ADAB BERBICARA
Hendaknya setiap muslim menjaga lidahnya sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Imam Ahmad rahimahullah sesungguhnya Rasulullah rbersabda:
إِِنَّ الرَّجلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ يَضْحَكُ بِهَا جلَسَاءُهُ يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدَ مِنَ
الثُّرَيَّا
"Ada kalanya seseorang berbicara
dengan suatu kata di mana orang disekelilingnya tertawa dengan ucapannya, namun
dengan kata tersebut dia terpelanting ke tempat yang lebih jauh dari bintang
tsuroyya". [1]
·
Berbicaralah dengan hal yang baik atau diam
sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau
berkata: Rasulullah r bersabda:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
"Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam".[2]
·
Berkata baik merupakan salah satu pintu dari
pintu-pintu shodakoh, hal ini sebagaimana tersirat dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah r bersabda:
كُلُّ سُلاَمَى
مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ,كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ:يَعْدِلُ بَيْنَ
اثْنَيْنِ صََدَقَةٌ,وَيُعِيْنُ الرَّجُلَ عَلىَ دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا
أَوْيَرْفَعُ مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَاْلكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ...
"Setiap persendian tubuh manusia
(membutuhkan) sodaqoh setiap hari tatkala terbit matahari, berbuat adil di
antara dua orang adalah sodaqoh, menolong orang menunggangi hewan tunggangannya
juga mengangkat barang bawaannya adalah sodaqoh dan berbicara dengan kalimat
yang baik adalah sodaqoh".[3]
Bahkan orang yang berkata baik akan dijauhkan dari api neraka
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Adi' bin Hatim radhiallahu anhu bahwa
Nabi r bercerita tentang api neraka kemudian beliau
memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan darinya, lalu bercerita tentang
api neraka kemudian beliau memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan
darinya, kemudian bersabda:
ِاتَّقُوْا
النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
"Jagalah diri kalian dari api neraka
walau dengan sebelah kurma barang siapa yang tidak mendapatkannya maka dengan
ucapan yang baik". [4]
·
Mendorong diri sedikit berbicara, sebab
banyaknya berbicara akan menyebabkan seseorang terjerumus kedalam perbuatan dosa, hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah r:
وَإِنَّ
أَبْغَضَكُمْ إِلَّي وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مِجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الثَّرْثَارُوْنَ
"Dan sesungguhnya orang yang paling aku
dibenci dari kalian dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang
banyak bicara".[5]
·
Menjauhi perbuatan ghibah, sebagaimana firman
Allah I: وَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا "Janganlah sebagian
kalian menggunjing terhadap sebagian yang lain".[6]
Point
Penting. Ghibah diperbolehkan pada enam tempat:
1. Diperbolehkan bagi orang yang terzalimi menceritakan kezaliman
orang lain kepada pemerintah dan hakim.
2. Bertujuan untuk merubah kemungkaran.
3. Meminta fatwa (Seperti halnya ia berkata Fulan menzalimiku dengan
ini dan itu).
4. Untuk mengingatkan dan menasehati kaum muslimin dari keburukan.
(dengan maksud menasehati).
5. Orang yang digibahi adalah seorang yang benar-benar menampakkan
kefasikan dan kebid'ahannya.[7]
6. Untuk memberikan keterangan kepada orang-orang (yang bertanya),
bilamana orang tersebut terkenal dengan sebutan seperti bermata kabur, pincang
dan buta, dan diharamkan memberikan keterangan itu dengan tujuan
menghinakannya.[8]
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan
dalam ghibah yang diperbolehkan, diantaranya adalah:
1.
Niat ikhlas hanya untuk mencari keridho’an
Allah semata.
2.
Berusaha untuk tidak menyebutkan nama orang
tertentu semaksimal mungkin.
3.
Mengingatkan seseorang dengan apa yang
diperbolehkan baginya.
4.
Berkeyakinan bahwa tidak akan ada kerusakan
lebih besar yang diakibatkan oleh point-point penting yang disebutkan di atas.
Sebab-sebab yang mendorong seseorang berbuat
ghibah:
1.
