Puasa Anak Kecil di Bulan Ramadhan

Puasa Anak Kecil di Bulan Ramadhan 
 
Segala puji bagai Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Muhammad, nabi dan rasul yang paling mulia.
Adapun selanjutnya:
Berikut ini adalah kumpulan fatwa pilihan dari fatawa para ulama seputar puasa anak kecil.

Batasan umur puasa 

Anak kecil diperintahkan melakukan shalat jika sudah berumur tujuh tahun dan dipukul jika berumur sepuluh tahun. Wajib berpuasa jika sudah baligh. Baligh tercapai dengan keluar mani karena syahwat, tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan, mimpi basah (mimpi yang menyebabkan keluar mani) atau sudah mencapai umur 15 tahun. Anak perempuan pun demikian, hanya ada tambahan tanda lain yaitu keluar haid.
Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dari Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, bersabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- :
(( مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ ))
"Perintahkan anak-anak kalian shalat pada umur 7 tahun, dan pukullah (jika menolak) pada umur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka."
[HR. Ahmad 2927 dan Abu Dawud 495,496.Disahihkan oleh al-Albani di dalam Irwa al-Ghalil]
Juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah -radiallahu'anha- dari Nabi -shalallahu alaihi wasalam-, bahwa beliau bersabda:
(( رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ ))
"Al-Qolam diangkat (tidak dicatat) pada tiga orang: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ihtilam (keluar mani) dan dari orang gila hingga sadar."
[HR. Imam Ahmad 1195 dan Abu Dawud no.4405. Dishahihkan oleh al-Albani di dalam Irwa al-Ghalil]
Dikeluarkan juga yang sepertinya dari riwayat Ali -radiallahu'anhu-, Abu Daud dan at-Turmudzi, dan dia berkata: hadits hasan. Allah-lah pemberi taufik.

[Lajnah Daimah lil Ifta' (Komite Tetap Untuk Fatwa Kerjaan Saudi Arabia) no.1787] 

Sahkah Puasa Anak Yang Tiba-Tiba Baligh
Tanya:
Apakah anak kecil yang sudah mumayyiz (sudah dapat membedakan) diperintahkan untuk berpuasa? Apakah sah puasanya jika tiba-tiba baligh ketika sedang berpusa?
Jawab:
Anak kecil laki-laki maupun perempuan jika sudah berusia lebih dari 7 tahun diperintahkan untuk berpuasa agar terbiasa. Orang tua hendaknya memerintahkannya sebagaimana memerintahkan untuk shalat. Wajib berpuasa jika sudah baligh.
Jika balig di siang hari dan dia sedang berpuasa, puasanya hari itu sah. Jika anak kecil genap berusia 15 tahun ketika matahari tergelincir di siang hari dan dia sedang berpuasa, puasanya sah. Siang pertama adalah nafilah (puasa sunnah) sedangkan sisanya adalah faridhah (puasa wajib). Atau tanda balighnya nampak dengan tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan yang dinamakan dengan al-'anah atau keluar mani karena syahwat.
Perempuan sama hukumnya, hanya saja pada perempuan ada tambahan tanda yang keempat yaitu haid.

[Syaikh Abdul Aziz Ibn Bâz, lihat Tuhfatul Ikhwan hal.160]


Anak berumur kurang dari 15 tahun
Tanya:
Apakah anak yang berumur kurang dari 15 tahun diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana diperintahkan shalat?
Jawab:
Ya, anak kecil yang belum baligh diperintahkan untuk berpuasa jika mampu, sebagaimana dahulu sahabat Nabi -radiallahu'anhum- memerintahkannya kepada anak-anak kecil mereka.
Para ulama telah menyebutkan di dalam nas bahwa waliyul amr (wali anak) hendaknya memerintahkan anak-anak kecilnya untuk berpuasa dengan tujuan melatih dan membiasakan mereka mempraktekkan ajaran Islam dalam diri mereka hingga menjadi kebanggaan bagi mereka. Tetapi jika hal itu memberatkan atau membahayakan, maka mereka tidak harus melakukannya. 
Saya ingatkan di sini, bahwa sebagian orang tua yang melarang anak-anak mereka berpuasa sebenarnya telah menyelisihi apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi -radiallahu'anhum-, meskipun dengan dalih kasihan. Hakikatnya menyayangi anak justru dengan memerintahkan mereka mengerjakan syariat Islam, melatih dan membiasakannya. Hal ini tentu tidak diragukan merupakan pendidikan yang baik dan pengasuhan yang sempurna.
Telah jelas dari Nabi -shalallahu alaihi wasalam-, beliau bersabda:
((  إِنَّ الرَجُلَ رَاع فِي أَهْلِ بَيْتِهِ وَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ  ))
"Sesungguhnya seorang lelaki itu adalah ro'i (pemimpin) pada keluarganya dan akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya."
[HR. al-Bukhari no. 2600]
Yang semestinya bagi waliyul amr yang telah Allah beri tanggung jawab keluarga dan anak-anak untuk takut kepada Allah, dengan memerintahkan mereka apa-apa yang telah Allah perintahkan dari syariat Islam.

[Syaikh Muhammad Ibn Saleh al-Utsaimin, lihat kitab Ad-Da'wah 1/145-146]

Hukum puasa anak kecil yang belum baligh
Tanya:
Apa hukum puasa anak kecil yang belum baligh?
Jawab:
Puasa anak kecil seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya tidaklah wajib. Akan tetapi wali anak memerintahkan mereka untuk membiasakan. Puasa tersebut bagi anak-anak itu ada pahala dan tidak ada dosa jika meninggalkannya.

[Syaikh Muhammad Ibn Saleh al-Utsaimin, lihat Fiqhul Ibadât hal 186]

Memaksa anak agar tidak berpuasa
Tanya:
Anak kecil memaksakan diri tetap berpuasa Ramadhan, padahal puasa membahayakan dan mengganggu kesehatannya karena umurnya yang masih kecil. Apakah boleh saya bersikap keras agar ia tidak berpuasa?
Jawab:
Jika anak itu masih kecil dan belum balig, tidak diharuskan berpuasa. Akan tetapi jika mampu tanpa masyaqoh (merasa berat) maka mereka diperintahkan. Sahabat -radiallahu'anhum- dahulu memerintahkan anak-anak kecil mereka untuk berpuasa, apabila menangis mereka dialihkan dengan diberi mainan. 
Tetapi jika sudah pasti itu membahayakan maka dia boleh dicegah dari berpuasa. Jika Allah -subhanahu wata'âla- melarang kita memberi anak-anak kecil harta karena khawatir akan kerusakan, maka kekhawatiran mudarat pada fisiknya lebih utama untuk dicegah. Cara kasar tidaklah sepatutnya dilakukan dalam bermuamalah dengan anak-anak dalam pendidikannya.

[Fatawa wa Rasail as-Syaikh Ibn Utsaimin 1/493]

Puasa anak perempuan
Tanya:
Kapan anak perempuan diwajibkan berpuasa?
Jawab:
Anak perempuan diwajibkan berpuasa jika mencapai umur taklif (pembebanan), yaitu telah balig dengan tanda-tanda genap berusia 15 tahun, tumbuh bulu di sekitar kemaluan, keluar mani, haid (datang bulan), atau kehamilan. Jika terdapat tanda-tanda itu dia harus berpuasa sekalipun umurnya baru 10 tahun. Sungguh tidak sedikit anak perempuan yang telah haid pada usia 10 tahun atau 11 tahun, sehingga keluarganya menganggap enteng dan menganggapnya masih kecil sehingga tidak diharuskan puasa. Ini salah. Sesungguhnya anak perempuan jika haid berarti telah menjadi wanita dewasa dan sudah terkena taklif (kewajiban menjalankan syariat).

[Syaikh Abdullah Ibn Jibrin. Fatwa as-Shiam hal.34]

Anak perempuan jika baligh wajib berpuasa
Tanya:
Ketika berusia 14 tahun saya telah mendapat haid (datang bulan), tetapi tidak berpuasa di tahun itu akibat kebodohan saya dan keluarga. Kami tidak mengetahuinya karena jauhnya kami dari ulama. Menginjak usia 15 tahun saya puasa. Saya mendengar dari sebagian Mufti bahwa perempuan jika sudah datang bulan wajib berpuasa sekalipun usianya kurang dari umur baligh. Mohon penjelasannya?
Jawab:
Penanya yang menyatakan mendapat haid pertama ketika berusia 14 tahun tetapi tidak tahu kalau itu adalah tanda baligh tidaklah berdosa ketika tidak berpuasa di tahun itu,  karena tidak tahu (jahil). Orang bodoh tidak berdosa. Akan tetapi ketika dia tahu bahwa puasa telah wajib atasnya, wajib baginya bersegera mengqodho (mengganti) puasa bulan tersebut. Karena anak perempuan jika sudah baligh wajib berpuasa.
Anak perempuan menjadi balig jika terdapat 4 dari hal berikut:
1- Genap berusia 15 tahun.
2- Tumbuh bulu kemaluan.
3- Keluar mani.
4- Haid.
Jika terdapat satu dari 4 tanda di atas, maka dia telah balig dan telah terbebani menjalankan syariat, wajib melakukan ibadah sebagaimana diwajibkan kepada orang dewasa.
[Al-Muntaqo Min Fatawa Saleh al-Fauzan 3/132]

Apakah anak saya sudah harus berpuasa
Tanya:
Saya punya putra yang berumur 12 tahun. Apakah dia harus berpuasa atau boleh memilih dan tidak wajib, mengingat dia tidak mampu untuk berpuasa selama sebulan penuh. Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Jawab:
Jika anak yang disebutkan itu belum baligh, tidak harus berpuasa. Akan tetapi wajib memerintahkannya untuk berpuasa jika dia sanggup, agar melatih dan menjadikannya terbiasa. Sebagaimana halnya perintah shalat jika sudah berumur 10 tahun boleh dipukul karenanya. 
Allah memberi taufik kepada semua.

