Bahaya Ikhtilat Antara Laki dan Perempuan

 Bahaya Ikhtilat Antara Laki dan Perempuan

Pembicaraan seputar ikhtilath atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa hijab (tabir penghalang) sudah pernah kita singgung. Namun karena banyaknya penyimpangan kaum muslimin dalam perkara ini dan adanya sisi-sisi permasalahan yang belum tersentuh maka tak ada salahnya kita bicarakan dan kita ingatkan kembali.

Bukankah Rabbul Izzah telah berfirman:


وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.' (Adz-Dzariyat: 55)
Dan juga dalam rangka menasihati diri pribadi dan orang lain, karena agama ini adalah nasihat, seperti kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih:

 
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ


Agama itu adalah nasihat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh1 rahimahullahu menyatakan dalam Fatawa dan Rasa`ilnya (10/35-44) bahwa ikhtilath antara laki-laki dengan perempuan ada tiga keadaan:
'Pertama: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki dari kalangan mahram mereka, maka ini jelas dibolehkan.
Kedua: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) untuk tujuan yang rusak, maka hal ini jelas keharamannya.
Ketiga: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) di tempat pengajaran ilmu, di toko, kantor, rumah sakit, perayaan-perayaan dan semisalnya. Ikhtilath yang seperti ini terkadang disangka tidak akan mengantarkan kepada fitnah di antara lawan jenis, padahal hakikatnya justru sebaliknya. Sehingga bahaya ikhtilath semacam ini perlu diterangkan dengan membawakan dalil-dalil pelarangannya.'
Dalil secara global, kita tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan laki-laki dalam keadaan punya kecenderungan yang kuat terhadap wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita punya kecenderungan kepada lelaki. Bila terjadi ikhtilath tentunya akan menimbulkan dampak yang negatif dan mengantarkan kepada kejelekan. Karena, jiwa cenderung mengajak kepada kejelekan dan hawa nafsu itu dapat membutakan dan membuat tuli. Sementara setan mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar.
Dalil secara rinci, kita tahu bahwa wanita merupakan tempat laki-laki menunaikan hasratnya. Penetap syariat pun menutup pintu-pintu yang mengantarkan keterkaitan dan keterpautan sepasang insan yang berlawanan jenis di luar jalan pernikahan yang syar'i. Hal ini tampak dari dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang akan kita bawakan di bawah ini.
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

'Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepadanya dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, 'Marilah ke sini.' Yusuf berkata, 'Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.' Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung. (Yusuf: 23)
Ketika terjadi ikhtilath antara Nabi Yusuf 'alaihissalam dengan istri Al-Aziz, pembesar Mesir di kala itu, tampaklah dari si wanita apa yang tadinya disembunyikannya. Ia meminta kepada Yusuf untuk menggaulinya. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala melindungi Yusuf dengan rahmat-Nya sehingga dia terjaga dari perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

'Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' (Yusuf: 34)
Demikian pula bila lelaki lain ikhtilath dengan wanita ajnabiyah. Masing-masingnya tentunya menginginkan apa yang dicondongi oleh hawa nafsunya. Berikutnya, dicurahkanlah segala upaya untuk mencapainya.
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan lelaki yang beriman untuk menundukkan pandangan dari melihat wanita yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya seperti termaktub dalam firman-Nya:


قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ


'Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka''.' (An-Nur: 30-31)
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kaum mukminin dan kaum mukminat untuk menundukkan pandangan mereka. Kita tahu dari kaidah yang ada, perintah terhadap sesuatu menunjukkan wajibnya sesuatu tersebut. Berarti menundukkan pandangan dari melihat yang haram itu hukumnya wajib. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi mereka. Penetap syariat tidak membolehkan lelaki memandang wanita yang bukan mahramnya terkecuali pandangan yang tidak disengaja. Itu pun, pandangan tanpa sengaja itu, tidak boleh disusul dengan pandangan berikutnya. Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anahu berkata:

 
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظْرِ الْفُجَاءَةِ، فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي

'Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja), maka beliau memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku.' (HR. Muslim no. 5609)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menerangkan, 'Makna  نَظْرِ الْفُجَاءَةِ ِ adalah pandangan seorang lelaki kepada wanita ajnabiyah tanpa sengaja. Maka tidak ada dosa baginya pada awal pandangan tersebut, dan wajib baginya memalingkan pandangannya pada saat itu. Jika segera dipalingkannya, maka tidak ada dosa baginya. Namun bila ia terus memandangi si wanita, ia berdosa berdasarkan hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Jarir untuk memalingkan pandangannya. Juga bersamaan dengan adanya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ


'Katakanlah (Ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata''.' (An-Nur: 30) [Al-Minhaj, 14/364]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari lawan jenis, karena melihat wanita yang haram untuk dilihat, adalah zina. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:


إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَة، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُُ، وَالنَّفُسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

'Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina2, dia akan mendapatkannya, tidak bisa terhindarkan. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram), dan zinanya lisan dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.' (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
Dalam lafadz lain disebutkan:


كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ


'Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa terhindarkan. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.' (HR. Muslim no. 2657)
Memandang wanita yang haram teranggap zina, karena seorang lelaki merasakan kenikmatan tatkala melihat keindahan si wanita. Hal ini akan menumbuhkan sebuah 'rasa' di hati si lelaki, sehingga hatinya pun terpaut dan pada akhirnya mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dengan si wanita. Tentunya kita maklumi adanya saling pandang antara lawan jenis bisa terjadi karena adanya ikhtilath antara lawan jenis. Ikhtilath pun dilarang karena akan berujung kepada kejelekan.

3. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ


'Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan di dalam dada.' (Ghafir: 19)

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anahuma berkata, 'Ayat ini terkait dengan seorang lelaki yang duduk bersama suatu kaum. Lalu lewatlah seorang wanita. Ia pun mencuri pandang kepada si wanita.' Ibnu Abbas berkata pula, 'Lelaki itu mencuri pandang kepada si wanita. Namun bila teman-temannya melihat dirinya, ia menundukkan pandangannya. Bila ia melihat mereka tidak memerhatikannya (lengah), ia pun memandang si wanita dengan sembunyi-sembunyi. Bila teman-temannya melihatnya lagi, ia kembali menundukkan pandangannya. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui keinginannya dirinya. Ia ingin andai dapat melihat aurat si wanita.' (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, 15/198)
Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifatkan mata yang mencuri pandang kepada wanita yang tidak halal untuk dipandang sebagai mata yang khianat. Lalu bagaimana lagi dengan ikhtilath' Bila memandang saja dicap berkhianat sebagai suatu cap yang jelek, apalagi berbaur dan saling bersentuhan dengan wanita ajnabiyah.

4. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

'Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang dahulu.' (Al-Ahzab: 33)
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada istri-istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang suci lagi menjaga kehormatan diri untuk tetap tinggal di rumah mereka. Hukum ini berlaku umum untuk semua wanita yang beriman, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan ayat ini hanya untuk para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka diperintah tetap tinggal di dalam rumah, kecuali bila ada kebutuhan darurat untuk keluar rumah. Lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa ikhtilath dengan lawan jenis sebagai perkara yang boleh dilakukan, sementara wanita diperintah untuk tidak keluar dari rumahnya'

Adapun dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak dibolehkannya ikhtilath, di antaranya:
1. Ummu Humaid radhiyallahu 'anaha istri Abu Humaid As-Sa'idi Al-Anshari radhiyallahu 'anahu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, sungguh aku senang shalat berjamaah bersamamu.' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:


قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلاَةَ مَعِيْ، وَصَلاَتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسجدِ قَومِِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسْجِدِي

 

'Sungguh aku tahu bahwa engkau senang shalat berjamaah bersamaku, akan tetapi shalatmu di kamar khususmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu. Dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih utama bagimu daripada shalatmu di masjidku.' (HR. Ahmad 6/371. Al-Haitsami berkata, 'Rijal hadits ini rijal shahih kecuali Abdullah bin Suwaid, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban.' Demikian pula yang dikatakan Al-Hafizh dalam At-Ta'jil. Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad, 18/424, cet. Darul Hadits, Al-Qahirah)
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu menyatakan, 'Hadits seperti ini memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata, 'Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.' Maka aku katakan, 'Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.' Hal itu karena seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath dengan lelaki yang bukan mahramnya, sehingga akan menjauhkannya dari fitnah.' (Majmu'ah Durus Fatawa, 2/274)
Beliau rahimahullahu juga mengatakan, 'Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda demikian sementara beliau berada di Madinah. Dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan nilai lebih. Akan tetapi karena shalat seorang wanita di rumahnya lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari fitnah (godaan) maka hal itu lebih utama dan lebih baik.' (Al-Fatawa Al-Makkiyyah, hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam Al-Qaulul Mubin fi Ma'rifati ma Yuhammimul Mushallin, hal. 570)

2. Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

'Sebaik-baik shaf (jamaah) lelaki adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf (jamaah) lelaki adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal.' (HR. Muslim no. 440)
Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata, 'Adapun shaf-shaf lelaki maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal, dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf akhir. Beda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum lelaki. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jamaah lelaki, tidak bersama dengan lelaki, maka shaf mereka sama dengan lelaki. Yakni, yang terbaik adalah shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi lelaki dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, serta paling jauh dari tuntunan syar'i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjamaah bersama lelaki memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan lelaki dan melihat mereka. Di samping jauhnya mereka dari berhubungan dengan kaum lelaki dan memikirkan mereka ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari yang telah disebutkan.' (Syarh Shahih Muslim, 4/159-160)
Al-Imam Ash-Shan'ani rahimahullahu menyatakan, 'Dalam hadits ini ada petunjuk bolehnya wanita berbaris dalam shaf-shaf. Dan zahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum lelaki atau bersama wanita lainnya. Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum lelaki, jauh dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama lelaki. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf lelaki, yang paling utama adalah shaf yang awal.' (Subulus Salam, 2/49)
Apabila penetap syariat menjaga jangan sampai campur baur dan keterpautan antara lelaki dan wanita terjadi pada tempat ibadah, padahal dalam shalat jelas terpisah antara shaf lelaki dengan shaf wanita dan umumnya mereka yang datang memang ingin menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, jauh dari keinginan untuk berbuat jelek, maka tentunya di tempat lain yang terjadi ikhtilath lebih utama lagi pelarangannya.

3. Zainab radhiyallahu 'anaha istri Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anahu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami:


إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلاَ تَمَسَّ طِيْبًا

'Apabila salah seorang dari kalian menghadiri shalat berjamaah di masjid maka jangan ia menyentuh (memakai) minyak wangi.' (HR. Muslim no. 996)
Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
'Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari mendatangi masjid- masjid Allah. Akan tetapi hendaklah mereka keluar rumah dalam keadaan tidak memakai wangi-wangian.' (HR. Abu Dawud no. 565. Kata Al-Imam Al Albani rahimahullahu, 'Hadits ini hasan shahih.')
Ibnu Daqiqil Id rahimahullahu berkata, 'Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang para wanita keluar menuju masjid bila mereka memakai wangi-wangian atau dupa-dupaan, karena akan membuat fitnah bagi lelaki dengan aroma semerbak mereka, sehingga menggerakkan hati dan syahwat lelaki. Tentunya pelarangan memakai wangi-wangian bagi wanita selain keluar menuju ke masjid lebih utama lagi (keluar ke pasar, misalnya, pent.).'
Beliau mengatakan pula, 'Termasuk dalam makna wangi-wangian adalah menampakkan perhiasan, pakaian yang bagus, suara gelang kaki, dan perhiasan.' (Al-Ikmal, 2/355)
Keluar rumah memakai wangi-wangian saja dilarang bagi wanita, apalagi bercampur baur dengan lelaki ajnabi.

4. Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anahuma menyampaikan hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

 
مَا تَرَكْتُ فِتْنَةً بَعْدِيْ هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

'Tidaklah aku meninggalkan fitnah (ujian) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.' (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas menyatakan wanita sebagai fitnah (ujian/ cobaan) bagi lelaki. Lalu apa persangkaan kita bila yang menjadi fitnah dan yang terfitnah berkumpul pada satu tempat'

5. Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anahu mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

'Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau, dan sungguh Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya.' (HR. Muslim no. 6883)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan lelaki untuk berhati-hati dari wanita. Lalu bagaimana perintah beliau ini dapat terealisir bila ikhtilath dianggap boleh' Bila demikian keadaannya maka jelaslah keharaman ikhtilath.

 

BAHAYA TABARRUJ BAGI INDIVIDU DAN MASYARAKAT


BAHAYA (Tabarruj) MEMPERTONTONKAN AURAT bagi INDIVIDU MAUPUN MASYARAKAT

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

 

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi saw, beserta keluarga dan shahabatnya.

Fenomena wanita tidak berjilbab, terbuka dan menampakan aurat kepada laki-laki adalah fitnah yang menimpa kebanyakan negara di dunia, semua orang tahu akan hal itu. Dan tentu saja itu adalah kemungkaran yang sangat besar dan kemaksiatan yang amat jelas, dan merupakan faktor terbesar bagi datangnya azab, karena menampakan aurat dapat menimbulkan perbuatan keji, kriminal, hilangnya rasa malu dan menyebarnya kerusakan.

Bertaqwalah kalian wahai kaum muslimin, bimbinglah orang-orang yang buruk akhlaknya diantara kalian, jagalah wanita-wanita kalian dari terjerumus ke dalam larangan-larangan Allah, wajibkanlah kepada mereka untuk memakai jilbab dan menutup aurat, waspadailah murka Allah SWT dan azab-Nya, Nabi saw bersabda dalam hadits shahih:

 “ Sesungguhnya manusia jika melihat kemungkaran tidak menginkarinya, maka bisa saja Allah akan meratakan azab-Nya kepada mereka semua“.

