BANYAK PEMBACA AL-QUR’AN, NAMUN DIKUTUK AL-QUR’AN (Renungan Hakikat dari Kitab Fīhī Mā Fīhī)
BANYAK PEMBACA AL-QUR’AN, NAMUN DIKUTUK AL-QUR’AN
(Renungan Hakikat dari Kitab Fīhī Mā Fīhī)
1. Mukadimah: Keagungan Al-Qur’an dan Bahaya Salah Memperlakukan-Nya
Bismillāhirraḥmānirraḥīm.
Alhamdulillāh, segala puji hanya milik Allah SWT yang menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk, penyembuh, dan cahaya bagi hati manusia. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, manusia paling memahami Al-Qur’an, bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan kehidupan.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, bukan sekadar hafalan, bukan sekadar hiasan suara, melainkan jalan hidup. Namun hari ini, kita menghadapi fenomena yang sangat mengkhawatirkan:
👉 Al-Qur’an dibaca, tetapi tidak ditaati.
👉 Al-Qur’an dihafal, tetapi ditolak maknanya.
Inilah yang oleh para ulama disebut sebagai fitnah ilmu tanpa hidayah.
2. Peringatan Nabi ﷺ: Tidak Semua Pembaca Al-Qur’an Selamat
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
رُبَّ قَارِئٍ لِلْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنُهُ
“Betapa banyak orang membaca Al-Qur’an, namun Al-Qur’an justru melaknatnya.”
(HR. Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh sebagian ulama)
Imam Al-Ghazali رحمه الله menjelaskan:
“Yang dilaknat Al-Qur’an adalah orang yang membaca ayat-ayat Allah, tetapi perilakunya justru menentangnya.”
Artinya, lidahnya membaca, tapi hatinya membangkang.
3. Kisah Ibn Muqri: Membaca Tanpa Cahaya Makna
Maulana Rumi mengisahkan tentang Ibn Muqri, seorang pembaca Al-Qur’an yang:
- Tajwidnya benar
- Lafaznya fasih
- Tetapi menolak makna Al-Qur’an
Ia membaca bentuk, bukan hakikat.
Allah SWT berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
(QS. Muhammad: 24)“Tidakkah mereka mentadabburi Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?”
Imam Fakhruddin Ar-Razi رحمه الله berkata:
“Orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an, sejatinya tidak membaca Al-Qur’an, meski lisannya bergerak.”
4. Al-Qur’an Itu Samudra Tak Bertepi, Bukan Sekadar Mushaf
Allah berfirman:
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي
(QS. Al-Kahfi: 109)“Katakanlah: Seandainya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh lautan itu akan habis sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku.”
Imam Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari رحمه الله berkata:
“Al-Qur’an yang tertulis adalah pintu, bukan tujuan.”
Mushaf bukan batas ilmu Allah.
Ia adalah isyarat, bukan keseluruhan hakikat.
5. Hafalan Dulu dan Sekarang: Menelan atau Menyemburkan
Dalam teks Rumi disebutkan:
Dahulu sahabat yang hafal satu juz dianggap luar biasa, karena mereka menelan Al-Qur’an.
Nabi ﷺ bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الأُتْرُجَّةِ
(HR. Bukhari dan Muslim)“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an seperti buah utrujjah: harum dan rasanya manis.”
Imam Nawawi رحمه الله menjelaskan:
“Manisnya adalah pengaruh Al-Qur’an pada akhlaknya.”
Sekarang banyak orang:
- Membaca cepat
- Hafal banyak
- Tapi tidak mengunyah makna
Seperti orang menyemburkan roti tanpa mencerna.
6. Bentuk dan Hakikat: Jangan Berhenti di Kulit
Rumi berkata:
“Apa arti bentuk Al-Qur’an dibandingkan hakikatnya?”
Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ
(QS. Shad: 29)“Kitab yang Kami turunkan agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya.”
Imam Al-Qusyairi رحمه الله berkata:
“Orang yang berhenti pada lafaz, akan terhalang dari cahaya.”
7. Nasihat Ditolak Karena Disangka Cemburu
Kisah Badui dan perempuan di gurun mengajarkan:
- Nasihat yang lahir dari kasih sering ditolak
- Disangka iri, bukan peduli
Allah berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ
(QS. Al-Baqarah: 206)“Ketika dikatakan ‘bertakwalah kepada Allah’, ia justru sombong dalam dosa.”
8. Hakikat Akan Kembali kepada yang Memiliki Dasar
Rumi menegaskan:
“Siapa yang memiliki dasar pada Hari Alast, akan kembali pada hakikat.”
Allah berfirman:
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ
(QS. Al-A‘raf: 172)“Bukankah Aku Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul.”
Imam Ibn Katsir رحمه الله:
“Ayat ini bukti bahwa hidayah sejati berasal dari ikatan ruhani sejak awal.”
9. Hakikat Bisa Datang dalam Banyak Bentuk
Kisah sumur dan makhluk hitam mengajarkan:
- Hakikat tidak selalu datang dengan satu bentuk
- Orang kaku hanya menerima satu cara
Imam Asy-Syafi‘i رحمه الله berkata:
“Pendapatku benar tapi mungkin salah, pendapat orang lain salah tapi mungkin benar.”
10. Penutup: Jangan Jadi Pembaca yang Dilaknat
Hadirin yang dirahmati Allah, Mari kita bertanya pada diri sendiri:
- Apakah Al-Qur’an mengubah akhlak kita?
- Apakah ayat-ayat Allah hidup dalam perilaku kita?
Nabi ﷺ mengadu kepada Allah:
يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
(QS. Al-Furqan: 30)“Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang ditinggalkan.”
Bukan ditinggalkan bacaan,
tetapi ditinggalkan pengamalannya.
Doa Penutup
Allāhumma ij‘alil Qur’āna rabī‘a qulūbinā, wa nūra ṣudūrinā, wa hādiyan li akhlāqinā.
“Ya Allah, jadikan Al-Qur’an hidup di hati kami, bukan hanya di lisan kami.”
Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn.
Post a Comment