Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan

           Ketika saya sedang menuju satu ruang  operasi bedah, tiba-tiba petugas ruang operasi bedah menyambutku sembari berkata, "Orang sakit yang berada di dalam, memberikan kertas ini kepadaku dan berkata, "Berikan kertas ini kepada saudara Al Jubair sebelum ia memulai operasi "

           Saya menerima kertas tersebut, apa gerangan isi tulisannya? Orang tersebut telah menulis tulisan ini saat ia menuju meja bedah, ia tuangkan segala ungkapan dan perasaannya, tak terasa air mataku mengalir karenanya, kedua tanganku gemetar dan seluruh badanku merinding

Tahukah anda apa isi kertas tersebut ?

  Kertas itu berisi wasiat yang ditulis oleh seseorang yang akan menjalani operasi bedah, tulisan itu terdiri dari tiga bagian

Wasiat pertama, ia minta kepada istrinya agar menginfakkan sebagian dari hartanya dan merelakan uangnya yang dipinjam orang-orang fakir miskin

Wasiat kedua, ia meminta kepada istrinya untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk menghafalkan Al Quran, dan menjauhkan mereka dari segala hal yang melalaikan seperti televisi dan lainnya

Wasiat ketiga, ia meminta maaf kepada istrinya atas segala kekhilafan dan kesalahan, lalu ia mendoakan istrinya semoga ia menjadi ratu para bidadari di sorga nanti

            Secara singkat itulah isi wasiat tersebut, mungkin anda bertanya-tanya apa yang membuat saya menangis? Kenapa saya ikut hanyut dalam perasaan tersebut ?

Sesungguhnya banyak hal yang menyentuh perasaanku, diantaranya adalah kematian dan gambarannya, kegundahan yang dirasakan oleh seorang muslim seperti diriku atau orang yang berada dalam situasi sadar bahwa ia sedang mendekati ajal

           Ketika saya melihat kertas ini, seakan-akan melihat seseorang yang sedang menulis wasiat dan ia sadar bahwa kematian segera menghampirinya

           Sungguh, ternyata banyak orang seperti saya yang kurang memperhatikan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam hal menulis wasiat

"Tidak layak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang dapat diwasiatkan untuk tidur dua malam, kecuali jika wasiatnya telah ditulis" H.R.Bukhari  (2738), Muslim (1627)

           Saudara dan saudariku sekalian, menulis wasiat bukan hanya untuk menjaga hak anda maupun hak orang lain, akan tetapi juga merupakan bukti kesadaran anda akan dekatnya kematian, dan sebagai bukti bahwa diri anda selalu ingat kematian

Maka singsingkanlah lengan baju dan bersegeralah untuk beramal di jalan akhirat, karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kita untuk selalu mengingat kematian dengan sarana menulis wasiat, mengunjungi pemakaman, membayangkan akhirat dan lain sebagainya. Semua itu dapat mendekatkan gambaran kematian ke mata anda, anda semakin yakin bahwa kematian pasti akan menjemput anda suatu saat nanti.

   Hal inilah yang membuat saya menangis, karena saya sadar bahwa saya dan orang-orang seperti diri saya ini telah melupakan kematian, atau mungkin terlena oleh kenikmatan dunia, dan lalai dengan kesenangan berkumpul dengan anak, istri dan teman-teman

           Saudara-saudaraku yang terhormat…, saya menangis karena ingat mati. Saya telah melupakan kematian atau pura-pura melupakannya, saya menangis karena saya belum menulis wasiatku, berarti saya lalai mengingat kematian. Saya merasa sedih karena telah melupakan kematian

   Hal lain yang membuatku menangis adalah wasiat orang tersebut kepada istrinya untuk mensedekahkan sebagian hartanya dan merelakan sebagian hutang yang ditanggung oleh fakir miskin

           Saya teringat bahwa kita menjadi orang yang sangat dermawan saat kondisi kita sudah sakit-sakitan, saat ajal telah mendekati dan betapa pelitnya kita saat kita sehat wal afiat, berat rasanya melepaskan harta untuk bersedekah dan berjuang di jalan Allah.

           Saya teringat betapa kuatnya nafsu manusia mempertahankan hartanya selama ia merasa sehat, ia mengira bahwa kematian hanya akan mendatangi orang-orang yang sedang terbaring sakit atau orang-orang yang sedang menuju ruang bedah operasi

   Wahai saudara-saudaraku, saya menangis karena merasa betapa banyak orang-orang seperti diri saya dari kalangan muslimin, mereka yang terlena oleh kesehatan sehingga lupa atau pura-pura lupa bahwa kematian itu tidak membedakan antara yang sehat dan yang sakit, kematian tidak membedakan antara yang sudah tua maupun yang masih muda

   Saya menangis saat membaca akhir wasiat tersebut, ketika orang itu meminta maaf kepada istrinya, ia menyampaikan bahwa selama ini ia banyak menyakiti istrinya dan telah membuatnya menderita.

   Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri dan kepada orang-orang seperti diri saya, "Kenapa kita baru menyadari bahwa kita sering menyakiti orang lain, lalu bergegas meminta maaf kepadanya hanya saat kita sakit dan merasa kematian sudah begitu dekat? Kenapa kita masih saja menyakiti orang lain? Padahal ajal dapat menjemput kita dengan tiba-tiba

           Sebelum melangkahkan kaki untuk menyakiti orang lain, hendaklah kita menahan diri, jangan sampai kita menghadap Allah Ta'ala dengan membawa kesalahan karena menyakiti orang lain yang dapat mendatangkan siksa neraka –semoga Allah melindungi kita darinya-

           Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

"Jauhilah perbuatan zhalim, karena sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat" (H.R.Muslim 2587)

           Beliau juga bersabda,"Barangsiapa menzhalimi (menyerobot) tanah orang lain seluas satu kilan maka tanah itu akan dikalungkan dilehernya sebanyak tujuh lapis bumi" (H.R.Bukhari 2453, Muslim 1612)

Beliau juga bersabda,

"Barangsiapa menzhalimi saudaranya dengan menodai   harga dirinya atau lainnya maka hendaklah ia segera meminta maaf, sebelum tiba saatnya tidak berguna dinar ataupun dirham, sehingga -saat itu- amal shalih orang yang berbuat zhalim tersebut akan dikurangi setimpal dengan kezhalimannya.. Jika ia tidak memiliki amal shalih maka kesalahan –dosa- orang yang ia zhalimi akan dibebankan kepadanya" (H.R.Bukhari 2449)

           Dalam hadits qudsi beliau menyebutkan bahwa Allah berfirman,

"Wahai hamba Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu, lalu Aku mengharamkannya atas kalian semua, maka janganlah kalian saling menzhalimi" (H.R.Muslim 2557)

Saudara saudariku sekalian, seluruh ungkapan isi hati ini muncul saat saya membaca selembar kertas ini, saya menyadari bahwa saya sering berbuat zhalim, saya dan orang-orang yang seperti saya telah terlena oleh kenikmatan hingga melupakan kematian, terlena oleh pertemuan-pertemuan hingga melupakan perpisahan.

       Bagaimanapun juga, akhirnya saya harus melaksanakan operasi tersebut, operasi ini merupakan operasi paling lama yang pernah yang saya alami. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga pekerjaan berat itu.

   Padahal, semula saya berfikir untuk membatalkan operasi bedah ini karena hati saya dalam keadaan tegang dan goncang, akan tetapi apa boleh buat, rongga dada orang ini sudah dibedah maka mau tidak mau operasi harus segera dimulai, dengan bertawakal kepada Allah saya melaksanakan tugas sulit ini yang pada akhirnya lelaki itu keluar dari ruang bedah dengan selamat.