Dan Allah SWT berfirman:

 “ Orang-orang kafir dari Bani israil telah dilaknat melalui lisan (capan) Dawud dan Isa putra Maryam. Ynag demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat“. (QS: Al-Maidah: 78-79)

Dan dalam kitab Musnad dan yang lainya diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa rasulullah saw membaca ayat tersebut kemudian bersabda:

 “ Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, hendaklahlah kalian menegakan amar ma’ruf dan nahi munkar, membimbang orang yang buruk akalnya dan meluruskanya agar sejalan dengan kebenaran, jika tidak sungguh Allah akan membenturkan hati sebagian kalian atas hati sebagian yang lain dan akan melaknat kalian sebagai melaknat mereka“. Dan dalam hadits shahih lainya nabi saw bersabda:

 “ Barang siapa melihat diantara kalian kemungkaran kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tanganyan (kekuasaanya), jika tidak mampu maka dengan lisanya, jika tidak mampu maka menginkari dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman“.

Allah SWT dalam al-qur’an telah memerintahkan para wanita agar berjilbab dan berdiam diri di rumah, serta menjauhi dari dari perbuatan mempertontonkan aurat atau melemah lembutkan suara dalam berkata kepada pria, agar terhindar dari kerusakan dan fitnah.

Allah SWT berfirman:

 “ Wahai istri-istri nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertaqwa, maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.“ (QS: Al-Ahzab: 32-33)

Dalam ayat ini Allah SWT melarang istri-istri nabi yang mulia (para ummahaatul mukminin) –dan mereka adalah sebaik-baik wanita dan paling suci- dari melemah-lembutkan suara dalam berbicara kepada kaum pria, agar orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit shawat tidak berhasrat kepada mereka, dan mengira bahwa mereka juga punya hasrat yang sama denganya. Allah memerintahkan mereka agar berdiam diri di rumah serta melarang mereka mempertontonkan aurat sebagaimana prilaku jahiliah berupa menampakan perhiasan dan keindahan seperti kepala dan wajah, leher, dada, lengan, betis serta perhiasan lainya, karena dapat menimbulkan bencana kerusakan dan fitnah yang besar serta menggerakan hati kaum pria untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan kepada zina. Jika Allah SWT memperingatkan kepada ummahaatulmukminin (istri-istri nabi saw)  dari kemungkaran tersebut, padahal mereka adalah wanita-wanita solihah yang beriman dan senantiasa menjaga kehormatan dan kesucian mereka, maka yang selain mereka lebih utama untuk menerima peringatan dan lebih dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam fitnah. Dalil yang menunjukan bahwa hukum menjaga aurat berlaku umum pada istri-istri rasul saw dan wanita-wanita lainya adalah firman Allah SWT:

 “ Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan rasulnya“. (QS: Al-Ahzab: 33). Sesungguhnya perintah-perintah ini umum bagi istri-istri nabi saw dan selain mereka.

Allah SWT juga berfirman:

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka“. ( Al-Ahzab: 53). Ayat yang mulia ini dengan jelas menunjukan kewajiban para wanita untuk membatasi diri dari laki-laki dan tidak menampakan auratnya. Allah menegaskan dalam ayat tersebut bahwa berhijab adalah lebih suci bagi hati para laki-laki dan hati para perempuan serta lebih menjauhkan mereka dari perbuatan keji dan dari segala yang mendekatkan kepadanya, Allah juga mengisyaratkan bahwa keterbukaan dan tidak berhijab adalah prilaku buruk dan najis, sedangkan berhijab adalah

Wahai kaum muslimin, beradaplah kalian dengan adab yang diajarkan Allah, laksanakanlah perintahnya, wajibkanlah kepada wanita-wanita kalian untuk  berhijab, karena itu dapat mengantarkan kepada kesucian dan keselamatan.

Allah SWT berfirman:

 “ Wahai Nabi! Katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin,“ hendaklah mereka menutupkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka,“ yang demikian itu agar mereka lebih muda untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun maha penyayang“. (QS: AL-Ahzab: 59). Al-jalaabib: jamak dari jilbab, ia adalah sesuatu yang yang dikenakan  perempuan untuk menutupi  kepala dan badanya melapisi pakaianya agar terhijab dan tertutup auratnya. Allah SWT memerintahkan para wanita orang-orang mukmin agar menutupkan jilbab-jilbab mereka pada sisi-sisi keindahan mereka seperti rambut, wajah dll, agar dikenal iffah (menjaga kesucian) sehingga dirinya terhindar dari fitnah dan orang lainpun tidak tergoda untuk mengganggunya. Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,“ Allah memerintahkan para wanita orang-orang beriman, jika mereka keluar dari rumah untuk satu keperluan, agar menutupi wajah-wajah mereka dari mulai atas kepala mereka dengan jilbab, dan menampakan satu mata“.  Dan Muhamad ibnu Sirin mengatakan,“ aku bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang firman Allah:

 " يدنين عليهن من جلابيبهن "

Hendaklah mereka menutupkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka“, maka ia menutup mukanya dan kepalanya serta menampakan mata kirinya“. Kemudian Allah SWT mengabarkan bahwa Dia maha pengampun atas segala kekurangan yang telah lampau dalam maslah tersebut sebelum turunya larangan dan peringatan dari-Nya.

Allah SWT berfirman:

" والقواعد من النساء اللاتي لا يرجون نكاحا فليس عليهن جناح أن يضعن ثيابهن غير متبرجات بزينة وأن يستعففن خير لهن والله سميع عليم "

Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakan perhiasan, tetapi memelihari kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.“ (QS: An-Nur: 60)

Allah SWT mengabarkan bahwa para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), tidak ada dosa atas mereka untuk menanggalkan pakaian dari wajah dan tangan mereka jika mereka tidak bermaksud menampakan perhiasan mereka. Dari sini diketahui bahwa wanita yang berniat menampakan perhiasan tidak boleh menanggalkan pakaian dari wajah dan tanganya atau dari aurat lainya, dan ia berdosa ketika itu meskipun telah tua, karena setiap yang jatuh selalu ada yang memungutnya, dan karena menampakan perhiasan dapat menyebabkan fitnah terhadap pelakunya meskipun ia adalah orang yang tua, dan tentu dosanya lebih besar dan dampak fitnah terhadapnya juga besar.

Allah SWT mensyaratkan pada wanita tua hendaklah tidak termasuk yang masih ingin menikah (sebagaimana dalam ayat diatas), karena jika masih ingin nikah, maka keinginanya itu akan mendorongnya untuk selalu berhias dan menampakan perhiasanya demi mendapatkan pasangan, maka ia dilarang untuk menanggalkan pakaianya dari tempat-tempat perhiasanya untuk menghindarkan dia dan orang lain dari fitnah.

