Efek Negatif Dari Sikap Ekstrim

Efek Negatif Dari Sikap Ekstrim

Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
      Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
      Hakekat kesyirikan ialah menyerupakan pencipta dengan ciptaanya, dan menyerupakan makhluk dengan penciptanya. Dan kita menemukan dua faktor yang mendorong pelakuanya melakukan hal ini, yaitu:
1. Ghuluw (ekstrim) dalam menyikapi makhluk. 
2. Sangkaan buruk terhadap Rabb semesta alam . Akibat dari kurang mengetahui kedudukan Allah azza wa jalla. Sehingga dia tidak mampu mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya, itulah yang mendorong dirinya punya berprasangka buruk terhadap Allah azza wa jalla. 

 Adapun faktor pertama yaitu ghuluw.
        Ini berawal tatkala mengangkat seorang makhluk diatas kedudukan yang dimilikinya, dengan menyematkan pada makhluk tersebut sebagian hak Allah ta'ala.  Dan perkara ini begitu jelas bisa dijumpai pada setiap umat yang menyekutukan Allah azza wa jalla.      Sesungguhnya -sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam- penggagas kesyirikan yang ada dimuka bumi ini berawal dari dua kelompok, yaitu kaumnya nabi Nuh dan kaumnya nabi Ibrahim 'alaihima sallam. 
      Adapun pokok kesyirikan yang dikerjakan oleh kaumnya nabi Nuh 'alaihi sallam yaitu berawal dari mengagungkan kuburan orang sholeh, dengan membuat replika dalam bentuk gambar, yang akhirnya berakhir pada penyembahan. Sedangkan kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam, maka pokok kesyirikan mereka berada  pada penyembahan mataharim, bulan dan bintang. 
     Dan bila diperhatikan fenomena kesyirikan yang dikerjakan oleh kaum musyrikin maka berkisar pada dua perkara diatas, tapi, faktor ghuluw terhadap makhluk mempunyai peran inti didalam melahirkan setiap anak kesyirikan. 
     Ambil contoh misalkan, kaumnya nabi Nuh pada awalnya membikin gambar supaya mereka bisa meniru dan mengingatkan jasa baik para wali tersebut, selanjutnya, tatkala ilmu telah diangkat dan kebodohan semakin menyebar, maka generasi berikutnya menyangka bahwa para wali tersebut adalah orang-orang sholeh yang layak untuk dikunjungi kuburannya setiap saat agar mereka bisa merengkuh keridhoan Allah subhanahu wa ta'ala, karena anggapan keliru itulah akhirnya mereka beritikaf disamping kuburannya, setelah itu datang iblis yang mendorong generasi berikutnya dengan mengatakan bahwa nenek moyangnya telah menyembah mereka, dan meminta wasilah kepadanya agar diturunkan hujan, akhirnya kuburan para wali tersebut pun disembah.  
      Bila diperhatikan, kesyirikan ini tidak akan muncul kepada orang sholeh yang telah meninggal melainkan berawal dari sikap ghuluw terhadap makhluk.
       Begitu pula kesyirikan yang muncul pada kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam juga berawal dari sikap ekstrim terhadap beberapa makhluk Allah ta'ala. Dimana generasi awal umat manusia ada yang mempunyai ideologi kalau bintang-bintang dilangit mampu berbuat, yang bisa menimpakan madharat atau mendatangkan manfaat, sama seperti yang dilakukan oleh seorang Tuhan, sesuai dengan keyakinan yang dimiliki oleh sebagian ahli nujum. 
      Lalu mereka menjadikan sesembahan yang disembah sebagai aturan sebuah agama, ditambah lagi ketika pembesar atau raja mereka ingin menguatkan sesuatu, dan menambah kekuasaanya. Maka dijelaskan, bahwa seorang raja butuh terhadap agama, sama seperti kebutuhannya terhadap harta dan pasukan. Sebab seorang raja diangkat dengan adanya bai'at (janji setia) dari rakyatnya, sedang bai'at ini tidak akan terjadi melainkan dengan adanya sumpah, dan sumpah tidak mungkin ucapkan oleh seseorang kecuali yang telah beragama, sebab tidak absah seseorang bersumpah melainkan dengan menyebut agama atau sesembahannya, karena orang yang tidak mempunyai agama sumpahnya tidak patut dipercaya.
       Dan lain sebagainya, dari perkara-perkara yang berkaitan dengan kepentingan raja dengan sebuah agama, makanya mereka membikin berhala bagi rakyatnya dalam bentuk simbol bintang yang kemudian mereka menyembahnya. 

      Orang-orang tersebut telah berlaku ghuluw terhadap benda-benda langit, mereka mengira kalau benda-benda tersebut mampu menurunkan mara bahaya atau memberi manfaat, dan menyangka jika permintaan syafaat kepada benda tadi akan menjadikan lebih diterima oleh Allah azza wa jalla. 
      Oleh karena itu mereka menyatakan, "Tidak ada sarana lain yang akan mengantarkan kita kepada keagungan Allah melainkan melalui wasilah-wasilah, dan sebelum itu wajib bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui wasilah-wasilah tadi, dimana mereka adalah ruh suci yang dekat denganNya, bersih dari unsur tubuh, dan kuat jasadnya'.
      Bahkan ada yang menyatakan, 'Mereka suci dari segala kotoran'. Makanya kami mendekatkan diri kepada mereka supaya kami didekatkan kepada Allah, merekalah tuhan-tuhan dan penuntun kami yang akan memberikan syafaatnya  kelak disisi Allah Rabb sebagai Tuhan segala tuhan yang ada, kami tidak menyembahnya melainkan agar supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. 

       Setelah menyebut kisahnya kaum nabi Nuh 'alaihi sallam, Syaikh Sulaiman bin Abdullah alu Syaikh dalam bukunya Taisiril Azizil Hamid mengatakan, "Dari sini menjadi jelas, kalau faktor terjadinya kesyirikan dengan mengagungkan orang-orang sholeh, disebabkan oleh sikap ghuluw terhadap orang sholeh tersebut, begitu pula faktor kesyirikan dengan menjadikan benda langit sebagai medianya juga berawal dari sikap berlebihan terhadap benda-benda tersebut, dengan menyakini sebagai simbol keberuntungan dan kerugian serta keyakinan batil lainnya. 
       Ideologi inilah yang paling banyak dipegang oleh ahli filsafat beserta konco-konconya, sebagaimana sikap yang ditempuh oleh para pengagung kubur serta yang sepemahaman dengan mereka. Inilah hakekat peribadatan berhala, dimana mereka dahulu begitu mengagungkan mayit hingga keluar dari batas wajar, dengan membikin replika fotonya, lantas bertabaruk dengannya, hingga akhirnya gambar tersebut disembah.  Itu semuanya berawal dari sebuah gambar.
      Itulah kesyirikan pertama yang terjadi dimuka bumi, dan ini pula yang diwahyukan oleh setan kepada para pengagung kubur pada zaman ini, dimana setan menimpakan dalam hati mereka bahwa membangun kubur dan berdiam diri disampingnya merupakan bentuk kecintaan dan penghormatan kepada para wali, dan orang yang berdoa disamping kuburnya lebih memungkinkan untuk dikabulkan daripada orang yang berdoa di dalam Masjidil Haram dan seluruh masjid. Mereka melampaui batas dalam hal itu. Jika keyakinan tersebut telah menancap kuat dalam hatinya maka mereka memiliki keyakinan lebih ekstrim yaitu dengan berdo'a langsung memohon kepadanya dan bersumpah atas nama Allah dengan namanya". 

Bila diklasifikasikan sikap ektsrim ini maka bisa dibagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:

1. Keinginan untuk bisa ngalap berkah dengan semua benda atau tempat yang suci, seperti yang dilakukan oleh para pengagung batu di Makah. Dimana mereka ketika terusir dari Makah, mereka membawa serta batunya dalam rangka ingin ngalap berkah dengannya dan sebagai pelipur lara akan kerinduan terhadap Makah. Tapi, dengan berlalunya waktu, meraka lupa tujuan pertama tadi lalu beralih menjadi penyembah batu. 
2. Tipu daya setan yang ditimpakan pada setiap kaum sesuai dengan tingkat intelektualitasnya. Ada yang diajak untuk menyembah mayit yang telah mati dengan membikin patung sesuai dengan bentuknya, sebagai bentuk penghargaan atas jasa yang telah disumbangkan. Seperti patung-patung yang dimiliki oleh kaumnya nabi Nuh 'alaihi sallam.  Sebagaimana telah kita jelaskan secara rinci dalam pasal sebelumnya.
3. Melihat pada sebagian sifat yang dimiliki oleh sesembahannya, yang diklaim mempunyai efek bisa memberi hoki dan rugi. Seperti yang dilakukan oleh kaum musyirikin yang menyembah bintang dan benda-benda langit (dalam bentuk ramalan bintang horoskop). Mereka berkeyakinan kalau benda-benda tersebut lebih berhak untuk diagungkan dan disucikan, lalu mereka pun mulai menyembahnya.  
4. Setan merasuk pada patung, berhala atau arca, lalu mengajak bicara pada para penyembahnya. Dengan mengabarkan beberapa perkara ghaib, dan menunjukan sebagian perkara samar pada mereka, sebab mereka tidak melihat setan yang berada disana, sehingga orang yang bodoh lagi pandir mengira kalau patungnya yang berbicara dan mengajak ngomong.  

      Intinya, bahwa ghuluw merupakan faktor utama kesyirikan yang terjadi pada zaman dahulu, bahkan bisa dikatakan kalau ektsrim terhadap makhluk sebagai faktor inti terjadinya sebuah kesyirikan. Dimana pelakunya ketika bersikap berlebihan terhadap makhluk, mengangkat kedudukannya diluar batas kemanusian, sehingga akhirnya memberikan sebagian hak peribadatan, dan rububiyah. Yaitu dengan menyerupakan bersama Allah dan menyerupakan Allah yang Maha sempurna dengan makhlukNya yang serba kekurangan. 

 Sedangkan faktor kedua yaitu buruk sangka kepada Allah subhanahu wa ta'ala. 
      Pada hakekatnya ini merupakan buah dari faktor yang pertama tadi. Karena setelah bersikap berlebihan terhadap makhluk, plus ditambah kebodohan dalam perkara agama akhirnya orang tersebut menjadikan sebagai wasilah yang akan mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla, menyandarkan padanya berbagai urusan untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga dengan ini dia telah berprasangka buruk kepada kemurahan Allah, nikmat serta kemaha murahanNya. Dan fenomena ini kerap terjadi, walaupun pelakunya masih mengakui kalau Allah maha mendengar, melihat serta mengusai segala sesuatu.
      Bisa juga faktor yang menyebabkan prasangka buruk kepada Allah ini bukan dari sikap ghuluw terhadap makhluk, tapi dari menyamakan Allah, seperti orang yang mensifati Allah dengan kesempurnaanNya dari segala sisi dengan sifat-sifat makhluk yang serba kurang.  
      Seperti dijelaskan oleh Imam Ibnu  Qoyim dalam sebuah pernyataannya, "Barangsiapa yang punya prasangka kepada Allah dalam hal sifat, berbeda dengan sifat yang telah disematkan oleh Allah kepada diriNya atau RasulNya, atau meniadakan hakekat kandungan sifat yang telah Allah dan RasulNya disematkan, maka dirinya telah berprasangka buruk kepada Allah azza wa jalla". 

      Barangkali yang mendorong mereka punya prasangka buruk kepada Allah ialah karena kurangnya mereka didalam memberikan hak Allah dengan sebenar-benarnya. 
      Dalam hal ini, Imam Ibnu Qoyim pernah menjelaskan, "Disini ada pokok terbesar yang telah menyingkap rahasia masalah ini yaitu bahwa dosa terbesar disisi Allah ialah prasangka buruk yang ditujukan kepadaNya. Karena orang yang punya prasangka semacam ini biasanya akan menyangka jauh berbeda dengan kesempurnaan dan kesucian yang Allah miliki. Mengira dengan sesuatu yang bisa menanggalkan kandungan nama-nama dan sifat-sifatNya, oleh karena itu Allah telah mengancam orang yang berprasangka buruk kepadaNya dengan ancaman yang tidak pernah diberikan kepada pelaku dosa besar lainnya, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:

﴿ وَيُعَذِّبَ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ وَٱلۡمُشۡرِكَٰتِ ٱلظَّآنِّينَ بِٱللَّهِ ظَنَّ ٱلسَّوۡءِۚ عَلَيۡهِمۡ دَآئِرَةُ ٱلسَّوۡءِۖ وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَلَعَنَهُمۡ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرٗا ٦﴾ [ الفتح: 6 ]

"Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali". (QS al-Fath: 6).

       Ayat ini secara implisit mengisyaratkan pada rahasia yang menjadikan perilaku ini masuk dalam kategori kesyirikan dan dosa besar yang sangat besar di sisi Allah azza wa jalla. Yang pelakunya tidak mungkin diampuni kecuali bila bertaubat. Menjadikan dirinya kekal didalam neraka, dimana keharaman dan kekejiannya bukan hanya sekedar larangan biasa, karena konsekuensinya dia akan membolehkan bagi Allah untuk memberikan kewenangan bagi hambaNya untuk menyembah tuhan selainNya. Sebagaimana dirinya akan mengurangi sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh Allah ta'ala.  Bagaimana mungkin punya prasangka jelek kepada Dzat yang esa dalam rububiyah, uluhiyah, ketinggian dan keagungan, apakah Allah mengizinkan adanya sekutu bagiNya atau Dirinya ridho dengannya? Maha tinggi lagi agung Allah dari itu semua!". 
      Adapun prasangka buruk kepada Allah subhanahu wa ta'ala yang dihasilkan oleh sikap ekstrim terhadap makhluk yang mengantarkan manusia untuk berbuat syirik dalam ibadah maka itu sangat jelas.
      Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Imam Ibnu Qoyim, beliau mengatakan, "Siapa yang mengira kalau Allah punya anak, atau sekutu, dan adanya orang yang mampu memberi syafaat disisiNya tanpa melalui rekomendasiNya terlebih dahulu, mengira jika Allah mempunyai perantara yang akan menyampaikan kebutuhan para makhlukNya, atau Allah memberi kedudukan bagi para hambaNya dari kalangan para wali yang dijadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepadaNya, bertawasul kepadanya, menjadikan para wali tersebut sebagai perantara antara diriNya dan para hamba, takut dan berharap kepadanya, maka sungguh dirinya telah mengira dengan persangkaan yang sangat jelek kepada Allah azza wa jalla". 
     Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, "Allah ta'ala telah berfirman kepada kekasihNya, nabi Ibrahim yang mengatakan pada kaumnya:

﴿ إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦ مَاذَا تَعۡبُدُونَ ٨٥ أَئِفۡكًا ءَالِهَةٗ دُونَ ٱللَّهِ تُرِيدُونَ ٨٦ فَمَا ظَنُّكُم بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٧ ﴾ [ الصفات: 85-87 ]

"(Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah itu ? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?". (QS ash-Shaffat: 85-87).

       Maksudnya, apakah kalian mengira bila bertemu dengan Rabbmu kalian tidak akan dibalas tatkala menyembah selain Allah? Apa sejatinya yang ada dalam benak kalian sehingga menyembah selain Allah? Apa prasangka kalian terhadap nama-nama dan sifat-sifatNya serta rububiyahNya sehingga kalian merasa perlu untuk menyembah selain Allah? 
     Kalau seandainya kalian menyangka sesuai dengan hakNya, bahwasannya Allah maha mengetahui segala sesuatu, maha mampu atas segalanya, maha kaya, sedang seluruh makhluk fakir membutuhkanNya, berdiri sendiri dengan keadilanNya, esa didalam mengurusi seluruh makhluk, tidak ada sekutu bagiNya, maha mengetahui secara rinci segala perkara, tidak ada yang tersamar bagiNya, ke esaanNya cukup baginya, yang tidak memerlukan pembantu, Dzat maha penyayang, tidak membutuhkan rasa iba. Niscaya kalian tidak akan berprasangka buruk kepadaNya. 
     Berbeda sekali dengan para raja dan pembesar yang ada didunia, sesungguhnya mereka membutuhkan adanya laporan dari para pembantunya tentang kondisi dan kebutuhan rakyatnya, lalu butuh bantuan untuk menyalurkan apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya, butuh adanya yang menunjukan orang-orang yang patut dikasihani dan diberi syafaat. Kebutuhan kepada pembantu bagi seorang raja ada kebutuhan primer, karena keperluan, kelemahan serta cekaknya ilmu pengetahuan mereka. 
     Adapun Allah, Dialah maha mampu atas segalanya. maha mengetahui segala sesuatu, maha pengasih lagi penyayang yang kasih sayangNya meliputi segala sesuatu. Maka menaruh penghubung antara makhluk dan diriNya termasuk bentuk mengurangi hak rububiyah, uluhiyah, dan peribadatan.  Disamping itu dirinya telah berprasangka buruk kepadaNya, yang sangat mustahil Allah mensyariatkan pada hambaNya, sebab tidak bisa diteriman baik secara fitrah maupun akal sehat…Lalu beliau menjelaskan, "Orang yang beribadah kepada selain Allah tidak akan mungkin sanggup mengagungkan/mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana disinggung Allah ta'ala didalam firmanNya:

﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٞ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥٓۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَن يَخۡلُقُواْ ذُبَابٗا وَلَوِ ٱجۡتَمَعُواْ لَهُۥۖ وَإِن يَسۡلُبۡهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيۡ‍ٔٗا لَّا يَسۡتَنقِذُوهُ مِنۡهُۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلۡمَطۡلُوبُ ٧٣ مَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٧٤﴾ [ الحج: 73-74 ]

"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha Perkasa". (QS al-Hajj: 73-74).

