ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS


ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS

Di anjurkan untuk memperbanyak dzikir pada majlis-majlis pertemuan, serta dilarang duduk ditempat yang tidak disebut Nama Allah I padanya, hal itu sebagaimana sabda Rasulullah r:

مَامِنْ قَـوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ َوكَانَ لَهُمْ حَسْرَةٌ

"Tidaklah sekelompok kaum beranjak dari tempat duduknya yang tidak disebutkan di dalamnya nama Allah, melainkan seakan mereka beranjak dari bangkai keledai dan mereka berada dalam kerugian".[1]

·        Ada jeda waktu dalam memberikan nasehat dalam majlis sebab dikhawatirkan akan membosankan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud t sesungguhnya ia menyampaikan ceramah setiap hari kamis, kemudian seseorang berkata kepadanya: "Wahai Abu Abdur Rahman kami sangat menyukai dan menyenangi mendengarkan ceramahmu. Kami berharap seandainya engkau menyampaikan ceramahmu setiap hari, kemudian ia berkata: "Tidak ada halangan bagiku untuk berceramah setiap hari kepada kalian, akan tetapi aku takut kalian bosan, sesungguhnya Rasulullah r memberikan jeda waktu dalam memberikan nasehat kepada kami karena takut membosankan kami.

·        Memilih teman yang baik untuk duduk bersamanya, sebagaimana sabda Nabi r:

  اَْلمَرْءُ عَلىَ دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَاِللْ

"Kebaikan agama seseorang sangat tergantung pada agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang menjadi sahabat karibnya".[2]

·        Mengucapkan salam kepada orang yang ada dalam majlis tatkala masuk dan keluar darinya, sebagaimana sabda Nabi r:

إِذِا اْنتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى مَجْلِسٍ فَلْيُسَلِّمْ فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ ثُمَّ إِنْ قَامَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ اِلآخِر

"Bilamana kalian telah sampai pada sebuah majlis hendaklah mengucapkan salam, dan apabila ingin duduk maka duduklah, kemudian apabila ingin pergi maka ucapkanlah salam, sebab bukanlah yang pertama itu lebih berhak daripada yang terakhir".[3]

·        Di makruhkan membangunkan seseorang dari tempat duduknya kemudian dia menempati tempat duduk tersebut, karena ada hadits Rasulullah r:"Melarang seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempatnya yang semula) kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah".[4]

Ibnu Umar t membenci orang yang  membangunkan orang yang sedang duduk kemudian ia menempati tempat itu.

·        Berlapang-lapang dalam majlis sesuai dengan keumuman  firman Allah I:

يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِي اْلمَجَالِسِ فَافْـسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman bilamana dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis" maka lapangkanlah niscaya Allah memberikan kelapangan untukmu".[5]

·       Tidak diperbolehkan memisahkan dua orang melainkan atas seizin mereka berdua sebagaimana sabda Rasulullah r:

لاَ يَحِلُّ ِلرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اْثنَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا

 "Tidak halal bagi seseorang memisahkan dua orang melainkan atas izin mereka berdua".[6]

·        Duduk pada tempat di mana dia sampai padanya, sebagaimana perkataan Jabir bin Abdullah semoga Allah meridhai mereka berdua:

"Bilamana kami mendatangi Rasulullah r maka salah seorang diantara kami duduk pada tempat dia sampai padanya".[7] Dan Ibnu Umar t bilamana seseorang berdiri untuknya dari majlisnya maka ia tidak mau duduk pada tempat tersebut.

·        Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat yang paling luas, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abdur Rahman bin Abi Amrah Al Ansori beliau berkata: Abu Said Al Khudriy mengantar jenazah, dia telah datang terlambat di mana oang-orang telah menempati tempat duduknya masing-masing, ketika  orang-orang melihat kedatangannya mereka segera menyingkir dari tempat tersebut sehingga sebagian orang berdiri untuk memberikan tempat duduk baginya, lalu ia berkata: Janganlah (engkau hal lakukan hal ini) sesungguhnya aku mendengar Rasaulullah r bersabda:

   خَيْرُ الْمَجَاِلسِ أَوْسَعُهَا ثُمَّ تَنَحَّى فَجَلَسَ فَي مَجْلِسٍ وَاسِعٍ

((Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat yang paling luas)) kemudian dia menjauh dan duduk di tempat yang luas".[8]

·        Dilarang mendengarkan pembicaraan orang lain tanpa seizin orang yang bersangkutan, sebagaimana sabda Rasulullah r bersabda:

وَمَنِِِ اسْتَمَعَ إِلَى قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ أَوْ يَفِرُّوْنَ مِنْهُ صُبَّ فِي أُذُنِهِ اْلآنُكَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

"Barang siapa yang mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedangkan mereka membencinya atau beranjak darinya niscaya dituangkan pada kedua telinganya timah mendidih di hari kiamat"[9]

·        Ada beberapa posisi duduk yang dilarang seperti:

seseorang meletakkan tangan kirinya dibelakang punggungnya, lalu bersandar pada daging tangan kanannya, yaitu pangkal ibu jari;  Rasulullah r menyebutnya sebagai duduknya orang-orang yang dimurkai (Yahudi)[10] juga dilarang duduk di bawah bayang-bayang matahari, sebab tempat tersebut adalah tempat duduknya setan.[11]