Kemudian Allah SWT menutup ayat-Nya dengan anjuran kepada para perempuan tua agar menjaga kehormatan, hal itu lebih baik bagi mereka meskipun mereka tidak punya maksud menampakan perhiasanya. Nampak dari sini keutamaan berhijab serta menutup aurat dengan pakaian meskipun oleh wanita tua, dan itu lebih baik bagi mereka dari pada menanggalkan pakaian, dengan demikian maka berhijab dan menjaga kehormatan dengan tidak menampakan perhiasan jauh lebih utama dan wajib bagi para remaji dan lebih menjauhkan mereka dai fitnah.

Allah SWT berfirman:

 “ Katakan kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandanganya, dan memelihara kemaluanya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandanganya, dan memelihara kemaluanya, dan janganlah menampakan perhiasanya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasanya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-pura saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka memiliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan ( terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang  mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung“. (QS: AN-Nur: 30-31)

Dalam dua ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada laki-laki beriman dan para perempuan beriman agar menjaga pandangan dan memelihara kemaluan, hal itu karena betapa kejinya zina dan betapa besarnya kerusakan yang ditimbulkan olehnya, dan  dikarenakan melepaskan pandangan merupakan jalan bagi datangnya penyakit hati dan terjadinya tindakan keji, sedangkan menjaga pandangan adalah sebab keselamatan dari hal-hal tersebut, karena itu Allah berfirman:

Katakan kepada laki-laki beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluanya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.“  ( QS: An-Nur: 30). Maka menjaga pandangan dan memelihara kemaluan adalah lebih suci bagi orang-orang beriman di dunia maupun di akhirat, sedang melepaskan pandangan dan kemaluan adalah sebab kebinsaan dan azab di dunia dan akhirat. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari itu semua.

Allah yang Maha Agung dan Mulia juga mengabarkan bahwa Dia Maha Mengetahui apa yang diperbuat manusia, dan bahwasanya tiada sesuatu yang tersenbumyi dari-Nya, dan dalam yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang-orang beriman agar tidak berbuat sesuatu yang diharamkan Allah SWT dan berpaling dari syariat-Nya, dan peringatan juga bagi mereka bahwa Allah SWT melihatnya dan mengetahui seluruh perbuatanya yang baik maupun tidak, sebagaimana Dia berfirman:

 “ Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada“. (QS: Ghafir: 19).

Dan berfirman:

 “ Dan tidakkah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu ayat al-qur’an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukanya“. (QS: Yunus: 61). Maka wajib atas hambah untuk senantiasa waspada terhadap pengawasan Tuhanya, dan merasa malu kepada-Nya  kalau sekiranya Dia melihatnya dalam keadaan berbuat maksiat, atau kehilanganya saat datang kewajiban taat kepada-Nya.

 

 

Kemudian Dia berfirman:

 “ Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandanganya, dan memelihara kemaluanya“. (QS: An-Nur: 31). Allah SWT memerintahkan para wanita beriman agar menjaga pandangan dan memelihara kemaluan –sebagaimana memerintahkan laki-laki beriman- untuk menjaga mereka dari fitnah dan menganjurkan mereka agar melakukan sebab-sebab yang mengantarkan kepada iffah (kesucian diri) dan keselamatan, kemudian berfirman:

 “  dan janganlah menampakan perhiasanya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat“. Ibnu Mas’ud berkomentar: “ ( yang biasa terlihat) yaitu pakaian yang terlihat, maka hal itu dimaafkan, dan yang dimaksud adalah pakaian yang tidak menampakan perhiasan dan fitnah. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia menafsirkan (yang biasa terlihat) yakni wajah dan dua telapak tangan, maka itu terkait khusus dengan kondisi wanita sebelum turunya  ayat yang memerintahkan hijab, adapun setelah itu Allah mewajibkan agar menutup seluruhnya, sebagaimana dalam ayat-ayat terdahulu dari surat Al-Ahzab dan yang lainya. Nampaknya apa yang dimaksud Ibnu Abbas adalah apa yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Talhah darinya, bahwa ia berkata,“ Allah memerintahkan para wanita orang-orang beriman, jika mereka keluar dari rumah untuk satu keperluan, agar menutupi wajah-wajah mereka dari mulai atas kepala mereka dengan jilbab, dan menampakan satu mata“.  Dan syaikhul islam Ibnu Taimiyah juga telah menegaskan hal yang sama, begitu juga ulama lainya, dan itulah yang benar tanpa ada keraguan.

Dan kita tentu tahu kerusakan dan fitnah yang dapat ditimbulkan akibat menampakan wajah dan kedua telapak tangan, Allah SWT berfirman dalam ayat terdahulu:

" وإذا سألتموهن متاعا فاسألوهن من وراء حجاب ذلكم أطهر لقلوبكم وقلوبهن "

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka“. ( Al-Ahzab: 53). Dia tidak mengecualikan sesuatupun, dan ayat ini adalah muhkam, maka wajib untuk diambil dan dijadikan rujukan serta acuan bagi nas yang lainya. Dan hukum dalam ayat di atas adalah umum bagi istri-istri Nabi dan dan para wanita beriman lainya, dan surat Nur yang terdahulu juga menunjukan hal yang sama, yaitu apa yang disebutkan Allah terkait wanita tua dan haramnya mereka menanggalkan pakaian kecuali dengan dua syarat, pertama: mereka tidak lagi ada keinginan menikah, kedua: tidak ada maksud menampakan perhiasan, dan hal itu sudah diterangkan dalam pembicaraan terdahulu, sesungguhnya ayat tersebut adalah hujjah yang terang dan dalil yang qath’i (pasti) menunjukan haram bagi wanita untuk membuka aurat dan menampakan perhiasan.

Dan riwayat dari Aisyah tentang hadits ifki juga menunjukan itu, bahwa ia menutup mukanya ketika mendengar suara Safwan bin Al-Mu’athal As-Sulami, Aisyah berkata,“ sesungguhnya Safwan mengenalnya sebelum turun ayat hijab“, maka itu menunjukan bahwa para wanita tidak dikenal dikarenakan mereka menutup wajahnya. Maka fenomena yang nampak dewasa ini pada wanita yang menampakan aurat dan memperlihatkan sisi-sisi perhiasan adalah bentuk prilaku yang menyimpang jauh, karena itu wajib dicegah, dan segala pintu yang dapat menimbulkan kerusakan dan prilaku keji harus ditutup.

Diantara sebab-sebab kerusakan adalah berkhalwatnya laki-laki dengan wanita, bepergian dengan mereka tanpa mahram, Rasulullah saw bersabda:

" لا تسافر امرأة إلا مع ذي محرم, ولا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم ", وقال صلى الله عليه وسلم," لا يخلون رجل بامرأة , فإن الشيطان ثالثهما", وقال صلى الله عليه وسلم," لا يبيتن رجل عند امرأة إلا أن يكون زوجا لها أو ذا محرم "

Tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali beersama mahramnya, dan tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat bersama seorang perempuan kecuali bersama mahramnya“, dan bersabda,“ Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan, karena yang ketiga adalah setan“, dan bersabda,“ Tidak boleh seorang laki-laki menginap di tempat seorang perempuan kecuali jika ia suaminya atau mahramnya“. (HR: Muslim)

Maka bertaqwalah kalian wahai kaum muslimin, bimbinglah para wanita kalian, cegahlah mereka dari berbuat sesuatu yang diharamkan Allah, seperti  membuka aurat, menampakan perhiasan dan bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang nasrani atau yang menyerupi mereka, dan ketahuilah bahwa diam melihat kemungkaran-kemungkaran di atas adalah bentuk partisipasi dalam melakukan dosa yang sama, dan mengundang murka Allah serta azabnya, semoga Allah SWT memelihara kita dari keburukan semua itu.