[Syaikh Abdul Aziz Ibn Bâz, lihat Tuhfatul Ikhwan hal.172

Puasa Ramadhan diwajibkan jika baligh
Tanya:
Saya memiliki putri yang berusia 13 tahun. Kami memiliki keyakinan bahwa anak perempuan tidak berpuasa hingga usianya 15 tahun. Akan tetapi sebagian orang mengatakan bahwa anak perempuan jika sudah haid (datang bulan) wajib berpuasa. Kami pun menanyakannya kepada putri kami, dan dia mengatakan bahwa dia telah datang bulan sebelum berusia 13 tahun, yaitu pada usia 10 tahun. Oleh karena itu kami ingin mengetahui hakikat yang sebenarnya. Apakah putri kami hendaknya berpuasa pada usia 15 tahun atau ketika datang haid. Jika diwajibkan dengan datang bulan, apa yang dapat kami lakukan dengan 3 tahun sebelumnya, apakah harus memuasainya? Mengingat saya bodoh akan hal ini dan tidak tahu sama sekali. Kami mohon kemuliaan Syaikh untuk menjawabnya dengan rasa terima kasih.
Jawab:
Sungguh putri saudari wajib berpuasa Ramadhan jika mencapai baligh. Dan kebaligan tercapai dengan salah satu berikut:
1- Genap berusia 15 tahun.
2- Haid (datang bulan bagi perempuan).
3- Tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan.
4- Keluarnya mani karena syahwat dengan sadar atau dalam keadaan tidur, sekalipun umurnya kurang dari 15 tahun.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka wajib baginya untuk mengqodho (mengganti) puasa yang ditinggalkan setelah haid pertama dan hari-hari haid di bulan Ramadhan setelahnya. Sebagaimana pula wajib atasnya membayar kafarah, yaitu memberi makan satu orang miskin setiap harinya karena telah mengakhirkan qodho hingga datang Ramadhan berikutnya. Kadarnya 1/2 sho' (1kg -1,5kg) dari makanan pokok negerinya setiap hari, jika sanggup. Jika dia fakir, maka tidak ada kewajiban memberi makan, cukup baginya puasa.
Semoga Allah memberi taufik kepada semua dengan apa-apa yang dicintai dan diridhainya.

[Majmu Fatwa wa al-Maqolât Mutanawi'ah Syaikh Abdul Aziz Ibn Bâz 15/173]

Syarat sah puasa anak kecil
Tanya:
Apa syarat sahnya puasa anak kecil? Apakah benar bahwa pahala puasanya untuk orang tuanya?
Jawab:
Disyaratkan bagi orang tua untuk membiasakan putra putrinya berpuasa sejak dini jika mereka mampu, sekalipun usianya kurang dari 10 tahun. Jika sudah 10 tahun ditekankan untuk berpuasa. Jika mereka berpuasa sebelum baligh, hendaknya meninggalkan segala yang membatalkan puasa sebagaimana orang dewasa baik makan, minum dan lain sebagainya. Orang tuanya mendapatkan pahala atas hal itu.

[Syaikh Abdullah Ibn Jibrin, lihat Fatwa as-Shiam hal.33]


Anak kecil wajib puasa
Tanya:
Apakah anak kecil wajib berpuasa?
Jawab:
Anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan berpuasa, akan tetapi dilatih melakukannya, khususnya jika mendekati balig, sehingga jika baligh hal itu sudah tidak berat lagi. Akan berbeda dengan yang tidak membiasakannya sampai dia baligh, nampak kesulitan dan terasa berat.
Telah jelas bahwa para sahabat memerintahkan anak-anak kecil mereka untuk berpuasa ketika datang perintah berpuasa hari Asyuro. Mereka berkata: 
"Jika ada yang berkata: 'kami ingin makan', kami pun memberinya mainan dari bulu supaya bermain-main dengannya hingga tenggelam matahari."
[Syaikh Abdullah Ibn Jibrin, Fatawa as-Shiam hal.33]
***

Hukum Dan Keutamaan Lailatul Qodar

Hukum Dan Keutamaan 
Lailatul Qodar
 
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah semata, yang tidak memiliki sekutu, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Salawat dan salam serta berkah senantiasa tercurah kepada Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Adapun selanjutnya:

Pada kehidupan setiap umat terdapat kejadian yang selalu dikenang, hari-hari baik yang membuat hati tertambat dan jiwa menjadi kelu. Sesungguhnya umat ini telah dimuliakan dengan kejadian-kejadian besar, hari-hari dan malam-malam yang sempurna.
Di antara nikmat yang diberikan Sang Pencipta kepada umat ini adalah malam yang disifati sebagai malam penuh berkah karena banyaknya keberkahan, kebaikan dan keutamaan. Ia adalah malam Lailatul Qodr. Ia memiliki kedudukan yang agung, padanya terdapat kemuliaan dan pahala yang berlebih.
Pada malam itu Allah turunkan al-Quran. Allah -subhanahu wata'âla- berfirman:
قال تعالى: ﴿               ﴾  
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qodr), dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu?" (QS.al-Qodar: 1-2)
Firman-Nya pula:
قال تعالى: ﴿        •     ﴾
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan." (QS. Ad-Dukhân: 3)
Malam ini terdapat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah dan bukan pada bulan yang lain. Allah -ta'âla- berfirman:
قال تعالى: ﴿        ﴾
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran..." (QS. Al-Baqarah: 185)
Malam ini dinamakan malam Lailatul Qodr karena Allah mengqadar (menentukan) rizki dan ajal, seluruh kejadian alam, menentukan siapa yang hidup dan mati, yang selamat dan yang celaka, yang bahagia dan yang sengsara, yang kaya dan melarat, yang mulia dan yang terhina, musim kemarau dan musim panen serta segala yang Allah inginkan pada tahun itu, kemudian mengabarkannya kepada malaikat untuk merealisasikannya, sebagaimana firman Allah -ta'âla-:
قال تعالى: ﴿         ﴾
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad-Dukhân: 4)
Itu adalah takdir tahunan dan takdir khusus. Adapun takdir umum, lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi telah lebih dulu ditetapkan sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits sahih.
Allah telah menyitir kemuliaan malam ini dan menunjukkan keagungannya. Allah -azzawajalla- berfirman:
قال تعالى: ﴿                    ﴾ 
"Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu? Malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu lebih baik dari seribu bulan." (QS.al-Qadr: 2-3)
Siapa yang ibadahnya di waktu itu diterima, menyamai ibadah selama 1000 tahun, setara kurang lebih 83 tahun 4 bulan. Ini adalah pahala yang besar, dan balasan yang agung atas amal yang ringan dan sedikit.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
  ))مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ((   
"Siapa yang shalat pada malam lailatul Qodr dengan iman dan mengharap pahala, diampuni dosanya yang telah lalu."
[HR. Al-Bukhari di dalam sahihnya no. 1901]
Menghidupkan malamnya karena percaya dengan janji pahala dan mengharap balasan, bukan karena hal lain. Penentunya adalah kesungguhan dan ikhlas, sama saja mengetahuinya atau tidak mengetahuinya.
Hendaknya engkau bersungguh-sungguh wahai saudaraku yang mulia untuk shalat dan berdoa pada malam itu. Sesungguhnya ia merupakan malam yang berbeda dari malam lain sepanjang tahun. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya, waspadai kelezatan tidur dan kesenangan hidup. 
Adapun waktu dan persisnya, terdapat berita dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- ia adalah malam ke 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam Ramadhan. 
Imam Syafi’i -rahimahullah-  berkata: 
"Menurutku –wallahu a’lam- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan. Ketika ditanyakan kepadanya: 'Apakah kita menantikannya pada malam demikian?' Beliau menjawab: 'Nantikanlah pada malam demikian'."  