·        Dilarang banyak tertawa, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah r bersabda:    

          لاَ تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ

 "Janganlah banyak tertawa sebab banyak tertawa dapat mematikan hati".[12]

·      Dilarang berbisik-bisik dengan dua orang dengan menghiraukan orang ke tiga sebagaimana sabda Rasulullah r:

                         لاَ َيتَنَاجَ اْثَنَانِ دُوْنَ الثَّالِثِ فَإِنَّ ذلِكَ يُخْزِنُهُ

"Janganlah dua orang berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga sebab hal itu dapat membuatnya sedih".[13] 

التناجي adalah dua orang berbicara dengan bisik-bisik dengan menghiraukan orang ketiga.

·        Dimakruhkan bersendawa di depan orang lain, sebagaimana dalam hadits bahwasanya seseorang bersendawa di samping Rasulullah r kemudian beliau bersabda:

كُفَّ عَنَّا جَشَاءَكَ فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شَبْعًا فِي الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوْعًا يَوْمَ اْلِقَياَمَةِ

"Tahanlah bersendawamu dari kami, sebab sesungguhnya mereka yang paling banyak kenyang di dunia dan akan paling lama lapar  di akhirat".[14]

·        Tidak banyak menoleh ke segenap penjuru majlis sehingga menjadi perhatian orang lain.

·        Termasuk adab dalam duduk adalah tidak menjulurkan kaki dihadapan orang banyak kecuali ada uzur atau halangan.

·        Imam Bukhari rahimahullah berkata: (Babu Ma Yukarohu Minas Samri Ba'dal Isya'/Bab dimakruhkan bercakap-cakap setelah shalat Isya) kemudian beliau membawakan hadits Abi Barzah Al Aslami radhiallahu anhu bahwasannya Nabi r membenci tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. (yaitu setelah sholat Isya.Yang dimaksud dengan bercakap-cakap dalam terjemahan diatas adalah bercakap-cakap dalam perkara yang diperbolehkan, sebab perkara yang haram tidak dikhususkan dengan setelah sholat Isya bagi larangan perbuatan tersebut, bahkan haram membicarakannya di setiap saat. Umar bin khottob radhiallahu anhu pernah memukul seorang yang melakukan hal itu sambil berkata: Apakah pantas kau bercakap-cakap pada permulaan malam kemudian tertidur pada akhir malam".[15]

·        Disunnahkan menutup majlis dengan do'a kafarotul majlis sebagaimana sabda Rasulullah r:

مَنْ جَلَسَ فَي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيْهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُوْمَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ  إِلَيْكَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ لَهُ مَاكَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذلِكَ.

"Barang siapa yang duduk disuatu majlis yang didalamnya terdapat banyak senda guraunya kemudian berdo'a sebelum beranjak:

يَقُوْمَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ  إِلَيْكَ

((Maha suci Engkau ya Allah dengan segala puji bagimu aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu)) melainkan Allah akan menghapus segala kesalahan yang ada di majlis tersebut"[16]               

 

 

 



[1]  HR Abu Daud no: 4855 berkata Al Albani Hadits ini hadits shahih

[2] HR Abu Daud no:4833 dan dihasankan oleh Al Albani

[3]  HR At Tirmidzi no:2706 ia berkata hadits ini hadits hasan. Berkata Al Albani hadits ini  hasan shahih

[4]  HR Bukhari no:6270 dengan memakai lafadz darinya.

[5]  QS Al Mujadalah : 11

[6]  HR Abu Daud no: 4845 dan Al Albani berkata:Hadits ini Hasan shahih

[7]  HR Abu Daud no: 4825 dan dishahihkan oleh Al Albani

[8]  Al Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab silsilah hadits shahih

[9]  HR Bukhari no: 7042 dengan memakai lafadz darinya

[10]  HR Ahmad no:18960 dan Abu Daud 4848 serta di shahihkan oleh Al Albani

[11]  Silsilah hadits shahihah no:838

[12]  HR Ibnu Majah no:4193 dan dishahihkan oleh Al Albani no:3400

[13]  HR.Bukhari no:6288 Muslim no:2183

[14]  HR. At-Tirmidzi no: 2478 dan di hasankan oleh Al-Albani no:3413

[15] Fathul Bari Ibnu Hajr Juz 2 hal 73

[16]  Shohih kalim tayyib karangan Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang di petik oleh Muhamad Nasirudin Al Albani 

ADAB BERBICARA

ADAB BERBICARA 

Hendaknya setiap muslim menjaga lidahnya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad rahimahullah sesungguhnya Rasulullah rbersabda:

إِِنَّ الرَّجلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَضْحَكُ بِهَا جلَسَاءُهُ يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدَ مِنَ الثُّرَيَّا

"Ada kalanya seseorang berbicara dengan suatu kata di mana orang disekelilingnya tertawa dengan ucapannya, namun dengan kata tersebut dia terpelanting ke tempat yang lebih jauh dari bintang tsuroyya". [1]

·        Berbicaralah dengan hal yang baik atau diam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah r bersabda:

  مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam".[2]

·        Berkata baik merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu shodakoh, hal ini sebagaimana tersirat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah r bersabda:

كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ,كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ:يَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صََدَقَةٌ,وَيُعِيْنُ الرَّجُلَ عَلىَ دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْيَرْفَعُ مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَاْلكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ...

