mereka bakal menemui kesulitan berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah”.

Hadis lain berbunyi: “Orang-orang miskin dari kaum yang beriman memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka bersenang-senang dan memakan makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan lutut mereka, maka Allah SWT. Berkata: “Di sana ada orang-orang yang aku kehendaki sebelum kamu, kalian adalah pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah kepada Ku apa saja yang telah kalian perbuat dengan sesuatu yang telah Aku berikan kepada kalian.”

Salah seorang ahli imu berkata: “Tidaklah menggembirakanku walau aku memiliki Humran Ni’am (kiasan untuk kenimkmatan yang besar), sedang aku tidak bisa bergabung dengan rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.

Wahai kaum yang mengkhawatirkan hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban hisab-nya dalam rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan terpisah dengan rombonan Rasulullah saw. Sebagaimana takutnya orang-orang yang bertakwa.

Diceritakan bahwa seorang sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya segelas air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun terseduh kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata dari wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis.

Ketika tangisannya kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu lantaran iar tadi? Ia menjawab: “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama Rasulullah saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain diriku, beliau memertahankan dirinya dan berseru: “Menyingkirlah dariku” Aku bertanya kepadanya: “Demi dirimu, maka siapakah gerangan yang engkau ajak bicara? Beliau menjawab: “Itulah dunia yang tampil di depanku dengan corak dan keindahannya, yang berkata kepadaku: Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku katakan kepadanya: “Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika engkau selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku orang-orang sesudahmu.

Wahai kaum, orang-orang pilihan itu menangis kecuali takut bila terputus hubungan dengan Rasulullah saw. Hanya lantaran meminum air yang halal, maka celakalah dirimu yang bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan terbebas dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir akan terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!

Sungguh malang nian nasibmu, bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat. Pasti engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan nabi-nabi bergidik melihatnya.

Bila engkau lengah dari mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang untuk menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau akan mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang sedikit pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat panjang. Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau akan terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam, dan engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang diberi kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang yang bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam situasi yang mencekam di Hari Pembalasan.

Celakalah dirimu, renungkanlah apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga seperti orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan sehari-hari, bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih engkau utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak menumpuk harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan kekayaan, rela dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan, senang dengan kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian, engkau merasa kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk, sesungguhnya engkau telah melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau telah menjalankan semua urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh keridhaan ALLAH SWT. Engkau tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak akan di hisab, dan orang sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.

Hanya saja engkau masih berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran di jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah! Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir, mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama, lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi, lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam keadaan berlipat-lipat.

Salah seorang sahabt berkata: “Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir itu lebih utama.”

Diceritakan bahwa salah seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan dalam kebajikan, ia menjawab: “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang Tabi’in pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari harta yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali silaturrahmi dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh tidak mau mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka yang lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar lebih utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.

Lebih baik bagimu untuk menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu sekarang adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk tubuhmu, mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu, mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau mengumpulkan harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada orang yang mengejarnya untuk tujuan kebajikan.

Benar, kesibukanmu dengan mengingat Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di jalan-Nya, sehingga berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan serta keutamaan di akhirat.

Baiklah, seandainya mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya, pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw. Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia, maka dari itu jauhilah oleh mu.

Diceritakan dari Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda: “Aku didatangi oleh Jibril as. Yang membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.”
Dalam hal ini, seorang sahabt berkomentar, andaikata beliau mengeahui bahwa di situ ada kebaikan, pastilah beliau saw. Mengulurkan tangannya.

OK, andaikata dalam pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw. Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia.

Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini melainkan seperti seorang musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh di bawah sebatang pohon kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”

Dalam sebuah doanya beliau saw. Berkata: “Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin, janganlah engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan dalam doanya yang lain beliau saw. Berkata :”Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhan.”

Celakalah dirimu! Apakah kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif ini untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah, tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga dengan segera.