Dan diantara kewajiban terbesar adalah memperingatkan para laki-laki agar tidak berkhalwat (menyendiri) dengan  wanita atau  masuk ketempat mereka atau bepergian bersama mereka tanpa mahram, karena semua itu adalah sarana yang dapat mengantarkan kepada fitnah dan kerusakan. Rasulullah saw bersabda:

 “ Tidak ada fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain wanita, dan bersabda,“ Dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah di dalamnya,  lalu Dia melihat apa yang kalian perbuat, maka jauhilah dunia dan jauhilah wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani israil adalah wanita“, dan beliau bersabda,“ bisa jadi wanita berpakain di dunia  akan telanjang di akhirat“, dan bersabda,“ Dua golongan ahli neraka yang tidak akan aku lihat; wanita berpakaian tapi telanjang, menyeleweng dari kebenaran dan kesucian diri, condong kepada perbuatan keji dan batil, kepala mereka bagaikan punuk (unta) yang condong(ia perbesar dengan lipatan kerudung/serban),  mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, dan laki- laki yang memukuli manusia dengan pecut seperti ekor sapi di tanganya“. Ini adalah peringatan keras bagi prilaku menampakan aurat dan memperlihatkan perhiasan, memakai pakaian tipis dan pendek, menyimpang dari kebenaran dan iffah (kesucian diri) serta condong kepada perbuatan keji dan batil, juga peringatan keras bagi prilaku mendzalimi manusia dan menginjak-nginjak hak-hak mereka mereka, serta ancaman bagi orang yang berbuat itu dengan diharamkan masuk surga, kita memohon kepada Allah keselamatan dari semua itu.

Dan diantara kerusakan terbesar adalah prilaku kebanyakan wanita yang menyerupai wanita-wanita kafir dari kalangan nasrani dan yang lainya dalam berpakaian minim, memamerkan rambut dan perhiasan, menyisir rambut dengan gaya orang-orang kafir dan fasik, menkuncir rambut, memakai kepala buatan..., dan Rasulullah saw bersabda:

 “ Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.“, dan kita tahu prilaku tasyabuh dan pakaian minim yang menjadikan wanita mirip telanjang dapat menimbulkan kerusakan dan fitnah, tipisnya agama dan hilanganya rasa malu, maka hal seperti itu harus diwaspadai dengan penuh kewaspadaan, mencegah wanita dari prilaku demikian dan hendaklah bersikap keras terhadapnya, karena akibatnya sangat buruk, kerusakanya amat besar dan tidak boleh diremehkan khususnya terhadap anak-anak gadis, karena membiarkan mereka dalam situasi seperti itu akan menjadikan mereka terbiasa denganya dan tidak suka kecuali dengan itu ketika besar, sehingga akan terjadi kerusakan dan fitnah yang menakutkan yang banyak terjadi terhadap wanita-wanita dewasa.

Bertaqwalah kalian wahai hamba Allah, jauhilah apa yang diharamkan Allah, tolong-menolonglah dalam kebajikan dan taqwa, saling menasehatilah dalam mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran, dan ketauilah bahwasanya Allah akan meminta pertanggungjawaban kalian tentang hal itu, Dia akan memberi balasan atas amal perbuatan kalian, dan Dia Yang Maha Suci selalu menyertai orang-orang yang sabar, yang bertaqwa dan yang berbuat kebaikan, maka bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian, dan bertaqwalah kepada Allah, dan berbuat baiklah karena Allah mencintai orang-orang yang  berbuat baik.

Tidak diragukan bahwa kewajiban penguasa, pemimpin, hakim dan ulama lebih besar dari kewajiban selain mereka, dan bahaya yang mengitari mereka lebih besar, dan fitnah akibat diamnya mereka dalam menginkari kemungkaran juga besar. Dan mengingkari kemungkaran bukan tugas mereka saja, tetapi itu adalah tugas seluruh kaum muslimin, -lebih-lebih orang-orang yang berkedudukan diantara mereka, dan pembesar mereka, khususnya para wali dan suami bagi para wanita- untuk mengingkari kemungkaran ini, keras dalam mengingkarinya, juga terhadap oarang yang meremehkan hal itu, semoga Allah SWT mnghilangkan cobaan yang menimpa kita dan menunjukan kita kepada jalan yang lurus.

Rasulullah saw  bersabda dalam hadits shahih:

" ما من نبي بعثه الله في أمة قبلي إلا كان له من أمته  حواريون وأصحاب يأخذون بسنته ويقتدون بأمره, ثم إنها تختلف من بعدهم  خلوف يقولون ما لا يعلمون, ويفعلون ما لا يؤمرون, فمن جاهدهم بيده فهو مؤمن, ومن جاهدهم بلسانه فهو مؤمن, ومن جاهدهم بقلبه فهو مؤمن, وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل ".

Tidak ada Nabi yang diutus Allah kepada umat sebelumku kecuali Dia memiliki pengikut-pengikut yang setia dan sahabat-sahabat yang berpegang teguh dengan sunnahnya dan mengikuti perintahnya, kemudian datang setelah mereka orang-orang yang tidak berguna berselisih dan mengatakan sesuatu yang tidak mereka ketahui, dan mengerjakan sesuatu yang mereka tidak diperintahkan, barang siapa yang berjihad dalam membimbing mereka dengan tanganya (kekuasaanya)  maka dia orang beriman, dan barang siapa berjihad membimbing mereka dengan lisanya maka dia orang beriman, dan barang siapa berjihad mengingkari mereka dengan hatinya maka dia orang beriman, dan tidak ada iman sebiji sawipun dibelakang itu”.  Dan aku memohon kepada Allah agar memenangkan agamanya, meninggikan kalimatnya, membimbing para pemimpinan kami, menghilangkan kerusakan dan  memenangkan kebenaran dengan perantara mereka, juga membimbing orang-orang dekat mereka, memberikan taufiknya kepada kami, kalian dan mereka serta seluruh umat islam untuk mencapai kemaslahatan hamba dan Negara dalam hidup di dunia maupun di akhirat, sesungguhnya Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu, lebih-lebih dalam mengabulkan doa, cukuplah Allah sebagai penolong dan wakil bagi kami, dan tiada daya dan kekuatan melainkan daya dan kekuatan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, salawat dan salam serta keberkahan senantiasa tercurah kepada hamba-Nya Nabi Muhammad saw dan kepada sahabat serta orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga akhir zaman.