"Setiap persendian tubuh manusia (membutuhkan) sodaqoh setiap hari tatkala terbit matahari, berbuat adil di antara dua orang adalah sodaqoh, menolong orang menunggangi hewan tunggangannya juga mengangkat barang bawaannya adalah sodaqoh dan berbicara dengan kalimat yang baik adalah sodaqoh".[3]

Bahkan orang yang berkata baik akan dijauhkan dari api neraka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Adi' bin Hatim radhiallahu anhu bahwa Nabi r bercerita tentang api neraka kemudian beliau memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan darinya, lalu bercerita tentang api neraka kemudian beliau memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan darinya, kemudian bersabda: 

 ِاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

"Jagalah diri kalian dari api neraka walau dengan sebelah kurma barang siapa yang tidak mendapatkannya maka dengan ucapan yang baik". [4]

·        Mendorong diri sedikit berbicara, sebab banyaknya berbicara akan menyebabkan seseorang terjerumus  kedalam perbuatan dosa, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah r:

وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَّي وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مِجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُوْنَ

"Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara".[5]

·        Menjauhi perbuatan ghibah, sebagaimana firman Allah I:    وَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا  "Janganlah sebagian  kalian menggunjing terhadap sebagian yang lain".[6]

Point Penting. Ghibah diperbolehkan pada enam tempat:

1.    Diperbolehkan bagi orang yang terzalimi menceritakan kezaliman orang lain kepada pemerintah dan hakim.

2.    Bertujuan untuk merubah kemungkaran.

3.    Meminta fatwa (Seperti halnya ia berkata Fulan menzalimiku dengan ini dan itu).

4.    Untuk mengingatkan dan menasehati kaum muslimin dari keburukan. (dengan maksud menasehati).

5.    Orang yang digibahi adalah seorang yang benar-benar menampakkan kefasikan dan kebid'ahannya.[7]

6.    Untuk memberikan keterangan kepada orang-orang (yang bertanya), bilamana orang tersebut terkenal dengan sebutan seperti bermata kabur, pincang dan buta, dan diharamkan memberikan keterangan itu dengan tujuan menghinakannya.[8]

Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam ghibah yang diperbolehkan, diantaranya adalah:

1.    Niat ikhlas hanya untuk mencari keridho’an Allah semata.

2.    Berusaha untuk tidak menyebutkan nama orang tertentu semaksimal mungkin.

3.    Mengingatkan seseorang dengan apa yang diperbolehkan baginya.

4.    Berkeyakinan bahwa tidak akan ada kerusakan lebih besar yang diakibatkan oleh point-point penting yang disebutkan di atas.

Sebab-sebab yang mendorong seseorang berbuat ghibah:

1.    Menyalurkan kemarahan, hendaknya ia ingat akan sabda Nabi r:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ اْلحُوْرِ مَاشَاءَ

"Barang siapa yang menahan kemarahan, padahal dia mampu untuk melakukannya maka Allah I akan menyerunya atas di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat, untuk memilih bidadari yang dikehendakinya".[9]

2.    Menyesuaikan diri dalam pergaulan dan sengaja mengada-adakan sikap baik kepada teman. Hendaklah dia mengingat akan sabda Nabi r:           

    وَمَنِ اْلتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكََلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ

"Barangsiapa mencari kerelaan manusia dengan (berbuat sesuatu yang) dibenci oleh Allah maka Allah pasti menyerahkan urusannya kepada manusia".[10]

3.    Hendak meninggikan derajat dirinya dengan cara mengejek orang lain. Obat bagi orang yang memiliki sifat tersebut adalah mengetahui bahwasannya apa-apa yang dimiliki oleh Allah adalah lebih baik dan lebih kekal.

4.    Bersenda gurau dan bercanda. Rasulullah rbersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

"Celaka bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka baginya".[11]

5.    Iri dengki, Rasulullah r bersabda:

                  لاَ يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ:اَْلإِيْمَانُ وَاْلحَسَدُ

  "Tidaklah berkumpul dalam hati seorang hamba: iman dan sifat dengki.[12]

6.    Menisbatkan sesuatu pada orang lain dengan maksud membersihkan diri darinya.

7.    Banyak waktu yang kosong.

8.    Untuk mendekatkan diri kepada pemimpin dan penguasa.

Beberapa perkara yang tidak dikategorikan sebagai ghibah padahal ia adalah bukan ghibah

1.    Seseorang terkadang berbuat ghibah tetapi apabila dibantah dia berkata: (Saya siap mempertegas ucapan tersebut di hadapannya).

2.    Perkataan orang di depan halayak ramai tatkala menceritakan seseorang (Kita berlindung pada Allah dari kurangnya rasa malu) atau (Fulan demi Allah melewati batas).

