Ilmu yang Membawa Kita kepada Allah

🕌 Materi Ceramah: Ilmu yang Membawa Kita kepada Allah

Berdasarkan Kitab Madznunus Shaghir karya Imam Al-Ghazali

Pembukaan

الحمد لله الذي أنار القلوب بنور العلم والإيمان، ووفق من شاء لطريق الهدى والإحسان،
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله،
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Marilah kita bersyukur atas nikmat yang luar biasa, yakni nikmat iman dan ilmu. Karena dengan iman hati menjadi hidup, dan dengan ilmu manusia tahu arah hidupnya menuju ridha Allah.

Isi Ceramah

Jamaah rahimakumullah,
Imam Al-Ghazali dalam kitab Madznunus Shaghir menyampaikan satu pesan penting:

“Ilmu yang tidak membawa seseorang kepada Allah hanyalah bencana bagi dirinya.”

Artinya, ilmu yang sejati bukan sekadar banyaknya hafalan atau luasnya wawasan, tetapi ilmu yang menumbuhkan rasa takut dan cinta kepada Allah.

Beliau menjelaskan bahwa hati manusia ibarat tanah, dan ilmu ibarat benih.
Jika hati itu subur — bersih dari kesombongan, iri, dan cinta dunia — maka ilmu yang ditanam akan tumbuh menjadi amal yang baik.
Namun bila hati keras dan kotor, maka ilmu yang masuk hanya menjadi beban, tidak menumbuhkan apa pun kecuali kesombongan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberinya pemahaman dalam agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Namun Imam Al-Ghazali mengingatkan — tidak semua yang belajar agama menjadi orang yang baik, karena sebagian belajar untuk mencari dunia, pujian, dan kemuliaan diri.
Itulah sebabnya beliau berkata:

“Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah sia-sia.”

Jamaah yang dirahmati Allah,
Ilmu sejati adalah ilmu yang menumbuhkan tawadhu’, bukan kesombongan.
Ilmu sejati membuat kita sadar bahwa semua pengetahuan datang dari Allah, bukan hasil kecerdasan kita sendiri.

Dalam kitab Madznunus Shaghir, Imam Al-Ghazali menulis bahwa:

“Orang yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya.”

Maksudnya, semakin kita menyadari kelemahan diri — bahwa kita ini lemah, fana, dan penuh kekurangan — maka semakin kita mengenal kebesaran Allah yang Maha Sempurna.

Karenanya, ilmu yang benar akan membawa seseorang untuk mendekat kepada Allah, bukan menjauh.
Akan membuat seseorang merendah, bukan meninggi.
Akan membuat seseorang beramal, bukan hanya berbicara.

Penutup

Saudara-saudaraku,
Marilah kita meneladani nasihat Imam Al-Ghazali:
Belajarlah bukan hanya untuk mengetahui, tapi untuk memperbaiki diri.
Gunakan ilmu untuk menerangi hati, bukan untuk meninggikan nama.
Karena ilmu tanpa cahaya keikhlasan hanyalah debu yang menutupi hati.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang berilmu dan beramal, yang hatinya bersih, lisannya jujur, dan langkahnya menuju ridha-Nya.

اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، وزدنا علماً وعملاً صالحاً يقربنا إليك يا أرحم الراحمين.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

Ilmu yang Menghidupkan Hati

🕌 Materi Ceramah: Ilmu yang Menghidupkan Hati
Berdasarkan Kitab Madznunus Shaghir karya Imam Al-Ghazali

Pembukaan

الحمد لله الذي أنار قلوب العارفين بنور العلم والإيمان،
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله،
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita bersyukur kepada Allah ﷻ yang telah memberi kita nikmat paling berharga: nikmat iman dan ilmu.
Kedua nikmat inilah yang menjadi cahaya penuntun hidup manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Isi Ceramah

Saudara-saudaraku seiman,
Imam Al-Ghazali dalam kitab Madznunus Shaghir menegaskan bahwa ilmu adalah kehidupan bagi hati, sebagaimana air adalah kehidupan bagi bumi yang tandus.
Tanpa ilmu, manusia berjalan dalam kegelapan; dengan ilmu, manusia tahu arah hidupnya menuju ridha Allah.

Beliau berkata, bahwa orang berilmu sejati bukanlah yang sekadar pandai berbicara, tapi yang hatinya hidup karena ilmu itu.
Artinya, ilmu harus diiringi dengan amal dan keikhlasan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberinya pemahaman dalam agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, Imam Al-Ghazali mengingatkan:

“Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah sia-sia.”