       Orang yang menyembah selain Allah bisa kita vonis sebagai orang tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, bagimana menyembah sesuatu yang lemah, yang tidak sanggup untuk menciptakan hewan terlemah sekalipun semisal lalat. Dan jika seandainya lalat tersebut mengambil sesuatu dari mereka, niscaya mereka tidak dapat merebutnya kembali dari binatang tersebut. Dalam ayat yang lain Allah menegaskan kembali firmanNya:

﴿ وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦ وَٱلۡأَرۡضُ جَمِيعٗا قَبۡضَتُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَٱلسَّمَٰوَٰتُ مَطۡوِيَّٰتُۢ بِيَمِينِهِۦۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٦٧  ﴾ [ الزمر: 67 ]

"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan". (QS az-Zumar: 67).

      Orang yang menyekutukan Allah dalam peribadatan bukanlah kriteria orang yang sanggup mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya dengan keagungan dan ketinggianNya. Apa yang dipersekutukan tidak akan sanggup mengungguliNya, justru dirinya sangat lemah bila dibandingkan denganNya, karena tidak akan sanggup seorang makhluk pun yang mampu mengungguli Dzat yang maha kuat lagi mulia dengan sebenar-benarnya, walaupun dijadikan sekutu, karena dirinya makhluk yang lemah lagi rendah". 
      Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan, "Barangsiapa yang punya prasangka kepada Allah, jika ada seorang hamba membikin marah dan murka atau menerjang laranganNya. Lalu  dirinya berpaling dengan mengambil wasilah untuk mendekatkan diri padaNya, baik dari kalangan malaikat maupun manusia –hidup ataupun mati- dengan harapan mampu memberi pertolongan disisi Allah atas perbuatan dosanya, dan diselamatkan dari siksaNya, maka sungguh dirinya telah berprasangka buruk kepada Allah, yang akan mengantarkan dirinya semakin jauh dariNya dan memperoleh siksaNya yang pedih". 
      Beliau juga mengatakan, tatkala menjelaskan bentuk prasangka jelek kepada Allah yang timbul akibat kurangnya mengagungkan Allah dengan sebenar-sebenarnya, beliau menyatakan, "Apakah mungkin orang yang menyekutukan Allah bersama musuhNya, dalam perkara yang murni menjadi hakNya, semisal, memberi label halal, diagungkan dan ditaati, sebagai tempat untuk berharap, tunduk, merendahkan diri dan ditakuti, akan mampu mengagungkan Allah sebenar-benarnya?
     Kalau seandainya dia menjadikan makhluk terdekatNya sebagai sekutu dalam perkara itu semua, maka sungguh dirinya telah lancang dan berbuat lalim, dengan berani menanggalkan kemurnian haknya Allah, menganggapNya rendah, dan menjadikan sekutu bagiNya, yang tidak layak serta pantas untuk disandingkan sejajar bersamaNya.
     Bagaimana tidak, karena pada hakekatnya dia telah menyekutukan Allah dengan makhluk yang paling dibenci, paling hina dan rendah disisiNya, dialah musuh Allah sejati!? Yaitu setan. 
       Sebab, tidaklah ada sesuatu yang disembah selain Allah melainkan jelmaan dari setan, sebagaimana yang Allah ta'ala tegaskan didalam firmanNya:

 ﴿ أَلَمۡ أَعۡهَدۡ إِلَيۡكُمۡ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعۡبُدُواْ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٦٠ وَأَنِ ٱعۡبُدُونِيۚ هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ ٦١ ﴾ [ يس: 60-61 ]

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus". (QS Yaasin: 60-61).

       Manakala kaum musyrikin menyembah para malaikat, mereka mengira sedang menyembahnya, namun pada hakekatnya mereka sedang menyembah setan. sebagaimana yang Allah jelaskan didalam firmanNya:

﴿ وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا ثُمَّ يَقُولُ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٤٠ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١  ﴾ [ سبأ: 40-41 ]

"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS Saba': 40-41).

       Setan mengajak orang yang menyekutukan Allah untuk beribadah kepadanya, dengan menipu kalau dirinya seorang malaikat.
     Begitu juga para penyembah bintang, matahari, dan bulan, mereka mengira sedang menyembah roh bintang-bintang langit tersebut, yang mengajak bicara, serta memenuhi kebutuhannya, namun hakekatnya mereka sedang menyembah setan.
      Oleh karena itu apabila matahari terbit setan segera muncul mengiringinya supaya disembah oleh pemujanya, sehingga sujud mereka tertuju kepada setan, bukan pada matahari, begitu pula ketika matahari tenggelam juga sama setan mengiringinya agar disembah oleh para pemuja matahari.    
     Hal yang sama juga dilakukan oleh para pemuja al-Masih dan ibunya, yang sejatinya dia tidak sedang menyembah keduanya namun sedang menyembah setan, dia menyangka ibadah yang dikerjakan atas perintah nabi Isa 'alaihi sallam, yang disetujui oleh Allah dan menyuruhnya, tapi hakekatnya ibadah tersebut ditujukan kepada setan, bukan Allah dan rasulNya. Perilaku batil ini telah Allah jelaskan secara gamblang didalam firmanNya:

﴿ أَلَمۡ أَعۡهَدۡ إِلَيۡكُمۡ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعۡبُدُواْ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٦٠ وَأَنِ ٱعۡبُدُونِيۚ هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ ٦١ ﴾ [ يس: 60-61 ]

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus". (QS Yaasin: 60-61).

      Tidak ada seorang pun yang menyembah selain Allah dari kalangan anak cucu Adam, siapapun orangnya, melainkan pada hakekatnya sedang menujukan peribadatan kepada setan. 
     Orang yang memuja merasa senang dengan pujaannya ketika tercapai keinginannya, begitupun sebaliknya yang dipuja juga merasa senang ketika diagungkan dan disejajarkan bersama Allah, dan perbuatan semacam ini begitu disenangi oleh setan". 

      Ini semua timbul dari prasangka buruk kepada Allah, ketika mereka berani menjadikan sekutu dalam peribadatan kepada Allah azza wa jalla. 
    Apun prasangka buruk lainya kepada Allah yang mengantarkan manusia berani untuk menyekutukanNya dalam urusan rububiyah ialah disebabkan oleh sikap yang tidak bisa mengenal Allah sebenar-benarnya, seperti yang dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam kitabNya yang mulai. Allah ta'ala berfirman:

﴿ وَذَٰلِكُمۡ ظَنُّكُمُ ٱلَّذِي ظَنَنتُم بِرَبِّكُمۡ أَرۡدَىٰكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم مِّنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٢٣﴾ [ فصلت: 23 ]

"Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS Fushshilat: 23). bagi siapapun yang mengingkari salah satu dari sifat-sifatNya. 

       Dalam ayat lain, Allah ta'ala menjelaskan kepada kita:

﴿ وَطَآئِفَةٞ قَدۡ أَهَمَّتۡهُمۡ أَنفُسُهُمۡ يَظُنُّونَ بِٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ ظَنَّ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِۖ ١٥٤﴾ [ آل عمران: 154 ] 
"Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah". (QS al-Imran: 154).

       Para ulama tafsir, banyak menafsirkan maksud ayat diatas dengan ucapannya, "Sesungguhnya persangkaan batil yang dimaksud dalam ayat ini ialah mendustakan takdir Allah azza wa jalla". 

     Begitu pula Allah ta'ala telah menerangkan hal ini dalam firmanNya:

﴿وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦٓ إِذۡ قَالُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَىٰ بَشَرٖ مِّن شَيۡءٖۗ ٩١﴾ [الأنعام: 91]

"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". (QS al-An'aam: 91).

     Bagi orang yang mengatakan, 'Sesungguhnya Allah tidak mengutus pada makhluk seorang rasulpun, tidak pula menurunkan kitab suci, dan ucapan yang menyandarkan sesuatu yang tidak layak bagi Allah, serta tidak pantas kepadaNya, dengan membiarkan makhlukNya dalam kebingungan, membiarkan mereka dalam kebimbangan, menciptakan mereka tanpa arti dan tujuan, maka tidaklah itu muncul melainkan karena dorongan prasangka jelek yang dimilikinya kepada Allah subhanahu wa ta'ala, begitu pula karena faktor tidak sempurna dalam mengagungkan Allah sebenar-benarnya. 

      Ayat-ayat senada yang menerangkan masalah ini sangatlah banyak, diantaranya Allah ta'ala berfirman:

﴿ وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا بَٰطِلٗاۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنَ ٱلنَّارِ ٢٧ أَمۡ نَجۡعَلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَٱلۡمُفۡسِدِينَ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَمۡ نَجۡعَلُ ٱلۡمُتَّقِينَ كَٱلۡفُجَّارِ ٢٨﴾ [ ص: 27-28 ]

"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?". (QS Shaad: 27-28).

        Dalam ayat lain Allah ta'ala menerangkan:

﴿ أَمۡ حَسِبَ ٱلَّذِينَ ٱجۡتَرَحُواْ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِ أَن نَّجۡعَلَهُمۡ كَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَوَآءٗ مَّحۡيَاهُمۡ وَمَمَاتُهُمۡۚ سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ٢١ وَخَلَقَ ٱللَّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ بِٱلۡحَقِّ وَلِتُجۡزَىٰ كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ٢٢ ﴾ [الجاثية: 21-22]

"Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan". (QS al-Jatsiyah: 21-22).

          Allah ta'ala juga menjelaskan dalam ayat yang lain:

﴿ وَأَنَّهُمۡ ظَنُّواْ كَمَا ظَنَنتُمۡ أَن لَّن يَبۡعَثَ ٱللَّهُ أَحَدٗا ٧ ﴾ [ الجن: 7 ]

"Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul)pun". (QS al-Jin: 7).

      Allah ta'ala juga mengatakan dalam firmanNya:

﴿وَٱسۡتَكۡبَرَ هُوَ وَجُنُودُهُۥ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَظَنُّوٓاْ أَنَّهُمۡ إِلَيۡنَا لَا يُرۡجَعُونَ ٣٩﴾ [ القصص: 39 ]

"Dan berlaku angkuhlah Fir'aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami". (QS al-Qashash: 39).

        Begitu pula dalam firmanNya:

﴿  أَفَنَجۡعَلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ كَٱلۡمُجۡرِمِينَ ٣٥ مَا لَكُمۡ كَيۡفَ تَحۡكُمُونَ ٣٦ ﴾ [ القلم: 35-36 ]

"Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). Atau adakah kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan?". (QS al-Qalam: 35-36).

        Dan juga yang tertera didalam firmanNya:

﴿ أَفَحَسِبۡتُمۡ أَنَّمَا خَلَقۡنَٰكُمۡ عَبَثٗا وَأَنَّكُمۡ إِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُونَ ١١٥  ﴾ [المؤمنون: 115]

"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?". (QS al-Mukminun: 115).

      Seluruh ayat-ayat diatas konteksnya berisikan tentang bantahan orang yang punya prasangka jelek kepada Allah subhanahu wa ta'ala, baik dalam perkara Allah tidak mampu menghidupkan orang yang telah meninggal serta membangkitkan dari dalam kuburnya. Atau, Allah tidak akan mengumpulkan seluruh makhluk pada hari ketika orang-orang baik dibalas atas kebaikannya dan para pendosa diganjar atas perbuatan maksiatnya. Atau, Allah tidak akan menyerahkan hak orang yang didzalimi. Atau, Allah tidak memuliakan orang yang telah bersusah-susah demi mengerjakan titahNya, dan menggapai keridhoanNya dimuka bumi ini. Atau, Allah tidak akan menjelaskan perselisihan yang terjadi dikalangan para makhlukNya. Atau, Allah tidak mengetahui orang-orang kafir yang hakekatnya adalah para pendusta. 
      Maka barangsiapa yang mempunyai prasangka jelek semacam ini kepada Allah, sungguh dirinya bukan termasuk golongan orang yang telah mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya, dan telah berlaku lancang dengan prasangka jeleknya. 
      Dan Allah azza  wa jalla menjanjikan bagi orang-ornag yang semacam itu dengan adzab yang pedih seperti dijelaskan dalam firmanNya:

﴿ وَيُعَذِّبَ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ وَٱلۡمُشۡرِكَٰتِ ٱلظَّآنِّينَ بِٱللَّهِ ظَنَّ ٱلسَّوۡءِۚ عَلَيۡهِمۡ دَآئِرَةُ ٱلسَّوۡءِۖ وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَلَعَنَهُمۡ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرٗا ٦﴾ [ الفتح: 6 ]

"Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali". (QS al-Fath: 6).

        Dan persangkaan buruk dari kaum musyrikin dan orang-orang munafik ini –yang tidak layak ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta'ala- telah dijelaskan, bahwasannya mereka mengira kalau Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak akan menang dalam peperangannya, perkaranya akan lenyap, dan kalah dalam peperangan . Seperti dijelaskan dalam ayat berikutnya, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

﴿ بَلۡ ظَنَنتُمۡ أَن لَّن يَنقَلِبَ ٱلرَّسُولُ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِلَىٰٓ أَهۡلِيهِمۡ أَبَدٗا وَزُيِّنَ ذَٰلِكَ فِي قُلُوبِكُمۡ وَظَنَنتُمۡ ظَنَّ ٱلسَّوۡءِ وَكُنتُمۡ قَوۡمَۢا بُورٗا ١٢ ﴾ [ الفتح: 12 ]

"Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa". (QS al-Fath: 12).

       Ketika menafsirkan ayat yang pertama Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Itulah hakekat persangkaan yang jelek. Persangkaanya orang Jahiliah yang mendapat stempel sebagai orang bodoh. Persangkaan yang tidak pantas, karena tidak layak ditujukan kepada nama-nama Allah yang indah, dan sifat-sifatNya yang mulia, Dzatnya yang maha suci, terlepas dari segala macam bentuk cacat dan aib. Sangat jauh dari keesaanNya dalam perkara rububiyah dan uluhiyahnya, hikmah dan perbuatanNya. Tidak pantas dengan janjiNya yang pasti ditepati, dengan firmanNya yang telah menyatakan akan menolong utusanNya, dan tidak membiarkanya". 
     Hingga ucapan beliau,"Dan kebanyakan orang telah berprasangka kepada Allah dengan sangkaan buruk yang tidak pantas dalam perkara yang murni menjadi hakNya, dan perbuatanNya. 
     Dan seseorang tidak akan selamat dari dosa semacam ini melainkan orang yang mengenali Allah azza wa jalla, mengetahui nama-nama dan sifat-sifatNya, dan menyadari kewajibannya untuk memuji dan menyelami hikmahNya". 

      Dengan ini menjadi jelas, bahwa prasangka buruk kepada Allah sebagai biang yang menjerumuskan manusia kedalam kesyirikan, baik dalam perkara ibadah maupun dalam urusan rububiyah.
***

Kami Tidak Menyembahnya Mereka

Kami Tidak Menyembahnya Mereka
      Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
      Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
Hakekat Tuhan Yang Disembah Orang Arab Tidak Lain Sebagai Perantara Yang Akan Mendekatkan Diri Kepada Allah Sedekat-dekatnya.
       Diantara filosofi yang anut oleh orang Arab semasa Jahiliah, ketika mereka beribadah kepada selain Allah, dan mengimani serta memuliakan sesembahannya tidak lain ialah supaya sesembahan tersebut bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya dan memberi syafaat kelak disisi Allah azza wa jalla.
      Dimana Allah ta'ala telah mengkisahkan pada kita, awal mula serta dorongan kaum musyrikin sampai menyekutukan Allah semasa Jahiliah, yaitu ketika yang menancap didalam hati mereka –Sebagaimana hal ini juga sama dialami baik oleh kaum musyrikin yang ada pada zaman dahulu maupun sekarang- bahwa perantara yang disembahnya itu mampu memberi syafaat disisi Allah, mereka mengira kalau sesembahan tersebut akan mendekatkan diri kepada Allah dan mengangkat kebutuhannya serta sebagai pemberi syafaatnya kelak pada hari kiamat. Sebagaimana yang Allah ta'ala isyaratkan secara gamblang dalam firmanNya:

﴿ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ ٣﴾ [ الزمر: 3 ]

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (QS az-Zumar: 3).

