Keutamaan Dakwah Kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Keutamaan Dakwah Kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala termasuk tugas terpenting yang diemban Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ia merupakan sarana dan jalan untuk merealisasikan tauhid (pengesaan) Allah subhanahu wata’ala. Firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴾ ( سورة يوسف: 108)
Katakanlah:"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf:108)
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا . وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا  ﴾  ( سورة الأحزاب : 45-46)
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, * dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. al-Ahzab:45-46)
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ ﴾ ( سورة النحل: 125)
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.. (QS. an-Nahl:125)
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُّسْتَقِيمٍ  ﴾ ( سورة الحج: 67)
dan serulah kepada (agama) Rabbmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS. al-Hajj:67)
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala:

قال الله تعالي: ﴿ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلاَتَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴾ ( سورة القصص: 87)
dan serulah mereka ke (jalan) Rabbmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb. (QS. al-Qashash:87)
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ قُلْ إِنَّمَآ أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ وَلآأُشْرِكُ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُوا وَإِلَيْهِ مَئَابِ  ﴾ ( سورة الرعد: 36)
Katakanlah:"Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS. ar-Ra’ad:36)
Dakwah merupakan keistimewaan yang diberikan Allah subhanahu wata’ala kepada umat ini terhadap semua umat. Firman-Nya subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ ﴾ ( سورة آل عمران: 110)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran:110)
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman memerintahkan berdakwah dan mendorong hamba-hamba-Nya untuk melaksanakannya:
قال الله تعالي: ﴿ وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴾ ( سورة آل عمران : 104)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran:104)
Karena alasan ini seorang da’i ilallah yang mengamalkan dengan apa yang dia dakwahkan merupakan manusia yang paling baik ucapan, firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴾ ( سورة فصلت: 33)
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (QS. Fushshilat:33)
Bahkan seorang da’i mendapat pahala dari Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Pemurah, dan ia juga mendapat pahala orang yang dia dakwahi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْل أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَايَنْقُصُ مِن أُجُوْرِهِم شَيْئًا)) [ رواه مسلم]
“Barangsiapa yang mengajak (berdakwah) kepada petunjuk niscaya baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit juapun.” 
Allah subhanahu wata’ala menjaga semua penduduk negeri dari siksa-Nya yang merata karena masih ada para da’i yang melakukan perbaikan padanya, orang-orang yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wata’ala. Firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَمَاكَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ ﴾       ( سورة هود: 117)
Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Hud:117)
Berkat karunia Allah subhanahu wata’ala, dakwah tidak dibatasi waktu, tempat, dan metode tertentu selama tidak menyalahi syari’at dan tidak menyalahi metode Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Dari sisi waktu, nabi Nuh ‘alaihis salam berdakwah kepada kaumnya siang dan malam:
قال الله تعالي: ﴿ قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلاً وَنَهَارًا ﴾ ( سورة نوح: 5)
Nuh berkata:"Ya Rabbku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, (QS. Nuh:5)
Dari sisi tempat, nabi Yusuf ‘alaihis salam berdakwah di dalam penjara:
قال الله تعالي: ﴿ يَاصَاحِبَيِ السِّجْنِ ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ  ﴾ ( سورة يوسف: 39)
Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, rabb-rabb yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS. Yusuf:39)
Dari sisi metode, nabi Nuh ‘alaihis salam juga berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala dan agama-Nya dengan berbagai cara:
قال الله تعالي: ﴿ ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا ﴾ ( سورة نوح: 9)
Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, (QS. Nuh:9)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy rahimahullah berkata: ‘Tidak sempurna tauhid sehingga hamba menyempurnakan semua tingkatannya, kemudian ia berusaha menyempurnakan yang lainnya. Inilah metode semua nabi, sesungguhnya pertama-tama dakwah mereka kepada kaumnya adalah mengesakan Allah subhanahu wata’ala dalam ibadah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan ia merupakan metode pemimpin dan imam mereka yaitu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena sesungguhnya beliau melaksanakan dakwah ini dengan sebenar-benarnya, berdakwah kepada jalan Rabb-nya dengan hikmah dan nasihat yang baik, berdebat dengan cara yang terbaik,  tidak terhenti, tidak kendor semangat, sehingga Allah subhanahu wata’ala menegakkan agama dengannya, memberi petunjuk kepada makhluk yang banyak dengannya, dan sampailah agama-Nya –dengan berkah dakwahnya- ke Barat dan Timur bumi. Beliau berdakwah dengan dirinya sendiri, dan beliau menyuruh para utusan dan pengikut agar berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala dan kepada mentauhidkan-Nya sebelum yang lainnya, karena semua amal ibadah ditentukan sah dan tidaknya di atas tauhid.
Sebagaimana seorang hamba harus melaksanakan tauhidullah (pengesaan Allah subhanahu wata’ala), ia harus mengajak hamba kepada Allah subhanahu wata’ala degan caya yang terbaik, dan setiap orang yang mendapat petunjuk  lewat kedua tangannya maka ia mendapat pahala seperti pahala mereka, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun juga.
Apabila berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala dan kepada persaksian bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah subhanahu wata’ala merupakan kewajiban setiap orang, kewajiban terhadap setiap orang itu menurut kadar kemampuannya.
Maka kewajiban seorang alim dalam menjelaskan hal itu, berdakwah, membimbing, dan memberi petunjuk lebih besar dari pada yang tidak mempunyai ilmu.
Dan kewajiban terhadap orang yang mempunyai kemampuan dengan badan dan tangannya, atau hartanya, atau kedudukannya lebih besar dari pada orang yang tidak mempunyai kemampuan seperti itu. Firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ ﴾ ( سورة التغابن : 16 )
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dirinya,. (QS. At-Taghabun:16)
Semoga Allah subhanahu wata’ala memberi rahmat kepada orang yang membantu agama walau hanya dengan setengah kalimah, dan sesungguhnya kebinasaan agama dalam meninggalkan dakwah kepada agama ini yang mana hamba sebenarnya bisa melakukannya. 

Dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala adalah kedudukan hamba yang paling utama:
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Miftah Darus Sa’adah: Bagian seratus tiga puluh yaitu firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴾ ( سورة فصلت: 33 )
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (QS. Fushshilat:33)
Hasan rahimahullah berkata (menafsirkan ayat tersebut): Dia adalah seorang mukmin yang memenuhi seruan Allah subhanahu wata’ala, mengajak manusia kepada seruan dakwah yang dia terima dari Allah subhanahu wata’ala, dan beramal shalih dalam memenuhi panggilan-Nya. Inilah habibullah (kekasih Allah subhanahu wata’ala) dan waliyullah, maka kedudukan dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala adalah kedudukan hamba yang tertinggi. Firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا ﴾   ( سورة الجن : 19 )
 Dan bahwasannya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (QS.al- Jin:19)
Dan firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ ﴾ ( سورة النحل: 125 )
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.. (QS. an-Nahl:125)
Allah subhanahu wata’ala menjadikan tingkatan dakwah menurut tingkatan makhluk. Maka orang yang menerima dakwah lagi cerdas, yang tidak menentang kebenaran diseru (didakwahi) dengan cara yang hikmah. Dan orang yang pelupa dan lambat dalam menerima dakwah diseru dengan nasihat yang baik, yaitu perintah dan larangan yang disertai dorongan/rangsangan dan ancaman. Dan orang yang menentang lagi ingkar, diajak dialok dengan cara yang terbaik. Ini pengertian yang benar dalam makna ayat tersebut... 

Dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala adalah tingkatan tertinggi dan paling agung di sisi Allah subhanahu wata’ala:
Ibnu Wadhdhah al-Qurthubi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya yang berjudul ‘al-Bida’u wan nahyu ‘anha’: Sesungguhnya Asad bin Musa menulis surat kepada Asad bin Furat, ia berkata: ‘Ketahuilah –wahai saudaraku- sesungguhnya yang mendorong saya menulis surat kepadamu adalah yang disebutkan oleh penduduk negerimu berupa kebaikan yang diberikan Allah subhanahu wata’ala kepadamu dalam menyadarkan manusia, bagusnya kondisimu  karena menampakkan sunnah dan celaanmu terhadap ahli bid’ah, engkau sering mengingatkan dan mencela mereka maka Allah subhanahu wata’ala menekan mereka dengan perbuatan engkau, dan kuatlah denganmu posisi ahlus sunnah, maka Allah subhanahu wata’ala menghinakan ahli bid’ah dengan hal itu dan jadilah mereka bersembunyi dengan bid’ah mereka.
Maka bergembiralah wahai saudaraku, dengan mendapatkan pahala semua itu, dan hitunglah dengannya kebaikanmu yang paling utama berupa shalat, puasa, haji dan jihad. Dan di manakah letak amal ibadah ini dibandingkan menegakkan Kitabullah dan menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ أَحْيَا شَيْئًا مِنْ سُنَّتِي كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِى الجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَجَمَعَ بَيْنَ أصْبُعَيْنِ)) 
“Barangsiapa yang menghidupkan sesuatu dari sunnahku niscaya aku bersamanya di surga seperti dua ini, dan beliau menggabungkan di antara dua jemarinya.”
Dan beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أَيُّمَا دَاعٍ إِلَى هُدًى فَاتُّبِعَ عَلَيْهِ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ))
“Siapapun yang mengajak kepada petunjuk lalu diikuti atasnya, niscaya untuk dia seperti pahala orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.” Maka siapakah yang bisa mendapatkan pahala ini dari amal ibadahnya?
Dan ia menyebutkan pula bahwa di sisi setiap bid’ah yang menyusup dalam ibadah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mempunyai waliyullah yang melindunginya dari bid’ah.
Maka ambillah keuntungan karunia ini, wahai saudaraku, dan jadilah sebagai ahlinya, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman dan berpesan kepadanya seraya bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لَأَنْ يَهْدِيَ اللّه بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ كَذَا وَكَذَا))
“Sungguh Allah subhanahu wata’ala memberi petunjuk denganmu kepada seorang laki-laki lebih baik bagimu dari ini dan ini.” 
Imam Muhammad bin Abdul Wahhah rahimahullah berkata: ‘...dan engkau mempunyai pengetahuan bahwa sesungguhnya kedudukan tertinggi dan yang paling agung di sisi Allah subhanahu wata’ala adalah berdakwah kepada-Nya, yang Dia subhanahu wata’ala berfirman:
قال الله تعالي: ﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴾ ( سورة فصلت: 33)
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (QS. Fushshilat:33)
Dan dalam hadits:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لَأَنْ يَهْدِيَ اللّه بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ)) [ متفق عليه ]
“Sungguh  Allah subhanahu wata’ala memberi petunjuk denganmu kepada seorang laki-laki lebih baik bagimu dari unta merah.”   
Dan beliau menjelaskan bahwa dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala, agama-Nya yang benar dan sunnah rasul-Nya adalah wajib, ...dan kita wajib mempelajari empat masalah, pertama: mengetahui, yaitu mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan dalil dalil. Kedua, mengamalkannya. Ketiga, berdakwah kepadanya. Dan keempat, sabar terhadap gangguan padanya. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ . وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فيِ دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴾ ( سورة النصر: 1- 3 )
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, * dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, * maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. an-Nashr:1-3) 
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah  berkata: ...apabila sudah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada yang mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengkafirkan para sahabatnya, maka tidak heran akan datang di akhir umat ini orang yang mengatakan seperti perkataan mereka dan berpendapat seperti pendapat mereka.  Dan orang-orang berhijrah dan melakukan bai’at kepada kita, kita tidak tahu tentang hakikat perkara mereka. Dalam kondisi bagaimanapun, apabila kamu melakukan tauhid dan mengingkari syirik dan kesesatan serta meninggalkan bid’ah, maka kamu tidak harus hijrah dari tanah air dan harta. Akan tetapi kamu harus berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala, mencari dalil-dalil tauhid dalam Kitabullah. Renungkanlah perkataan Syaikh dalam karangan-karangannya, maka beliau telah menjelaskan dan mentahqiq, wassalaam. 
Dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala adalah jihad, dan makhluk yang paling sempurna untuk kedudukan jihad dengan karunia Allah subhanahu wata’ala adalah panutan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya ‘Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibad’:
Fasal: Dan makhluk yang paling sempurna di sisi Allah subhanahu wata’ala adalah orang yang menyempurnakan semua tingkatan jihad. Manusia berbeda-beda kedudukan mereka di sisi Allah subhanahu wata’ala menurut perbedaan mereka dalam tingkatan jihad. Karena inilah, makhluk paling sempurna dan paling mulia terhadap Allah subhanahu wata’ala adalah penutup para nabi dan rasul. Sesungguhnya beliau telah menyempurnakan tingkatan jihad dan berjihad karena Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benarnya dan memulai jihad sejak dibangkitkan (diangkat menjadi nabi dan rasul) hingga Allah subhanahu wata’ala mewafatkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, karena itulah ketika turun ayat:
قال الله تعالي: ﴿ يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ *  قُمْ فَأَنذِرْ * وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ * وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ  ﴾ ( سورة المدثر: 1-4)
Hai orang yang berkemul (berselimut), * bangunlah, lalu berilah peringatan! * dan Rabbmu agungkanlah, * dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. Al-Muddatstsir:1-4)
Beliau langsung berdakwah dan melaksanakan karena Allah subhanahu wata’ala dengan sempurna, berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala malam dan siang, secara rahasia dan terang-terangan. Dan tatkala turun ayat:
قال الله تعالي: ﴿ فَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ ﴾
Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu). (QS. al-Hijr:94)
Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan perintah Allah subhanahu wata’ala dan tidak memperdulikan celaan orang yang mencela padanya. Beliau berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala kepada anak kecil dan orang dewasa, merdeka dan budak, laki-laki dan perempuan, berkulit merah dan putih, jin dan manusia.
Dan tatkala beliau menyampaikan perintah Allah subhanahu wata’ala dan menyatakan kepada kaumnya dengan dakwah, menyeru mereka dengan mencela sesembahan mereka dan mencela agama mereka, bertambah beratlah gangguan mereka kepada beliau dan para pengikut beliau dari kalangan sahabatnya. Mereka melakukan kepada beliau dan mereka dengan berbagai macam gangguan. Inilah sunnatullah subhanahu wata’ala pada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ مَّايُقَالَ لَكَ إِلاَّ مَاقَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِن قَبْلِكَ ﴾ ( سورة فصلت : 43 )
Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. (QS. Fushshilat:43)
Dan firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ ﴾ (سورة الأنعام : 112)
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,. (QS. Al-An’aam:112)
Dan firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ كَذَلِكَ مَآأَتَى الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ * أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ  ﴾ ( سورة الذاريات: 52-53)
Demikianlah tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan:"Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila". * Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (QS. adz-Dzariyaat:52-53)
Hingga ia berkata: “Barangsiapa yang beriman kepada para rasul dan taat kepada mereka, niscaya musuh-musuh mereka akan memusuhi dan mengganggu mereka. Maka ia diuji dengan sesuatu yang menyakitinya. Dan jika ia tidak beriman kepada mereka (para nabi) dan tidak taat kepada mereka niscaya ia akan disiksa di dunia dan akhirat, maka ia memperoleh sesuatu yang menyakitinya. Rasa sakit ini lebih berat dan lebih kekal dari pada rasa sakit karena mengikuti mereka (para rasul). Maka sudah menjadi keharusan merasakan sakit bagi setiap jiwa yang beriman atau berpaling dari iman. Akan tetapi orang yang beriman merasakan sakit di dunia di awal awalnya, kemudian kesudahan (yang baik) baginya di dunia dan akhirat. Dan orang yang berpaling dari iman mendapatkan kenikmatan di awal-awalnya, kemudian kembali kepada rasa sakit yang kekal abadi. Imam Syafi’i rahimahullah ditanya: ‘Apakah yang paling utama bagi seorang laki-laki, diteguhkan atau dicoba? Ia menjawab: ‘Tidak diberikan keteguhan sehingga dicoba lebih dahulu.’ Allah subhanahu wata’ala mencoba para nabi ulul azmi, maka tatkala mereka sabar, Dia subhanahu wata’ala meneguhkan mereka. Maka janganlah seseorang menduga bahwa ia selamat dari rasa sakit sama sekali. Sesungguhnya berbeda-beda orang-orang yang menderita menurut akal, maka yang paling berakal dari mereka adalah yang menjual penderitaan abadi lagi besar dengan penderitaan sedikit lagi terputus, dan yang paling celaka adalah orang yang menjual penderitaan sementara yang sedikit dengan penderitaan panjang yang tak ada hentinya.
Jika dikatakan: Bagaimana orang yang berakal memilih hal ini? Dikatakan: Yang mendorongnya atas hal ini adalah kontan (langsung, cepat) dan bertempo, dan jiwa biasanya menyenangi yang cepat/langsung...
قال الله تعالي: ﴿ كَلاَّ بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ * وَتَذَرُونَ اْلأَخِرَةَ  ﴾ ( سورة القيامة: 20-21)
Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, * dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (QS. al-Qiyamah:20-21)
قال الله تعالي: ﴿ إِنَّ هَؤُلآءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَآءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلاً  ﴾ (سورة الإنسان: 27)
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). (QS. al-Insaan:27)
Ini bisa terjadi pada setiap orang. Manusia adalah makhluk sosial. Ia harus hidup bersama manusia (masyarakat), dan manusia mempunyai keinginan dan gambaran. Mereka meminta darinya agar menyetujui mereka dalam keinginan dan gambaran. Jika ia menolak, mereka menggangu dan menyakitinya. Jika ia menyetujui mereka ia bisa mendapat gangguan dan siksaan, terkadang dari mereka dan terkadang dari selain mereka. Seperti orang yang mempunyai agama dan taqwa, tinggal di antara kaum yang fasik dan zalim. Mereka tidak mungkin melakukan kafasikan dan kezaliman mereka kecuali dengan persetujuannya terhadap mereka atau ia mendiamkan perbuatan mereka. Jika ia menyetujui mereka atau diam, niscaya ia selamat dari kejahatan mereka di awal-awalnya. Kemudian mereka menguasainya dengan penghinaan dan gangguan melebihi yang dia takutkan di awal-awalnya jika ia mengingkari dan menyalahi mereka. Dan jika selamat dari mereka maka ia bisa dihina dan disiksa lewat tangan selain mereka. Maka yang menjadi keharusan adalah mengambil perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, ‘Barangsiapa yang menyebabkan ridha Allah subhanahu wata’ala dengan kemurkaan manusia niscaya Allah subhanahu wata’ala mencukupkannya dari gangguan manusia, dan barangsiapa yang menyenangkan manusia dengan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala, niscaya mereka tidak bisa melindunginya sedikitpun dari siksa Allah subhanahu wata’ala.
Barangsiapa yang merenungi kondisi alam semesta, ia banyak melihat pada orang yang membantu para pemimpin terhadap tujuan-tujuan mereka yang rusak  dan orang orang yang menolong para pelaku bid’ah terhadap bid’ah mereka karena menghindari siksaan mereka. Maka siapa yang Allah subhanahu wata’ala memberi petunjuk dan ilham kepadanya serta menjaganya dari kejahatan nafsunya niscaya ia menghindar dari menyetujui perbuatan yang diharamkan, sabar terhadap permusuhan mereka, kemudian kesudahan adalah untuknya di dunia dan akhirat. Sebagaimana para rasul dan para pengikut mereka, seperti kaum Muhajirin dan Anshar, dan yang mendapat cobaan dari para ulama, ahli ibadah, para pemimpin yang shalih, para pedagang dan selain mereka.
Tatkala penderitaan tidak ada yang bisa menghindar darinya sama sekali, Allah subhanahu wata’ala menghibur orang yang memilih penderitaan sementara yang singkat terhadap penderitaan besar yang tidak ada ujungnya dengan firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ مَن كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ اللهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللهِ لأَتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴾ ( سورة العنكبوت: 5)
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-‘Ankabut:5)
Maka terhadap penderitaan ini, Dia subhanahu wata’ala menentukan batas waktu yang pasti akan tiba, yaitu bertemu-Nya. Maka hamba akan merasakan kenikmatan yang tidak terhingga sebagai imbalan yang telah dipikulnya karena-Nya, dan kenikmatan dan kebahagiaannya menurut kadar penderitaan yang dipikulnya pada dan karena Allah subhanahu wata’ala. Dan Dia subhanahu wata’ala menekankan ta’ziyah dan hiburan ini dengan mengharapkan bertemu-Nya, agar hamba memikul kerinduan-Nya untuk bertemu Rabb-nya dan pelindungnya di atas beban penderitaan yang singkat...’ 
Imam Rabbani ini berkata pula: ‘Fasal: Tempat  ke dua puluh tiga dari tempat mengucap shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Saat menyampaikan ilmu kepada manusia...karena ia adalah tempat menyampaikan ilmu yang beliau datang dengannya, menyebarkannya kepada umatnya, memberikannya kepada mereka, dan mengajak mereka kepada sunnah dan jalannya shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini adalah ibadah yang paling mulia dan paling besar manfaatnya bagi hamba di dunia dan akhirat. Firman Allah subhanahu wata’ala:
قال الله تعالي: ﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴾ ( سورة فصلت: 33 )
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (QS. Fushshilat:33)
Dan firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ  ﴾ ( سورة يوسف: 108 )
Katakanlah:"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang- orang yang musyrik". (QS. Yusuf:108)
Sama saja maknanya: aku dan orang yang mengikutiku berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala berdasarkan hujjah, atau waqaf (berhenti membaca) pada firmannya:
 ﴿ أَدْعُوا إِلَى اللهِ ﴾kemudian memulai  ﴿ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي ﴾ maka dua pendapat yang saling berkaitan, maka sesungguhnya beliau disuruh oleh Allah subhanahu wata’ala agar mengabarkan bahwa jalannya adalah dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka barangsiapa yang berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala maka ia berada di atas jalan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia berada di atas hujjah dan dia termasuk pengikutnya. Dan siapa yang berdakwah kepada selain yang demikian itu maka ia tidak berada di atas jalannya, tidak berada di atas hujjah dan bukan termasuk pengikutnya.
Dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala merupakan tugas para rasul dan pengikut mereka, dan mereka adalah khalifah-khalifah para rasul pada umat-umat mereka dan manusia adalah pengikut mereka. Allah subhanahu wata’ala menyuruh para rasul-Nya agar menyampaikan apa yang diturunkan kepada mereka, dan menjamin baginya penjagaan dan pemeliharaan-Nya dari manusia. Seperti inilah orang-orang yang menyampaikan dari-Nya dari kalangan umatnya, mereka mendapat penjagaan dari Allah subhanahu wata’ala, dan pemeliharaan-Nya terhadap mereka menurut kadar pengamalan mereka dengan agama-Nya dan menyampaikan mereka bagi-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyuruh menyampaikan darinya sekalipun hanya satu ayat. Mendoakan bagi orang yang menyampaikan darinya sekalipun hanya satu hadits, dan menyampaikan sunnahnya kepada umat lebih utama dari pada menyampaikan anak panah ke leher-leher musuh, karena menyampaikan seperti itu bisa dilakukan oleh banyak orang. Adapun menyampaikan sunnah maka tidak banyak yang bisa menyampaikannya kecuali para pewaris nabi dan khalifah-khalifah mereka pada umat-umat mereka. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita termasuk dari golongan mereka dengan karunia dan kemurahan-Nya. 
Dakwah kepada sunnah termasuk amar ma’ruf dan mengingkari bid’ah adalah nahi mungkar. Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah kelep pengaman syari’ah. Dengan keduanya agama terjaga, akidah dan syari’at tetap lurus.
Bagi pelaksana amar ma’ruf dan nahi mungkar ada beberapa syarat yang mesti terpenuhi padanya, maka jadilah perintahnya terhadap yang ma’ruf adalah ma’ruf dan larangannya terhadap yang mungkar juga seperti itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: ...karena inilah dikatakan:  ‘Hendaklah perintahmu terhadap yang ma’ruf dengan ma’ruf dan laranganmu dari yang mungkar tidak dengan mungkar. Apabila amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan yang paling utama dari kewajiban atau sunnah, maka yang wajib dan sunnah sudah semestinya mashlahat (kebaikan) melebihi kerusakan, karena dengan inilah diutus para rasul dan diturunkan kitab-kitab, dan Allah subhanahu wata’ala tidak menyukai kerusakan. Bahkan semua yang diperintahkan Allah subhanahu wata’ala maka ia merupakan kebaikan, dan Allah subhanahu wata’ala memuji kebaikan, orang-orang yang berbuat kebaikan, orang-orang beriman dan beramal shalih, dan mencela kerusakan dan orang-orang yang berbuat kerusakan di banyak tempat. Maka di tempat yang kerusakan amar (perintah) dan nahi (larangan) lebih besar dari kebaikannya niscaya hal itu tidak diperintahkan Allah subhanahu wata’ala, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang diharamkan, karena seorang mukmin harus bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala pada hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala dan ia tidak ditugaskan untuk memberi petunjuk kepada mereka. Inilah makna firman-Nya:
قال الله تعالي: ﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ إِذَااهْتَدَيْتُمْ﴾ ( سورة المائدة: 105) 
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS. al-Maidah :105)
Mendapat petunjuk adalah dengan menunaikan kewajiban, maka apabila seorang muslim sudah melaksanakan yang wajib berupa amar ma’ruf dan nahi mungkar sebagaimana ia melaksanakan kewajiban lainnya, niscaya kesesatan orang sesat tidak membahayakannya. Terkadang hal itu dengan hatinya, terkadang dengan lisan, dan terkadang dengan tangan. Adapun (mengingkari kemungkaran dengan) hati maka hukumnya adalah dalam kondisi bagaimanapun, karena tidak ada bahaya dalam melakukannya dan siapa yang tidak melakukannya maka ia bukan seorang mukmin, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((وَذلِكَ أَدْنَي أَوْ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ))     [ رواه مسلم ]
“Itulah sekurang-kurang atau selemah-lemah iman.” 
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لَيْسَ وَرَاءَ ذلِكَ مِنَ اْلإِيْمَانِ حَبَّة خَرْدَلٍ))  [ رواه ابن حبان ]
“Di belakang itu tidak ada lagi iman seberat biji sawi.” 
Ditanyakan kepada Huzaifah radhiyallahu ‘anhu: ‘Siapakah orang mati dalam kondisi hidup? Ia menjawab: ‘Orang yang tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar.”  Inilah orang yang terfitnah yang digambarkan bahwa hatinya seperti panci yang miring dalam hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahihain: “...dipajangkan fitnah terhadap hati seperti pajangan tikar...’ 
Di sini, ada dua golongan manusia yang melakukan kesalahan, satu golongan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar karena menta’wilkan ayat ini, seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam khuthbahnya: ‘Wahai manusia, sesungguhnya kamu membaca ayat ini:
قال الله تعالي: ﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ إِذَااهْتَدَيْتُمْ﴾ ( المائدة: 105 )
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS. al-Maidah :105)
Dan kamu meletakkannya bukan pada tempatnya, dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ بِعِقَابٍ مِنْهُ )) [رواه أبو داود والترمذي ]
‘Sesungguhnya apabila manusia melihat kemungkaran maka mereka tidak merubahnya, hampir-hampir Allah subhanahu wata’ala menurunkan siksa dari-Nya secara merata.” ... 
Dan ia rahimahullah juga berkata:... dan termasuk amar ma’ruf adalah menyuruh bersatu dan berkumpul, dan melarang dari perbedaan dan perpecahan serta selain yang demikian itu. Adapun mungkar yang Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya melarang darinya maka yang terbesar adalah syirik (menyekutukan) Allah subhanahu wata’ala, yaitu berdoa bersama Allah subhanahu wata’ala kepada sembahan yang lain seperti matahari, bulan, bintang, atau seperti seorang malaikat dari para malaikat, atau seorang nabi dari para nabi, atau seorang laki-laki dari golongan shalihin, atau salah seorang jin,  atau patung mereka atau kubur mereka, atau selain yang demikian yang dipanjatkan doa dari selain Allah subhanahu wata’ala, atau diminta pertolongan dengannya, atau sujud kepadanya. Maka semua ini dan semisalnya merupakan perbuatan syirik yang diharamkan Allah subhanahu wata’ala lewat lisan semua rasul-Nya. 
Dan termasuk yang mungkar adalah semua yang diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala, seperti membunuh jiwa dengan cara yang tidak benar, memakan harta  orang lain dengan cara yang batil seperti merampas, atau riba, atau judi, dan perdagangan dan transaksi yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang darinya. Demikian pula memutuskan hubungan silaturrahim, durhaka kepada kedua orang tua, mengurangi takaran dan timbangan, dosa dan zalim. Dan demikian pula ibadah-ibadah bid’ah yang tidak disyari’atkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya...dan selain yang demikian itu, dan santun/lembut adalah jalan amar ma’ruf dan nahi mungkar. 
Ibnul Qayyim rahimahullah menekankan bahwa di antara penyebab tersebarnya bid’ah adalah keteledoran ulama dalam menampakkan sunnah dan petunjuk, ia berkata: ...Yang terjadi pada umat ini berupa bid’ah dan kesesatan, di antara penyebabnya adalah keteledoran dalam menampakkan sunnah petunjuk.’ 
Dan seperti inilah, dengan berdakwah kepada orang-orang yang menyalahi ahlus sunnah, nampaklah sunnah dan matilah bid’ah, kalangan awam terjaga dari kejahatannya, nampak kelemahan hujjah orang yang menyalahi, membela dari kekotoran agama, terungkaplah apa yang disamarkan oleh orang-orang yang menyimpang terhadap kalangan awam. Dan dengan ini bersatu manusia di atas petunjuk dan berpegang dengan tali (agama) Allah subhanahu wata’ala...dan itulah tujuan syara’ tertinggi dari dakwah kepada orang-orang yang menyalahi terhadap ahlus sunnah wal jama’ah dari kalangan ahli bid’ah.
***

Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam

Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
DUA IBU YANG MINTA HUKUM KEPADA SULAIMAN BIN DAWUD
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia menceritakan: "Telah bersabda Rasulallahu Shalallahu 'alaihi wa sallam:
"Dulu ada dua orang perempuan yang masing-masing mempunyai bayi yang masih kecil. Pada suatu hari datang seekor serigala yang membawa salah satu dari dua bayi tersebut. Tatkala ibunya mengetahui, ia bertengkar dengan wanita yang satunya lagi, karena mengaku: "Yang di bawa lari itu bayimu?. Ia tidak mau kalah: "Bukan, tapi bayimu yang di bawa lari!.
Lalu keduanya datang ke Nabi Dawud 'alaihi sallam meminta supaya mau menghukumi keduanya, maka Nabi Dawud ‘alaihissalam memutuskan bayi yang masih hidup untuk ibu yang satunya. Maka yang satunya merasa tidak puas, akhirnya keduanya membawa bayi itu ke hadapan Nabi Sulaiman bin Dawud serta menceritakan kejadian secara detail.
Setelah itu beliau mengatakan: "Beri saya pisau, biar saya belah bayi ini menjadi dua! Maka ibunya mengatakan: "Jangan engkau lakukan, semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla merahmatimu, ini anaknya, ambillah". Lantas Nabi Sulaiman memutuskan bayi itu untuknya. 
Hadits ini shahih, di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
PERMINTAANYA NABI SULAIMAN KEPADA ALLAH TA'ALA
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma,ia berkata: "Telah bersabda Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya Sulaiman bin Dawud tatkala membangun Baitul Maqdis, berdo'a kepada Allah Azza wa jalla, meminta tiga perkara:
Memohon supaya di jadikan sebagai orang yang adil di dalam memberi keputusan, maka do'anya di kabulkan dan memohon di anugerahi kerajaan yang tidak di miliki oleh seorangpun sesudahnya, permintaannya pun di kabulkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, lalu yang terakhir meminta kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla tatkala telah usai membangun masjid Aqsa nanti, agar tidak ada seorangpun yang datang dengan tujuan ingin sholat di dalamnya, tidak saling menguasi (berebut) melainkan, untuk di ampuni dosa-dosanya, sehingga dirinya bersih tanpa dosa seperti tatkala baru pertama lahir dalam perut ibunya. 
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengomentari: "Adapun dua permintaannya yang pertama maka Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengabulkannya, adapun yang ketiga, saya berharap semoga Allah mengabulkannya". 
Hadits ini Shahih, di riwayatkan oleh Imam Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim.

NABI SULAIMAN MENGGILIR ISTRI-ISTRINYA DALAM SATU MALAM
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
"Sulaiman bin Dawud pernah bersumpah: "Sungguh, pasti saya akan menggilir malam ini semua istriku, yang semuanya akan melahirkan para mujahidin yang akan berjihad di jalan Allah Shubhanahu wa ta’alla ". Maka ada seorang malaikat yang memperingatkannya: "Katakan 'Insya Allah'". Namun ia lupa dan tidak mengucapkannya.
Maka pada malam harinya, ia menggilir semua istrinya dalam satu malam, dan tidak ada seorang pun istrinya yang mengandung, melainkan hanya seorang saja di antara mereka. Akan tetapi, ia melahirkan dengan kondisi tubuh yang cacat!
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: "Sungguh, demi Dzat yang jiwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam berada di tangan -Nya, kalau sekiranya ia mau mengucapkan; 'Insya Allah', tentu akan terkabul sumpahnya, dan mendapati apa yang menjadi keinginannya". 
Hadits ini Shahih, di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
***

Mengapa Mereka Ragukan Keindahan Islam?

Mengapa Mereka Ragukan Keindahan Islam? 

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Islam seluruhnya indah. Akidahnya adalah akidah yang paling benar, paling lurus, dan menyucikan jiwa. Adab-adab yang diajarkannya paling terpuji. Demikian pula amalan-amalan dan  hukum-hukumnya adalah amalan dan hukum yang paling baik dan paling adil. Islam adalah agama kebahagiaan, ketenteraman, serta kemenangan di dunia dan akhirat.
Islam tidak membiarkan manusia dalam kesendiriannya, atau bersama keluarga, sanak saudara, tetangga, atau bersama saudara-saudara seagamanya, bahkan bersama manusia lainnya, tetapi Islam mengajarkan adab-adabnya secara rinci, serta menunjukkan cara-cara bergaul yang membuat kehidupannya damai dan penuh kebahagiaan.
Ketika seseorang mau menatap dan mentadabburi mahasin (keindahan) Islam, sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla akan meresapkan keimanan dan kelezatan iman ke dalam kalbunya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,

قال الله تعالى: ﴿ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِي كَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ ٧ ﴾ [الحجرات: 7]  
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, menjadikan iman itu indah dalam kalbumu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (al-Hujurat: 7)

Keindahan yang Tidak Terlukiskan Ibnul Qayyim rahimahumullah berkata, “Jika Anda perhatikan hikmah yang sangat agung pada agama yang lurus, syariat yang dibawa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan segala kesempurnaannya, niscaya keindahan syariat ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, tidak kuasa untuk disifatkan, serta tidak dapat digambarkan oleh orang-orang yang akalnya cemerlang sekalipun. Mereka tidak bisa melakukannya meskipun mereka berkumpul untuk memikirkannya, meskipun mereka semua memiliki akal yang paling sempurna menurut ukuran akal yang paling cemerlang untuk mengenali keindahan Islam dan menyaksikan keutamaannya.
Sungguh, di alam semesta ini tidak pernah ada syariat yang lebih sempurna, lebih mulia, dan lebih agung darinya. Syariat Islam itu sendirilah yang menjadi saksi dan yang disaksikan, menjadi hujah dan yang didukung oleh hujah, tentang keagungan dan keindahannya. Bahkan seandainya Rasul tidak datang membawa bukti keterangan niscaya sudah cukup syariat ini menjadi bukti dan saksi bahwa ia diturunkan dari sisi Allah Shubhanahu wa ta’alla.” (Miftah Dar as-Sa’adah)
Syariat Islam sangat agung dan penuh keindahan. Cahaya keindahannya telah menyinari semesta dan setiap orang mampu menatapnya. Akan tetapi, bersama dengan terangnya cahaya kebenaran tersebut, tetap saja kebanyakan manusia lebih suka memilih jalan-jalan setan.

قال الله تعالى: ﴿ لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦﴾ [البقرة : 256]  
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (al-Baqarah: 256)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ajaran Islam mencapai puncak-puncak keindahan, kesempurnaan, dan keadilan karena yang mensyariatkan adalah Allah Shubhanahu wa ta’alla, Dzat yang Maha indah, Maha sempurna, dan Maha adil. Untuk memeluk agama Islam yang penuh dengan keindahan inilah, seluruh manusia diseru agar tunduk berserah diri beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.

قال الله تعالى: ﴿ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ فَلَهُۥٓ أَسۡلِمُواْۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِينَ ٣٤ ﴾ [الحج : 34]  

“Ilah (sesembahan) kalian semua ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh ( kepada Alah).” (al-Hajj: 34)

Sebenarnya Mereka Tahu

Musuh-musuh Allah Shubhanahu wa ta’alla sebenarnya sadar bahwa Islam adalah agama yang mulia, agama yang penuh dengan keindahan. Bahkan, kekaguman itu terucap dari lisan sebagian mereka atau telah masuk dalam relung hati mereka. Akan tetapi, kedengkian dan hasad menghalangi mereka dari hidayah. Kejahilan dan hawa nafsu membuat hati mereka terbalik, seperti kekufuran Fir’aun dan kaumnya.
قال الله تعالى: ﴿ فَلَمَّا جَآءَتۡهُمۡ ءَايَٰتُنَا مُبۡصِرَةٗ قَالُواْ هَٰذَا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ١٣ وَجَحَدُواْ بِهَا وَٱسۡتَيۡقَنَتۡهَآ أَنفُسُهُمۡ ظُلۡمٗا وَعُلُوّٗاۚ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤ ﴾ [النمل : 14-13]  
“Tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka‘Ini adalah sihir yang nyata.’ Mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka dari itu, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (an-Naml: 13—14)

Demikian pula ahlul kitab yang di atas ilmu. Mereka berpaling dari hidayah dalam keadaan mengenal kebenaran Islam dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, serta lebih memilih jahannam. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَعۡرِفُونَهُۥ كَمَا يَعۡرِفُونَ أَبۡنَآءَهُمۡۖ وَإِنَّ فَرِيقٗا مِّنۡهُمۡ لَيَكۡتُمُونَ ٱلۡحَقَّ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ١٤٦﴾ [البقرة : 146]  
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh, sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (al-Baqarah: 146)
Dalam ayat lain, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman tentang ahlul kitab,
قال الله تعالى: ﴿ أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُواْ نَصِيبٗا مِّنَ ٱلۡكِتَٰبِ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡجِبۡتِ وَٱلطَّٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ هَٰٓؤُلَآءِ أَهۡدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ سَبِيلًا ٥١﴾ [النساء : 51]  
“Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.” (an-Nisa: 51)