Banyak orang berilmu, tapi ilmunya tidak menumbuhkan rasa takut kepada Allah.
Ada juga yang banyak beramal, tapi tanpa dasar ilmu, hingga tersesat dalam niat dan arah.
Kedua-duanya tidak akan sampai kepada Allah tanpa keikhlasan hati.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Hati manusia bagaikan cermin. Jika ia dipenuhi debu dosa, maka cahaya ilmu tidak akan memantul di dalamnya.
Maka Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya tazkiyatun nafs — membersihkan diri dari sifat riya’, sombong, dan cinta dunia.

Beliau berkata:

“Ilmu yang tidak membawa seseorang kepada Allah hanyalah beban di atas pundaknya.”
Maksudnya, jangan sampai kita belajar hanya untuk gelar, pujian, atau kedudukan, tetapi lupa bahwa tujuan ilmu adalah ma’rifatullah — mengenal Allah dengan hati yang bersih.

Saudara-saudaraku,
Ilmu sejati membuat kita rendah hati, bukan tinggi hati.
Semakin berilmu, seharusnya semakin lembut hatinya, semakin sabar lisannya, dan semakin kuat imannya.
Karena tanda ilmu yang benar adalah mendekatkan manusia kepada Tuhannya, bukan menjauhkannya.

Penutup

Jamaah yang berbahagia,
Marilah kita meneladani pesan Imam Al-Ghazali:
belajarlah dengan niat mencari ridha Allah, amalkan ilmu dengan ikhlas, dan bersihkan hati dari segala penyakit batin.
Karena hati yang bersih akan menjadi tempat turunnya cahaya ilmu dan hidayah.

اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، وزدنا علماً وعملاً صالحاً يقربنا إليك يا أرحم الراحمين
آمين يا رب العالمين

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Membersihkan Hati dan Mencari Cahaya Ilahi

🕌 Materi Ceramah: Membersihkan Hati dan Mencari Cahaya Ilahi
Berdasarkan Kitab Madznunus Shaghir karya Imam Al-Ghazali

Pembukaan

الحمد لله الذي هدانا بنور الإيمان، ووفقنا لطريق الطاعة والإحسان،
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله،
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah yang masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri, menata hati, dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Isi Ceramah

Saudara-saudaraku seiman,
Imam Al-Ghazali dalam kitab Madznunus Shaghir menulis tentang penyakit hati dan jalan penyembuhannya.
Beliau berkata bahwa akar segala keburukan dalam diri manusia bukan pada jasadnya, melainkan pada hatinya.
Jika hati bersih, maka seluruh amalnya akan baik. Tetapi bila hati kotor, maka seluruh amalnya akan rusak.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh menjadi rusak. Ketahuilah, itulah hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati manusia sering tertutup oleh tiga hijab:

1. Cinta dunia yang berlebihan,
2. Hawa nafsu yang tidak dikendalikan, dan
3. Lalai dari mengingat Allah.

Ketika hati sudah tertutup tiga hal ini, maka cahaya hidayah sulit masuk.
Orang seperti itu akan banyak beramal, tapi sedikit makna; banyak berbicara agama, tapi sedikit rasa takut kepada Allah.

Dalam kitab ini, Imam Al-Ghazali mengajarkan cara mengobatinya:

1. Dzikir dan tafakkur, agar hati lembut dan sadar siapa dirinya di hadapan Allah.


2. Tobat dan muhasabah, agar jiwa terbebas dari dosa dan kesombongan.

3. Ikhlas dalam amal, agar setiap perbuatan menjadi ibadah yang bernilai.

Beliau berkata:

“Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”
Artinya, semakin kita sadar bahwa diri ini lemah, kotor, dan fana — semakin kita akan dekat dengan Allah yang Maha Suci dan Maha Kekal.

Saudara-saudaraku,
Jangan biarkan hati kita dipenuhi debu dunia.
Setiap hari, bersihkan ia dengan dzikir, doa, dan istighfar.
Karena hati yang bersih adalah cermin bagi cahaya Allah, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)

Penutup

Jamaah yang dirahmati Allah,
Hati adalah pusat dari semua amal.
Jika kita ingin hidup penuh keberkahan, maka mulailah dari memperbaiki hati.
Dengan hati yang jernih, amal menjadi ringan; dengan hati yang tulus, hidup menjadi tenang; dan dengan hati yang ikhlas, kita akan dekat dengan Allah.

