Tuhan Bekerja Dengan Cara yang Misterius: Antara Ulama, Kekuasaan, dan Rahmat Ilahi
📖 MATERI CERAMAH LENGKAP
“Tuhan Bekerja Dengan Cara yang Misterius: Antara Ulama, Kekuasaan, dan Rahmat Ilahi”
I. PEMBUKAAN
Hadirin yang dimuliakan Allah—
Sering kali kita melihat hidup ini seperti sebuah teka-teki.
Apa yang kita sangka baik, ternyata buruk.
Apa yang kita sangka musibah, ternyata rahmat tersembunyi.
Dalam dunia ruhani, ada sebuah pesan besar:
“Tuhan bekerja dengan cara yang misterius.”
Dan malam ini kita akan menyelami sebuah kisah—kisah spiritual yang menggetarkan jiwa, diambil dari Fihi Ma Fihi, karya Jalaluddin Rumi, tentang hubungan ulama dan penguasa, tentang hati yang tertipu, hingga tentang tawanan Perang Badar yang diselamatkan oleh cahaya Nabi ﷺ.
II. ULAMA — ANTARA CAHAYA DAN KEDZALIMAN
Rasulullah ﷺ bersabda:
Hadis (Arab & Terjemahan)
سَيِّئُ الْعُلَمَاءِ الَّذِينَ يَأْتُونَ الأُمَرَاءَ، وَخَيْرُ الْأُمَرَاءِ الَّذِينَ يَأْتُونَ الْعُلَمَاءَ
“Seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi penguasa, dan sebaik-baik penguasa adalah yang mendatangi ulama.”
(HR. Abu Nu‘aim dalam Hilyatul Awliya’)
Hadis ini sering dipahami secara dangkal—seolah ulama haram mendatangi penguasa. Padahal maknanya jauh lebih dalam.
Makna Ulama Buruk Menurut Para Ulama
-
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata:
“Ulama yang buruk adalah mereka yang menjual agama demi dunia, memuji penguasa untuk keuntungan pribadi.”
-
Ibn Rajab Al-Hanbali menegaskan:
“Ulama su’ (ulama buruk) adalah mereka yang menjadikan keridhaan penguasa lebih utama daripada keridhaan Allah.”
-
Imam Al-Fudhayl bin ‘Iyadh berkata:
“Jika ulama datang kepada penguasa, berarti ia pencari dunia. Jika penguasa datang kepada ulama, berarti penguasa itu mencari akhirat.”
Maka yang tercela bukan kunjungannya, tetapi ketergantungannya—ketika ulama menjadi penjilat, bukan pembimbing.
III. ULAMA SEJATI IALAH MATAHARI
Rumi berkata:
“Ulama sejati seperti matahari. Tugasnya hanya memberi, tidak mengambil.”
Matahari:
- mengubah tanah menjadi hijau
- mengubah batu menjadi permata
- memberi tanpa meminta
Begitu pula ulama sejati:
- hatinya merdeka
- tidak tunduk kepada kekuasaan
- tidak berharap hadiah
- hanya melimpahkan cahaya
Inilah makna firman Allah:
Dalil Al-Qur’an
وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
“Aku tidak meminta imbalan apapun kepada kalian.”
(QS. Ash-Syu‘ara’: 109)
IV. KISAH PERANG BADAR — RAHMAT DALAM BENTUK MISTERI
Ketika para tawanan Quraisy terikat dengan ketakutan, Nabi ﷺ tersenyum.
Para tawanan berkata:
“Dia bahagia karena kami kalah.”
Padahal Nabi ﷺ menjelaskan:
Hadis Kisah
لَا أَضْحَكُ شَمَاتَةً، وَلَكِنِّي رَأَيْتُ مَلَائِكَةً يَجُرُّونَكُمْ مِنَ النَّارِ إِلَى الْجَنَّةِ
“Aku tidak tertawa karena kalian kalah. Aku melihat malaikat menarik kalian dari api neraka menuju surga.”
(Kisah ini disebut oleh ulama sufi seperti Rumi dalam Fihi Ma Fihi, serta sejalan dengan makna umum rahmat Nabi.)
