Mengapa Kita Harus Berdakwah?


 Mengapa Kita Harus Berdakwah?

﴿  لماذا ندعو إلى الله ؟ ﴾


[1] Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan pengikutnya

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…” (Qs. Yusuf: 108)


Berdasarkan ayat yang mulia ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengambil sebuah pelajaran yang amat berharga, yaitu: Dakwah ila Allah (mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah) merupakan jalan orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang beliau tuliskan di dalam Kitab Tauhid bab Ad-Du’a ila syahadati an la ilaha illallah (Ibthal At-Tandid, hal. 44).

[2] Dakwah merupakan karakter orang-orang yang muflih (beruntung)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, melarang yang mungkar. Mereka itulah sebenarnya orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-’Imran: 104)

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Ja’far Al-Baqir setelah membaca ayat “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang dimaksud kebaikan itu adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah-ku.” (HR. Ibnu Mardawaih) (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, jilid 2 hal. 66)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan untuk kalian hukuman dari sisi-Nya kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya namun permohonan kalian tak lagi dikabulkan.” (HR. Ahmad, dinilai hasan Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’ hadits no. 7070. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, jilid 2 hal. 66)

[3] Dakwah merupakan ciri umat yang terbaik

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma’ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah…” (Qs. Ali-’Imran: 110)

Ibnu Katsir mengatakan, “Pendapat yang benar, ayat ini umum mencakup segenap umat (Islam) di setiap jaman sesuai dengan kedudukan dan kondisi mereka masing-masing. Sedangkan kurun terbaik di antara mereka semua adalah masa diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian generasi sesudahnya, lantas generasi yang berikutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, jilid 2 hal. 68)

[4] Dakwah merupakan sikap hidup orang yang beriman

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,…” (Qs. At-Taubah: 71)

Inilah sikap hidup orang yang beriman, berseberangan dengan sikap hidup orang-orang munafiq yang justru memerintahkan yang mungkar dan melarang dari yang ma’ruf. Allah ta’ala menceritakan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Orang-orang munafiq lelaki dan perempuan, sebahagian mereka merupakan penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang mungkar dan melarang yang ma’ruf…” (Qs. At-Taubah: 67)

[5] Meninggalkan dakwah akan membawa petaka

Allah ta’ala berfirman tentang kedurhakaan orang-orang kafir Bani Isra’il (yang artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.” (Qs. Al-Ma’idah: 78-79)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Tindakan mereka itu (mendiamkan kemungkaran) menunjukkan bahwa mereka meremehkan perintah Allah, dan kemaksiatan mereka anggap sebagai perkara yang sepele. Seandainya di dalam diri mereka terdapat pengagungan terhadap Rabb mereka niscaya mereka akan merasa cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar dan mereka pasti akan marah karena mengikuti kemurkaan-Nya…” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)

Di antara dampak mendiamkan kemungkaran adalah kemungkaran tersebut semakin menjadi-jadi dan bertambah merajalela. Syaikh As-Sa’di telah memaparkan akibat buruk ini, “Sesungguhnya hal itu (mendiamkan kemungkaran) menyebabkan para pelaku kemaksiatan dan kefasikan menjadi semakin lancang dalam memperbanyak perbuatan kemaksiatan tatkala perbuatan mereka tidak dicegah oleh orang lain, sehingga keburukannya semakin menjadi-jadi. Musibah diniyah dan duniawiyah yang timbul pun semakin besar karenanya. Hal itu membuat mereka (pelaku maksiat) memiliki kekuatan dan ketenaran. Kemudian yang terjadi setelah itu adalah semakin lemahnya daya yang dimiliki oleh ahlul khair (orang baik-baik) dalam melawan ahlusy syarr (orang-orang jelek), sampai-sampai suatu keadaan di mana mereka tidak sanggup lagi mengingkari apa yang dahulu pernah mereka ingkari.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)

[6] Orang yang berdakwah adalah yang akan mendapatkan pertolongan Allah

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Allah benar-benar akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka itu adalah orang-orang yang apabila kami berikan keteguhan di atas muka bumi ini, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Dan milik Allah lah akhir dari segala urusan.” (Qs. Al-Hajj: 40-41)

Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengaku membela agama Allah namun tidak memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan (mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar) maka dia adalah pendusta (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 540).

