tag:blogger.com,1999:blog-44018161368135191462024-03-17T18:00:45.375-07:00Materi Ceramah Dan KultumTidak ada simpanan yang lebih berguna daripada ilmu.Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.comBlogger7851125tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-48764704510648751442024-03-17T17:58:00.001-07:002024-03-17T17:58:54.085-07:00Cara Menghafal Al-Quran: Metode 3T+1M, Mudah dan Efektif<h3><strong>Cara Menghafal Al-Quran: Metode 3T+1M, Mudah dan Efektif</strong></h3><p></p><p><strong>Fadilah Menghafal Al-Quran</strong></p><p>Sebelum masuk ke dalam metode, sangatlah penting untuk mengetahui keutamaan dari menghafal al-Quran. Berikut di antaranya.</p><p><br></p><p><strong>Al-Quran menjadi syafaat di hari kiamat</strong></p><p>Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:</p><p>ِاقْرَأُوْا القُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِه</p><p>“Bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an” (HR. Muslim 804)</p><p><br></p><p><strong>Mendapatkan pertolongan Allah</strong></p><p>Allah menegaskan bahwa siapa yang menolong Allah, maka Allah akan menolongya. (Q.S. Muhammad: 7). Menghafal Al-Quran adalah salah satu bentuk menolong Allah; yaitu memperjuangankan agama Islam.</p><p><br></p><p><strong>Menambah kenikmatan dalam Shalat</strong></p><p>Seorang hafidz akan menikmati shalat yang ia lakukan, baik ia sebagai imam maupun ma’mum.</p><p><br></p><p><strong>Menjadikan gaya hidup lebih Islami</strong></p><p>Seorang hafidz selalu berinteraksi dengan al-Quran, memperbanyak shalat sunnah (terutama shalat malam) untuk mengulangi bacaan. Dengan demikian, saat ia mulai menghafal al-Quran, maka sejatinya gaya hidupnya juga telah berubah menjadi lebih Islami.</p><p><br></p><p><strong>Menghafal Al-Quran itu Mudah</strong></p><p>Yang perlu diyakini juga, sebelum memulai menghafal, bahwa menghafal al-Quran itu mudah.</p><p>Allah SWT berfirman:</p><p>وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ</p><p>“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” QS Al-Qamar: 17</p><p>Kata “liddzikri” dalam ayat diatas, selain dtafsirkan ‘untuk peringatan’, dapat juga ditafsirkan ‘untuk diingat’.</p><p><br></p><p><strong>Hal yang perlu diperhatikan dalam menghafal al-Quran</strong></p><p><strong>Menata Niat</strong></p><p>Niat yang tepat sangatlah penting. Adalah sebuah bencana jika kita telah menghabiskan waktu dan tenaga untuk menghafalkan al-quran, namun ternyata usaha tersebut sia-sia karena niat kita salah.</p><p>Niat yang tepat tentunya adalah ibadah lillahi taala. Jangan sampai niat kita terkotori dengan noda seperti keinginan untuk dipuji, untuk dikenal, untuk mendapat dunia dll.</p><p><br></p><p><strong>Menjauhi Maksiat</strong></p><p>Imam Syafii pernah bercerita kepada gurunya tentang susahnya menghafal. Lalu gurunya menasehatinya untuk menjauhi maksiat. Karena ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.</p><p><br></p><p><strong>Membangun Lingkungan Kondusif</strong></p><p>Akan jauh lebih mudah dalam menghafal jika anda berada di lingkungan yang mendukung. Jika anda tidak memiliki, buatlah.</p><p>Bagaimana caranya?</p><p>Ajak beberapa teman anda yang sama-sama memiliki niat kuat untuk menghafal Al-Quran untuk saling mengingatkan serta saling membantu.</p><p><br></p><p><strong>Cara Menghafal Al-Quran dengan Metode 3T+1M</strong></p><p><strong>Talqin / Tasmi’</strong></p><p>Talqin berarti seorang Ustadz membacakan al-Quran untuk kemudian diikuti oleh para muridnya.</p><p>Jika anda tidak memiliki Ustadz yang dapat membacakan kepada Anda, mendengarkan bacaan al-Quran dari rekaman juga dapat menjadi salah satu alternatif.</p><p>Meskipun alternatif tersebut tidak sebagai sebaik jika anda berhadapan dengan ustadz secara langsung. Karena jika anda berhadapan langsung dengan Ustadz, maka bacaan anda yang salah saat mengikuti bacaan, dapat langsung dikoreksi.</p><p>Adapun tasmi’ berarti seorang murid membaca al-Quran untuk didengarkan oleh ustadz.