           Pada keesokan harinya, aku serahkan kembali secarik kertas wasiat tersebut sambil berkata, "Saudaraku, semoga Allah Ta'ala memaafkanmu, engkau telah membuatku terenyuh saat engkau serahkan wasiat tersebut, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan dosa-dosamu".

           Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan atas junjungan Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

   

Sebab-Sebab Yang Mendatangkan Rezki


 

Sebab-Sebab Yang Mendatangkan Rezki


Makalah singkat: menjelaskan sebab-sebab yang mendatangkan rezki yang Allah SWT terangkan bagi hamba-hambanya, diantaranya adalah: bertakwa kepada Allah SWT, istigfar dan taubat, tawakal, silaturahim, infak di jalan Allah SWT, berbuat baik kepada orang-orang lemah dll.

         Segala puji bagi Allah semata, salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad, keluarga dan sahabatnya.

Akhir-akhir ini banyak orang mengeluhkan rezki cupet, hilangnya keberkahan, beratnya beban hidup dengan segala kebutuhanya. Mencari rezki dan penghidupan menjadi tema yang cukup menyita fikiran dan menggelisahkan kebanyakan mereka, hingga mereka menempuh berbagai jalan dalam memperolehnya, ada yang mencuri, menjalankan praktek riba, menyogok, ada juga yang berprilaku munafik dan menipu, menumpahkan darah, memutuskan silaturahim dan meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT, dan sebagainya, kesemua itu dilakukan demi penyesuaian dengan lingkungan dan memenuhi tuntutan jiwa, keluarga dan keturunan.

Mereka lupa bahwasanya Allah SWT telah menggariskan serta menjelaskan sarana-sarana yang dapat mendatangkan rezki bagi hamba-hambanya, Dia menjanjikan bagi orang yang komitmen denganya akan diberikan keluasan rezki, menjamin baginya kesuksesan dan keselamatan dari segala yang tidak diinginkan, memberinya serta rezki dari jalan yang tidak terduga.

Dan berikut ini beberapa sebab yang mendatangkan rezki:

Pertama: bertakwa kepada Allah SWT.

Allah SWT menjadikan takwa termasuk diantara sebab yang mendatangkan rezki dan menambahkanya, Dia berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ

“ Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezki dari arah yang tidak ia duga“ ( QS: Ath-Thalak: 2-3). Maka barang siapa yang bertakwa kepada Allah dan senantiasa berada dalam keridloanya dalam seluruh kondisinya, maka Dia akan memberinya balasan di dunia dan akhirat, dan diantara balasan-Nya adalah: Dia menjadikan baginya jalan keluar dan solusi dari segala kesulitan dan kesusahan, serta memberinya rezki dari arah yang tidak diduga dan disadari.

Ibnu katsir mengatakan: “ maksud ayat di atas adalah: barang siapa bertakwa kepada-Nya dengan menjalankan apa yang Dia perintahkan, meninggalkan apa yang Dia larang, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari permasalahanya dan mengkaruniakan rezki dari arah yang tidak ia duga atau tidak terlintas dalam benaknya“.

Ibnu Abas r.a. mengatakan: “ Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, yaitu dengan melepaskanya dari kesulitan di dunia dan akhirat, dan memberinya rezki dari arah yang tidak ia duga, yakni arah yang tidak pernah ia harapkan atau ia angan-angankan.

Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون

Imam As-Sa’di mengatakan: “ Kalau sekiranya penduduk negeri beriman dalam hati mereka dengan iman yang benar yang dibuktikan dengan amal perbuatan, menggunakan ketakwaan mereka kepada Allah secara zahir maupun batin dengan meninggalkan segala yang diharamkan, niscaya Allah SWT akan membukakan bagi mereka pintu-pintu keberkahan dari langit maupun bumi, Dia akan menurunkan hujan deras bagi mereka, menumbuhkan segala yang dibutuhkan mereka dalam hidup dan dibutuhkan hewan-hewan mereka, sehingga mereka berada dalam kehidupan yang makmur dan penuh dengan rezki, tanpa merasakan keletihan dan kesusahan“.

Akan tetapi apa gerangan takwa yang Allah SWT jadikan sebab bagi datangnya rezki, dan mengabarkan bahwa Dia akan memberi pelakunya rezki dari arah yang tidak terduga?

Takwa adalah anda membuat pelindung dan penghalang antara diri anda dan apa yang membahayakan anda, yaitu menjalankan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Dia larang, Dia tidak mendapatkanmu sedang menjalankan larangan-Nya, dan tidak pula kehilanganmu saat datang perintah-Nya, Syi’armu adalah perintah dan larangan-Nya. Begitulah ungkapan para salafusalih dalam mendefinisikan dan menjelaskan makna takwa.

Ibnu mas’ud mendefinisikan takwa, ia mengatakan: “ Hendaklah Allah SWT ditaati tidak di maksiati, diingat tidak dilupakan, dan disyukuri tidak dikufuri“.

Ibnu abas r.a. mengatakan: ” Orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa menghindarkan dirinya dari siksa Allah akibat meninggalkan petunjuk-Nya, serta mengharap rahmat-Nya dalam beriman kepada apa yang Dia turunkan.

Talq bin Habib mengatakan: “ Takwa adalah anda melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari-Nya seraya mengharap pahala-Nya, dan meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya diatas cahaya dari-Nya seraya takut akan siksanya “.

Abu Hurairah pernah ditanya tentang takwa, maka ia mengatakan: “ Apakah kamu pernah melewati jalan yang dipenuhi duri?, dijawab: ya, ia berkata: apa yang kamu lakukan?, dijawab: jika aku melihat duri aku menghindarinya atau melangkahinya, atau meninggalkanya, abu Hurairah berkata: itulah takwa“. Itulah makna yang dikatakan Ibnu Al-Mu’tamir:

Tinggalkan dosa yang kecil maupun yang besar itulah takwa

Jadilah seperti orang yang berjalan di jalanan yang dipenuhi duri maka ia waspada terhadap seluruh yang ia lihat

Janganlah kamu meremehkan dosa kecil sesungguhnya gunung itu terbentuk dari kerikil

Maka selayaknya bagi kamu wahai saudaraku tercinta jika kamu menginginkan keluasan rezki dan kemakmuran hidup untuk bertakwa kepada Allah SWT dalam setiap urusanmu, dalam rumah tanggamu, pekerjaanmu, keluarga dan anakmu, dan hendaklah kamu menjaga dirimu dari  segala dosa, menjalankan perintah Tuhanmu, menjauhi larangan-laranga-Nya, memelihara diri dari perbuatan yang dapat mendatangkan siksa-Nya dalam bentuk melakukan kemungkaran atau meninggalkan kebajikan.

         Kedua: Istigfar dan taubat

          Diantara sebab-sebab yang mendatangkan rezki adalah istigfar dan taubat, Allah SWT berfirman seraya mengabarkan tentang Nuh as, bahwasanya ia berkata kepada kaumnya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَاراً

 “ Maka aku berkata (kepada mereka),“ mohonlah ampunan kepada tuhanmu, sungguh Dia maha pengampun, niscaya dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu“. (QS: Nuh: 10-12).

          Imam Qurtubi mengatakan: “ Di dalam ayat ini dan di dalam surat Hud terdapat dalil yang menunjukan bahwa istigfar menjadi sarana untuk meminta turunnya rezki dan hujan“.

          Ibnu Katsir mengatakan:“ yakni jika kalian bertaubat kepada-Nya, beristigfar dan mentaati perintah-Nya, niscaya Dia akan memperbanyak rezki untuk kalian, menurunkan hujan dari keberkahan langit, menumbuhkan tumbuhan dari keberkahan bumi, menghidupkan tanaman, memperbanyak susu hewan-hewan perahan kalian dan menyokong kalian dengan harta dan keturunan, menjadikan untuk kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat beraneka ragam buah-buahan serta mengalirkan sungai-sungai di dalamnya“.