Soal: Saat kami bepergian ke luar Saudi Arabiah, apakah boleh bagi kami untuk membuka wajah dan melepas hijab, mengingat kami berada jauh dari negeri kami dan tidak seorang pun mengenali kami, karena ibu kami selalu berusaha mempengaruhi ayah kami agar memaksa kami untuk membuka wajah, hal itu karena orang-orang menanggap kami memperhatikan mereka jika kami menutup wajah?

Jawab: Tidak boleh bagi anda juga bagi wanita selain anda untuk membuka hijab di negeri kafir, sebagaimana tidak boleh hal itu di negeri muslim,  berhijab dari laki-laki asing baik muslim maupun kafir tetap wajib, bahkan kewajiban berhijab dari orang kafir lebih kuat, karena mereka tidak memiliki iman yang dapat membentengi mereka dari larangan Allah, dan tidak boleh bagi anda juga bagi selain anda untuk taat kepada kedua orang tua anda atau kepada selain mereka dalam bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab:

 “ Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir“. ( Al-Ahzab: 53). Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa berhijabnya wanita dari lak-laki yang bukan mahram lebih suci bagi hati semuanya, dan Dia berfirman dalam surat An-Nur:

  “ Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandanganya, dan memelihara kemaluanya“. (QS: An-Nur: 31)

Soal: Apa hukum menemui pelayan dan sopir, apakah mereka termasuk dalam kategori orang-orang asing, ibuku suka menyuruhku untuk keluar menemui pelayan dan memintaku untuk memakai isyarob di atas kepalaku, apakah hal ini diperbolehkan dalam agama kita?

Jawab: Sopir dan pembantu sama dengan laki-laki lainya, wajib berhijab dari mereka jika mereka bukan mahram, dan tidak boleh membuka hijab di hadapan mereka, begitu pula berkhalwat dengan mereka, karena Rasulullah saw bersabda:

" لا يخلون رجل بامرأة , فإن الشيطان ثالثهما "

Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita karena setan yang ketiga“. Dan karena umumnya dalil yang mewajibkan berhijab dan mengharamkan memperlihatkan perhiasan dan membuka hijab kepada yang bukan mahram, dan tidak boleh taat kepada ibu atau lainya dalam berbuat sesuatu yang sifatnya bermaksiat kepada Allah SWT.

Soal: Apa hukum mengejek orang yang memakai hijab syar’i dan yang menutup wajah dan kedua tanganya?

            Jawab: Orang yang mengejek muslimah atau muslim disebabkan komitmen mereka dengan syariat islam adalah kafir, baik hal itu dalam masalah berhijab atau yang lainya, karena Abdullah bin Umar r.a. berkata: seorang laki-laki berkata dalam perang tabuk dalam satu majlis: Aku tidak pernah melihat orang-orang yang seperti para ahli qur’an kita ini yang lebih rakus perutnya, lebih bohong mulutnya dan lebih penakut untuk bertemu, seseorang berkata: kamu bohong, kamu yang munafik, sungguh aku akan memberitahu Rasulullah saw,  maka sampailah kabar itu kepada Rasulullah saw, lalu turunlah alqur’an, Abdullah bin Umar berkata: Dan saya melihatnya terikat dengan tali unta Rasulullah saw dalam keadaan tertimpa batu seraya membaca:

 “ Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab,“ sesungguhnya kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja,“ Katakanlah,“ Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?, tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa“. (QS: At-Taubah: 65-66). Allah mengatagorikan ejekanya terhadap orang-orang beriman berarti mengejek Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya.

Washalallah alaa Nabiyinaa Muhammad wa all aalihi wa shahbihi wasallam

 

Lorong-lorong Syetan Untuk Menyesatkan Manusia

Lorong-lorong Syetan untuk Menyesatkan Manusia

         Segala puji bagi Allah I yang telah melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan dosa dan maksiat. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi r yang diturunkan al-Qur`an kepadanya, sebagai pengobat hati dan badan, juga kepada keluarga dan sahabatnya hingga hari pembalasan.

Adapun sesudah itu,

  Sesungguhnya pada perbuatan maksiat terdapat celah-celah dan pintu-pintu yang apabila hamba menutupnya dengan kuat dan selalu menjaganya dengan sabar, niscaya syetan tidak mendapatkan jalan untuk menjerumuskannya ke dalam dosa dan maksiat, lalu ia kembali dalam keadaan merugi. Dan sebaliknya, apabila seorang hamba tidak menjaga celah-celah dan pintu-pintu itu, tentu syetan mendapatkan jalan kepadanya. Celah-celah dan pintu-pintu tersebut memudahkannya menyerang hamba tersebut dan menjerumuskannya ke dalam perbuatan maksiat sedikit demi sedikit.

         Celah-celah ini adalah: pandangan mata, bisikan hati, ucapan lisan dan langkah kaki.

         Ibnu al-Qayyim rahimahullah telah berbicara tentang empat celah ini, menjelaskan bahaya melalaikannya, dan tata-cara menjaganya, supaya hamba selamat dari serangan syetan dan bisikannya. Di antara perkataan Ibnu al-Qayyim rahimahullah: 'Manakala langkah pertama maksiat tersebut adalah dari sisi pandangan mata, dijadikanlah perintah menundukkan pandangan didahulukan terhadap memelihara kemaluan. Sesungguhnya segala peristiwa berawal dari pandangan, sebagaimana api besar bersumber dari percikan api kecil. Maka berawal dari pendangan mata, kemudian bisikan hati, kemudian langkah, kemudian kesalahan.'

         Dan karena sebab inilah dikatakan: Barangsiapa yang memelihara empat perkara ini niscaya ia memelihara agamanya: pandangan mata, bisikan hati, ucapan lisan, dan langkah kaki.

         Maka hamba harus menjadi penjaga dirinya terhadap empat pintu ini dan selalu menjaga celah-celahnya karena musuh akan masuk melaluinya, lalu menyerang secara merajalela dan membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang dia kuasai. Oleh karena kebanyakan masuknya maksiat terhadap seorang hamba berasal dari empat pintu ini, maka kami akan menyebutkan satu pasal yang sesuai di setiap bab.

 

Pertama: Pandangan Mata

         Adapun pandangan adalah pemandu syahwat dan utusannya. Dan menjaganya adalah dasar untuk menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya, berarti ia mendatangkan dirinya kepada sumber-sumber kebinasaan. Nabi r bersabda:

لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ.

"Janganlah engkau meneruskan pandangan pertama dengan pandangan kedua, sesungguhnya hanya boleh bagimu pada pandangan pertama, dan tidak boleh pada pandangan kedua." HR. Ahmad.

Dan beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَاْلجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ, مَجَالِسُنَا مَالَنَا بُدٌّ مِنْهَا. قَالَ: إِنْ كُنْتُمْ لاَ بُدَّ فَاعِلِيْنَ, فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ. قَالُوْا: وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ اْلأَّذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ.