Saudaraku, renungkanlah apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan kemenangan terdapat dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Sesungguhnya pemuka orang beriman di surga adalah orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa makan malam, apabila ia mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak memiliki kelebihan pakaian kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu untu mencari sesuatu yang memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan demikian dan memasuki pagi juga dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada Tuhan-nya. Mereka itulah orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan golongan para nabi, shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka alangkah baiknya mereka sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).

Saudaraku, renungkanlah apa yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul dalam perbuatan memperbanyak harta benda dunia. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra.: “Jika engkau mampu berjumpa dengan Allah dalam keadaan miskin, bukan dalam keadaan kaya maka lakukanlah.” Bilal berkata: “Bagaimana dengan diriku wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Apa yang dirizkikan kepadamu jangan disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu jangan ditolak.” Bilal berkata lagi : “Bagaimana dengan diriku terhadap hal demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata: “Atau engkau mau ke neraka?”.

Celakalah dirimu! Jika engkau memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu untuk mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau jadikan dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan! Sampai kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan ini. Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk tujuan berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan, juga engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan, keududukan, riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu engkau mengira bahwa usaha itu demi kebajikan.

Sungguh maang nasibmu! Hati-hatilah terhadap Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang yang terpeerdaya, karena sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan mencintai dunia. Jadikanlah dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan ridha terhadap sekedar kebutuhan sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan. Jadikanlah dirimu ketika mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau mengakui kejahatanmu serta takut kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih selamat untukmu dan lebih dekat kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk menumpuk-numpuk harta.

Saudaraku! Renungkanllah apa yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui akal sehatmu. Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari dunia, dan Allah tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada Allah SWT.

Saudaraku! Ketahuilah bahwa pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka adalah orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan untuk mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka bagaimana dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan menutupi hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita sekarang, mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian. Maka, mana ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud, dan kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat mereka? Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit jiwa serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu menghadap.

Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka mendahului; alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus tertahan dan alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari dikumpulkan! Sedangkan duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah dan mencampur adukan. Aku telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau menerimanya, tapi sayang yang mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui rahmat-Nya 

Sesuatu Yang Tidak Bisa Dicapai Seluruhnya Jangan Sampai Ditinggalkan Seluruhnya

Sesuatu Yang Tidak Bisa Dicapai Seluruhnya Jangan Sampai Ditinggalkan Seluruhnya


Kawanku, aku merenungkan kodisi kita pada masa sekarang. Lama aku berfikir, lalu aku mendapatkan bahwa masa sekarang adalah masa-masa amat kompleks. Syariat-syariat keimanan telah berganti, pakain-pakaian ke Islaman telah terlepas, ajaran-ajran agama telah berubah, dinding-dinding hukum telah runtuh, serta kebenaran pu telah menjadi hilang sehinga penghuninya terancam binasa, kebatilah merajalela serta pengikutnya hari demi hari kian bertambah. Aku juga menemukan segala bentuk fitnah semakin saling tumpang tindih sehingga membuat bingung orang yang berakal, hawa nafsu kian dominan, dan musuhpun makin leluasa. Jiwa-jiwa dengan kegandrungannya terhadap seklurisme tersandera oleh nafsu syahwat yang bergelantungan; keinginan rendahnya ia perturutkan, dan dunia lebih ia priorotaskan daripada akhirat. Kemudian, dengan kegemarannya terhadap kedudukan dan kemegahan, ia sangat berambisi. Pemikirannya terhalang oleh riya” sehingga butalah ia akan akhirat.

Nurani dan kondisi pada masa kita memang jauh berbeda dengan nurani serta keadaan para salaf pendahulu kita. Telah sampai kepada kita bahwa sebagian sahabat berkata: “Seandainya salah seorang pendahulu kita yang salih dibangkitkan kembali dari kuburnya, lalu melihat pembaca-pembaca Al Qur’an, tentu tidak mau berbicara dengan mereka, dan akan berkata kepada semua orang, “mereka itu tidak beriman kepada hari perhitungan”.” Hanya kepada Allah saja aku mengeluhkan keadaan yang menimpa kita, berupa perubahan, pergantian dan pertentangan dengan “akhbar”(1) (akhbar adalah bentuk jamak dari khabar, yaitu berita-berita baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun hadis.)