          Mut’rif meriwayatkan dari As-Sya’bi bahwa Amirul mukminin Umar r.a. keluar meminta hujan dengan orang-orang, maka beliau tidak lebih dari mengucapkan istigfar hingga pulang, beliau ditanya: kami tidak mendengar engkau mengucapkan doa minta hujan, umar menjawab: aku meminta hujan dengan majadih langit yang dapat menjadi sebab diturunkanya hujan, kemudian beliau membaca:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً

“ Maka aku berkata (kepada mereka),“ mohonlah ampunan kepada tuhanmu, sungguh Dia maha pengampun, niscaya dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu.( QS: Nuh: 10-12).

            Seseorang pernah mengadukan kekeringan kepada Hasan Al-Bashri, maka beliau mengatakan: “ beristigfarlah kepada Allah “, dan seseorang yang lain mengadukan kepadanya tentang kekeringan pada kebunya, maka beliau mengatakan: “ beristigfarlah kepada Allah “, terkait hal tersebut mereka mengatakan: orang-orang datang kepadamu mengadukan berbagai macam perkara, lalu engkau memerintahkan semuanya untuk beristigfar, beliau berkata: aku tidak mengatakan sesuatu dari diriku sendiri, sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam surat Nuh:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً .  يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً   وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَاراً

“ Maka aku berkata (kepada mereka),“ mohonlah ampunan kepada tuhanmu, sungguh Dia maha pengampun, niscaya dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu“. (QS: Nuh: 10-12).

 

Allah SWT berfirman tentang Hud, bahwa ia berkata kepada kaumnya:

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ

“ Dan (Hud berkata), “ wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras, dia akan menambah kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.“ (QS: Hud: 52).

Ibnu katsir berkata: “  Hud a.s. memerintahkan kaumnya agar beristigfar yang dapat menghapus dosa-dosa yang terdahulu, dan memerintahkan agar bertaubat atas apa yang akan datang, dan barang siapa memilki sifat ini. Maka Allah SWT akan mempermudah rezkinya dan semua urusanyan, serta menjaga keadaanya.“

Allah SWT berfirman:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

“ Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya, niscaya dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberi karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, Aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat). (QS: Hud:3).

          Di dalam ayat ini Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang beristigfar kepada-Nya dan bertaubat akan diberikan kenikmatan yang baik, yaitu keluasan rezki dan kemakmuran hidup, dan Dia menetapkan itu sebagai bentuk balasan atas syaratnya, yaitu istigfar dan taubat.

Rasulullah saw bersabda::

 مَن أكثر الاستغفار جعل الله له من كل همَّ فرجاً، ومن كل ضيق مخرجاً، ورزقه من حيث لا يحتسب ( رواه أحمد وأبو داود وصحح إسناده الشيخ أحمد شاكر)

“ Barang siapa memperbanyak istigfar, maka Allah SWT akan menjadikan kelapangan baginya dari setiap kecemasan dan jalan keluar dari setiap kesulitan serta memberinya rezki dari arah yang tidak ia duga ” (HR: Ahmad dan Abu Dawud, dan sanadnya disahihkan oleh syekh Ahmad Syakir).

          Wahai saudaraku yang tercinta, istigfar yang dapat mendatangkan rezki, memperbanyak dan mengundang keberkahan baginya serta meninggalkan bekas yang mendalam di hati adalah sesuatu yang hati dan lisan berpadu dalam menyuarakan, pelakunya tidak berketetapan hati dalam melakukan dosanya. Adapun orang yang beristigfar dengan lisanya sedang ia berketetapan hati untuk melakukan dosanya, maka ia adalah bohong dalam beristigfar dan tidak ada faedah  dalam istigfarnya.

          Jika anda menginginkan keluasan rezki dan kemakmuran hidup, maka bersegeralah beristigfar, baik dengan ucapan atupun perbuatan, jangan hanya mencukupkan istigfar dengan lisan saja, karena itu adalah prilaku para pembohong.

          Ketiga: Tawakal kepada Allah SWT.

          Dan diantara sebab yang mendatangkan rezki adalah: tawakal kepada Allah SWT, Allah berfirman:

" وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً " (الطلاق:3)

“ Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (At-Talak: 3). Maka barang siapa hatinya senantiasa terkait dengan Allah SWT dalam usaha memperoleh manfaat dan menolak madharat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, niscaya Allah SWT akan menghilangkan darinya apa yang menggelisahkanya dan sirnalah apa yang menyusahkanya dan Dia memberinya rezki dari arah yang sempit atas manusia.

Dan Nabi saw bersabda:

" لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصاً، وتروح بطانا " رواه أحمد والترمذي وصححه الألباني

“ Kalau sekiranya kalian bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Dia akan member kalian rezki yang sebagaimana Dia memberi rezki kepada burung yang pergi di waktu pagi dengan perut kosong dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang” ( HR: Ahmad dan Tirmizi, disahihkan oleh Al-Bani).

          Ibnu Rajab mengatakan: ” Hadits di atas adalah landasan dalam masalah tawakal, ia (tawakal) adalah termasuk sarana yang teragung yang dapat menjadi sebab diturunkanya rezki.” Para salaf mengatakan: “ Bertawakalah, niscaya akan digiring kepadamu berbagai rezki dengan tanpa beban dan keletihan.”

          Tawakal kepada Allah SWT adalah menampakan kelemahan dan bergantung kepada-Nya semata, dengan keyakinan bahwa tidak ada zat yang dapat berbuat di jagat raya melainkan Allah SWT, dan bahwa setiap yang ada; makhluk, rezki, pemberian dan pelarangan, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, mati dan hidup dan segala yang bereksistensi adalah dari Allah SWT semata.

          Hakikat tawakal sebagaimana yang dikatakan Ibnu rajab adalah: kejujuran hati dalam bergantung kepada Allah SWT dalam mencari manfaat dan menghindari madharat dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan segala urusan kepada-Nya serta mengimani bahwasanya tidak ada yang dapat memberi dan menolak, memberi manfaat atau menimpakan madharat melainkan Dia.

          Tawakal kepada Allah tidak berarti meninggalkan usaha, karena Allah SWT memerintahkan agar melakukan usaha disamping tawakal, usaha dan menjalankan sebab-sebab adalah bentuk ketaatan kepada-Nya, adapun tawakal dengan hati adalah bentuk keimanan kepada-Nya, sebagaimana Allah berfirman:

" يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعاً " (النساء:71)

“ Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah ( ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama. ( An-Nisa’: 71).

Dan berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ  )الأنفال:60)

“ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS: Al-Anfal: 60)

 وقال: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون (الجمعة:10)

“ Apabila telah ditunaikan sembayang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS: Al-Jumu’ah: 10)

          Seorang muslim dituntut untuk melakukan usaha dengan tidak bergantung kepadanya, tetapi meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rezki itu dari-Nya semata.

Keempat: Silaturahim

          Dan diantara sebab-sebab yang mendatangkan rezki juga adalah silaturahim, banyak hadits yang menunjukan itu, diantaranya:

عن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله يقول: ((مَنْ سَرَّه أن يبسط له في رزقه، وأن ينسأ له في أثره؛ فليصل رحمه )) (رواه البخاري)

“ Dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “ Barangsiapa ingin diluaskan rezkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menjalin silaturahim” ( HR: bukhari).

وعن أنس بن مالك أن رسول الله قال: (( مَن أَحب أن يُبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره؛ فليصل رحمه)) (رواه البخاري)

 “ Dan dari Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa ingin diluaskan rezkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menjalin silaturahim” (HR: Bukhari).

          Imam Bukhari mengkhususkan dua hadits di atas dalam bab orang yang diluaskan rezkinya melalui silatirahim.