         Dijelaskan oleh Imam Thabari ketika menerangkan tafsir ayat diatas dengan ucapannya, "Allah ta'ala mengabarkan, 'Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, yang mereka cintai dan sembah mengatakan kepada sesembahan tersebut, 'Tidaklah kami menyembah kalian, wahai tuhan-tuhan kami melainkan supaya kalian mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya –baik dari sisi kedudukan maupun kedekatan- dan sebagai pemberi syafaat untuk memenuhi kebutuhan kami kelak di sisi Allah.
       Imam Mujahid mengatakan, "(Adapun) orang Quraiys maka mereka menambatkan hati pada berhalanya, kaum yang datang sebelumnya menambatkan pada para malaikat, Isa bin Maryam dan Uzair". 
       Dari sini kita mengetahui, bahwa firman Allah ta'ala, yang artinya, "Kami tidak menyembah mereka". Dari ucapannya kaum musyrikin yang ditujukan kepada tuhan-tuhannya, hal ini dipertegas kembali dengan satu riwayat qiro'ah yang dibaca oleh sahabat Abdullah bin Mas'ud al-Hudzali radhiyallahu 'anhu, dimana cara beliau membaca ayat diatas ialah, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, mereka berkata: "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".  
      
      Walaupun riwayat ini dianggap syadz (ganjil) namun bisa dianggap sebagai pendukung tafsiran ayat diatas, menurut pendapat yang masyhur dikalangan ahli tafsir. Senada dengan ini ialah bacaannya Sa'id bin Musayib dari generasi tabi'in, sehingga semakin mendukung bacaan sahabat tersebut. 

      Adapun tafsiran yang dijelaskan oleh Imam Ibnu katsir ialah sebagai berikut, "Selanjutnya Allah mengabarkan kepada kita perilaku para pengagung berhala dari kalangan orang-orang yang suka menyekutukan Allah, bahwasannya mereka berucap, "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". 
      Maksudnya, faktor yang menjadikan mereka menyembah berhala, lalu bersandar kepada mereka, dengan membikin simbol dalam rupa malaikat yang terdekat –menurut persangkaan mereka- kemudian menyembahnya lalu melegelkan peribadatannya pada berhala tersebut, hanyalah karena mereka punya keinginan agar sesembahannya tersebut memberi syafaat di sisi Allah, yang akan membantu, memberi rizki, dan sebagai wakil yang menggantikan dirinya ketika memohon kebutuhan dunia kepada Allah. 
       Dan para imam, semisal, Qatadah, Sudi, Zaid bin Aslam, dan Ibnu Zaid, mengatakan, "Firman Allah ta'ala, "Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Artinya, supaya mereka memberi syafaat dan mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya". 

      Imam Syaukani menjelaskan, "Dan dhamir (kata ganti) dalam firman Allah "Kami menyembah mereka", kembali kepada segala sesuatu yang mereka sembah, mulai dari malaikat atau nabi Isa, atau berhala, mereka itulah yang dianggap sebagai pelindungnya. 
      Dan maksud firman Allah, "Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Maksud yang mereka inginkan ialah sebagai pemberi syafaat, sebagaimana ditegaskan bukan hanya satu orang dari kalangan ulama ahli tafsir". 

       Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Razi, beliau mengatakan tentang tafsir ayat diatas, "Penerapan yang cocok dari ayat diatas ialah, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, mereka mengatakan, "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Dengan pertimbangan ini maka khabar firmanNya, "Dan orang-orang", dihilangkan yaitu, "Mereka mengatakan". 
        Dan patut diketahui bahwa dhamir dalam firmanNya, "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Kembali pada segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan itu terbagi menjadi dua, yang pertama berakal dan kedua tidak berakal.
      Adapun sesembahan yang berakal, maka ada kaum yang menyembah al-Masih, atau Uzair atau malaikat. Dan kebanyakan manusia ada diantara mereka yang menyembah matahari, bulan dan bintang, dengan menyakini kalau benda-benda tersebut hidup dan berakal serta mampu berbicara.
      Sedangkan perkara yang disembah, walaupun tidak memiliki sifat hidup dan berakal namun tetap disembah adalah berhala. 
     Jika anda telah memahami masalah ini, maka kami katakan, 'Pernyataan yang diucapkan oleh orang kafir lebih pas ditujukan bagi orang yang masih berakal, adapun orang yang sudah kehilangan akalnya maka tidak cocok.
      Barangkali ini bisa dikatakan, 'Orang yang berakal tidak mungkin menyembah berhala, dari sisi pengetahuannya kalau berhala tersebut terbuat dari kayu atau batu, namun, mereka menyembahnya atas dorongan keyakinan tertentu yaitu kalau berhalanya hanyalah simbol dari benda-benda langit, atau simbol roh makhluk yang ada diatas langit, atau simbol para nabi dan orang sholeh yang telah meninggal, sehingga tujuan dari peribadatan mereka ialah mengalihkan peribadatan tersebut kepada benda-benda yang dibentuk dalam rupa berhala atau patung". 
 
         Dalam buku tafsir yang lain dikatakan, "Firman Allah, yang artinya, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah". Yaitu dengan mencinti dan bertawasul kepada mereka agar bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dan firmanNya, yang artinya, "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Artinya, mereka menyatakan hal tersebut dalam rangka sebagai argumen atas kesesatan yang sedang dikerjakan. Kemudian firmanNya, yang artinya, "Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya". Artinya, ketika mereka dibangkitkan bersama sesembahannya kemudian dijadikan satu antara yang menyembah dan disembah, maka orang yang mengingkari (sesembahan tersebut) akan dimasukan kedalam neraka bersama orang-orang yang mengingkari, sebagaimana orang yang membenarkan akan dimasukan ke dalam surga bersama orang-orang yang membenarkan". 

      Maksud dari penjelasan ini ialah, bahwa Allah azza wa jalla telah menjelaskan kepada kita faktor utama kenapa kaum musyrikin beribadah kepada tuhan-tuhannya, dengan penjelasan yang cukup gamblang lagi memuaskan, yang menyimpulkan bahwa kesyirikan orang Arab terjadi atas dorongan untuk mengambil wasilah (perantara) sebagai penghubung kepada Allah azza wa jalla, akan tetapi, hasilnya mereka justru bersikap ghuluw kepada makhluk, yaitu dengan mengangkatnya melebihi kapasitas sebagai seorang makhluk, sebagaimana nanti akan datang penjelasannya dalam pasal yang menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesyirikan.
       Hanya saja yang ingin kami sampaikan pada para pembaca ialah adanya banyak ayat yang menerangkan jika kesyirikan yang dilakukan oleh orang Arab pada zaman Jahiliah hanyalah karena dorong hawa nafsu ingin mencari wasilah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah yang dituangkan dalam bentuk ritual dengan menyembah sesembahan-sesembahan tersebut. Dan saya telah menukil tafsir para ulama tentang maksud ayat diatas, baik melalui metode riwayat maupun pendapat para ahli tafsir. 
       Disamping itu, Allah juga telah menjelaskan hakekat kesyirikan ini dalam beberapa tempat dalam kitabNya yang mulia, selain apa yang saya bawakan disini. 
      Berikut akan saya ketengahkan kembali beberapa diantaranya tanpa menukil ucapan para ulama tafsir karena mencukupkan dengan tekstual ayat yang sudah sangat jelas pendalilannya, dan sudah sangat banyak dijelaskan dalam kumpulan buku tafsir. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
Pertama: Firman Allah tabaraka wa ta'ala:

 ﴿ وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّ‍ُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ١٨ ﴾ [ يونس: 18 ]

"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi? Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu)". (QS Yunus: 18).







Kedua: Firman Allah azza wa jalla:

﴿ أَمِ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ شُفَعَآءَۚ قُلۡ أَوَلَوۡ كَانُواْ لَا يَمۡلِكُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَلَا يَعۡقِلُونَ ٤٣ قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَٰعَةُ جَمِيعٗاۖ لَّهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ثُمَّ إِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٤٤ ﴾ [ الزمر: 43-44 ]

"Bahkan mereka mengambil pemberi syafa'at selain Allah. Katakanlah: "Dan Apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?" Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan". (QS az-Zumar: 43-44).

Ketiga: Firman Allah ta'ala:

﴿ وَيَوۡمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ يُبۡلِسُ ٱلۡمُجۡرِمُونَ ١٢ وَلَمۡ يَكُن لَّهُم مِّن شُرَكَآئِهِمۡ شُفَعَٰٓؤُاْ وَكَانُواْ بِشُرَكَآئِهِمۡ كَٰفِرِينَ ١٣ ﴾ [ الروم: 12-13 ]

"Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa terdiam berputus asa. Dan sekali-kali tidak ada pemberi syafa'at bagi mereka dari berhala-berhala mereka dan adalah mereka mengingkari berhala mereka itu". (QS ar-Ruum: 12-13).

Kempat: Firman Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ فَلَوۡلَا نَصَرَهُمُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ قُرۡبَانًا ءَالِهَةَۢۖ بَلۡ ضَلُّواْ عَنۡهُمۡۚ وَذَٰلِكَ إِفۡكُهُمۡ وَمَا كَانُواْ يَفۡتَرُونَ ٢٨﴾ [ الأحقاف: 28 ]
"Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan". (QS al-Ahqaaf: 28).

Kelima: Firman Allah subhanahu wa ta'ala:

﴿ قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ زَعَمۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ لَا يَمۡلِكُونَ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَا لَهُمۡ فِيهِمَا مِن شِرۡكٖ وَمَا لَهُۥ مِنۡهُم مِّن ظَهِيرٖ ٢٢ وَلَا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ عِندَهُۥٓ إِلَّا لِمَنۡ أَذِنَ لَهُۥۚ ٢٣ ﴾ [ سبا: 22-23]

"Katakanlah: " serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan Tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu". (QS Saba': 22-23).

       Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Terkumpul dalam ayat diatas antara kesyirikan dan syafaat".  
       Sehingga kesimpulannya, hakekat kesyirikan orang Arab ialah mengambil wasilah yang bisa mendekatkan diri antara seorang makhluk dengan penciptanya. Dan sejatinya, peribadatan mereka, ketundukan serta keimanannya terhadap tuhan-tuhannya hanyalah dalam rangka sebuah upaya yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai pemberi syafaat kelak disisi Allah azza wa jalla.
      Demikian pula dijelaskan oleh pakar agama Imam Syihristani dalam kitab beliau yang terkenal al-Milal wa Nihal  dalam sebuah pembahasan yang menerangkan kesyirikan yang biasa dilakukan oleh orang Arab, beliau menyatakan, "Dan sekelompok mereka ada yang menyakini adanya pencipta, awal penciptaan dan sedikit keyakinan adanya kebangkitan, namun, mereka mengingkari adanya para rasul. 
      Mereka menyembah berhala, dengan sangkaan kalau mereka adalah pemberi syafaat disisi Allah kelak pada hari akhir.
     Mereka biasa mengerjakan ibadah haji pada berhala tersebut, menyembelih binatang, berkurban dan menyajikan aneka ritual ibadah dalam rangka mendekatkan diri dan mengagungkannya. Mereka membikin hukum halal dan haram sesuai dengan kebutuhannya. Aliran ini merupakan kelompok terbesar yang dianut oleh orang Arab, kecuali suku Syardamah".

       Hal senada juga dijelaskan oleh Syaikhul Islam, beliau menyatakan, "Belum pernah ada seorangpun dari para pengagung berhala yang punya keyakinan bahwa berhalanya yang telah menciptakan langit dan bumi, akan tetapi, mereka menjadikan berhala tersebut sebagai wasilah dan pemberi syafaat kelak disisi Allah, disebabkan beberapa hal, diantaranya:
      Mereka membikinnya dalam bentuk gambar para nabi dan orang-orang sholeh.
Ada lagi yang menjadikan berhalanya dalam bentuk simbol dan replika bintang-bintang yang ada dilangit, seperti matahari dan bulan. 
      Belum lagi yang menjadikan berhalanya sebagai pelindung dari kejahatan Jin. 
Adapula yang membuatnya sebagai bentuk pengagungan terhadap para malaikat". 
      Pada kesempatan lain, beliau juga hampir sama menegaskan seperti diatas, beliau mengatakan, "Kaum musyrikin mengambil pemberi syafaat dari kalangan para malaikat, para nabi serta orang-orang sholeh, lalu menjadikannya dalam bentuk patung atau berhala yang kemudian mereka meminta syafaatnya. 
      Mereka beralasan, 'Mereka adalah makhluk pilihan yang dimiliki oleh Allah, maka kami bertawasul kepada Allah dengan berdo'a dan beribadah kepadanya supaya mereka mau memberi syafaatnya'.
     Sebagaimana halnya orang biasa bertawasul kepada raja dengan memilih orang-orang terdekatnya, karena mereka dekat dengan sang raja, dengan harapan mereka mau memberinya syafaat dihadapan raja tadi, itulah kenapa mereka enggan menjadikan orang biasa sebagai perantaranya karena belum tentu di izinkan oleh sang raja. 
      Dan bisa jadi salah seorang diantara mereka mampu memberinya syafaat di hadapan sang raja tanpa adanya pilihan lain, sehingga dibutuhkan lagi untuk meminta dikabulkan syafaat dengan penuh harap dan kepasrahan". 
      Beliau juga menerangkan, "Kaum musyrikin yang menjadikan sesembahan lain bersama Allah ta'ala yakin betul jika sesembahannya adalah makhluk. Akan tetapi, mereka jadikan sebagai sesembahan dan di ibadahi dengan harapan agar mereka memberi syafaat di sisi Allah". 
      Imam Ibnu Abil Izzi juga menjelaskan hal serupa, dalam sebuah penjelasannya, beliau menyatakan, "(Kaum musyrikin) tidaklah menyakini pada berhala yang mereka sembah ikut andil bersama Allah dalam menciptakan alam semesta. Namun, kondisinya sama persis dengan kondisi-kondisi umat yang lain dari kalangan kaum musyrikin, baik yang berada di India, Turkia, Barbar ataupun yang lainnya. 
      Dimana terkadang mereka menyakini, bahwa patung-patung ini adalah replika orang-orang sholeh dari kalangan para nabi ataupun orang sholehnya. Lalu mereka menjadikannya sebagai wasilah yang akan memberinya syafaat kelak di hadapan Allah azza wa jalla. Inilah pokok kesyirikan yang ada ditengah-tengah orang Arab". 
      Sampai ucapan beliau yang mengatakan, "Diantara sebab-sebab kesyirikan ialah menyembah bintang-bintang dilangit serta membikin patung dengan anggapan patung-patung tersebut sebagai simbol yang cocok bagi tabiat bintang-bintang tersebut. Dan kesyirikan yang terjadi ditengah umatnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam berada dalam masalah ini. 
      Demikian juga ketika mereka menyekutukan Allah dengan para malaikat dan jin, dengan membikin  patung sebagai simbol mereka. 
      Para pengagung berhala semuanya mengakui adanya sang pencipta, akan tetapi, mereka menjadikan berhalanya sebagai wasilah yang akan menghubungkan kepada Allah azza wa jalla serta memberinya syafaat". 
      Lain lagi yang diucapkan oleh Imam Alusi, beliau menegaskan, "Para pengagung berhala menyakini bahwa ibadah yang mereka tujukan kepada berhala sama saja dengan orang yang sedang beribadah kepada Allah, yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya, akan tetapi, sarananya saja yang berbeda.
      Ada aliran yang mengatakan, (kami orang yang banyak dosa) sehingga tidak pantas bagi kami untuk beribadah kepada Allah yang Maha agung secara langsung tanpa adanya wasilah, makanya kami menyembah berhala tersebut supaya mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah'.
     Aliran lain mengungkapkan, para malaikat adalah makhluk mulia yang mempunyai kedudukan dimata Allah, makanya kami buatkan patung sesuai bentuknya lalu kami sembah supaya mereka mau mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya'.
      Terus aliran satunya lagi mengatakan, 'Kami membuat patung sebagai kiblat dalam peribadatan yang kami kerjakan kepada Allah, sebagaimana halnya Ka'bah dijadikan sebagai kiblat dalam beribadah kepadaNya'.
      Ada pula aliran yang menyakini bahwa bagi setiap patung dihuni oleh setan sebagai wakil yang diutus atas perintah Allah, maka barangsiapa menyembah patung tersebut, dengan peribadatan yang benar, setan akan segera memenuhi kebutuhannya atas perintah Allah, jika main-main ibadahnya maka setan akan menimpakan musibah kepadanya atas perintah Allah". 