Menyalurkan kemarahan, hendaknya ia ingat
akan sabda Nabi r:
مَنْ كَظَمَ
غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلَى
رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ اْلحُوْرِ
مَاشَاءَ
"Barang
siapa yang menahan kemarahan, padahal dia mampu untuk melakukannya maka Allah I akan menyerunya atas di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat,
untuk memilih bidadari yang dikehendakinya".[9]
2.
Menyesuaikan diri dalam pergaulan dan sengaja
mengada-adakan sikap baik kepada teman. Hendaklah dia mengingat akan sabda Nabi
r:
وَمَنِ
اْلتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكََلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ
"Barangsiapa mencari kerelaan manusia
dengan (berbuat sesuatu yang) dibenci oleh Allah maka Allah pasti menyerahkan
urusannya kepada manusia".[10]
3.
Hendak meninggikan derajat dirinya dengan
cara mengejek orang lain. Obat bagi orang yang memiliki sifat tersebut adalah
mengetahui bahwasannya apa-apa yang dimiliki oleh Allah adalah lebih baik dan
lebih kekal.
4.
Bersenda gurau dan bercanda. Rasulullah rbersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka bagi orang yang berkata
kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka
baginya".[11]
5.
Iri dengki, Rasulullah r bersabda:
لاَ
يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ:اَْلإِيْمَانُ وَاْلحَسَدُ
"Tidaklah
berkumpul dalam hati seorang hamba: iman dan sifat dengki.[12]
6.
Menisbatkan sesuatu pada orang lain dengan
maksud membersihkan diri darinya.
7.
Banyak waktu yang kosong.
8.
Untuk mendekatkan diri kepada pemimpin dan
penguasa.
Beberapa perkara yang tidak dikategorikan sebagai ghibah padahal
ia adalah bukan ghibah
1.
Seseorang terkadang berbuat ghibah tetapi
apabila dibantah dia berkata: (Saya siap mempertegas ucapan tersebut di
hadapannya).
2.
Perkataan orang di depan halayak ramai
tatkala menceritakan seseorang (Kita berlindung pada Allah dari kurangnya rasa
malu) atau (Fulan demi Allah melewati batas).
3.
Perkataan seseorang, orang itu terkena
musibah dengan ini (lalu menceritakan kejelekannya).
4.
Menganggap enteng membicarakan kejelekan
orang yang berbuat maksiat.
·
Menjauhi perbuatan mengadu domba sebagaimana
sabda Rasulullah r:
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ
"Tidak
akan masuk surga orang yang mengadu domba".[13]
Point Penting. Enam perkara yang harus
diperhatikan oleh orang yang menerima namimah:
1.
Tidak membenarkannya.
2.
Melarang dan menasehati (pelaku namimah) agar
dia menjauhi perbuatan tersebut
3.
Membencinya karena Allah sebab hal tersebut
dibenci oleh Allah I.
4.
Tidak berprasangka buruk pada saudaranya yang
tidak ada di hadapannya.
5.
Tidak memata-matai dan mencari kesalahan
orang lain.
6.
Dia tidak merelakan bagi dirinya apa-apa yang
telah dilarangnya (dari perbuatan namimah) tentang pribadinya, maka janganlah
menceritakan perbuatan namimah orang tentang dirinya ia berkata: Fulan
mengisahkan padaku seperti itu kemudian jadilah ia seorang pengadu domba.
