Istirahatkan Dirimu dari Pengaturan


Istirahatkan Dirimu dari Pengaturan


أَرِحْ نــَفْسَـكَ مِنَ الـتَّدْبِــيْرِ، فَمَا قَامَ بِـهِ غَيْرُ كَ عَـنْكَ لاَ تَـقُمْ بِـهِ لِنَفْسِكَ

"Istirahatkan dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan-pengaturan)! Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukannya untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya untuk dirimu."

  1. Syarah
  2. Tanpa kita sadari, banyak hal yang telah Allah atur untuk diri kita. Jaringan syaraf yang terus bekerja, paru-paru yang memompa udara, oksigen yang kita hirup dengan leluasa, rizki yang kita makan, dan banyak hal lain yang sesungguhnya telah Allah atur untuk setiap manusia. Maka kita tidak perlu terlalu khawatir, takut, turut serta melakukan pengaturan untuk diri kita sendiri, dan bertawakallah! Sebagaimana firman-Nya:

    وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

    Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.. - Q.S. Al-A'raaf [7]: 96

    Yang di maksud TADBIIR (mengatur diri sendiri)dalam hikmah ini yaitu Tadbir yang tidak di barengi dengan Tafwiidh (menyerahkan kepada Allah). Apabila Tadbir itu dibarengi dengan Tafwidh itu diperbolehkan, bahkan Rosululloh bersabda: At-tadbiiru nishful ma-'isyah.(mengatur apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya mencari ma'isah / penghidupan).

    Hadits ini mengandung anjuran untuk membuat peraturan didalam mencari fadholnya Allah. pengertian Tadbir disini ialah menentukan dan memastikan hasil. karena itu semua menjadi aturan Allah.

    al-hasil, Tadbir yang dilarang yaitu ikut mengatur dan menentukan / memastikan hasilnya.

    Sebagai seorang hamba wajib dan harus mengenal kewajiban, sedang jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah risau pikiran dan perasaan untuk mengatur, karena kuatir kalau apa yang telah dijamin itu tidak sampai kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan Allah tanda lemahnya iman.

Kisah Perang Badar

Kisah Perang Badar

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. 
Ketika Rasullulah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di dekat Safra` (suatu daerah di dekat Badar); beliau mengutus Basbas dan Ady bin Abi Zaghba` ke Badar. Keduanya disuruh mencari informasi tentang Abu Sufyan dan rombongan dagangnya. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu juga keluar untuk tujuan ini. Keduanya bertemu dengan seseorang yang sudah tua. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya tentang pasukan Quraisy. Orang tua itu mau menjawab asalkan mereka berdua memberitahu dari mana asal mereka? Keduanya setuju. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memintanya agar bercerita lebih dahulu. Orang itu menjelaskan bahwa ia mendengar berita tentang Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya telah berangkat pada hari ini. Jika si pembawa berita itu benar, berarti mereka sekarang sudah sampai di tempat ini. Dan jika si pembawa berita tentang pasukan Quraisy juga jujur, berarti mereka sekarang berada di tempat ini.
Setelah menyelesaikan ceritanya, orang itu bertanya: “Dari mana kalian berdua?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami berasal dari air”. Kemudian keduanya meninggalkan orang tua itu yang masih bertanya : “Dari air? Apakah dari air Irak?” Sore harinya, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ali, Zubair, dan Sa`ad Bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhum beserta sekelompok Sahabat lainnya untuk mengumpulkan data-data tentang musuh. Di sekitar sumur Badar, rombongan ini menemukan dua orang yang bertugas mengambil air untuk pasukan Mekkah. Mereka membawa dua orang ini ke Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang shalat. Lantas mereka mulai mengorek keterangan dari keduanya. 
Dua orang ini mengakui bahwa mereka pemberi minum pada pasukan Mekkah. Namun, para Sahabat tidak mempercayai mereka. Para Sahabat mengira keduanya adalah anak buah Abu Sufyan. Lalu mereka memukuli keduanya hingga mau mengaku bahwa mereka anak buah Abu Sufyan. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau mengingatkan para Sahabatnya, karena mereka telah memukul keduanya saat jujur dan membiarkan mereka saat berdusta. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada keduanya tentang posisi pasukan Mekah. Mereka menjawab: “Mereka di belakang bukit di Udwatul Qushwa.”
Kemudian beliau bertanya tentang jumlah pasukan Mekah. Akan tetapi, dua orang ini tidak bisa menyebutkan jumlah pastinya, namun keduanya menyebutkan jumlah unta yang mereka sembelih setiap harinya, yaitu antara 9 sampai 10. Dari sini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyimpulkan bahwa jumlah mereka antara 900 - 1000 pasukan. Dua orang ini juga menyebutkan bahwa di antara pasukan itu ada beberapa tokoh Mekkah. 
Dalam kitab Rahiqul Makhtum disebutkan, Beliau bertanya dua orang ini, “Siapa sajakah pemuka Quraisy yang ikut?” Mereka menjawab, “Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabi`ah, Abul Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin Amir, Thaimah bin Adi, an-Nadhr bin Harits, Zam`ah bin al-Aswad, Abu Jahl bin Hisyam, Umayah bin Khalaf dan lainnya.” Rasululllah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada para Sahabatnya: “Mekah telah mencampakkan para tokohnya ke hadapan kalian.”Lalu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan beberapa tempat yang akan menjadi tempat tewasnya beberapa tokoh Quraisy. 
Malam itu Allah Azza wa Jalla menurunkan hujan untuk mensucikan kaum Muslimin dan meneguhkan telapak kaki mereka di atas bumi. Allah Azza wa Jalla jadikan hujan tersebut sebagai bencana yang besar bagi kaum Musyrikin. Tentang ini Allah Azza wa Jalla berfirman :