      Nukilan-nukilan ucapan para ulama diatas, menjelaskan bahwa kaum musyrikin hanya menyekutukan Allah ta'ala dalam perkara memberi syafaat dan bertawasul kepada Allah, dengan beribadah pada orang-orang sholeh. Dengan anggapan mereka tidak bisa beribadah kepada Allah secara langsung melainkan dengan cara mengambil wasilah orang sholeh yang mempunyai kedudukan dimata Allah. Dengan didasari keyakinan kalau syafaat mereka tidak mungkin ditolak oleh Allah ta'ala karena kedudukannya yang mulia dihadapanNya. 
       Mereka melakukan itu karena menganalogikan dengan raja-raja yang ada didunia, dimana seperti halnya kita tidak mungkin bisa langsung menemui raja melainkan bila dengan perantara wasilah, sebagai pembantu dan pelayannya. Demikian pula kita tidak mungkin bisa langsung menemui Allah melainkan dengan wasilah wali-walinya Allah. 
       Berpijak dari keyakinan batil inilah mereka akhirnya tergerak untuk menggambar orang-orang sholeh lalu memahatnya  sehingga terbentuklah patung dalam rangka untuk mengingatnya. Selanjutnya menjadikan sebagai kiblat setiap ibadah yang mereka kerjakan, dengan asas inilah mereka berdoa dan beristighosah dalam perkara-perkara yang mereka anggap penting, bernadzar serta menyembahnya dengan berbagai macam jenis ritual ibadah. 
      Dan bila dicermati lebih teliti, maka wasilah-wasilah yang mereka bikin tersebut terbagi menjadi dua, ada yang berakal adapula yang tidak berakal, demikian pula ada yang terinspirasi dari benda langit ada pula yang dari bumi, maka berikut ini akan kami paparkan dua hal tersebut dalam paragraf berikut ini.


Kesyirikan Orang Arab Dengan Menyembah Tuhan-tuhan Yang Berada Dilangit

      Dan tuhan-tuhan tersebut kalau kita klasifikasikan terbagi lagi menjadi dua, ada yang berakal adapula yang tidak berakal. 
      Adapun sesembahan berakal yang berada dilangit yang biasa mereka sembah, contohnya seperti para malaikat. Sebagaimana telah autentik berita sejarah dan nash syar'iyah yang menjelaskan bahwa ada dikalangan orang Arab yang menyembah para malaikat . Hal itu sebagaimana Allah rekam didalam firmanNya:

﴿ وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا ثُمَّ يَقُولُ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٤٠ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١  ﴾ [ سبأ: 40-41 ]

"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS Saba': 40-41).

       Didalam tafsirnya Imam Qurthubi menjelaskan, "Allah azza wa jalla menjelaskan, 'Dan pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua orang-orang kafir, kemudian Kami berfirman kepada malaikat, 'Apakah mereka ini dahulu menyembahmu tidak menyembah Ku? Seketika itu para malaikat berlepas diri dari hal tersebut, dengan mengatakan, 'Maha suci Engkau, wahai Rabb kami'. Dalam rangka mensucikan Allah dan membebaskan semua sifat yang disematkan oleh para penyembah berhala dan sekutunya. Lalu mereka menegaskan, "Engkaulah pelindung kami, bukan mereka'. Sekali-kali kami tidak mengambil pelindung selain Engkau. Kemudian mereka mengemukakan kenyataannya, 'Bahkan mereka telah menyembah jin'. 
       Dijelaskan oleh Imam Qatadah, "Pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua, lalu Kami tanyakan pada malaikat, 'Apakah mereka ini dahulu menyembahmu? Sebuah pertanyaan yang sama pernah diajukan kepada nabi Isa, yaitu tatkala Allah berfirman kepada Isa pada hari kiamat:

﴿ وَإِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ ١١٦ ﴾ [ المائدة: 116 ]

"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". (QS al-Maa-idah: 116). 

      Berkaitan dengan ayat sebelumnya Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, "Allah ta'ala mengabarkan pada kita bahwa kaum musyrikin kelak pada hari kiamat akan di cela dihadapan seluruh makhluk, lalu malaikat ditanya, yang disangka oleh mereka, bahwasannya mereka beribadah kepada malaikat dengan menjadikan simbolnya dalam bentuk berhala, supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya. Makanya malaikat ditanya untuk mengklarifikasikan kebenarannya, ''Apakah mereka ini dahulu menyembahmu?". 

        Imam al-Mawardi juga punya pendapat dalam masalah ini, ketika menafsirkan firman Allah ta'ala, "Pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua'. Beliau mengatakan, "Yakni kaum musyrikin dan orang-orang yang mereka sembah dari kalangan para malaikat. Lalu Allah mengatakan, "kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Pertanyaan yang diajukan kepada para malaikat ini dalam rangka penegasan ketidak benaran (yang dilakukan oleh kaum musyrikin) bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban, walaupun diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang butuh terhadap jawaban". 

      Didalam ayat lain Allah subhanahu wa ta'ala juga menjelaskan pada kita berkaitan dengan peribadatan yang dikerjakan oleh kaum musyrikin kepada para malaikat dan nabi serta makhluk lainnya, Allah azza wa jalla berfirman:

﴿ وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَقُولُ ءَأَنتُمۡ أَضۡلَلۡتُمۡ عِبَادِي هَٰٓؤُلَآءِ أَمۡ هُمۡ ضَلُّواْ ٱلسَّبِيلَ ١٧ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ مَا كَانَ يَنۢبَغِي لَنَآ أَن نَّتَّخِذَ مِن دُونِكَ مِنۡ أَوۡلِيَآءَ وَلَٰكِن مَّتَّعۡتَهُمۡ وَءَابَآءَهُمۡ حَتَّىٰ نَسُواْ ٱلذِّكۡرَ وَكَانُواْ قَوۡمَۢا بُورٗا ١٨ ﴾ [ الفرقان: 17-18 ]

"Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah); "Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?". Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa". (QS al-Furqaan: 17-18).

        Dalam buku tafsirnya Imam Thabari menjelaskan ayat diatas, "Allah azza wa jalla mengatakan, 'Pada hari ketika Allah menghimpun para pendusta disatu tempat beserta apa yang mereka sembah selain Allah dari kalangan para malaikat, manusia, dan jin. 
       Sebagaimana diceritakan kepada kami…dari Mujahid dalam tafsir firman Allah ta'ala, "Dan ingatlan pada hari ketika Allah menghimpun mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah". Maka kami tanyakan padanya, 'Apakah kalian yang menyesatkan hamba-hamba Ku itu? Maka (orang yang dahulu disembah), semisal, nabi Isa, Uzair dan para malaikat mengatakan…". 
       Masih tentang tafsir ayat diatas, Imam Mawardi mengatakan, "Firman Allah ta'ala, "Beserta apa yang mereka (dahulu) sembah selain Allah". 
       Imam Mujahid menjelaskan, "Mereka adalah nabi Isa, Uzair, dan para malaikat". Lalu Allah menanyakan, "Apakah kalian yang menyesatkan hamba-hamba Ku itu? Ini merupakan penegasan akan kedustaan orang yang mengira kalau mereka yang menyesatkan, walaupun diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban. 
      Terjadi silang pendapat dikalangan para berkaitan dengan pertanyaan yang Allah ajukan, setidaknya ada dua pendapat, pertama, Bahwa itu ditujukan kepada para malaikat, sebagaimana diempu pendapat ini oleh al-Hasan, kedua, Bahwa pertanyaan itu ditujukan kepada nabi Isa, Uzair dan para malaikat. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Mujahid". 

      Tidak ketinggalan Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan hal yang sama dalam tafsirnya, "Allah berfirman dalam rangka mengabarkan pada kita apa yang akan terjadi kelak pada hari kiamat, yaitu celaan terhadap orang kafir dalam peribadatan yang mereka lakukan kepada selain Allah. Seperti ibadah yang mereka tujukan pada malaikat dan selain mereka. Allah mengatakan, "Pada hari ketika Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah". Imam Mujahid menafsirkan, "Mereka itu adalah nabi Isa, Uzair dan para malaikat". 

        Intinya adalah, semua nukilan dari tafsir ayat diatas menjelaskan pada kita bahwa kaum musyrikin Arab ada yang menyembah malaikat yaitu dengan cara membikinkan patung yang mereka anggap cocok dengan bentuknya, sebagaimana mereka juga membikin berhala untuk para setan.

     Masih dalam ranah pembahasan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Terkadang mereka menyakini kalau mereka sedang beribadah kepada malaikat walaupun pada hakekatnya mereka sedang beribadah kepada Jin, sebab jin tersebut yang membantunya dan senang dengan kesyirikan yang mereka kerjakan. Itulah yang Allah singgung didalam firmanNya:

﴿ وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا ثُمَّ يَقُولُ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٤٠ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١  ﴾ [ سبأ: 40-41 ]

"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS Saba': 40-41).

      Tidak ada seorangpun dari para malaikat yang membantu kesyirikan mereka, baik ketika mereka masih hidup atau setelah meninggal, terus ditambah lagi para malaikat tidak mungkin terima dengan adanya kesyirikan kepada Allah". 
       Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ibnu Qoyim, "Diantara tipu daya setan (pada para pendosa) ialah, hiasan yang mereka bikin agar semakin indah peribadatan yang ditujukan oleh kaum musyrikin kepada para malaikat, mereka mengira sedang beribadah secara benar, padahal pada hakekatnya mereka tidak sedang beribadah kepadanya namun kepada setan, mereka rela beribadah kepada seburuk-buruk makhluk Allah, yang paling layak untuk mendapat laknat dan celaan". 

      Adapun tuhan mereka yang berada dilangit, namun, tidak berakal, inipun sangat banyak jumlahnya. Diantara salah satunya ialah menyembah bintang-bintang yang ada dilangit. Inipun kalau dicermati masih terbagi lagi menjadi dua, yaitu: 
Pertama: Menyembah yang terbesar diantara mereka, semisal matahari, bulan dan bintang vesper.  
Sebagaimana yang Allah singgung didalam kitab Nya yang suci, Allah ta'ala berfirman:

﴿ وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ٣٧ ﴾ [ فصلت: 37 ]

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah". (QS Fushshilat: 37).

         Sebagian ulama mengatakan, "Bahwa ibadah yang dikerjakan oleh kaum Jahiliah hakekatnya ialah menyembah gugusan bintang yang ada dilangit, walaupun nama dan bentuk tuhan yang mereka sembah didunia banyak dan beragam, namun, sejatinya semua kembali pada tiga unsur benda langit yang terbesar, yaitu matahari, bulan dan vesper. Semua benda tadi digambarkan bagaikan sebuah keluarga kecil, bulan sebagai ayahnya, matahari sebagai ibunya sedangkan vesper sebagai anaknya. 
        Para ulama menyimpulkan, bahwa kebanyakan nama-nama tuhan yang mereka milik, kembali kepada sifat-sifat tiga makhluk tersebut, yang barangkali bisa di sinonimkan aqidah mereka tersebut dengan nama-nama indah bagi Allah dalam agama Islam". 
       Akan tetapi, disini kita tidak sedang menjelaskan keabsahan pendapat ini, yang jelas banyak orang yang punya pandangan khusus pada dua benda besar yang menggantung  dilangit yaitu bulan dan matahari. Inilah fenomena yang tidak bisa diingkari, dan hal tersebut didukung dengan adanya alasan yang masuk akal.   
       Yakni adanya efek yang luar biasa besarnya yang bisa mereka rasakan secara langusng dalam kehidupan dan menjalani aktivitasnya, semisal udara yang mereka bisa hidup dengannya, memberi kehidupan bagi tumbuhan dan binatang, adanya pergantian malam dan siang, serta perubahan musim yang bisa mereka rasakan.
        Itulah yang menyebabkan adanya keyakinan kuat dalam hati dan jiwa mereka bahwa seluruh makhluk yang berada dalam jangkauan kedua benda langit tersebut berada dalam liputannya, dan hasil dari perbuatannya. Adapun benda langit yang lain maka efek yang dirasakan sangat sedikit dibanding dengan hasil yang diberikan oleh kedua benda tersebut, itulah sebabnya kenapa mereka sering menisbatkan kepada kedua benda tersebut, banyak hal, semisal pertumbuhan, perkembangan, kesembuhan dan terkena penyakit, pertumbuhan tanaman dan pergerakan binatang.
      Keyakinan tersebut masuk dalam sanubari dan menancap kuat dalam benaknya, sehingga ketika dirinya mendekatkan diri dan beribadah kepada dua bintang besar tadi serta bintang yang lainnya akan menjadikan mereka ridha, dan mau menurunkan nikmat, kebahagian, harta dan akan memberi berkah terhadap anak keturunannya. Sehingga keyakinan tersebut berubah menjadi peribadatan kepada bintang. 

       Tiga unsur benda langit inilah yang paling jelas dan menonjol dibanding benda langit lainya, dan bisa langsung dilihat dengan mata telanjang oleh manusia, terlebih bulan dan matahari, adapun vesper walaupun tidak sejelas matahari dan bulan, namun, bintang tersebut nampak jelas dan mempunyai efek besar bila dibandingkan dengan bintang-bintang yang lainnya. 
        Bintang vesper yang nampak indah, mempesona, bersinar dengan warna kemilauan, sehingga karena adanya faktor pemandangan yang mempesona inilah yang menjadikan mereka mensejajarkan dengan dua benda tersebut lalu dijadikan sebagai anak matahari dan bulan, keyakinan ini yang banyak dianut oleh orang Arab bagian selatan. 
        Akan tetapi yang benar, yang tidak menyisakan keraguan sedikitpun, bahwa tuhan-tuhan ini tidak memberi banyak pengaruh bagi pusat agama yang banyak dianut oleh orang Arab dibagian utara. namun, tuhan-tuhan tersebut banyak mempengaruhi penduduk selatan dibanding yang berada diwilayah utara, sebagaimana nampak jelas. 
        Namun, itu tidak menutup kemungkinan adanya penduduk diwilayah utara semisal Syam yang condong dan melebihkan dengan tuhan-tuhan yang lain, dengan menganggap mereka layak untuk dihormati, diibadahi dan disucikan. Perkara ini, banyak dijumpai pada orang Arab kuno generasi pertama. 
       Terlihat bahwa peribadatan kepada bintang datang ke jazirah Arab melalui agama Sha'ibah dan sisa agama Kaldan yang sedikit mempengaruhi sebagian orang Arab, seperti halnya generasi sebelumnya yang terpengaruh dengan agama Persia, India, Turkia, Cina dan Yunani. 
       Hingga tuhan-tuhan mereka yang berada dibumi –sebagaimana nanti akan datang penjelasnnya- yang kami maksudkan ialah berhala. Itupun datang melalui proses pergeseran agama hingga masuk dalam komunitas mereka.  
     Sesungguhnya tidaklah tuhan-tuhan tersebut –sesuai kemampuan kami dalam mencari-cari dalam buku-buku induk referensi-  melainkan hanya simbol dari benda yang berada diatas tuhan yang didunia tadi atau diatas mereka, dari benda-benda langit atau unsur benda langit yang disimbolkan dengan tujuh benda sebagai bintang utama yang lembut, yaitu Matahari, bulan, merkuri, vesper, mars, Jupiter, dan bintang saturnus, serta bintang lainya yang mempunyai efek langsung bagi kehidupan makhluk yang berada dibumi.  
       Maksudnya, bahwa awal mula disembahnya bintang berasal dari agama Shabi'ah yaitu kaumnya nabi Ibrahim yang di bawa ke negeri Arab. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Qoyim, "Dan pokok keyakinan ini berasal dari kaum musyrikin yang menganut agama Shabi'ah, mereka adalah kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam yang kesyirikannya telah banyak dibantah, argumennya berhasil dipatahkan dan telah dihancurkan berhalanya, sehingga mereka menuntut supaya beliau dibakar. 
       Agama ini merupakan agama tertua yang pernah ada di muka bumi ini, penganutnya memiliki beragam aliran, diantara mereka ada yang menyembah matahari, dengan sangkaan bahwa matahari adalah seorang malaikat yang memiliki jiwa dan akal, sebagai sumber cahaya bulan dan bintang, sehingga menurut mereka seluruh benda yang berada dimuka bumi berasal darinya, dan disisi mereka matahari adalah malaikat angkasa luar, yang berhak untuk diagungkan, disembah dan tempat untuk memanjatkan doa". 
      Dari sini kita bisa mengetahui bahwa orang Arab yang tinggal diwilayah selatan dan juga utara -sebagian diantaranya- biasa menyembah bintang dan benda-benda langit yang besar semisal matahari dan bulan serta vesper, oleh karena itulah Allah ta'ala melarang kaum Jahiliah untuk beribadah kepada benda-benda tersebut, seperti yang Allah ta'ala tegaskan didalam firmanNya:

﴿ وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ٣٧ ﴾ [ فصلت: 37 ]

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah". (QS Fushshilat: 37).