[7] Dakwah, bakti anak kepada sang bapak

Allah ta’ala mengisahkan nasihat indah dari seorang bapak teladan yaitu Luqman kepada anaknya. Luqman mengatakan (yang artinya), “Hai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar, dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17)

Allah juga menceritakan dakwah Nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah berfirman (yang artinya), “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an). Sesungguhnya dia adalah seorang yang jujur lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya; Wahai ayahku. Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak bisa mencukupi dirimu sama sekali? Wahai ayahku. Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku. Janganlah menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu selalu durhaka kepada Dzat Yang Maha Penyayang.” (Qs. Maryam: 41-44)

 

[8] Dakwah, alasan bagi hamba di hadapan Rabbnya

Allah berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika suatu kaum di antara mereka berkata, ‘Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?’ Maka mereka menjawab, ‘Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian dan semoga saja mereka mau kembali bertakwa’.” (Qs. Al-A’raaf: 164)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Inilah maksud paling utama dari pengingkaran terhadap kemungkaran; yaitu agar menjadi alasan untuk menyelamatkan diri (di hadapan Allah), serta demi menegakkan hujjah kepada orang yang diperintah dan dilarang dengan harapan semoga Allah berkenan memberikan petunjuk kepadanya sehingga dengan begitu dia akan mau melaksanakan tuntutan perintah atau larangan itu.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 307)

Allah berfirman (yang artinya), “Para rasul yang kami utus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan itu, agar tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk mengelak setelah diutusnya para rasul. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisaa’: 165).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabat pada hari raya kurban. Beliau berkata, “Wahai umat manusia, hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Bulan apakah ini?” Mereka menjawab, “Bulan yang disucikan.” Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah disucikan tak boleh dirampas dari kalian, sebagaimana sucinya hari ini, di negeri (yang suci) ini, di bulan (yang suci) ini.” Beliau mengucapkannya berulang-ulang kemudian mengangkat kepalanya seraya mengucapkan, “Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikannya? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikannya?”… (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah ayyama Mina. Hadits no. 1739)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, “Sesungguhnya beliau mengucapkan perkataan semacam itu (Ya Allah bukankah aku sudah menyampaikannya) disebabkan kewajiban yang dibebankan kepada beliau adalah sekedar menyampaikan. Maka beliau pun mempersaksikan kepada Allah bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban yang Allah bebankan untuk beliau kerjakan.” (Fath Al-Bari, jilid 3 hal. 652).

[9] Dakwah tali pemersatu umat

Setelah menyebutkan kewajiban untuk berdakwah atas umat ini, Allah melarang mereka dari perpecahan, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang berhak menerima siksaan yang sangat besar.” (Qs. Ali-’Imran: 105)

 

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalaulah bukan karena amar ma’ruf dan nahi mungkar niscaya umat manusia (kaum muslimin) akan berpecah belah menjadi bergolong-golongan, tercerai-berai tak karuan dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki…” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 102)

***

 

MEMAKAN HARTA HARAM


MEMAKAN HARTA YANG HARAM

 

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya. Wa Ba’du:

Allah swt berfirman:

 

Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3suqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z̍sù ô`ÏiB ÉuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  

          188.  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 188.)

Ibnu Abbas R.A berkata: Ayat ini berbicara tentang seseorang yang memiliki tanggungan harta milik orang lain akan tetapi orang lain tersebut tidak mempunyai bukti apapun terhadap hartanya tersebut, akhirnya dia mengingkari harta yang menjadi tanggungannya, lalu dia membawanya ke pengadilan atau hakim padahal dia mengetahui kalau kebenaran itu tidak berpihak kepadanya dan sungguh dia telah berdosa  dan memakan harta yang haram”.[1]

Allah swt berfirman:

 

 

¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tuqøBr& 4ytGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y‘$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ

          10.  Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. Al-Nisa’: 10)

Diriwayatkan oleh Ka’ab bin Ayadh R.A bahwa Nabi bersabda: Sesungguhnya bagi setiap umat tersebut ada fitnah dan fitnah umatku adalah harta”.[2]