·
Dilarang menceritakan setiap pembicaraan yang
didengar, sebagaimana sabda Rasulullah r:
كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَاسَمِعَ
"Cukuplah bagi seseorang berbuat dosa
dengan menceritakan setiap apa yang didengarnya".[14]
·
Jauhilah berbuat bohong, sebagaimana firman
Allah I:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آَمَنُوْا اتْقُوْا اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّدِقِيْن
"Wahai orang-orang yang beriman
bertaqwalah kamu kepada Allah dan jadilah kalian bersama-sama orang yang benar
.[15]
Selain itu, terdapat hadits riwayat Samurah
bin Jundab radhiallahu anhu tentang mimpi Nabi r beliau bersabda:
"… Akan tetapi malam itu aku
bermimpi melihat dua orang laki-laki datang kepadaku kemudian mereka berdua
memegang kedua tanganku dan membawaku keluar pergi ke tanah suci, tatkala itu
ada seseorang yang sedang duduk dan yang lain berdiri, sementara ditangannya
terdapat besi yang ujungnya bengkok. Sebagian teman-teman kami meriwayatkan
dari Musa hadits riwayat musa dengan lafaz "bahwa dia memasukkan besi
tersebut ke bagian mulutnya sehingga menembus kepalanya yang bagian belakang,
kemudian melakukannya kembali ke bagian mulut yang lain seperti apa yang
dilakukan sebelumnya, akhirnya bagian mulutnya menjadi menyatu, namun tatkala
mulutnya kembali seperti sediakala, dia kembali mengulangi perbuatannya. Aku
berkata: "Apa ini?" Mereka berdua menjawab pergilah …) Diakhir hadits
ini Rasulullah r berkata pada kedua orang tersebut:" Pada malam
ini kalian telah membawaku berkeliling, maka beritahukanlah kepadaku tentang
apa yang telah aku lihat. Mereka berdua berkata: Adapun orang yang engkau lihat
merobek mulutnya, maka orang itu adalah pembohong, ia mengada-adakan kebohongan
kemudian menanggung akibatnya hingga ke ujung dunia sampai hari kiamat….)[16]
Diperbolehkan berbohong dalam tiga tempat:
1.
Mendamaikan manusia.
2.
Berbohong dalam peperangan.
3.
Perkataan suami terhadap Istrinya dan
perkataan istri terhadap suaminya.
Adapun
dalil diperbolehkannya hal tersebut adalah sabda Rasulullah r:
لاَ أَعُدُّهُ كَاذِبًا الرَّجُلُ يُصْلِحُ
بَيْنَ النَّاسِ, يَقُوْلُ اْلقَوْلَ وَلاَ يُرِيْدُ بِهِ إِلاَّ اْلإْصْلاَحَ,
وَالرَّجُلُ يَقُوْلُ فِي اْلحَرْبِ, وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ
اْمرَأَتَهُ وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
"Aku tidak menganggap berbohong seorang
yang (berbohong) untuk mendamaikan perselisihan antara manusia, yaitu dengan
mengatakan satu perkataan yang bohong di mana dia tidak menghendaki dengannya
kecuali perdamaian, juga seorang laki-laki yang berkata bohong dalam peperangan
dan seorang suami yang berkata bohong kepada Istrinya, dan seorang istri yang
berbohong kepada suaminya ".[17]
·
Dilarang berkata kotor dan berbuat kotor,
serta setiap perkataan yang keji. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits:
لَمْ يَكُنِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفحِّشًا
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bukanlah seorang yang berkata kotor dan berbuat kotor".[18]
·
Keutamaan orang yang meninggalkan berdebat
walaupun dia benar. sebagaimana sabda Rasulullah r:
أَنَا زَعِيْمٌ
بِبَيْتٍ فَي رَبََضِ اْلجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
"Aku adalah
pemimpin pada sebuah tempat di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan
walaupun dia benar". [19]
Al Miro' adalah jidal/berdebat.
·
Dilarang membuat orang tertawa dengan cara
berbohong. sebagaimana sabda Rasulullah r:
وَيْلٌ ِللَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمِ وَيْلٌ لَهٌ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka orang yang berbicara kemudian
berbohong supaya orang-orang menertawakannya celaka baginya, celaka
baginya".[20]
Semestinya seseorang meninggalkan banyak
tertawa, sebagaimana sabda Rasulullah r:
لاَ
تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
"Janganlah kalian
banyak tertawa sebab banyak tertawa menyebabkan matinya hati".[21]
·
Apabila seseorang berbicara dengan saudaranya
kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah sebagaimana sabda
Rasulullah r:
إِذَا
حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
"Bilamana seorang
membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah
amanah".[22]
·
Mendahulukan orang yang lebih tua dalam
berbicara, dan berbicara harus dengan suara yang terang dan tidak rendah serta
harus dengan kalimat yang jelas yang dapat dipahami oleh semua orang dengan
tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan.