         Dalam penjelasan ayat diatas Imam Thabari mengatakan, "Janganlah kalian sujud kepada bulan dan matahari wahai manusia, karena sesungguhnya kedua benda tersebut beredar digaris orbitnya untuk memberi manfaat pada kalian, dan keduanya beredar dalam garis orbitnya secara teratur melalui kehendak Allah azza wa jalla, yang sedang mentaati dan tunduk terhadap perintahNya untuk kalian semua, keduanya tidak mungkin bisa bergerak dengan sendirinya tanpa adanya kehendak dari Allah ta'ala serta kemudahan dariNya, atau mampu memberi manfaat dan menurunkan mara bahaya atas kalian, akan tetapi, Allah menundukan keduanya untuk kemanfaatan atas kehidupan kalian, oleh karena itu hendaknya kalian hanya sujud kepadaNya, kepada Allah lah kalian hendaknya beribadah jangan kepada bulan dan matahari, karena kalau seandainya Allah menghendaki niscaya Allah sanggup untuk menghilangkan cahayanya, dan membiarkan kalian dalam kegelapan, dan kebingungan tidak mengetahui jalan dan tidak bisa melihat keadaan sekeliling kalian". 

       Ayat diatas menjelaskan jika matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, sebagaimana malam dan siang, yang Allah jadikan sebagai dalil untuk beribadah hanya kepadaNya semata tanpa memalingkan kepada yang lain. Begitu pula Allah jadikan sebagai dalil akan kebatilan orang yang beribadah kepada dua makhluk Allah tersebut, di mana Allah tegaskan kembali akan kebatilan orang yang memalingkan ibadah kepada selain Allah azza wa jalla dari makhluk-makhlukNya, seperti yang tertera di dalam firmanNya:
 
﴿ أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسۡجُدُۤ لَهُۥۤ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلۡجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ وَكَثِيرٞ مِّنَ ٱلنَّاسِۖ ١٨ ﴾ [ الحج: 18 ]

"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?". (QS al-Hajj: 18).

       Didalam ayat ini Allah mengabarkan kepada kita bahwa seluruh makhluk yang berada di alam semesta ini –mulai dari matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, binatang melata dan sebagian besar manusia- semuanya adalah hamba Allah, yang membutuhkanNya. oleh karena itu, tidak boleh beribadah sedikitpun kepada makhluk-makhluk tersebut. 
      Imam Ibnu katsir menjelaskan maksud ayat diatas, "Allah ta'ala mengabarkan kepada kita bahwasanya Allah lah satu-satunya Dzat yang berhak di ibadahi, yang tidak ada sekutu bagiNya, karena sesungguhnya seluruh makhluk bersujud kepadaNya dengan ketundukan dan keterpaksaan karena kebesaranNya". 

Kedua: Menyembah benda langit selain yang kita sebutkan diatas.

       Disebagian kalangan penduduk Jahiliah ada yang menyembah benda langit lainnya, mereka mendekatkan diri kepadanya dengan bernadzar dan mengerjakan ibadah sholat. Seperti di jelaskan dalam buku-buku induk sejarah, yang mengatakan:

A. Bahwa sekelompok orang dari Bani Tamim menyembah dua bintang yang terlihat diawal malam dan sebelum pagi mencerah. 
       Masih menurut mereka, bahwa bintang al-'Ayuq memeluk dua bintang tersebut ketika dia memberi mahar kepada bintang tujuh, yaitu bintang-bintang kecil yang berjumlah dua puluhan, yang senantiasa mengiringinya bagaikan sebuah cincin, oleh sebab itu mereka menyebut bintang ini dengan nama al-Qalash. 

B. Masih dalam buku sejarah dijelaskan, ada segolongan kabilah dari Lakhmin dan Humair serta Quraisy yang menyembah bintang asy-Syi'ra dan al-A'buur, pionir pertama yang mengajarkan paham ini kepada mereka ialah seseorang yang bernama Abu Kabsyah. Yaitu Jaza'a bin Ghalib bin Amir bin Harits bin Ghabsyaan al-Khaza'i, ada yang mengatan namanya Wajaz bin Ghalib. Masih termasuk nenek moyangnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dari jalur ibu. Dia bertolak belakang dengan kaum Quraiys yang menyembah berhala dengan menyembah bintang asy-Syi'ra dan al-A'buur. Diantara ucapannya Wajaz yaitu, "Sesungguhnya bintang asy-Syi'ra membelah langit dengan garis lurus, belum pernah diriku melihat ada benda dilangit, baik matahari atau bulan atau bintang, yang mampu membelah langit semacam itu". Dan orang Arab menamainya dengan bintang asy-Syi'ra al-A'buur dikarenakan mampu melewati langit dengan garis lurus. 

      Sehingga orang Arab menganggap, tidak ada seorangpun yang enggan mengikuti agama nenek moyangnya melainkan karena dirinya telah termakan syubhat orang ini, oleh karena itu tatkala Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam beda agama dengan agama Quraisy, serta merta mereka mengatakan, "Pengikut Abu Kabsyah". Sebab Abu Kabsyah satu-satunya penggagas yang menyelisihi agama kebanyakan orang yaitu dengan menyembah bintang asy-Syi'ra. Itulah kenapa kaum Quraisy menisbatkan Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam kepada orang ini. 
       Adapun Abu Kabsyah, dia adalah seorang pemimpin pada kaumnya, Khaza'ah. Mereka tidak mencela Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam dari sisi keteladan cara memimpinnya Abu Kabsyah, namun, mereka ingin menyamakan beliau dengan Abu Kabsyah dari sisi kenylenehannya. Makanya mereka mengatakan pada beliau, "Dia menyelesihi agama banyak orang seperti halnya Abu Kabsyah". 
      Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Qurthubi dalam sebuah pernyataannya, beliau menjelaskan, "Sang pionir yang pertama kali menyembah asy-Syi'ra ialah Abu Kabsyah, salah seorang nenek moyangnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam dari jalur ibu beliau. Oleh karena itulah kenapa kaum musyrikin Quraiys menjuluki beliau dengan sebutan pengikut Abu Kabsyah, yaitu tatkala beliau mengajak mereka beribadah hanya kepada Allah semata dan menyelesihi agama kaumnya. Diantara celaan mereka kepada beliau ialah dengan mengatakan, "Jangan dengarkan ajarannya Ibnu Abi Kabsyah".
        Dalam sejarahpun terekam ucapan tersebut, pada peristiwa penaklukan kota Makah Abu Sufyan yang sudah terdesak oleh pasukan kaum muslimin, dirinya berdiri ketika sudah terkepung oleh pasukannya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata, "Sungguh menjadi besar, perkaranya Abu Kabsyah". 
        Ucapan serupa juga pernah dilontarkan oleh Abu Sufyan tatkala keluar dari singgasananya raja Heraklius, tatkala Heraklius bertanya kepadanya tentang garis nasab dan ajaran yang dibawa oleh Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam.   
        Didalam surat an-Najm Allah subhanahu wa ta'ala telah membantah keyakinan mereka yang mengatakan bahwa bintang tersebut mempunyai pengaruh bagi alam semesta. Allah ta'ala mengatakan:

﴿ وَأَنَّهُۥ هُوَ رَبُّ ٱلشِّعۡرَىٰ ٤٩  ﴾ [ النجم: 49 ]

"Dan bahwasanya Dialah yang Tuhan (yang memiliki) bintang syi'ra". (QS an-Najm: 49).

         Ketika menafsirkan ayat diatas Imam Thabari mengatakan, "Allah ta'ala mengatakan jika Rabb mu wahai Muhammad adalah Rabb yang menguasai Syi'ra. Yaitu bintang yang dinamakan oleh mereka dengan nama seperti ini. Dia adalah bintang yang dahulu disembah oleh orang-orang Jahiliah". 

        Lebih jelas lagi diterangkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu tatkala berbicara tentang bintang ini, beliau menjelaskan, "Yaitu sebuah bintang yang mereka namakan dengan Syi'ra". 
Hal serupa juga dikatakan oleh Mujahid, beliau mengatakan, "Yaitu bintang yang diselisihi oleh al-Jauza'u yang mereka biasa sembah".
      Dalam waktu yang sama beliau mengatakan, "Bintang yang dahulu biasa disembah semasa Jahiliah"
      Imam Qatadah juag menjelaskan, "Dahulu semasa Jahiliah orang-orang menyembah bintang ini, yang mereka namakan dengan asy-Syi'ra".
      Dari Ibnu Zaid, beliau juga hampir sama dalam penjelasannya beliau mengatakan, "Bintang yang dahulu disembah oleh orang Jahiliah". Beliau lalu mengomentari, "Mereka menyembah bintang ini lalu meninggalkan pemiliknya. Sembahlah Allah sebagai pemilik bintang tersebut". 
     Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan hal yang sama, "asy-Syi'ra sebuah bintang yang terang, yaitu bintang yang biasa menyertai bintang al-Jauza'u, yang dinamakan dengan al-Mirzam". 
       Imam ahli tafsir lain yang turut menjelaskan masalah ini ialah Imam Qurthubi, dalam penjelasannya beliau mengatakan, "asy-Syi'ra ialah bintang yang hanya bercahaya setelah munculnya bintang al-Jauza'u. Kemunculannya hanya pada kondisi cuaca yang sangat panas, yaitu ada dua, al-A'bur yang berada di al-Jauza'u dan asy-Syi'ra yang berada di adz-Dzira'. Yang disangka oleh orang Arab sebagai dua bersaudaranya suku Suhail.
        Di dalam ayat ini Allah hanya menyebutkan, Dia lah pemilik Syi'ra walaupun tidak menggugurkan sebagai pemilik bintang-bintang yang lainnya. Itu dilakukan karena orang  Arab menyembah bintang tersebut, makanya Allah menegaskan pada mereka kalau bintang Syi'ra yang kalian sembah itu adalah makhluk bukan penguasa". 
       Terakhir saya bawakan disini ucapannya Imam Ibnu Kastir, dalam penjelasannya beliau mengatakan, "Seperti dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid serta ulama lainya, mereka mengatakan, "Dia adalah bintang yang terang, yang mereka namakan dengan Marzum al-Jauza'u. Yang dahulu orang Jahiliah menyembahnya".  
      Intinya dari nukilan para ahli sejarah dan tafsir menjelaskan pada kita bahwa ada segolongan orang Arab yang menyembah bintang ini, hingga dikatakan oleh Imam Qurthubi, "Hingga orang yang tidak menyembah bintang ini pun mengagungkannya dan mempunyai keyakinan bintang ini memiliki pengaruh dialam semesta" .
      

C. Dicantumkan pula dalam buku-buku sejarah, bahwa sekelompok dari kabilah Tha'i menyembah bintang Tsaraya, yaitu kumpulan beberapa bintang. 
       Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa nama bintang yang tercantum dalam surat an-Najm ialah Tsaraya ini. Dan orang Arab terbiasa menamakan Tsaraya ini dengan nama bintang . Yang dimaksud dengan bintang tersebut ialah firman Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ١  ﴾ [ النجم:1 ]

"Demi bintang ketika terbenam". (QS an-Najm: 1).

       Namun pendapat ini disanggah oleh sebagian ulama, yang mengatakan, "Sesungguhnya yang dimaksud bintang di sini ialah bintang venus. Karena ada sekelompok orang Arab yang menyembahnya".  Seperti yang telah kami jelaskan nukilannya pada lembaran-lembaran yang lalu. 
 
D. Disebutkan pula dalam buku-buku sejarah, ada sebagian dari kabilah Rabi'ah yang menyembah bintang Mirzam. Dua bintang yang senantiasa bersama Syi'ra. Dalam bahasa Rizam bermakna mengumpulkan. Ada yang keluar pas musim dingin sehingga dinamakan dengan na'u Mirzam. Ada yang berpendapat kalau salah satu dari dua bintang tadi mengikuti bintang Syi'ra dan A'bur, sedangkan satunya yaitu bintang kecil yang samar dari gugusan bintang Dzira' yang terbentang. 
E. Penisbatan sebagian ahli sejarah bahwa suku Jurhum, Jadzam dan Lakhmin biasa menyembah bintang Jupiter. Bani Asad yang menyembah bintang Merkuri dan sebagian suku Tha'i yang menyembah bintang Canopus. 
F. Sebagian suku Jahiliah yang menyembah bintang Mars dan menjadikannya sebagai tuhan. Terus ada lagi yang menyembah bintang Saturnus.  

       Kita cukupkan pembahasan ini dengan mengambil kesimpulan, bahwa adanya kalangan orang Arab yang menyembah benda-benda langit, yaitu gugusan bintang yang jelas tidak berakal serta tidak mengerti siapa yang menyembahnya. Setelah ini maka kita lanjutkan penjelasan tentang Tuhan-tuhan mereka yang disembah di muka bumi, baik yang berakal maupun yang tidak.  
***

Ideologi Kafir Quraisy

Ideologi Kafir Quraisy

Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
      Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
Keyakinan Paganisme Dengan Menyembah Patung, Berhala Dan Arca Yang Dipertuhankan
      Sebelum masuk pada inti pembahasan, apa yang disembah dan siapa saja yang menyembahnya, maka layak sekali kita mengetahui terlebih dahulu maknanya secara lafad serta apa yang dimaksud. Pepatah Arab mengatakan, 'Hukum sesuatu cabang dari gambaran yang bagus'.
       Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan makna-makna yang kita maksud disub judul diatas. 
       Adapun kata al-Anshaab (berhala) dan at-Tamatsil (patung) kedua lafal ini mempunyai makna yang umum. Seperti dikatakan oleh para ulama, "Definisi al-Anshaab (berhala) yaitu sesuatu yang terbuat dari batu yang diletakan di tanah Haram atau diluar tanah Haram kemudian mereka berthawaf disekitarnya". 
      Definisi inilah yang dipilih oleh Ibnu Kalbi, dalam penjelasannya beliau mengatakan, "Sebagian orang Arab ada yang tidak mampu untuk membuat patung, tidak pula membikin rumah, makanya mereka meletakan sebongkah batu yang dianggap unik di depan Haram atau diluar Haram, lalu mereka thawaf mengelilinginya seperti ketika mereka thawaf di sekitar Ka'bah. Batu yang disembah seperti inilah yang dinamakan dengan al-Anshaab (berhala)". 
        Dan orang Arab biasa melakukan thawaf disekitarnya, sebagaimana mereka juga menyembelih sembelihan disampingnya lalu darahnya digunakan untuk melumuri berhala tersebut. Seperti yang Allah singgung didalam firmanNya:

﴿ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسۡتَقۡسِمُواْ بِٱلۡأَزۡلَٰمِۚ ذَٰلِكُمۡ فِسۡقٌۗ ٣ ﴾ [ المائدة: 3 ]

"Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan". (QS al-Maa-idah: 3).

       Berkaitan dengan ayat ini Imam Ibnu Katsir menjelaskan, "Dikatakan oleh Mujahid serta Ibnu Juraij, 'Maksudnya ialah berhala yang terbuat dari batu yang berada disekitar Ka'bah'. 
      Lebih jelasnya lagi Imam Ibnu Jurairj mengatakan, "Semuanya ada tiga ratus enam puluh berhala, yang biasa orang Arab menjadikan sebagai tempat menyembelih, lalu darah sembelihan yang ditujukan untuk Ka'bah tersebut di cipratkan ke sana lalu memotong dagingnya dan meletakan diatas berhala tadi".  
       Ayat  maupun hadits Nabi shalallahu 'alahi wa sallam  yang merinci penjelasan masalah ini atau yang semakna dengannya sangatlah banyak.
       Dari sini kita bisa mengetahui, bahwa secara umum yang dimaksud dengan Nushub ialah batu yang biasa dijadikan sebagai tempat beritikaf dan menyembelih disampingnya oleh kaum musyrikin
      Adapun makna Tamatsil yang dalam bentuk pluralnya Timtsal. Dijelaskan oleh pakar bahasa Ibnu Mandhur, "Yang dimaksud dengan Timtsal ialah gambar, yaitu sebuah nama bagi sesuatu yang dibikin dengan cara menyerupai salah satu dari ciptaan Allah ta'ala. Asal katanya terambil dari kata memisalkan sesuatu dengan sesuatu jika engkau membikinnya dalam bentuk replika. Menggambarkan dalam rupa yang mirip sehingga seakan-akan engkau melihat dalam bentuk aslinya.  Seperti yang Allah ta'ala jelaskan dalam firmanNya secara gamblang, Allah berfirman:

﴿ يَعۡمَلُونَ لَهُۥ مَا يَشَآءُ مِن مَّحَٰرِيبَ وَتَمَٰثِيلَ وَجِفَانٖ كَٱلۡجَوَابِ وَقُدُورٖ رَّاسِيَٰتٍۚ ١٣ ﴾ [ سبأ: 13 ]

"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku)". (QS Saba': 13).