Di antara hal yang kita lihat terjadi adalah banyaknya orang yang terlalu menganggap remeh memakan harta yang haram, hal ini sebagai wujud dari apa yang telah diperingatkan oleh Nabi Muhammad SAW di dalam sebuah sabdanya: Akan datang kepada manusia suatu masa di mana seseorang tidak lagi menghiraukan  dengan apakah dia mengambil harta orang lain, apakah dari hal yang halal atau haram”.[3]

Ibnul Mubarak berkata: Sungguh aku mengembalikan harta satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih aku cintai dari pada bersedekah dengan seratus ribu”.

Umar R.A berkata: Kami meninggalkan sembilan persepuluh dari hal yang halal karena khawatir terjatuh kepada perkara yang diharamkan. Dan beliau mengerjakan hal yang demikian itu dalam rangka menejalankan sabda Nabi, di dalam sebuah hadits riwayat An-Nu’man bin Basyir R.A: Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas dan yang harampun sudah jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara yang syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia, maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perkara-perkara yang syubhat maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang terjatuh pada syubhat maka dia telah terjebak ke dalam perkara yang diharamkan, seperti sorang yang mengembalakan gembalanya di sekitar perbatasan hamper saja dia terjebak melampuai batas tersebut”.[4]

Di antara bentuk memakan harta yang haram adalah memakan harta riba. Dia telah diharamkan oleh Allah dan Rasul -Nya dan melaknat orang yang memkannya, penulisnya dan dua orang yang menjadi saksinya. Allah swt berfirman:

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ

          278.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 278)

Cinta terhadap harta telah menguasai jiwa sebagian orang yang beriman, maka mereka berlomba-lomba membeli saham-saham bank, sementara yang lainnya mendepositokan  harta mereka pada bank-bank tersebut dan mereka mengambil riba atas uang tersebut dengan nama bunga.Sesungguhnya di antara bentuk krminaliatas yang besar dan perkara yang membahayakan adalah  realita yang kita saksikan dari para bankir yang selalu berlomba-lomba membuka pintu dan jalan untuk menjebak manusia ke dalam riba, dan memikat manusia  dengan berbagai cara agar deposito mereka selalu bertambah dari harta yang haram ini, sebagai contoh: Apa yang di sebut dengan kartu visa samba (Bank Saudi Amerika). Dan fatwa telah dikeluarkan oleh badan tetap urusan fatwa para ulama terkemuka di Saudi Arabia yang mengharamkan  bertransaksi dengan kartu tersebut dan dia termasuk riba yang diharamkan oleh Allah dan Rasul -Nya. Dia adalah sebuah kartu yang dikeluarkan oleh Bank setelah mengeluarkan uang dengan jumlah tertentu, yang disebut dengan uang biaya pengluaran kartu. Dan berhak bagi orang yang memilikinya  untuk membeli barang apapun dan kebutuhan apapun dengan syarat agar pemilik kartu mengembalikan harga barang yang telah diambil pada waktu tertentu dan jika tidak dibayar maka setiap satu hari keterlambatan akan menjadi bunga yang ditanggung pemilik kartu”.[5]

Di antara bentuk memakan harta orang lain secara zalim adalah zalim pada gaji para pegawai dan tidak memberikan hak-hak mereka pada waktunya. Di antara bentuk memakan harta yang diharamkan yang kita lihat banyak terjadi di pasar-pasar adalah bersumpah dengan sumpah yang dusta dan menipu dalam bertransaksi  dan yang lainnya.

Orang yang memakan harta yang diharmkan akan diancam dengan azab baik dunia, di dalam kuburnya dan di hari kiamat kelak.