</p><p><br></p><p><strong>Tafahhum</strong></p><p>Arti dari tafahhum adalah memahami arti dari bacaan Al-Quran yang akan dihafal. Tentunya tidak semua orang harus melalui tahapan ini dalam menghafal. Yang dianjurkan untuk memahami al-Quran saat menghafal adalah mereka yang berusia remaja serta dewasa.</p><p><br></p><p><strong>Tikrar</strong></p><p>Tikrar berarti mengulang-ulangi bacaaan hingga hafal.</p><p>Caranya?</p><p>Baca ayat pertama hingga 10-20 kali hingga hafal</p><p>Lalu baca ayat kedua sebanyak 10-20 kali hingga hafal</p><p>Baca ayat pertama + kedua sebanyak 10-20 kali hingga hafal</p><p>Lalu baca ayat ketiga sebanyak 10-20 kali hingga hafal</p><p>Kembali baca ayat pertama + kedua + ketiga sebanyak 10-20 kali hingga hafal</p><p>Dan seterusnya</p><p>Muraja’ah</p><p>Setelah hafal, ulangi kembali bacaan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan muraja’ah.</p><p>Muraja’ah sangat penting karena muraja’ah inilah yang akan melekatkan hafalan secara lebih kuat ke dalam benak kita.</p><p><br></p><p><strong>Tips dalam menghafal al-Quran</strong></p><p><strong>Menggunakan 1 mushaf</strong></p><p>Sangat dianjurkan untuk menggunakan 1 Mushaf yang sama selama proses menghafalkan Al-Quran. Hal ini akan sangat memudahkan dalam proses menghafal.</p><p><br></p><p><strong>Mendengarkan Bacaan Qari</strong></p><p>Membiasakan diri mendengarkan bacaan dari seorang qari dapat membantu kita dalam menambah ataupun mengulangi hafalan.</p><p>Anda dapat mendengarkan bacaan para Imam di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dapat membantu kita memiliki makharijul huruf yang tepat. Plus, kita juga dapat membiasakan diri untuk berhenti (waqf) di titik yang tepat.</p><p>Selain itu, anda juga dapat mendengarkan qari lain yang anda sukai. Untuk memudahkan dalam hafalan, usahakan mendengarkan bacaan murattal, bukan mujawwad.</p><p>Salah satu qiraah murattal yang dapat anda dengarkan dapat ditemukan di sini</p><p>Teknologi, sarana memaksimalkan cara menghafal al-quran</p><p>Berada dalam perjalanan namun tidak membawa mushaf? Pastikan anda sudah menginstall aplikasi Cinta Quran di HP. Sehingga kemanapun anda pergi, anda dapat selalu membaca ataupun mendengarkan al-Quran.</p><p><br></p><p>Frequently Asked Questions (FAQ)</p><p><strong>Kapankah waktu yang terbaik untuk menambah hafalan dan murajaah?</strong></p><p>Waktu terbaik untuk menambah hafalan adalah pada sepertiga malam terakhir dan dilanjutkan setelah shubuh hingga terbitnya matahari.</p><p>Waktu terbaik untuk murajaah adalah pada saat shalat sunnah serta setelah shalat fardhu.</p><p><strong>Bolehkah seorang wanita yang sedang haid mengulangi hafalan?</strong></p><p>Para ulama berbeda pendapat dalam hal seorang wanita haid membaca al-Quran ataupun mengulangi hafalan (muraja’ah) tanpa menyentuh mushaf. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lagi tidak membolehkan. Kedua pendapat ini dapat digunakan karena keduanya memiliki dalil dan hujjahnya.</p><p>Adapun pendapat yang digunakan oleh Markaz Al-Quran UNIDA Gontor adalah Fatwa dari Markaz Al-Fatwa Qatar yang membolehkan. Wallahu a’lam bishshawaab.</p><p><strong>Berapa halaman tambahan yang saya hafalkan setiap hari?</strong></p><p>Tergantung dari kemampuan masing-masing. Namun yang disarankan sekitar 1/4 atau 1/3 hingga 1/2 halaman perhari untuk pemula. Adapun bagi yang sudah terbiasa, bisa 1 halaman perhari ataupun lebih.</p><p><strong>Memulai lebih baik juz depan atau juz belakang (surat surat pendek)?</strong></p><p>Mungkin tidak menggunakan istilah “lebih baik” mana? Tapi “lebih cocok” mana?</p><p>1. Jika anda sudah memulai menghafalkan satu surat, maka selesaikan satu surat itu. Tidak perlu dipotong.</p><p>Misal: anda sedang menghafalkan surat al-Baqarah sudah sampai di juz 2. Maka lanjut saja hafalannya sampai tuntas surat alBaqarah. Atau jika anda sedang menghafal surat al-Mulk, lanjutkan saja sampai selesai surah al-Mulk. Dst.