Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan


Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan

Tiba saatnya kaum muslimim menyambut tamu agung bulan Ramadhan, tamu yang dinanti-nanti dan dirindukan kedatangannya. Sebentar lagi tamu itu akan bertemu dengan kita. Tamu yang membawa berkah yang berlimpah ruah. Tamu bulan Ramadhan adalah tamu agung, yang semestinya kita bergembira dengan kedatangannya dan merpersiapkan untuk menyambutnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ   )يونس/ 58 )


“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Yunus: 58)

Yang dimaksud dengan “karunia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim (Lihat Tafsir As Sa’di).

Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia.

‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas karunia Allah dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat, mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengokohkan jiwa, serta menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin bertambahnya karunia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang terpuji. Berbeda halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelezatannya atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegimbiraan yang tercela. Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,

“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” (Al Qashash: 76)

Karunia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka menyadarinya dan turut bergembira atas limpahan karunia dan rahmat dari Allah. Allah berfirman :



وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11(

“Dan terhadap nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” Adh-Dhuha: 11)

Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.

Para pembaca yang mulia, ….

Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh barakah itu, yaitu menyiapkan iman, niat ikhlash, dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.

Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih, serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa merusak ibadah shaumnya, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan gandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبٍ

“Barang siapa yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda :


كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Setiap amalan bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.” (HR. Muslim)

Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.

Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas limpahan karunia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan semakin berkurang bahkan bisa sirna bila kita mengkufurinya.

Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi atau golongan.

Permasalah yang sering terjadi adalah perbedaan dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama yang terpercaya.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal. Beliau bersabda :



 صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

 “Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” HR. Al-Bukhari dan Muslim

Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan secara kebersamaan. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:


اَلصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu Hurairah di atas

dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum bersama pemerintah dan jama’ah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa 25/117)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)

Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam. Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini. Rasulullah saw. bersabda :


مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي


“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, 13/120).

Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih, amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :


من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :


من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

 

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”

Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :

1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan. Yaitu mandi bersama-sama dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai, atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para ‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.

Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya, jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.

2. Nyekar di kuburan leluhur.

Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman. Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!

3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.

Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini sebagai syarat agar puasanya sempurna.

Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu. Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.

Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.

Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri, memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail (shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai amal shalih lainnya.

Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga bisa menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan lancar.

Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :


رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع، ورب قائم ليس له من قيامه إلا السهر

 “Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya begadang saja.” (HR. Ibu Majah)

Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :


إن جبريل عليه السلام أتاني فقال من أدرك شهر رمضان فلم يغفر له فدخل النار فأبعده الله قل آمين فقلت آمين

“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata : ‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)

Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman. Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.

Wallähu a’lam bishawab ...

Beberapa Catatan Bagi Wanita Yang Berpuasa

Beberapa Catatan Bagi Wanita Yang Berpuasa

         Segala puji bagi Allah I yang memutar balikan tahun demi tahun, bulan demi bulan, dan hari demi hari:

يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَار

Allah mempergantikan malam dan siang.Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (QS.an-Nuur :44)

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada pemberi petuntuk, pemberi kabar gembira, dan lampu yang menerangi, dan kepada keluarga, sahabatnya, serta yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga hari pembalasan...sesudah itu:

Selamat datang, ahlan wa sahlan bulan puasa – wahai kekasih yang mengunjungi kami setiap tahun

Sungguh kami menemui engkau dengan rasa cinta yang mendalam – segala cinta kepada selain Allah I adalah haram.

        Saudariku yang berpuasa: telah datang kepada kita bulan yang agung, permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Bulan al-Qur`an dan puasa, bulan jihad dan kemenangan, bulan dilipat gandakan kebaikan, taubat dan ampunan. Ia adalah penghulu semua bulan, selamat datang dengannya.

        Saudariku yang berpuasa: dalam risalah ini ada beberapa catatan dan nasihat yang engkau terima dari orang yang mencintaimu, di bulan yang mulia ini, semoga Allah I menerima kita dan engkau dalam berpuasa dan shalat, sesungguhnya Dia I Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

         Pertama: Pujilah Allah I, wahai saudariku, atas nikmat yang agung ini, yaitu bertemu bulan Ramadhan, maka bersungguh-sungguhlah dan tetapkanlah untuk bertaubat dari sekarang. Dan aku melihat kebaikan pada dirimu di bulan yang mulia ini, kemungkinan engkau tidak bertemu lagi dengannya di tahun mendatang.

         Sudah berapa orang yang engkau kenal yang telah berpuasa – dari yang terdahulu dari para keluarga, tetangga dan teman sejawat

          Mereka telah dijemput oleh kematian dan membiarkan engkau setelah mereka tetap hidup, maka alangkah dekatnya mengikuti yang terdekat.

         Kedua: Jangan terlalu banyak membeli makanan –dipermulaan bulan ini- seperti kondisi kebanyakan orang. Maka bulan Ramadhan adalah bulan puasa, bukan bulan makan dan minum. Dan ketahuilah bahwa hanya ada dua kali makan saja di bulan ini, yaitu makan sahur dan berbuka puasa, untuk meringankan atas hamba, sehingga ia bisa melaksanakan hak-hak Allah I di bulan ini berupa puasa, shalat, dan membaca al-Qur`an.

         Ingatlah, sesungguhnya di antara manfaat lapar adalah yang berikut ini: bersih hati dan lembut, menghancurkan nafsu syahwat di dalam jiwa, menyehakan badan, menentukan diri untuk ibadah, mengingat kondisi fakir miskin, dan mensyukuri nikmat.

         Ketiga: manfaatkanlah hari-hari ini dan jadikanlah bulan ini sebagai saksi untuknya di sisi Allah I di hari di keluarkan apa yang ada di dalam qubur dan diketahui apa yang ada di dalam dada. Dan aku melihat kebaikan pada dirimu. Mohonlah kepada Allah I agar diterima, maka sesungguhnya ia adalah tanda ketaqwaan, firman Allah I:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa". (QS.al-Maidah:27)

           Keempat: Janganlah engkau jadilah hari puasamu sama seperti hari berbukamu, maka apabila engkau puasa maka hendaklah berpuasa pendengaran dan penglihatanmu, dari lidahmu dari bohong, ghibah dan namimah, dan hendaklah engkau tenang di hari puasamu.

         Kelima: Biasakanlah anak-anakmu berpuasa di bulan yang agung ini. lakukanlah perlombaan di antara mereka untuk membaca satu juz al-Qur`an disertai menghapal satu halaman disertai hadiah menarik bagi siapa yang bisa puasa lebih banyak dari yang lain.