Adapun ancaman siksa di dunia adalah kerugian secara materi, Allah mencabut harta yang telah didapatkannya dan mengambil keberkahannya atau diberikan penykit pada badannya, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:

ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãƒur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A‘$¤ÿx. ?ÏOr& ÇËÐÏÈ

          276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. Al-Baqarah: 276)

Adapun ancaman azab yang akan didapatkannya di dalam kubur adalah apa yang disebutkan di dalam sebuah hadits  bahwa seorang budak bernama Mud’im, dia pernah bersama Nabi Muhammad SAW, ikut dalam perang Khaibar setalah terkena sebuah panah yang nyasar. Maka para shahabat R.A berkata: Selamat, dia telah mati syahid, maka Nabi bersabda: Tidak, demi yang jiwaku berada ditangan -Nya, sesungguhnya kain woll yang didapatkannya pada hari Khaibar termasuk harta rampasan perang dan belum dibagi, dia akan terbakar api dengannya. Lalu pada saat para shahabat mendengar hal tersebut maka mereka berdatangan dengan membawa seutas atau dua utas tali sandal kepada Nabi lalu beliau bersabda: Satu atau dua utas tali sandal adalah dari api neraka”.[6]

Kain ini adalah baju luar  yang harganya beberapa dirham saja namun walau demikian orang yang mengambilnya tidak selamat dari siksa memakakan harta yang haram.

Adapun azab yang akan didapatkannya di akherat adalah dari Ka’ab bin Ajrah bahwa sesungguhnya Nabi berkata kepadanya: Wahai Ka’ab tidaklah suatu daging tumbuh dari makanan yang haram kecuali api neraka lebih utama baginya”.[7]

Di antara akibat memakan harta yang haram adalah tidak dikabulaknnya do’a dan ibadah.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Wahai sekalian manusia, sesunggunya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik dan Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul. Allah Ta’ala berfirman:

$pkšr'¯»tƒ ã@ߍ9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ|¹ ( ÎoTÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î=tæ ÇÎÊÈ

          51. Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mu’minun: 51)

Dan Allah SWT berfirman:

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2 `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB öNäoYø%yu

          172.  Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu (QS. Al-Baqarah: 172)

Kemudian beliau menceritakan tentang kisah seorang lelaki yang berjalan jauh, rambut kusut dan berdebu, menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a dengan mengatakan: Ya rabb, ya rabb sementara makanannya haram, minumannya haram dan pakiannya haram serta diberikan makan dari sumber yang haram, lalu bagaiaman do’anya bias dikabulkan”.[8]

Hadits ini menjelaskan tentang sebuah peringatan terhadap sebagain orang yang telah terjebak dalam tipu daya setan. Setan telah memperdaya mereka dengan memperindah keburukan di pandangan mereka. Engaku melihat mereka memakan barang-barang yang haram bahkan berinfaq dari harta yang haram tersebut untuk beramal shaleh, seperti membangun mesjid, sekolah, menggali sumur atau jalur-jalur yang lainnya, sementara mereka mengira kalau mengerjakan perbuatan ini akan membebaskan mereka dari tanggung jawab, maka orang seperti ini disiksa dua kali:

Pertama: Sesungguhnya Allah tidak menerima amal shaleh yang mereka biayai dari harta-harta yang haram, berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “…sesunggunya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik”.[9]

Kedua: Allah menyiksa mereka karena harta yang haram ini dan mereka akan dihisab dengannya  pada hari kiamat.

Dari Khaulah Al-Anshariyah R.A bahwa Nabi bersabda: Sesungguhnya ada sebagain orang yang menenggelamkan diri mereka pada harta milik Allah tanpa hak, maka mereka akan mendapatkan neraka pada hari kiamat”.[10]

Supyan Atsauri berkata: Barangsiapa yang menginfakkan harta yang haram dalam pelaksanaan ketaatan sama seperti orang yang mensucikan pakaian dengan air kencing, padahal pakaian tidak bisa disucikan kecuali dengan air dan dosa tidak disucikan kecuali dengan yang halal. Ya Allah!, Cukupkanlah kami dengan sesuatu yang halal dari hal-hal yang haram, dan Cukupkanlah kami dengan karunia -Mu dari selain diri -Mu.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.