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan malam Lailatul Qodr hingga terdapat 40 pendapat. Hal itu disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bâri. Pendapat tersebut sebagiannya lemah, sebagian lagi ganjil dan sebagian lagi batil.
Yang sahih dalam hal ini adalah hari-hari ganjil pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, 21, 23, 25, 27 dan 29 sebagaimana hadits Aisyah -radiallahu'anha-, dia berkata: 
“Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- menantikan Lailatul Qodr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dan bersabda: 
 ))تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ((  
"Upayakan malam Lailatul Qodr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan."
[HR. Al-Bukhari no. 2017]
Bilamana seseorang lelah dan melemah kesungguhannya, hendaknya mengupayakannya pada tujuh hari ganjil  terakhir, 25, 27, 29 sebagaimana hadits Abdullah Ibn Umar -radiallahu'anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
 ))الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى((
“Nantikanlah Lailatul Qodr pada sepuluh hari terakhir, jika lemah dan tidak sanggup, jangan terluput 7 hari yang tersisa." 
[HR Muslim no.2822 dan Ahmad II/44,75]
Dengan perincian ini hadits-hadits tersebut menjadi saling mendukung dan tidak bertentangan. Yang lebih dekat kepada dalil bahwa malam Lailatul Qodr berpindah-pindah, tidak tetap pada satu malam tertentu setiap tahunnya. Sekali waktu terjadi pada malam 21, pada waktu lain 23, 25, 27, 29, dan tidak dapat dipastikan. Pembuat syariat yang Maha Bijaksana telah merahasiakan waktunya agar kita tidak hanya bergantung pada malam tertentu saja dan meninggalkan amal serta ibadah pada sisa malam-malam Ramadhan yang lain. Dengan demikian dihasilkan kesungguhan pada seluruh malam hingga dia mendapatkan malam itu.
Yang benar adalah bahwa tidak disyaratkan mendapatkan malam itu dengan melihat atau mendengar sesuatu. Tidak musti mereka yang mendapatkannya tidak akan mendapat pahala hingga menyaksikan segala sesuatu bersujud, atau melihat cahaya, atau mendengar ucapan salam, atau bisikan dari malaikat. Tidak benar bahwa malam Lailatul Qodr tidak didapat kecuali jika melihat hal-hal di luar kewajaran, akan tetapi keutamaan Allah itu luas.
Tidak benar juga siapa yang tidak mendapatkan tanda-tanda Lailatul Qodr berarti dia tidak mendapatkannya. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- tidak membatasi alamatnya dan tidak menafikan karomah.
Ibnu Taimiyah berkata:
“Terkadang Allah memperlihatkan kepada sebagian manusia dalam tidur atau dengan sadar sehingga dia melihat cahayanya, atau mendengar ada yang berbicara kepadanya bahwa malam itu adalah Lailatul Qodar. Terkadang dibukakan hatinya menyaksikan apa-apa yang menjelaskan terjadinya malam itu.”
An-Nawawi berkata: 
“Sesungguhnya dia diperlihatkan. Allah telah memperlihatkan kepada siapa saja dari bani Adam dengan kehendak-Nya setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana diperlihatkan kejadian-kejadian dan dikhabarkan oleh orang-orang saleh tentangnya. Kesaksian mereka yang telah melihatnya tidak sedikit. Adapun perkataan al-Qodhi Iyadh dari al-Muhlib Ibn Abi Shofroh:
"Tidak mungkin melihatnya secara hakiki" 
Merupakan kekeliruan pendapat yang buruk,, aku mengingatkan hal ini agar tidak tertipu karenanya."
Al-Hafidz Ibn Hajar menukilkan, bahwa siapa yang melihat malam Lailatul Qodar disukai untuk merahasiakannya dan tidak mengabarkannya kepada seorang pun, hikmahnya bahwa hal itu adalah karomah, dan karomah sepatutnya dirahasiakan tanpa khilaf.
Lailatul Qodr tidak khusus untuk umat ini, akan tetapi umum, untuk umat Muhammad dan umat terdahulu seluruhnya. Dalam hadits Abu Dzar -radiallahu'anhu- dia bertanya:
"Wahai Rasulullah, apakah malam lailatul qodr terjadi ketika ada nabi, dan jika wafat malam itu diangkat (ditiadakan)?"
"Tidak, bahkan ia terjadi sampai hari kiamat." Jawab Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- .
[HR. Ahmad dan selainnya. Dan haditsnya sahih]
Di antara tanda Lailatul Qodr yang bisa diketahui, sebagaimana hadits Ubay Ibn Ka'ab -radiallahu'anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
"Matahari terbit pada pagi malam Lailatul Qodr cahayanya putih tidak terik." [HR. Muslim ]
Maksudnya adalah hal itu terjadi karena banyaknya Malaikat pada malam itu yang turun naik ke langit sehingga cahaya terik matahari tertutupi oleh sayap-sayap dan tubuh mereka." –selesai perkataannya-
Adapun tanda-tanda lain, tidak ada hadits sahih yang menetapkannya, seperti: malam yang tenang, tidak panas dan tidak dingin, bintang tidak terlihat atau setan tidak sanggup keluar dengan terbitnya matahari di hari itu.
Terdapat tanda yang tidak ada dasarnya sama sekali dan tidak sahih, seperti: pohon yang bersujud ke bumi kemudian kembali posisinya semula, air asin akan berubah menjadi manis, anjing tidak menggonggong dan cahaya ada di mana-mana.
Malam Lailatul Qodar tidak khusus bagi mereka yang sedang shalat saja, tetapi juga bagi wanita yang sedang nifas dan haid, musafir dan mukim. Dhohak –-rahimahullah- berkata:
"Mereka semua memiliki bagian pada malam Lailatul Qodr. Siapa saja yang diterima amalannya akan Allah beri dia bagiannya dari malam Lailatul Qodr itu."
Hendaknya seseorang itu menyibukkan kebanyakan waktunya dengan doa dan shalat. Imam Syafi'i -rahimahullah- berkata: 
"Disukai memulai kesungguhannya di siang hari seperti kesungguhannya di malam hari." 
Sufyan ats-Tsauri -rahimahullah-  berkata:
"Berdoa pada malam hari lebih aku sukai dari shalat, dan doa di malam Lailatul Qodr masyhur dan terkenal di antara para sahabat. Hendaknya engkau bersungguh-sungguh wahai saudara dan saudariku yang mulia untuk memilih doa-doa simpel yang terdapat di dalam al-Quran, yang dahulu Nabi -shalallahu alaihi wasalam- berdoa dengannya atau menganjurkannya. Perlu kita semua tahu bahwa tidak ada doa khusus pada malam Lailatul Qodr yang tidak dibaca selain ia saja, akan tetapi setiap muslim berdoa dengan yang sesuai keadaannya. Dari doa yang terbaik yang dipanjatkan pada malam yang penuh berkah ini adalah apa yang dikeluarkan oleh an-Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah dari Aisyah -radiallahu'anha- dia berkata:
"Seandainya aku tahu kapan malam Lailatul Qodr itu, niscaya doa yang banyak aku panjatkan adalah meminta pengampunan dan keafiatan."
Demikianlah setiap muslim berupaya untuk berdoa dengan doa yang jâmiah (simpel) dari doa-doa Nabi -shalallahu alaihi wasalam- yang terekam dalam banyak situasi dan kondisi, yang khusus maupun umum.
An-Nawawi berkata: 
"Disukai memperbanyak doa bagi kepentingan kaum muslimin pada malam itu, dan ini adalah syiar orang-orang saleh, dan hamba-hamba-Nya yang mengetahui." 
–selesai perkataannya-
Demikianlah wahai kaum muslimin, sesungguhnya kalian memiliki saudara-saudara yang tertindas di barat dan di timur dari belahan bumi ini, kalian memiliki saudara-saudara yang mengorbankan diri untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, janganlah bakhil untuk mendoakan mereka.
Wahai Allah, yang telah menciptakan manusia dan menumbuhkannya, yang menciptakan lisan dan memfungsikannya, wahai Zat yang tiada menolak doa, berilah setiap kami apa yang diharapkannya, dan sampaikan mereka kepada negeri abadi. Wahai Allah, ampuni segala kesalahan kami, tutupi segala kesalahan kami, berilah kelonggaran kepada kami pada hari pertanyaan, berilah manfaat seluruh kaum muslimin dari apa yang telah engkau turunkan dari kitab-Mu, wahai Zat yang Maha Penyayang.
Salawat dan salam tercurah kepada Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
___________
Referensi:
1) Arba'un Darsan Liman Adroka Romadhan, oleh Abdul Malik al-Qossam hal.126.
2) Al-Mawahib al-Hissan Fi Wadzoif Shahru Ramadhan, oleh Nashir al-Harbi hal. 203-204.
3) Ithaf Ahlul Iman Bidurûs Shahri Ramadhan, oleh Soleh al-Fauzan hal. 68
4) Durus Ramadhan, oleh Audah hal.87.
5) Syarh as-Sodr Bizikri Lailatil Qodr, oleh al-Irâqi hal. 45.
6) Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar IV/319, 333-341.
7) Shifatus Soum Nabi -shalallahu alaihi wasalam- Fi Ramadhan, oleh al-Hilali dan Ali Hasan hal.686-90.
8) Majmu al-Fatawa, oleh Ibnu Taimiyah II/286.
9) Syarh an-Nawawi terhadap kitab Sahih Muslim VI/289 no. 762, VII/314, VIII/312 no.1762, VIII/313
10) Musnad Ahmad XV/547 no.21391.
11) Wadzâif Ramadhan, oleh Ibnu Qôsim hal.62,68-69.
12) Al-Adzkar, oleh an-Nawawi hal.247 no.582.
13) Ithâful Khibroh, oleh Labushiri III/130-131 no. 2369.
14) Mawârid adz-Dzomân Ila Zawaid Ibni Hibbân, oleh Lhaitsami III/131 no. 926.
15) Amalul Yaum wal Lailah, oleh an-Nasai hal.499-500 no.782-878.
16) Al-'Alwân Syarh al-Bulugh (manuskrip).
***

Adab Makan

Adab Makan

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya di antara rahasia keagungan agama ini adalah bahwa Islam tidak meninggalkan satu sisi pun dari kehidupan ini kecuali terdapat baginya penjelasan dan tuntunan. Di antara aktifitas kehidupan yang dijelaskan aturannya adalah tata cara makan. Di antara adab dan tata cara makan itu adalah: 
Pertama: Membaca bismillah sebelum makan dan minum. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Amru bin Salamah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anak sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa-apa yang dekat denganmu”.  
Dan apabila seseorang lupa mengucapkan bismillah saat akan menyantap makanan maka hendaklah dia menyebut nama Allah saat mengingatnya. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kamu memakan makanan, hendaklah membaca: 
بِسْمِ اللهِ
Apabila lupa pada permulaannya, hendaklah membaca:
بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ. 
Kedua: Makan dan minum dengan tangan kanan. Dan tidak boleh bagi seorang muslim makan dan minum menggunakan tangan kiri. Di dalam riyawat Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Salamah bin Akwa’ bahwa seorang lelaki makan di sisi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan tangan kirinya maka beliau menegurnya, “Makanlah dengan tangan kananmu”. Lelaki itu berkata: Aku tidak bisa” . Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya: Kamu tidak akan  bisa. Tidak ada sesuatu apapun yang menghalanginya kecuali kesombongan. Perawi berkata: Maka diapun tidak mampu mengangkat tangannya ke mulutnya”. 
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan maka hendaklah dia makan dengan tangan kanannya dan apabila dia minum maka hendaklah dia minum dengan tangan kanannya, sebab sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya”. 
Ketiga: Makan dengan menggunakan tiga jari. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ka’b bin Malik bahwa dia berkata sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam makan dengan tiga jari dan apabila telah selesai maka beliau menjilati jari beliau”. 
Keempat: Menjilati jari-jari dan piring tempat makan. Apabila seseorang makan dan terdapat sisa-sisa makanan dan tidak membahayakan dirinya jika dia memakan makanan tersebut atau terdapat sisa-sisa makanan pada piring tempat makanan maka disunnahkan menjilatinya sebab seseorang tidak mengetahui di bagian makanan yang manakah berkah itu tersimpan, sebagiamana disunnahkan menjilati jari-jari. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ka’ab bin Malik berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  makan dengan tiga jari dan apabila telah selesai menyantap makanan maka beliaupun menjilati jari beliau”. 
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Jabir bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menjilati jari-jari dan piring tempat makan dan beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di bagian manakah berkah itu tersimpan”. 
Kelima: Memakan makanan yang berserakan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila ada sisa suapan makanan kalian yang terjatuh maka janganlah dia meninggalkannya untuk setan dan janganlah dia mengusap tangannya dengan sapu tangan sehingga dia menjilati jarinya terlebih dahulu sebab dia tidak mengetahui di bagian makanan manakah berkah itu tersimpan”. 
Keenam: Makan bersama orang lain, baik dengan istri, anak-anak dan yang lainnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab shahihnya dari Wahsy bin Harb dari bapaknya dan kakeknya radhiallahu anhu bahwa para shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami makan namun kami tidak merasakan kenyang. Beliau bersabda, “Mungkin kalian makan secara terpisah-pisah?”. Mereka menjawab: Benar. Beliau bersabda: Makanlah secara bersama, dan sebutlah nama Allah padanya niscaya Allah akan memberikan keberkahan pada makanan kalian”. 
Ketujuh: Dilarang bernapas di dalam bejana. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Qotadah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian minum maka janganlah dia bernapas di dalam bejana tersebut”. 
Sama halnya dengan meniup makanan dan minuman. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’id Al-Khudri berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang bernapas pada bejana dan meniup padanya”. 
Kedelapan: Dilarang mengambil makanan dari bagian atas piring tempat makan atau dari sisi bagian tengah makanan. Hal ini terbagi menjadi dua bagian: 
Pertama: Makan tersebut satu jenis. Maksudnya adalah makanan  yang terdapat di dalam piring tersebut terdiri dari satu jenis makanan, maka disunnahkan untuk memakan bagian makanan yang lebih  dekat darinya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits yang telah disebutkan sebelumnya: “dan makanlah apa-apa yang dekat denganmu”.  Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma: Keberkahan itu turun pada bagian tengah makanan, maka makanlah sisi-sisi pinggir makanan dan janganlah kalian memulai makan pada bagian tengahnya”. 
Kedua: Makanan tersebut terdiri dari banyak jenis, maka tidak mengapa untuk menyantap makanan dari sisi atas piring, sisi pinggir. Dan hal ini didasarkan pada riwayat Al-Bukhari dan Muslim di dalam  kitab shahihnya dari Anas bin Malik berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengambil daging unta yang banyak bulunya dari sisi-sisi pinggir piring”. 
Kesembilan: Dilarang minum dengan cara berdiri. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum secara berdiri dan barangsiapa yang lupa maka hendaklah dia muntahkan”. 
Kesepuluh: Sederhana saat menyantap makanan. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Miqdam bin Ma’di Kalrib berkata, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika harus maka hendaklah dia mengisi sepertiga perutnya untuk makanannya, dan sepertiganya untuk minumannya dan sepertiganya lagi untuk napasnya”. 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
***