         Keenam: jadikan niatmu ikhlas karena Allah I saat engkau menyiapkan menu berbuka puasa. Berharaplah pahala dari Allah I yaitu pahala membukakan orang yang berpuasa, sekalipun ia adalah suamimu, anak-anakmu, dan anggota keluargamu, maka sesungguhnya amal disertai niat. Berdasarkan sabda Rasulullah r:

إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى

"Sesungguhnya amal perbuatan disertai niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang menurut niatnya."

Dan sabdanya r:

من فطر صائماً كان له مثل أجره ...

"Barangsiapa yang membukakan orang yang berpuasa niscaya baginya seperti pahalanya…"

         Ketujuh: usahakanlah selalu ada yang menemanimu saat engkau memasak di dapur dan menyiapkan makanan, yaitu radio, sampai engkau selesai menyiapkan berbuka puasa, dan dengarkanlah dengan semua ragamu semua kebaikan yang disampaikan padanya pada radio al-Qur`an al-Karim. Radio yang penuh berkah ini memberikan ilmu yang bermanfaat dan memindahkan engkau dari satu taman ke taman yang lain, di antara membaca al-Qur`an, hadits, fatwa dari ulama, nasehat dan faedah. Samahah Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: "Saya berpesan kepada semua kaum muslimin agar mendengarkan program radio al-Qur`an al-Karim, karena padanya terdapat manfaat dan kebaikan yang banyak.

        Kedelapan: hati-hatilah –wahai saudariku yang puasa- dari mengikuti acara televisi yang acaranya bertambah buruk di bulan yang mulia ini, dan yang menyiarkan film-film dan senetron-senetron yang hina, di mana menghilangkan rohani puasa. Firman Allah I:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً  الإسراء:36

sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. al-Isra`:36)

dan Rasulullah r bersabda:

"Kaki hamba tidak akan tergelincir pada hari qiamat sehingga ia ditanya tentang empat perkara: di antaranya: tentang umurnya, kemanakah ia habiskan."

      Kesembilan: usahakanlah agar persiapan berbuka sudah selesai seperempat jam sebelum azan, dan jadilah sisa waktu itu untuk membaca al-Qur`an, berdoa dan istighfar. Maka sesungguhnya bagi orang yang berpuasa  di waktu itu ada doa yang tidak ditolak. Jangan lupa terhadap anak-anak dan anggota keluargamu serta semua kaum muslimin dari doamu.

       Kesepuluh: segeralah berbuka setelah tenggelam matahari, berdasarkan hadits Sahl bin Saad t, dari Nabi r, beliau bersabda:

"Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan menta'khirkan makan sahur."HR. al-Bukhari dan Muslim.

Jangan lupa membaca bismilah sebelum makan, berbukalah dengan kurma jika ada, kemudian jawablah bacaan muazin, dan mohonlah wasilah dan fadhilah untuk nabimu Muhammad r.

        Kesebelas: janganlah terlalu banyak makan karena ia memberatkan badan dan menyebabkan malas beribadah, shalat Tarawih, dan shalat malam.

         Kedua belas: Segeralah menuju tempat shalatmu saat mendengar azan isya. Laksanakanlah shalat fardhu dan shalat Tarawih.

         Ketiga belas: lawanlah hawa nafsumu di bulan ini dan jadikanlah untukmu satu waktu untuk shalat tahajud di saat anak-anak sedang tertidur dan rumah sudah tenang dari kegaduhan.

         Tidak mengapa engkau memegang al-Qur`an untuk membaca, munajatlah kepada Rabb semua manusia, pencipta langit dan bumi, berlututlah di hadapan-Nya, mohonlah kepada-Nya maaf dan ampunan segala dosa, keteguhan di atas kebenaran sampai engkau bertemu dengan-Nya. berapa banyak do'a yang kebetulan pintu langit sedang dibuka, yang pelakunya mendapatkan keberuntungan dunia dan akhirat.

         Keempat belas: Jauhilah –wahai saudariku yang berpuasa- memakai minyak wangi yang nampak aromanya, apabila engkau termasuk orang yang pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Tarawih. Demikian pula jangan sampai engkau tidak memakai hijab dalam pakaian, karena sebagian wanita –semoga Allah I memberi petunjuk kepada mereka- keluar menuju shalat Tarawih, sementara mereka membuka aurat lagi berminyak wangi, sampai menampakkan sebagian lekuk tubuhnya. Sedangkan wanita muslimah diperintahkan menutup aurat dan hijab dan sempurna, maka bagaimana dengan wanita yang keluar menuju shalat di bulan yang mulia ini.

         Kelima belas: di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan, yaitu lailatul qadar, firman Allah I:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam kemuliaan. * Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? * Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. * Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. al-Qadr:1-5)

Dan ia di malam-malam yang ganjil seperti yang diberikan oleh Nabi Muhammad r, yaitu pada malam (21, 23, 25, 27, 29). Kendati demikian, sungguh banyak sekali wanita –semoga Allah I memberi petunjuk kepada mereka- menyia-nyiakan malam yang agung ini di pasar-pasar untuk membeli pakaian lebaran dan makanan. Ini adalah kebodohan dan kesalahan. Apabila masuk sepuluh terakhir, Nabi r mengikat sarungnya dan menghidupkan malamnya serta membangunkan keluarganya.

         Keenam belas: janganlah engkau malam apabila engkau terhalang ibadah secara syar'I, engkau hanya di larang puasa dan shalat saja. Adapun amal ibadah lainnya, maka engkau tidak dilarang darinya, berupa do'a, zikir, tasbih, tahlil dan istighfar.

Catatan; anak putri bisa mendapat haid saat berusia sembilan tahun, maka ia wajib berpuasa saat itu dan jangan menunggu hingga mencapai usia lima belas tahun dari usianya.

         Ketujuh belas: jauhilah kembali kepada perbuatan maksiat yang pernah engkau lakukan sebelum bulan Ramadhan. Jangalah engkau seperti wanita yang:

نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثاً

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, (QS.an-Nahl :92)

Ingatlah ibadah yang telah engkau lakukan  berupa puasa, shalat, membaca al-Qur`an, dan kembali kepada Allah I. Ingatlah rohani Ramadhan dan bagaimana engkau hidup dalam keberuntungan, ketenangan dan hidup yang bahagia. Maka bagaimana mungkin engkau ingin kembali kepada kehidupan yang celaka dan sempit. Firman Allah I:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى  -طـه:124 .

Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS.Thaha:124)

Ketahuilah, saudariku yang berpuasa- sesungguhnya engkau telah diambil oleh tangan pemberi nikmat dan engkau telah menyalahi janji bersama Allah I, setelah engkau menyatakan bertaubat kepada-Nya, menangis di hadapan-Nya, kita berlindung kepada Allah I.