 

 

 

 



[1] Tafsir Ibnu Katsir: 1/224-225

[2] Sunan Turmudzi: 4/569 no: 2336

[3] Shahih Bukhari: 2/84 no: 2083 dan dia berkata: Hadits hasan shahih dan dishahihkan oleh Al-Bani di dalam shahihul jami’us shagir 1/430 no: 2148

[4] Shahih Bukhari: 2/74 no: 2051 dan shahih Muslim: 3/1219-1220 no: 1599

[5] Fatwa no: 17611

[6] Shahih Bukhari: 4/230 no: 6707

[7] Bagian dari hadits di dalam sunan Turmudzi: 2/512 no: 614

[8] Shahih Muslim: 2/73 no: 1015

[9] Shahih Muslim: 2/73 no: 1015

[10] Shahih Bukhari: 2/393 no: 3118

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS


 TAFSIR SURAT AL-IKHLAS

            Segala puji bagi Allah dan cukuplah kepadaNya kita memuji, semoga salam tetap tercurahkan kepada para hamba-hambaNya yang terpilih, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Wa Ba’du:

  Sesungguhnya Allah menurunkan Al-Qur’an ini agar ayat-ayatnya direnungkan dan amalkan. Allah swt berfirman:

ë=»tGÏ. çoYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£uÏj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.xtFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ

29.  Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. QS. Shaad: 29

Dan Allah telah menjadikan Al-Qur’an sebagai penwar bagi berbagi penyakit, sebagai cahaya dan petunjuk. Allah swt berfirman:

ãAÍit\çRur z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# $tB uqèd Öä!$xÿÏ© ×puH÷quur tûüÏZÏB÷sßJù=Ïj9   Ÿwur ߃Ìtƒ tûüÏJΩà9$# žwÎ) #Y‘$|¡yz ÇÑËÈ

82.  Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. QS. Al-Isro’: 82

Allah swt berfirman:

3 ö@è% uqèd šúïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Wèd Öä!$xÿÏ©ur (

44.  Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.QS. Fusshilat: 44

Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada pendengaran kita dan sangat perlu untuk direnungkan dan fikirkan adalah surat Al-Ikhlas. Allah swt berfirman:

ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ

1.  Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2.  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3.  Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4.  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." QS. Al-Ikhlas: 1-4

         Dari Anas ra menceritakan seorang lelaki dari Anshor mengimami masyaraktnya di mesjid Quba. Dan setiap kali dia kali membaca surat tertentu di dalam shalatnya maka dia selalu membukanya dengan:

ö@è% uqèd ª!$# îymr&

Sehingga begitu selesai membaca surat Al-Ikhlas maka barulah dia melanjutkannya dengan membaca surat yang lain. Dan hal tersebut dikerjakannya pada setiap rekaat dari shalat. Para shahabat yang lain berkata kepadanya: Sesungguhnya engaku selalu membuka bacaanmu dengan surat ini kemudian engkau melihat bahwa bacaan shalatmu tidak sempurna sehingga engakau menambahkannya dengan surat yang lain, sebaikan anda membaca surat ini (Al-Ikhlas) atau engkau meninggalkan membacanya dan menggantikannya dengan surat yang lain. Imam tersebut menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya. Maka jika kalian senang aku sebagai imam kalian dalam shalat dan tetap membaca surat tersebut maka saya tetap menjadi imam. Namun jika kalian tidak menyenangi tindakan saya itu maka aku akan meninggalkan kalian, dan mereka melihat bahwa orang tersebut adalah pribadi yang paling baik di antara mereka dan mereka tidak suka jika ada orang lain selain dirinya mengimami masyarakat. Lalu pada saat mereka datang kepada Nabi saw merekapun memberitahukan tentang tindakan imam mereka. Maka Nabi saw bertanya kepadanya: Wahai fulan!, apakah yang menegahmu melakukan apa yang diperintahkan oleh para shahabatmu, dan apakah yang mendorongmu untuk selalu membaca surat ini pada setiap raka’at?. Imam tersebut menjawab: Aku mencintainya. Di dalam sebuah riwayat disebutkan: Sebab surat tersebut mengandung sifat Allah Yang Maha Penyayang.[1] Lalu Rasulullah saw bersabda: Cintamu kepada surat tersebut memasukkanmu ke dalam surga”.[2]

Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra berkata: Nabi saw berkata kepada para shahabatnya: Apakah salah seorang di antara kalian merasa tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an pada setiap malam?. Maka hal ini menyulitkan bagi para shahabat, lalu mereka bertanya: Siapakah di antara kita yang mampu melakukan hal tersebut wahai Rasulullah?. Maka Nabi saw bersabda: (الله الواحد الصمد) adalah sepertiga Al-Qur’an. Dan Nabi saw menjadikan surat ini sebagai penawar ditambah dengan surat-surat yang lain. Dan semua ayat-ayat Al-Qur’an adalah penawar bagi penyakit.