Ayat ini turun berkenaan dengan dua tokoh ahlul kitab, Huyai bin Akhthab dan Ka’b al-Asyraf. Keduanya mengerti betul kerasulan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Keduanya juga sangat yakin akan kebenaran Islam.
Namun, ketika musyrikin Makkah bertanya kepada keduanya saat datang ke Makkah, “Kalian adalah ahlul kitab. Kabarkanlah kepada kami siapa yang lebih mendapat petunjuk, kami atau Muhammad dan pengikutnya?” Keduanya menjawab dengan jawaban yang disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam ayat di atas, “Kalian (musyrikin Makkah) lebih baik dan lebih lurus jalannya daripada Muhammad dan sahabatnya.”
Demikian pula munafikin, mereka tahu kebenaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan keindahan Islam, namun kebencian dan hasad membutakan hati mereka. Di zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. sekawanan munafikin mengolok-olok beliau dan para sahabat, menjadikan beliau sebagai bahan ejekan dan senda gurau. Ketika Perang Tabuk, di antara mereka memberikan komentar tentang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallamdan para sahabatnya dengan ucapan kekafiran,
“Belum pernah kita melihat semisal mereka para pembaca al-Qur’an (yakni Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallamdan sahabat), yang paling rakus makannya, paling dusta ucapannya, dan paling penakut kala berhadapan dengan musuh.”
Allahu Akbar, sungguh mereka telah mengucapkan sebuah perkataan yang bertolak belakang dengan yang mereka ketahui. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah orang yang rakus atau banyak makan, sebaliknya beliau bersabar dengan kelaparan yang beliau derita. Beliau pernah mengganjal perut dengan bebatuan. Beliau bukan pula pendusta, bahkan manusia menjulukinya sebagai al-Amin sebelum kerasulan beliau.
Tidak sekalipun beliau berdusta. Demikian pula dalam perang, tidak ada seorang pun yang lebih pemberani daripada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Semua tuduhan munafikin dan orang kafir kepada Islam dan Nabi Islam adalah dusta. Sepanjang sejarah, iblis dan bala tentaranya berusaha memalingkan manusia dari Islam dengan menyematkan tuduhan-tuduhan keji terhadap Islam.
Padahal Islam diliputi dengan keindahan. Enam tahun silam misalnya, sebagian orang menyebarkan gambar karikatur Nabi bersorbankan rudal, menggambarkan kekejaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam yang beliau bawa. Padahal semua tahu, sejarah manusia menyaksikan, dunia pun menjadi saksi bisu bahwa orang-orang kafirlah yang justru telah membuat kerusakan di muka bumi.
Merekalah yang telah menumpahkan darah-darah manusia. Merekalah yang menebarkan kekejaman dan kekejian. Terkait kejadian ini, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Media massa, baik surat kabar maupun yang lainnya, telah menyebarkan berita-berita menyedihkan dan melukai (umat), yang bersumber dari musuh-musuh Islam yang dengki dan terputus dari kebaikan, yang menyudutkan agama dan nabi Islam. (Di antaranya) perbuatan yang mengandung celaan terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menjelek-jelekkan risalahnya, baik yang muncul dari individu maupun organisasi Nasrani yang menyimpan kedengkian.
Juga dari sebagian penulis yang dengki dan orang yang tidak peduli, seperti para karikaturis sebuah surat kabar Denmark, Jylland Posten, yang menghina sebaik-baik manusia dan rasul paling sempurna, yaitu Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal, bumi tidak pernah mengetahui ada orang yang lebih cerdas dan lebih mulia daripada beliau dalam hal akhlak, keadilan, dan kasih sayang. Tidak pernah diketahui ada satu risalah pun yang lebih sempurna, lebih menyeluruh, lebih adil, dan lebih kasih sayang daripada risalah beliau.
Risalah ini mengandung keimanan terhadap seluruh nabi dan rasul, menghormati mereka dan menjaga mereka dari tikaman dan penghinaan, serta menjaga sejarah mereka. Di antara para rasul tersebut adalah ‘Isa dan Musa ‘Alaihisslam. Barang siapa kafir terhadap Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menghinanya, berarti dia telah kafir terhadap para rasul dan menghina mereka semuanya.
Sungguh, orang-orang rendahan dan buas itu telah mengolok-olok beliau. Mereka telah membuat beragam karikatur, berjumlah dua belas karikatur yang sangat menghina. Salah satunya menampilkan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan sorban yang menyerupai bom di atas kepalanya.”
Pembaca, demikianlah musuh-musuh Islam mengolok-olok dan menuduh Islam sebagai agama kejam, keji, dan agama yang menyebarkan teror. Tidak tanggung-tanggung, mereka merobek kehormatan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia, padahal sesungguhnya mereka mengetahui kemuliaan Islam dan kebobrokan diri mereka sendiri.
Asy-Syaikh Rabi’ berkata selanjutnya, “Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, para khalifahnya yang terbimbing, dan para sahabatnya yang mulia, tidak pernah membuat pabrik-pabrik senjata, meski persenjataan kuno sekalipun, baik pedang maupun tombak, lebih-lebih bom atom dan rudal antar benua, serta semua jenis senjata pemusnah massal. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuat satu pun pabrik senjata karena beliau diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adapun kalian, wahai orang-orang Barat yang sok mengaku modern, kami nyatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya kalian memiliki aturan dan perundang-undangan yang menghancurkan akhlak.
Berbagai perkara yang haram. Di antaranya adalah zina dan penyimpangan seksual. Di antaranya juga adalah riba yang menghancurkan ekonomi umat. Kalian menghalalkan bangkai dan daging babi yang mengakibatkan sifat dayyuts sehingga seorang laki-laki tidak merasa cemburu terhadap istrinya, saudara wanitanya, dan anak perempuannya. Kemudian wanita-wanita itu berzina dan mencari pasangan kumpul kebo semaunya. Ini adalah sarana-sarana penghancur yang diharamkan oleh risalah semua rasul.
Adapun bom dan seluruh senjata pemusnah serta sarana-sarananya, baik  pesawat tempur, tank, maupun rudal jelajah, sesungguhnya kalianlah para insinyur dan produsennya. Semua itu dengan akal setan kalian yang tidak berpikir selain demi permusuhan, kezaliman, kekerasan, melampaui batas, ketamakan menguasai seluruh jenis manusia serta memperbudak mereka, menumpahkan darah dan merampok kekayaan mereka. Semua itu dipoles dengan nama kemajuan, membela hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan”
Wahai orang-orang yang tertipu, siapakah yang berbuat kerusakan di muka bumi? Para nabi dan Rasul atau mereka para kafir durjana?

Faedah Mempelajari Keindahan Islam
Di tengah-tengah badai fitnah dan perang pemikiran, serta semakin jauhnya sebagian kaum muslimin dari mengenal keindahan agamanya, pembahasan mengenai mahasin dinul Islam menjadi perkara yang sangat penting karena:
1. Mentadabburi dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah tentang keindahan Islam termasuk amalan yang termulia. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٩ ﴾ [ص: 29]  
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad: 29)

2. Mempelajari dan mentadabburi keindahan Islam adalah salah satu bentuk syukur terhadap nikmat Islam yang dianugerahkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴾ [الضحى : 11]  
“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (adh-Dhuha: 11)

3. Merenungkan keindahan Islam dan kesempurnaan syariat Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah salah satu sebab bertambahnya keimanan, hingga ia merasakan kelezatan iman. Semakin kuat perhatian seorang muslim terhadap keindahan agama ini, semakin kokoh tapak kakinya dalam mengenal agama ini, mengenal keindahan dan kesempurnaannya, serta keburukan apa pun yang menyelisihinya. Ia pun menjadi orang yang kuat keimanannya.
Barang siapa mengenal Islam di atas ilmu, dia akan ridha Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagai Rabbnya, Muhammad Shubhanahu wa ta’alla sebagai nabinya, dan Islam sebagai agamanya, serta tidak pernah terbetik dalam kalbunya untuk mencari ganti selain Islam.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tiga sifat yang jika itu ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: (Pertama) Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (Kedua) ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah Shubhanahu wa ta’alla, (Ketiga) ia membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah Shubhanahu wa ta’alla menyelamatkannya darinya  sebagaimana ia benci untuk dilempar kedalam api.”
4. Mempelajari dan menyebarkan mahasin Islam termasuk sebesar-besar dakwah kepada orang kafir untuk masuk ke dalam agama Islam.
5. Mempelajari dan menyebarkan mahasin Islam termasuk sebesar-besar dakwah (ajakan) kepada kaum muslimin untuk lebih bertamassuk (berpegang teguh) dengan Islam.
6. Pembahasan mahasinul Islam juga sebagai bantahan bagi musuh-musuh Allah Shubhanahu wa ta’alla yang selalu memutarbalikkan fakta, dan menyematkan tuduhan-tuduhan keji terhadap Islam yang dibawa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Demi Allah, pembahasan mahasinul Islam, seperti diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah, tidak mungkin kita ibaratkan dengan kata-kata. Seandainya seluruh orang cerdas mendiskusikannya tidaklah mungkin mereka mampu menunaikan hak-haknya.
Apa yang kita lakukan hanyalah upaya kecil untuk menyadarkan diri kita dari kelalaian, dan usaha untuk mensyukuri nikmat Islam yang Allah Shubhanahu wa ta’alla anugerahkan kepada kita. Di samping itu, kita berusaha memberikan peringatan kepada musuh-musuh Allah Shubhanahu wa ta’alla yang berupaya mengolok-olok Islam bahwa makar busuk mereka tidak pernah akan berhasil.
Sebab, Allah Shubhanahu wa ta’alla lah yang menyempurnakan cahaya agama -Nya, kemudian di hadapan mereka sungguh ada azab yang pedih.
قال الله تعالى: ﴿ يُرِيدُونَ لِيُطۡفِ‍ُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨ ﴾ [الصف : 8]  

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya -Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (ash-Shaff: 8)
***

ORANG YANG DISEBUT NAMANYA DIATAS AWAN

ORANG YANG DISEBUT NAMANYA DIATAS AWAN
Di riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulallahu Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tatkala ada seseorang tengah berdiri di padang lepas, dirinya mendengar ada suara yang ditujukan kepada gumpalan awan: "Wahai awan, Hujani kebunnya si Fulan!. 
Maka dengan cepatnya awan tersebut bergulung-gulung mengumpulkan airnya di terik mentari. Ketika sudah terkumpul air dari lingkaran awan tersebut, turunlah hujan dengan derasnya mengguyur kebun itu.
Sedangkan di sebuah kebun, ada seorang petani yang sedang berdiri, sembari mengusap keringat yang membasahi tubuhnya. Maka orang tadi yang mendengar suara dari awan bertanya pada petani tersebut: "Wahai hamba Allah! Siapa gerangan namamu? Petani tersebut menjawab: "Fulan". Sesuai dengan nama yang di dengarnya dari awan tadi. Petani tersebut balik bertanya: "Mengapa Anda menanyakan namaku? Ia menjawab: "Sesungguhnya saya mendengar suara yang ada di antara gumpalan awan yang membawa air hujan ini. Suara itu menyuruh: "Wahai awan, hujani kebunnya fulan, dan ternyata itu namamu. Apa gerangan yang Anda kerjakan? Tanya orang tersebut penuh harapan.
Adapun jika benar apa yang kamu ucapkan, sesungguhnya saya selalu memperhatikan dari setiap panen yang keluar dari kebunku ini, maka saya sedekahkahkan sepertiganya, lalu sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga saya, dan sisanya yang sepertiga saya gunakan untuk membiayai kebunku ini, jawab sang petani. 
Hadits ini shahih, di riwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad. 
***

Orang yang Bersedekah Kepada Pencuri, Pezina, dan Orang Kaya

Orang yang Bersedekah Kepada Pencuri, Pezina, dan Orang Kaya
 
Orang yang Bersedekah Kepada Pencuri, Pezina, dan Orang Kaya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
"Ada seseorang sebelum kalian yang bersumpah: "Sungguh, Demi Allah Shubhanahu wa ta’alla, pasti malam ini saya akan bersedekah". Ketika malam dirinya keluar sambil membawa hartanya, lalu memberikan sedekahnya ketangan seorang pencuri.
Pada keesokan harinya manusia saling menggunjingnya, bagaimana mungkin ia memberikan sedekahnya ke tangan seorang pencuri. Namun ia menjawab tenang: "Ya Allah, segala puji bagi -Mu, dengan adanya pencuri itu! Setelah itu ia mengatakan seperti semula: " Sungguh, Demi Allah Shubhanahu wa ta’alla, pasti malam ini saya akan bersedekah". 
Pada malam hari ia keluar berkeliling dengan membawa hartanya, lantas memberikannya kepada seorang wanita pezina, manusiapun ribut dengan ulahnya tersebut. Ia menjawab selentingan itu, sembari mengatakan: "Ya Allah, hanya kepada -Mu segala pujian itu, dengan wanita pezina itu!! Lalu mengatakan: " Sungguh, Demi Allah Shubhanahu wa ta’alla, pasti malam ini saya akan bersedekah". Ia keluar dengan hartanya, lalu memberikan kepada orang kaya.
Pada esok harinya manusia dibuat bingung dengan kelakuannya. Ia justru mengatakan: "Ya Allah, kepada -Mu segala pujian itu di haturkan, atas pencuri, dan pezina serta orang kaya itu!
Maka ia di datangkan, lantas di katakan kepadanya: "Adapun sedekahmu kepada pencuri, mudah-mudahan ia mau mencukupkan dirinya dengan tidak mencuri kembali. Adapun sedekahmu kepada pezina, semoga ia mau berhenti dari perbuatannya, sedangkan sedekahmu kepada orang kaya, semoga ia terketuk hatinya, sehingga mau menyedekahkan rizki yang telah di berikan Allah  Shubhanahu wa ta’alla kepadanya".
Hadits ini shahih, di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
***