Tentang hal ini, telah sampai kepada kita Sabda Rasulullah saw. Yang mengatakan, ’Akan datang pada umat ini suatu masa ketika orang yang berpegang pada agamanya pada hari itu bagaikan menggenggam bara api”, (2) (Hadis diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi).

Juga Sabda Beliau yang berbunyi: “Orang yang tetap berpegang pada Sunnah pada saat terjadi kerusakan moralitas manusia, akan mendapat pahala seratus orang syahid.” (3) Hadis ini dikeluarkan oleh Al Bazzar.

Sedang Thabrani meriwayatkannya dengan lafal “Khamsina Syahida”. Hingga manakala aku menyadari bahwa bahaya benar-benar telah mengancam batas-batas agama, segala macam bentuk fitnah telah mengepung kita, sedang hawa nafsu di lingkungan kita benar-benar dipuja dan diperturutkan, aku pun sangat mengkhawatirkan bahwa agama akan tercabut secara keseluruhan. Sebab telah sampai kepada kita, hanya Allah yang lebih tahu, bahwa “Akan terjadi seseorang tercabut keimanannya sedang ia tidak menyadarinya”, Dan ada kalanya seseorang keluar dari rumahnya bersama agamanya, namun ketika pulang ia tidak lagi membawa serta agamanya sedikit pun. (4) (Hadis ini dikeluarkan oleh Ibn Abi’Ashim dalam bab tentang Zuhud dengan redaksi sedikit berbeda.

Prihatin terhadap hal demikian, aku berpandangan, sangat urgen bagi kita untuk berpedoan kepada satu di antara dua hal, yaitu : Bla kita tidak termasuk di antara orang-orang yang melaksanakan perintah Allah secara keseluruhan (utuh), tidak seharusnya kita mengabaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepada kita, sehingga kita akan menjadi binasa selama-lamanya. Ingat, mawas dirilah kepada Allah SWT.

Sahabatku, janganlah kalian menarik dirimu dari kebajikan seluruhnya, janganlah pula menganggap ringan perintah Allah seluruhnya, serta janganlah bersikap terang-terangan terhadap Allah dengan perilaku yang bertolak belakang dengan kehendak-Nya. Berpeganglah, meski sedikit saja di antara yang banyak, pada apa yang diwajibkan kepada kalian sekalipun ada alasan untuk meninggalkan sedikit di antara Perintah-Nya, tapi lakukanlah itu untuk menutupi kekurangan.

Memang sebagian kejahatan lebih ringan bobotnya daripada yang lain, dan sedikit saja yang dipertahankan jauh lebih baik daripada hilang secara keseluruhan. Karena, telah sampai kepada kita bahwa Rasul saw. Berkata kepada para sahabat-nya: “Akan datang setelah kalian suatu golongan, jika mereka berpegang pada sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada kalian, mereka selamat.” (5). Hadis ini gharib, diriwayatkan oleh Tirmidzi. Ingat dan renungilah apa yang telah au katakan kepada kalian. Di sini aku hanya meringkas yang penting untuk disamppaikan, dan aku takut kepada kebinasaan bila menyia-nyiakannya. Aku berharap ampunan dari Yang Maha Mulia melalui Kemurahan-Nya.


Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot Ketakwaannya Kepada Allah SWT

Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot Ketakwaannya Kepada Allah SWT


Sahabat ku, mereka yang sering aku sebut sebagai penyandang keutamaan dan ketakwaan telah lama terkibur di bawah lapisan tanah, dan di antara akhlak mereka yang sedikit tersisa di permukaan bumi pun tersembunyi, nyaris tidak dikenal. Kini aku akan menguraikan kepada kalian sebgaina di antara ilmu yang telah dititipkan Allah SWT, kepada aku melalui tulisan ini. Aku mendapati para juru nasihat--- semoga Rhmat serta Ridha Allah atas mereka--- bersepakan bahwa kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat tergantung pada nilai ketakwaannya kepada Allah SWT.