Di sinilah rahasia paling dahsyat:
Tuhan menyelamatkan seseorang melalui cara yang ia benci.
Orang Quraisy menganggap kekalahan sebagai kehinaan—padahal Allah menjadikan kekalahan itu sebagai jalan menuju hidayah.
Seperti firman Allah:
Dalil
لَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Tidak ada yang putus asa dari rahmat Allah kecuali orang kafir.”
(QS. Yusuf: 87)
V. TURUNNYA QS. AL-ANFAL AYAT 70- TAUBATMEMBUTUHKAN BUKTI
Allah berfirman:
Ayat (Arab & Terjemahan)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِمَنْ فِي أَيْدِيكُمْ مِنَ الْأَسْرَىٰ إِنْ يَعْلَمِ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ خَيْرًا يُؤْتِكُمْ خَيْرًا مِّمَّا أُخِذَ مِنكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada tawanan di tanganmu:
Jika Allah mengetahui kebaikan dalam hatimu, Dia akan memberimu yang lebih baik dari apa yang diambil darimu, dan Dia akan mengampunimu.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Anfal: 70)
Penjelasan Ulama
- Imam At-Thabari: ayat ini turun untuk Abbas dan tawanan Quraisy lainnya.
- Ibn Katsir: Allah membuka pintu hidayah setelah mereka mengalami ketakutan dan kekalahan.
Nabi meminta Abbas menyerahkan hartanya sebagai bukti kejujuran. Ketika Abbas bersumpah tidak punya apa-apa, Nabi ﷺ justru menyebutkan
jumlah emas yang ia sembunyikan dan tempat penyimpannya.
Abbas takjub:
“Ini bukan kekuatan manusia. Ini taufik dari Tuhan.”
Inilah bukti bahwa rahmat Allah kadang hadir melalui ujian yang pahit.
VI. PELAJARAN SPIRITUAL (TASNIF SUFI)
-
Kebaikan belum tentu baik, keburukan belum tentu buruk.
Nabi ﷺ bersabda:حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Surga diselimuti hal-hal yang dibenci.”
(HR. Muslim) -
Orang yang merasa paling benar adalah yang paling dekat dengan kesesatan.
Rumi berkata:“Jika engkau merasa telah sampai, maka saat itu engkau paling jauh.”
-
Kesombongan amal merusak amal.
Al-Qur’an memperingatkan:
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ
“Jangan anggap dirimu suci.”
(QS. An-Najm: 32) -
Rahmat Allah datang dalam bentuk yang misterius.
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
“Dia memasukkan malam ke dalam siang, dan memasukkan siang ke dalam malam.”
(QS. Fathir: 13)Allah membolak-balik keadaan hati dan takdir manusia.
VII. PESAN UTAMA CERAMAH
- Ulama sejati tidak menjual ilmu demi dunia.
- Ujian, kekalahan, ketakutan bisa menjadi jalan hidayah.
- Jangan menilai segala sesuatu hanya dari zahirnya.
- Jangan berputus asa dari rahmat Allah—apa pun dosa dan kondisimu.
- Tuhan bekerja dengan cara yang tidak dapat ditebak oleh akal manusia.
VIII. PENUTUP RETORIK
Hadirin…
Berpeganglah kepada rahmat Allah, bukan pada kekuatan diri.
Bersandarlah pada keagungan-Nya, bukan pada prestasi kita.
Karena jika Dia mengangkat, tak ada yang mampu merendahkan.
Jika Dia memberi, tak ada yang mampu menghalangi.
Dan jika Dia membuka pintu taubat, tak ada dosa yang dapat menutupnya.
Semoga hati kita tidak tertipu oleh amal, tidak buta oleh dunia, dan tidak jauh dari cahaya.
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
“Ya Allah, tunjukkan kepada kami kebenaran sebagai kebenaran dan berilah kami kemampuan mengikutinya.
Tunjukkan kebatilan sebagai kebatilan dan berilah kami kemampuan menjauhinya.”
Aamiin.
Post a Comment