</p><p>2. Jika anda belum memulai menghafal, maka memang menurut beberapa Hafidz lebih cocok hafalan mulai dari surat-surat pendek, yang sering didengar dan digunakan untuk shalat. Yaitu Qishar asSuar (Surat-surat pendek) dari Juz 30, 29, 28, 27 atau (30 saja). Kemudian bisa dilanjutkan dari juz 1-26. Hal ini dikarenakan:</p><p>a. Lebih sering digunakan dalam imamah shalat. Supaya hafalannya bisa dimanfaatkan untuk imamah atau untuk mengislah kalau ada imam yang salah.</p><p>b. Karena menghafalkan dengan cerita/pembahasan yang pendek akan lebih memudahkan. Daripada pembahasan yang panjang.</p><p>c. Tidak membuat bosan (tapi memang bosan menghafal itu paling utama disebabkan karena niat yang salah), tapi kadang juga karena materi (surat/cerita) yang panjang itu bisa menjadi sebab bosan bagi sebagian orang.</p><p>3. Kalau melihat dari sisi umur. Memang lebih cocok anak-anak kecil itu menghafalkan ayat-ayat yang pendek. Karena mereka baru bisa menirukan. Belum bisa memahami. Namun kalau dewasa (apalagi memahami bahasa Arab), sebenarnya tidak terlalu kendala mau mulai dari surat yang pendek atau surat yang panjang. Karena hafalan dia sudah dibarengi dengan pemahaman, buka sekedar menirukan pelafalan.</p><p>Wa Allahu A’lam. </p><p><strong>Penutup</strong></p><p>Semoga ulasan ringkas ini dapat membantu pembaca sekalian dalam memahami cara menghafal al-Quran dengan tepat.</p><p>Metode ini adalah metode yang dipraktekkan di Universitas Darussalam Gontor. Di Unida Gontor, mahasiswa dapat mengikuti Zona Tahfidz yang memberikan lingkungan untuk memudahkan dalam menghafal al-Quran.</p><p>Bagi para orang tua, mari ciptakan rumah kita sebagai tempat pertama untuk belajar al-Quran serta menghafalkannya.</p><p>Semoga kita semua diberi kemudahan dan keistiqamahan dalam menghafal al-Quran.</p><p> </p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-1949686607350288392024-03-14T21:46:00.001-07:002024-03-14T21:46:36.835-07:00Puasa Ibadah yang Istimewa<h2 class="wp-block-heading">Puasa Ibadah yang Istimewa</h2><p>Puasa adalah ibadah yang istimewa karena memiliki banyak keutamaan. Di antara keistimewaannya yaitu puasa merupakan perisai bagi seorang muslim. Dalam sebuah hadits, Nabi <em>shallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">الصِّيَامُ جُنَّةٌ</p><p>“<em>Puasa adalah perisai</em>” (H.R. Bukhari dan Muslim).</p><h2 class="wp-block-heading">Puasa sebagai Perisai di Dunia dan Akhirat</h2><p>Yang dimaksud puasa sebagai (جُنَّة<strong>ٌ</strong>) (perisai) adalah puasa akan menjadi pelindung yang akan melindungi bagi pelakunya di dunia dan juga di akhirat.</p><ul><li>Adapun di dunia maka akan menjadi pelindung yang akan menghalanginya untuk mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa. Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan balasan serupa, sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya maka hendaklah dia mengatakan, “Aku sedang berpuasa.”</li><li>Adapun di akhirat maka puasa menjadi perisai dari api neraka, yang akan melindungi dan menghalangi dirinya dari api neraka pada hari kiamat (Lihat <em>Syarh Arba’in An-Nawawiyyah</em>, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin <em>rahimahullah</em>).</li></ul><h2 class="wp-block-heading">Puasa Merupakan Perisai dari Siksa Neraka</h2><p>Puasa akan menjadi perisai yang menghalangi dari siksa api neraka. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا</p><p><em>“Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim”</em> (H.R. Bukhari dan Muslim).</p><p>Rasulullah <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em> juga bersabda,</p><p class="has-large-font-size">قَالَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ : الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ، وَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه<strong>ِ</strong></p><p>“<em>Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya</em>” (H.R. Ahmad, shahih).</p><p>Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> juga bersabda,</p><p class="has-large-font-size">إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ</p><p>”<em>Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka</em>” (H.R. Ahmad, shahih).