         Kedelapan belas: engkau harus mengqadha setelah Ramadhan sehingga engkau mendapatkan puasa enam hari bulan Syawal, berdasarkan sabda Nabi r:

من صام رمضان وأتبعه ستاً من شوال كان كصيام الدهر

"Barangsiapa yang puasa enam hari bulan Ramadhan dan meneruskannya puasa enam hari bulan Syawal, ia seperti puasa satu tahun." HR. al-Bukhari dan Muslim.

         Terakhir: saya memohon kepada Allah I Yang Maha Agung, Rabb arsy yang mulia, agar menjadikan kami dan engkau termasuk orang yang Allah I menerima puasa dan shalat darinya, dan menjadikan kita termasuk orang yang terbebas dari api neraka, dan jangan menjadikan tahun ini sebagai masa terkahir kita dengan bulan Ramadhan. Sesungguhnya Dia menguasai hal itu Maha Kuasa atasnya. Dan doa kita yang terakhir bahwa segala puji bagi Allah SWT Rabb semesta alam.


Beberapa KekeliruanKaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar


Beberapa Kekeliruan

Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar

Berikut ini, kami ketengahkan sebuah karya tulis perihal beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin berkaitan dengan Lailatul Qadar. Makalah yang ditulis oleh Syaikh Masyhur bin Hasan, kami terjemahkan dari Al Ashalah, Edisi 3/15 Sya'ban 1413H halaman 76 - 78. Semoga bermanfaat dan sebagai peringatan bagi kami dan segenap kaum muslimin.

Kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa kaum muslimin dalam masalah puasa dan shalat tarawih sangat banyak; baik dalam masalah keyakinan, hukum atau perbuatan.

Sebagian mengira, bahkan meyakini beberapa masalah yang bukan dari Islam, sebagai rukun Islam. Mereka mengambil sesuatu yang rendah (dalam urusan puasa dan lainnya), sebagai pengganti yang lebih baik, karena mengikuti orang- orang Yahudi.

Padahal Nabi telah melarang menyerupai mereka. Bahkan beliau menekankan serta menegaskan, agar (kaum Muslimin) menyelisihi mereka.

Diantara kesalahan ini, ada yang khusus berkaitan dengan lailatul qadar.

Kesalahan ini kami bagi menjadi dua bagian.

 

1. Salah Dalam Berpandangan Dan Berkeyakinan

Diantara kesalahannya adalah:

 

1. Keyakinan sebagian orang, bahwa lailatul qadar itu memiliki beberapa tanda yang dapat diraih oleh sebagian orang.

Lalu orang-orang ini merangkai cerita-cerita khurafat dan khayal. Mereka mengaku melihat cahaya dari langit, atau mereka dibukakan pintu langit dan lain sebagainya.

Semoga Allah merahmati Ibnu Hajar, ketika beliau menyebutkan dalam Fathul Bari 4/266, bahwa hikmah disembunyikannya lailatul qadar, ialah agar timbul kesungguh-sungguhan dalam mencarinya. Berbeda jika malam qadar tersebut ditentukan, maka kesungguhan-sungguhan hanya sebatas pada malam tertentu itu.

Kemudian Ibnu Hajar menukil riwayat dari Ath-Thabari, bahwa beliau memilih pendapat (yang menyatakan, pent.), semua tanda itu tidaklah

harus terjadi. Dan diraihnya lailatul qadar itu tidak disyaratkan harus

dengan melihat atau mendengar sesuatu.

Ath Thabari lalu mengatakan, "Dalam hal dirahasiakannya lailatul qadar, terdapat bukti kebohongan orang yang beranggapan, bahwa pada malam itu akan ada hal-hal yang dapat terlihat mata, apa yang tidak dapat terlihat pada seluruh malam yang lain.

Jika pernyataan itu benar, tentu lailatul qadar itu akan tampak bagi setiap orang yang menghidupkan malam-malam selama setahun, utamanya malam-malam Ramadhan."

 

2. Perkataan sebagian orang, bahwa lailatul qadar itu sudah diangkat (sudah tidak ada lagi, pent).

Al Mutawalli, seorang tokoh madzhab Sya_'i dalam kitab At Tatimmah telah menceritakan, bahwa pernyataan itu berasal dari kaum Rafidhah (Syi'ah).

Sementara Al Fakihani dalam Syarhul Umdah telah menceritakan, bahwasanya berasal dari madzhab Hana_yah. Demikian ini merupakan

gambaran rusak dan kesalahan buruk, yang dilandasi oleh pemahaman keliru terhadap sabda Rasulullah ketika ada dua orang yang saling mengutuk pada lailatul qadar, Sesungguhnya lailatul qadar itu sudah terangkat Pendalilan (kesimpulan) ini terbantah dari dua segi.

 

a) Para ulama mengatakan, yang dimaksud dengan kata "terangkat",

yaitu terangkat dari hatiku, sehingga aku lupa waktu pastinya; karena

sibuk dengan dua orang yang bertengkar ini.

Dikatakan juga (maksud kata terangkat, pent.), yaitu terangkat barakahnya pada tahun itu. Dan maksudnya, bukanlah lailatul qadar

itu diangkat sama sekali.

Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan Imam Abdur Razaq

dalam Mushannaf-nya 4/252, dari Abdullah bin Yahnus, dia berkata,

Aku berkata kepada Abu Hurairah, "Mereka menyangka, bahwa lailatul qadar itu sudah diangkat." Abu Hurairah berkata,"Orang yang mengatakan hal itu telah berbuat bohong."

 

b) Keumuman hadits yang mengandung dorongan untuk menghidupkan malam qadar dan penjelasan tentang keutamaannya.

Seperti hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan lainnya, Nabi

bersabda, Barangsiapa yang shalat pada lailatul qadar karena iman dan karena mengharapkan pahala, maka dia diampuni dosanya yang

telah lewat.

Imam Nawawi mengatakan, "Ketahuilah, bahwa lailatul qadar itu ada. Dan lailalatul qadar itu terlihat. Dapat dibuktikan oleh siapapun yang dikehendaki dari keturunan Adam, (pada) setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana telah jelas melalui hadits-hadits ini, dan melalui berita-berita dari orang shalih tentang lailatul qadar. Pengelihatan orang-orang shalih tersebut tentang lailatul qadar tidak bisa dihitung."

 

Saya (Syaikh Masyhur) mengatakan:

Ya, kemungkinan diketahuinya lailatul qadar itu ada. Banyak tanda-tanda yang telah diberitahukan oleh Nabi, bahwa lailatul qadar itu, adalah satu malam diantara malam-malam Ramadhan.

Dan mungkin, demikian ini maksud perkataan Aisyah pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dan beliau menshahihkannya,

Aku katakan, "Wahai Rasulullah, jika aku mengetahui (adanya) malam itu (sebagai) lailatul qadar, apa yang kuucapkan pada malam itu?"