قال الله تعالى: ﴿وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْأَقْدَامَ﴾ [ الأنفال :  11]  
Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu) [al-Anfal/8:11]

Di antara nikmat Allah Azza wa Jalla kepada kaum Muslimin saat itu adalah Allah Azza wa Jalla menjadikan para Sahabat mengantuk sebagai penenteram jiwa. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam membawa pasukannya mendekati mata air Badar mendahului orang-orang Musyrik agar musuh tidak bisa menguasai mata air. 
Saat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah menentukan satu posisi, al-Habab bin Mundzir Radhiyallahu anhu mengeluarkan pendapatnya, “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimanakah pendapat anda tentang posisi ini? Apakah posisi ini diwahyukan oleh Allah Azza wa Jalla sehingga kita tidak boleh maju atau mundur? Ataukah ini hanya pendapat, siasat dan taktik perang saja”? Beliau menjawab: “Ini hanya pendapat, siasat dan taktik perang saja.” al-Habab Radhiyallahu anhu mengatakan: “Wahai Rasulullah, posisi ini kurang tepat, bawalah orang-orang ini ke sumur yang paling dekat dengan posisi musuh. kita kuasai sumur itu lalu yang lainnya kita rusak. Kita membuat telaga besar lalu kita penuhi air. Kemudian baru kita perangi mereka, kita bisa minum sementara mereka tidak bisa.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada al-Habab Radhiyallahu anhu, “Engkau telah menyampaikan pendapat yang jitu.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya dan melakukannya.
Ketika sudah menguasai tempat yang ditunjukkan oleh al-Habbab, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dibuatkan `arisy (tenda) oleh para Sahabat sebagai tempat beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla dan memantau jalannya peperangan.
Dari beberapa nash tentang perang Badar dapat dipahami bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ikut serta dalam perang.  Beliau tidak terus-menerus di dalam tendanya atau tidak terus-menerus berdoa. Di antara kisah yang membuktikannya adalah ucapan Ali Radhiyallahu anhu, “Aku memperhatikan diri kami pada saat Badar. Saat itu, kami berlindung dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang yang paling dekat dengan musuh dan orang yang paling berat tanggung jawabnya.” Dalam riwayat lain diceritakan, “Ketika peperangan sudah berkecamuk, kami berlindung dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang yang paling menderita. Tidak ada seorang pun yang lebih dekat posisinya dengan orang Musyrik dibandingkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam”
Di antara buktinya juga, sabda Beliau kepada para Sahabatnya saat perang Badar, “Janganlah sekali-kali ada salah seorang di antara kalian yang maju kepada sesuatu, sampai aku berada di dekat sesuatu itu.” Ibnu Katsir mengatakan, “Sungguh beliau telah berperang dengan sungguh-sungguh. Demikian pula Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Sebagaimana keduanya berjihad di tenda dengan berdo’a, mereka juga keluar, memberikan motivasi untuk berperang dan mereka juga ikut berperang dengan fisik.” Setelah melakukan semua persiapan fisik yang memungkinan untuk mewujudkan kemenangan di lapangan, malam itu beliau bertadarrus` (memohon) kepada Allah Azza wa Jalla agar menolongnya. Di antara doa yang beliau ucapkan adalah:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِيْ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِيْ اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِِسْلاَمِ لاَ تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ » [ رواه مسلم  ]
Ya Allah Azza wa Jalla, penuhilah janji -Mu kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla, jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada -Mu di muka bumi ini. [HR. Muslim 3/1384 hadits no 1763]