Dari Aisyah ra bahwa apabila Nabi saw akan beranjak tidur pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniup pada keduanya:

ö@è% uqèd ª!$# îymr&

ö@è% èŒqããr& Éb>tÎ/ È,n=xÿø9$#

ö@è% èŒqããr& Éb>tÎ/ Ĩ$¨Y9$#

Kemudian beliau mengusap bagian jasad yang bisa dijangkau dengan tangannya, mulai dari kepala, wajah dan bagian depan jasad beliau,  dan beliau mengerjakan hal tersebut selama tiga kali.[3]

Allah swt berfirman:( ö u ªîymr&!$# qèd@è% (Ibnu Katsir berkata: Yaitu Dialah Allah, Yang Esa lagi Tunggal, Yang tidak seorangpun setara denganNya, tidak ada pendamping bagiNya, tidak ada tandingan bagiNya, tidak ada yang serupa dan tidak seorangpun yang sama denganNya, dan lafaz ini tidak boleh dinisbatkan secara mutlak kepada seorangpun dari makhluk Allah kecuali untuk Allah semata sebab Dialah Zat Yang Maha Sempurna dakan sifat dan perbuatanNya”.[4]

Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: Zat yang berantung kepadaNya seluruh makhluk dalam kebutuhan dan masalah mereka. Dan orang-orang Arab memberikan gelar bagi pemuka-pemuka mereka dengan sebutan: Ash-shomad. Abu Wa’il berkata: Ash-shomad adalah  peminpin yang memiliki kekuasaan yang tertinggi.

Dan firman Allah SWT:

Maksudnya adalah tidak memiliki orang tua, anak dan teman.

Mujahid berkata maksudnya adalah shohibah (teman sebagai pasangan hidup). Dan yang dimaksud dengan kata shahibah adalah istri. Sebagaimana firman Allah swt:

ßìƒÏt/ ÏNºuyJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( 4¯Tr& ãbqä3tƒ ¼çms9 Ó$s!ur óOs9ur `ä3s? ¼ã&©! ×pt6Ås»|¹ ( t,n=yzur ¨@ä. &äóÓx« ( uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×Î=tæ ÇÊÉÊÈ

101. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu. QS. Al-An’am: 101

Makasudnya adalah Allah sebagai Zat yang memiliki segala sesuatu dan sebagai Penciptanya. Lalu bagaimana pantas Zat yang menciptakan akan memiliki kesamaan dengan dan kesetaraan serta tandingan dari makhlukNya, atau dia memiliki pembantu dekat yang selalu dekat denganNya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi.

Allah swt berfirman:

(#qä9$s%ur xsƒªB$# ßoH÷q§9$# #V$s!ur ÇÑÑÈ ôs)©9 ÷Läê÷¥Å_ $º«øx© #tŠÎ) ÇÑÒÈ ßŠ%x6s? ßNºuyJ¡¡9$# tbö©ÜxÿtGtƒ çm÷ZÏB ,t±Ys?ur ÞÚöF{$# ÏƒrBur ãA$t6Ågø:$# #ƒyd ÇÒÉÈ br& (#öqtãyŠ ÇuH÷q§=Ï9 #V$s!ur ÇÒÊÈ $tBur ÓÈöt7.^tƒ ÇuH÷q§=Ï9 br& xÏ­Gtƒ #µ$s!ur ÇÒËÈ bÎ) @à2 `tB Îû ÏNºuyJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur HwÎ) ÎA#uä ÇuH÷q§9$# #Yö7tã ÇÒÌÈ ôs)©9 ÷Lài9|Áômr& öNèd£tãur #ttã ÇÒÍÈ

88. Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". 89.  Sesungguhnya kamu Telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, 90.  Hampir-hampir langit pecah Karena Ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh,

