Mendapatkan Rasa Aman dari yang Ditakuti

🌸 Judul Ceramah: Mendapatkan Rasa Aman dari yang Ditakuti

Pembukaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang menenangkan hati-hati yang gelisah dengan dzikir kepada-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan umat beliau yang istiqamah hingga akhir zaman.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Rasa takut adalah fitrah manusia. Takut terhadap bahaya, kehilangan, ancaman, atau masa depan — semua itu hal yang wajar. Namun, ada perbedaan besar antara takut karena kelemahan iman, dan takut yang diubah menjadi rasa aman karena bersandar kepada Allah.

Hari ini, kita akan belajar tentang bagaimana dzikir dan keyakinan dapat mengubah rasa takut menjadi ketenangan, melalui kisah yang diriwayatkan dari para ulama salaf dalam kitab Syarhul Ihya.

Bagian 1 – Kisah yang Penuh Hikmah

Dikisahkan bahwa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik pernah memerintahkan untuk menangkap seseorang.
Namun, orang itu melarikan diri hingga tak diketahui keberadaannya. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat lain, selalu dibayangi rasa takut akan tertangkap. Hidupnya tidak tenang, pikirannya terus dihantui oleh kekhawatiran.

Sampai suatu hari, ia tiba di padang pasir yang luas. Di sana, ia melihat seorang lelaki sedang shalat di antara pepohonan dan pasir yang sunyi. Setelah selesai shalat, orang buronan itu pun menghampirinya.

Orang yang sedang shalat itu menatapnya lalu berkata,
"Wahai saudaraku, mengapa engkau tampak ketakutan? Bukankah engkau membaca as-sa’bu?"

Orang itu bertanya heran, "Apakah as-sa’bu itu?"

Maka orang yang shalat tadi mengajarkan kepadanya kalimat dzikir yang luar biasa:

سُبْحَانَ الْوَاحِدِ الَّذِي لَيْسَ لَهُ غَيْرُهُ، سُبْحَانَ الَّذِي لَا نِدَّ لَهُ، سُبْحَانَ الَّذِي لَا كُفْوَ لَهُ، سُبْحَانَ الَّذِي كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ، سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْخَلَائِقَ فَأَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا، سُبْحَانَ الَّذِي لَا يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِلَّا هُوَ، سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.

(“Maha Suci Allah Yang Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, Maha Suci Allah yang tiada tandingan bagi-Nya, Maha Suci Allah yang tiada yang menyerupai-Nya, Maha Suci Allah yang setiap hari dalam urusan ciptaan-Nya, Maha Suci Allah yang menciptakan makhluk lalu menghitung mereka satu per satu, Maha Suci Allah yang tiada yang mengetahui isi langit dan bumi kecuali Dia, Maha Suci Allah yang kepada-Nya bertasbih segala sesuatu di langit dan di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”)

Bagian 2 – Ketenangan yang Datang dari Dzikir

Setelah orang itu diajarkan kalimat tersebut, ia membaca dan mengulang-ulanginya.
Ajaib, seketika rasa takut yang menghantui hilang dari hatinya.
Ia merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dadanya lapang, pikirannya jernih, dan hatinya yakin bahwa tidak ada yang dapat mencelakakan dirinya tanpa izin Allah.

Ia pun berkata dalam hatinya,
"Aku akan kembali menemui Khalifah, karena aku yakin tidak ada yang mampu menyentuhku kecuali dengan kehendak Allah."

Dan benar, ketika ia kembali ke istana, tidak ada bahaya yang menimpanya.
Semua berjalan aman — karena Allah telah menggantikan rasa takut dalam hatinya dengan rasa aman yang datang dari dzikir dan tawakal.

Bagian 3 – Hikmah dari Kisah Ini

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa rasa takut, cemas, dan gelisah tidak bisa disembuhkan hanya dengan logika atau keberanian semata, melainkan dengan mengingat kebesaran Allah.

Ketika hati kita dipenuhi dengan kebesaran dunia — jabatan, ancaman, manusia — maka kita akan hidup dalam bayang-bayang ketakutan.
Namun, ketika hati kita dipenuhi dengan kebesaran Allah, maka semua ketakutan itu lenyap, karena tidak ada yang lebih besar dari Allah.

Inilah rahasia dzikir: bukan sekadar ucapan di lisan, tetapi peneguhan tauhid dalam hati.
Menyadarkan kita bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi ada dalam genggaman-Nya.