</p><h2 class="wp-block-heading">Puasa Sebagai Perisai dari Berbuat Dosa</h2><p>Imam Ibnu Rajab al-Hambali <em>rahimahullah</em> menjelaskan, “Puasa merupakan perisai selama tidak dirusak dengan perkataan jelek yang merusak. Oleh karena itu, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم<strong>ٌ</strong></p><p>“<em>Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa</em>” (H.R. Bukhari dan Muslim).</p><p>Perisai (جُنَّة<strong>ٌ</strong>) adalah yang melindungi seorang hamba, sebagaimana perisai yang digunakan untuk melindungi dari pukulan ketika perang. Maka demikian pula puasa akan menjaga pelakunya dari berbagai kemaksiatan di dunia, sebagaimana Allah berfirman,</p><p class="has-large-font-size">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون<strong>َ</strong></p><p>“<em>Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa</em>” (Al-Baqarah: 183).</p><p>Jika hamba mempunyai perisai yang melindunginya dari perbuatan maksiat maka dia akan memiliki perisai dari neraka di akhirat. Sedangkan bagi yang tidak memiliki perisai dari perbuatan maksiat di dunia maka dia tidak memiliki perisai dari api neraka di akhirat (Lihat <em>Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam</em>).</p><h2 class="wp-block-heading">Keutamaan Ini Mencakup Puasa Wajib dan Sunnah</h2><p>Syaikh Shalih Fauzan <em>hafidzahullah</em> menjelaskan, “Maksudnya puasa adalah penghalang antara dirinya dengan api neraka. Hal ini mencakup puasa yang wajib seperti puasa Ramadhan dan juga puasa sunnah seperti puasa enam hari di Bulan Syawal, puasa senin-kamis, puasa tiga hari setiap bulan, puasa Dzulhijjah, puasa ‘Arafah, dan puasa ‘Asyura” (Lihat <em>Al-Minhatu Ar-Rabaniyyah fii Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah</em>).</p><p>Inilah di antara keutamaan ibadah puasa, yang akan menjadi perisai yang melindungi seorang muslim di dunia dan di akhirat. Semoga Allah memudahkan kita untuk menyempurnkan ibadah puasa dan meraih banyak pahala dan berbagai keutamaannya.</p><p><em>Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad.</em></p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-85850067637344185132024-03-09T09:38:00.001-08:002024-03-09T09:38:44.265-08:00Sedang Asik Mengejar Dunia Lalu Mati Mendadak <p><b>Sedang Asik Mengejar Dunia Lalu Mati Mendadak </b></p><p>Di usia yang semakin beranjak tua, hendaknya masing-masing diri merenungi tentang hakikat kehidupan dunia. Dunia yang begitu melalaikan ini, hanya sementara. Tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan akhirat yang kekal abadi. Allah menceritakan tentang perkataan orang beriman dari keluarga Fir’aun,</p><p>یَـٰقَوۡمِ إِنَّمَا هَـٰذِهِ ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَا مَتَـٰعࣱ وَإِنَّ ٱلۡـَٔاخِرَةَ هِیَ دَارُ ٱلۡقَرَارِ</p><p><em>“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal</em>.” (QS. Ghafir: 39)</p><p>Ironisnya, manusia tak ada habisnya untuk mengejar dunia. Semakin tua semakin khawatir dengan kehidupan dunianya. Setelah berjuang keras membeli mobil yang kedua, ia masih merasa kurang dan ingin yang ketiga. Rumah besar yang ia miliki tak cukup luas untuk menampung rasa inginnya, ia ingin villa. Passive income yang sudah dia dapatkan tak cukup aman untuk menjamin masa tuanya. Koleksi tanah dimana-mana masih belum cukup mengukuhkan kepemilikannya, ia ingin jadi tuan tanah.</p><p>Demikianlah tabiat manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p>لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ</p><p><em>“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah.”</em> (HR. Bukhari no. 6436)</p><p>Takutlah dengan kematian yang tak menunggu engkau siap. Allah berfirman,</p><p>وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ</p><p><em>“Apabila sampai ajal maut mereka itu, mereka tidak dapat menunda atau mempercepat(nya) walau sesaat pun.”</em> (QS. Al-A’raf: 34)</p><p>Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana dia akan mati. Kematian kadang datang tiba-tiba tak terduga. Bahkan pada zaman ini hal tersebut benar-benar sudah nyata di hadapan kita, seseorang yang sehat kemudian mati tiba-tiba. Seseorang yang sedang berolahraga dengan maksud meningkatkan kesehatan, namun kematian justru mendatanginya.