Dalam riwayat ini juga disebutkan bahwa beliau terus bermunajat kepada Rabbnya hingga selendang beliau jatuh dari pundak. Abu Bakar Radhiyallahu anhu datang dan mengambil selendang tersebut kemudian meletakkan kembali di pundak beliau. Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Nabi Allah Azza wa Jalla, sudah cukup engkau bermunajat kepada Rabbmu dan Allah Azza wa Jalla pasti akan memenuhi janji -Nya.” Kemudian turunlah firman Allah Azza wa Jalla :

قال الله تعالى: ﴿ إِذۡ تَسۡتَغِيثُونَ رَبَّكُمۡ فَٱسۡتَجَابَ لَكُمۡ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلۡفٖ مِّنَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ مُرۡدِفِينَ ٩ ﴾ [الأنفال :9 ]  
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan -Nya bagimu: "Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut". [al-Anfal/8:9]

Setelah itu Abu Bakar Radhiyallahu anhu memegang tangan beliau dan berkata, “Cukup wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, engkau telah berkali-kali memohon kepada Rabbmu”. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam segera mengambil baju besi dan terjun ke medan tempur seraya membaca firman Allah Azza wa Jalla : 

قال الله تعالى: ﴿ سَيُهۡزَمُ ٱلۡجَمۡعُ وَيُوَلُّونَ ٱلدُّبُرَ ٤٥﴾ [القمر :45 ]  
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”. [al-Qamar 54 : 45]

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Golongan manakah yang akan dikalahkan? Dan golongan apa yang akan dimenangkan?” Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu melanjutkan, “Tatkala perang Badar aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menerjang musuh dengan baju besinya, seraya mengucapkan ayat ini. Ketika itu tahulah aku maksud ayat ini.”
(Disadur dari as-Sîratun Nabawiyah Fî Dhau'il Mashâdiril Ashliyah, hal. 342-347)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote:

[1]. Disebutkan oleh Ibnu Hisyam-tanpa sanad- mungkin bagian dari hadits tentang perang badar yang shahîh- Ibnu Hisyâm 3/304
[2]. Diriwayatkan Ibnu Hisyâm dengan sanad yang terputus –Ibnu Hisyâm 2/306-307
[3]. Lihat kisahnya dalam Muslim 3/1404 hadits 1779.
[4]. Lihat ar-Rahîqul Makhtûm, hlm. 164
[5]. Lihatlah kabar tentang hujan ini dalam Ahmad 2/193 dan Ibnu Hisyâm 2/312
[6]. Disebutkan oleh Ibnu Hisyâm dengan sanad yang terputus-Ibnu Hisyâm 2/312-313 dan dengan sanad yang mursal mauquf pada Urwah sebagaimana dalam Ishâbah 1/302
[7]. Semacam kemah sebagai tempat untuk mengomando pasukan dan berteduh bagi panglima
[8]. Ahmad dalam Al-Musnad 2/63
[9]. HR. Muslim 3/1510 hadits no 1901. Pentahqiq kitab Jâmi’ul Ushûl (8/182) menyebutkan bahwa yang terdapatkan naskah aslinya : … sampai aku mengidzinkannya.” Sedangkan dalam naskah kitab Shahih Muslim yang dicetak : … sampai aku berada didekat sesuatu itu.”
[10]. Bidâyah Wan Nihâyah 3/306
***

ADAB MEMINTA HUJAN (ISTISQA')


ADAB MEMINTA HUJAN (ISTISQA')

·        Jika air hujan dari langit tertahan, musim peceklik kian panjang, maka laksanakanlah shalat istisqa'.