3.    Perkataan seseorang, orang itu terkena musibah dengan ini (lalu menceritakan kejelekannya).

4.    Menganggap enteng membicarakan kejelekan orang yang berbuat maksiat.

·        Menjauhi perbuatan mengadu domba sebagaimana sabda Rasulullah r:

لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ

"Tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba".[13]

Point Penting. Enam perkara yang harus diperhatikan oleh orang yang menerima namimah:

1.    Tidak membenarkannya.

2.    Melarang dan menasehati (pelaku namimah) agar dia menjauhi perbuatan tersebut

3.    Membencinya karena Allah sebab hal tersebut dibenci oleh Allah I.

4.    Tidak berprasangka buruk pada saudaranya yang tidak ada di hadapannya.

5.    Tidak memata-matai dan mencari kesalahan orang lain.

6.    Dia tidak merelakan bagi dirinya apa-apa yang telah dilarangnya (dari perbuatan namimah) tentang pribadinya, maka janganlah menceritakan perbuatan namimah orang tentang dirinya ia berkata: Fulan mengisahkan padaku seperti itu kemudian jadilah ia seorang pengadu domba.

·        Dilarang menceritakan setiap pembicaraan yang didengar, sebagaimana sabda Rasulullah r:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَاسَمِعَ

"Cukuplah bagi seseorang berbuat dosa dengan menceritakan setiap apa yang didengarnya".[14]

·        Jauhilah berbuat bohong, sebagaimana firman Allah I:

 يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا اتْقُوْا اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّدِقِيْن

"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan jadilah kalian bersama-sama orang yang benar .[15]

Selain itu, terdapat hadits riwayat Samurah bin Jundab radhiallahu anhu tentang mimpi Nabi r beliau bersabda:

"… Akan tetapi malam itu aku bermimpi melihat dua orang laki-laki datang kepadaku kemudian mereka berdua memegang kedua tanganku dan membawaku keluar pergi ke tanah suci, tatkala itu ada seseorang yang sedang duduk dan yang lain berdiri, sementara ditangannya terdapat besi yang ujungnya bengkok. Sebagian teman-teman kami meriwayatkan dari Musa hadits riwayat musa dengan lafaz "bahwa dia memasukkan besi tersebut ke bagian mulutnya sehingga menembus kepalanya yang bagian belakang, kemudian melakukannya kembali ke bagian mulut yang lain seperti apa yang dilakukan sebelumnya, akhirnya bagian mulutnya menjadi menyatu, namun tatkala mulutnya kembali seperti sediakala, dia kembali mengulangi perbuatannya. Aku berkata: "Apa ini?" Mereka berdua menjawab pergilah …) Diakhir hadits ini Rasulullah r berkata pada kedua orang tersebut:" Pada malam ini kalian telah membawaku berkeliling, maka beritahukanlah kepadaku tentang apa yang telah aku lihat. Mereka berdua berkata: Adapun orang yang engkau lihat merobek mulutnya, maka orang itu adalah pembohong, ia mengada-adakan kebohongan kemudian menanggung akibatnya hingga ke ujung dunia sampai hari kiamat….)[16]

Diperbolehkan berbohong dalam tiga tempat:

1.    Mendamaikan manusia.

2.    Berbohong dalam peperangan.

3.    Perkataan suami terhadap Istrinya dan perkataan istri terhadap suaminya.

Adapun dalil diperbolehkannya hal tersebut adalah sabda Rasulullah r:
لاَ أَعُدُّهُ كَاذِبًا الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ, يَقُوْلُ اْلقَوْلَ وَلاَ يُرِيْدُ بِهِ إِلاَّ اْلإْصْلاَحَ, وَالرَّجُلُ يَقُوْلُ فِي اْلحَرْبِ, وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ اْمرَأَتَهُ وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا 

"Aku tidak menganggap berbohong seorang yang (berbohong) untuk mendamaikan perselisihan antara manusia, yaitu dengan mengatakan satu perkataan yang bohong di mana dia tidak menghendaki dengannya kecuali perdamaian, juga seorang laki-laki yang berkata bohong dalam peperangan dan seorang suami yang berkata bohong kepada Istrinya, dan seorang istri yang berbohong kepada suaminya ".[17]

·       Dilarang berkata kotor dan berbuat kotor, serta setiap perkataan yang keji. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits:

         لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفحِّشًا

"Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukanlah seorang yang berkata kotor dan berbuat kotor".[18]

·        Keutamaan orang yang meninggalkan berdebat walaupun dia benar. sebagaimana sabda Rasulullah r:

أَنَا زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فَي رَبََضِ اْلجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا

"Aku adalah pemimpin pada sebuah tempat di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar". [19]

Al Miro' adalah jidal/berdebat.