Tafsir Surat Al Falaq

Tafsir Surat Al Falaq

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada telinga kita dan butuh untuk direnungi dan dipikirkan adalah surat Al-Falaq:
قال تعالى:  قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ . مِن شَرِّ مَا خَلَقَ . وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ . وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ . وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ 
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki". (QS. Al-Falaq: 1-5)
Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa sesungguhnya apabila Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam terkena suatu penyakit maka beliau membaca Al-Mu’awwidzat untuk dirinya, lalu meniup padanya. Dan pada saat beliau sakit keras maka akulah yang membacakan Mu’awwidzat lalu mengusapaknnya pada tangannya guna mengharap keberkahannya”. 
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa apabila Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hendak berbaring pada ranjangnya pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniupnya dan membaca:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ dan قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ dan قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Lalu beliau mengusap dengannya bagian tubuh yang mampu diusapnya dimulai dari bagian kepala dan wajah, lalu bagian terdepan dari badan, hal itu beliau lakukan selama tiga kali”. 
Diriwyatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Uqbah bin Amir berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tidakkah engkau mengetahui beberapa ayat yang diturunkan kepadaku pada malam hari yang tidak ada ayat yang diturunkan sepertinya?. 
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ dan قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ 
Artinya: aku kembali, berlindung dan berpegang kepada Tuhan yang menguasai waktu subuh, dan maknanya bisa mencakupi yang lebih luas dari makna waktu subuh. Sebab kata “الْفَلَقِ” bermakna segala sesuatu yang dibelah oleh Allah baik waktu pagi dengan menyinsingkannya atau membelah butiran dan biji-bijian dengan menumbuhkannya, sebgaiamana firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala:
قال تعالى:  إِنَّ اللّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى 
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji 
buah-buahan. (QS. Al-An’am: 95)
قال تعالى:  فَالِقُ الإِصْبَاحِ  
“Dia menyingsingkan pagi”. QS. Al-An’am: 96.

قال تعالى:  مِن شَرِّ مَا خَلَق َ
Artinya dari kejahatan semua makhluk bahkan kejahatan diri, sebab hawa nafsu memerintahkan kepada yang buruk. Dan disebutkan di dalam sebuah hadits: Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami. Dan kalimat “dari kejahatan makhluk -Nya”, mencakup kejahatan setan, manusia dan jin serta bintang-binatang dan lain-lain.
قال تعالى:   وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ 
“Al-Gasiq” makananya adalah malam, dikatakan pula makananya adalah bulan, dan yang benar adalah makananya secara umum yang mencakup apa yang telah disebutkan di atas. Adapun kata tersebut dimkanai dengan kata malam, didasarkan pada firman Allah:
قال تعالى:  أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ 
Dirikanlah salat dari sesudah mata hari tergelincir sampai gelap malam. (QS. Al-Isro’:  78)
Dan pada waktu malam banyak hewan dan bintang buas yang keluar, oleh karena itulah dianjurkan berlindung dari kejahatan yang terjadi pada waktu malam. Adapun memaknai kata “Al-Gasiq” dengan kata bulan, didasarkan pada hadits riwayat Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melihat kearah bulan dan bersabda: Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan bulan ini, sebab inilah yang sebut dengan gasiq. Sebab kekuasaannya terjadi pada waktu malam. Dan apabila malam telah masuk maka hari menjadi gelap gulita. Dan begitu juga dengan bulan saat memncarkan cahayanya maka terjadi saat kegelapan tiba dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada waktu malam.
قال تعالى:  وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ 
Karena itulah adalah para tukang sihir yang mengikat tali dan yang lainnya. Mereka meniup pada buhul-buhul tersebut sambil membaca jampi-jampi yang menyebut nama-nama setan pada setiap buhul, kemudian kembali meniupnya lalu mengikatnya lalu kembali meniup mantra padanya, dan dengan jiwanya yang busuk tersebut berniat untuk menyihir seseorang sehingga berdampak negative bagi orang yang terkena sihir. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan dengan lafaz “Al-Naffatsat” bentuk jamak untuk wanita tidak menggunakan bentuk jamak laki-laki yaitu kata Al-Naffatsin sebab biasanya yang banyak menggunakan sihir jenis ini adalah para wanita, oleh karena itulah Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman:  النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  . Karena  bisa juga berarti jiwa-jiwa yang menghembus, dan penafsiran dengan makna ini mencakup pria dan wanita. Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah disihir oleh seorang Yahudi dari Bani Zuraiq bernama Lubaib bin Al-A’sham. Aisyah berkata bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merasa berbuat sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, sehingga pada suatu saat beliau berdo’a dan terus berdo’a beliau bersabda: Wahai Aisyah apakah engkau mengetahui bahwa Allah telah memberikan jawaban terhadap perkara yang aku minta jawabannya?. Aku telah didatangi oleh dua orang lelaki salah seorang dari mereka duduk di sisi sisi kepalaku dan yang lain di sisi kakiku. Lelaki yang berada di sisi kepalaku berkata kepada lelaki yang berada di sisi kakiku atau lelaki yang berada di sisi kakiku berkata kepada lelaki yang berada di sisi kepalaku: Penyakit apa yang dirasakan oleh lelaki ini?. Lelaki yang lain menjawab: Dia sedang terkena sihir. Jawabnya. Lelaki itu bertnya kembali: Siapakah yang menyihirnya?. Yang lain menjawab: Lubaid bin Al-A’sham. Lelaki itu kembali bertanya: Pada apakah dia terkena sihir? Iya dengan menggunakan sebuah sisir dan rambut. Dan dia berkata: dan menggunakan kuncup bunga kurma jantan. Dia bertanya kembali: Di manakah dia?. Lelaki yang lain berkata: “Pada sumur Arwan”. Aisyah berkata: Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para shahabat beliau kemudian bersabda: Wahai, demi Allah airnya seakan air dari campuran pacar (warna merah), dan kurma yang tumbuh padanya seakan kepala setan”.
Aku berkata: Wahai Rasulullah apakah engkau tidak membakarnya?. Beliau bersabda: Tidak, sebab Allah telah menyembuhkan diriku dan aku benci mengungkit keburukan di tengah masayarakat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil sihir tersebut lalu ditimbunnya”. 
Firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala: 
  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ 
Al-Hasid (orang yang dengki) adalah orang yang tidak suka nikmat Allah berada pada orang lain, engkau akan mendapatkan orang yang terjangkiti penyakit ini, dengan tanda-tanda dia akan merasa tidak senang  jika dia melihat nikmat Allah Subahanahu Wa Ta’ala berada pada seseorang baik berupa harta, jabatan, ilmu dan yang lainnya dan dengan hal itu dia akan menjadi orang yang dengki. Hasad ada dua macam: Jenis hasad di mana seseorang benci melihat nikmat Allah Subahanahu Wa Ta’ala berada pada seseorang namun dia tidak bertindak yang membahayakan orang yang didengkinya. Kedengkiannya menjadikannya bimbang dan bingung karena nikmat yang diberikan oleh Allah Subahanahu Wa Ta’ala kepada orang lain.Dan bencana yang paling besar adalah dampak  negatif orang yang dengki pada saat dia dengki. Oleh karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman:  حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.
Di antara dampak negatif orang yang dengki saat dia dengki adalah penyakit ain yang bisa mengenai orang yang ia iri padanya.  Sebab hal itu biasanya tidak muncul kecuali dari orang yang memiliki tabiat yang buruk dan berjiwa busuk. Dan penyakit ain ini, seperti yang disebutkan di dalam hadits yang shahih di dalam riwayat Muslim dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Ain itu benar adanya, seandainya ada sesuatu yang mendahului qodar maka sungguh penyakit ainlah yang pasti mendahuluinya”. 
Diriwyatkan oleh Ibnu Adi di dalam kitab Al-Kamil dari Jabir bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya penyakit ain ini sungguh menjadi penyebab seseorang masuk ke dalam kubur dan menyebabkan onta di masak pada panci”. 
Al-Manawi berkata: maksudnya adalah bisa menyebabkan dirinya terbunuh sehingga menjadikan dirinya masuk ke dalam kubur dan menyebabkan onta dimasukkan ke dalam panci, maksudnya adalah jika onta tersebut terkena oleh penyakit ain, atau dengan sebab penyakit ain tersebut onta itu hampir mati yang akhirnya mendorong pemiliknya untuk menyembelihnya dan memasaknya pada panci. Hal ini berarti ain adalah penyakit yang menyebabkan kematian. Maka seharusnya bagi orang yang menjadi sumber penyakit ain untuk segera menanggulangi ain tersebut dengan mengucapkan kata-kata yang menjunjung kemahatinggian Allah dan kata-kata ini menjadi ruqyah bagi penyakit ain tersebut”. 
Diriwyatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’’id Al-Khudri bahwa Jibril mendatangi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam  dan berkata: Wahai Muhammad sepertinya engkau merasakan suatu penyakit?. Maka beliau bersabda: Benar maka Jibril meruqyah beliau dengan membaca: 
(( بسم الله أرقيك من كل شيئ يؤذيك ومن شر كل نفس أو عين حاسد الله يشفيك، بسم الله أرقيك ))
Dengan Nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu dan dari keburukan setiap jiwa dan ain yang dengki. Allah yang memberikan kesembuhan bagimu dengan nama Allah aku meruqyahmu”. 
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman malam apabila telah gelap gulita, wanita-wanita yang menghembus pada buhul-buhuld dan orang yang dengki apabila dia dengki, sebab bencana yang ditimbulkan oleh tiga hal ini bersifat samar. Maka hendaklah bagi orang yang beriman untuk menggantungkan hatinya hanya kepada Allah subhanahu wata’alla, menyerahkan segala urusannya kepada Allah subhanahu wata’alla dan bertawakkal kepada -Nya, serta mempergunakan wirid-wirid yang syar’I untuk menjaga dirinya dari kejahatan para tukang sihir, orang–orang yang dengki dan selain mereka. 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
***