وعن أبي هريرة أن النبي قال: تعلّموا من أنسابكم ما تصلون به أرحامكم، فإن صلة الرحم محبةٌ في الأهل، مثراةٌ في المال، منساةٌ في العمر . (رواه أحمد وصححه الألباني)

“ Dan dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- bahwasanya nabi saw bersabda: pelajarilah nasab-nasab kalian agar kalian dapat menjalin silaturahim, karena silaturahim dapat membawa kecintaan kepada keluarga, menambah harta dan memperpanjang umur. (HR: Ahmad dan disahihkan Al-Albani).

وعن علي بن أبي طالب أن النبي قال: مَنْ سرَّه أن يمدَّ له في عمره، ويوسَّع عليه في رزقه، ويدفع عنه ميتة السوء؛ فليتق الله، وليصل رحمه. (رواه أحمد وصحح إسناده الشيخ أحمد شاكر)

“ Dari Ali bin Abi Talib –semoga Allah meridhoinya- bahwasanya Nabi saw bersabda: “ Barang siapa yang senang untuk dipanjangkan umurnya, diluaskan rezkinya, dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah bertakwa kepada Allah dan menjalin silaturahim.” (HR: Ahmad, dan sanadnya disahihkan oleh Syekh Ahmad Syakir).

          Abdullah bin Umar –semoga Allah meridhoinya- mengatakan: “ Barang siapa bertakwa kepada Tuhanya, menjalin silaturahim, niscaya dipanjangkan umurnya, ditambah rezkinya dan dicintai keluarganya. 

          Melalui hadits-hadits ini, Nabi saw menjelaskan bahwa silaturahim membuahkan banyak faedah yang baik diantaranya; keluasan rezki, panjang umur, menghindari kematian yang buruk, dan ia adalah sebab yang mendatang kecintaan keluarga terhadap pelakunya.

          Siapakah yang dimaksud rahim/ar’ham?, bagaimana cara menjalin silaturahim dengan mereka?

Rahim/ar’ham adalah kerabat, mereka orang-orang yang ada ikatan nasab dengan anda, baik anda bagian dari ahli waris mereka atau tidak, dan ada hubungan mahram atau tidak.

      Silaturahim dengan mereka dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya; berkunjung, memberi hadiah, menanyakan tentang mereka, melihat kondisi mereka, bersedekah kepada yang fakir diantara mereka, lembut dengan yang kaya dan menghormati yang besar, atau dengan mengundang mereka dan meyambutnya dengan sebaik-baik sambutan, ikut serta dalam kegembiraan dan berbagi dalam kesedihan mereka, sebagaimana bisa juga  dengan cara mendoakan mereka, berlapang dada, memenuhi undangan, menjenguk yang sakit, menunjukan mereka jalan kebenaran, mengajak mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, bisa juga silaturahim dengan mereka melalui harta; membantu dalam memenuhi kebutuhan mereka, menghilangkan kesusahan dari mereka, bermuka ceriah dihadapan mereka dsb.

          Kelima: Infak di jalan Allah SWT.

          Banyak dalil dari kitab maupun sunah menunjukan bahwa infak di jalan Allah SWT termasuk diantara sebab yang dapat mendatangkan rezki, diantaranya firman Allah:

 قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ  (سبأ:39).

“ Katakanlah: “ sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendakinya)”, dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. (QS: Saba’: 39).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267) الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلاً وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  (البقرة:267، 268).

“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.“ (QS: Al-Baqarah: 267-268).

          Ibnu Abas mengatakan: “ Dua perkara dari Allah dan dua dari setan,“ Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan“ seraya mengatakan: Jangan kamu infakan hartamu, biarkan ia menumpuk karena kamu akan membutuhkanya, “ Dan menyuruh kamu berbuat kejahatan“. “ Sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya“ atas kemaksiatan-kemaksiatan itu,“ Dan karunia“ dalam rezki “. Ampunan adalah perlindungan atas hamba-hamba-Nya di dunia dan di akhirat, sedang karunia adalah keluasan rezki di dunia dan di akhirat serta kenikmatan di akhirat.

          Dan diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:

" قال الله تبارك وتعالى: يا ابن آدم، أنفق أنفق عليك " ( رواه  مسلم)

“ Allah SWT berfirman: Wahai ibnu Adam, berinfaklah, niscaya Aku akan memberi nafkah kepadamu“ ( HR: Muslim).

" ما من يوم يصبح العباد فيه إلا ملكان ينزلان فيقول أحدهما: اللهم أعط منفقاً خلفاً، ويقول الآخر: اللهم أعط ممسكاً تلفا " ( رواه البخاري )

“ Tiada pagi hari bagi hamba melainkan turun pada saat itu dua malaikat, salah satu dari mereka mengatakan: Ya Allah, berilakanlah kepada orang yang menginfakan (hartanya) penggantinya, yang kedua mengatakan: Ya Allah berikanlah kepada orang yang enggan berinfak kerusakan (atas hartanya).” (HR: Bukhari).

Dan sabda Rasul saw:

 “    أنفق يا بلال، ولا تخش من ذي العرش إقلالاً ) “ رواه البيهقي وصححه الألباني(

    “ Berinfakanlah ya Bilal, jangan khawatirkan kekurangan dari Sang Pemilik Arsy“.

          Semua hadits di atas mengajak berinfak di jalan kebaikan, dan menyampaikan kabar gembira tentang akan diberikanya pengganti (atas harta yang diinfakan) dari karunia Allah SWT bagi orang yang berinfak, serta mengangkat kedudukannya di segenap hati manusia.

          Keenam: Mengerjakan haji dan umrah secara berurutan.

     Mengerjakan haji dan umrah secara berurutan termasuk diantara sebab yang mendatangkan keluasan rezki dan kemudahan urusan, dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

" تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنبوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة، وليس للحجة المبرورة ثواب إلا الجنة " (رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني )

“ Laksanakanlah haji dan umroh secara beriringan, karena ia dapat menghapus kefakiran dan dosa sebagaimana api melenyapkan karatan besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan atas haji mabrur melainkan surga.”( HR: Tirmizi dan Nasa’I, dan disahihkan Imam Al-Bani).

" تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد " ( رواه النسائي وصححه الألباني)

“ Laksanakanlah haji dan umroh secara beriringan, karena ia dapat menghapus kefakiran dan dosa sebagaimana api melenyapkan karatan besi, emas dan perak.” (HR: Nasa’I dan disahihkan Al-Bani).

       Melakukan secara beriringan antara haji dan umrah artinya: jadikanlah salah satu dari keduanya mengiringi yang lain, yakni: jika anda telah menjalankan haji maka lakukanlah umrah, dan jika anda telah menjalankan umrah maka lakukanlah haji, begitulah keduanya terjadi secara beriringan.

          Ketujuh: Berbuat baik kepada orang lemah.

          Nabi saw menjelaskan bahwa Allah SWT memberi rezki kepada hamba-hamba-Nya dan menolong mereka disebabkan kebaikan mereka kepada orang-orang lemah, dari Mus’ab bin Sa’ad r.a. berkata: Saad r.a. melihat bahwa dirinya memiliki kelebihan atas orang lain( orang lemah), maka Rasulullah saw bersabda:

" هل تنصرون وترزقون إلا بضعفائكم " (رواه البخاري)

“ Kalian tidaklah mendapat pertolongan dan rezki melainkan disebabkan oleh orang-orang lemah diantara kalian“ (HR: Bukhari).