·        Dilarang membuat orang tertawa dengan cara berbohong. sebagaimana sabda Rasulullah r:

وَيْلٌ ِللَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمِ وَيْلٌ لَهٌ وَيْلٌ لَهُ

"Celaka orang yang berbicara kemudian berbohong supaya orang-orang menertawakannya celaka baginya, celaka baginya".[20]

Semestinya seseorang meninggalkan banyak tertawa, sebagaimana sabda Rasulullah r:

لاَ تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ

"Janganlah kalian banyak tertawa sebab banyak tertawa menyebabkan matinya hati".[21]

·       Apabila seseorang berbicara dengan saudaranya kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah sebagaimana sabda Rasulullah r:                   

 إِذَا حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ

"Bilamana seorang membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah".[22] 

·        Mendahulukan orang yang lebih tua dalam berbicara, dan berbicara harus dengan suara yang terang dan tidak rendah serta harus dengan kalimat yang jelas yang dapat dipahami oleh semua orang dengan tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan.

·        Tidak memotong pembicaraan orang lain, sebagaimana yang diceritakan tentang Nabi r yang berbicara dengan kaumnya lalu masuk kepadanya seorang badui, kemudian bertanya kepadanya tentang hari kiamat, namun Rasulullah tetap meneruskan pembicaraannya bersama para shahabat, setelah selesai beliau berkata: “Manakah orang yang sebelumnya bertanya tentang hati kiamat?, maka barulah beliau menjawab pertanyaan orang tersebut.[23]

·        Berbicara dengan pelan-pelan dan tidak pula tergesa-gesa, sebagaimana diceritakan tentang Nabi r bahwa apabila beliau bicara dengan tentang sesuatu, seandainya ada orang yang menghitung ucapannya nya niscaya dia bisa terhitung).[24] Dan Rasulullah r tidak berbicara secara terus menerus, beliau bicara dengan suatu kalimat yang dan dan terperinci sehingga orang yang mendengarnya menjadi hafal.[25]

·        Berbicara dengan suara, pelan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: وَاغْضُضْ مِنْ َصوِْتكَ   "Pelankanlah suaramu". [26]

·        Menjauhi kata-kata yang haram, seperti mengkafiran orang lain, bersumpah dengan selain nama Allah, perkataan seseorang: “Celaka manusia”, bersumpah dengan thalak serta mencaci maki masa.

·        Meninggalkan mementingkan diri sendiri dalam berbicara.

·        Tidak menceritakan tentang pribadi untuk membanggakan diri sendiri sebagaimana firman Allah I:    فَلاَ تُزَكُّـوا أَْنفُسَكُمْ

 "Maka Janganlah kamu mengatakan dirimu suci". "[27].

·        juga tidak mengagungkan diri sendiri dengan mengatakan aku, kami berpendapat dan sebagainya.

·        Menjaga perasaan orang lain, Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: “Di antara mereka ada orang yang dirasuki oleh dorongan semangatnya (ruh) ini adalah keadaan yang berat lagi dibenci, dia adalah wujud akal yang tidak pantas berbicara untuk memberikan manfaat bagimu, atau tidak bisa berdiam dengan baik sehingga bisa mengambil pelajaran darimu, serta tidak mengetahui dirinya sendiri sehingga bisa menempatkan dirinya pada tempatnya.

·        Tidak mengungkapkan cacian kepada khalayak.

·        Hendaknya ia meninggalkan beberapa hal di bawah ini:

Banyak bertanya dan sengaja mengada-ada pertanyaan tersebut sebagaimana sabda Nabi r:

وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًاوَمِنْهَا َكثْرَةُ السُّؤَالِ

"Dan membenci tiga hal dari kalian salah satunya adalah cerewet dalam bertanya".[28]

Tergesa-gesa memberikan jawaban.

Tergesa-gesa memberikan pendapat, baik dalam hal yang kecil atau yang besar.

Sibuk mengahadapi orang-orang randah dan hina.

Berbicara tidak sesuai dengan keadaan.

Berbicara yang tidak keruan sebagaimana hadits Rasulullah r:

      منْ حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ  َترْكُهُ مَالاَ يَعْنِيْهِ

"Dari kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya".[29]

Berbicara disamping orang yang tidak menyukainya.

Mengulang-ulangi omongan.

Meninggikan diri terhadap orang yang mendengarkan omongan.

Tidak mendengarkan orang lain yang berbicara dengan baik.

Menganggap remeh terhadap pembicaraan orang lain.

Meminta orang lain untuk mempercepat menyelesaikan perkataannya.

Meninggalkan orang padahal seseorang belum menyelesaikan perkataannya.

Tergesa-gesa memvonis orang yang berbicara sebagai pembohong.

Menyepelekan perkataan orang yang masih muda belia.

Tergesa-gesa menyebarkan suatu berita sebelum nampak fakta yang kongkrit (tentang kebenaran berita tersebut) dan belum jelas manfaat menyebarkannya.

Mendengarkan dan menerima perkataan orang secara langsung tanpa menyaring dan menseleksi kebenaran berita tersebut.

Kasar dalam memanggil orang. Allah I berfirman:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُوْلُ الَّتيِ هِيَ أَحْسَن,إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِغُ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ ِلِْلإِنْسَانِ عَُدًّوا مُبِيًْا

"Katakanlah kepada hamba-hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik (benar), sesungguhnya syaitan menimbulkan perselisihan diantara mereka, sesungguhnya syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia".[30]

Pada ayat yang lain Allah I berfirman:    

      وَقُوْلُوْا ِللنَّاسِ حُسْنًا"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia".".[31]

Kasar dalam mencela.