Dalam hadits ini ( sebagaimana dikatakan Imam Syaukani dalam Nailul Authar 3/303.) terdapat bukti, kemungkinan lailatul qadar dapat diketahui dan (juga bukti, pent.) tentang tetap adanya malam itu."

Az Zurqani mengatakan dalam syarah Muwaththa' 2/491, "Barangsiapa yang menyangka, bahwa makna -yang terdapat pada hadits di atas, (yaitu) lailatul qadar sudah diangkat- yakni sudah tidak ada lagi, maka dia keliru. Kalau seandainya benar seperti itu, tentulah kaum muslimin tidak diperintahkan untuk mencarinya. Hal ini dikuatkan oleh kelanjutan hadits tersebut.

dirahasiakannya waktu lailatul qadar itu, menyebabkan orang tertuntut untuk melaksanakan qiyamul lail selama satu bulan penuh. Hal ini berbeda jika pengetahuan tentang waktunya dapat diketahui secara jelas."

Kesimpulannya, lailatul qadar tetap ada sampai hari kiamat. Sekalipun

penentuan tepatnya kejadian tersebut dirahasiakan, dalam arti, tetap tidak dapat menghilangkan kesamaran dan ketidakjelasan tentang waktunya.

Meskipun pendapat yang rajih (terkuat), bahwa lailatul qadar ada pada

sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan dalil-dalil menguatkan,

bahwasanya dia adalah malam dua puluh tujuh, akan tetapi memastikannya dengan cara yang yakin merupakan perkara sulit. Allahu a 'lam.

 

2. Kesalahan-kesalahan Dalam Amal Perbuatan

Dan Tingkah Laku

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan manusia pada lailatul qadar itu hanyak

sekali. Hampir tidak ada yang bisa selamat, kecuali yang dipelihara Allah.

Diantaranya,

 

1. Mencari dan menyelidiki keberadaannya dan tersibukkan dengan mengintai tanda-tanda lailatul qadar, sehingga lalai beribadah ataupun berbuat taat pada malam itu.

Betapa banyak orang-orang yang shalat, kita lihat diantara mereka

lupa membaca Al Qur'an, dzikr dan lupa mencari ilmu karena

urusan ini. Engkau dapati salah seorang diantara mereka -menjelang

terbitnya matahari memperhatikan matahari untuk mengetahui, apakah sinar matahari ini terik ataukah tidak? Mestinya, orang-orang ini memperhatikan pesan yang terdapat pada sabda Nabi,

Semoga (dirahasiakannya waktu lailatul qadar itu, pent.)

menjadi lebih baik bagi kalian. Dalam hadits ini terdapat isyarat, bahwa malam itu tidak ditentukan.

Para ahli ilmu menarik kesimpulan dari sabda Nabi bahwa dirahasiakannya waktu lailatul qadar itu lebih baik. Mereka mengatakan, "Hikmah dalam hal itu, agar seorang hamba bersungguh-sungguh dan memperbanyak amal pada tiap-tiap malam dengan harapan agar bertepatan dengan lailatul qadar. Berbeda jika lailatul qadar itu (telah) ditentukan.

Maka, sungguh amal itu hanya akan diperbanyak (pada) satu malam saja, sehingga ia luput dari beribadah pada malam lainnya, atau berkurang."

Bahkan sebagian ahli ilmu mengambil satu faidah dari sabda Nabi

tersebut, bahwa sebaiknya orang yang mengetahui lailatul qadar itu

menyembunyikannya -berdasarkan dalil- bahwa Allah telah mentaqdirkan kepada NabiNya untuk tidak memberitakan ketepatan waktunya.

Sedangkan semua kebaikan ada pada apa yang telah ditaqdirkan bagi Nabi.

Maka, merupakan sunnah untuk mengikuti beliau dalam hal ini.

Dari uraian di depan, dapat diketahui kekeliruan orang-orang dalam giatnya mereka shalat secara khusus, atau beribadah secara umum pada malam ke dua puluh tujuh, dengan memastikan atau seakan memastikan, bahwa malam itu adalah lailatul qadar, kemudian meninggalkan shalat dan tidak bersungguh-sungguh berbuat taat pada malam-malam lainnya.

Persangkaannya, bahwa mereka hanya akan mendapatkan ganjaran ibadah lebih dari seribu bulan ketika menghidupkan malam ini (malam duapuluh tujuh, pent.) saja.

Kekeliruan ini membuat banyak orang melampaui batas dalam berbuat taat pada malam ini. Anda bisa lihat, diantara mereka ada yang tidak tidur, bahkan tidak henti-hentinya shalat dengan memaksakan diri tanpa tidur.

Bahkan mungkin ada sebagian yang shalat, lalu memperlama shalatnya, sementara dia berjuang keras melawan kantuknya. Dan sungguh, kami pernah melihat diantara mereka ada yang tidur dalam sujud.

Dalam hal ini, satu sisi merupakan pelanggaran terhadap petunjuk

Rasulullah yang melarang kita melakukan hal itu. Pada sisi lainnya, itu

merupakan beban dan belenggu yang telah dihilangkan dari kita –berkat karunia dan nikmatNya.

 

2. Diantara kesalahan sebagian kaum muslimin pada malam ini, yaitu sibuk

mengatur acara, menyampaikan ceramah.

Sebagian lagi sibuk dengan nasyid-nasyid dan nyanyian puji-pujian, sehingga lalai berbuatan taat.

Anda bisa saksikan, ada orang yang begitu bersemangat, berkeliling ke

masjid-masjid dengan menyampaikan berita terkini, serta bagaimana upaya pemecahannya. Itu dilakukan hingga menyebabkan pemanfaatan malam itu keluar dari apa yang dimaksudkan syari'at.

 

3. Diantara kekeliaruan mereka juga, yaitu mengkhususkan sebagian ibadah pada malam itu seperti shalat khusus lailatul qadar.

Sebagian lagi senantiasa mengerjakan shalat Tasbih secara berjama'ah

tanpa hujjah. Sebagian lagi -pada malam ini- melaksanakan shalat hifzhul Qur'an, padahal tidak ada dasarnya.

 

Pelanggaran-pelanggaran dan kekeliruan yang berkaitan dengan lailatul qadar - yang dilakukan banyak kaum muslimin- sangat beragam dan banyak sekali. Kalau kita kumpulkan dan kita selidiki, maka tentu pembicaraan ini menjadi panjang.

Apa yang kami sampaikan disini, baru sebagian kecil saja. (Insya Allah)

bermanfaat bagi penuntut ilmu, pendamba kebenaran dan pencari al haq.