·        Sang imam mengajak kaum muslimin untuk berpuasa dan bershadaqah sebelum keluar untuk melaksanakan shalat Istisqa.

·        Menentukan waktu keluar berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW :

.... وَوَعَدَ النَّاسَ يَخْرُجُوْنَ فَِيْهِ..

"Dan (beliau) menentukan hari keluar mereka (untuk melaksanakan shalat istisqo'". [1]

·        Waktu keluar untuk shalat istisqa ialah:

 

.....فَخَرَجَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ بَدَأَ حَاجِبُ الشَّمْسِ

   “Maka keluarlah Rasulullah SAW ketika matahari mulai bersinar”. [2]

·        Keluar untuk shalat istisqa dengan penuh pengorbanan, merendahkan diri, khusyu dan perlahan-lahan. Umar RA berdoa: 'Ya Allah!. Ampunilah kami sesungguhnya Engkau Maha Pengampun' sampai datang ke tempat shalat.

·        Perempuan, anak-anak keluar untuk melaksanakan shalat istisqa.

·        Keluar menuju tempat shalat:

أَنَّ النَّبَيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إَِلَى اْلُمصَلىَّ فَاسْتَسْقَى...

“Sesungguhnya Nabi SAW keluar menuju mushala kemudian shalat istisqa…”. [3]

·        Tidak adzan ataupun iqamat dalam shalat istisqa.

·        Minta hujan dengan meminta doa orang-orang yang shaleh, karena Umar radhiallahu anhu jika musim paceklik tiba, maka beliau minta doa kepada Abbas, paman Nabi saw lalu beliau berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya kami bertawasul kepada Mu dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan kepada kami." Beliau berkata: "Maka diturunkanlah hujan kepada mereka". [4]

·        Ketika turun hujan, ucapkanlah:

 َالَّلهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا، وَمُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِه

        "Ya Allah !. Turunkan hujan yang bermanfaat, [5] dan kami diberi hujan karena karunia dan rahmat-Nya".[6]

·        Jika air melimpah dan takut membahayakan, disunahkan mengucapkan:

اَللَّهُـمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا اَللَّهُـمَّ عَليَ اْلآكَامِ [7] وَالظّرَابِ [8]  وَبُطُوْنِ اْللأَوْدِيَةِ وَمنَابِتِ الشَّجَرِ

  "Ya Allah !. Turunkan hujan sekitar kami dan jangan membahayakan kami. Ya Allah!. Turunkan hujan diatas dataran tinggi, bukit, dasar lembah dan tempat tumbuh pepohonan".[9]

·        Disunahkan membuka baju sehingga terkena air hujan.

·        Diharamkan mengatakan: kita diberi hujan karena bintang anu dan anu.

·        Keadaan Rasulullah SAW menjadi berubah jika melihat awan. Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah SAW jika melihat awan atau angin, maka (kedatangan awan dan angin tersebut) diketahui melalui perubahan yang terjadi pada diri Rasulullah SAW. Aku bertanya wahai Rasulullah!, orang-orang berbahagia jika melihat awan karena berharap akan turunnya hujan, sedangkan engkau tampak tidak menyukainya". Rasulullah SAW bersabda: "Wahai Aisyah!. Bagaimana aku bisa tenang, sebab bisa jadi pada awan itu diturunknnya azab, suatu kaum pernah diazab dengan angin kencang, di mana kaum tersebut melihat azab itu, sementara mereka berkata: "Ini awan yang akan menghujani kita' ". [10]

·        Tidak ada yang tahu kapan turunnya hujan kecuali Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT:

إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ اْلغَيْثَ..