Menuntut Ilmu Syari’

Menuntut Ilmu Syari’

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara bentuk ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling agung yang dianjurkan oleh syara’ adalah menuntut ilmu syara’. Dan maksud ilmu syara’ ini adalah ilmu yang membahas tentang kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam.
قال الله تعالى:  قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ 
 Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar: 9)
قال تعالى:  شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ 
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imron: 18)
قال تعالى:  يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ 
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka dia akan diberikan kepahaman di dalam agama”. 
Sebagian ahlul ilmi berkata: Orang yang tidak memahami agama maka tidak dikehendaki kebaikan baginya”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Darda’ bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga, sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena merasa redha terhadap penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang memililki ilmu dimintakan ampun oleh penghuni langit dan penghuni bumi bahkan ikan-ikan di dalam lautan, sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang, sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewriskan uang dinar atau dirham, mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya berarti dia telah mendapatkan bagian yang besar”. 
Al-Auza’i berkata: Orang yang dianggap manusia menurut kami adalah para ulama, dan orang selain mereka tidak ada artinya”. Dan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah berkata: Kebutuhan manusia kepada ilmu syara’ lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman”.
Di antara keutmaan ilmu ini adalah mengalirnya pahala ilmu tersebut sekalipun orang yang memilikinya telah meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Apabila anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendoakannya”. 
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah orang yang berilmulah yang akan tetap komitmen tegak dalam  hukum Allah sampai hari kiamat tiba. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Akan senantiasa tagak dalam agama Allah, tidak akan memudharatkan mereka orang yang melawan mereka atau menyelisihi mereka sehingga datang perkara Allah dan mereka akan ditinggikan di hadapan manusia”. 
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bahwa dia berkata tentang kelompok ini: Kalau bukan ahli hadits maka aku tidak mengetahui siapa mereka”.
Di antara keutamaan ilmu syara’ adalah bahwa dia sebagai petunjuk pada jalan mengarah ke surga. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga”. HR. Msulim no: 2699.
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah bahwa mereka sebagai pelita yang dijadiakan petunjuk oleh manusia dalam perkara agama dan dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Telah terjadi pada kaum sebelum kalian bahwa seorang lelaki telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, lalu lelaki tersebut bertanya tentang orang yang paling berlimu di dunia ini, lalu ditunjukkan baginya seorang rahib yang ahli ibadah, dan lelaki itupun mendatangi rahib tersebut dan berkata kepadanya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa dan bertanya kepadanya apakah dia memiliki kesempatan untuk bertaubat?. Maka rahib tersebut menjawab: Tidak. Lalu dia membunuh rahib tersebut, sehingga dirinya telah membunuh sertaus jiwa. Kemudian dia kembali bertanya tentang penghuni bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan baginya seorang lelaki yang berilmu dan orang itu bercerita bahwa dia telah membunuh seratus jiwa apakan taubatanya akan diterima?. Orang alim tersebut berkata: Ya, siapakah yang menghalangi dirinya dari bertaubat?. 
Dia antara keutamaan orang yang berilmu adalah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menghunjamkan bagi ahli ilmu yang rabbani rasa takut dan cinta serta rasa hormat di dalam hati manusia. Engkau melihat bahwa manusia memuji mereka dan seluruh hati sepakat untuk menghormati dan menghargai mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 
قال تعالى:  إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا 
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. (QS. Maryam: 96).
Di antara kelebihan ilmu syara’ adalah bahwa menuntut ilmu syara’ lebih baik dari harta di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Uqbah bin Amir radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar sementara kami berada di Shuffah (sebuah ruangan di samping mesjid) dan beliau bersabda: Siapakah di antara kalian yang senang untuk pergi pada waktu pagi ke Bathan atau ke Aqiq dan dia datang kembali darinya dengan membawa dua ekor onta yang gemuk tanpa membawa dosa dan memutus silaturrahmi?. Maka kami berkata: Wahai Rasulullah kami menyenangi hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Apakah salah seorang di antra kalian tidak segera pergi ke mesjid lalu dia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitab Allah Azza Wa Jalla lebih baik dari dua ekor unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga ekor onta, dan empat ayat lebih baik dari empat ekor dan jumlah ayat yang sama dengan jumlah onta”. 
Dan media untuk menuntut ilmu itu banyak sekali, seperti menghadiri majlis ilmu para ulama dan para syekh, mendengarkan muhadharah, ceramah di mesjid, membaca buku-buku yang bermanfaat, bertanya kepada orang yang berilmu tentang perkara yang sulit dan menghafal kitab Allah dan itulah ilmu yang paling besar.
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam memberitahukan bahwa di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu syara’, kebodohan merajalela. Di dalam Al-Shahihaini dari Abdullah bin Amru bin Ash radhaiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mencabut ilmu itu dengan mengambilnya secara langsung dari para hamba akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan mencabut nyawa para ulama sehingga saat tidak ada seorangpun yang berilmu maka manusia akan memilih peminpin yang bodoh, lalu mereka ditanya lalu mereka memberi fatwa yang salah, maka mereka sesat dan menyesatkan”. 
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam berlindung kepada Allah subhanahu wata’alla dari ilmu yang tidak bermanfaat: 
(( اللهم إني أعوذ بك من الأربع من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعاء لا يسمع ))
“Ya Allah kami berlindung kepada -Mu dari empat perkara: Ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas dan do’a yang tidak didengar”. 
Dan wajib bagi orang yang menuntut ilmu untuk mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah subhanahu wata’alla, bukan untuk mencari jabatan, harta atau kepentingan dunia lainnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya harus dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Azza Wa Jalla, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat keutungan duniawi maka sungguh dia tidak akan mendapat bau surga pada hari kiamat”. 
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Musa Al-Asya’ari radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa sama seperti hujan yang deras yang menimpa suatu belahan bumi, di antara bumi itu ada yang bersih menerima air sehingga menumbuhkan berbagai tumbuhan dan rerumputan yang banyak, dan ada bagian bumi yang gersang yang menahan air maka Allah memberikan manfaat bagi manusia di mana mereka minum darinya, menyirami sawah dan bercocok tanam dengannya, di antara air itu ada yang menimpa bagian bumi yang lain, dia adalah bagian bumi yang lapang yang tidak menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, maka itulah perumpamaan orang yang faham terhadap agama Allah dan Allah memberikan manfaat baginya dengan petunjuk yang aku bawa dari Allah, dia mengetahui ilmu tersebut lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan begitu pula perumpamaan orang yang tidak menghiraukan petunjuk tersebut dan tidak menerima petunjuk yang aku bawa”. 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
***

Keutamaan Mati Syahid

Keutamaan Mati Syahid

قال الله تعالى: ﴿ وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ﴾
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya
dengan mendapat rezeki. (Ali Imron: 169)