Pembelahan Dada Nabi Muhammad serta Peristiwa Mi’rajnya


Pembelahan Dada Nabi Muhammad serta Peristiwa Mi’rajnya

Dari Malik bin sha'sha'ah radhiyallahu 'anhu, ia menceritakan: "Rasulallahu Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
"Ketika aku sedang berada di Hijr Ismail duduk berbaring, tiba-tiba aku datangi oleh seseorang (malaikat) yang besarnya antara ini dan itu, lalu ia membelah dadaku dan mengeluarkan hatiku. Kemudian di datangkan padanya bejana emas yang berisi penuh dengan keimanan, lantas hatiku dicuci dari situ dengan air Zamzam. Di bersihkan lalu di kembalikan kedalam dada seperti semula.
Kemudian di datangkan kepadaku sesekor binatang, dia bukan Bighal , bentuknya lebih besar dari keledai, berwarna putih bersih, di katakan namanya Buraq. Satu langkahnya, sepanjang mata memandang, maka aku di naikan keatasnya.
Maka berangkatlah saya bersama Jibril sampai di pintu langit dunia, Jibril meminta supaya di bukakan pintu, maka di tanyakan padanya: "Siapa anda? Jibril, jawabnya. Lalu penjaga pintu bertanya kembali: "Bersama siapa? Jibril menjawab: "Muhammad". Mereka masih bertanya: "Apakah kamu di utus untuk membawanya? Ya, jawabnya. Lantas malaikat penjaga pintu tersebut membukanya, dan mendo'akan: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia".
Tatkala saya telah masuk ke dalam, maka di sana ada Adam. Jibril berkatak padaku: "Ini bapakmu Adam, berilah salam kepadanya". Sayapun mengucapkan salam kepadanya. Adam memjawab salamku, kemudian berkata padaku: "Selamat datang wahai Nabi yang shaleh, dan anak yang shaleh".
Setelah itu saya lalu di bawa naik lagi, sampai datang kepintu langit yang kedua. Maka Jibril meminta supaya di bukakan pintunya, lalu di jawab dari dalam: "Siapa anda? Jibril, jawabnya. Siapa bersamamu? Muhammad. Apakah engkau di utus untuknya? Jibril menjawab: "Ia". Terdengar suara dari dalam: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia".
Lantas pintupun di bukakan untuk kami. Ketika saya masuk, saya jumpai di dalamnya ada Yahya dan Isa, keduanya adalah sepupu.
Lalu Jibril menjelaskan padaku: "Ini adalah Yahya dan Isa, berilah salam kepada keduanya". Saya lalu mengucapkan salam pada keduanya. Keduanya membalas salamku, lalu mengatakan: "Selamat datang, saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Kemudian saya di bawa naik lagi sampai kelangit ketiga. Maka Jibril meminta supaya di bukakan pintu untuk kami. Terdengar pertanyaan dari dalam: "Siapa ini? Jibril, jawabnya. Siapa yang bersamamu? Muhammad. Apakah kamu di utus untuknya? Ya, jawab Jibril. Malaikat penjaga pintu tersebut mengatakan: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia". Lalu pintupun di buka.
Tatkala saya masuk kedalam, maka di sana ada Yusuf. Jibril menjelaskan padaku: "Ini adalah Yusuf, berilah salam kepadanya". Aku pun mengucapkan salam untuknya, ia menjawab salamku, lalu berkata padaku: "Selamat datang, saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Kemudian aku di bawa naik keatas, sampai di pintu langit yang keempat. Maka Jibril meminta agar pintu dibuka. Terdengar pertanyaan dari dalam: "Siapa ini? Jibril, jawabnya. Siapa yang bersamamu? Muhammad, jawabnya. Apakah engkau di utus untuk membawanya? Ya, jawab Jibril. Malaikat penjaga pintu tersebut mengatakan: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia".
Ketika aku masuk, di sana ada Idris. Jibril mengenalkan aku dengannya: "Ini adalah Idris, berilah salam padanya". Aku lalu mengucapkan salam padanya, ia pun membalas salamku. Lalu mengatakan: "Selamat datang, saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Selanjutnya saya di bawa naik lagi keatas, sampai kelangit kelima. Lantas Jibril meminta supaya di bukakan pintunya, terdengar pertanyaan dari dalam: "Siapa kamu? Jibril, jawabnya. Siapa yang bersamamu? Muhammad, timpal Jibril. Apakah engkau di utus untuknya? Ya, jawabnya. lalu malaikat penjaga pintu tersebut berkata: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia". Pintu pun di buka untuk kami.
Tatkala di dalam saya mendapati di sana ada Harun. Maka Jibril berkata padaku: "Ini adalah Harun, berilah salam padanya". Aku lalu mengucapkan salam padanya, ia pun menjawab salamku, kemudian berkata padaku: "Selamat datang, saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Kemudian saya di bawa naik keatas lagi, sampailah saya di pintu langit yang keenam. Jibril lalu meminta kepada penjaga untuk membukakan pintunya. Terdengar pertanyaan: "Siapa anda? Jibril, jawabnya. Siapa yang bersamamu? Muhammad. Apakah engkau di utus untuknya? Ya, jawab Jibril. Malaikat tersebut mengatakan: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia". Pintu kemudian di buka untuk kami. Dan ketika saya masuk saya berjumpa dengan Musa.
Jibril mengenalkan diriku dengannya: "Ini adalah Musa, berilah salam kepadanya". Aku lantas mengucapkan salam padanya, ia lalu menjawab salamku, kemudian berkata: "Selamat datang, saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Ketika saya melewatinya dia menangis, maka ditanyakan padanya: "Kenapa engkau menangis? Ia menjawab: "Saya menangis, karena pemuda ini di utus setelahku, sedangkan umatnya lebih banyak daripada umatku yang masuk kesurga!.
Selanjutnya saya di bawa naik lagi keatas, sampai di pintu langit yang ketujuh. Kemudian Jibril meminta supaya di bukakan pintunya. Ia di tanya dari dalam. Siapa anda? Jibril, jawabnya. Siapa yang bersamamu? Muhammad. Apakah engkau di utus untuknya? Ya, jawab Jibril. Malaikat penjaga tersebut mengatakan: "Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang adalah dia". Ketika saya masuk, saya bertemu dengan Ibrahim.
Jibril berkata padaku: "Ini adalah bapakmu Ibrahim, berilah salam padanya". Saya lalu memberi salam padanya, ia pun membalas salamku. Lalu mengatakan: "Selamat datang, wahai anakku yang shaleh dan Nabi yang shaleh".
Kemudian, saya di bawa naik sampai ke Sidrathul Muntaha. Maka pohonnya seperti batu yang menjulang, dedaunannya seperti telingan gajah. 
           Kemudian Jibril berkata padaku: "Ini adalah Shidrathul Muntaha". Saya dapati di sana ada empat sungai, ada dua yang nampak dan dua lagi tertutupi. Lantas saya bertanya pada Jibril: "Mata air apakah ini wahai Jibril? Adapun dua sungai yang tertutupi adalah sungai surga, sedangkan yang nampak adalah sungai Niil dan al-Faraat, jawab Jibril.
Lalu saya di bawa naik lagi sampai ke Baitul Ma'mur.  Wahai Jibril tempat apakah ini? Tanyaku. Jibril menjawab: "Ini adalah Baitul Ma'mur, masuk pada setiap harinya tujuh puluh ribu malaikat, yang mana, mereka yang telah keluar tidak akan kembali lagi, begitu terus sampai giliran mereka yang paling akhir".
Selanjutnya di datangkan pada saya tiga bejana, yang satu berisi khamr, yang kedua madu dan yang terakhir berisi susu. Kemudian saya ambil bejana yang berisi susu, lalu minum darinya.
Maka Jibril berkata padaku: "Ini adalah fitrah yang engkau berada di atasnya serta umatmu sekalian".
Kemudian di sana, diwajibkan atasku lima puluh sholat, dalam sehari semalam. Aku pun turun, pulang, tatkala melewati Musa maka saya di tanya olehnya. Perintah apa yang bawa olehmu? Saya di perintah untuk mengerjakan lima puluh sholat dalam sehari semalam, jawabku. Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakan lima puluh sholat sehari semalam. Demi Allah, sungguh saya telah mencoba pada manusia sebelummu. Saya telah berusaha untuk Bani Isra'il dengan segala upaya. Kembalilah ke Rabbmu, mintalah keringanan untuk umatmu dari -Nya, panjang lebar Musa menasehatiku.
Aku lantas naik kembali, kemudian saya di beri keringanan menjadi sepuluh kali sehari semalam. Lalu saya turun dan melewati Musa, dan ia menasehatiku sama seperti semula. Lalu aku naik kembali meminta supaya diringankan lagi. Maka diringankan menjadi sepuluh sehari semalam. Aku kembali melewati Musa, ia berkata seperti semula, saya naik lagi minta supaya diberi keringanan, maka di wajibkan untukku sepuluh kali sholat dalam sehari semalam. Begitu seterusnya sampai empat kali.
Kemudian saya naik lagi meminta keringanan, maka si wajibkan sholat untukku lima kali sehari semalam, saya kembali menemui Musa, lalu ia menasehatiku supaya kembali lagi meminta keringanan, sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup mengerjakan lima kali sholat dalam sehari semalam! Demi Allah, sungguh saya telah mencoba pada manusia sebelummu. Saya telah berusaha untuk Bani Isra'il dengan segala upaya. kembalilah kepada Rabbmu, minta supaya diringankan kembali untuk umatmu, kata Musa.
Maka saya katakan padanya: "Saya telah memintanya berulang kali, sampai saya merasa malu pada -Nya. Namun saya telah ridho dan tunduk".
Tatkala saya telah melewati Musa, maka terdengar suara yang menyeru" Saya telah memutuskan kewajiban untukmu, dan telah Aku ringankan bagi hamba-hamba -Ku". 
Hadits ini shahih, di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
***

Ramah Lingkungan

Ramah Lingkungan
  
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
﴿ وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُۥ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَهُمۡۗ قُلۡ فَلِمَ تَقۡتُلُونَ أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٩١ ﴾ [البقرة: ٩١]  

« المؤمن من سلم المؤمنون من لسانه ويده » [ أخرجه فلان ]
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syariat yang paling sempurna. Seluruh aspek kehidupan manusia telah diatur di dalamnya dengan sangat rapi. Yang demikian karena Allah Subhanahuwata’ala telah mengutus beliau untuk seluruh manusia dan sebagai penutup para nabi, sehingga syariatnya akan senantiasa ada hingga akhir zaman serta selalu relevan untuk dijalankan di setiap waktu dan tempat. Allah Subhanahuwata’ala menyebutkan kesempurnaan agama ini dalam firman -Nya,
قال الله تعالى: ﴿ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣﴾ [المائدة: 3]  
“TelahKu- sempurnakan untuk kamu agamamu,telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telahKu- ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3)

Kesempurnaan agama adalah anugerah Ilahi yang tak terhingga. Oleh karena itu, dahulu orang-orang Yahudi iri kepada kita dengan ayat tersebut. Mereka berkata, “Andaikata ayat ini turun kepada kami (orang-orang Yahudi), niscaya kami akan jadikan (hari turunnya) sebagai hari raya.”(Shahihal-Bukhari no. 4606)
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana orang-orang Yahudi mengetahui besarnya ayat yang menyebutkan kesempurnaan agama Islam ini, sehingga mereka iri kepada kita dan berandai-andai sekiranya ayat tersebut turun kepada mereka.
Sebegitu besarnya nikmat yang Allah Subhanahuwata’ala limpahkan kepada kaum muslimin. Namun amat disayangkan, sebagian muslimin justru tidak tahu yang demikian, sehingga ada yang minder dengan keislamannya, sedangkan sebagian yang lain justru menambah nambah dalam agama ini sesuatu yang bukan bersumber dari Islam.
Kesempurnaan Islam telah diakui oleh orang-orang nonmuslim seperti telah tersebut di atas. Demikian pula tersebut dalam Shahih Muslim pada kitab “ath-Thaharah” bahwa orang-orang musyrik mengatakan kepada sahabat Salman al-Farisi radhiyallahu anhu, “Kami melihat Nabi kalian mengajari kalian segala sesuatu sampai pun (adab) ketika buang air?” Salman berkata, “Benar. Beliau melarang kami dari bercebok dengan tangan kanan kami atau buang air dengan menghadap kiblat.”
Dengan menjalankan konsep yang dibawa oleh Islam, kebahagiaan hidup di tengah-tengah masyarakat akan menjadi kenyataan. Sebab, konsep tersebut datang dari Dzat yang menciptakan alam semesta dan tahu persis apa yang menjadi maslahat hamba-hamba -Nya.

Menjaga Nikmat dengan Selalu Taat
Keberkahan hidup terdapat dalam merealisasikan takwa kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan -Nya, dan mempercayai berita yang datang dari     -Nya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

قال الله تعالى: ﴿ وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦﴾ [ الأعراف: 96]  
“Dan jika sekiranya penduduk negeri negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’raf: 96)

Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,
قال الله تعالى: ﴿مَنِ ٱتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشۡقَىٰ ١٢٣﴾ [ طه: 123 ]  

“Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Tidak tersesat di dunia dan tidak sengsara di akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Apabila ketakwaan mendatangkan keberkahan, sebaliknya kemaksiatan adalah sumber berbagai bencana. Kesenangan hidup berubah menjadi penderitaan, keindahan alam menjadi rusak, dan ketenangan terusik. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

قال الله تعالى: ﴿ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١﴾ [ الروم: 41 ] 
 
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (ar-Rum: 41)



Agar Lingkungan Tetap Nyaman dan Sehat
Di antara sisi yang mendapatkan perhatian Islam adalah mewujudkan kenyamanan dan kebersihan lingkungan. Hal ini akan tampak jelas dengan contoh contoh berikut.
1. Dilarang buang air besar dan kecil ditengah jalan dan naungan yang biasa dijadikan untuk berteduh. Dalam hal ini telah datang hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اتَّقُوْا اللَّعَّانَيْنِ . قَالُوْا وَمَااللَّعَّانَانِ يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيْقِ النَّاسِ أَوْظِلِّهِمْ » [ رواه مسلم و أبو داود ]
“Hindarkanlah dua hal yang mendatangkan laknat.” Para sahabat bertanya,“Apa dua hal yang mendatangkan laknat, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,“Orang yang buang air pada jalan (tempat lalu lalang) manusia atau tempat bernaungnya mereka.” (Shahih Muslim no. 269 dan Sunan Abu Daud no. 25)

Disebutkan pula dalam riwayat lain bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hindarkanlah tiga perbuatan yang akan mendatangkan kutukan: buang air disumber air, ditempat berteduh, dan ditengah-tengah jalan.” (Dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 266)
Orang yang melakukan hal tersebut biasanya mendapatkan kutukan dan kecaman dari masyarakat karena mereka merasa terganggu dengan adanya sesuatu yang najis yang bisa mengenai tubuh mereka, dan tentu saja mereka merasa jijik karenanya.
Sebagian ulama menerangkan bahwa yang dimaksud dengan jalan adalah yang biasa dilalui, bukan jalan yang sudah tidak difungsikan lagi. Demikian pula tempat-tempat yang biasa digunakan untuk berteduh.(‘AunulMa’bud, 1/47)
Bentuk menyakiti orang pada tiga perbuatan tadi sangat nyata. Orang yang buang air pada sumber-sumber air telah mencemari kebersihannya yang bisa menebarkan penyakit. Di samping itu, orang yang akan menggunakannya akan merasa jijik sehingga menghalangi beberapa keperluan mereka.
Demikian pula tempat yang biasa dijadikan sebagai tempat berteduh. Sama saja apakah itu halte tempat untuk menunggu kendaraan, atau pohon yang biasa digunakan orang untuk berteduh dari teriknya matahari, dan tempat beristirahat di bawahnya.
2. Dilarang melemparkan sesuatu dijalankaum muslimin yang bisa menimbulkan mudarat. Contohnya, melempar kulit buah yang rawan menimbulkan kecelakaan dengan terpelesetnya tunggangan/kendaraan.
Demikian pula meletakkan pecahan kaca dan duri yang bisa melukai orang yang melaluinya atau sisa-sisa material bangunan yang akan mengganggu para pengguna jalan. Orang yang melakukan hal itu telah melakukan tindak kejahatan meskipun sebagian orang melakukannya tanpa ada niatan mengganggu. Ia dihukumi telah melakukan kejahatan karena perbuatannya menjadi faktor termudaratinya orang lain. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ » [ رواه ابن ماجة ]
“Tidak boleh menimbulkan mudarat dan tidak boleh menimpakan mudarat.”(HR. Ibnu Majah)

Tersebut dalam kaidah fikih,

« لِلْمُتَسَبِّبِ حُكْمُ الْمُبَاشِر » 
“Orang yang menjadi sebab (terjadinya sesuatu) memiliki hukum (seperti) orang yang melakukan sesuatu.”