       Imam Ibnu Katsir menjelaskan, "Yang dimaksud Tamatsil didalam ayat ini ialah patung".  Ayat  dan hadits-hadits  yang berkaitan dengan masalah ini sangatlah banyak, yang semuanya menunjukan pada makna ini.

      Dengan dalil-dalil diatas kita memahami bahwa yang dimaksud dengan Tamatsil ialah patung yang dibentuk dalam rupa dan bentuk tertentu. 
       Adapun yang dimaksud dengan Watsan dan Shanam, inipun menjadi perdebatan panjang dikalangan para ulama tafsir dan ahli bahasa dalam menentukan secara pas definisi dua kata tadi, setidaknya pendapat itu menjadi beberapa pendapat, yaitu:

1. Kalau dua kata tersebut tidak ada perbedaan yang mencolok. Karena lafal shanam berasal dari kata Syaman yang dimasukan ke dalam bahasa arab, artinya ialah Watsan. Pendapat ini diempu oleh Imam ahli tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari, dimana beliau menegaskan, "Sesungguhnya dua kata shanam dan watsan adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama, walaupun berbeda dari segi penamaan". 
2. Pendapat kedua mengatakan, 'Justru keduanya mempunyai perbedaan makna'. Setelah mereka sepakat mengatakan adanya perbedaan kemudian dalam menentukan definisi dan batasanya mereka kembali berbeda pendapat, setidaknya menjadi tujuh pendapat yang saling kontadiksi.  
       Yang bila diperhatikan, maka akan sangat sulit sekali untuk bisa menguatkan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut walaupun dikembalikan kepada al-Qur'an dan Sunah maupun kepada cara penggunaan kalimat dalam buku-buku induk bahasa. 
     Akan tetapi, barangkali yang lebih kuat -wallahu 'alam- bahwa dua kata ini jika disebutkan secara sendirian mencakup yang lain dan bila disatukan memiliki pengertian masing-masing. Dan sisi perbedaannya ketika digabungkan pun dari segi cara mengungkapkannya saja.
      Bagaimanapun perbedaan mencolok yang dijumpai dari shanam, watsan, nashab, dan tamtsil dalam bentuk dan rupanya, namun, tujuan utama dari para pengagung berhala sama yaitu menyembahnya dengan berbagai macam ritual serta caranya.
      Ideologi paganisme ini telah banyak menyebar secara luas dikalangan penduduk Jahiliah. Dan para ulama telah berupaya secara lebih dan punya perhatian khusus didalam menjelaskan sisi kebatilan ideologi paganisme ini. Barangkali tulisan yang paling bagus yang membahas masalah ini ialah karangan Ibnu Ishaq dalam kitab sirahnya, namun, sayangnya buku ini tidak luas pembahasaannya, karena penulis lebih menitik beratkan pada sirah perjalanan junjungan besar nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam.
      Lalu setelah itu datang seorang ulama yang bernama Ibnu Kalbi yang menulis sebuah kitab yang sangat luas dalam pembahasan ini, berjudul al-Ashnam. Penulis banyak menyoroti tuhan-tuhan yang dipertuhankan oleh kaum musyrikin yang berada dimuka bumi, lebih spesifiknya yang tidak berakal.
      Selanjutnya pada zaman ini, ada sebuah kitab yang ditulis oleh ulama kotemporer, yang menjelaskan masalah ini secara luas, yang secara garis besar isinya menyempurnakan perkara-perkara penting yang ditinggalkan oleh Ibnu Kalbi. 
        Dan barangkali diantara buku ulama kotemporer yang paling bagus dalam masalah ini ialah kitab al-Mufashal fii Tarikhil Arab Qabla Islam yang ditulis oleh Syaikh Jawad Ali. Dimana isinya begitu luas yang tidak dijumpai dalam buku-buku sebelumnya, dengan menukil dari semua buku-buku induk bahasa maupun buku induk sejarah yang menjelaskan kondisi dan kepribadian orang Arab, sungguh buku yang bagus dan sempurna yang sangat patut untuk dikonsumsi.

       Pada paragraf berikut akan saya sebutkan secara ringkas beberapa sesembahan serta siapa para pengagungnya. 
      Dan sebelumnya telah kita bahas beberapa nama berhala dan siapa yang menyembahnya tatkala kita menjelaskan siapa sebenarnya penggagas pertama kesyirikan ditengah-tengah komunitas Arab, diantara nama-nama berhala tersebut ialah:

1. Latta yang letaknya berada di Tha'if. Dan sebagai juru kunci yang mengurusi berhala ini ialah suku Tsaqif lebih khusus dari Bani Itab bin Malik. Seluruh orang Arab dan masuk didalamnya suku Quraisy, begitu mengagungkannya. Letak berhala ini pada zaman sekarang ini, bekasnya berada di tempat menara masjid Tha'if disebelah kirinya. Nama berhala inilah yang Allah ta'ala singgung didalam firmanNya:

﴿ أَفَرَءَيۡتُمُ ٱللَّٰتَ وَٱلۡعُزَّىٰ ١٩ وَمَنَوٰةَ ٱلثَّالِثَةَ ٱلۡأُخۡرَىٰٓ ٢٠ ﴾ [ النجم: 19-20 ]

"Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap Lata dan Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?". (QS an-Najm: 19-20). 

2. Uzza. Arsitek pertama yang membuat berhala ini lalu menjadikan sebagai sesembahan ialah Dhalim bin As'ad. Dahulu, untuk pertama kalinya berhala ini diletakan disebuah lembah kebun kurma di negeri Syam. Orang Arab dan suku Quraisy sering memberi nama anak-anaknya dengan nama Abdul Uzza. Inilah berhala terbesar yang dimiliki oleh suku Quraiys. Mereka biasa mengunjungi, berziarah dan mendekatkan diri kepada Allah disisinya dengan menyembelih sembelihan. 
        Dan orang Quraisy ketika melakukan thawaf disekeliling Ka'bah sering beristoghatsah dengan menyebut nama Latta dan Uzza serta tuhan Manat yang ketiga. Ketiga berhala ini merupakan tuhan teragung mereka, yang mereka begitu yakin jika ada orang yang meminta syafaat kepadanya pasti dikabulkan.
     Begitu agungnya hingga mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka adalah anak perempuan Allah, mereka yang akan memberi syafaat kepada kita kelak dihadapan Allah". 
     Begitu mulianya berhala tersebut hingga orang Quraisy meletakannya pada sebuah lembah khusus yang bernama Saqam yang senantiasa dijaga, dalam rangka ingin menyaingi kesakralan Ka'bah. Ketika ingin menyembelih dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah mereka membawanya kesana dan melakukan ritual disamping berhala tersebut, mereka namakan dengan al-Ghabghab. Setelah selesai daging maka sembelihannya dibagi-bagikan kepada siapapun yang turut hadir dalam acara tersebut. Begitu mulianya hingga orang Quraiys punya perhatian khusus pada ketiga berhala tadi dalam pengagungan. 
 
3. Manat. Menurut pendapat Ibnu Kalbi, berhala ini merupakan yang paling kuno diantara yang lain. Dahulu berhala ini diletakan dekat pantai dari arah lurus Qadid antara kota Makah dan Madinah. Kedudukan berhala ini dimata orang Arab begitu tinggi hingga mereka mengagungkannya serta melakukan sembelihan disampingnya. 
      Suku Aus dan Khazraj serta setiap orang yang singgah dikota Madinah atau Makah atau yang dekat dengan tempat berhala tersebut pasti mengagungkannya, dengan memberi sedekah dan menyembelih sembelihan untuknya. Hingga tidak ada seorangpun dari suku Aus dan Khajraz yang berani lancang kepada berhala tersebut apalagi sampai tidak mengagungkannya. Mereka berhaji dan melakukan wukuf disekitarnya bersama umat lainnya, dan mereka tidak akan mencukur rambut, kecuali apabila telah sampai disampingnya, setelah itu mereka tinggal disana untuk mabit. Mereka berpendapat tidak ada seorangpun yang hajinya dikatakan sempurna melainkan harus melakukan tata cara semacam tadi. Manat inilah yang telah Allah singgung didalam firmanNya, yang artinya: "Dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?". (QS an-Najm: 19-20). Berhala ini masing-masing dimiliki oleh suku Hudzail, Khaza'ah, Quraisy, bahkan oleh seluruh orang Arab yang mengagungkannya.  
4. Suwa'. Letaknya berada di Rahath di daerah Yanbu'. Telah lewat keteranganya secara rinci, bahwa yang pertama kali memboyong berhala ini lalu disebar ke seluruh pelosok Arab ialah Amr bin Luhai, adapun sebagai juru kuncinya ialah Bani Lihyan. 
5. Wadd. Berhala ini diempu oleh kabilah Kalbi dan al-Jandal. 
6. Yaghuts. Berhala ini banyak dimiliki oleh kabilah Mudzhij dan penduduk Harasy. 
7. Ya'uuq. Dimiliki oleh kabilah Khaiwan. Letaknya disebuah pedesaan yang bernama Khaiwan tepatnya diantara Shan'a dan Makah, jaraknya kalau dari Shan'a perjalanan dua malam. 
8. Nasar. Dimiliki oleh kabilah Humari. Mereka meletakannya disebuah negeri yang bernama Balkha'. 
      Dari nama-nama berhala diatas tadi, kita mendapati ada beberapa nama berhala yang disembah oleh kaumnya nabi Nuh 'alaihi sallam lalu diadopsi oleh orang Arab pada masa Jahiliah. Dan tentang bagaimana bisa sampai disana dan disembah maka telah kami jelaskan secara gamblang pada pembasahan yang terdahulu.
9. Isaf dan Nailah. Dua berhala yang diempu oleh suku Quraiys. 
      Dikisahkan dalam beberapa sumber tentang awal mula terbentuknya dua berhala ini, dahulu ada dua orang yang sedang melakukan thawaf di Ka'bah, lalu keduanya berniat melakukan perbuatan tidak senonoh disekitar Ka'bah, maka Allah mengutuknya menjadi sebuah batu, selanjutnya orang-orang meletakan didalam Ka'bah. Beberapa waktu kemudian patung tersebut dikeluarkan lalu diletakkan di Shafa dan Marwa dengan menghadap ke kiblat, tujuannya agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya dan supaya tidak melakukan hal yang sama. Manusia pun banyak yang mengambil pelajaran darinya, tatkala waktu berjalan lama, dan banyak patung yang disembah, maka fungsi keduanya berubah dari batu untuk mengingatkan manusia menjadi sesembahan yang disembah, sama seperti berhala lain yang disembah. 
      Seperti telah lewat penjelasannya, bahwa yang menggagas pertama kali supaya kedua patung tersebut di ibadhi ialah Amr bin Luhai, dialah yang mengajak orang-orang untuk menyembahnya. 
      Lalu setelah dia meninggal estafetnya diteruskan oleh Qushai bin Kilab yang memboyong dua patung tersebut dari tempat asalnya lalu dipindah didekat air zam-zam , kemudian menjadikannya sebagai tempat untuk menyembelih sembelihan. 
      Dari sanalah manusia akan memulai thawafnya, dimulai dari Isaf kemudian diakhiri dengan Nailah, kemudian setelah itu mereka mencukur rambut disekitarnya, memberikan sesajian dari nadzar mereka, menyembelih untuk dipersembahkan pada keduanya disebuah tempat yang mereka namakan dengan Hathim. 
      Namun, keabsahan riwayat tersebut ada yang menyanggahnya, dijelaskan bahwa Isaf dan Nailah adalah dua patung yang sudah ada semenjak dahulu kala didalam Ka'bah, dan keduanya sudah lama disembah. Tidak benar riwayat yang menyatakan bahwa Isaf ingin berbuat zina dengan Nailah atau ingin berbuat mesum disekitar al-Haram , karena menyelisihi riwayatnya Aisyah yang shahih, sebagaimana telah lewat keterangannya.
        Seorang ulama bernama al-Azhar mensifati dua patung dengan pernyataanya, "Kedua patung tadi dikenakan pakaian, jika pakaiannya telah usang maka mereka segera menggantinya dengan yang baru. Adapun bagi wanita yang sedang haid atau nifas maka dilarang keras untuk menyentuh kedua patung tersebut hingga dirinya suci". 

10. Mujawad ar-Riih dan Math'am ath-Thair. Dua patung yang dibawa oleh Amr bin Luhai lalu diletakan di Shafa dan Marwa dengan menghadap ke Ka'bah. sebagaimana telah lewat penjelasannya. 
11. Tujuh patung yang diletakkan di Mina. Inipun telah kita jelaskan.
12. Hubal. Patung terbesar yang di miliki oleh suku Quraiys. Disebutkan bahwa tempat patung tersebut berada didalam Ka'bah. Ada yang mengatakan diatasnya, adapula yang bilang berada dekat sumur Ka'bah yang biasa binatang sembelihan dikumpulkan sebelum dikorbankan untuk Ka'bah . 
      Patung ini terbuat dari  batu akik yang berwarna merah yang dipahat membentuk tubuh manusia. Disebutkan dalam beberapa kisah, suatu ketika tangan patung tersebut patah, maka orang-orang Quraiys membuatkan kembali dari emas murni. 
     Disebutkan dalam beberapa sumber bahwa orang pertama yang meletakan disekitar Ka'bah adalah seseorang yang bernama Khuzaimah. Namun, ada pendapat yang mengatakan, bahwa Amr bin Luhai lah yang mengusung semua patung-patung tersebut. Dia memboyong dari kota Balqa' atau kota Hayit ke tanah Jazirah Arab. Lalu menaruhnya didekat sebuah sumur yang berada diperut Ka'bah, selanjutnya ia mengajak manusia untuk menyembahnya. 
     Diantara ritualnya, apabila ada seseorang diantara mereka yang sehabis bepergian maka dia langsung  mengerjakan thawaf di sekitar Ka'bah, lalu mencukur rambut disampingnya.  
       Mereka biasa mengundi nasib disamping berhala tersebut dengan anak panah, dengan cara memasukan dalam sebuah gelas lalu dikocok untuk menentukan hasilnya, guna mengetahui mana yang baik maupun yang buruk dalam perkara ghaib.
     Penghormatan yang begitu besar terhadap Hubal secara khusus diberikan oleh orang Quraiys, dalam rangka untuk mendekatkan diri dan ngalap berkah, serta mencari syafaat dan agar doanya cepat dikabulkan.

13. Dzul Khulashah. Dikisahkan bahwa yang pertama kali membawa ke dataran rendah kota Makah ialah Amr bin Luhai. Dan kaum musyrikin mengenakan pakaian pada berhala tersebut, lalu memberinya sesajen biji gandum dan jelai, mengkremasi dengan air susu, serta menyembelih sembelihan dan menggantungkan telor burung onta dilehernya. 
       Seperti dijelaskan oleh Ibnu Kalbi dalam nukilannya, beliau mengatakan, "Bentuknya dari batu api yang diukir, seperti mahkota. Letaknya berada di Tabalah, sebuah negeri antara kota Makah dan Yaman, yang bila ditempuh perjalanannya, sejauh perjalanan tujuh hari tujuh malam bila dimulai dari Makah. Diantara juru kuncinya adalah Bani Umamah dari Kabilah Bahilah bin A'shir.
       Berhala tersebut begitu dimuliakan oleh kabilah Khats'am, Bajilah, Azda Surah, serta orang-orang pedalaman Arab dari suku Hawazin.  