·
Tidak memotong pembicaraan orang lain,
sebagaimana yang diceritakan tentang Nabi r yang berbicara dengan kaumnya lalu masuk kepadanya seorang badui,
kemudian bertanya kepadanya tentang hari kiamat, namun Rasulullah tetap
meneruskan pembicaraannya bersama para shahabat, setelah selesai beliau
berkata: “Manakah orang yang sebelumnya bertanya tentang hati kiamat?, maka
barulah beliau menjawab pertanyaan orang tersebut.[23]
·
Berbicara dengan pelan-pelan dan tidak pula
tergesa-gesa, sebagaimana diceritakan tentang Nabi r bahwa apabila beliau bicara dengan tentang
sesuatu, seandainya ada orang yang menghitung ucapannya nya niscaya dia bisa
terhitung).[24]
Dan Rasulullah r tidak berbicara secara terus menerus, beliau bicara dengan suatu
kalimat yang dan dan terperinci sehingga orang yang mendengarnya menjadi hafal.[25]
·
Berbicara dengan suara, pelan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman: وَاغْضُضْ مِنْ َصوِْتكَ "Pelankanlah suaramu".
[26]
·
Menjauhi kata-kata yang haram, seperti
mengkafiran orang lain, bersumpah dengan selain nama Allah, perkataan
seseorang: “Celaka manusia”, bersumpah dengan thalak serta mencaci maki masa.
·
Meninggalkan mementingkan diri sendiri dalam
berbicara.
·
Tidak menceritakan tentang pribadi untuk
membanggakan diri sendiri sebagaimana firman Allah I: فَلاَ تُزَكُّـوا أَْنفُسَكُمْ
"Maka Janganlah kamu mengatakan dirimu
suci". "[27].
·
juga tidak mengagungkan diri
sendiri dengan mengatakan aku, kami berpendapat dan sebagainya.
·
Menjaga perasaan orang lain, Ibnu
Qoyyim rahimahullah berkata: “Di antara mereka ada orang yang dirasuki oleh
dorongan semangatnya (ruh) ini adalah keadaan yang berat lagi dibenci, dia
adalah wujud akal yang tidak pantas berbicara untuk memberikan manfaat bagimu,
atau tidak bisa berdiam dengan baik sehingga bisa mengambil pelajaran darimu,
serta tidak mengetahui dirinya sendiri sehingga
bisa menempatkan dirinya pada tempatnya.
·
Tidak mengungkapkan cacian kepada khalayak.
·
Hendaknya ia meninggalkan beberapa hal di
bawah ini:
q
Banyak bertanya dan sengaja mengada-ada
pertanyaan tersebut sebagaimana sabda Nabi r:
وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًاوَمِنْهَا
َكثْرَةُ السُّؤَالِ
"Dan membenci tiga hal dari kalian
salah satunya adalah cerewet dalam bertanya".[28]
q
Tergesa-gesa memberikan jawaban.
q
Tergesa-gesa memberikan pendapat, baik dalam
hal yang kecil atau yang besar.
q
Sibuk mengahadapi orang-orang randah dan
hina.
q
Berbicara tidak sesuai dengan keadaan.
q Berbicara yang tidak keruan sebagaimana hadits Rasulullah r:
منْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ َترْكُهُ
مَالاَ يَعْنِيْهِ
"Dari kesempurnaan Islam seseorang
adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya".[29]
q
Berbicara disamping orang yang tidak
menyukainya.
q
Mengulang-ulangi omongan.
q
Meninggikan diri terhadap orang yang
mendengarkan omongan.
q
Tidak mendengarkan orang lain yang berbicara
dengan baik.
q
Menganggap remeh terhadap pembicaraan orang
lain.
q
Meminta orang lain untuk mempercepat
menyelesaikan perkataannya.
q
Meninggalkan orang padahal seseorang belum
menyelesaikan perkataannya.