          Orang-orang lemah yang dijelaskan Nabi saw bahwa berbuat baik kepada mereka dapat menjadi sebab datangnya rezki dan kemenangan terhadap musuh ada beberapa macam: diantara mereka ada kaum fuqara, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang sakit, orang-orang asing, para wanita yang tidak memiliki orang yang menanggung nafkahnya, dan budak. Bentuk berbuat baik kepada mereka berbeda-beda, berbuat baik kepada orang fakir yang tidak memilki harta dengan sedekah, hadiah, pemberian dan pertolongan, berbuat baik kepada anak yatim dan wanita (yang tidak memiliki orang yang menanggung nafkahnya) dengan memantau kondisi mereka dan membantu mereka dengan cara yang baik, sedang berbuat baik kepada orang-orang sakit dengan menjenguk mereka dan menganjurkan agar sabar dan senantiasa mengharap ridho-Nya... dan begitu seterusnya.

          Wahai saudaraku tercinta, jika anda mengingkan kemenangan Allah SWT dan pertolongan-Nya serta keluasan rezki, maka berbuat baiklah kepada kaum lemah, muliakanlah mereka dan  pantaulah kondisi mereka, dan ketahuilah bahwa berlaku buruk dan menyakiti  mereka adalah sebab tertutupnya pintu rezki, dan dalam kisah para pemilik kebun yang Allah SWT ceritakan dalam surat al-qalam terdapat pelajaran dan nasehat yang berharga.

        Kedelapan: Totalitas dalam ibadah.

 عن أبي هريرة عن النبي قال: إن الله تعالى يقول: يا ابن آدم، تفرغ لعبادتي أملاً صدرك غنى، واسد فقرك، وإن لا تفعل ملأت يدك شغلاً، ولم أسد فقرك " (رواه الترمذي وابن ماجه وصححه الألباني)

“ Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, ia bersabda,“ Sesungguhnya Allah SWT berfirman,“ Wahai anak Adam, totalitaslah dalam beribadah, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan menutup kefakiranmu, dan jika kamu tidak melakukanya, maka Aku akan memenuhi tanganmu dengan kesibukan dan menutup kefakiranmu.“ (HR: Tirmizi dan Ibnu Majah, disahihkan oleh Al-Bani).

وعن معقل بن يسار قال: قال رسول الله يقول ربكم تبارك وتعالى: يا ابن آدم، تفرغ لعبادتي أملأ قلبك غنى، وأملأ يديك رزقاً. يا بان آدم، لا تباعدني فأملأ قلبك فقرا، وأملأ يديك شغلاً " (رواه الحاكم وصحح إسناده ووافقه الألباني)

“ Dan dari Ma’qal bin Yasar r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda," Allah SWT berfirman,” Wahai anak Adam, totalitaslah dalam beribadah, niscaya Aku akan memenuhi hatimu dengan kekayaan dan kedua tanganmu denganmu rezki. Wahai anak Adam, janganlah engkau menjauhiku maka Aku memenuhi hatimu dengan kefakiran dan kedua tanganmu dengan kesibukan.” (HR: Hakim, dengan sanad disahihkan olehnya dan disepakati Al-AlBani).

          Di dalam kedua hadits ini Allah SWT menjanjikan orang-orang yang totalitas dalam ibadah dengan dua hal, yaitu; memenuhi hatinya dengan kekayaan, kedua tangannya dengan rezki, dan mengancam orang yang enggan bertotalitas dengan dua sangsi, yaitu: memenuhi hatinya dengan kefakiran dan kedua tanganya dengan kesibukan, dan kita yakin jika Allah SWT telah mengkayakan hati seseorang, maka selamanya ia tidak akan pernah didekati kefakiran, dan jika Allah SWT memenuhi tanganya dengan rezki, maka selamanya ia tidak akan pernah merugi.

          Totalitas dalam beribadah tidak berarti meninggalkan mata pencaharian dan terputus dari mencari rezki serta duduk di masjid siang dan malam, akan tetapi maksudnya adalah hendaklah seorang hamba datang dengan hati dan jasadnya saat beribadah, khusu‘ dan tunduk kepada Allah, menghadirkan keagungan penciptanya, merasakan bahwa ia sedang bermunajat kepada Sang penguasa langit dan bumi.

          Dan berikut ini beberapa sebab yang mendatangkan rezki selain yang di atas, dan akan saya sebutkan dengan singkat:

      Kesembilan: Hijrah dijalan Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

" وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَماً كَثِيراً وَسَعَةً " (النساء:100)

“ Barang siapa hijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas, dan rezki yang banyak.“ ( QS: An-Nisa‘: 100).

          Ibnu Abbas dan ulama lainya mengatakan:“ وَسَعَةً artinya; keluasan rezki. Imam Qatadah mengatakan: maknanya adalah; keluasan dari kesesatan kepada petunjuk, dan dari kefakiran kepada kekayaan.

       Kesepuluh: Jihad di jalan Allah.

          Sabda Rasul saw:

" وجُعل رزقي تحت ظل رمحي " (رواه أحمد)

“ Dan dijadikan rezkiku dari bawah tombaku” ( HR: Ahmad).

Kesebelas: Bersyukur kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

" وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ      "

Dan ( ingatlah juga), tatkalah Tuhanmu mema’lumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatku), maka azabku sangat pedih.” (QS: Ibrahim: 7). Allah SWT mengaitkan bertambahnya rezki dengan bersyukur, dan bertambahnya rezki tidak ada habisnya. Umar bin abdul Aziz berkata: “ Mereka mengaitkan Datangnya nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya, Syukur adalah syarat datangnya kenikmatan dan sebab bertambahnya rezki.

          Kedua belas: Nikah

          Allah SWT berfirman:

" وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ "

“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.“ ( QS: An-Nur: 32). Umar bin Khatab pernah mengatakan: “ Orang yang enggan mencari kekayaan melalui nikah itu aneh, padahal Allah SWT mengatakan:

" إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ "

 

“Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.“

          Kedua belas: Berlindung kepada Allah saat mengalami kemiskinan.

Rasulullah saw bersabda:

" من نزلت به فاقةٌ فأنزلها بالناس لم تسد فاقته، ومن نزلت به فاقة فأنزلها بالله فيوشك الله له برزق عاجل أو آجل " (رواه الترمذي وصححه الألباني)

Barang siapa menderita kefakiran lalu berlindung kepada manusia, maka itu tidak akan menutup kefakiranya, dan barang siapa mengalami kefakiran, lalu ia berlindung kepada Allah SWT, maka Allah akan memberinya rezki dengan segera atau tertunda.“ ( HR: Tirmizi, disahihkan Al-Albani).

          Keempat belas: Meninggalkan maksiat dan istiqamah di jalan agama Allah dan menjalankan ketaatan.

          Ini adalah ringkasan dari seluruh sebab di atas, di mana rezki tidak akan diberikan kecuali melalui ketaatan, dan tidak dilenyapkan kecuali disebabkan maksiat dan dosa, dan sungguh seorang hamba akan tercegah dari mendapatkan rezki dikarenakan dosa yang menimpanya, maka dosa dan maksiat adalah sebab terbesar yang dapat menutup pintu rezki atas pelakunya, mempersempit kemampuan dan mempersulit sumber penghidupanya serta menghalangi keberkahan dari kehidupanya. Allah SWT berfirman:

)   وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقاً  الجن: 16]

“ Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu ( agama islam), benar-benar kami akan memberi air yang segar ( rezki yang banyak). (QS: Jin: 16). Maksudnya jika mereka istiqomah di atas jalan kebenaran, iman dan petunjuk, dalam keadaan mereka beriman dan taat, niscaya kami berikan mereka kemudahan di dunia dan kami luaskan rezkinya.