91.  Karena mereka menda'wakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak. 92. Dan tidak layak bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. 93.  Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. 94. Sesungguhnya Allah Telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. QS.Maryam: 88-94

Dari Abi Musa Al-Asya’ri ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidak ada seorangpun yang lebih bersabar mendengar celaan selain Allah, mereka mengatkan bahwa Dia memiliki anak kemudian Dia memaafkan mereka dan memberikan rizki bagi mereka”.[5]

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Allah swt berfirman: Anak Adam telah mendustakanku dan tidak sepantasnya dia melakukan hal tersebut. Dia mencelaku padahal dia tidak pantas terhadap hal tersebut.  Adapun pendustaannya terhadapku adalah dia berkata: Allah tidak akan mengembalikanku sebagaimana dia memulai penciptaanku, padahal tidaklah awal penciptaan tersebut lebih mudah daripada mengembalikannya. Adapun celaannya terhadapku adalah dia mengatakan Allah memiliki anak, padahal Aku adalah Zat Yang Esa dan segala sesuatu bergantung kepadaKu, Aku tidak pernah melahirkan dan dilahirkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganKu”.[6]

         Di antara pelajaran yang bias dipetik dari surat di atas adalah:

Petama: Menetapkan keesaan Allah swt dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan bagi Allah anak. Allah swt berfirman:

ÏMs9$s%ur ߊqßguø9$# í÷ƒtãã ßûøó$# «!$# ÏMs9$s%ur t»|Á¨Y9$# ßxŠÅ¡yJø9$# ÚÆö/$# «!$# ( šÏsŒ Oßgä9öqs% óOÎgÏuqøùr'Î/ ( šcqä«ÎŸÒムtAöqs% tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 `ÏB ã@ö6s% 4 ÞOßgn=tG»s% ª!$# 4 4¯Tr& šcqà6sù÷sムÇÌÉÈ

30. Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?. QS. Al-Taubah: 30

Kedua: Surat ini mengandung nama Allah yang agung, yang jika seseorang dengannya niscaya dia akan dipekenankan  dan apabila dia berdo’a maka do’anya akan dikabulkan.

Dari Abdillah bin Buraidah dari Bapakanya ra bahwa Nabi saw mendengar seorang lelaki berdo’a:

اللهم إني أسألك أني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد

(Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dirimu Yang Maha Esa, Yang bergantung kepada Dirimu segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya). Maka Nabi saw bersabda setelah mendengar munajat orang tersebut: Sungguh engkau telah memohon kepada Allah dengan namaNya yang apabila engkau bertanya dengannya niscaya Dia akan memperkenankan permohonanmu dan jika engkau berdo’a dengannya maka Dia pasti menerima do’amu”.[7]

Ketiga: Disunnahkan untuk dibaca ketika hendak tidaur malam, sebgaimana yang dijelaskan di dalam keseharian prilaku Rasulullah saw, dan dianjurkan juga membacanya baik pada waktu pagi dan petang sejumlah tiga kali.

Dari Abdullah bin Hubaib ra berkata: Kami keluar pada malam yang gelap lagi hujan lebat untuk mencari Rasulullah saw agar beliau berkenan bersama kami lalu kamipun mendapatkan beliau saw: maka beliau bersabda: Apakah kalia telah mendirikan shalat”. Namun aku tidak menjawab apapun. Maka Nabi saw berkata kepada kami: katakanlah!. Namun aku tidak mengatakan sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, Namun aku tidak menjawab sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, lalu aku bertanya: Apakah yang semestinya aku katakana?. Beliau bersabda: Katakanlah:

(قل هو  الله أحد) dan Al-Mu’awwidzataini (al-falaq dan an-nas) pada saat pagi dan petang tiga kali maka dia menjagamu dari segala sesuatu”.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Shahih Bukhari: 4/379 no: 7375

[2] Shahih Bukhari: 1/252 no: 774

[3] Shahih Bukhari: 3/344 no: 5015 dan diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Darda’: 1/556 no: 811

[4] Tafsir Ibnu Katsir: halaman: 4/570

[5] Shahih Bukhari: 4/379 no: 7378

[6] Shahih Bukhari: 3/334 no: 4974

[7] Sunan Abu Dawud: 2/79 no: 1493