Tidak mengetahui adab berdiskusi.

Tidak menghiraukan perasaan orang lain.

Bersikap apriori terhadap teman bicara.

Bergaya bahasa menantang dan menyerang.

 Masa bodoh dengan nama teman bicara.

Mengabaikan prinsif-prinsif yang benar.

Ngotot dengan kesalahan dan enggan kembali kepada yang hak.

Tidak menguasai materi diskusi.

Memvonis saat diskusi berlangsung.

Bercabang dalam judul pembicaraan dan keluar dari fokus semula.

Senang membantah dan bertentangan.

Tenggelam dalam membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat.

Banyak saling mencela.

Banyak mengeluh kepada orang-orang.

Banyak membicarakan tentang perempuan.

Banyak bermain-main/senda gurau.

Banyak bercanda.

Banyak bersumpah, Allah I berfirman:

وَاحْفَظُوْا أَيْمَانَكُمْ "Jagalah sumpah-sumpah kalian".[32]

Mencri-cari kesalahan teman duduk.

Menampakkan kebosanan terhadap teman duduk.

Membebankan teman duduknya untuk melayaninya.

Melakukan suatu hal yang bertentangan dengan rasa di dalam majlis seperti membersihkan gigi dengan tusuk gigi, meludah di hadapan orang banyak, terbahak-bahak, dan memain-mainkan kumis serta jenggot.

Melakukan kemungkaran di dalam majlis.

Menghadiri majlis yang di dalamnya terdapat kemungkaran dan menemani mereka melakukan hal tersebut.

Duduk dengan posisi yang tidak mencerminkan sopan santun.

Duduk di tengah-tengah lingkaran orang banyak.

Memaksakan diri berbicara secara fasih sebagaimana Rasulullah r bersabda:

سَيَكُوْنُ قَوْمٌ يَأْكُلُوْنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ كَمَا تَأْكُلُ الْبَقَرَةُ مِنَ اْلأَرْضِ

"Akan ada suatu kaum dimana mereka makan dari hasil lisan-lisan mereka sebagaimana sapi memakan makanan dari bumi".[33]

Janganlah membawa suatu perkataan apabila engkau tidak bisa membawakannya seperti yang sebenarnya".

Senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menutup aib saudara semuslim, hal ini sebagaimana di beritakan oleh Rasulullah r:

   لاَ يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat nanti".[34]

Menjaga agar tidak menamai dengan gelar-gelar yang jelek sebagaimana Allah berfirman:                       وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ   

"Janganlah kamu panggil-memanggil dengan memakai gelar-gelar yang buruk".[35]

dan firman Allah I pula:

 وَيْلٌ ِلكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

"Celaka bagi pengumpat lagi  pencela"[36]

Rasulullah r bersabda:

بِحَِسَبٍ اْمرِئٍ مِنَ الشَّـرِّ أَنْ َيحْقِـرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ

"Cukuplah seseorang berbuat dosa yaitu mengejek saudaranya yang muslim".[37]

Apabila seseorang berbicara dengan suatu kaum, maka tidak boleh baginya mengarahkan pandangannnya kepada orang tertentu tanpa yang lainnya.

Apabila seseorang salah dalam mengatakan suatu perkataan walaupun perkataan itu mengandung kekufuran dimana lisannya ceroboh dengan ucapan tersebut, maka janganlah perkataan tersebut dijadikan sebagai modal untuk menjelekannya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim bahwasanya Rasulullah r bersabda:

ِللهِ أَشَدُّ فَرَحًا بَتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلىَ رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاَةٍ, فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا َطعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا, وَقَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَاِلكَ إِذَا هُوَبِهَا قَاِئمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ُثمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرْحِ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ

"Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat seorang hambaNya tatkala ia bertaubat kepadaNya dari seseorang yang bersama hewan tunggangannya di suatu padang yang luas, kemudian hewan itu menghilang darinya sedangkan makanan dan minumannya ada padanya. Lalu ia merebahkan badannya dibawah pohon karena telah putus asa dengan hewannya itu. Namun, tatkala dia bangun, tiba-tiba hewan tersebut berdiri dihadapannya, kemudian ia mengambil tali pengikatnya sambil berkata dengan perasaan yang sangat bahagia: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanMu”, Ia salah mengucapkannya karena kegembiraannya".[38]



[1]  HR. Ahmad dalam kitab Al Musnad no:8967

[2] HR Bukhari no:6018

[3]  HR Bukhari no:2989 Muslim no:1009

[4]  HR Bukhari no:6563 Muslim no:1016

[5]  HR.At Tirmidzi  no: 2018 dari hadits Jabir r.a dengan memakai lafadz dari beliau

[6]  QS. Al Hujurat:12

[7] Imam Bukhari mengemukakan dalil diperbolehkannya menceritakan orang yang berbuat kerusakan dan kesyirikan dengan sabda Rasulullah r ketika menceritakan Ainah bin Hisan tatkala ia meminta izin kepada Nabi r untuk bertemu dengan beliau saat itu beliau berkata :Sejelek-jeleknya saudara keluarga.   