        Saudaraku yang tercinta, sesungguhnya maksiat itu dapat menghapus kenikmatan yang ada dan memutus kenikmatan yang berikutnya,, apa yang ada di sisi Allah SWT tidak didapatkan kecuali dengan ketaatan, dan Dia telah menjadikan bagi segala sesuatu sebab yang mendatangkanya dan sebab yang melenyapkanya, Dia menjadikan ketaatan sebagai sebab yang mendatangkan nikmat-nya dan kemaksiatan sebagai sebab yang melenyapkan atau mencegahnya, jika kamu menghendaki keluasan rezki dan kehidupan yang makmur, maka tinggalkan kemaksiatan dan dosa, karena itu akan menghapus keberkahan dan melenyapkan rezki.

Demikianlah sebab sebab yang yang mendatangkan rezki yang dapat kami rangkum, jika ada kebaikannya, maka sesungguhnya itu semata-mata dari Allah SWT, dan jika sebaliknya, itu bersumber dari hawa nafsu dan setan, kita memohon taufik dan kebenaran dari-Nya, dan semoga salawat serta salam senantiasa tercurah untuk Nabi kita Muhamad, keluarga dan sahabat-Nya semua.

Bekal Penting Bagi Para Musafir


Bekal Penting Bagi Para Musafir

Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah.
Amma ba'du:

Berikut ini adalah beberapa adab safar beserta hukum-hukumnya yang saya sarikan dari kitab-kitab hadits dan fikih. Tidak ada maksud untuk berpanjang lebar, hanya sekadar inggin mengingatkan perkara penting dari penyampaian ini. Kita memohon kepada Allah taufik dan kebenaran.

 

Sunnah-sunnah dan adab safar

1. Mencari teman dalam safar (perjalan).

Hal ini sebagaimana hadits Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi r bersabda:

الرَاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ

"Seorang pengendara (bersendirian dalam perjalanan) adalah setan dan dua orang pengendara (berduaan dalam perjalanan) adalah dua setan sedangkan tiga orang pengendara merekalah pengendara (yang sesungguhnya)."[1] (Sanadnya hasan, dikeluarkan oleh Malik, Ahmad dan ahli sunan)

 

2- Menunjuk seorang pemimpin kelompok dalam perjalanan.

Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu Sa'id

إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدُكُمْ

"Jika tiga orang dari kalian melakukan safar (perjalanan) hendaknya mengangkat salah satunya menjadi amir (pemimpin perjalan)."

(Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang baik)

Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ali t bahwa Rasulullah jika mengutus pasukan beliau menunjuk pemimpin untuk mereka dan memerintahkan agar mendengar dan taat kepadanya. (Dikeluarkan oleh Bukhari)

 

3- Membaca doa naik kendaraan dan doa safar.

Diriwayatkan bahwa Ali datang membawa hewan tunggangannya. Ketika dia meletakkan kakinya pada hewan tunggangannya itu dia membaca "Bismillah", ketika telah duduk di atas punggung tunggangannya dia membaca "Alhamdulillah" kemudian membaca:

zysö6ß Ï%©!$# t¤y $oYs9 #x»yd $tBur $¨Zà2 ¼çms9 tûüÏR̍ø)ãB ÇÊÌÈ   !$¯RÎ)ur 4n<Î) $uZÎn/u tbqç7Î=s)ZßJs9 ÇÊÍÈ  

"Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. dan Sesungguhnya Kami akan kembali kepada Tuhan kami". (Q.S: zukhruf 13-14)

Kemudian membaca alhamdulillah 3x, "Allahu Akbar" 3x,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

"Mahasuci Engkau, Ya Allah, sesungguhnya aku telah mendzalimi diriku sendiri maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau."

(Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahlu Sunan. Dalam sanadnya ada perbedaan. Sanad yang ada pada at-Thabaroni dan Hakim baik dan falid)

Dikeluarkan pula oleh Muslim dari Ibnu Umar t bahwa Nabi r jika sudah berada di punggung onta tunggangannya untuk melakukan safar (perjalanan) bertakbir 3x kemudian membaca:

zysö6ß Ï%©!$# t¤y $oYs9 #x»yd $tBur $¨Zà2 ¼çms9 tûüÏR̍ø)ãB ÇÊÌÈ   !$¯RÎ)ur 4n<Î) $uZÎn/u tbqç7Î=s)ZßJs9 ÇÊÍÈ

اللهم إنا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِّرَ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا واطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وِالْخَلِيْفَةُ فِي الأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعْوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءَ الْمُنْقَلِبِ فِي اْلمَالِ وَاْلأَهْلِ

"Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. dan Sesungguhnya Kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami memohon perbuatan yang meridokan-Mu. Ya Allah mudahkan perjalanan kami ini dan jadikan perjalanan yang jauh menjadi dekat. Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengurus keluarga yang ditinggal. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan, perubahan buruk yang terjadi pada harta dan keluarga."

Jika kembali dari safar beliau membaca seperti itu pula dan menambah:

آيِبُوْنَ، تَائِبُوْنَ، عَابِدُوْنَ، لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ

"Kami kembali dengan bertobat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami"

Dan dalam hadits Anas dalam riwayat Muslim, "Hingga jika kami sudah sampai di batas kota Madinah beliau berkata:

آيِبُوْنَ، تَائِبُوْنَ، عَابِدُوْنَ، لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ

"Kami kembali dengan bertobat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami"

Dan terus membacanya sampai kami tiba di kota Madinah.

Dengan demikian, doa tersebut dibaca ketika bertolak meninggalkan negerinya dan ketika tiba kembali di negerinya.

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abdullah bin Sarhas: "Dahulu Nabi r jika melakukan perjalanan memohon perlindungan dari kelelahan dan pemandangan yang menyedihkan, dari kembali kepada keburukan setelah kebaikan, dari doa orang-orang yang terdzalimi dan pemandangan yang buruk pada keluarga dan harta.

Doa naik kendaraan dibaca ketika dalam perjalanan sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.

4- Melakukan perjalanan pada hari kamis.

Telah diriwayatkan oleh Bukhari dari Ka'ab bin Malik t perkataannya: "Sedikit sekali Nabi r melakukan perjalan. Jika melakukan perjalanan beliau melakukannya pada hari kamis. Al-Bukhari memasukkannya dalam Kitab Jihad. Yang demkian ini masuk dalam bab afdoliah (lebih utama). Jika tidak Nabi tentu tidak melakukan perjalanan pada hari sabtu ketika haji wada.

 

5- Membaca tasbih (subhanallah) ketika jalanan menurun dan membaca takbir (Allahu akbar) ketika jalanan menanjak.

Hal ini sebagaimana yang terdapat pada hadits Jabir dan Ibnu Umar –semoga Allah meridoi keduanya- bahwa Nabi r jika kembali dari perang, haji atau umroh, beliau bertakbir pada setiap jalan menanjak sebanyak tiga kali kemudian membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ سَاجِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ، صَدَّقَ اللهُ وَعْدَهُ، نَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

"Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah yang tidak memiliki sekutu. Milik-Nyalah segala kekuasaan dan pujian. Dan Dia Maha mampu atas segala sesuatu. "Kami kembali dengan bertobat, tetap beribadah, senantiasa sujud dan selalu memuji kepada Tuhan kami. Allah senantiasa memenuhi janji-Nya, menolong hamba-Nya dan Dia yang mencerai beraikan musuh sendirian"
(Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Mutafak alaih)

 

6- Berpamitan kepada keluarga, kerabat dan selain mereka.

7- Bersegera pulang setelah selesai dari hajat (keperluan) yang membuatnya harus melakukan safar (perjalanan).

Hal ini sebagaimana sabda Nabi r: "Safar (perjalanan) adalah penggalan dari azab, yang mencegah seseorang dari makan, minum dan tidurnya. Jika kalian telah memenuhi keperluannya maka bersegeralah kembali kepada keluarganya." (Mutafak alaih)

8- Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dari Nabi r bahwa beliau bersabda: "Malaikat tidak menyertai perjalanan yang disertai dengan anjing atau lonceng."