Marilah kita tutup majelis ini dengan doa:
اللهم طهر قلوبنا من النفاق، وأعمالنا من الرياء، وألسنتنا من الكذب، وأعيننا من الخيانة، فإنك تعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Keberkahan Rotib dan Sholawat Syaikhona Kholil

🕌 Materi Ceramah: Keberkahan Rotib dan Sholawat Syaikhona Kholil

Berdasarkan Amalan dan Warisan Spiritualitas Ulama Nusantara

Pembukaan

الحمد لله الذي جعل الصلاة على نبيه مفتاحاً لكل خير، ودفعاً لكل ضرر وشر،
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله،
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ yang telah mempertemukan kita dalam majelis ilmu dan dzikir, tempat yang penuh cahaya dan keberkahan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, yang menjadi sebab datangnya rahmat bagi seluruh alam.

Isi Ceramah

Saudara-saudaraku seiman,
Dalam tradisi para ulama terdahulu, ada satu warisan agung yang tidak ternilai: dzikir, rotib, dan sholawat.
Semua itu bukan sekadar rangkaian bacaan, tapi jalan untuk menyambung hati dengan Allah dan Rasulullah ﷺ.

Salah satu amalan yang diwariskan oleh ulama besar Nusantara adalah Rotib dan Sholawat Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Beliau adalah wali Allah yang dikenal luas sebagai guru para ulama dan pembimbing spiritual bangsa ini.

Rotib dan sholawat yang beliau susun mengandung doa, dzikir, dan pujian kepada Allah serta Rasulullah ﷺ.
Isinya mengajarkan tauhid, tawakal, dan cinta Nabi, yang menjadi inti dari seluruh amalan Islam.

Dalam rotib ini terdapat ayat-ayat Al-Qur’an, doa perlindungan, dan sholawat yang penuh hikmah.
Tujuannya adalah agar siapa pun yang membacanya senantiasa berada dalam penjagaan Allah, terhindar dari mara bahaya, dan hatinya disinari oleh cahaya dzikir.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Perbanyaklah shalawat kepadaku, karena sesungguhnya shalawat kalian akan menjadi cahaya bagi kalian di hari kiamat.”
(HR. Abu Dawud)

Begitu pula dzikir yang teratur — seperti Rotib — akan menumbuhkan ketenangan jiwa, sebagaimana firman Allah:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Jamaah yang dirahmati Allah,
Mengamalkan Rotib dan Sholawat Syaikhona Kholil bukan berarti kita menganggapnya lebih dari Al-Qur’an atau sunnah.
Tidak. Justru sebaliknya — amalan ini adalah jembatan untuk lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana jalan para ulama yang ikhlas dan penuh cinta kepada kebenaran.

Dengan membiasakan dzikir dan sholawat:
Hati menjadi lembut, jauh dari sombong.
Rezeki dimudahkan oleh Allah.
Hidup diberi arah dan ketenangan.

Dan yang paling berharga: kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad ﷺ.

Penutup

Saudara-saudaraku,
Mari kita hidupkan kembali amalan para wali dan ulama Nusantara.
Jangan biarkan rotib dan sholawat hanya menjadi lembaran di rak, tapi jadikan sebagai nafas harian kita — dibaca dengan ikhlas, penuh cinta, dan keyakinan.

Semoga dengan keberkahan Rotib dan Sholawat Syaikhona Kholil,
Allah menjaga keluarga kita, meluaskan rezeki kita, dan menerangi hati kita dengan cahaya keimanan.

اللهم اجعلنا من الذاكرين الشاكرين، وارزقنا حبك وحب نبيك، وحب أوليائك الصالحين.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

Keadilan Islam dalam Pembagian Warisan

Naskah Ceramah: Keadilan Islam dalam Pembagian Warisan

(Berdasarkan Kitab Ar-Ra’id fi ‘Ilmil Faraidh)

Mukadimah

الحمد لله الذي أنزل الكتاب بالحق والميزان، وجعل شريعته قائمة على العدل والإحسان. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah,
Marilah kita senantiasa bersyukur atas nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk belajar ilmu agama — termasuk salah satu ilmu yang sering dilupakan, yaitu ilmu faraidh atau ilmu waris.

Isi Ceramah

Jamaah rahimakumullah,
Islam adalah agama yang sempurna dan adil. Kesempurnaan Islam tidak hanya dalam urusan ibadah, tetapi juga dalam urusan harta dan keluarga. Salah satu bukti keadilan Islam tampak dalam aturan pembagian warisan, yang Allah tetapkan secara langsung dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 11–12.

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
“Allah mensyariatkan bagimu (tentang pembagian warisan) bagi anak-anakmu...”