[8]  Pengarang kitab Al Mukhtar dari golongan Hanafiyah berkata: ولا غيبة لأهل القرية (Tidak ada ghibah pada penduduk kampung) . Adab As Syariyyah Ibnu Muflih Juz 1 Hal 274

[9]  HR.Abu Daud no: 3997 dan dihasankan oleh Al Albani

[10]  HR.At-Tirmidzi no: 1967 dihasankan oleh Al Albani

[11] HR.Abu Daud no:4990 dan dihasankan oleh Al Albani

[12]  HR.Shohih Al jami' 7620

[13]  HR. Bukhari no: 6056 Muslim no:105

[14] HR.Muslim no:5 dan lafadz hadits darinya

[15] QS.At-Taubah(10):119

[16] HR Bukhari no:1386 dan Ahmad no:19652

[17] HR. Abu Daud no: 4921dan dishohehkan oleh Al Albani

[18] HR.Bukhari no:3559  

[19] HR.Abu daud no:4800 dan dihasankan oleh Al Albani

[20] HR.Abu daud no: 4990 dan dihasankan oleh Al Albani

[21]  HR.Ibnu Majah no:4193  dan di shohehkan oleh Al Albani

[22] HR. Abu daud no:4878 dan dihasankan oleh Al Albani

[23] HR. Bukhari no:59

[24] HR. Bukhari no:3568

[25] HR. Ahmad no:25677

[26] QS. Lukman:19

[27] QS. An Najm:32

[28] HR.Muslim no:1715 Ahmad juz 2 hal 27

[29]  HR.At-Turmudzi no:1887dan dihasankan Al Albani

[30] QS. Al Isra:53

[31] QS. Al Baqoroh:83  

[32] QS.. Al Maidah( 4):89)

[33]  HR.Shohih Al Jami'

[34]  HR.Shohih Al Jami'

[35]  QS.Al Hujurat:11

[36] QS Al Humazah:1

[37]  HR.Shohih Al Jami'

[38] HR. Muslim no:2747 kitab At Taubah

ADAB TERTAWA

ADAB TERTAWA dan BERSENDAU GURAU 

·        Allah I telah menciptakan tertawa, sebagaimana firmanNya:

وَأَنه ُُهوَ أَضحكَ وَأَبكى

"Dialah dzat Allah yang menciptakan tertawa dan menangis". [1]

·        Tertawa adalah sifat Allah I, sebagaimana disebutkan di dalam hadits:

يَضْحَكُ اللهُ إِلَى رَجُلَيْنِ يَقْتُلُ أَحَدُهُمَا ْالآخَرَ يَدْخُلاَنِ الْجَنَّةَ,يُقَاِتلُ هذَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيُقْـتَل, ثُمَّ يَتُوْبُ اللهُ عَلىَ اْلآخَرِ فَيُسَلِمَ فَيُقَاِتلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيَسْتَشْهِدَ

"Allah I tertawa terhadap dua orang, dimana salah satunya membunuh yang lain dan mereka berdua masuk surga. Yaitu seseorang berjihad dijalan Allah kemudian dia terbunuh padanya, lalu Allah menerima taubat orang yang membunuh tersebut setelah masuk Islam, kemudian ia berjihad dijalan Allah dan akhirnya mati sahid".[2]

·        Memperbanyak ketawa adalah sifat tercela sebagaimana sabda Nabi r:

وَالَّذِي نَفْسِي ِبيَدِهِ لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا

"Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya seandainya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, niscaya kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis ".[3]

Juga sabda Rasulullah r:

لاَ تُكْثِرُوْا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكَ تُمِْيتُ اْلقَلْبَ

"Janganlah kalian banyak tertawa, sebab banyak tertawa menyebabkan hati  menjadi mati".[4] 

·        Para ulama memasukkan tertawa yang banyak tanpa sebab sebagai dosa kecil, sebagaimana sabda Nabi r:

             إِيَاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحِكَ فَإِنَّهُ يُمِيْتُ اْلقَلْبَ

"Berhati-hatilah dengan banyak tertawa sebab ia menyebabkan hati menjadi mati".[5] 

·        Terdapat riwayat tentang sifat tertawanya Nabi r: "Bahwasannya tertawa Rasulullah r (sama seperti) tersenyum".[6]

·        Terkadang tertawa menyebabkan kekufuran apabila tertawanya untuk mengejek apa-apa yang diturunkan Allah atau sunnah Rasulullah r.

·        Tidak diperbolehkan berbohong untuk ditertawakan oleh orang lain, hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah r:   

           وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

"Celaka bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka baginya".[7]

·        Disebutkan bahwasannya Nabi r terkadang duduk dalam suatu majlis bersama para shahabatnya di mana mereka menceritakan suatu yang lucu dan Rasulullah r hanya tersenyum dengannya.[8]

·        Sebagaimana yang diriwayatkan dari Samak bin Harb radhiallahu anhu ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah: Apakah engkau pernah duduk bersama Rasulullah r?”. Dia menjawab: “Ya, seringkali beliau tidak beranjak meninggalkan tempat sholatnya pada waktu shubuh atau pagi sampai matahari terbit, apabila matahari terbit maka beliau bangkit (untuk melaksanakan shalat) dan mereka bercakap-cakap tentang suatu peristiwa di zaman jahiliyyah maka mereka tertawa-tawa sedangkan beliau hanya tersenyum saja.