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
قال تعالى:  وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ 
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Ali Imron: 169.
Syekh Abdurrahman Al-Sa’di berkata: Firman Allah Ta’ala: 
 وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا 
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
Artinya berjihad melawan musuh-musuh agama Allah subhanahu wata’ala, dalam rangka meninggikan kalimat Allah. (أَمْوَاتًا) yang bermakna mati maksudnya adalah janganlah tersirat di dalam benakmu dan prasangkamu bahwa mereka telah mati dan sirna serta telah menghilang dari mereka kelezatan hidup di dunia dan dari bersenang-senang dengan kemegahan hidup dunia, karena dengan mati di jalan Allah, mereka mendapatkan apa yang lebih besar dari apa yang menjadi impian bagi setiap muslim yaitu mereka hidup di sisi tuhan mereka dan mereka diberikan rizki dengan berbagai  kenikmatan yang tidak merasakan keindahannya kecuali oleh orang yang diberikan nikmat oleh Allah dengannya”. 
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Masruq berkata: Kami bertanya kepada Masruq tentang ayat ini:
قال تعالى:  وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ 
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imron: 169)
Kita telah bertanya tentang masalah ini kepada Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam dan beliau bersabda: Ruh-ruh mereka berada pada tembolok burung yang berwarna hijau yang memiliki sarang yang tergantung pada arasy, dia terbang di dalam surga kemanapun dia kehendaki, lalu dia kembali menuju lampu tersebut lalu Tuhan mereka melihat mereka dan berfirman: Apakah yang kalian inginkan?. Mereka menjawab: Apakah ada hal lain yang kami inginkan semantara kami telah dibebaskan terbang ke sana kemari di dalam surga ini kemanapun kami kehendaki. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkata kepada mereka tiga kali, lalu pada saat mereka sudah mengetahui bahwa mereka tidak dibiarkan kecuali harus meminta sesuatu mereka berkata: Wahai Tuhan kami, kembalikanlah ruh-ruh kami pada tubuh-tubuh kami sehingga kami terbunuh kembali di jalan -Mu, lalu pada saat Tuhan mereka mengetahui bahwa tidak memilki hajat apapun maka merekapun ditinggalkan”. 
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Tidak ada seorangpun yang telah masuk surga lalu dia senang kembali ke dunia dan dia tidak memiliki sesuatu apapun di dunia kecuali orang yang mati syahid, sesungguhnya dia berangan-angan untuk kembali ke dunia sepuluh kali Karena kemuliaan yang diberikan kepada orang yang mati syahid”. 
قال تعالى:  فَرِحِينَ بِمَآ آتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُواْ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلاَّ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ 
mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan -Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. )QS. Ali Imron: 170).
Maksudnya adalah orang yang mati syahid di jalan Allah tetap hidup dan diberikan rizki di sisi Tuhan mereka, mereka riang gembira dan bersenang-senang dengan apa yang mereka dapatkan dan bergirang hati dengan saudara-saudara mereka yang terbunuh di jalan Allah subhanahu wata’ala setelah mereka, bahwa mereka mendahului dan tidak takut dengan apa yang ada dihadapan mereka serta tidak bersedih dengan apa yang mereka tinggalkan dibelakang mereka (yaitu di dunia).
Di dalam kitab shahih riwayat Bukhri dan Muslim dari Anas tentang kisah tujuh puluh kaum Anshor yang terbunuh di sumur Ma’unah dalam satu perjalanan peperangan, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan qunut guna berdo’a untuk kebinasaan kaum yang telah membunuh mereka. Anas berkata: Maka kami membaca Al-Qur’an tentang mereka kemudian hal itu terangkat,(Kabarkanlah kaum kami tentang keadaan kami bahwa kami telah bertemu dengan Tuhan kami maka Diapun meredhai kami dan membuat kami redha)”. 
قال تعالى:  يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ 
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron: 171).
Maksudnya mereka saling memberikan penghormatan dengan sesuatu yang paling agung yaitu nikmat, karunia dan anugrah Tuhan mereka dan sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala tidak akan menyia-nyiakan balasan orang-orang yang beriman, bahkan mengembangkannya dan memabalasnya serta menambahnya dari karunia -Nya dengan tambahan yang tidak bisa dicapai oleh usaha mereka.
Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari ayat yang agung ini adalah:
Pertama: Menetapkan adanya alam barzakh dan orang-orang yang mati syahid berada pada tempat yang paling tinggi di sisi Tuhan mereka. Diriwyatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: Para syuhada berada pada bagian tertinggi surga di pintu surga, pada sebuah kubah berwarna hijau, rizki mereka dari surga keluar darinya baik pada waktu pagi atau siang”. 
Ibnu Katsir berkata: Seakan-akan para syuhada tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, di antara mereka ada yang ruh-ruhnya berterbangan di dalam surga, dan di antara mereka ada yang berada pada sungai di pintu surga, dan bisa jadi perjalanan terakhir mereka pada sungai ini dan mereka berkumpul padanya dan mereka diberikan rizki padanya baik pada waktu pagi atau petang. Wallahu A’alam. Dan kami telah meriwayatkan di dalam musnad Imam Ahmad sebuah hadits yang menjelaskan tentang kabar gembira bagi setiap orang yang beriman, bahwa ruh mereka berada di surga, berterbangan didalam nya, makan dari buah yang berada di surga, dia memandang padanya apa-apa yang membuat mereka senang dan berseri-seri, dia juga menyaksikan apa-apa yang dipersiapkan oleh Allah subhanahu wata’ala bagi mereka berupa kemuliaan. Sanadnya shahih disepakati oleh oleh tiga imam dari empat imam, sebab imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Idris Al-Syafi’I, dan Imam Syaf’I meriwayatkannya dari Malik bin Anas dan Malik dari Al-Zuhri dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dari bapakanya radhiallahu anhu berkata: Raslullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:  Jiwa seorang mu’min adalah burung yang bergantng pada pohon surga sehingga Allah mengemballikannya ke dalam tubuhnya pada hari dia dibangkitkan”. 
Di dalam hadits ini disebutkan bahwa jiwa orang yang beriman seperti burung di dalam surga, sementara ruh para syuhada’ berada pada tembolok burung yang berwarna hijau maka dia bagai bintang-bintang jika dibandingkan dengan ruh kaum mu’minin pada umumnya, dia terbang sendiri-sendiri. Kita memohon kepada Allah yang Maha Memberi untuk mematikan kita di dalam keimanan”. 
Kedua: Motifasi untuk berjihad, dan hidup zuhud dengan dunia yang kenikmatannya bersifat fana. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Hunaif dari bapakanya bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sebenarnya, maka Allah akan menyamapikannya pada tingkat orang yang mati syahid sekalipuin dirinya mati di atas ranjang tidurnya”. 
Ketiga: Keutamaan dan kedudukannya yang sangat mulia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah bahwa Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat seratus derajat yang dipersiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah, dan jarak antara tingkat yang satu dengan yang lainnya sama seperti jarak antara langit dan bumi, dan jika kalian meminta kepada Allah maka mintalah surga firdaus, sebab dia adalah surga yang paling tengah dan tingkat surga yang paling tinggi. Aku melihatnya beliau bersabda: dan di atasnya adalah Arsyi Allah yang Maha Pengasih dan darinya terpancar sungai-sungai surga”. 
Keempat: Ayat ini sebagai kabar gembira bagi orang yang masih hidup karena kematian yang menimpa kalangan mereka, sebagai ta’ziah bagi mereka serta mendorong mereka untuk berperang di jalan Allah subhanahu wata’ala untuk memperoleh mati syahid. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya bahwa Ummu Haritsah binti Suraqah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Nabi Allah apakah engkau tidak memberitahukan kepadaku tentang nasih Haritsah?. Dia tebunuh pada perang Badr ditimpa oleh sebuah panah yang nyasar, jika dia berada di dalam surga maka aku bersabar dan jika tempatnya bukan di surga maka aku akan menangis dengan sesungguhnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Wahai Ummu Haritsa sesungguhnya di dalam surga terdapat tingkatan-tingkatan dan anakmu mendapatkan surga firdaus yang tertinggi”. 
Kelima: Semua keutamaan yang disebutkan di atas baik di dalam ayat dan hadits-hadits yang mulia tidak diberikan kecuali kepada mereka yang berjihad di jalan Allah subhanahu wata’ala untuk menegakkan kalimat  -Nya dan membela agama -Nya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Musa Al-Asya’ari berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan berkata: Seorang lelaki yang berperang untuk mendapatkan harta rampasan, dan seorang lelaki yang berperang untuk dikenang, dan seorang lelaki yang berperang untuk dietahui posisinya lalu siapakah yang berjuang di jalan Allah?. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Orang yang berperang untuk menjadikan kalimat Allah yang tertinggi maka dialah yang berperang di jalan Allah”. 
Adapun orang yang berperang di bawah panji-panji buta, nasionalisme, fanatisme atau kebebasan atau slogan-slogan palsu lainnya maka dia sama seperti apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya: Barangsiapa yang berperang di bawah panji buta yang menyeru kepada fanatisme atau membela fanatisme maka kematiannya adalah kematian jahiliyah”. 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
***

Makna Kalimat Tauhid

Makna Kalimat Tauhid
 "معنى لا إله إلا الله" 

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya yang dimaksud dengan kalimat ikhlas adalah kalimat: لا إله إلا الله sebab kalimat ini mengandung makna mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mengesakan -Nya dalam beribadah dan arti kalimat ini adalah tiada yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah subhanahu wata’ala. Kalimat ini sangat agung, dengan sebab kalimat inilah para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan dalam rangka menegakkan kalimat ini maka Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berjihad, pedang-pedang terhunus dan kuda-kuda dikendalikan. 
قال الله تعالى:  وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ 
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya’: 25)
Dan setiap Rasul menyeru kaumnya untuk mewujudkan kalimat ini, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: 
قال تعالى:   فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ 
Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, karena sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (QS. Al-Mu’minun: 23)
Dan orang-orang kafir yang didatangkan Rasul kepada mereka mengakui bahwa tiada tuhan yang menciptakan kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firman -Nya:
قال الله تعالى:   وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ 
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah?. (QS. Al-Zukhruf: 87)
Hanya saja pengakuan ini tidak cukup dalam mewujudkan tauhid, sebab pengakuan ini harus dibarengi dengan pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam beribadah kepada -Nya semata, yang tiada sekutu bagi -Nya, dan inilah yang dikehendaki oleh Allah Azza Wa Jalla, dengan firman -Nya: 
 فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan Yang Hak melainkan Allah. (QS. Muhammad:  19).
Di antara kaum muslimin ada yang mengucapkan kalimat ini, mendirikan shalat, berpuasa, berhaji dan bersedeqah namun bersamaan dengan hal tersebut mereka memalingkan sebagian dari ibadah kepada selain Allah Ta’ala, seperti istigotsah kepada sselain Allah kepada para wali dan orang-orang yang shaleh, bernazar untuk mereka atau berdo’a kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka orang-orang yang mengerjakan perbuatan seperti ini sebenarnya belum mewujudkan makna لا إله إلا الله sebab kalimat tersebut menuntut mengesakan Allah dalam beribadah dan memalingkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata dan orang yang memalingkan bagian tertentu dari ibadah ini kepada selain Allah maka dia musyrik sekalipun dirinya mengucapkan لا إله إلا الله mendirikan shalat, berpuasa dan mengakui dirinya sebagai muslim. Sesungguhnya seorang hamba tidak dikatakan sebagai muslim yang sebenarnya dan tidak akan selamat dari kekekalan di dalam api neraka Jahannam kecuali dengan iman yang bersih yang tidak bercampur kesyirikan dan tidak pula dihapuskan oleh kekafiran.
قال الله تعالى:  الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ 
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’am: 82).
Maka barangsiapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dibarengi dengan ibadah kepada selian Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka ibadah tersebut tidak memberikan manfaat apapun baginya. 
قال الله تعالى:  وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ 
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. QS. Al-Zumar: 65)
Para ulama telah menyebutkan bahwa makna لا إله إلا الله ini mengandung beberapa syarat yang jika tidak terpenuhi maka dia tidak akan sempurna.
Dan syarat kalimat لا إله إلا الله adalah delapan, yaitu: 
Pertama: Memahami maknanya, maksudnya dan apa-apa yang dilarangnya serta apa-apa yang menjadi tuntutannya. 