Dan ingatlah bahwa bukti utama ketakwaan ialah bersikap Wara” ( ialah sikap yang menghindari perbuatan dosa, dan menahan diri dari subhat dan maksiat), terhadap larangan-larangan Allah SWT, melaksanakan hudud-Nya (Hukum-Nya) dan mensucikan hati dari segala yang tidak disukai-Nya. Lalu aku juga mendapati mereka bersepakat bahwa perusak agama adalah mereka yang lancang terhadap Allah SWT. Dan ketahuilah bahwa ciri kelancangan itu adalah meninggalkan sikap wara” melampaui hudud- Allah SWT, serta getol melakukan maksiat kepada-Nya. Semoga Allah melindungi kita semua dari hal demikian

Berilah Maaf Agar Alloh Memaafkan Kita

Berilah Maaf Agar Alloh Memaafkan Kita 

Maafkanlah dia agar Allah memaafkan kita. Semoga kita bisa menghilangkan dendam, kesalahan orang lain tak perlu kita tuntut di akhirat.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22)

Penjelasan ayat

Disebutkan oleh Aisyah saat ujian yang menimpanya ketika difitnah berselingkuh, ia mengatakan,

“Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan sepuluh ayat (terbebasnya Aisyah dari tuduhan selingkuh), maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu–beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah radhiyallahu ‘anhu karena masih ada hubungan kerabat dan karena ia orang fakir–berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah.’ Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut (yang artinya), “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

“Lantas Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.’ Kemudian beliau kembali memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan ia berkata, ‘Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai persoalanku. Beliau berkata, ‘Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau yang kamu lihat?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah baik.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, ‘Dialah di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyaingiku dalam hal kecantikan, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dengan sifat wara’. Sedangkan saudara perempuannya, Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bertentangan dengannya. Maka, binasalah orang-orang yang binasa.” (HR. Bukhari, no. 2661 dan Muslim, no. 2770)

Pelajaran penting yang bisa dipetik dari ayat di atas tentang memaafkan:

  1. Memaafkan orang lain adalah sebab Allah memberikan ampunan kepada kita.
  2. Wajibnya memberikan maaf ketika ada yang mau bertaubat dan memperbaiki diri.
  3. Kejelekan tidaklah dibalas dengan kejelekan, balaslah kejelekan dengan kebaikan. Berikanlah maaf kepada orang yang berbuat jelek kepada kita. Inilah ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk memaafkan yang lain walau berat untuk memaafkan.

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asyu-Syura: 40)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin membuatnya mulia. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim, no. 2588)

  1. Memaafkan yang salah berlaku jika yang salah tersebut tahu akan kesalahan dan kezalimannya, ini dianjurkan. Begitu pula ketika dengan memaafkannya, maka akan lebih menyelesaikan masalah dan kita yang mengalah. Hal ini tidak berlaku jika yang berbuat zalim terus menerus zalim dan melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ

Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (QS. Asy-Syura: 39)

Baca kisah berikut, keutamaan orang yang tidak hasad dan dendam

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun berkata, ‘Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga.’ Maka munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, “Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?” Maka orang tersebut menjawab, “Silakan.”

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya,

“Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. ‘Abdullah bertutur, ‘Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.’

Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun berkata kepadanya, ‘Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali bahwa akan muncul kala itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang muncul, maka aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat.’ Abdullah bertutur,

فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang lain.’ Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui.” (HR. Ahmad, 3: 166. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Maafkan dan Hapuslah Dendam

Kesimpulan mudahnya dari ayat yang kita bahas, maafkanlah orang yang berbuat salah kepada kita, semoga Allah memaafkan kesalahan kita pula. Tak perlu kita menuntut balasan kesalahan dia di akhirat, karena kita juga belum tentu selamat. Kalau kita masih kurang puas dengan alasan ini, ingat saja bahwa Allah itu Maha Pengampun. Semua dosa kita itu dimaafkan oleh Allah ketika kita mau bertaubat nashuha walaupun itu dosa syirik dan dosa besar. Lantas kenapa kita sebagai manusia tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, padahal bisa jadi itu hanya kesalahan kecil atau kesalahan yang hanya sekali atau itu kesalahan yang bisa dimaafkan agar tidak membuat hati kita sakit.

***