"Hindarilah duduk-duduk di jalanan.' Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, ia adalah mejelis-majelis kami, kami tidak bisa meninggalkannya.' Beliau bersabda, 'Jika kamu memang tetap melakukan, maka berikanlah hak jalanan.' Mereka bertanya, 'Apakah haknya?' Beliau menjawab, Menahan pandangan, tidak mengganggu, dan menjawab salam." Muttafaqun 'alaih.

       Pandangan mata umumnya merupakan sumber berbagai peritiwa yang menimpa manusia. Sesungguhnya pandangan melahirkan bisikan hati. Kemudian bisikan hati melahirkan pikiran. Kemudian pikiran melahirkan syahwat. Kemudian syahwat melahirkan keinginan. Kemudian keinginan itu bertambah kuat, lalu menjadi semangat yang mantap. Lalu terjadilah perbuatan dan memang mesti terjadi, selama tidak ada penghalang. Dan dalam hal ini dikatakan: (sabar terhadap pandangan mata lebih mudah daripada sabar terhadap yang sesudahnya).

 

Bahaya pandangan: mengakibatkan kerugian dunia akhirat.

Seorang Penyair berkata:

Dan apabila engkau melepaskan pandangan matamu sebagai pemandu-  bagi hatimu pada suatu hari, niscaya segala pandangan itu menyusahkan engkau.

Engkau melihat yang tidak semuanya engkau mampu- atasnya dan tidak pula engkau sabar dari sebagiannya.

         Berapa banyak orang yang melepaskan pandangannya, maka ia ia tidak bisa berlepas diri darinya melainkan telah berlumuran darah di antaranya dalam keadaan terbunuh.

         Dan yang aneh, pandangan mata orang yang memandang merupakan panah yang tidak sampai kepada yang dipandang, sehingga ia menyediakan tempat di hati yang memandang.

         Dan yang lebih aneh dari hal itu, sesungguhnya pandangan menorehkan luka di hati, maka diikuti torehan luka yang lain. Kemudian perihnya luka tidak dapat menghalanginya untuk mengulanginya. Dan sungguh dikatakan: 'Menahan pandangan mata lebih mudah daripada terus merugi'.

 

Kedua: Bisikan hati

         Adapun bisikan hati, maka urusannya lebih sulit. Sesungguhnya ia adalah sumber kebaikan dan keburukan. Darinya terlahir segala keinginan, rencana dan semangat. Maka barangsiapa yang menjaga bisikan hatinya, niscaya ia telah memegang tali kendali dirinya dan menguasai hawa nafsunya. Dan barangsiapa yang dikuasai oleh bisikan hatinya, maka hawa nafsunya lebih menguasainya. Dan barangsiapa yang meremehkan bisikan hatinya, niscaya ia akan menuntunnya kepada kebinasaan secara paksa.

         Dan bisikan hati senantiasa mendatangi hati, sehingga ia menjadi angan-angan yang batil:

كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْئَانُ مَآءً حَتَّى إِذَا جَآءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. An-Nuur :39)

 

. Angan-angan palsu:

         Manusia yang paling rendah cita-citanya dan paling hina jiwanya adalah orang yang senang menukar realita dengan angan-angan palsu, menariknya untuk dirinya, dan berpakaian dengannya. Padahal –demi Allah- ia adalah modal orang-orang yang rugi dan pusat perdagangan para penganggur. Ia adalah makanan jiwa yang kosong, yang merasa cukup menyambung dengan kekuatan khayalan dan meninggalkan realita menuju angan-angan palsu.

         Ia adalah yang paling berbahaya terhadap manusia, melahirkan kelemahan dan kemalasan, dan melahirkan kerugian dan penyesalan.

. Pembagian bisikan hati:

         Kemudian setelah itu, bisikan-bisikan hati terdiri dari beberapa bagian yang berkisar di atas empat dasar:

1.      Bisikan hati yang menarik manfaat-manfaat duniawi.

2.      Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya duniawi.

3.      Bisikan hati yang menarik kepentingan-kepentingan akhirat.

4.      Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya akhirat.

Maka hendaklah hamba memperhitungkan bisikan hati, pikiran, dan cita-citanya pada empat bagian ini. Apabila bisikan-bisikan hati saling bertabrakan karena begitu banyak ketergantungannya, ia mendahulukan yang lebih penting yang dikhawatirkan terlepasnya dan menunda yang kurang penting dan tidak dikhawatirkan lepasnya.

Maka bisikan hati dan pikiran orang yang berakal tidak melewati hal itu. Dengan hal itulah datangnya syari'at. Dan segala kepentingan dunia dan akhirat tidak berdiri kecuali atas hal itu. Dan pemikiran yang paling tinggi, paling besar, dan paling bermanfaat adalah: yang untuk Allah I dan negeri akhirat. Dan pemikiran yang karena Allah I terdiri beberapa macam:

Pertama: memikirkan ayat-ayat yang diturunkan dan merenunginya, serta memahami kehendak-Nya darinya. Dan karena sebab itulah Allah I menurunkannya, tidak hanya sekedar membacanya, tetapi membaca adalah sarana.

Sebagian salaf berkata, Allah I menurunkan al-Qur`an untuk diamalkan, maka jadilah membacanya sebagai amal.

Kedua: memikirkan ayat-ayat yang disaksikan dan mengambil pelajaran darinya, serta mengambil dalil dengannya atas asma, sifat, hikmah, ihsan, kebaikan, dan kemurahan-Nya.

Ketiga: memikirkan segala karunia, ihsan, dan nikmat-Nya terhadap makhluk-Nya dengan berbagai macam nikmat, keluasan rahmat, ampunan, dan santun-Nya.

Keempat: Memikirkan aib diri dan penyakitnya, dan pada aib amal.

Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu dan tugasnya, serta mengumpulkan semua cita-cita atasnya.

Orang yang berbahagia adalah orang yang bisa mengatur waktunya dengan baik. Karena jika ia menyia-nyiakannya, niscaya sia-sialah segala mashlahatnya. Sesungguhnya semua mashlahat bermula dari waktu, dan jika ia menyia-nyiakannya niscaya ia tidak bisa menyusulnya untuk selamanya.

 

. Nilai waktu:

         Imam asy-Syafii rahimahullah berkata: 'Aku telah bergaul dengan kalangan sufi, maka aku tidak mendapatkan faedah dari mereka selain dua huruf: salah satunya adalah ucapan mereka: 'Waktu adalah pedang, jika engkau memotongnya (engkau beruntung) dan jika tidak niscaya ia memotongmu.' Kedua: jiwamu, jika engkau tidak menggunakannya dengan benar, dan jika tidak niscaya ia menggunakan engkau dengan kebatilan.'