</p><p>Hal ini telah diaminkan pula oleh ilmu kedokteran dan studi epidemiologi bahwa di zaman kita ini semakin banyak muncul kematian mendadak akibat meningkatnya penyakit serebrovaskular, serangan jantung, stroke, dan sejenisnya.</p><p>Mungkin saja kita benar-benar berada di akhir zaman, sebagaimana disebutkan dalam hadits,</p><p>مِنِ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ … وَأَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجَاءَةِ</p><p><em>“Di antara dekatnya hari kiamat … (diantaranya) munculnya (banyaknya) kematian mendadak.”</em> (HR Thabarani dalam Mu’jam Shaghir no. 1132, dihasankan oleh Syaikh al-Albani)</p><p>Melihat kenyataan ini, hendaklah masing-masing dari kita segera memperhatikan dirinya, segera kembali dan bertaubat sebelum kematian itu datang secara mendadak sedangkan kita masih asyik mencari dan mengejar dunia.</p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-48706104940829928522024-03-09T04:27:00.001-08:002024-03-09T04:27:35.698-08:00Usia 60 Tahun Batas Udzur Dari Alloh SWT.<p><b>Usia 60 Tahun Batas Udzur Dari Alloh SWT.</b></p><p>Ibarat kapal yang sedang menyusuri samudera, seorang manusia tidak selamanya akan berhadapan dengan kehidupan yang tenang. Terkadang dia akan diberi kenikmatan, terkadang diberi cobaan, bahkan terkadang terjatuh ke dalam maksiat. Orang yang beriman akan menyikapi perjalanan hidupnya tersebut dengan sebaik-baik sikap. Dia akan bersyukur ketika diberi nikmat, akan bersabar ketika diberi cobaan, dan akan bertaubat ketika terjatuh ke dalam maksiat.</p><p>Di sisi lain, ada orang yang pada berbagai keadaan tersebut tidak bisa bersikap seperti itu, bahkan tidak bisa mengambil sedikit pun pelajaran dari itu semua. Ketika Allah memberinya kesempitan, dia berkeluh kesah, dan menyalahkan takdir. Ketika Allah memberinya kenikmatan melebihi orang pada umumnya, dia masih merasa kurang, masih tamak dengan yang belum dia miliki. Keadaan sempit, keadaan lapang, tak ada yang bisa membuatnya kembali kepada Allah.</p><p>Namun Allah betul-betul Maha Baik dan Maha Pemurah, yang selalu memberi maaf dan udzur kepada para hamba-Nya. Allah masih memberi kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya agar bisa kembali kepada Allah.</p><p>Hanya saja tidak selamanya Allah akan memberi udzur, setelah usia seseorang mencapai angka 60 tahun, maka tidak ada argumen lagi baginya untuk tidak beriman atau enggan beramal. Selama bertahun-tahun dia telah mengetahui ayat-ayat Allah, sering mendengarkan hadits-hadits Nabi, sering diberi peringatan dalam hidupnya, maka tidak ada lagi alasan baginya ketika bertemu dengan Allah kelak.</p><p>Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="has-large-font-size">أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً</p><p><em>“Allah memberi udzur kepada seseorang yang Dia akhirkan ajalnya, hingga sampai usia 60 tahun.”</em> (HR. Bukhari, no. 6419)</p><p>Maknanya, Allah masih memberikan udzur kepada seseorang di bawah 60 tahun jika ia masih tertipu dengan dunia, tamak dengan harta. Tetapi ketika ia mencapai 60 tahun maka Allah tidak memberikannya udzur lagi. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,</p><p class="has-large-font-size">وَالْمَعْنَى أَنَّهُ لَمْ يَبْقَ لَهُ اعْتِذَارٌ كَأَنْ يَقُولَ لَوْ مُدَّ لِي فِي الْأَجَلِ لَفَعَلْتُ مَا أُمِرْتُ بِهِ ….</p><p>Makna hadis di atas adalah bahwa udzur dan alasan sudah tidak ada lagi, seperti mengatakan, “Andai usiaku dipanjangkan, aku akan melakukan apa yang diperintahkan kepadaku.” (Fathul Bari, 11/240)</p><p>Ketika seseorang terus menerus terjatuh dalam kubangan maksiat, lama kelamaan hati itu akan menghitam. Shalat sering ditinggalkan, aurat terus diumbar, syariat Islam banyak diluputkan, saudara muslim selalu menjadi incaran ghibah, bahkan jimat dan penglaris juga menghiasi dirinya demi mendapatkan dunia. Dia tidak sadar, setiap hari, setiap detik, noktah-noktah hitam akan dititikkan pada hatinya. Itulah Ar-Raan yang disebutkan Allah di dalam Al-Quran,</p><p class="has-large-font-size">كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ</p><p><em>“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” </em>(QS. Al-Muthaffifin: 14)</p><p>Waspadalah jika dia terus hidup dalam kebiasaan buruk tersebut, bahkan hingga mencapai 60 tahun. Hendaknya dia benar-benar berhati-hati akan keadaan hatinya, dikhawatirkan hati itu terlanjur tertutup karena noktah hitam yang tidak henti-hentinya dititikkan, sedangkan Allah sudah tidak memberikan udzur yang banyak lagi kepadanya. Maka saat itulah kebenaran dan hidayah akan sulit untuk merasuk ke dalam hatinya.