Bagian 4 – Aplikasi dalam Kehidupan Kita

Jamaah sekalian,
Kita pun sering dikejar rasa takut: takut kehilangan pekerjaan, takut miskin, takut gagal, takut masa depan, bahkan takut menghadapi kematian.
Namun, sebagaimana orang dalam kisah tadi, cara untuk mendapatkan rasa aman bukan dengan lari, tetapi dengan kembali kepada Allah.

Caranya:

1. Perbanyak dzikir dan tasbih, terutama kalimat Subhanallah yang mengingatkan kita akan kesucian Allah dari segala kekurangan.
2. Teguhkan iman dan tawakal, bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi tanpa izin Allah.
3. Hadapi ketakutan dengan doa dan amal saleh, bukan dengan menghindar.
4. Bersihkan hati dari dosa dan syirik kecil, karena hati yang gelap sulit merasakan ketenangan.

Bagian 5 – Penutup

Rasa aman bukan datang dari benteng, senjata, atau uang.
Rasa aman sejati datang dari hati yang yakin kepada Allah.
Orang yang hatinya bersandar kepada Allah, tidak ada ketakutan yang bisa menaklukkannya. Sebaliknya, orang yang berpaling dari Allah, meski hidup di tempat paling aman sekalipun, hatinya akan tetap gundah.

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang selalu merasa aman dalam perlindungan-Nya, karena dzikir yang tak putus dan keyakinan yang teguh.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penyembuhan Secara Rohani

🌸 Judul Ceramah: Penyembuhan Secara Rohani

Pembukaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman yang serba cepat, serba modern, dan serba medis. Ketika sakit, yang pertama kita ingat biasanya dokter, obat, atau rumah sakit. Itu semua benar, karena Islam tidak melarang berobat secara jasmani. Namun, seringkali kita lupa — bahwa penyembuhan sejati bukan hanya berasal dari obat, tapi dari Allah Ta’ala, melalui penyembuhan rohani.

Bagian 1 – Pengertian Penyembuhan Rohani

Imam Suyuthi rahimahullah pernah mengutip perkataan Ibnu Taimiyah:

"Menangkal penyakit dengan doa, ta‘awwudz, dan asma-asma Allah termasuk bagian dari pengobatan rohani. Jika dilakukan oleh orang yang ikhlas dan yakin, maka akan mendatangkan kesembuhan dengan izin Allah."

Artinya, penyembuhan rohani adalah pengobatan yang bersumber dari keyakinan, doa, dan dzikir kepada Allah. Bukan semata karena air, tulisan, atau ayat yang dibaca, tapi karena kekuatan iman dan tawakal.

Bagian 2 – Kekuatan Keyakinan

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Apabila seseorang yakin membaca ta‘awwudz (doa perlindungan), maka seandainya dibacakan pada gunung, niscaya gunung itu pun akan hancur."

Hadis ini menunjukkan kekuatan luar biasa dari keyakinan hati.
Ketika hati seseorang penuh iman dan yakin kepada Allah, maka doa yang keluar dari lisannya bukan sekadar kata-kata, melainkan energi ruhani yang membawa pengaruh besar.

Sebaliknya, doa tanpa keyakinan hanyalah bunyi tanpa makna. Maka penyakit hati seperti ragu, gelisah, stres, dan cemas — seringkali tak akan sembuh hanya dengan obat, tapi perlu disentuh dengan dzikir dan keyakinan.

Bagian 3 – Rahasia Doa dan Ta‘awwudz

Ibnu Baththal berkata:

“Dalam bacaan ta‘awwudz terdapat rahasia yang tidak ditemukan dalam bacaan lain, karena di dalamnya terkandung doa perlindungan dari segala keburukan — sihir, hasad, dan kejahatan makhluk.”

Itulah sebabnya Rasulullah ﷺ selalu membaca ta‘awwudz sebelum tidur, sebelum keluar rumah, bahkan sebelum menghadapi sesuatu yang berat.
Ta‘awwudz bukan sekadar ucapan, tapi ikrar perlindungan diri kepada Allah dari segala penyakit lahir dan batin.

Bagian 4 – Al-Qur’an Sebagai Obat

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:

“Apabila Al-Qur’an dituliskan lalu dihapus dengan air dan diminum oleh orang sakit, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.”

Ini bukan jimat atau tahayul, tetapi manifestasi keyakinan terhadap kalamullah.
Al-Qur’an adalah cahaya dan rahmat. Jika dibaca, ditulis, atau bahkan diresapi maknanya, ia bisa menjadi obat — bukan hanya untuk tubuh, tapi untuk jiwa yang gundah, hati yang gelap, dan pikiran yang lelah.