Ayat ini bukan sekadar aturan harta, tetapi wujud kasih sayang dan keadilan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Kitab Ar-Ra’id fi ‘Ilmil Faraidh menjelaskan bahwa hukum waris Islam didasarkan pada tiga prinsip besar:
1. Keadilan – setiap ahli waris mendapat bagian sesuai kedudukannya dan tanggung jawabnya.
2. Kepastian hukum – tidak boleh ada campur tangan manusia untuk mengubah bagian yang telah Allah tetapkan.
3. Kemaslahatan keluarga – agar tidak timbul pertengkaran dan putusnya silaturahmi.

Sayangnya, di masyarakat kita, sering kali pembagian warisan menjadi sumber perpecahan. Bukan karena Islam tidak adil, tapi karena kita meninggalkan aturan Islam. Kadang ada anak yang kuat mengambil lebih, atau ada saudara yang menyingkirkan yang lain. Padahal Nabi ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang haknya. Maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Artinya, pembagian warisan tidak boleh didasarkan pada perasaan, tetapi pada ketentuan Allah.

Kitab Ar-Ra’id juga menegaskan bahwa siapa pun yang mengatur warisan dengan benar, maka ia sedang menegakkan keadilan Allah di muka bumi. Dan siapa yang melanggarnya, maka ia termasuk orang yang berani menentang hukum Allah, sebagaimana ancaman dalam Surah An-Nisa ayat 14:

وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا
“Barang siapa durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka kekal di dalamnya.”

Na‘ūdzu billāhi min dzālik.

Penutup

Saudara-saudaraku,
Ilmu faraidh bukan hanya ilmu hitung, tapi juga ilmu amanah. Ia mengajarkan kita untuk adil, jujur, dan taat kepada Allah bahkan setelah kematian seseorang. Dengan melaksanakan hukum waris sesuai syariat, kita menutup hidup dengan keadilan dan keberkahan.

Marilah kita pelajari ilmu faraidh, ajarkan kepada keluarga, dan laksanakan dalam kehidupan. Karena dengan itu, harta menjadi halal, keluarga menjadi rukun, dan pahala mengalir kepada yang meninggal.

اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، واجعلنا من الذين يقيمون حدودك ويعملون بشرعك.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاتهi

Pentingnya Mengetahui Ilmu Waris (Faraidh)

Naskah Ceramah: Pentingnya Mengetahui Ilmu Waris (Faraidh)

(Berdasarkan Kitab Ar-Rahbiyyah fi ‘Ilmil Faraidh)

Mukadimah

الحمد لله الذي علم الإنسان ما لم يعلم، وجعل شريعته رحمة وعدلاً ونظاماً. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah,
Marilah kita bersyukur kepada Allah ﷻ yang telah menurunkan agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk urusan harta dan warisan.

Isi Ceramah

Jamaah rahimakumullah,
Salah satu ilmu penting dalam Islam yang sering terlupakan adalah ilmu faraidh, yaitu ilmu yang membahas pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu, dan akan dilupakan oleh umatku yang pertama kali.” (HR. Ibnu Majah)

Kitab Ar-Rahbiyyah fi ‘Ilmil Faraidh karya Imam Abdurrahman Ar-Rahbi menjelaskan bahwa pembagian warisan dalam Islam bukanlah urusan duniawi semata, tetapi bagian dari ketaatan kepada Allah.
Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 11:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ...
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu...”

Ayat ini menunjukkan bahwa pembagian harta waris bukan kehendak manusia, tetapi hukum Allah yang wajib ditaati.

Sayangnya, banyak di antara kita yang mengabaikan hukum waris ini. Ketika seseorang meninggal, pembagian harta sering dilakukan berdasarkan adat, emosi, atau kesepakatan keluarga, bukan berdasarkan syariat. Akibatnya, terjadi pertengkaran, iri hati, dan terputusnya silaturahmi.

Padahal, jika kita mengikuti ilmu faraidh, semua akan jelas:
- Siapa yang berhak, siapa yang tidak.
- Berapa bagian ayah, ibu, suami, istri, anak laki-laki, dan anak perempuan.
- Semua sudah diatur dengan adil dan penuh hikmah.

Imam Ar-Rahbi dalam bait-bait puisinya berkata:
واعلم بأنّ الإرثَ مَقسومٌ على
من قد تَسمّى وارثًا من العِلا

“Ketahuilah bahwa warisan itu dibagi kepada mereka yang telah disebutkan sebagai ahli waris oleh Allah Yang Maha Tinggi.”