·        Terdapat jenis manusia yang pandai bersendagurau seperti yang terjadi di zaman Rasulullah r, terdapat seseorang bernama Abdullah, digelari dengan keledai dan dia terkadang membuat Rasulullah r tertawa.

·        Hal-hal yang menyebabkan tertawa adalah (karena gembira apabila melihat sesuatu yang menggembirakan, tertawa karena marah, disebabkan oleh keheranan orang yang marah).

·        Syariat menuntun untuk menciptakan suasana yang menyebabkan tertawa pada saat bersenda gurau dengan istri terutama yang masih perawan sebagaimana sabda Rasulullah r kepada Jabir tatkala ia menikah dengan seorang janda.

فَهَلاَّ جَاِريَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبَكَ وَتُضَاحِكَهَا وَتُضَاحِكَكَ

"Kenapa tidak menikahi seorang perawan, yang bisa mencandaimu dan engkau mencandainya serta engkau membuatnya tertawa begitu juga ia membuatmu tertawa".[9]

·        Meninggalkan senyum dan tertawa secara mutlak bukan termasuk sikap  orang yang berwibawa, pendiam dan bersungguh.

·        Tertawa yang mengeluarkan suara dapat merusak shalat. Sebagian ulama berkata: Ia tidak membuat shalat menjadi rusak sebab bukan perkataan, begitu juga tersenyum tidak merusak atau membatalkan shalat.

 

28-ADAB BERSENDA GURAU

·        Bercanda adalah perkataan yang dimaksudkan untuk melapangkan dada, dan tidak sampai menyakiti, bila menyakiti maka berubah menjadi mengejek.

·        Diriwayatkan bahwasannya Rasulullah r bercanda, bahkan beliau becanda dengan saudara Anas bin Malik radhiallahu anhu dengan mengatakan: يَا أَبَا عُمَيْرُ ماَ فَعَلَ النُّغَيْرُ  “'Wahai Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil". [10]

Beliau r juga bercanda dengan Anas bin Malik: "Wahai yang punya dua telinga".[11]

·        Bercanda juga dianjurkan di antara saudara dan sahabat sebab hal itu dapat membuat hati menjadi tenang.

·        Saat bercanda jangan sampai menuduh, menceritakan aib orang, tenggelam dalam canda yang dapat menurunkan harga diri, mengurangi kewibawaan pribadi, perkataan kotor yang dapat menimbulkan permusuhan, tidak memunculkan keributan dan tindakan bodoh, tidak memunculkan pengkhianatan dan tidak pula bermuatan kebohongan.

·        Di antara canda para shahabat radhiallahu anhum adalah saling melempar semangka, sementara dalam pentas realita mereka adalah para pejuang.

·        Di antara bercanda dan bermain yang tidak diperbolehkan sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayatkan Abdullah bin As Saib t dari Ayahnya dan dari kakeknya ia berkata: Aku mendengar Rasulullah r bersabda:

لاَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ صَاحِبِهِ لاَعِبًا وَلاَ جِدًّا فَإِنْ أَخَذَ أَحَدُكُمْ عَصَا صَاحِبِهِ فَلْيَرُدُّ إِلَيْهِ

"Janganlah seseorang diantara kalian mengambil harta saudaranya dengan main-main atau sengaja, Jika di antara kalian mengambil tongkat saudaranya maka hendaklah dia mengembalikannya".[12]

·        Tidak memperbanyak bersendra gurau, jika hal tersebut melewati batas sehingga terbentuk menjadi tabi’at pribadi, akhirnya menjatuhkan harga dirimu dan para penganggur mempermainkanmu.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang yang bersenda gurau:

o   Hendaknya senda gurau dilakukan pada waktunya yang sesuai.

o   Tidak tenggelam dan terlewat batas.                                                        

o   Tidak berbicara dengan perkataan yang buruk.

o   Tidak bersenda gurau dengan memperolok-olok agama.

o   Tidak bersendra gurau dengan orang-orang yang bodoh.

o   Hendaknya menjaga perasaaan orang lain.

o   Bersanda gurau dengan orang yang lebih tua dan alim dengan sesuatu yang pantas.

o   Tidak terbuai sampai tertawa terbahak-bahak.

Tidak memudharatkan diri sendiri

 

 



[1] QS An Najm: 43

[2]  HR.Shohih Al Jami"

[3]  HR.Silsilah hadits shohihah

[4]  HR.Shohih At Targhib

[5]  HR. Shohih Al Jami"

[6]  HR.Shohih At Targibh

[7] HR.Abu Daud no:4990 dan dihasankan oleh Al Albani

[8] HR.Shohih An-Nasa'i

[9]  HR.Bukhari dengan memakai lafaz darinya dan Muslim

[10] As Syamail Al Muhamadiyah 4813

[11] Misykat Al Mashabih 4813

[12] Shahih al Adab 180