Agar Ibadah Puasa Lebih Bermakna


Agar Ibadah Puasa Lebih Bermakna 

Bulan Ramadhan merupakan bulan nan pernuh berkah; Ramadhan menjadi penghulu segala bulan dalam hutungan tahun Hijriyah, tahunnya umat Islam. Ramadhan adalah bulan shiyam (puasa), dan dia juga bulan qiyam (shalat malam).

 

1. Keutamaan Bulan Ramadhan

Hadits-hadits yang mengupas keutamaan bulan nan agung ini, cukup banyak dan bercorak ragam. Cukup kita petik beberapa di antaranya, sebagai penambah muatan motivasi yang mengangkat gairah imani kita untuk memasuki bulan Ramadhan yang akan datang menjelang, dengan penuh harap akan ampunan dan karunia-Nya.

Dari Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Telah datang kepadamu Bulan Ramadhan, bulan nan penuh berkah. Di bulan itu Allah akan menaungimu; menurunkan .rahmat dan menghapus dosa-dosa, mengabulkan doa dan memperhatikan bagaimana kamu sekalian saling berlomba-lomba (dalam kebaikan) pada bulan itu. Allah pun membanggakan dirimu di hadapan para malaikat-Nya. Maka perlihatkanlah (wahai kaum Muslimin) segala kebaikan pada dirimu. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang kehilangan rahmat Allah." (Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani).

Hadits yang lain:

 

"Telah dianugerahkan kepada ummatku pada bulan Ramadhan lima karunia yang tidak pernah diberikan kepada ummat manapun sebelum mereka:

Aroma mulut orang yang berpuasa, disisi Allah, lebih harum semerbak ketimbang bau kesturi. Para malaikat memohonkan bagi mereka ampunan hingga waktu berbuka. Setiap hari di bulan itu, Allah menghiasi Jannah-Nya seraya berfirman kepada sang Jannah:

"Tak lama lagi, para hamba-Ku yang shalih akan dibebaskan dari beban dan kesusahan, lalu beranjak menemuimu."

Di bulan itu, para jin pembangkang dibelenggu; mereka tak dapat bebas berbuat, seperti pada bulan-bulan yang lain. Lalu, Allah mengampuni dosa- dosa mereka pada malam terakhir.

Ada sahabat yang bertanya: "Ya Rasulallah, apakah malam terakhir itu, malam Lailatul Qadar?".

Beliau menjawab:

"Bukan, karena orang yang beramal akan mendapati ganjarannya, bila ia telah selesai menunaikannya." [2]

Ada beberapa hadits lain yang senada dengan itu. Dua hadits di atas, dan banyak lagi yang lainnya meliputi beberapa kesimpulan:

 

1. Allah telah memberkahi bulan Ramadhan ini sebagai bulan pengampunan atas segala dosa, bagi orang yang memenuhi bulan ini dengan beragam ibadah; tetapi tidak untuk dosa-dosa beaar. Nabi bersabda:

"Barangsiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh

keimanan dan introspeksi diri, akan Allah ampuni dosa-dosanya yang

terdahulu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan Salman Al-Farisi, bahwasanya Rasulullah bersabda: "Antara shalat-shalat lima waktu; antara Jum'at dengan Jum'at; dan antara Ramadhan yang satu dengan rmadhan berikutnya; ada pengampunan dosa, bagi mereka yang menghindari dosa-dosa besar."[3]

Dosa-dosa besar hanyalah diampuni, lewat taubat tersendiri yang dilakukan seorang hamba dengan penuh penyesalan di hadapan Allah. Hanya saja sebagian ulama, di antaranya Ibnu Taimiyyah, Imam Nawawi dan lain-lain menegaskan; bahwa Ibadah Ramadhan, berikut shaum dan shalat malamnya, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan berarti sudah mencakup taubat itu sendiri. Dan itulah yang menjadi tujuan puasa, bahkan seluruh ibadah seperti tertera dalam al-Qur'an adalah: Agar kamu sekalian bertakwa.

 

2. Termasuk keberkahan bulan suci Ramadhan adalah sempitnya ruang gerak setan itu untuk melancarkan godaan dan tipu dayanya terhadap bani Adam.

Terbelenggunya mereka, adalah dengan kehendak Allah dan dalam pengertian yang sesungguhnya. Namun juga tidak berarti mereka berhenti menggoda manusia secara total, seperti tersebut dalam hadits di atas.

 

3. Dihiasinya Jannah untuk menyambut kedatang an orang-orang yang berpuasa, seusai menjalani cobaan Allah selama masa hidup di dunia. Ini salah satu bentuk Tabsyir atau kabar gembira dari Allah.

 

4. Keberkahan bulan Ramadhan juga terungkap jelas, dengan adanya para malaikat yang memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka yang berpuasa. Di samping aroma mulut orang yang berpuasa yang secara lahir mungkin tidak sedap di sisi Allah lebih wangi dibanding aroma kesturi.

 

2 Berbagai Keutamaan Lain

Sebagai Muslim yang mengharap keutamaan dan ampunan, di mana dia juga tak lepas dari noda dan dosa, maka noda dan dosa itu dapat terkurangi bahkan terhapus lewat ibadah di bulan Ramadhan. Segala bentuk ragam ibadah di bulan ini harus semaksimal mungkin kita mefaatkan di antaranya:

 

2.1 Memperbanyak Shadaqah

Imam Tirmidzi meriwayatkan:

Rasulullah pernah ditanya: "Sedekah apakah yang paling utama?"

Beliau menjawab: "Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." [4]

Nabi adalah orang yang gemar bersedekah. Kegemarannya bersedekah, menjadi semakin meningkat di bulan Ramadhan. Salah seorang sahabat telah berkata:

"Sesungguhnya Rasulullah itu lebih pemurah, dibandingkan dengan angina yang berhembus. Dan terutama lagi di bulan Ramadhan." [5]

 

2.2 Shalat malam berjama’ah

Dari Abu Dzar, bahwasanya beliau menuturkan:

"Dahulu ketika kami melakukan shaum/puasa, Rasulullah tidak pernah shalat (malam) berjama'ah bersama kami hingga bulan Ramadhan hanya tersisa tujuh hari lagi. Lalu beliau shalat bersama kami hingga akhir sepertiga malam pertama.

Pada malam yang ke dua puluh enam, beliau tak lagi shalat bersama kami.