"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan…" [11]

·        Ketika mendengar halilintar, diucapkan:

سُـبْحَانَ مَنْ يُسَـبِّح الرَّعْـدُ بِحَمْدِهِ وَاْلمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ –3x

  "Maha suci Allah yang menjadikan halilintar bertasbih dengan memuji-Nya dan malaikat bertasbih karena takut kepada-Nya". (Dibaca 3x kali)." [12]

·        Jika ada angin berhembus maka bacalah:

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هذِهِ الرِّيْحِ وَخَيْرِ مَا فِيْهَا وَخَيْرِ مَا أُمِرْتَ بِهِ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هذِهِ الرِّيْحِ وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرْتَ بِهِ

      “Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan apa yang ada di dalamnya dan kebaikan apa yang Engkau perintahkan kepadanya dan kami berlindung kepadamu dari kejahatan angin ini, kejahatan apa yang ada di dalamnya dan kejahatan apa yang Engkau perintahkan kepadanya”. [13]

·        Mengeluarkan barang-barang agar terkena air hujan, berdasarkan sabda Nabi Muhamad SAW:

 

يَا جاَرِيَةَُُأخرُِجِي سَرْجِي أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا

     “Wahai hamba perempuan!, keluarkanlah pelana kudaku dan pakaianku”. Dan Rasulullah SAW membaca Al Qur'an: "Dan Kami turunkan dari langit air yang berkah". [14] [15]

·        Doa ketika turun hujan mustajab. Nabi Muhammad SAW bersabda:

 اِثْـنَتَانِ مَا تُرَدُّ: اَلدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَتَحْتَ الْمَطَرِ                    

     “Dua doa yang tidak ditolak: ketika adzan dan ketika hujan”. [16]

·        Apakah hujan dicabut berkahnya ?. Diriwayatkan dari Abu Hurairah  RA:

لَيْسَتِ السَّنَةُ بِأَنْ لاَ تُمْطـَرُوْا، وَلِكنَّ السَّنَةَ أَنْ تُمْطـَرُوا وَتُمْطـَرُوا وَلاَ تَـنْبُتُ اْلأَرْضُ شَيْئًا

"Bukanlah musim peceklik dengan tidak diturunkannya hujan, akan tetapi musim paceklik adalah musim diturunkannya hujan, dan diturunkannya hujan akan tetapi hujan tersebut tidak menumbuhkan apa-apa". [17]

·        Sesungguhnya air hujan itu suci sebagaimana firman Allah SWT:

 وَأَنْزَلْنَا مِنَ السََّمَاءِ مَاءً طَهُوْرًا

      "Dan Kami turunkan dari langit air yang suci". [18]

·        Keadaan hujan di akhir zaman, diriwayatkan dari Anas RA berkata:

كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّهُ لاَ تَقُـومُ السَّاعَـةُ حَتَّي يُمْطَرَ النَّاسُ مَطَـرًا عَامًا وَلاَ تَـنْبُتُ اْلأَرْضُ شَيْئًا

   "Kami sedang berbincang-bincang bahwa sesungguhnya tidak akan datang kiamat sehingga manusia dihujani oleh hujan selama setahun, namun hujan tersebut tidak menumbuhkan apa-apa". [19]


[1] HR. Abu Daud (1040).

[2] HR. Abu Daud (1040)

[3] HR. Abu Daud (1034).

[4] HR. Bukhari/Tawasul (51).

[5]  Shahih Adab (530).

[6] HR. Bukhari dan Muslim/Al Kalim Al Thayib (160).

[7] الإكمام dikasrahkan ialah jamak أكمة yaitu الرابية. Dijamakkan الإكام  menjadi أكم dan آكام (Al Nihayah Fi Gharibil Hadits Wal Atsar Libni Al Atsir).

[8] الظراب ialah bukit. Kata tunggalnya ialah ظرب seperti كتِف . Terkadang dijamakkan menjadi أظرب (Al Nihayah Fi Gharibi Al Hadits Wal Atsar Libni Al Atsir)

[9] Irwai' Al Ghalil (680).

[10] Al Silsilah Al Shahihah (2757), Shahih Al Jami' Al Shaghir (7930).

[11] QS. Luqman (34).

[12] Al Kalimut Thayib (157).

[13] Al Silsilah Al Shahihah (2756).

[14] QS. Qaf (9).