         Pada hakekatnya, waktu manusia adalah usianya. Ia adalah sumber kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan yang tetap, dan sumber kehidupannya yang sempit dalam siksaan yang pedih. Ia berlalu lebih cepat daripada awan. Jika waktunya yang digunakan untuk Allah I dan karena-Nya, maka ialah hidup dan usianya. Dan selain yang demikian itu tidak terhitung dalam kehidupannya. Dan jika ia hidup padanya, ia hidup seperti kehidupan binatang. Apabila ia menghabiskan waktunya dalam lupa, syahwat, dan angan-angan palsu dan sebaik-baik yang memotongnya adalah tidur dan menganggur. Maka kematian ini lebih baik daripada hidupnya.

         Apabila seorang hamba –dan ia sedang shalat- ia tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya kecuali yang ia ingat darinya, maka tidak ada untuknya dari umurnya kecuali yang diperuntukkan untuk Allah I dan karena-Nya.

         Dan bisikan-bisikan hati dan pikiran selain bagian ini, maka bisa jadi ia adalah was-was syetan dan bisa jadi angan-angan palsu dan penipuan yang bohong, seperti bahaya orang-orang yang sakit di akal mereka, berupa orang-orang yang mabok dan pecandu narkotik.

         Kondisi orang-orang tersebut mengatakan saat terbukanya kebenaran:

         Jika kedudukanku di padang mahsyar di sisimu - apa yang telah kutemui, sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku

          Angan-angan yang didapatkan jiwaku di satu masa- dan pada hari ini aku menganggapnya bagaikan mimpi-mimpi kosong.

         Dan ketahuilah, sesungguhnya datangnya bisikan hati tidak berbahaya. Yang berbahaya hanyalah panggilan dan percakapannya. Bisikan hati bagaikan orang yang lewat di jalan. Jika engkau tidak memanggilnya dan engkau membiarkannya, niscaya ia lewat dan berlalu dari engkau. Dan jika engkau memanggilnya, niscaya ia menyihir engkau dengan omongan, tipu daya dan kepalsuannya. Bisikan hati adalah yang paling ringan terhadap jiwa kosong yang sedang menganggur, dan yang paling berat atas hati dan jiwa mulia yang tenang.

         Maka manusia paling sempurna adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran, dan keinginan dalam memperoleh keridhaan Rabbnya. Sebagaimana manusia yang paling kurang adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran dan keinginan untuk bagian dan hawa nafsunya di manapun ia berada.

         Inilah Umar bin Khaththab t, bisikan-bisikan hati saling berdesakan atanya dalam mendapatkan ridha Rabb I. Maka terkadang ia menggunakannya dalam shalat, dan ia menyiapkan tentaranya, sedangkan dia dalam shalat. Berarti ia telah menggabungkan di antara jihad dan ibadah. Dan ini adalah bab masuknya berbagai macam ibadah dalam satu ibadah.

        

Ketiga: Ucapan lisan

         Adapun ucapan adalah menjaganya agar tidak keluar ucapan yang percuma, tidak berbicara kecuali pada sesuatu yang diharapkan keuntungan dan faedah dalam agamanya. Apabila ia ingin berbicara satu kata, ia berpikir: apakah ia mendapatkan keuntungan dan faedah ataukah tidak? Maka jika tidak ada keuntungan padanya, ia berpikir: apakah ia akan kehilangan kata yang lebih menguntungkan darinya, maka ia tidak menyia-nyiakannya dengan ini?

         Dan apabila engkau ingin mengambil bukti terhadap yang ada di dalam hati, maka ambillah bukti atasnya dengan gerakan lisan. Sesungguhnya ia memperlihatkan kepadamu apa yang ada dalam hati. Pemiliknya menghendaki atau tidak.

         Yahya bin Mu'adz berkata: hati itu seperti panci, mendidih dengan apa yang ada padanya, dan lisannya adalah gayungnya. Maka perhatikanlah seorang laki-laki saat berbicara, sesungguhnya lisannya menimba untukmu sesuatu yang ada dalam hatinya, manis dan asam, tawar dan asin, dan selain yang demikian itu. Dan menjelaskan kepadamu rasa hatinya dengan gayungan lisannya.

         Dalam hadits Anas t yang marfu':

لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيْمُ لِسَانُهُ

"Tidak istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya, dan tidak istiqamah hatinya sehingga istiqamah lisannya." HR. Ahmad, dan baginya ada beberapa syahid).

وَسُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ؟ فَقَالَ: الفَمُ وَالْفَرَجُ.

Dan Nabi r pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka? Beliau menjawab, 'Mulut dan kemaluan." (HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata: hasan shahih).   

         Dan anehnya, sesungguhnya manusia bisa dengan mudah menjaga diri dari memakan yang haram, berbuat zalim, berzina, mencuri, meminum arak, memandang yang diharamkan dan selain yang demikian itu, dan sangat sulit atasnya menjaga diri dari gerakan lisannya. Dan berapa banyak engkau melihat laki-laki yang wara' (menjaga diri) dari perbuatan keji dan zalim, sedangkan lisannya memfitnah pada kehormatan orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia, dan ia tidak perduli dengan ucapannya.

         Dan dari Abu Hurairah t, dari Nabi r, beliau bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيْهَا, يَهْوِي بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ

"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang tidak jelas padanya, dia terjerumus dengan sebabnya di neraka lebih jauh di antara Timur dan Barat." HR. Muslim.

Dan dalam ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah t, dalam hadits marfu':

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah I dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam."

         Sebagian salaf berkata: 'Setiap ucapan anak manusia adalah membahayakannya, tidak berguna baginya, kecuali zikir kepada Allah I dan yang mengikutinya.'

 

 

 

Keempat: langkah kaki

         Adapun langkah kaki, maka memeliharanya adalah dengan cara tidak melangkahkan kakinya kecuali pada sesuatu yang dia mengharapkan pahalanya. Maka jika tidak ada tambahan pahala dalam langkahnya, maka duduk darinya lebih baik baginya. Dan ia bisa mengeluarkan diri dari setiap langkah yang mubah (boleh) menjadi ibadah dengannya dan meniatkannya karena Allah I, maka langkahnya menjadi ibadah.

         Dan tatkala tergelincir itu ada dua: tergelincir kaki dan tergelincir lisan, datanglah salah satu dari keduanya disertai yang lain dalam firman Allah I:

وَعِبَادُ الرَّحْمَانِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَاخَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلاَمًا

Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqan:63)

Maka Dia I memberikan sifat istiqamah kepada mereka pada ucapan lisan dan langkah kaki mereka, sebagaimana Dia I menggabungkan di antara pandangan mata dan bisikan hati dalam firman-Nya I:

يَعْلَمُ خَآئِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَاتُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS. Ghafir:19)

         Dan Allah I tempat meminta pertolongan, Dia yang mencukupkan kita dan sebaik-baik berserah diri. Semoga rahmat Allah I dan kesejahteraan I selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.

Diterjemahkan dari risalah 'Madakhil asy-Syaithan li ighwai al-Insan'  min kalam al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

Dipilih dan diringkas oleh divisi ilmiyah Dar al-Wathan.