Namun pada malam ke dua puluh lima (satu malam sebelumnya), beliau sempat shalat bersama hingga pertengahan malam. Lalu kami bertanya:

"Ya Rasulallah, apakah tidak engkau sisakan sebagian malam agar kami menambah shalat sendiri?" Maka beliau bersabda:

"Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam hingga selesai

shalatnya, akan dituliskan baginya (pahala) shalat semalam

untuknya." [6]

Hadits tersebut umumnya digunakan oleh para ulama untuk menetapkan disyari'atkannya shalat malam berjama'ah (tarawih) pada bulan Ramadhan. Namun hadits tersebut juga secara lebih khusus menyiratkan keutamaan shalat malam berjama'ah di bulan Ramadhan itu. Meskipun secara umum, juga berlaku untuk setiap shalat jama'ah, baik yang fardhu maupun yang mustahab.

 

Syaikh Nashiruddin al-Albani menegaskan:

Sabda beliau: "Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam", itu jelas menunjukkan keutamaan shalat malam Ramadhan berjama'ah. Hal itu dikuatkan, dengan riwayat dari imam Abu Dawud dalam "Al-Masail" hal.62:

Saya pernah mendengar Imam Ahmad ditanya: "Mana yang lebih menarik hatimu, orang yang shalat berjama'ah atau shalat sendiri?" Beliau menjawab: "Tentu saja orang yang shalat berjama'ah."

Beliau juga pernah ditanya: "Bagaimana kalau orang yang shalat sendiri itu mengakhirkan shalat hingga akhir malam (pada waktu yang paling utama)?" Beliau menanggapi: "Sunnah kaum Muslimin tetap lebih aku sukai." [7]

 

2.3 Memperbanyak amalan akhirat

Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, adalah ladang subur untuk menebarkan beragam amal shalih untuk dituai hasilnya di akhirat nanti. Dan mulai membaca al-Qur'an, memberi makan orang miskin atau memberinya sekedar makanan untuk berbuka puasa, berdoa, beristigfar, mempererat hubungan silaturrahmi dan lain-lain.

Banyak kaum Muslimin yang secara tradisi, memenuhi bulan suci ini dengan bekerja di luar kebiasaan; demi untuk merayakan 'Iedul fitri dengan mewah penuh kegemerlapan, bahkan terkesan dipaksa-paksakan; itu jelas merugian.

Di ladang pahala, kita justru menanam amalan duniawi yang lebih banyak menghasilkan kesia-siaan. Padahal telah diingatkan dalam satu hadits mauquf (hanya sampai kepada sahabat) dari Hasan bin Ali:

"Apabila engkau mendapati seseorang melomba kamu dalam urusan dunia, maka lombalah dia dalam urusan akhirat." [8]

 

2.4 Menjalankan umrah

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya ganjaran umrah di bulan Ramadhan, sama dengan ganjaran melaksanakan haji sekali atau bahkan haji bersamaku." [9]

Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim All Jarullah dalam "Majmu' Rasail Ramadhan iyyah" menyatakan:

"Namun yang perlu dipahami, bahwa umrah di bulan Ramadhan itu, meskipun ganjarannya sama dengan ibadah haji, namun ia tidak menggugurkan kewajiban haji itu sendiri bagi mereka yang mampu berkewajiban".

 

2.5 Beribadah di malam Lailatul qadri

Para ulama menyatakan, bahwa malam itu disebut dengan Lailatul qadri (malam kemuliaan), karena kemuliaan dan keutamaannya. Bahkan dinyatakan, bahwa dimalam itu juga rizki dan ajal kematian para hamba untuk selama satu tahun ditentukan Allah. Sebagaimana difirmankan-Nya: "Pada malam itu dijelaskan, segala urusan yang penuh hikmat." (Ad-Dukhan: 4)

Banyak ayat yang menceritakan tentang keutamaannya yang tidak kami sebutkan di sini. Di malam itu juga pahala amal ibadah Allah lipatgandakan. Nabi Bersabda:

"Barangsiapa yang beribadah di malam Lailatul qadri, dengan penuh

keimanan dan perhitungan; akan diampuni segala dosa-dosanya yang

terdahulu." [10]

Adapun waktu malam tersebut, banyak sekali diperselisihkan para ulama. Imam Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam "Fathul Bari", setelah menuturkan puluhan pendapat para ulama, berkata:

"Pendapat yang paling kuat, malam itu terdapat pada sepuluh malam

terakhir. Ia selalu berpindah, namun yang paling diharapkan dia akan muncul, pada malam-malam ganjil. Adapun tepatnya; menurut Syafi'iyyah pada malam ke 21 atau 23. Tapi menurut sebagian besar ulama pada malam ke 27."

 

Demikian juga pendapat syaikh al-Albani dalam "Qiyamul lail" . Para ulama sering mengungkapkan, bahwa hikmah tersembunyinya kepastian malam itu, adalah agar kaum Muslimin giat beribadah pada setiap malam bulan Ramadhan, Wallahu A'lam.

 

2.6 I’tikaf

Lepas dari perselisihan di mesjid mana i'tikaf itu disyari'atkan, kaum Muslimin tetap harus mengakui kesepakatan para ulama bahwa i'tikaf di bulan Ramadhan, khususnya sepuluh hari terakhir, adalah keutamaan besar sekaligus sunnah yang tak pernah ditinggalkan Nabi seumur hidupnya hingga beliau wafat.

Dari Abu Hurairah berkata:

"Nabi dahulu beri'tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun di mana beliau wafat, beliau beri'tikaf selama dua puluh hari." [11]

Karena ia merupakan sunnah yang selalu dilakukan Nabi, maka kaum Musliminpun harus merentang jalan demi melaksanakannya sedapat mungkin, di mesjid manapun i'tikaf itu dilakukan. Oleh sebab itu, para ulama yang memilih pendapat bahwa i'tikaf itu hanya di tiga mesjid utama (mesjid Al-Haram, An-Nabawi dan Al-Aqsha), mereka menjadikan dalil "dilarangnya melakukan perjalanan sulit kecuali ke tiga mesjid" untuk dibolehkannya mencapai mesjid itu dengan upaya keras, karena di sana disyari'atkannya i'tikaf, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ash-Shan'ani dalam "Subulu as-Salam".

Pendapat ke dua ini termasuk yang dipilih Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Hafidzahullahu Ta'ala seperti beliau jelaskan dalam kitabnya "Qiyamu ar- Ramadhan".

Adapun bagi mereka yang berpendapat disyari'atkannya i'tikaf itu di setiap mesjid jami', merekapun harus berusaha menghidupkan kembali sunnah Nabi yang sudah lama ditinggalkan ini. [12]

 

3 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menjalankan Puasa Ramadhan

Syaikh Abdullah bin Jarillah menyebutkan beberapa hal yang seyogyanya diperhatikan oleh orang yang berpuasa. Di sini kami nukil secara ringkas, dengan disertai sedikit tambahan dan takhrij ringkas beberapa haditsnya.