9- Jika mendekati waktu subuh dan Nabi r masih berada dalam perjalanan beliau membaca:

سَمِعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللهِ، وَحُسْنِ بَلاَئِهِ عَلَيْنَا، رَبُّنَا صَاحِبْنَا، وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذاً بِاللهِ مِنَ النَّارِ

"Telah ada yang bersaksi dengan pujian kepada Allah dan atas cobaan-Nya yang baik kepada kami. Tuhan kami, temanilah kami (jagalah kami) dan muliakan kami (dengan nikmat-Mu yang banyak) seraya berlindung kepada-Mu dari neraka. (Dikeluarkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh)

 

10- Jika singgah di suatu tempat hendaknya membaca:

أَعْوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

"Aku berlindung kepada Allah dengan kalimat-kalimat-Nya yang sempurna, dari kejahatan apa saja yang diciptakan-Nya."

Tidak ada sesuatupun yang akan membahayakannya hingga dia meninggalkan tempat itu. (Diriwayatkan oleh Khaulah binti Hakim)

11- Doa orang yang dalam perjalanan mustajab (dikabulkan).

Dalam sebuah hadits "Tidak ditolak permintaan doa mereka" disebutkan bahwa diantaranya adalah musafir (orang yang sedang melakukan safar (perjalan).
[Diriwayatkan oleh Ahlus Sunan dan juga Muslim. Kemudian menyebutkan kisah seorang laki-laki yang berpenampilan kucal dan kumal karena telah melakukan perjalanan panjang....]

12- Termasuk sunnah laa yathruk (tidak mengetuk pintu rumah) jika tiba pada malam hari, kecuali telah memberitahu sebelumnya.

Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jabir dan yang lainnya.

At-Thuruuk (mengetuk) di sini maknanya datang pada malam hari.

13- Termasuk sunnah mengadakan an-Naqii'ah yaitu membuat walimah (undangan makan) setibanya kembali dari perjalan.

[Hal ini sebagaimana riwayat yang falid dari Nabi r dalam sebuah hadits yang dirwayatkan oleh Jabir yang terdapat dalam sohih al-Bukhari pada akhir Kitab Jihad. Lihat juga al-Majmu oleh an-Nawawi 4/285.]

14- Dahulu Nabi r jika tiba di Madinah dan melihatnya (sepulang dari perjalanannya) mempercepat jalan tunggangannya sebagai (ekspresi) kecintaannya kepada Madinah. (Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhari)

15- Termasuk sunnah, jika tiba dari safar (perjalanan) datang ke masjid dan melakukan shalat dua rakaat.

Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits Jabir, Mutafak Alaih. Al-Bukhari mengulasnya dalam belasan bab dalam kitabnya.

 

Perkara Penting Ketika Safar (Dalam Perjalanan)

 

1- Disyariatkan bagi orang yang safar (melakukan perjalanan) untuk mengqoshor (menyingkat) shalatnya jika telah keluar dari bangunan-bangunan negrinya.

Al-Bukhari meriwayatkan secara mu'alak di dalam kitab sohihnya dari Ali t bahwa Ali (melakukan safar) keluar dari Kuffah dan mengqoshor shalatnya padahal dia masih melihat bangunan-bangunan rumah. Ketika kembali dikatakan kepadanya, "Ini adalah Kuffah" Ali menjawab: "Jika kita telah memasukinya."(Hakim dan Baihaqi menetapkan kemausulan (ketersambungan) hadits ini).

Dan Nabi r pernah melakukan shalat zuhur empat rakaat di Mandinah  sedangkan shalat ashar di Zulhulaifah dilakukan dua rakaat (qoshor).

 

2- Jika masuk waktu shalat sementara dia masih mukim lalu melakukan safar dan shalat diperjalanan, apakah (sebaiknya) mengqoshor salat atau tidak?

Yang benar adalah mengqoshor shalatnya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Mundzir di dalam kitab al-Aushat hal.4354 secara ijma.

Adapun pendapat yang masyhur tidak mengqoshar menurut Madzhab Hanbaly adalah pendapat yang marjuh (lemah).

 

3- Jika lupa mengerjakan shalat ketika mukim lalu teringat ketika berada dalam perjalanan, hendaknya dikerjakan tanpa mengqoshor.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu al-Mundzir di dalam kitab al-Aushat hal.4368 secara ijma. Adapun jika teringat belum melakukan shalat ketika safar padahal dia telah dalam keadaan mukim, dalam hal ini terdapat khilaf, apakah menyempurnakan atau mengqoshor. Yang shahih adalah mengqoshor.

 

4-Jika musafir shalat di belakang orang yang mukim, dia mutlak melakukan empat rakaat sekalipun masbuk (terlambat menjadi makmum) ketika tasyahud akhir. Dia hendaknya melakukan shalat sebagaimana  shalatnya orang yang mukim empat rakaat. Yang demikian adalah pendapat jumhur dan sunnah yang jelas, yang dinukil dari para sahabat. Inilah yang dipilih oleh dua Imam, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin –semoga Allah merahmati keduanya-. (Lihat al-Majmu oleh an-Nawawi 4/236)

5- Jika Musafir menjadi imam terhadap orang yang mukim, maka dia mengqoshor shalat. Disyariatkan baginya setelah selesai salam mengatakan (kepada makmum yang mukim):

أَتِمُّوا صَلاَتَكُمْ

"Sempurnakanlah shalat kalian."

Telah diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' dari Ibu Umar dari Umar t bahwa dia datang ke Mekkah dan shalat menjadi Imam. (Setelah selesai dari salam dia berujar, "Sempurnakanlah shalat kalian sesungguhnya kami adalah musafir."

Diriwayatkan pula secara marfu' dari Imron bin Hushain dari Nabi r, tetapi hadits ini lemah. Juga dikeluarkan oleh Abu Dawud dan selainnya.

Jika diingatkan sebelum shalatpun tidak mengapa agar tidak membuat kebingungan.

6- Shalat-shalat sunnah rawatib yang gugur (tidak dikerjakan) ketika dalam perjalanan adalah shalat sunnah zuhur (qobliah dan ba'diah), rawatib magrib (ba'diah magrib), rawatib isya' (ba'diah Isya'). Sedangkan shalat sunnah fajr (2 rakaat sebelum shalat subuh) juga shalat witir tidak gugur, bahkan hendaknya mengerjakan keduanya. Boleh baginya melakukan shalat dhuha, shalat setelah berwudhu dan ketika masuk masjid (tahiyatul masjid).

7- Merupakan sunnah meringankan bacaan shalat ketika dalam perjalanan. Telah falid diriwayatkan bahwa Umar t ketika shalat sunnah fajar membaca al-Quraisy, juga al-Ikhlas. Sedang Anas t membaca al-A'la. (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan semuanya shahih).

8- Jika menjama (menggabungkan) dua shalat, hendaknya mengumandangkan satu kali adzan dan membaca dua kali Iqomat. Pada setiap shalat satu Iqomat. Dia boleh melaksanakannya pada awal waktu (jamak taqdim), pertengahannya atau di akhirnya (jamak takhir), selama pada waktu-waktu itu adalah masih merupakan waktu untuk kedua shalat tersebut.

9- Menjama' (menggabungkan dua shalat) ketika dalam perjalanan melaksanakannya sunnah ketika diperlukan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah. Adapun bila tidak ada keperluan hukumnya mubah (boleh).

10- Bagi mereka yang tidak terkena kewajiban melakukan shalat jumu'at; seperti musafir (orang-orang yang sedang dalam perjalanan) atau orang yang sakit, boleh melakukan shalat zuhur setelah matahari tergelincir, sekalipun imam belum melaksanakan shalat jumu'at.

11- Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) boleh melakukan shalat nafilah (shalat sunah) di mobil atau pesawat. Hal ini sebagaimana riwayat yang falid dari Nabi r bahwa beliau mengerjakan shalat sunnah di atas punggung hewan tunggangannya dari berbagai riwayat.

12- Bagi mereka yang dibolehkan melakukan shalat qoshor, boleh baginya tidak berpuasa di siang bulan Ramadhan, tetapi tidak sebaliknya.

13- Melakukan safar (perjalanan) boleh dihari jum'at. Akan tetapi jika telah dikumandangan adzan kedua shalat jumu'at dan dia masih mukim haruslah tetap tinggal untuk melakukan shalat jumu'at. Lain halnya jika khawatir akan tertinggal rombongan atau jadwal penerbangan. Dalam kondisi ini dibolehkan baginya melakukan perjalanan.

Boleh juga melakukan perjalanan setelah adzan kedua jika hendak melaksanakannya tetapi dia masih dalam perjalanan; seperti jika akan melewati suatu negri yang dekat dan akan melaksanakan shalat jumu'at bersama mereka (setibanya disana).

 

14- Bacaan dzikir setelah shalat gugur pada shalat pertama yang dijama'. Yang tinggal hanya bacaan dzikir setelah shalat kedua. Akan tetapi jika bacaan dzikir setelah shalat yang pertama lebih banyak (panjang) maka dilakukan setelah shalat yang kedua; seperti jika menjama shalat maghrib dengan shalat isya', maka bacaan dzikir setelah magrib dibaca setelah shalat isya'.

 

15- Jika dia telah melakukan shalat dzuhur dalam keadaan mukim, kemudian melakukan perjalanan, apakah boleh melakukan shalat ashar sebelum masuk waktu?

Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Utsaimin –semoga Allah meridhoi keduanya- memilih tidak boleh. Yang demikian karena tidak terpenuhi syarat melakukan shalat jama. Dan dikarenakan tidak ada keperluan untuk itu. Dia akan dan musti melaksanakan shalat ashar. Sehingga hendaknya tidak melaksanakannya kecuali setelah masuk waktunya.

16- Jika melakukan jama takhir [2] dan dia dalam perjalanan, kemudian mukim (selesai dari safar) sebelum habis waktu shalat yang pertama, maka hendaknya menyempurnakan shalatnya (tanpa qoshor). Sama saja apakah shalat pertama dilaksanakan pada waktunya atau setelah keluar waktu. Sedangkan jika waktu shalat yang pertama telah terlewat diperjalanan kemudian mukim (selesai dari safar) pada waktu shalat yang kedua, maka hendaknya melakukan shalat yang pertama dengan sempurna (tidak diqoshor). Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Ibnu Utsaimin.

Perbedaan antara hal ini dengan point ketiga adalah tersisanya waktu antara dua waktu. Sedangkan keadaan yang kedua telah sempurna. (Lihat al-Majmu oleh an-Nawawi hal.4245)

17- Jika musafir tahu atau memiliki keyakinan kuat bahwa dia akan sampai di negerinya sebelum shalat ashar atau shalat isya', yang lebih utama baginya adalah tidak menjama karena tidak ada keperluan untuk dijama'. Tetapi jika dia menjama'nya, maka tidak mengapa. (Lihat Majmu Fatawa wa Rosail Syaikh Muhammad bin Utsaimin hal.32215.)

18- Ketika safar (melakukan perjalanan) tidak disyaratkan niat melakukan qoshor, menurut pendapat yang shahih.

(Lihat Fatawa Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah hal.24104)

19- Kebanyakan Ahli Ilmu (ulama) melarang menjama shalat ashar dengan shalat jumu'at. Yang demikian ini masyhur pada madzab Hanbaly, Syafi'iy dan selain mereka. Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin –semoga Allah merahmati keduanya- juga memilih pendapat yang melarang.

(Lihat Majmu Fatawa wa Rosail Syaikh Muhammad bin Utsaimin hal. 15371)

20- Melakukan shalat qoshor adalah sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), bahkan ada yang mengatakan wajib. Sehingga Ibnu Umar t berkata, "Shalat dalam perjalanan dua rokaat, siapa yang menyelisihi sunnah dia telah kafir."

(Sanadnya shahih. Dikeluarkan oleh Abdurrazaq, ath-Thahawi dan selain keduanya).

21- Rukhos as-safar (keringanan dalam perjalanan) dibolehkan pada perjalanan ketaatan dan maksiat menurut pendapat yang benar. Yang demikian adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang masyur diriwayatkan darinya.

22- Perempuan tidak boleh melakukan perjalanan kecuali ditemani dengan mahrom yaitu suami, atau setiap lelaki baligh, berakal yang haram dinikahinya selamanya, baik lantaran nasab (keturunan) atau sebab yang mubah (susuan atau pernikahan).

23- Jika musafir telah usai melakukan shalat jama taqdim antara shalat maghrib dan shalat isya, masuklah waktu shalat witir (shalat malam) (bersamaan dengan usainya shalat jama). Tidak perlu menunggu sampai masuk waktu isya' (untuk melakukan shalat witir/malam).

24- Jika makmum yang musafir ragu dengan shalatnya imam, apakah shalat sebagai musafir atau mukim, maka pada asalnya makmum hendaknya menyempurnakan shalatnya (tidak mengqoshor). Akan tetapi jika makmum di dalam hatinya berkata, "Jika imam menyempurnakan shalatnya, maka akupun akan menyempurnakannya, tetapi jika dia mengqoshor, maka akupun akan mengqoshor" shalatnya sah. Yang demikian adalah bentuk pengaitan niat bukan keragu-raguan. Yang demikian sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Utsaimin t dalam penjelasan kitab al-Mumti' hal.4521.

25- Musafir yang berdiam di suatu tempat tidak harus melakukan shalat jumu'at selama dia masih dalam perjalanan (belum membatalkan niat safarnya). Ibnu al-Mundzir menukil ijma akan hal itu di dalam kitabnya al-Ausath dan berkata, "Tidak ada yang menyelisihinya selain Zuhri."
Diriwayatkan secara mualaq oleh al-Bukhari.

Jika musafir menghadiri shalat jumu'at, shalatnya itu sudah menggantikan shalat zuhur.

26- Jika musafir menghadiri shalat jumu'at hal itu sudah menggatikan shalat dzuhur. Sama saja apakah dia mendapatkan dua rakaat atau satu rakaat (jumu'at) dan melengkapi kekurangannya. Akan tetapi jika musafir mendapat kurang dari satu rakaat maka yang shahih baginya adalah mengqoshor, berbeda dengan mereka yang mewajibkan melaksanakan empat rakaat.

27- Jika musafir melakukan safar (perjalanan) pada bulan Ramadan, dia boleh berbuka dan boleh juga berpuasa, tetapi yang terbaik baginya adalah yang paling mudah (ringan). Jika puasa lebih ringan maka hendaknya berpuasa. Tapi jika puasa lebih mudah hendaknya berpuasa. Jika keduanya sama, maka puasa lebih utama. Demikianlah yang dilakukan Nabi r, sosok yang paling bersegera menunaikan kewajiban dan memudahkan manusia. Yang demikian adalah pendapat jumhur menurut sebagian yang lain.

 

 



[1] Disebutkan di dalam Fathul al-Bary menukil pendapat Ibnu Khuzaimah bahwa Syaitan di sini maknanya aa'shi (orang yang berkasiat). Maksudnya dalah agar menjadi perhatian, karena orang yang melakukan perjalanan sendirian jika terjadi sesuatu atasnya tidak ada yang menolongnya atau menyampaikan  berita tentang keadaannya kepada keluarganya.

[2] (mengahkhirkan pelaksanaan shalat pada waktu yang kedua dari dua shalat yang digabungkan)