       Inilah beberapa nama patung dan berhala yang disembah selain Allah oleh kaum musyrikin Arab, sebagai tuhan yang berada dibumi. Namun, pada hakekatnya tuhan yang mereka sembah itu lebih banyak dari apa yang saya sebutkan tadi, seperti yang dinyatakan oleh para ulama pakar yang secara khusus meneliti sejarah Arab kuno sebelum masuknya agama Islam, semisal, Ibnu Ishaq, Ibnu Kalbi, Ibnu Hisyam, Abul Faraj al-Ashfahani, al-Azraqi, Yaqut Hamawi, Ibnu Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Mandhur, Fairuz Abadi, Zabidi, Nuwairi, Alusi, Jawad Ali serta ulama lainnya. Adapun apa yang saya sebutkan disini hanya sekedar contoh yang membuktikan adanya tuhan-tuhan dimuka bumi yang disembah oleh mereka.
       Akan tetapi, walaupun para tersebut telah meneliti dan menguraikan nama dan jenis patung dan berhala yang disembah dibumi, namun, kenyataanya masih banyak berhala yang belum bisa teridentifikasi oleh mereka, karena, seperti diketahui melalui sejarah orang Arab bahwa setiap kabilah, bahkan setiap rumah, pasti memiliki sebuah patung khusus yang mereka sembah. Sampai dikisahkan, jika mereka akan bepergian maka hal terakhir yang dilakukan ialah mengusap berhalanya sebelum naik hewan tunggangan, lalu baru berangkat, begitu pula ketika mereka datang dari bepergian maka pertama kali yang dilakukan ialah mendatangi berhala lalu mengusapnya, setelah itu baru masuk ke rumah. 
        Hal ini didukung dengan sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Bahwa tatkala Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berhasil menaklukan kota Makah, maka dijumpai disekitar Ka'bah ada sekitar tiga ratus enam puluh patung, maka beliau mendorong patung tersebut dengan tongkatnya seraya membaca firman Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا ٨١ ﴾ [ الإسراء: 81 ]

"Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap". (QS al-Israa': 81).

      Maka patung tersebut saling berjatuhan roboh, selanjutnya beliau menyuruh para sahabat untuk membawa keluar dari area masjid dan membakarnya .


Menyembah Pagoda (Rumah Ibadah)

       Yang dimaksud dengan rumah ibadah disini yaitu tempat khusus yang mereka buat untuk meletakan berhala atau patung yang biasa mereka sembah, dimana tenaga dan pikiran kaum musyrikin sering kali digunakan untuk melayani tempat tersebut, mengadakan berbagai macam ritual ibadah, semisal thawaf, itikaf, menyembelih, bernadzar, dan ibadah lainnya disekitarnya. 
      Pelayan dan juru kunci yang biasa menerima tamu serta mengantarkannya masuk, mempunyai kedudukan dan kehormatan dimata orang serta nilai kebanggaan tersendiri. Masyarakat biasa memberi dan mengasih hadiah-hadiah yang bagus lagi mahal.
       Maka tidak perlu diragukan lagi, bila memberikan berbagai macam ritual ibadah kepada pagoda-pagoda semacam ini, baik yang ada patung atau berhala didalamnya ataupun hanya sekedar pagodanya saja -sebagaimana terbukti adanya pagoda yang mereka agungkan- maka itu semua masuk dalam kesyirikan kepada Allah azza wa jalla. Karena pelakunya telah memalingkan ibadah kepada selain Allah ta'ala, oleh sebab itu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menamakan sebagian pagoda ini dengan thagut.
       Berikut saya ambilkan contoh pagoda-pagoda (dalam istilah mereka sama dengan ka'bah) yang disembah semasa Jahiliah:

01. Pagoda Najran. Asalnya adalah miliknya Bani Harits bin Ka'ab yang berada dikota Najran, dinegeri Yaman. Seperti dijelaskan oleh Ibnu Kalbi dalam sebuah keterangannya, "Untuk Bani Harits bin Ka'bah, mereka mempunyai sebuah pagoda di Najran yang begitu mereka agungkan". 
02. Pagoda Sindad. Dijelaskan oleh Ibnu Kalbi, "Untuk suku Iyad, mereka mempunyai pagoda lain di Sindad, sebuah daerah yang berada diantara negeri Kufah dan Bashrah, menurut pendapat yang kuat". Namun, tidak berapa kemudian beliau menjumpai sisi kekeliruannya, maka beliau segera merevisi dan mengatakan, "Namun, saya mendengarnya kalau tempat ini bukanlah sebuah rumah ibadah, namun hanya rumah biasa yang dimuliakan".  Maksudnya hanya sekedar istana yang berada di al-Hairah dan al-Abalah, yang kabilah Iyad biasa mengerjakan ibadah haji kesana. 
03. al-Qalis. Gereja yang dibangun oleh Abrahah al-Asyram di Yaman -persisnya dikota Shan'a- dengan menggunakan bahan bangunannya dari batu pualam dan kayu. Dikisahnya, ketika pembangunannya selesai, dia langsung mengirim surat kepada Raja Habsyah, dengan mengatakan, "Sesungguhnya saya telah membangun sebuah gereja untukmu, yang belum pernah ada sebelumnya, dan saya bertekad akan menjadikan semua orang Arab pindah untuk mengerjakan ibadah haji ke tempat ini".  
       Walaupun gereja yang dibuat untuk menyaingi Ka'bah ini, tidak terlalu dikenal oleh orang Arab -secara khusus yang tinggal diwilayah utara-, namun, bagi sebagian orang Arab yang tinggal di Yaman -yang termasuk wilayah selatan- ada yang menerima rencana tadi, oleh sebab itulah saya cantumkan disini. 
04. Rudhaa'a atau Rudhaa. Pagoda bagi Kabilah Rabi'ah bin Ka'ab dari suku Tamim. Merupakan tempat yang begitu diagungkan oleh sebagian orang Arab. 
05. Ra'aam. Pagoda bagi Kabilah Humair di negeri Yaman. Mereka biasa menyembelih onta dan mempersembahkan padanya. Adapun penamaan dengan nama ini, barangkali diambil dari nama Raam bagi anak perempuannya. Mereka mendatangi, untuk mencari rahmat, ngalap berkah dan syafaat darinya. 
06. Dzul Khulashah. Rumah yang digunakan untuk melakukan ritual kesyirikan, menurut sebagian ulama, walaupun ada yang berpendapat kalau itu nama sebuah patung. Diantara ulama yang condong pada pendapat ini ialah Ibnu Kalbi. Pagoda ini miliknya Kabilah Daus, Khats'am, Bajilah, serta sekutu-sekutu mereka, berada di Tabalah sebelah utara Makah sekitar perjalanan tujuh malam. Namun, dikuatkan oleh al-Azraqi, kalau tempat tersebut adalah sebuah pagoda yang diusung untuk dijadikan sebagai Ka'bah Yaman. Dan pendapat ini didukung oleh Yaqut al-Hamawi penulis kitab Mu'jamul Buldan.  
07. Pagoda Rabah atau Syams. Yang dijadikan sebagai tempat untuk menaruh barang atau uang temuan, ketika ada orang yang menemukan maka mereka mewakafkan untuk tempat ini. Tempat ini biasa didatang oleh pengagungnya tatkala matahari condong akan tenggelam atau tatkala sedang tergelincir. Mereka mengerjakan ibadah haji dalam keadaan berpuasa, mengerjakan sholat dan mencari syafaat padanya. Sebagai juru kuncinya adalah suku Aus dari kabilah Tamim. 
08. Bass. Pagodanya suku Ghatfan. Dibangun oleh Dhalim bin As'ad ketika terinspirasi dengan orang Quraiys yang mempunyai Ka'bah dan melakukan thawaf disekitarnya, sa'i antara Shawa dan Marwa. Diapun bercita-cita ingin membangun yang semisal dengannya, lalu dia pun mengambil batu dari Shawa dan Marwa, selanjutnya dibawa pulang kekampungnya, setelah itu dia membangun rumah seukuran Ka'bah, dan meletakan dua batu tadi sembari berkata, 'Ini adalah Shofa dan Marwa', lalu mereka menjadikan sebagai tempat untuk mengerjakan ibadah haji.  
09. Sa'idah. Ada yang mengatakan tempatnya berada di Uhud. Dahulu orang Arab Jahiliah biasa melaksanakan ibadah haji ketempat tersebut. 
10. Pagoda Uzza. Para ulama mengatakan, 'Sebagian orang Arab melaksanakan ibadah haji ketempat ini, berthawaf mengelilinginya, menyembelih sembelihan untuknya, dan mengkhususkan nadzar serta mensedakahkan harta benda untuknya. Itu semua dilakukan dalam rangka mengagungkan rumah tersebut.
11. Pagoda Latta. Dimana kabilah Tsaqif menganggap sebagai kiblatnya. Ini diproklamakirkan tatkala melihat Abrahah ingin menggancurkan Ka'bah. 

      Itulah beberapa tempat peribadatan kaum musyrikin yang telah kami kumpulkan dalam pembahasan ini secara sempurna.
      Sehingga dengan itu kita mampu menyimpulkan, bahwa pokok kesyirikan dalam peribadatan berada pada keinginan pelakukanya untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla dengan cara menyembah tempat-tempat tadi, itu semua dilakukan karena analogi rusak yang menyamakan Allah dengan makhluk (dalam hal ini seperti seorang raja). 
      Dimana orang-orang yang menyekutukan Allah, dengan pemikirannya yang rusak, menganggap kalau seorang raja didunia saja tidak mungkin seseorang bisa sampai kepadanya melainkan harus melalui para pembantu, dan orang-orang terdekatnya, yang akan menyampaikan kepada raja tersebut keinginan dan kebutuhannya. Orang yang telah melakukan hal itu maka dianggap telah melakukan mukadimah agar bisa dikabulkan keinginannya. 
      Kuam musyrikin mengira kalau Allah ta'ala sama seperti seorang raja didunia. Jelas, ini merupakan persangkaan yang sangat buruk kepada Allah, analogi yang paling rusak dimuka bumi ini, sebagaimana akan kami ulas secara rinci pada bab keempat dalam kitab ini insya Allah. Tatkala kita paparkan kesyirikan yang terjadi pada umat ini, bersama sesembahan-sesembahannya. Dan kerancuan pemikiran kaum musyrikin pada zaman kita, dimana kita akan terkejut, ternyata pernyataan kaum musyrikin dahulu mereka boyong pada zaman ini, terlebih para pengagung kubur pada umat ini.


Ritual Ibadah Mereka

      Orang Arab sebelum kedatangan agama Islam, melayangkan seluruh ritual ibadah –Sebatas pengetahuan mereka tentang suatu ibadah- kepada selain Allah tabaraka wa ta'ala, dan diantara sekian banyak jenis ibadah tersebut ialah ibadah yang berinteraksi langsung dengan amalan anggota badan, inipun ragamnya sangat banyak, diantaranya ialah:

1). Sholat dan puasa. Selaras dengan keyakinan dan hawa nafsunya terhadap berhala-berhala tersebut. Sebagaimana telah kami singgung sebelumnya, adanya pagoda Rabah yang biasa dikunjungi tatkala matahari akan tenggelam, dengan kondisi berpuasa. 
2). Sujud. Ibadah ini sangat jelas syiarnya dikalangan kaum musyrikin Arab, dimana mereka biasa bersujud kepada berhalanya. 
3). Berhaji. Telah lewat penjelasan bagaimana pelaksanaan ibadah haji mereka pada patung-patung, serta rumah ibadah yang mereka agungkan. 
4). Menyembelih. Ini juga telah kita singgung, dimana mayoritas kaum musyrikin biasa menyembelih onta dan binatang lainnya di sisi patung dan berhalanya.
5). Bernadzar. Dimana kaum musyrikin biasa bernadzar kepada berhalanya sama persis ketika bernadzar kepada Allah ta'ala. Akan tetapi bedanya, mereka begitu cepat menggabaikan nadzarnya ketika bernadzar kepada Allah. Adapun alasan kenapa mereka menggabaikan hal tersebut maka telah banyak dijelaskan dalam buku-buku sejaran dan sirah.  
6). Bersedekah. Mereka akan rela mengorbankan harta benda demi berhalanya, baik berupa uang maupun barang. Itu dilakukan dalam bentuk hadiah dan sedekah, atau mereka lakukan untuk membayar nadzarnya. Bahkan bagi orang Arab yang tinggal diwilayah selatan mempunyai undang-undang khusus bagi para saudagar yaitu diharuskan mengeluarkan sepuluh persen dari hasil keuntungan perdagangannya, yang halal. 


       Diantara bentuk ibadah lainnya yang mereka tujukan kepada patung dan berhalanya ialah ibadah yang dikerjakan dalam bentuk ucapan lisan. 
      Semisal ucapan talbiyah kepada berhala tersebut. Dan menakjubkan sekali, ternyata bagi setiap berhala ada lafad talbiyahnya secara khusus, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama pakar yang secara spesialis mengkaji masalah ini, tentang sejarah orang Arab sebelum masuknya agama Islam. 
     Selanjutnya, ibadah lainnya yang mereka tujukan kepada patung dan berhalanya ialah ibadah hati, dan bila dicermati maka inilah pokok kesyirikan mereka. Dimana mereka memalingkan doa, istighotsah, meminta perlindungan, pengagungan serta ibadah hati lainya kepada selain Allah azza wa jalla. Sebagaimana mereka juga merasa takut, berharap, dan mencintai sesembahannya tersebut semisal kecintaanya kepada Allah atau bahkan kecintaan pada berhalanya tadi lebih besar dari pada kecintaannya kepada Allah. Dalil yang menjelaskan akan hal ini sangat banyak ditemukan, baik dalam al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.


Ideologi Mereka
       Bila kita amati ritual ibadah yang dilakukan oleh kaum musyrikin untuk patung atau berhalanya maka kita akan mendapati beberapa sifat, diantaranya:

A. Sangat Sederhana.

       Barangkali, inilah bukti yang paling jelas jika ideologi mereka terhadap sesembahanya begitu sederhana yaitu menjadikan batu sebagai media peribadatan yang tidak bisa memberi manfaat tidak pula menurunkan mara bahaya. 
       Ideologi mereka tidak dibangun pada sebuah pemikiran mendasar, yang mempunyai rukun maupun asas kuat yang dibangun sebelumnya, seperti halnya sebuah ideologi yang ada. Namun, keyakinan itu muncul apa adanya. Mungkin banyak faktor yang melatar belakangi hal itu, barangkali karena ditunjang peradaban, politik, adat, budaya serta sosial mereka yang masih primitif jauh dari peradaban modern. Bahkan, bila diteliti keyakinan ideologi mereka kadang hasil dari dorongan perasaan seseorang ataupun sebuah kabilah tertentu tentang filsafat tertentu pada suatu benda yang dianggap mempunyai kelebihan.
     Maka berikut ini akan kami ketengahkan pada sidang pembaca beberapa contoh di antara apa yang kami kemukakan diawal, semisal:
 Masalah menyembah batu. 
       Sesungguhnya awal mula disembahnya batu hasil dari dorongan emosi sebagian anak keturunan nabi Isma'il ketika memandang adanya kelebihan yang dimiliki oleh tanah Makah serta bekas peninggalan bersejarah nenek moyangnya. 
       Seperti dinyatakan oleh Ibnu Kalbi dalam sebuah penjelasannya, beliau mengatakan, "Sesungguhnya nabi Isma'il manakala tinggal di Makah, anak keturunannya semakin bertambah banyak, hingga akhirnya kota Makah menjadi padat penghuninya, itu menyebabkan mereka menolak adanya kabilah 'Amaliq yang ingin ikut tinggal disana, sehingga menyulut api peperangan dan permusuhan diantara dua kabilah tersebut. Keduanya saling berebut ingin menguasai Makah, sehingga salah satunya ada yang diusir, tatkala ada sebagian anak keturunan nabi Isama'il yang terusir, maka mereka berkelana mencari tanah baru yang bisa dibuka dan memberi penghidupan. 
       Adapun dorongan emosi kenapa mereka sampai menyembah berhala atau batu, yaitu dikisahkan bahwa tidak ada seorangpun yang keluar dari kota Makah melainkan mereka membawa batu dari tanah Haram, sebagai bentuk pengagungan terhadap Haram dan untuk melampiaskan kerinduan yang mendalam pada kota Makah ketika mereka sudah jauh darinya. 
      Dimanapun mereka menemukan tempat tinggal baru, maka mereka menaruh batu tersebut disebuah tempat khusus lalu mereka thawaf mengelilinginya, seperti dahulu mereka thawaf mengitari Ka'bah. Sekali lagi itu dilakukan dalam rangka kecintaanya terhadap Ka'bah dan kerinduanya akan kota Makah. Selanjutnya ketika waktu telah berjalan sekian lama, tujuan utama telah dilupakan, maka akhirnya batu tersebut disembah sebagai tuhan. 
      Mereka telah merubah agama nabi Ibrahim, dan menggantinya dengan agama paganisme penyembah berhala". 
      Pada kesempatan lain Ibnu Kalbi juga menjelaskan, "Begitu tenar nukilan sejarah yang menceritakan bahwa agama orang Arab ialah paganisme, sehingga dikisahkan, ada diantara mereka yang membikin pagoda untuk disembah, adapula yang membuat berhala atau patung, dan bagi orang yang tidak mampu untuk membikin pagoda, maka dia cukup menaruh batu didepan Haram atau dimanapun yang dikira cocok, lalu mereka thawaf mengelilinginya sama seperti mengelilingi Ka'bah. 
       Bahkan, dikisahkan jika seseorang ingin bepergian maka dia akan membawa empat batu, dipilih yang bagus lalu dijadikan sebagai tuhan, ajaibnya, ketika memasak yang tiga dijadikan sebagai tungku, ketika berangkat mereka tinggalkan, dan jika singgah disuatu tempat maka mereka melakukan hal yang sama.
       Mereka biasa menyembelih onta atau binatang lain disisinya, dan mendekatkan diri dengan memberi sesajen padanya, adapun dorongan emosi kenapa mereka melakukan hal tersebut padahal saat itu mereka sedang bepergian, karena ingin meniru apa yang dilakukan oleh orang yang berada disekitar Ka'bah, demikian pula karena kerinduan yang begitu dalam meluap akan tanah Haram". 