قال تعالى:  فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ 
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. Muhammad: 19).
Pada riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya dari Utsman radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mati dan dia mengetahui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebanarnya kecuali Allah maka dia pasti masuk surga”. 
Dan banyak manusia yang mengucapkannya dengan lisannya semata namun dia tidak mengetaui apaun dari artinya, oleh karena itulah mereka terjebak di dalam kesyirikan.
Kedua: Keyakinan yang menghilangkan keraguan, yaitu orang yang mengucapkannya harus meyakini apa-apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini. Dan jika di dalam hatinya terdapat keraguan terhadap apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini maka ucapannya tersebut tidak memberikan manfaat apapun baginya.
قال تعالى:  إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا  
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu. (QS. Al-Hujurat:  15).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, maka tidaklah seorang hamba yang bertemu Allah dengan meyakini kalimat tersebut dan dirinya tidak ragu dengannya kecuali dia akan masuk surga”. 
Ketiga: IKhlas yang menghapuskan kesyirikan. Seseorang tidak mengucpakannya karena riya’ atau sum’ah.
قال تعالى:   وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ  
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-An’am: 5).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shihihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: orang yang paling bahagia dengan syaf’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan لا إله إلا الله dengan ikhlas dari dirinya”. 
Keempat: Kebenaran yang menghapuskan kebohongan. Dia mengucapkan kalimat لا إله إلا الله dengan benar bersumber dari hatinya.
قال تعالى:  الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ 
Alif laam miim (2) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. (3)Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. )QS. Al-Ankabut: 1-3).
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Tidak ada seorangpun yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan ucapan yang benar-benar dari hatinya kecuali Allah mengharamkan dirinya dari api neraka”. 
Di dalam hadits ini disyaratkan pengucapan kalimat ini dengan sebenar-benarnya.
Kelima: Cinta yang menghapuskan kebencian. Dia mencintai kalimat ini dan apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini serta orang-orang yang berbuat dengan tuntutan kalimat ini.
قال تعالى:  وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلهِ 
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).
Keenam: Tunduk terhadap apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini, yaitu tunduk yang menghapuskan sikap meninggalkan tuntutan kalimat ini. Maka wajib bagi orang yang beriman untuk tunduk terhadap makna yang dikandung oleh kalimat لا إله إلا الله baik secara lahiriyah atau bathiniyah.
قال تعالى:  وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ  
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, (QS. Al-Nisa’: 125)
Kepasrahan adalah bentuk ketundukan kepada perintah Allah Subahanahu Wa Ta’ala.
Ketujuh: Penerimaan yang menghapuskan penolakan. Maka wajib menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini baik berupa ibadah kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata tanpa mempersekutukan -Nya dengan sesuatu apapun dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala, maka barangsiapa yang mengucapkannya namun dia tidak menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini maka dia termasuk orang yang dikatakan oleh Allah Subahanahu Wa Ta’ala di dalam firman -Nya: 
قال الله تعالى:  إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ 
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. (QS. Al-Shoffat: 35)
Kedelapan: Mengningkari setiap sesembahan selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala seperti penyembahan terhadap tahagut dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata. 
قال الله تعالى:  فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ  
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (QS. Al-Baqarah: 256).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari  Abi Malik dari bapaknya bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله  dan meningkari penyembahan selain Allah maka harta dan darahnya menjadi haram dan perhitungan dirinya diserahkan kepada Allah”. 
Di antara keutamaan kalimat yang agung ini adalah: 
Pertama: Akan dibukakan bagi orang yang mengucapkannya, delapan pintu surga. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ubadah bin Shamit radhillahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata, tiada sekutu bagi -Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya, dan Isa adalah hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan anak dari hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan kalimat -Nya yang dihunjumkan kepada Maryam dan ruh dari -Nya, dan surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya maka Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu manapun dari delapan pintu surga yang disukainya”. 
Kedua: Orang yang mengakui kebenaran kalimat ini sekalipun dia seorang pelaku maksiat dan dimasukkan ke dalam neraka akibat kemaksiatannya namun mereka tetap akan dikeluarkan dari api neraka. Di dalam kitab as-shahihaini dari Anas radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Allah subahanhu wa ta’ala berfirman: Demi Keperkasaan -Ku, demi kemuliaan -Ku, demi kebesaran -Ku, demi keagungan -Ku, Aku akan mengeluarkannya dari neraka orang yang mengatakan (لا إله إلا الله) 
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-mu’jamul Ausath dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersada: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله maka ucapannya itu akan memberikannya manfaat pada suatu masa dan sebelum itu dia akan mendapatkan apa yang sebelumnya diperbuat oleh dirinya”. 
Ketiga: Barangsiapa yang mengucapkannya sebelum kematiannya dan dia meninggal  atasnya maka dia masuk surga. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang akhir kalamnya لا إله إلا الله maka dia pasti masuk surga”. 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
***

Menyambut Bulan Mulia

Menyambut Bulan Mulia 

Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabatnya serta siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya:
Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan berkah. Seorang muslim hendaknya menyibukkan dirinya dengan apa pun yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dari amal-amal kebaikan dan menghentikan segala keburukan maupun dosa.
Wahai hamba Muslim,
1. Sambutlah segala kebaikan di bulan Ramadhan ini, bersungguh-sungguh, berlomba dan bersegeralah mengerjakan kebaikan-kebaikan, demi mengharap apa yang ada di sisi Allah yaitu pahala yang besar. Hendaknya itu dilakukan sejak awal Ramadhan. Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ﴾
“Pada awal malam Ramadhan setan-setan dan jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup tak satu pun terbuka, pintu-pintu surga dibuka tak satu pun tertutup. Menyerulah penyeru: ‘Wahai orang-orang yang menghendaki kebaikan sambutlah...’.” 
[HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah. Hadits sahih]
 Dalam riwayat lain:
﴿وَيُنَادِي مُنَادٍ كُلَّ لَيْلَةٍ يَا طَالِبَ الْخَيْرِ هَلُمَّ وَيَا طَالِبَ الشَّرِّ أَمْسِكْ﴾
“Menyeru penyeru pada setiap malam (Ramadhan): ‘Wahai mereka yang mengharap kebaikan sambutlah dan mereka yang mengharap kejelekan berhentilah.” 
[HR. An-Nasai dan selainnya]

2. Saudaraku Muslim, sambutlah penyeru yang menyeru setiap malam itu, bersungguh-sungguhlah dalam mempersiapkan akhiratmu dengan amal-amal saleh, sesungguhnya umur itu singkat, perjalanan meninggalkan dunia sudah dekat, hanya Allah yang tahu akankah kita dapat bertemu Ramadhan tahun depan ataukah tidak. Singsingkan lengan baju untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca al-Quran, tasbih, tahlil, takbir, doa, sedekah, amar makruf nahi mungkar, mengajari manusia kebaikan, memperbaiki hati, lisan dan anggota tubuh, berupaya menuntut ilmu, berdakwah, berupaya menyebarkan sunah Nabi -shalallahu alaihi wasallam-, belajar al-Quran dan mengajarkannya serta apa saja yang bermanfaat bagi manusia. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿وخَيرُ النَّاسِ أَنْفَعَهُمْ لِلنَّاسِ﴾
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.”
[HR. At-Thabarani dalam al-Aushat. Hadits sahih]
3. Saudaraku Muslim, di bulan Ramadhan mulia ini tengoklah dirimu, hitunglah dirimu sebelum datang kematian, bersiaplah menghadapi perhitungan yang besar. Umar -radiallahu'anhu- berkata:
“Hitung-hitunglah dirimu sebelum engkau dihitung. Timbang-timbanglah dirimu sebelum engkau ditimbang. Sungguh akan lebih mudah bagimu menghitungnya dari sekarang untuk perhitungan nanti, dan bersiaplah untuk perhitungan yang besar. Pada hari itu segalanya akan diperlihatkan sehingga tak ada sesuatu pun yang tersembunyi.” 
[Diriwayatkan oleh at-Turmudzi]
4. Saudaraku muslim, di bulan Ramadhan mulia ini, yang merupakan bulan pergulatan kebaikan, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang tulus. Allah -ta'âla- berfirman:
قال تعالى:﴿        •        •     ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai...” (QS. At-Tahrim:8)
Hendaknya taubatmu murni karena Allah -ta'âla- dari segala dosa-dosa. Menghadap Allah dengan rasa takut, mengharap kepada-Nya, cinta kepada-Nya, mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ﴾
“Orang yang bertaubat seperti orang yang tidak punya dosa.”
[HR. Ibnu Majah. Hadits hasan]
Bahkan Allah -azzawajalla- mengganti keburukan-keburukan orang yang bertaubat dengan kebaikan, sebagaimana firman Allah -ta'âla-:
قال تعالى:﴿                   ﴾
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; mereka itu Allah ganti kejahatannya dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70)
5. Saudaraku Muslim, hendaknya masuknya bulan Ramadhan menjadikanmu penuh semangat, sangat bersungguh-sungguh menghadap Allah, kembali kepada-Nya, mengubah keadaanmu dari kelalaian dan keberpalingan menjadi tertuju dan berlomba-lomba melakukan segala kebaikan, berharap dapat selamat dari azab Allah, dan mengupayakan sebab-sebab yang dapat memasukan surga, mengangkat derajat di sisi Allah dan selamat dari api neraka. 
Menjadi orang yang terbangun dari tidurnya, berupaya menghidupkan hatinya dengan zikir kepada Allah, mensyukuri-Nya, mendekat kepada-Nya, meminta apa-apa yang ada di sisi-Nya dari pahala yang besar dan melihat dunia sebagai sesuatu yang akan pergi dan lenyap.
قال تعالى: ﴿      ﴾
“...dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Hendaklah menjadi orang yang berhati-hati terhadap dunia dan tipu dayanya, mengharap akhirat yang jauh lebih baik dan kekal. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ﴾
“Sesungguhnya dunia manis dan menawan. Allah menjadikan kalian khalifah di dalamnya untuk melihat bagaimana kalian berbuat. Berhati-hatilah terhadap dunia dan wanita, sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Israel dahulu pada wanita.”
[HR. Muslim]
6. Saudaraku Muslim, jauhilah keburukan, bertahan dan berhati-hatilah darinya. Bahkan jauhilah tempat-tempat dan majelis-majelis yang berisi kejelekan dan dosa. Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ﴾
“Penyeru menyeru: ‘Wahai pengharap kebaikan sambutlah dan wahai pengharap keburukan merugilah.”
[HR. At-Turmudzi dan selainnya. Hadits sahih]
Demikian pula jika pergi ke pasar di bulan Ramadhan atau ke tempat lain, ambil kebutuhanmu kemudian keluarlah, jangan menjadi tukang gaduh di pasar, karena pasar adalah tempat yang paling buruk. Nabi -shalallahu alaihi wasallam-  bersabda:
﴿خَير البِّقاعِ المسَاجِد وشرُّ البقَاعِ الأسْوَاق﴾
“Sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.”
[HR. Hakim. Hadits hasan]
Sabdanya pula:
﴿وَإِيَّاكُمْ وَهَيْشَاتِ الْأَسْوَاقِ﴾
“Hindarilah kekisruhan pasar.”
Aisyah -radiallahu'anha- berkata tentang Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-:
﴿لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الْأَسْوَاقِ﴾
“Nabi tidak pernah berbuat keji, tidak berperangai keji dan tidak berbuat gaduh di pasar.”
[HR. At-Turmudzi]
Hindarilah tempat-tempat minuman keras, yang berisi barang-barang haram, ghibah (gosip) dan segala yang buruk. Allahlah pemberi taufik.
***