Allah berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra’: 82)

Bagian 5 – Makna Tiupan dan Barakah Dzikir

Sebagian ulama seperti Imam Malik dan Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa meniup setelah membaca doa atau ayat adalah hal yang baik (mustahab), karena termasuk bentuk tabarruk, mengambil keberkahan dari kalamullah.

Ibnu Qayyim berkata:

“Faedah tiupan adalah sebagai tabarruk dengan bekas dzikir, seperti mengambil berkah dengan mencuci tulisan dzikir atau asmaul husna.”

Dengan kata lain, setiap dzikir, doa, dan ayat yang keluar dari lisan orang beriman mengandung getaran ruhani yang menenangkan, sehingga bahkan tiupan nafasnya membawa rahmat — asalkan hatinya ikhlas dan yakin.

Bagian 6 – Pelajaran untuk Kita

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Pelajaran besar dari semua ini adalah bahwa sakit bukan hanya urusan tubuh, tetapi juga urusan hati dan ruh.
Obat yang paling mujarab adalah keyakinan, dzikir, dan doa. Jangan abaikan peran rohani dalam setiap penyembuhan.

Kita boleh berobat ke dokter, minum obat, atau menjalani terapi medis. Tapi sertakan pula ikhtiar batin: memperbanyak istighfar, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan mendekat kepada Allah. Karena yang menyembuhkan hanyalah Allah, bukan manusia.

Penutup

Jadi, marilah kita rawat bukan hanya tubuh, tapi juga hati dan ruh kita.
Ketika hati dekat dengan Allah, maka ketenangan akan hadir, penyakit akan ringan, dan hidup terasa penuh makna.

Semoga Allah jadikan kita hamba yang sehat lahir dan batin, yang menjadikan dzikir sebagai obat, dan iman sebagai kekuatan.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Menghilangkan Cinta Dunia dari Dalam Hati

🌿 Materi Ceramah: Menghilangkan Cinta Dunia dari Dalam Hati

Pembukaan

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Hadirin jamaah yang dimuliakan Allah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta‘ala, yang masih memberi kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk memperbaiki diri. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Isi Ceramah

1. Bahaya Cinta Dunia

Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa “Cinta dunia adalah pangkal segala kejahatan.”
Apabila hati manusia telah dikuasai oleh cinta dunia, maka segala jalan akan ditempuh demi memenuhi keinginan hawa nafsunya. Orang yang mencintai dunia berlebihan akan mengejar harta, kedudukan, dan popularitas, bahkan terkadang melupakan kewajiban utamanya kepada Allah.

Allah Ta‘ala berfirman dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Ayat ini mengingatkan bahwa tujuan utama hidup manusia bukan untuk menumpuk dunia, tetapi untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah.

2. Dunia Hanyalah Sarana

Hadirin yang dirahmati Allah,
Makan, minum, pakaian, rumah, dan pekerjaan semuanya hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu beribadah kepada Allah dan mencari ridha-Nya.
Namun, bila seseorang menjadikan dunia sebagai tujuan utama, maka kehidupannya tidak akan pernah puas dan hatinya tidak akan tenang.

Pepatah Arab mengatakan:
“Apabila yang dipikirkan hanya isi perut, maka harga dirinya pun sama dengan apa yang keluar dari perut itu.”
Artinya, bila manusia hidup hanya untuk urusan duniawi seperti makan, tidur, dan kesenangan jasmani, maka derajatnya tidak lebih tinggi dari hewan, bahkan bisa lebih hina.
3. Dunia Bukan Tempat Berleha-leha
Kehidupan dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Kita hidup di dunia untuk menanam amal yang kelak akan kita tuai hasilnya di akhirat.
Sungguh salah besar jika seseorang menganggap dunia ini sebagai tempat bersenang-senang tanpa batas, padahal hakikatnya dunia adalah ladang untuk menanam kebaikan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)
4. Cara Menghilangkan Cinta Dunia dari Hati
Untuk membersihkan hati dari cinta dunia, dibutuhkan kemauan yang kuat dan doa yang terus-menerus.
Kita harus memohon kepada Allah agar hati ini disucikan dari penyakit cinta dunia yang berlebihan.
Salah satu amalan yang disebut dalam kitab ini adalah:
Membaca Asma Allah يا فتاح (Ya Fattah )”
dibaca setiap selesai salat Subuh sebanyak tujuh puluh satu kali, sambil kedua telapak tangan diletakkan di dada.



Insya Allah, jika dilakukan secara rutin dengan hati yang ikhlas:
Allah akan mengeluarkan cinta dunia dari hati kita,
Menyucikan hati dari penyakit keserakahan,
Memberi cahaya iman dalam dada,
Dan memudahkan segala urusan hidup.