Beliau ingin menegaskan bahwa keadilan warisan bukan ditentukan manusia, tetapi ditetapkan oleh Allah dengan hikmah-Nya yang sempurna.

Penutup

Saudara-saudaraku,
Mengetahui dan mengamalkan ilmu faraidh bukan hanya urusan pembagian harta, tetapi juga bukti keimanan dan ketundukan kita kepada syariat Allah. Jika kita jujur dalam mengamalkannya, maka warisan bukan menjadi sumber konflik, melainkan sumber berkah dan silaturahmi.

Marilah kita belajar dan mengajarkan ilmu ini, sebagaimana wasiat Nabi ﷺ. Semoga Allah memberikan kita pemahaman yang benar dalam agama, serta menjadikan keluarga kita keluarga yang adil, rukun, dan penuh keberkahan.

اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، وزدنا علماً، واهدنا إلى صراطك المستقيم.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

Jalan Tengah dalam Beragama

🕌 Naskah Ceramah: Jalan Tengah dalam Beragama

(Berdasarkan Kitab Iqtishod fil I’tiqod karya Imam Al-Ghazali)

Mukadimah

الحمد لله الذي هدانا للإسلام، وجعلنا من أمة خير الأنام، نحمده سبحانه وتعالى ونشكره، ونعوذ به من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.

Amma ba’du,
Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan sebenar-benar takwa, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, agar hidup kita senantiasa berada di atas jalan yang diridhai-Nya.

Isi Ceramah

Saudara-saudaraku seiman,
Salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada kita adalah agama Islam — agama yang penuh keseimbangan, keadilan, dan kasih sayang.
Islam bukan agama yang keras dan ekstrem, bukan pula agama yang longgar dan bebas tanpa batas. Islam adalah agama jalan tengah, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 143:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu sebagai umat yang pertengahan (ummatan wasathan).”

Imam Al-Ghazali dalam kitab Iqtishod fil I’tiqod menegaskan, bahwa yang dimaksud i’tiqod yang lurus adalah keyakinan yang berada di jalan tengah antara dua ekstrem:
tidak terlalu memaksakan akal hingga menolak wahyu, dan tidak pula menolak akal hingga buta terhadap hikmah Allah.

Menurut beliau, agama dan akal adalah dua cahaya. Bila keduanya bersatu, maka hati akan tercerahkan. Tetapi jika salah satunya padam — baik akalnya tertutup atau wahyunya ditolak — maka manusia akan tersesat di jalan gelap.

Jamaah yang berbahagia,
Dalam beragama, banyak di antara kita yang terjebak pada dua sikap berlebihan:

1. Ada yang terlalu kaku dan keras, sehingga menganggap semua berbeda pandangan adalah sesat.

2. Ada pula yang terlalu longgar, hingga mengabaikan syariat dan menyepelekan ibadah.

Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:

"إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ"
“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali ia akan kalah (sendiri).”
(HR. Bukhari)

Itulah sebabnya Imam Al-Ghazali menyebut al-iqtishod (jalan tengah) sebagai jalan keselamatan, karena ia menuntun kita agar tetap teguh dalam kebenaran tanpa melampaui batas.
Jalan tengah bukan berarti kompromi dalam aqidah, tapi keseimbangan antara teks dan akal, antara zahir dan batin, antara amal dan niat.

Contohnya:

Dalam beribadah, Islam mengajarkan agar kita tekun, tapi tidak memaksakan diri hingga lemah.

Dalam berdakwah, kita diperintahkan untuk tegas terhadap kemungkaran, namun lembut terhadap manusia.

Dalam berilmu, kita diajak untuk berpikir kritis, tapi tetap tunduk pada kebenaran wahyu.

Semua ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama moderat — tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri, tapi lurus di tengah jalan kebenaran.

Penutup

Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita jadikan ajaran “jalan tengah dalam beragama” ini sebagai pedoman hidup. Jangan mempersulit apa yang Allah mudahkan, dan jangan memudah-mudahkan apa yang Allah tegaskan.
Hidup beragama dengan seimbang adalah tanda kedewasaan iman.

Imam Al-Ghazali menutup kitabnya dengan pesan yang sangat indah:

“Siapa yang berpegang pada jalan tengah dalam ilmu dan amal, maka ia telah meniti jalan para ulama yang arif dan orang-orang saleh terdahulu.”

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang moderat, bijak, dan istiqamah dalam kebenaran.

اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه، واهدنا إلى صراطك المستقيم، واجعلنا من أمة وسطا، لا غلوّ فيها ولا تقصير.
آمين يا رب العالمين.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.