 Dalam kisah mereka ada pelajaran. 
       Dijelaskan dalam beberapa sumber riwayat yang bisa menggambarkan bagaimana perilaku orang Jahiliah ketika menyembah tuhannya yang terbuat dari batu ini.
     Dalam sebuah riwayat, Abu Raja' al-Atharidi  menceritakan, "Tatkala berita diutusnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menyebar, maka kami mengikutinya. Dan sebelumnya kami pernah bertemu dengan Musailamah sang pendusta, mengetahui perihal kami yang ingin mengikuti Nabi baru maka dia menyuruh supaya kami dimasukan kedalam neraka (namun, tidak jadi dilakukan)".
      Beliau melanjutkan kisahnya, "Dahulu di masa Jahiliah, kami adalah para penyembah batu, jika kami menjumpai ada batu baru yang lebih elok dari yang kami miliki maka kami lempar tuhan kami yang pertama. 
      Apabila kami tidak menjumpai batu maka kami membuatnya dari tanah, lalu kami datangkan seekor kambing dan memerahkan susu untuknya, setelah itu kami thawaf mengelilinginya". 
     Dalam waktu lain Beliau mengkisahkan, "Kami juga pernah menyembah tanah, yang kami bentuk lalu kami peraskan susu onta, kemudian kami menyembahnya. Ketika kami melihat ada batu putih yang sangat bagus maka kami segera mengambil dan menyembahnya beberapa waktu lama, dan ketika bosan maka kami mencampakannya". 

       Lihat kisah lainnya, Abu Utsman an-Nahdi  mengkisahkan, "Dahulu ketika Jahiliah kami biasa menyembah batu. Suatu ketika kami mendengar ada salah seorang yang menyeru lantang, 'Wahai teman-teman, sesungguhnya Tuhan kalian telah hilang, ayo segera cari'. 
       Kami pun menyebar untuk mencari tuhan kami yang hilang ke setiap tempat. Manakala kami sedang sibuk mencarinya, tiba-tiba ada suara lantang menyeru, 'Saya telah menemukan tuhan kalian, atau yang semisal dengannya'. Dia adalah sebuah batu. Setelah itu kami menyembelih onta untuknya". 

       Adapula kisah yang lain, dikisahkan dari Amr bin A'basah , "Saya adalah salah seorang diantara yang menyembah batu. Suatu ketika kami bepergian dan singgah pada suatu tempat, tapi, kami lupa membawa tuhan. Lalu salah seorang diantara kami ada yang mencari tuhan, kemudian datang dengan membawa empat batu, yang tiga digunakan sebagai tungku masak, lalu dipilih yang paling bagus sebagai tuhan, lalu disembah. 
       Kemudian jika kami menjumpai ada batu yang lebih bagus lagi sebelum pergi maka kami mengambilnya dan meninggalkan tuhan pertama yang barusan kami sembah". 

       Inilah beberapa contoh ideologi mereka, yang menunjukan betapa sederhananya mereka dalam menyembah tuhan-tuhannya. Dan kisah lain yang menunjukan akan hal tersebut masih banyak.


B. Aqidahnya yang lemah. 

      Sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya, bagaimana ideologi kaum musyrikin terhadap tuhan-tuhannya, yang sangat sederhana. 
     Barangkali ideologi mereka juga bisa di sifati sebagai ideologi yang rapuh, dikarenakan lemahnya pondasi dan bangunannya. Karena muncul dari dorongan emosi perasaan semata tanpa dibangun diatas asas yang kuat, yang merasuk dalam sanubari dan menancap kuat dalam benaknya. Akan tetapi, ideologinya ialah ideologi yang dibangun diatas perasaan yang berubah-ubah sesuai dengan situasi dan hawa nafsunya, sambil melihat pada maslahat, tekanan dan kebutuhan. Tidak ada pada kaum Jahiliah syiar aqidah yang kuat, tidak pula ketulusan niat, apalagi memikirkan penampilan dan unsur tuhannya.
     Ideologi mereka hanya sekedar dibangun diatas taklid buta, memegang kuat pada adat istiadat serta mencukupkan diri mengikuti apa yang dikerjakan oleh nenek moyangnya. Mereka tidak perduli dengan orang yang mencela tuhannya, memaki atau memukulnya. Seperti dalam kisahnya al-Qais bersama patungnya. Demikian pula sikap tak ambil peduli ketika mereka harus memakan tuhannya, seperti dalam kisahnya Bani Hanifah. Terlebih jika berhalanya terbuat dari kurma, atau kismis, ketika mereka lapar maka dimakannya. Begitu juga mereka tidak perduli jika harus mengambil sesuatu milik tuhannya, semisal susu yang khusus diperuntukkan baginya, seperti yang dilakukan oleh Malik bin Haritsah al-Ajdari yang suatu hari pernah mencuri susu yang dikhususkan bagi tuhannya Wadd.
      Berikut kami ketengahkan kepada sidang pembaca sebagian kisah-kisah yang kami singgung diatas, seperti diantaranya:

Pertama: Kisah berhala Dzul Khulashah. 
     Kisah ini berawal ketika ada seorang lelaki dari Bani Qais mendatangi Dzul Khulashah untuk mengundi nasib disampingnya, gara-gara ayahnya dibunuh dengan batu oleh Bani Asad. Tapi yang keluar justru panah yang berisikan larangan menuntut balas kematian ayahnya. Betapa marah dirinya, tidak ada perasaan yang meluap melainkan emosi yang memuncak, sambil mematahkan anak panah dan memukul wajah patung tersebut, dirinya bersumpah serapah sambil mengatakan, 'Apakah engkau biarkan aku menggigit kapas ayahku! Sungguh, kalau seandainya bapakmu yang terbunuh niscaya engkau akan menuntut balas'. Kemudian dirinya pergi dan memerangi Bani Asad demi menuntut balas darah ayahnya.
       Ibnu Kalbi mengomentari kisah diatas dengan mengatakan, "Dirinya lalu tidak pernah lagi mengundi nasib di sisinya hingga Allah mendatangkan agama Islam. Dialah orang pertama yang melanggar undian nasib disamping tuhannya". 

Kedua: Kisah berhala Falas.
      Kisah ini bermula tatkala Malik bin Kultsum mendatangi tuhanya, kedatanganya untuk melepas tali onta punya tetangganya, dan onta tersebut adalah onta yang akan dipersembahkan dan diwakafkan kepada patung tersebut, yang dalam aturan mereka tidak boleh ada seorangpun yang mengambil sesuatupun darinya, tidak pula menggunakannya, akan tetapi Ibnu Kultsum berani melepas tali onta tersebut dan menggiringnya lalu membawanya pergi. Tanpa ada reaksi apapun dari patung tersebut dia hanya diam seribu bahasa, dirinya tidak mampu untuk menghukum orang yang berani kurang ajar terhadap dirinya, melecehkan kesuciannya, dan mengambil barang yang telah dipersembahkan untuknya.
      Kejadian ini –seperti disebutkan oleh ulama- membuat sang penyair Jahiliah, Adi bin Hatim enggan untuk beribadah kepada patung Falas tersebut. Karena menurutnya patung tersebut telah direndahkan oleh Malik bin Kultsum namun dirinya tidak menuntut balas demi menjaga kesucian dan kemuliaannya". 

Ketiga: Kisah berhala Sa'ad.
      Kisah ini terjadi ketika ada seseorang dari kalangan kaum musyrikin yang mendatangi tuhannya tersebut, dengan niat untuk mencari berkah, diapun menderumkan ontanya dihalaman patung tersebut. Akan tetapi, betapa cepat ontanya hilang, ketika dirinya berusaha mencarinya, dia hanya menemukan bekas darahnya tidak jauh dari tempat tuhannya. 
     Itulah yang menyebabkan dirinya enggan lagi menyembah berhala tersebut, dan berlepas diri dari setiap orang yang menyembah berhala Sa'ad, sembari berkata: 

Kami datang untuk mengharap keberkahan dari Sa'ad
          Tapi Sa'ad telah mencerai beraikan, sekarang tidak ada lagi bagi kami Sa'ad

Apakah Sa'ad cuma berada ditempat yang tinggi
        Yang tidak bisa mencegah orang yang nakal dan memberi petunjuk barang hilang 


Keempat: Kejadian bersama patungnya Bani Hanifah.
        Kisah ini menjelaskan, ada sebuah patung yang terbuat dari Hais (makanan yang terbuat dari bahan tepung, kurma dan samin). Yang disembah oleh Bani Hanifah dengan waktu yang cukup lama.  Pada suatu tahun, mereka ditimpa paceklik yang panjang, maka mereka mengambil tuhannya dan memakan bersama-sama. Hingga ada yang mengatakan:

Bani Hanifah telah memakan tuhanya
                  Ketika mereka ditimpa paceklik dan kelaparan

Mereka tidak ambil pusing dengan tuhannya
                     Tidak khawatir akan kutukan dan hukumannya 

      Kejadian-kejadian dalam kisah diatas memberi satu kesimpulan bahwa ideologi mereka tidak lah terlalu kuat menancap dalam hati kaum Jahiliah. Tapi, mereka hidup dalam ideologi yang rapuh lagi lemah, mengikuti hawa nafsu, cepat berubah, lalu melemah bahkan bisa hilang ketika ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan yang tidak bisa mereka tolak. 
     Itulah orang Arab dimasa Jahiliah yang banyak mengikuti hawa nafsu ketika menyembah sesembahan-sesembahan tadi. Dan Allah azza wa jalla secara tegas mengingkari setiap orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhanya. Seperti Allah ta'ala singgung didalam firmanNya:

﴿ أَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيۡهِ وَكِيلًا ٤٣ ﴾ [ الفرقان: 43 ]

"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?". (QS al-Furqaan: 43).

         Demikian pula Allah ta'ala sebut dalam firmanNya:

﴿ أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ ٢٣ ﴾ [ الجاثية: 23 ]

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?". (QS al-Jaatsiyah: 23).

      Dalam sebuah keterangannya, sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhmu menjelaskan, "Itulah orang kafir. Menjadikan agamanya tanpa petunjuk dan hujah dari Allah azza wa jalla". 
      Hal senada juga ditegaskan oleh Imam Qatadah, beliau mengatakan, "Itulah orang kafir. Tidak ada hawa nafsu yang diinginkan melainkan mereka melakukannya tanpa merasa takut sedikitpun kepada Allah ta'ala". 
      Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat diatas, "Firman Allah, yang artinya: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya". Maksudnya, mereka hanya menjadikan hawa nafsu sebagai barometernya, jika dianggap baik maka dikerjakan, apabila dianggap buruk maka mereka meninggalkannya". 

       Maksud dari ini semua ialah menjelaskan bahwa peribadatan yang dikerjakan orang Arab kepada berhalanya tidak memilik landasan tidak pula petunjuk sama sekali. Mereka tidak mempunyai ideologi yang kuat, akan tetapi, ideologinya hanya dibangun pada pondasi dan asas yang rapuh, hal itu, didorong oleh hawa nafsu yang mereka ikuti untuk menyembah tuhan-tuhannya. Dan inilah akhir perjalanan setiap orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan yang di ikuti, tanpa petunjuk dari Allah azza wa jalla. 

C. Fanatik buta pada sesembahan. 

       Seperti telah lewat penjelasannya, bahwa orang Arab semasa Jahiliah berada pada ideologi yang rapuh bangunannya, tanpa asas dan pondasi yang jelas. Ini dari satu sisi, dari sisi lain kita tidak menutup mata dengan adanya kisah dan kejadian yang seakan kontradiktif dengan apa yang kami nukil diawal, yang menyimpulkan bahwa aqidah mereka adalah aqidah yang rapuh lagi lemah. 
      Kejadian tersebut yaitu sikap mereka yang menunjukan betapa teguhnya mereka memegang dan menjaga ideologinya. Fanatik buta terhadap sesembahannya hingga rela mengorbankan jiwa raga, harta dan keturunanya serta semua yang mereka miliki. 
     Itu bisa kita visualisasikan dalam penjelasan sikap pentolan-pentolan mereka, seperti sikapnya Abu Sufyan sebelum masuk Islam. Dirinya begitu keras dan memusuhi agama baru yang dibawa oleh keponakannya. Demikian pula sikapnya Abu Lahab serta pembesar-pembesar lainnya dari suku Quraisy, terhadap Islam dan ajakan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka. Bagaimana kita menjelaskan masalah ini? 
     Bukankah mereka adalah kaum yang begitu fanatik terhadap tuhan-tuhan yang disangkanya benar tersebut? 
      Tidakkah kita dengar sumpahnya Hamnah binti Abi Sufyan pada anaknya Sa'ad bin Abi Waqash az-Zuhri ketika mendengar anaknya masuk agama Islam, "Bukankah Allah telah menyuruhmu berbuat baik pada orang tua. Demi Allah, saya tidak akan makan tidak pula minum hingga mati atau dirimu kufur terhadap agama barumu?! 
      Bukankah mereka yang memerangi Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam sambil membawa berhala dan patungnya kemedan perang?
       Tidakkah kita dengar ucapan mereka yang mengatakan, "Semoga Hubal menimpakan penyakit (pada kalian)". Dan mengatakan, "Bersama kami Uzza sedangkan kalian tidak ada kemuliaan".?

      Sebagaimana kita lihat, adanya sebagian kaum musyrikin –terlebih para pembesar dan tokoh-tokoh yang menyombongkan diri- yang begitu fanatik terhadap berhalanya. begitu fanatik untuk bisa tetap melestarikan adat budaya, kebiasaan nenek moyangnya, fanatik yang sampai pada taraf taklid buta.  
     Itu dilakukan, dalam rangka membela kepentingannya, mempertahankan kedudukan dan jabatannya, bagaimana tidak, mereka adalah para pembesar dan tokoh-tokohnya, atau diantaranya ada yang menjadi pelayan dan juru kunci tuhan-tuhan tersebut, makanya mereka menganggap sebagai garda terdepan untuk membela dan mempertahankan keyakinannya. Oleh karena itu mereka mengingkari ajaran baru, seperti yang Allah rekam dalam firmanNya:

﴿ أَجَعَلَ ٱلۡأٓلِهَةَ إِلَٰهٗا وَٰحِدًاۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيۡءٌ عُجَابٞ ٥ ﴾ [ ص: 5 ]

"Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan". (QS Shaad: 5).


D. Sikap membeo demi melestarikan ajaran nenek moyang
    Seperti telah kita jelaskan, bahwa kaum musyrikin tidak mempunyai ideologi yang dibangun diatas asas yang kuat serta menyakinkan. Sebagaimana jelas dalam beberapa contoh yang kami nukilkan.  Namun, apa sejatinya yang mendorong mereka tetap menyembah berhalanya? Jawaban pertanyaan ini telah disebutkan oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:

﴿ بَلۡ قَالُوٓاْ إِنَّا وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٖ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم مُّهۡتَدُونَ ٢٢ ﴾ [الزخرف: 22]

"Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka". (QS az-Zukhruf: 22).

       Tidak ada pegangan kuat yang mereka miliki melainkan sikap membeo terhadap ajaran nenek moyang. Oleh sebab itu, kelak pada hari kiamat mereka akan mengatakan pada pembesar-pembesarnya, seperti Allah rekam dalam firmanNya:

﴿ وَقَالُواْ رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا ٱلسَّبِيلَا۠ ٦٧ رَبَّنَآ ءَاتِهِمۡ ضِعۡفَيۡنِ مِنَ ٱلۡعَذَابِ وَٱلۡعَنۡهُمۡ لَعۡنٗا كَبِيرٗا ٦٨ ﴾ [ الأحزاب: 67-68 ]

"Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS al-Ahzab: 67-68).
***