5. Dunia untuk Akhirat

Hadirin yang berbahagia,
Islam tidak melarang kita untuk mencari rezeki, bekerja, atau menjadi orang sukses. Namun semua itu harus diniatkan karena Allah, bukan karena cinta dunia semata.
Gunakan harta untuk menolong sesama, kedudukan untuk menegakkan keadilan, dan waktu untuk memperbanyak amal saleh.

Dengan begitu, dunia tidak akan menjadi beban di hati, tetapi menjadi jalan menuju kebahagiaan akhirat.

Penutup

Saudaraku,
Mari kita renungkan: seandainya hari ini menjadi hari terakhir kita di dunia, apa yang sudah kita siapkan untuk menghadap Allah?
Jangan biarkan hati kita terikat pada dunia yang fana, sementara akhirat yang kekal kita lupakan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta‘ala membersihkan hati kita dari cinta dunia, menumbuhkan cinta kepada akhirat, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dalam beribadah.

آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَاب
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pelebur Dosa-Dosa Besar

🌙 Materi Ceramah: Pelebur Dosa-Dosa Besar

Pembukaan

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta‘ala, karena hanya dengan rahmat dan kasih sayang-Nya kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, memohon ampun, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Isi Ceramah

1. Dosa Besar dan Dampaknya
Saudara-saudaraku seiman,
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa di antara dosa-dosa besar (al-kabāir) yang sangat berbahaya dan mengundang murka Allah adalah:
1. Syirik – menyekutukan Allah.
2. Sihir.
3. Membunuh tanpa hak.
4. Memakan riba.
5. Memakan harta anak yatim
6. Lari dari medan perang (disebut diserutir dalam kitab ini).
7. Menuduh wanita mukminah berbuat keji tanpa bukti.
8. Berzina dengan istri tetangga.
Rasulullah ﷺ memperingatkan bahwa dosa-dosa besar bukan hanya merusak diri pelakunya, tetapi juga merusak tatanan masyarakat dan menimbulkan kehancuran moral.
2. Seruan untuk Segera Bertobat
Namun Islam adalah agama kasih sayang.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala membuka pintu ampunan bagi siapa pun yang mau bertobat dengan sungguh-sungguh. Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 135:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ...
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka — dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali Imran: 135)

Ayat ini menunjukkan bahwa selama seseorang mau bertobat dengan ikhlas dan berhenti dari dosa, Allah pasti mengampuninya.

3. Makna Tobat Nasuha

Tobat yang diterima oleh Allah disebut tobat nasuha, yaitu tobat yang disertai penyesalan mendalam, tekad untuk tidak mengulangi dosa, dan berusaha memperbaiki diri.

Jangan pernah menunda-nunda tobat, sebab kita tidak tahu kapan ajal datang. Jika seseorang mati sebelum sempat bertobat, ia berisiko meninggal dalam keadaan berdosa.

4. Amalan Pelebur Dosa

Dalam kitab ini juga dijelaskan beberapa amalan harian yang bisa menjadi wasilah (perantara) untuk melebur dosa, bila dilakukan dengan niat yang ikhlas dan hati yang tulus, yaitu dibaca sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam:

1. Surah Al-Fatihah – 7 kali
2. Surah Al-Falaq – 7 kali
3. Surah An-Naas – 7 kali
4. Surah Al-Ikhlas – 7 kali
5. Surah Al-Kaafirun – 7 kali
6. Ayat Kursi – 7 kali
7. Tasbih, Tahmid, Takbir, dan Tahlil – 7 kali

سُبْحَانَ اللهِ، وَالْـحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ

8. Istighfar untuk kaum mukminin dan mukminat – 7 kali

أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

9. Istighfar untuk kedua orang tua – 7 kali

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

10. Doa mohon ampun umum – 7 kali

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، عَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ

Insya Allah, dengan membaca amalan-amalan ini secara rutin disertai tobat yang sungguh-sungguh, Allah akan menghapus dosa besar maupun kecil, mengangkat derajat kita, dan menjauhkan dari murka-Nya.

Penutup

Hadirin yang dimuliakan Allah,
Marilah kita jangan sekali-kali meremehkan dosa kecil, karena dosa kecil yang dibiarkan terus-menerus bisa berubah menjadi dosa besar.
Sebaliknya, jangan pula berputus asa dari rahmat Allah, karena pintu ampunan-Nya terbuka seluas-luasnya sampai ajal menjemput.

Semoga kita semua menjadi hamba yang senantiasa menjauhi dosa besar, bertaubat dari dosa kecil, dan menjaga hati agar tetap bersih.
آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَاب
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