Apa Yang wajib Ketika Puasa Ramadhan

Apa Yang wajib Ketika Puasa Ramadhan 

Segala puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya:
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang agung. Seorang muslim hendaknya benar-benar memperhatikan apa yang diwajibkan dalam puasa Ramadhan. 
Pada setiap pelaksanaan puasa wajib diwajibkan:
1- Yubayyit niyyah: meniatkan puasanya sedari malam (pada bagian malam manapun). Siapa yang makan sahur di malam hari untuk puasa esok hari berarti telah meniatkannya. Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
(( مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَلَا صِيَامَ لَه))
"Siapa yang tidak meniatkan puasanya sejak malam, tidak ada puasa baginya.”
[HR. An-Nasai. Hadits sahih]
Saudaraku Muslim, niatkanlah puasamu setiap hari sedari malam, sebagaimana  yang disebutkan dalam hadits, karena di tiap harinya merupakan ibadah yang terpisah, sehingga wajib meniatkannya sedari malam.
2- Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar kedua hingga tenggelam matahari, dengan niat beribadah kepada Allah -azzawajalla-. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
(( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ))
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat..” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
3- Menghindari pembatal-pembatal puasa. Pembatal tersebut:
a. Jima (bersetubuh) dengan masuknya kemaluan pria pada kemaluan wanita. Ini adalah pembatal yang paling kuat dan paling besar dosanya. Siapa yang melakukannya di siang Ramadhan dalam keadaan berpuasa wajib mengqodho dan menunaikan kafarat   serta bertaubat kepada Allah -ta'âla-, sebagaimana yang terdapat dalam hadits bahwa seorang lelaki menyetubuhi istrinya di siang Ramadhan, Nabi -shalallahu alaihi wasallam- berkata kepadanya:
 “Bebaskanlah seorang budak.”
“Aku tidak punya.” Keluhnya.
“Kalau begitu berpuasalah 2 bulan berturut-turut!” Perintah Nabi.
“Aku tidak sanggup.” Iba lelaki itu.
“Kalau begitu berilah makan 60 orang miskin!” Perintah Nabi lagi.
[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
b. Keluar mani dengan sengaja, baik dengan mencium, mencumbu, meraba, onani dan lain sebagainya. Allah -subhânahu wata'âla- berfirman dalam hadits Qudsi:
 ((يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي ))
“Meninggalkan makan, minum dan hawa nafsunya demi Aku.”
[HR. Al-Bukhari]
Adapun bercumbu, mencium dan meraba tanpa keluar mani tidaklah membatalkan puasa, sebagaimana perkataan Aisyah -radiallahu'anha- :
 ((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ع يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِه ))ِ
“Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- mencium dalam keadaan puasa, mencumbu dalam keadaan puasa, tetapi dia paling dapat mengontrol hasratnya dari pada kalian.”
c. Makan dan minum, melalui oral (mulut) atau hidung, apapun bentuk makanan dan minumannya. Allah -subhânahu wata'âla-  berfirman:
قال تعالى: ﴿   •               ﴾
"...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.."  (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- kepada Laqîth:
((وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا))
“Bersungguh-sungguhlah ketika memasukkan air ke dalam hidung (ketika berwudu), kecuali engkau sedang puasa.”
[HR. Ahlu Sunan. Hadits sahih]
d. Apa yang semakna dengan makan dan minum, seperti: transfusi darah, karena darah merupakan nutrisi tubuh atau suntik infus. Sedangkan yang tidak mengandung nutrisi tidaklah membatalkan.
e. Mengeluarkan darah dengan cara hijamah (bekam), demikian pula mengeluarkan darah dalam jumlah banyak. Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ ((
"Batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam."
[HR. Ahmad dan Abu Dawud. Hadits sahih]
Adapun mengeluarkan sedikit darah untuk diagnosa, mimisan, berdarah, cabut gigi dan luka tidaklah membatalkan puasa.
f. Menyengaja muntah. Sebagaimana sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-:
))مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ((
“Siapa yang dikuasai rasa muntah tidak ada qodho  baginya (puasanya sah), siapa yang menyengaja muntah hendaknya mengganti puasanya.”
[HR. Ahmad, at-Turmudzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits sahih]
g. Keluarnya darah haid dan nifas. Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ((
“Bukankah jika datang haid tidak shalat dan puasa!”
[HR. Al-Bukhari]
Bagi yang berpuasa hendaknya menghindari pembatal-pembatal puasa, kecuali yang di luar kemampuannya, seperti haid dan nifas.
h. Niat membatalkan puasa. Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ((
“Sesungguhnya segala sesuatu itu tergantung niat...”
[HR. As-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim)]
 Seluruh pembatal puasa yang dapat dilakukan dengan kehendak, membatalkan jika dilakukan dengan ilmu (pengetahuan), zâkir (ingat) dan mukhtar (dengan pilihannya), bukan lupa atau dipaksa atau karena tidak tahu (jahil). Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
﴿مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ﴾
“Siapa yang lupa dan dia sedang berpuasa, kemudian makan dan minum, hendaknya melanjutkan puasanya, sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.” [HR. Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
Tetapi bagi orang yang puasa jangan berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudu).
 Puasa tidak batal karena bercelak, menggunakan obat tetes telinga atau mata, mengobati luka sekalipun rasanya sampai ke kerongkongan, bersiwak , bahkan bersiwak di syariatkan setiap waktu bagi orang yang puasa maupun tidak. Orang yang puasa boleh mendinginkan tubuh dengan air atau dengan memakai pakaian basah pada suhu yang sangat panas, hal itu tidaklah dimakruhkan . 
***

Adab Dan Sunah Puasa Ramadhan

Adab Dan Sunah Puasa Ramadhan 

Segala puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya:

Wahai saudaraku Muslim, sesungguhnya puasa memiliki adab-adab yang disunahkan beradab dengannya, maka itu beradablah wahai saudaraku. Di antara adab tersebut:
1. Makan sahur. Sahurlah saudaraku Muslim untuk puasamu. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
))تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً((
“Makan sahurlah, sesungguhnya pada makan sahur itu ada berkah.”
[HR. Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
Dan sabdanya -shalallahu alaihi wasallam-:
))فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ((
“Pemisah/pembeda antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur.”
[HR. Muslim]
Di antara makanan sahur yang utama adalah kurma. Dalam hadits Abu Hurairah -radiallahu'anhu- Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
))نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ((
“Sebaik-baik makanan sahur orang beriman adalah kurma.”
[HR. Abu Dawud. Hadits sahih]
Sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))إن الله وملائكته يصلون على المتسحرين((
“Allah dan malaikat bersalawat kepada mereka yang makan sahur.”
[HR. Ibnu Hibban. Hadits hasan]
Berusahalah saudaraku untuk makan sahur, sekalipun dengan seteguk air. Jangan meninggalkan makan sahur. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
))أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ((
“Makan sahur berkah, jangan kalian meninggalkannya sekalipun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air, sesungguhnya Allah -azzawajalla- dan para malaikat bersalawat kepada mereka yang makan sahur.”
[HR. Ahmad. Hadits hasan]
2. Disunahkan mengakhirkan sahur. Mengakhirkannya hingga dekat waktu terbit fajar. Dalam hadits Anas -radiallahu'anhu- :
“Nabi -shalallahu alaihi wasallam- dan Zaid Ibn Tsabit makan sahur. Setelah selesai Nabi -shalallahu alaihi wasallam- berdiri dan pergi melakukan shalat.”
Kami bertanya kepada Anas: “Berapa lama jarak antara makan sahur dengan shalat.”
“Jaraknya selama bacaan 50 ayat.” Jawab Zaid.
[HR. Al-Bukhari]
Tetapi berhati-hatilah jangan sampai makan dan minum atau melakukan apapun yang membatalkan puasa setelah terbit fajar.
3. Disunahkan kepadamu, saudaraku muslim, menyegerakan berbuka puasa jika matahari telah tenggelam, sebagaimana sabda -shalallahu alaihi wasallam- :
))لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ((
“Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama menyegerakan berbuka puasa.”
[HR. As-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
4. Disunahkan berbuka sebelum shalat magrib. Berbuka dengan kurma mengkal, jika tidak ada dengan kurma masak, jika tidak ada dengan beberapa teguk air, jika tidak ada dengan makanan apapun atau minuman apa saja yang halal. Sebagaimana yang dikatakan Anas -radiallahu'anhu- :
))كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ع يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ((
“Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- berbuka dengan ruthab (kurma mengkal) sebelum shalat, jika tidak ada ruthab dengan tamr (kurma masak), jika tidak ada meminum beberapa teguk air.”
[HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Turmudzi. Hadits hasan]
5. Orang yang berpuasa doanya tidak ditolak. Berdoalah saudaraku muslim dengan apa yang engkau sukai dari kebaikan dunia dan akhirat. Hendaknya doamu kau panjatkan hingga engkau berbuka. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
))ثلاث دعوات لا ترد : دعوة الوالد لولده و دعوة الصائم و دعوة المسافر((
“Ada tiga doa yang tidak tertolak: doa orang tua kepada anaknya, doa orang yang puasa dan doa musafir (orang yang dalam perjalanan).”
[HR. Al-Baihaqi dalam sunannya. Hadits sahih]
6. Disunnahkah ketika berbuka mengucapkan sebagaimana yang terdapat di dalam hadits Ibnu Umar -radiallahu'anhu- yang menyebutkan “Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- jika buka puasa mengucapkan:
))ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ((
[Dzahabazzoma u wabtalatil urûqu wa tsabatal ajru insya allah]
“Hilang rasa dahaga, urat-urat kembali basah dan pahala ditetapkan dengan kehendak Allah.” 
[HR. Abu Dawud. Hadits hasan]
7. Dari Abu Hurairah -radiallahu'anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bertanya:
))مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ((
“Siapa yang pagi ini berpuasa?”
“Saya.” Jawab Abu Bakar -radiallahu'anhu-.
“Siapa yang hari ini mengiringi jenazah?” Tanya beliau lagi.
“Saya.” Jawab Abu Bakar -radiallahu'anhu-.
“Siapa yang hari ini memberi makan orang miskin?” Tanya beliau lagi.
“Saya.” Jawab Abu Bakar -radiallahu'anhu-.
“Siapa yang hari ini menjenguk orang sakit?” Tanya beliau lagi.
“Saya.” Jawab Abu Bakar -radiallahu'anhu-.
Nabi bersabda: “Tidaklah semua itu terkumpul pada seseorang melainkan masuk surga.” 
Jika dimudahkan bagimu merealisasikan empat perkara tersebut, itu merupakan kebaikan yang besar. Semoga Allah memudahkanmu melaksanakannya. 
***