[15] Isnadnya Shahih Mauquf, Shahih Al Adab (9320).

[16] Shahih Al Jami’ (3078).

[17] Shahih Jami' (15447).

[18] QS. Al Furqon (48).

[19] Al Silsilah Al Shahihah (12773).

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan


                  

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan 

           Ketika saya sedang menuju satu ruang  operasi bedah, tiba-tiba petugas ruang operasi bedah menyambutku sembari berkata, "Orang sakit yang berada di dalam, memberikan kertas ini kepadaku dan berkata, "Berikan kertas ini kepada saudara Al Jubair sebelum ia memulai operasi "

           Saya menerima kertas tersebut, apa gerangan isi tulisannya? Orang tersebut telah menulis tulisan ini saat ia menuju meja bedah, ia tuangkan segala ungkapan dan perasaannya, tak terasa air mataku mengalir karenanya, kedua tanganku gemetar dan seluruh badanku merinding

Tahukah anda apa isi kertas tersebut ?

  Kertas itu berisi wasiat yang ditulis oleh seseorang yang akan menjalani operasi bedah, tulisan itu terdiri dari tiga bagian

Wasiat pertama, ia minta kepada istrinya agar menginfakkan sebagian dari hartanya dan merelakan uangnya yang dipinjam orang-orang fakir miskin

Wasiat kedua, ia meminta kepada istrinya untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk menghafalkan Al Quran, dan menjauhkan mereka dari segala hal yang melalaikan seperti televisi dan lainnya

Wasiat ketiga, ia meminta maaf kepada istrinya atas segala kekhilafan dan kesalahan, lalu ia mendoakan istrinya semoga ia menjadi ratu para bidadari di sorga nanti

            Secara singkat itulah isi wasiat tersebut, mungkin anda bertanya-tanya apa yang membuat saya menangis? Kenapa saya ikut hanyut dalam perasaan tersebut ?

Sesungguhnya banyak hal yang menyentuh perasaanku, diantaranya adalah kematian dan gambarannya, kegundahan yang dirasakan oleh seorang muslim seperti diriku atau orang yang berada dalam situasi sadar bahwa ia sedang mendekati ajal

           Ketika saya melihat kertas ini, seakan-akan melihat seseorang yang sedang menulis wasiat dan ia sadar bahwa kematian segera menghampirinya

           Sungguh, ternyata banyak orang seperti saya yang kurang memperhatikan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam hal menulis wasiat

"Tidak layak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang dapat diwasiatkan untuk tidur dua malam, kecuali jika wasiatnya telah ditulis" H.R.Bukhari  (2738), Muslim (1627)

           Saudara dan saudariku sekalian, menulis wasiat bukan hanya untuk menjaga hak anda maupun hak orang lain, akan tetapi juga merupakan bukti kesadaran anda akan dekatnya kematian, dan sebagai bukti bahwa diri anda selalu ingat kematian

Maka singsingkanlah lengan baju dan bersegeralah untuk beramal di jalan akhirat, karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kita untuk selalu mengingat kematian dengan sarana menulis wasiat, mengunjungi pemakaman, membayangkan akhirat dan lain sebagainya. Semua itu dapat mendekatkan gambaran kematian ke mata anda, anda semakin yakin bahwa kematian pasti akan menjemput anda suatu saat nanti.

   Hal inilah yang membuat saya menangis, karena saya sadar bahwa saya dan orang-orang seperti diri saya ini telah melupakan kematian, atau mungkin terlena oleh kenikmatan dunia, dan lalai dengan kesenangan berkumpul dengan anak, istri dan teman-teman

           Saudara-saudaraku yang terhormat…, saya menangis karena ingat mati. Saya telah melupakan kematian atau pura-pura melupakannya, saya menangis karena saya belum menulis wasiatku, berarti saya lalai mengingat kematian. Saya merasa sedih karena telah melupakan kematian

   Hal lain yang membuatku menangis adalah wasiat orang tersebut kepada istrinya untuk mensedekahkan sebagian hartanya dan merelakan sebagian hutang yang ditanggung oleh fakir miskin

           Saya teringat bahwa kita menjadi orang yang sangat dermawan saat kondisi kita sudah sakit-sakitan, saat ajal telah mendekati dan betapa pelitnya kita saat kita sehat wal afiat, berat rasanya melepaskan harta untuk bersedekah dan berjuang di jalan Allah.