 

1. Mengenal hukum-hukum puasa

Banyak kaum Muslimin yang memasuki bulan puasa ini tanpa bekal ilmu tentang puasa sama sekali. Celakanya, mereka juga tak begitu merasa perlu untuk belajar. Padahal Allah ta berfirman:

"Bertanyalah kepada para ulama, kalau kamu sekalian tidak

mengetahui." (An-Nahl: 43)

 

2. Menyambut puasa dengan hura-hura, bukan dengan banyak berdzikir, beristigfar dan mensyukuri nikmat Allah. Klimaksnya, bulan yang penuh berkah ini tidaklah menggiring mereka untuk semakin bertakwa; tapi sebaliknya, semakin terbuai

seribu satu kemaksiatan.

 

3. Sebagian kaum Muslimin, memasuki bulan Ramadhan dengan gambaran lahir seperti orang-orang yang bertaubat. Mereka shalat, berpuasa dan meninggalkan banyak kemaksiatan yang 1biasa dilakukan.

Namun seusai bulan puasa, mereka kembali menjadi pecinta kemaksiatan. Seolah- olah, mereka hanya mengenal Allah di bulan nan suci ini. Atau mungkin mereka hanya memandang ibadah di bulan ini sebagai satu tradisi. Nabi bersabda:

"Barangsiapa yang beribadah hanya untuk didengar orang, maka Allah pun akan memberi ganjaran dengan sekedar (ibadah itu) didengar orang. Barangsiapa yang beribadah untuk sekedar dilihat orang, demikian juga Allah akan memberinya ganjaran." [13]

 

4. Ada juga sebagian kaum Muslimin yang beranggapan bahwa bulan Ramadhan ini cocok dijadikan waktu untuk beristirahat, tidur-tiduran dan bermalas-malasan di siang hari, lalu begadang di malam hari. Bahkan seringkali, begadang malam itu dibumbui dengan hal-hal yang dapat mengundang kemurkaan Allah. Dengan permainan, mengobrol kesana kemari, berghibah, bahkan -kadang terjadi- berjudi, wal 'iyadzu billah.

 

5. Selain itu, ada juga kaum Muslimin yang menyambut bulan ini dengan dingin dan tak bergairah. Kalau sudah berlalu, ia akan kegirangan. Mereka beribadah dan berpuasa, semata-mata mengikuti kebiasaan manusia di sekitarnya.

Alangkah miripnya mereka dengan keadaan orang-orang munafik yang memang senang bermalas-malasan dalam ibadah. Allah as berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (berusaha) menipu Allah,

tetapi Allah-lah yang akhirnya menipu mereka. Dan apabila mereka

berdiri untuk bershalat mereka berdiri dengan malas...." (An-Nisa:

142)

Rasulullah juga bersabda, yang artinya:

"Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik

adalah shalat Isya dan Shubuh." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 

6.Banyak di antara mereka yang begadang malam untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, sampai-sampai meninggalkan subuh berjama'ah. Padahal Rasulullah bersabda:

"Tidak dibolehkah begadang itu melainkan bagi orang yang shalat

(malam), atau musafir." [14]

 

7. Sebagian di antara mereka menghindari diri dari berbagai pembatal puasa; seperti makan, minum, berjima' dan lain-lain. Tetapi mereka tak berusaha menghindari hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa; seperti bebas melihat aurat wanita di jalan-jalan (bahkan terkadang menjadi kebiasaan sehabis shubuh dan menjelang berbuka), atau di majalah-majalah, berghibah, mencaci-maki orang dan lain sebagainya.

 

 

 

 

8. Suka berdusta.

Ada sebagian kaum Muslimin yang menganggap ringan berkata dusta, termasuk di bulan suci Ramadhan, di kala berpuasa. Padahal Rasulullah pernah bersabda:

"Barangsiapa yang tidak juga meninggalkan berkata-kata dusta dan

masih juga melakukannya (di kala berpuasa), maka Allah tak sedikitpun sudi menerima ibadah puasanya, meski ia meninggalkan makan dan minum." [15]

 

9. Satu hal yang aneh, namun benar-benar sering terjadi; seseorang berpuasa, tapi tidak shalat. Atau terkadang ada yang rajin shalat, tapi selalu beralasan tidak kuat berpuasa. Padahal sungguh tidak ada manfaat orang itu berpuasa kalau dia tidak shalat. Karena shalat adalah pilar dien/agama Islam.

 

10. Ada juga sebagian kaum elit di kalangam Muslimin yang sengaja bersafar terkadang keluar negeri agar mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Padahal Allah Maha Mengetahui apa yang terbetik dalam hati hamba-Nya.

 

11. Sebagian kaum Muslimin, ada yang berbuka puasa dengan mengkonsumsi sesuatu yang haram. Terkadang minuman keras, rokok (itu banyak terjadi), serta makanan dan minuman yang didapat dan usaha yang haram. Selain itu, beliau juga menyebutkan beberapa hal lain yang layak diperhatikan.

Dan juga masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan sebagian kaum Muslimin dalam melakukan ibadah puasa.

Terkadang, bahkan merusak bingkai kerja dari puasa itu sendiri; yaitu menahan diri dan makan dan minum. Bentuknya? Dengan mengumbar nafsu makan dan minum tatkala berbuka puasa. Ibnu Taimiyyah mengungkapkan penafsiran yang bagus tentang hadits nabi : "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah." [16]

Beliau berkata:

"Orang yang puasa dilarang makan dan minum karena keduanya adalah sebab tubuh itu menjadi kuat. Dan makanan dan minum itulah yang dapat menghasilkan banyak darah, tempat di mina setan ikut berjalan mengaliri tubuh manusia. Sesungguhnya darah yang di telusupi setan itu memang berasal dan makanan dan minuman, bukan dan suntikan atau faktor keturunan." [17]

 

4. Manfaat-Manfaat Ibadah Puasa

Syaikh Ali Hasan dalam "kitabu Ash-Shiyam" menuturkan beberapa faedah puasa berdasarkan keterangan dari beberapa hadits. Akan kami sebutkan di sini dengan ringkas:

 

4.1 Puasa itu adalah perisai

Bagi mereka yang masih diamuk jiwa muda dan syahwat membara, namun masih belum terbuka pintu menuju pelaminan; disyari'atkan baginya untuk mengekang keinginan syahwatnya itu dengan berpuasa. Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Wahai pemuda-pemudi, barangsiapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan seksualitas, hendaknya ia menikah. Karena menikah itu lebih dapat memelihara pandangan dan kemaluan. Kalau ia belum mampu menikah, hendaknya ia berpuasa. Sesungguhnya puasa itu adalah obat penawar gejolak syahwat."