q
Tergesa-gesa memvonis orang yang berbicara
sebagai pembohong.
q
Menyepelekan perkataan orang yang masih muda
belia.
q
Tergesa-gesa menyebarkan suatu berita sebelum
nampak fakta yang kongkrit (tentang kebenaran berita tersebut) dan belum jelas
manfaat menyebarkannya.
q
Mendengarkan dan menerima perkataan orang
secara langsung tanpa menyaring dan menseleksi kebenaran berita tersebut.
q
Kasar dalam memanggil orang. Allah I berfirman:
وَقُلْ
لِعِبَادِي يَقُوْلُ الَّتيِ هِيَ أَحْسَن,إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِغُ بَيْنَهُمْ
وَإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ ِلِْلإِنْسَانِ عَُدًّوا مُبِيًْا
"Katakanlah
kepada hamba-hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik
(benar), sesungguhnya syaitan menimbulkan perselisihan diantara mereka,
sesungguhnya syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia".[30]
Pada ayat yang lain Allah I berfirman:
وَقُوْلُوْا ِللنَّاسِ حُسْنًا"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia".".[31]
q
Kasar dalam mencela.
q
Tidak mengetahui adab berdiskusi.
q
Tidak menghiraukan perasaan orang lain.
q
Bersikap apriori terhadap teman bicara.
q
Bergaya bahasa menantang dan menyerang.
q
Masa
bodoh dengan nama teman bicara.
q
Mengabaikan prinsif-prinsif yang benar.
q
Ngotot dengan kesalahan dan enggan kembali
kepada yang hak.
q
Tidak menguasai materi diskusi.
q
Memvonis saat diskusi berlangsung.
q
Bercabang dalam judul pembicaraan dan keluar
dari fokus semula.
q
Senang membantah dan bertentangan.
q
Tenggelam dalam membicarakan sesuatu yang
tidak bermanfaat.
q
Banyak saling mencela.
q
Banyak mengeluh kepada orang-orang.
q
Banyak membicarakan tentang perempuan.
q
Banyak bermain-main/senda gurau.
q
Banyak bercanda.
q
Banyak bersumpah, Allah I berfirman:
وَاحْفَظُوْا أَيْمَانَكُمْ "Jagalah sumpah-sumpah
kalian".[32]
q Mencri-cari kesalahan
teman duduk.
q Menampakkan kebosanan terhadap teman duduk.
q Membebankan teman duduknya untuk melayaninya.
q Melakukan suatu hal yang bertentangan dengan rasa di dalam majlis
seperti membersihkan gigi dengan tusuk gigi, meludah di hadapan orang banyak,
terbahak-bahak, dan memain-mainkan kumis serta jenggot.
q Melakukan kemungkaran di dalam majlis.
q Menghadiri majlis yang di dalamnya terdapat kemungkaran dan
menemani mereka melakukan hal tersebut.
q Duduk dengan posisi yang tidak mencerminkan sopan santun.
q Duduk di tengah-tengah lingkaran orang banyak.
q Memaksakan diri berbicara secara fasih sebagaimana Rasulullah r bersabda:
سَيَكُوْنُ
قَوْمٌ يَأْكُلُوْنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ كَمَا تَأْكُلُ الْبَقَرَةُ مِنَ اْلأَرْضِ
"Akan ada suatu kaum dimana mereka
makan dari hasil lisan-lisan mereka sebagaimana sapi memakan makanan dari
bumi".[33]
q
Janganlah membawa suatu perkataan apabila
engkau tidak bisa membawakannya seperti yang sebenarnya".
q Senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menutup aib saudara
semuslim, hal ini sebagaimana di beritakan oleh Rasulullah r:
لاَ
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
"Tidaklah seorang hamba menutupi aib
hamba yang lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat
nanti".[34]
q Menjaga agar tidak menamai dengan gelar-gelar yang jelek
sebagaimana Allah berfirman: وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ
"Janganlah kamu
panggil-memanggil dengan memakai gelar-gelar yang buruk".[35]
dan
firman Allah I pula:
وَيْلٌ
ِلكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
"Celaka
bagi pengumpat lagi pencela"[36]
Rasulullah r bersabda:
بِحَِسَبٍ
اْمرِئٍ مِنَ الشَّـرِّ أَنْ َيحْقِـرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ
"Cukuplah seseorang berbuat dosa yaitu
mengejek saudaranya yang muslim".[37]
o
Apabila seseorang berbicara dengan suatu
kaum, maka tidak boleh baginya mengarahkan pandangannnya kepada orang tertentu
tanpa yang lainnya.