Apabila seperti itu keadaannya, lalu bagaimana dengan orang yang memang sengaja menimpakan mudarat? Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan sebagian orang yang membuka jasa penambalan ban sebagaimana pemberitaan media ada dari mereka yang sengaja menebarkan ranjau paku di jalan sekitar tempat usahanya.
Kami katakan, “Wahai Saudara, takutlah Saudara kepada Allah Subhanahuwata’ala yang selalu memantau perbuatanmu. Andaikata orang tidak tahu perbuatanmu, tetapi Dia (Allah Subhanahuwata’ala) tidak lalai walau sekejap pun dan akan membalas kejahatanmu. Anda telah melakukan kejahatan besar yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, kerugian materi, cedera yang bisa membuat cacat seumur hidup, mengganggu kenyamanan, serta membuang waktu dan kesempatan orang lain dengan percuma. Mana kasih sayang Anda terhadap sesama, dan mana bentuk rasa takut Anda kepada Sang Pencipta?!
Saudara, berhentilah dari menzalimi orang dan bertobatlah sebelum terlambat. Saudara harus tahu bahwa perbuatanmu merupakan salah satu kezaliman yang akan disegerakan di dunia hukumnya. Apa Saudara kira dengan cara ini Saudara menjadi kaya?! Tidak. Akan dilenyapkan hasil yang haram ini pada saatnya nanti dan Saudara akan menyesal karena menanggung dosa dan cela.”
Untuk Saudaraku, akan kami sampaikan firman Allah Subhanahuwata’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila Saudara masih punya iman dan takwa. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

قال الله تعالى: ﴿ وَٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ بِغَيۡرِ مَا ٱكۡتَسَبُواْ فَقَدِ ٱحۡتَمَلُواْ بُهۡتَٰنٗا وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا ٥٨﴾ [ الأحزاب: 58]  

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (al- Ahzab: 58)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ آذَى الْمُسْلِمِيْنَ فِى طُرُقِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ» [رواه الطبراني وصححه الألباني]
“Barang siapa menyakiti kaum muslimin pada jalan mereka, ia berhak mendapatkan kutukan mereka.”( HR. ath-Thabarani dalam al-Kabir dan dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al- Albani dalam Shahih al-Jami’)

Kami juga mengharap pemerintah terus memantau para pengganggu ketertiban ini dan menindak mereka agar rasa aman dan nyaman rakyat -yang menjadi tanggung jawab pemerintah- bisa terwujud. Korban yang berjatuhan telah banyak dan kita tentu tidak ingin ada lagi yang menjadi korban kejahatan ini. Kami juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif menyadarkan orang yang melakukan praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan norma-norma kemasyarakatan ini.
Setiap individu masyarakat seharusnya sadar bahwa menjaga keramahan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kepedulian terhadap lingkungan bukan sekadar adat kebiasaan, bahkan termasuk perkara yang diatur dalam agama. Untuk mereka kami suguhkan hadiah berikut.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjuki aku kepada suatu amalan yang akan memasukkan aku ke dalam surga.’ Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أمَطِ الْأَذَى عَنْ طَرِيْقِ النَّاسِ» [ صحيح الأدب المفرد ]
‘Singkirkan gangguan dari jalan manusia’.” (Shahihal-Adabulal-Mufrad no. 168)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya), “Seorang lelaki melewati duri di jalan lalu dia berkata,‘Aku akan singkirkan duri ini agar tidak membahayakan seorang muslim. Dia pun diampuni (oleh Allah).” (Shahihal-Adabal-Mufrad no. 169)
Dari sini, jelas bahwa mencegah/ menyingkirkan gangguan yang akan menimpa manusia termasuk dari misi Islam yang agung yang pelakunya berhak memperoleh penghargaan. Masih terkait dengan kenyamanan jalan, seseorang dilarang mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan yang bisa membahayakan diri dan orang lain, baik kalangan pengguna jalan maupun yang lainnya. Allah Shubhanahu wa ta’alla  berfirman,

قال الله تعالى: ﴿ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٩٥﴾ [ البقرة: 195 ]  
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan.” (al-Baqarah: 195)

Seseorang juga semestinya meminimalisir bisingnya suara kendaraannya agar tidak menyakiti yang mendengarnya. Patuhilah rambu-rambu lalu lintas karena itu dibuat untuk kemaslahatan bersama. Adapun berjualan di jalan umum yang memang lebar, tidak menyempitkan orang lain, dan tidak mengganggu pengguna jalan, hal ini dibolehkan. (al-Mughni, Ibnu Qudamah 8/161)
Namun, tentu dengan tetap melihat aturan pemerintah setempat yang mengatur lokasi berjualan agar terwujud ketertiban. Apabila ada satu kelompok masyarakat yang mendirikan bangunan di jalan umum, seyogianya hal itu dicegah meskipun jalannya lebar. Sebab, fungsi jalan adalah untuk lalu lalang orang, bukan untuk bangunan.
 Dengan demikian,bangunan yang telah didirikan di atasnya semestinya dirobohkan (dipindahkan), sekalipun itu masjid. Apabila ada orang yang memanfaatkan jalan untuk meletakkan barang-barang atau alat-alat/material bangunan yang sifatnya sementara dan akan dipindahkan segera, ia diberi kelapangan selama tidak mengganggu para pengguna jalan. (al-Ahkam as- Sulthaniyah, karya al-Qadhi Abu Ya’la al-Hanbali hlm. 306)
Masuk pula di sini adalah talang air rumah yang menjorok ke jalan umum. Intinya, fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah dan pihak lainnya hendaknya kita jaga kenyamanannya. Jangan sampai manusia terhalangi memanfaatkannya sebagaimana fungsinya.
Dalam hal ini, ada beberapa adab yang berkaitan dengan jalan, yang jika dilakukan akan berbuah kebaikan, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Saling menebar salam.
2. Menundukkan pandangan dari sesuatu yang tidak boleh dilihat.
3. Membantu orang yang membutuhkan, seperti menyeberangkan orang yang lemah dan mengangkatkan barang di atas kendaraan.  Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda (yang artinya), “Hindari duduk-duduk dijalan. Apabila kalian tidak mau kecuali duduk (di situ), maka berikanlah haknya jalan, (yaitu): menundukkan pandangan, mencegah gangguan, menjawab salam, memerintahkan kepada yang baik, dan mencegah dari yang mungkar.”( HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dari sahabat Abu Sa’id radhiyallahu anhu)
Jangan pula ada yang mengubahubah papan petunjuk arah yang ada di jalan atau mencurinya, karena akan menyebabkan para pengguna jalan yang melewatinya tersesat. Orang seperti ini akan mendapat kutukan dari Allah Subhanahuwata’ala sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Allah melaknat orang yang mengubah tanda-tanda/rambu-rambu bumi.”(Shahih Muslimn o.1 978 dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu)

Menjaga keharmonisan hidup bertetangga 
 Anda adalah orang yang tinggal dekat dengan tetangga rumah Anda. Mereka mempunyai hak yang besar untuk diperlakukan secara baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَمَنْ كَا نَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِفَلْيُحْسِنْ » [رواه البخاري]
“Barang siapa beriman kepada Allah Subhanahuwata’ala dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. al-Bukhari)

Mereka termasuk orang yang cepat memberikan bantuan dan pertolongan kepada Anda di saat membutuhkan. Oleh karena itu, manakala Anda menyakiti mereka, Anda terancam dengan siksa api neraka. Telah tersebut dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa ditanyakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang wanita, yang ia rajin shalat malam, puasa pada siang hari, melakukan (kebaikan) dan bersedekah, namun dia juga mengganggu tetangganya dengan lisannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Tidak ada kebaikan padanya,ia termasuk penghuni neraka.” (Shahihal-Adabal-Mufrad no. 88)
Hadits ini menunjukkan besarnya hak tetangga dan bahayanya menyakiti mereka. Bahkan, saking besarnya hak tetangga, seseorang tidak dikatakan mukmin yang sempurna apabila membiarkan tetangganya kelaparan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ » [صحيح الأدب المفرد]
“Bukanlah seorang mukmin yang ia kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 82 dari Ibnu az-Zubair radhiyallahu anhu)

Saudaraku yang dimuliakan Allah Subhanahuawata’ala, kita semua tahu bahwa harta yang melimpah dan kedudukan terpandang yang dimiliki seseorang menjadi kurang berarti manakala ia bertetangga dengan orang yang suka mengganggu anak dan istrinya, mencuri hartanya, dan mengusik ketenangannya.  Oleh karena itu, dahulu dikatakan,

« الْجَارُ قَبْلَ الدَّارِ » 
“Cari tetangga yang baik dahulu sebelum membuat rumah.”

Agar ketenangan dalam hidup bertetangga terus berlangsung, kiranya ada beberapa perkara yang semestinya diperhatikan, di antaranya:
1. Tidak menggali sumur dekat dengan sumur tetangganya sehingga mengakibatkan sumur tetangga hilang airnya. (al-Mughni, 8/181)
2. Dilarang membuka lubang angin yang darinya dia bisa melihat secara langsung ke dalam rumah tetangganya atau membangun bangunan yang tinggi yang bisa menutupi rumah tetangga dan tidak mendapatkan sinar matahari dan menghalangi masuknya cahaya. (al-Wafi’ Syarah al-Arba’in, 235)
3. Dilarang melakukan suatu aktivitas di tempatnya sendiri (rumah atau pekarangannya) apabila itu menimbulkan mudarat yang nyata terhadap tetangganya. Misalnya, ia menumbuk gandum di dekat tembok tetangganya sehingga mengakibatkan tembok tetangganya retak-retak dan terancam roboh; atau meletakkan sesuatu yang busuk baunya, seperti bangkai di pekarangan rumahnya, sehingga bau busuknya tercium oleh tetangga.
Masuk pula di sini adalah seseorang yang mengoperasikan sebuah alat yang sangat keras bunyinya saat orang-orang sedang beristirahat di tengah malam tanpa ada keterpaksaan yang mengharuskan demikian. Adapun meletakkan kayu atau mengikatkan tali jemuran pakaian pada tembok tetangga, hal ini dibolehkan selama tembok tetangga itu kuat. Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أنَْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ » [رواه أحمد والبخاري]
“Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan papan kayu pada temboknya.” (HR. Ahmad, al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Adapun membuang atau menimbun benda berbau di tanahnya lantas merembes ke tanah orang lain sehingga bangunan menjadi rapuh dan terancam roboh karenanya, hal ini dilarang. (al-Majmu’, 16/134)
Apabila seseorang memiliki pohon yang dahannya menyebar hingga melewati tembok orang lain atau di atas rumah tetangga, tetangganya berhak meminta pemilik pohon tersebut agar memotong dahannya. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, karya Abu Ya’la hlm. 300—301)
Ini adalah sebagian kecil dari perkara yang menunjukkan keindahan dan kesempurnaan Islam. Ini adalah bukti nyata bahwa Islam tidak hanya mementingkan kebersihan hati saja, tetapi juga indahnya lahiriah. Sebelum kami akhiri pembahasan ini, kami mengajak kepada segenap muslimin pada khususnya untuk selalu menjaga ketenangan, kenyamanan, kebersihan, dan kesehatan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslimin meninggalkan rokok dan petasan yang mudaratnya sangat besar. Demikian pula hendaknya mereka menjaga fasilitas-fasilitas umum agar berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, tidak termasuk orang yang beretika luhur apabila, misalnya, seseorang buang air di toilet umum lantas tidak menyiram kotorannya atau membersihkannya. Semoga Allah Subhanahuwata’ala selalu membimbing kita kepada jalan yang lurus dan mulia. Amiin.
***

Hari Pengumpulan Makhluk

Hari Pengumpulan Makhluk
 
Yang di maksud dengan al-Hasyr yaitu hari di mana semua orang dihimpun dalam satu tempat. Hal itu sebagaimana yang termaksud dalam bahasa al-Qur'an, seperti yang Allah Azza wa jalla firmankan:
"Maka Dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya".  (QS an-Nazi'at: 23). 
Dalam ayat lain, lebih jelas bahwa makna al-Hasyr adalah mengumpulkan, seperti firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ فَأَرۡسَلَ فِرۡعَوۡنُ فِي ٱلۡمَدَآئِنِ حَٰشِرِينَ ة﴾  [  الشعراء : 53 ]  
"Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota".  (QS asy-Syu'araa: 53). 
 Tempat penghimpunan tersebut nanti terjadi di Syam, yang ada pada saat sekarang ini.

        Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam hadits hasan yang diriwayatkan dari Sahabat Mu'awiyah al-Bahzi radhiyallahu 'anhu. Bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ: (( تُحْشَرُونَ هَاهُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى نَحْوِ الشَّامِ )) [ رواه أحمد وحسنه الألباني ] .
"Mereka semua nanti akan dikumpulkan disana. kemudian beliau mengisyaratkan tangannya kearah Syam". 
        Namun mereka, akan berkumpul tidak lagi berada diatas bumi ini, tidak pula dibawah kolong langit ini. Hal itu, sebagimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala:
قال الله تعالى : ﴿ يَوۡمَ تُبَدَّلُ ٱلۡأَرۡضُ غَيۡرَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱلسَّمَٰوَٰتُۖ وَبَرَزُواْ لِلَّهِ ٱلۡوَٰحِدِ ٱلۡقَهَّارِ ﴾  [سورة إبراهيم: 48]  
"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya berkumpul (di padang Mahsyar) menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".  (QS Ibrahim: 48). 
 Padang Mahsyar nanti berwarna putih yang tidak terlihat bekas hunian diatasnya.

         Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam syarh Muslim. Pada sebuah hadits, Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, beliau mencertikan: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ :(( يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ النَّقِيِّ لَيْسَ فِيهَا عَلَمٌ لِأَحَدٍ )) [رواه البخاري ومسلم] 

"Kelak pada hari kiamat manusia akan digiring ke tanah putih, bagaikan bulatan yang bersih, yang tak  bertanda ada penghuni sebelumnya".  
 Manusia dihimpun setelah bangkit dari kuburnya menuju mauqif, lalu dibagi menjadi tiga golongan.

         Ada yang naik kendaraan, Sambil berjalan kaki, dan golongan terakhir berjalan sambil menyeret wajahnya. Hal itu, seperti yang dikatakan dalam haditsnya Mu'awiyah al-Bahzi, bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ: (( تُحْشَرُونَ هَاهُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى نَحْوِ الشَّامِ رُكْبَانًا وَمُشَاةً وَعَلَى وُجُوهِكُم )) [ رواه أحمد وحسنه الألباني ] .
"Mereka semua nanti akan dikumpulkan disana. kemudian beliau mengisyaratkan tangannya kearah Syam. Mereka ada yang naik diatas kendaraan, berjalan dengan kaki telanjang, dan berjalan terbalik menggunakan wajahnya".  

Golongan pertama: Orang yang naik kendaraan. Mereka adalah orang-orang beriman yang setelah dibangkitkan dari kuburnya naik kendaraan menuju padang Mahsyar. Allah Azza wa jalla berfirman menjelaskan hal itu:
قال الله تعالى : ﴿ يَوۡمَ نَحۡشُرُ ٱلۡمُتَّقِينَ إِلَى ٱلرَّحۡمَٰنِ وَفۡدٗا ﴾  [سورة مريم : 85]  
"(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat".  (QS Maryam: 85).
        Sebagaimana yang telah disebutkan dimuka, dari haditsnya Mu'awiyah al-Bahzi, bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mereka semua nanti akan dikumpulkan, dengan naik diatas kendaraan..". 
        Dan dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : (( يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى ثَلَاثِ طَرَائِقَ رَاغِبِينَ رَاهِبِينَ اثْنَانِ عَلَى بَعِيرٍ وَثَلَاثَةٌ عَلَى بَعِيرٍ وَأَرْبَعَةٌ عَلَى بَعِيرٍ وَعَشَرَةٌ عَلَى بَعِيرٍ ))  [رواه البخاري ومسلم]
"Manusia akan di kumpulkan (pada hari kiamat) menjadi tiga golongan, mereka semua berada dalam rasa harap dan cemas. (ada yang) Dua orang naik onta, tiga orang naik onta, empat orang naik onta, dan sepuluh orang naik onta". 
Golongan kedua: Kelompok yang berjalan kaki. Mereka adalah kaum muslimin yang berbuat maksiat, para pendosa. Mereka semua, setelah bangkit dari kubur akan berjalan dengan kedua kakinya menunju padang Mahsyar. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ وَنَسُوقُ ٱلۡمُجۡرِمِينَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ وِرۡدٗا  ﴾  [سورة مريم : 86]  

"Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam Keadaan dahaga".  (QS Maryam: 86).
        Dan dalam hadits terdahulu, dimana Nabi Shalallahau 'alaihi wa sallam bersabda: "Mereka semua nanti akan dikumpulkan berjalan dengan kaki telanjang..". 
Golongan ketiga: Golongan yang diseret dengan wajahnya. Mereka adalah orang-orang kafir, setelah dibangkitkan dari dalam kuburnya mereka semua akan digiring kepadang Mahsyar, berjalan terbalik diseret dengan menggunakan wajahnya. Hal itu, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Azza wa jalla:
قال الله تعالى : ﴿ وَنَحۡشُرُهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ عَلَىٰ وُجُوهِهِمۡ عُمۡيٗا وَبُكۡمٗا وَصُمّٗاۖ مَّأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ كُلَّمَا خَبَتۡ زِدۡنَٰهُمۡ سَعِيرٗا ﴾  [سورة الإسراء: 97]  
"Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam Keadaan buta, bisu dan pekak. Dan tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam yang tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya".  (QS al-Israa: 97).
         Dan seperti yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Bahwasannya pernah ada seseorang yang bertanya kepada Nabi: 'Wahai Nabi Allah, bagaimana mungkin orang kafir itu diseret dengan mukanya? Beliau menjawab: "Bukankah Dzat yang menjadikan dirinya bisa berjalan dengan kedua kakinya didunia, mampu untuk menjadikan dirinya berjalan dengan mukanya pada hari kiamat!?. Berkata Qatadah, salah seorang perawi hadits; 'Benar, demi Kemulian Rabb kami'.  
           Selaras dengan ini, adalah haditsnya Abu Hurairah dimuka, bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: ((يحْشَرُ النَّاسُ عَلَى ثَلَاثِ طَرَائِقَ رَاغِبِينَ رَاهِبِينَ وَاثْنَانِ عَلَى بَعِيرٍ وَثَلَاثَةٌ عَلَى بَعِيرٍ وَأَرْبَعَةٌ عَلَى بَعِيرٍ وَعَشَرَةٌ عَلَى بَعِيرٍ وَتحْشُرُ بَقِيَّتَهُمْ النَّارُ تَقِيلُ مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا وَتَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا وَتُصْبِحُ مَعَهُمْ حَيْثُ أَصْبَحُوا وَتُمْسِي مَعَهُمْ حَيْثُ أَمْسَوْا )) [ رواه البخاري ومسلم ] 

"Manusia akan di kumpulkan (pada hari kiamat) menjadi tiga golongan, mereka semua berada dalam rasa harap dan cemas. (ada yang) Dua orang naik onta, tiga orang naik onta, empat orang naik onta, dan sepuluh orang naik onta. Sisanya akan digiring oleh neraka, panasnya akan mengiringi qailulah  mereka dimana mereka tidur, ia akan mengiringi menginap dimana mereka mendapati tempat menginap, dan ia akan terjaga di mana mereka bangun dari tidurnya, dan ia akan berjalan mengiringi kemanapun mereka pergi". 
         Adapun orang-orang yang beriman maka mereka berharap, sedangkan para pendosa maka mereka tercekam dalam kegundahan, dan orang-orang kafir merekalah orang-orang yang merugi dengan siksa api neraka. 
 Mereka semua akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang kaki belum dikhitan.

         Hal itu, sebagaimana yang ditegaskan dalam haditsnya Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau menceritakan: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ النِّسَاءُ وَالرِّجَالُ جَمِيعًا يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالَ  يَا عَائِشَةُ الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ )) [ رواه البخاري  ومسلم ]
"Mereka semua akan dikumpulkan dalam keadaan bertelanjang kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Maka saya tanyakan pada beliau: "Wahai Rasulallah, laki dan perempuan, nanti mereka akan saling melihat auratnya satu sama lain? Beliau mengatakan: 'Wahai Aisyah, perkaranya lebih besar, dari hanya sekedar melihat auratnya satu sama lain". 
 Setelah mereka sampai dipadang Mahsyar, maka turun perintah agar mereka menunggu sambil berdiri. 

Allah Azza wa jalla berfirman:
قال الله تعالى : ﴿    • • .        ••   ﴾  [سورة المطففين: 4-6]  
"Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Allah, Tuhan semesta alam?.  (QS al-Muthaffifiin: 4-6).
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya".  (QS ash-Shaffaat: 24).

 Mereka terus demikian keadaannya tanpa berubah sampai datangnya Sang Pemutus yaitu Allah Tabaraka wa ta'ala.

Hal itu, seperti yang digambarkan dalam ayat, dimana Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ إِنَّ رَبَّكَ يَقۡضِي بَيۡنَهُم بِحُكۡمِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡعَلِيمُ ﴾  [سورة النمل : 78]  
"Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui". (QS an-Naml: 78).
Juga berdasarkan firmanNya Azza wa jalla:
قال الله تعالى : ﴿ وَٱللَّهُ يَقۡضِي بِٱلۡحَقِّۖ وَٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَقۡضُونَ بِشَيۡءٍۗ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ﴾  [سورة غافر: 20]  
"Dan Allah menghukum dengan keadilan, dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tiada dapat menghukum mereka dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat".  (QS Ghaafir: 20).
 

 Waktu Mereka untuk menunggu adalah selama Lima Puluh ribu tahun sambil berdiri.

         Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau bercerita: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ )) [رواه مسلم ]
"Tidaklah, seorang yang mempunyai harta emas dan perak yang tidak ia tunaikan kewajibannya (tatkala didunia) melainkan pada hari kiamat kelak akan dibuatkan baginya seterika dari lempengan neraka yang dicelup kedalam nereka, lalu diseterikakan kesamping kiri dan kanan, serta punggungnya. Apabila telah dingin maka dikembalikan lagi seperti semula, pada suatu hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu dialami sampai diputuskan perkaranya para hamba (Oleh Allah) sehingga dia dapat melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka". 

Dalam terusan hadits di atas dikatakan:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : (( مَا مِنْ صَاحِبِ إِبِلٍ وَلَا بَقَرٍ وَلَا غَنَمٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَأَظْلَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ )) [ رواه مسلم ]
"Tidaklah, seorang yang mempunyai harta onta, atau sapi dan kambing yang dia tidak tunaikan kewajibannya (ketika didunia) melainkan pada hari kiamat kelak mereka semua akan menginjak-injak mencakar serta menginggitnya, tatkala sembuh yang pertama maka dikembalikan seperti semula. Pada hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu sampai diputuskan perkaranya para hamba (oleh Allah) sehingga pada akhirnya dia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka".   




Menengok Keadaan Manusia Dipadang Mahsyar
Keadaan manusia pada saat itu, sangat beragam jenisnya, sesuai dengan tingkat amalannya waktu didunia. Diantaranya adalah:
1. Ada yang berdiri dibawah sinar mentari yang begitu panas, sehingga peluh dan keringat membasahi tubuhnya. 

         Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdad bin Aswad radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Aku pernah mendengar Rasulallahu Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ,- قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : فَوَ اللهِ مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيلِ أَمَسَافَةَ الْأَرْضِ أَمْ الْمِيلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ - قَالَ: فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا. قَالَ: وَأَشَارَ رَسُولُ الله ِ بِيَدِهِ إِلَى فِيهِ )) [رواه مسلم ]
"Matahari akan didekatkan kepada makhluk kelak pada hari kiamat, sampai ada diantara mereka yang jaraknya sejauh satu mil -(berkata Sulaim bin Amir, salah seorang perawi hadits ini; 'Demi Allah, aku tidak tahu apakah yang dimaksud dengan mil itu adalah jarak yang ada didunia atau yang dimaksud yaitu sejauh mata memandang')-. Rasulallah meneruskan; 'Adapun keringat mereka maka sesuai dengan amalan yang ia kerjakan ketika didunia, di antara mereka ada yang sampai lututnya, ada yang sampai betisnya, ada yang sampai dipinggangnya, bahkan ada yang sampai kemulutnya. Berkata rawi; 'Dan Rasulallah mengisyaratkan dengan tangan ke mulutnya". 
          Dalam hadits lain disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu, bahwasannya Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرَقُهُمْ فِي الْأَرْضِ سَبْعِينَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ)) [رواه البخاري و مسلم ]
"Kelak pada hari kiamat seluruh manusia mengucurkan keringat, sampai-sampai ada yang keringatnya membasahi bumi tujuh puluh dira', sehingga menutupi mereka sampai ketelinganya". 



2. Di antara mereka ada yang berdiri dibawah mentari disetrika dengan api neraka.

         Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau bercerita: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ )) [رواه مسلم ]
"Tidaklah, seorang yang mempunyai harta emas dan perak yang tidak ia tunaikan kewajibannya (tatkala didunia) melainkan pada hari kiamat kelak akan dibuatkan baginya seterika dari lempengan neraka yang dicelup kedalam nereka, lalu diseterikakan kesamping kiri dan kanan, serta punggungnya. Apabila telah dingin maka dikembalikan lagi seperti semula, pada suatu hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu dialami sampai diputuskan perkaranya para hamba (Oleh Allah) sehingga dia dapat melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka". 