Lebih khusus lagi Rasulullah juga bersabda yang artinya:

"Puasa itu ibarat perisai, ia akan menamengi seorang samba dari siksa neraka." [18]

 

Nah khusus di bulan Ramadhan, sebulan penuh seorang Muslim fiakan diasah jiwanya dengan puasafi sehingga bisa terbentengi dari sergapan setan yang selalu memperalat hawa nafsu untuk menjungkirkan seorang hamba ke jurang neraka. Tentu saja hal itu utama bagi mereka yang berkeinginan fidengan puasanyafi untuk mencapai ketakwaan  kepada Allah.

 

4.2 Puasa adalah jalan menuju Jannah

Dari Umamah berkata: "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku satu amalan yang akan menggiringku menuju Jannah." Beliau bersabda: "Lakukan puasa,tak ada amalan yang setara dengannya." [19]

 

4.3 Puasa dapat menjadi perantara turunnya syafa’at

Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Puasa dan al-Qur'an akan memberi syafat kepada seorang hamba

di hari kiamat nanti. Sang puasa berkata: "Ya Allah, aku telah

menghalanginya makan dan mengumbar nafsu, jadikanlah aku perantara untuk menyampaikan syafa'at-Mu kepadanya. [20]

 

4.4 Dua saat kebahagiaan bagi orang yang berpuasa

Nabi bersabda:

"Orang yang berpuasa memiliki dua saat-saat penuh kebahagiaan: kala ia berbuka, dan, di saat ia menjumpai Rabb-nya (selepas hidup di dunia). [21]

 

4.5 Pintu Rayyan di Jannah (surga), bagi kaum yang berpuasa

Dari Sahal bin Sa'ad, dari Nabi bahwasanya beliau bersabda, yang artinya:

"Sesungguhnya di Jannah kelak, ada pintu yang bernama Rayyan. Dari situlah kaum yang berpuasa akan masuk Jannah di hari kiamat. Tak seorangpun kecuali mereka yang akan memasukinya. Bila orang terakhir di antara mereka telah masuk, pintu segera ditutup; dan barangsiapa (di antara yang masuk) meminum sedikit airnya, niscaya ia tak akan dahaga selamanya." [22]

Allah-lah Pencipta segala kebahagiaan, kepada-Nyalah' kembali akhir kehidupan.

Selayaknya kita menyambut bulan yang penuh berkah dengan penuh gairah dan kegembiraan. Di sanalah, dan dari sanalah kita akan beranjak dengan taufik Sang Maha Rahman  menuju Jannah-Nya yang penuh kebahagiaan.

 

 

Didownload dari http: //www.vbaitullah.or.id

 

 



[1] ) Disalin dari majalah As-Sunnah 07/III/1419H hal 11 - 17.

[2] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zakat: 7576, 7712, 7713, 8015, 10464 dari hadits Abu Hurairah.

[3] ) HR. Muslim dalam kitab Ath-Thaharah: 342, 343, 344.

[4] ) HR.Tirmidzi kitab Zakat: 599, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain. Imam Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib."

[5] ) Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Asy-Syamail al-Muhammadiyah.

[6] ) Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/217, Tirmidzi 11/72-73 dan beliau berkomentar: Sanad hadits ini shahih. Juga oleh Nasai 1/238, Ibnu Majah 1/397 dan lain-lain.

[7] ) Shalat At-Tarawih, hal. 15 - Al-Maktab Al-lslami.

[8] ) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab "Dzammu Ad-Dunya" No. 465 (lihat Al-

ljabah Al-bahiyyah, Abdulllah bin Sa'dan - Dariil'Ashimah hal. 12).

[9] ) HR. Al-Bukhari IV/245

[10] ) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari/1910 dan Muslim/759 dan Tirmidzi (619) dalam kitab: Ash-

Shaum.

[11] ) HR. Al-Bukhari IV/245.

[12] ) Di antara para ulama yang berpendapat seperti ini:

1. Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya 11/187;

2. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1V/319, cetakan Daru Ad-Diyan;

3. Al-Imam Al-Baghwi dalam Syarhu As-Sunnah VI/494 cetakan Al-Maktab al-Islami;

4. Al-Mawardi dalam "Al-Hawi Al-Kabrr" 111/485 cetakan Daru al-Kutub al-Ilmiyyah;

5. An-Nawawi dalam "Al-Majmu"' VI/483 cetakan Daru al-Fikr;

6. Ibnu Qasim Ar-Ra_'i dalam Fathul Aziz V1/484;

7. Ibnu Quddamah dalam "Al-Mughni" 1V/462 cetakan Hajar Kaira Mesir dan juga dalam 'Asy-Syarhu al-Kabir';

8. Ibnu Dhawiyyan dalam 'Manaru as-Sabil" 1/224 cetakan Daru al-Ma'arif;

9. Imam Syaukani dalam "Nailul Author" 1V/769 cetakan Daru al-Jiel Lebanon;

10. Sayyid Sabiq dalam Fiqhu as-Sunnah dan lain-lain.

 

[13] ) Dengan lafadz ini dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Ibnu Abbas (2986). Juga dari hadits Jundub dengan lafadz yang berbeda (6123). Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam kitab: Ar-Raqaiq (6134).

[14] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3421, 4023) dan Imam Suyuthi dalam Al-Jami' Ash-Shaghir, dan beliau mengisyaratkannya sebagai hadits hasan.

 

 

[15] ) HR. AI-Bukhari kitab: Ash-Shaum 1770, 5597 dengan lafadz:

Barangsiapa yang belum meninggalkan perkataan dusta, mengerjakannya dan masa bodoh

dengannya...

[16] ) Diriwayatkan oleh Ahmad (12132, 13631), Al-Bukhari kitab A1-I'tikaf (1897), kitab: Bad'ul kholq (3039) dan kitab; Al-Adab (6761) dan Muslim kitab: As-Salam (4040) dari hadits Anas bin Malik dan Shafiyyah binti Huyay, juga oleh Abu Dawud kitab: Al-Adab (4243), At-Tirmidzi kitab: Ar-Radha' (1092) Ibnu Majah kitab: Ash-Shiyam (1769) dan ini lafadznya.

 

[17] ) Lihat Haqiqatu ash-shiyam - oleh Ibnu Taimiyyah.

[18] ) Diriwayatkan oleh Ahmad 111/241.

[19] ) Diriwayatkan oleh Nasa'i (1V/165), Ibnu Hibban (hal. 232 - Mauridu Adz-Dzam'an) dan Al-Hakim (1/421).

[20] ) Diriwayatkan oleh Ahmad: 6626, Al-Hakim: U 54 dan lain-lain dari hadits Abdullah bin Amru.

[21] ) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Ash-Shaum.

[22] ) Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (4/95), Muslim (1152). Sedikit tambahan dibagian akhir hadits

berasal dari Shahih Khuzaimah (1903).