o
Apabila seseorang salah dalam mengatakan
suatu perkataan walaupun perkataan itu mengandung kekufuran dimana lisannya
ceroboh dengan ucapan tersebut, maka janganlah perkataan tersebut dijadikan
sebagai modal untuk menjelekannya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah hadits
yang diriwayatkan oleh imam Muslim bahwasanya Rasulullah r bersabda:
ِللهِ أَشَدُّ
فَرَحًا بَتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ
عَلىَ رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاَةٍ, فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا َطعَامُهُ
وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا, وَقَدْ
أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَاِلكَ إِذَا هُوَبِهَا قَاِئمَةً
عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ُثمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرْحِ: اَللَّهُمَّ
أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ
"Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan
taubat seorang hambaNya tatkala ia bertaubat kepadaNya dari seseorang yang
bersama hewan tunggangannya di suatu padang yang luas, kemudian hewan itu
menghilang darinya sedangkan makanan dan minumannya ada padanya. Lalu ia
merebahkan badannya dibawah pohon karena telah putus asa dengan hewannya itu.
Namun, tatkala dia bangun, tiba-tiba hewan tersebut berdiri dihadapannya,
kemudian ia mengambil tali pengikatnya sambil berkata dengan perasaan yang
sangat bahagia: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah
tuhanMu”, Ia salah mengucapkannya karena kegembiraannya".[38]
[1] HR. Ahmad dalam kitab Al Musnad no:8967
[3] HR Bukhari no:2989 Muslim no:1009
[4] HR Bukhari no:6563 Muslim no:1016
[5] HR.At Tirmidzi
no: 2018 dari hadits Jabir r.a dengan memakai lafadz dari beliau
[7] Imam Bukhari mengemukakan dalil
diperbolehkannya menceritakan orang yang berbuat kerusakan dan kesyirikan
dengan sabda Rasulullah r ketika menceritakan Ainah bin Hisan tatkala ia meminta izin kepada
Nabi r untuk bertemu dengan
beliau saat itu beliau berkata :Sejelek-jeleknya
saudara keluarga.
[8] Pengarang kitab Al Mukhtar dari golongan
Hanafiyah berkata: ولا غيبة لأهل القرية (Tidak ada ghibah
pada penduduk kampung) . Adab As Syariyyah Ibnu Muflih
Juz 1 Hal 274
[9] HR.Abu Daud no: 3997 dan dihasankan oleh Al
Albani
[10] HR.At-Tirmidzi no: 1967 dihasankan oleh Al
Albani
[11] HR.Abu Daud no:4990 dan dihasankan oleh
Al Albani
[12] HR.Shohih Al jami' 7620
[13] HR. Bukhari no: 6056 Muslim no:105
[14] HR.Muslim no:5 dan lafadz hadits
darinya
[15] QS.At-Taubah(10):119
[16] HR Bukhari no:1386 dan Ahmad no:19652
[17] HR. Abu Daud no: 4921dan dishohehkan
oleh Al Albani
[19] HR.Abu daud no:4800 dan dihasankan oleh
Al Albani
[20] HR.Abu daud no: 4990 dan dihasankan
oleh Al Albani
[21] HR.Ibnu Majah no:4193 dan di shohehkan oleh Al Albani
[22] HR. Abu daud no:4878 dan dihasankan
oleh Al Albani
[28] HR.Muslim no:1715 Ahmad juz 2 hal 27
[29] HR.At-Turmudzi no:1887dan dihasankan Al Albani
[32] QS.. Al Maidah( 4):89)
[38] HR. Muslim no:2747 kitab At Taubah