           Saya teringat betapa kuatnya nafsu manusia mempertahankan hartanya selama ia merasa sehat, ia mengira bahwa kematian hanya akan mendatangi orang-orang yang sedang terbaring sakit atau orang-orang yang sedang menuju ruang bedah operasi

   Wahai saudara-saudaraku, saya menangis karena merasa betapa banyak orang-orang seperti diri saya dari kalangan muslimin, mereka yang terlena oleh kesehatan sehingga lupa atau pura-pura lupa bahwa kematian itu tidak membedakan antara yang sehat dan yang sakit, kematian tidak membedakan antara yang sudah tua maupun yang masih muda

   Saya menangis saat membaca akhir wasiat tersebut, ketika orang itu meminta maaf kepada istrinya, ia menyampaikan bahwa selama ini ia banyak menyakiti istrinya dan telah membuatnya menderita.

   Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri dan kepada orang-orang seperti diri saya, "Kenapa kita baru menyadari bahwa kita sering menyakiti orang lain, lalu bergegas meminta maaf kepadanya hanya saat kita sakit dan merasa kematian sudah begitu dekat? Kenapa kita masih saja menyakiti orang lain? Padahal ajal dapat menjemput kita dengan tiba-tiba

           Sebelum melangkahkan kaki untuk menyakiti orang lain, hendaklah kita menahan diri, jangan sampai kita menghadap Allah Ta'ala dengan membawa kesalahan karena menyakiti orang lain yang dapat mendatangkan siksa neraka –semoga Allah melindungi kita darinya-

           Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

"Jauhilah perbuatan zhalim, karena sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat" (H.R.Muslim 2587)

           Beliau juga bersabda,"Barangsiapa menzhalimi (menyerobot) tanah orang lain seluas satu kilan maka tanah itu akan dikalungkan dilehernya sebanyak tujuh lapis bumi" (H.R.Bukhari 2453, Muslim 1612)

Beliau juga bersabda,

"Barangsiapa menzhalimi saudaranya dengan menodai   harga dirinya atau lainnya maka hendaklah ia segera meminta maaf, sebelum tiba saatnya tidak berguna dinar ataupun dirham, sehingga -saat itu- amal shalih orang yang berbuat zhalim tersebut akan dikurangi setimpal dengan kezhalimannya.. Jika ia tidak memiliki amal shalih maka kesalahan –dosa- orang yang ia zhalimi akan dibebankan kepadanya" (H.R.Bukhari 2449)

           Dalam hadits qudsi beliau menyebutkan bahwa Allah berfirman,

"Wahai hamba Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu, lalu Aku mengharamkannya atas kalian semua, maka janganlah kalian saling menzhalimi" (H.R.Muslim 2557)

Saudara saudariku sekalian, seluruh ungkapan isi hati ini muncul saat saya membaca selembar kertas ini, saya menyadari bahwa saya sering berbuat zhalim, saya dan orang-orang yang seperti saya telah terlena oleh kenikmatan hingga melupakan kematian, terlena oleh pertemuan-pertemuan hingga melupakan perpisahan.

       Bagaimanapun juga, akhirnya saya harus melaksanakan operasi tersebut, operasi ini merupakan operasi paling lama yang pernah yang saya alami. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga pekerjaan berat itu.

   Padahal, semula saya berfikir untuk membatalkan operasi bedah ini karena hati saya dalam keadaan tegang dan goncang, akan tetapi apa boleh buat, rongga dada orang ini sudah dibedah maka mau tidak mau operasi harus segera dimulai, dengan bertawakal kepada Allah saya melaksanakan tugas sulit ini yang pada akhirnya lelaki itu keluar dari ruang bedah dengan selamat.

           Pada keesokan harinya, aku serahkan kembali secarik kertas wasiat tersebut sambil berkata, "Saudaraku, semoga Allah Ta'ala memaafkanmu, engkau telah membuatku terenyuh saat engkau serahkan wasiat tersebut, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan dosa-dosamu".

           Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan atas junjungan Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.