3. Ada yang menelungkup dibawah injakan kaki binatang sembari digigiti olehnya. 

        Seperti yang telah disebutkan dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : (( مَا مِنْ صَاحِبِ إِبِلٍ وَلَا بَقَرٍ وَلَا غَنَمٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَأَظْلَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ )) [رواه مسلم ]
"Tidaklah, seorang yang mempunyai harta onta, atau sapi dan kambing yang dia tidak tunaikan kewajibannya (ketika didunia) melainkan pada hari kiamat kelak mereka semua akan menginjak-injak mencakar serta menginggitnya, tatkala sembuh yang pertama maka dikembalikan seperti semula. Pada hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu sampai diputuskan perkaranya para hamba (oleh Allah) sehingga pada akhirnya dia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka".   
4. Dan tidak sedikit pula yang berada dibawah naungan ar-Rahman Tabaraka wa Ta'ala.

        Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang masyhur, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ , وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ , وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ , وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ , وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ , فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللهَ , وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ , وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا , فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ )) .. [رواه البخاري ومسلم]
"Ada tujuh golongan yang akan berada dibawah naungan Allah, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya. (mereka adalah) Imam yang adil, pemuda yang gemar ibadah, orang yang hatinya selalu merindukan masjid, dua orang yang berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, dan seorang pria yang diajak zina oleh wanita yang cantik jelita, lalu mengatakan: 'Sungguh aku takut kepada Allah', orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi, sampai tangan kirinya tidak mengetahuinya apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan orang yang menyebut nama Allah tatkala sendirian matanya menangis (karena takut)". 
5. Di antara mereka ada yang berada dibawah naungan sedekahnya.
        Berdasarkan sebuah hadits, dari Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: 'Aku mendengar Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ أَوْ قَالَ: يُحْكَمَ بَيْنَ النَّاسِ )) [رواه أحمد]
"Tiap insan akan berada dibawah naungan sedekahnya, sampai dipisah antara sesama insan. Atau beliau mengatakan; 'Sampai dihukumi manusia". 
        Setelah berlalu waktu yang begitu panjang tersebut, yang penuh dengan kegalutan dan kesulitan menunggu dipadang Mahsyar, maka selanjutnya:
 Allah Tabaraka wa Ta'ala mengizinkan manusia untuk mencari Syafa'at.

         Kejadian yang menegangkan tersebut, tergambar dengan jelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ كَلِيمُ اللَّهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ  فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي وَيُلْهِمُنِي مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لَا تَحْضُرُنِي الْآنَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ وَأَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ )) ]  رواه البخاري ومسلم [
"Pada hari kiamat kelak manusia berbondong-bondong mendatangi Adam, lalu memelas kepadanya dengan mengatakan: 'Mintakanlah syafa'at kepada Rabbmu'. Namun beliau beralasan, Itu bukan bagianku, akan tetapi datanglah kalian kepada Ibrahim, sesungguhnya beliau adalah kekasih Allah, lanjutnya. Lalu mereka mendatangi Ibrahim, dan beliau mengatakan; 'Aku tidak sanggup, datanglah kepada Musa, sesungguhnya dia adalah kalimu Rahman (orang yang diajak bicara oleh Allah), maka mereka mendatangi Musa, akan tetapi beliau mengatakan: 'Aku tidak mampu', namun pergilah kalian ke Isa, sesungguhnya dia adalah ruh dan kalimatnya Allah'. Selanjutnya mereka mendatangi Isa, beliau mengatakan; 'Itu bukan bagianku, akan tetapi pergilah kalian kepada Muhammad'. Mereka kemudian mendatangiku, maka aku katakan; 'Akulah yang akan maju'. Lalu aku meminta izin kepada Rabbku, dan diizinkan. Kemudian aku diilhami dengan puji-pujian yang aku haturkan, yang belum aku ketahui sekarang. Maka aku memuji dengan puji-pujian tersebut sambil sujud'. Lalu Allah berfirman; 'Wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakan maka akan didengarkan, mintalan pasti akan diberi, berilah syafa'at maka akan dikabulkan". 
 Setelah Allah Ta'ala Mengizinkan Nabi Muhammad meminta syafa'at serta mengabulkannya, maka datanglah Allah ke tempat perhimpunan tersebut.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan datanglah Tuhanmu sedang Malaikat berbaris-baris".  (QS al-Fajr: 22).
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ وَأَشۡرَقَتِ ٱلۡأَرۡضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ وَجِاْيٓءَ بِٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَقُضِيَ بَيۡنَهُم بِٱلۡحَقِّ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ٦٩ وَوُفِّيَتۡ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا عَمِلَتۡ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِمَا يَفۡعَلُونَ ﴾  [الزمر: 69-70]  
"Dan terang benderanglah bumi (padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Rabbnya, dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan. Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan".  (QS az-Zumar: 69-70).
 Lalu di nampakan setiap amalan para hamba, tatkala didunia.
Hal sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah Azza wa jalla:
قال الله تعالى : ﴿ هَٰذَا كِتَٰبُنَا يَنطِقُ عَلَيۡكُم بِٱلۡحَقِّۚ إِنَّا كُنَّا نَسۡتَنسِخُ مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ﴾  [الجاثية: 29]  
"(Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan".  (QS al-jaatsiyah: 29).
Dan juga firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَكُلَّ إِنسَٰنٍ أَلۡزَمۡنَٰهُ طَٰٓئِرَهُۥ فِي عُنُقِهِۦۖ وَنُخۡرِجُ لَهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ كِتَٰبٗا يَلۡقَىٰهُ مَنشُورًا ١٣ ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبٗا ﴾  [الإسراء: 13-14]  
"Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu".   (QS al-Israa': 13-14).
 Tatkala manusia melihat catatan amalannya mereka semua mengakuinya.

Allah Azza wa jalla menjelaskan hal itu dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُشۡفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلۡكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا ﴾  [الكهف: 49]  
"Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Rabbmu tidak Menganiaya seorang pun".  (QS al-Kahfi: 49).
 Namun ketika mereka semua sudah mengakuinya, mereka berbalik mengingkarinya.

Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ إِلَىٰ رَبِّكَ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡمُسۡتَقَرُّ ١٢ يُنَبَّؤُاْ ٱلۡإِنسَٰنُ يَوۡمَئِذِۢ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ ١٣ بَلِ ٱلۡإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ بَصِيرَةٞ ١٤ وَلَوۡ أَلۡقَىٰ مَعَاذِيرَهُۥ ﴾  [القيامة: 12-15]  
"Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya".  (QS al-Qiyaamah: 12-15).

 Bila keadaannya seperti itu, maka Allah menghadirkan bukti yang akan bersaksi atas perbuatannya.

        Apabila manusia sudah mengakui perbuatannya tatkala didunia, kemudian mereka mengelak maka Allah menghadirkan bukti konkrit dengan mendatangkan saksi-saksi, diantara saksi-saksi tersebut yaitu:
a. Angggota Badan

      Ia dihadirkan sebagai saksi atas perbuatan yang pernah dilakukannya ketika didunia, hal itu, sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah Azza wa jalla:
قال الله تعالى : ﴿ ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ﴾  [سورة يس: 65]  
"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka usahakan".  (QS Yaasiin: 65).
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ حَتَّىٰٓ إِذَا مَا جَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيۡهِمۡ سَمۡعُهُمۡ وَأَبۡصَٰرُهُمۡ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ﴾  [سورة فصلت: 20]  
"Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan".  (QS Fushshilat: 20)
b. Para malaikat yang kita telah diperintahkan untuk mengimani adanya, dengan masing-masing tugas yang mereka pikul. Seperti halnya:

Yang pertama: Malaikat yang ditugaskan untuk mencatat semua ucapan kita. Hal itu seperti yang tertera dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى : ﴿ إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ ١٧ مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيد ﴾  [سورة ق  :17-18]  
"(Yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir".  (QS Qaaf: 17-18).
Kedua: Para Malaikat yang ditugasi untuk mencatat segala perbuatan kita. Allah Azza wa jalla berfirman menegaskan hal tersebut dalam ayatNya:
"Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan".  (QS al-Infithaar: 11-12).

Ketiga: Para Malaikat yang bertugas mencatat sholat lima waktu yang dihadirinya. Berdasarkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu, bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( الْمَلَائِكَةُ يَتَعَاقَبُونَ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ فَيَقُولُ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ يُصَلُّونَ  )) [ رواه البخاري ]
"(Ada para malaikat yang bergantian tugas), yaitu malaikat malam dengan malaikat siang. Mereka biasanya berkumpul pada waktu sholat shubuh dan sholat ashar, kemudian para malaikat malam naik kelangit menghadap Allah, lalu Allah bertanya pada mereka. Sedangkan Dia Maha Mengetahui, Allah bertanya bagaimana keadaan para hambaKu ketika kamu tinggalkan. Mereka menjawab; 'Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat dan kami jumpai mereka pun sedang sholat". 
Keempat: Para malaikat yang ikut hadir pada waktu sholat jum'at untuk mencatat amal kebajikan. Hal itu berdasarkan haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ )) [ رواه البخاري ]
"Apabila hari jum'at, adalah para Malaikat berada pada tiap pintu masjid untuk mencatat siapa orangnya yang datang paling awal, dan jika imam naik mimbar maka mereka semua menutup buku catatannya guna ikut mendengarkan khutbah". 
Kelima: Para Malaikat yang bertugas menjaga serta melindungi dirinya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ ﴾  [سورة الرعد : 11]  
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah..".  (QS ar-Ra'd: 11).
c. Bumi di mana ia dulu  berpijak.

Berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya".  (QS az-Zalzalah: 4-5).
 Manakala Allah Ta'ala telah menetapkan amal perbuatan insan dengan menghadirkan saksi-saksi sebagi penguat, maka amal perbuatan mulai dihisab. Lalu dibentangkan timbangan guna menimbang amalan para hamba.

Hal itu berdasarkan firman Allah Azza wa jalla: 
قال الله تعالى : ﴿ وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٰزِينَ ٱلۡقِسۡطَ لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ نَفۡسٞ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَإِن كَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا بِهَاۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ ﴾  [سورة الأنبياء : 47]  
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan". (QS al-Anbiya': 47).
Al-Hafidh al-Hakami mengatakan dalam bait syairnya:
      Timbangan adalah benar adanya, tak ada kedhaliman 
                         Tiada ditimbang dari hamba kecuali amalannya
    Orang yang berhasil, dialah yang kebajikannya lebih banyak
                Sedangkan yang buruk tenggelam bersama kejelekannya 




 Barangsiapa yang lebih banyak kebajikan dari amal jeleknya maka dia selamat.

Allah Ta'ala berfirman akan hal itu dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَٱلۡوَزۡنُ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡحَقُّۚ فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٨ وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُم بِمَا كَانُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا يَظۡلِمُونَ ﴾  [سورة الأعراف: 8-9]  
"Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami".  (QS al-A'raf: 8-9). 
 Kemudian diberikan ijazah keberhasilannya, yaitu sebuah kitab yang diterima dari sebelah kanan, serta pengumuman kesuksesannya.

Dalam surat al-Haaqah, secara panjang lebar Allah menjelaskan hal tersebut. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ فَأَمَّا مَنۡ أُوتِيَ كِتَٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ فَيَقُولُ هَآؤُمُ ٱقۡرَءُواْ كِتَٰبِيَهۡ ١٩ إِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَٰقٍ حِسَابِيَهۡ ٢٠ فَهُوَ فِي عِيشَةٖ رَّاضِيَةٖ ٢١ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٖ ٢٢ قُطُوفُهَا دَانِيَةٞ ٢٣ كُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ هَنِيٓ‍َٔۢا بِمَآ أَسۡلَفۡتُمۡ فِي ٱلۡأَيَّامِ ٱلۡخَالِيَةِ ﴾  [سورة الحاقة : 19-24]  
"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, Maka Dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai. Dalam syurga yang tinggi. Buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".  (QS al-Haaqqah: 19-24).
Dalam ayat yang lain Allah Azza wa jalla berfirman: 
قال الله تعالى : ﴿ •      .     .       ﴾  [الإنشقاق: 7-9]  
"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya. Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira".  (QS al-Insyqaaq: 7-9).





 Siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka dialah orang yang merugi dan gagal.

Allah Tabaraka wa ta'ala berfirman menggambarkan akan hal itu:
قال الله تعالى : ﴿ وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُم بِمَا كَانُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا يَظۡلِمُونَ ﴾  [الأعراف: 9]  
"Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami". (QS al-A'raaf: 9). 
 Maka dilemparkan ijazah kegagalannya, sambil diterima kitabnya dari sebelah kiri, lantas diumumkan dihadapan khalayak.

Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala di dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَأَمَّا مَنۡ أُوتِيَ كِتَٰبَهُۥ بِشِمَالِهِۦ فَيَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي لَمۡ أُوتَ كِتَٰبِيَهۡ ٢٥ وَلَمۡ أَدۡرِ مَا حِسَابِيَهۡ ٢٦ يَٰلَيۡتَهَا كَانَتِ ٱلۡقَاضِيَةَ ٢٧ مَآ أَغۡنَىٰ عَنِّي مَالِيَهۡۜ ٢٨ هَلَكَ عَنِّي سُلۡطَٰنِيَهۡ ٢٩ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ٣٠ ثُمَّ ٱلۡجَحِيمَ صَلُّوهُ ٣١ ثُمَّ فِي سِلۡسِلَةٖ ذَرۡعُهَا سَبۡعُونَ ذِرَاعٗا فَٱسۡلُكُوهُ﴾  [الحاقة: 32-25]  
"Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, Maka Dia berkata: "Wahai alangkah baiknya jika kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku. "(Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta".  (QS al-Haaqqah: 25-32).
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ •      .     .  • .      • .       .  •      ﴾  [سورة الانشقاق : 10-15]  
"Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang. Maka dia akan berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Rabbnya selalu melihatnya".  (QS al-Insyiqaaq: 10-15).
***