</p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-58015458706932278602024-03-09T04:25:00.001-08:002024-03-09T04:25:21.672-08:00Hukum Menguasai Dan Mengambil Hak Orang Lain Secara Zhalim <p><b>Hukum Menguasai Dan Mengambil Hak Orang Lain Secara Zhalim </b></p><p>Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:</p><p>Berikut ini pembahasan tentang ghasb atau merampas, mudah-mudahan risalah ini Allah jadikan ikhlas karena-Nya dan bermanfaat.</p><h2 class="wp-block-heading">Ta’rif (definisi) ghasb</h2><p>Kata Ghasb disebutkan dalam Alquran. Allah berfirman,</p><p class="has-large-font-size">أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا</p><p><em>“Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap bahtera.”</em> (Al Kahfi: 79)</p><p>Ghasb secara bahasa artinya <strong>mengambil sesuatu secara zalim</strong>. Sedangkan menurut istilah fuqaha adalah <em>mengambil dan atau menguasai hak orang lain secara zalim dan aniaya dengan tanpa hak</em>[1].</p><p>Ghasb adalah haram. Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> berfirman:</p><p class="has-large-font-size">يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ</p><p> “<em>Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil</em><em>……..</em>.” (QS. An Nisaa’: 29)</p><p>Di samping itu Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ</p><p>“<em>Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya</em>.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam <em>Shahihul Jami’</em> no. 7662)</p><p>Ketika khutbah wadaa’, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا</p><p>“<em>Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu terpelihara antara sesama kamu sebagaimana terpeliharanya hari ini, bulan ini dan negerimu ini</em>.” (HR. Bukhari dan Muslim)</p><p>Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً، يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ</p><p>“<em>Tidaklah seseorang berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas sebuah barang rampasan di mana orang-orang melihatnya, ketika melakukannya dalam keadaan beriman</em>.” (HR. Bukhari dan Muslim)</p><p>As Saa’ib bin Yazid meriwayatkan dari bapaknya bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لَاعِبًا أَوْ جَادًّا، فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْه</p><p>“Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya baik main-main maupun serius. Jika salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikankah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya. Hadits ini dihasankan pula oleh Syaikh al-Albani dalam <em>Shahih Abi Dawud</em> dan Shahih At Tirmidzi)</p><p>Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Umamah secara marfu’ disebutkan:</p><p class="has-large-font-size">مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ» فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ</p><p><em>“Barangsiapa yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga. Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu untuk siwak).</em>“</p><p>Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha</em>, bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ</p><p>“<em>Barangsiapa</em> yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepadanya.”</p><p>Oleh karena itu orang yang melakukan ghasb harus bertobat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan mengembalikan barang ghasb kepada pemiliknya serta meminta maaf kepadanya. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .</p><p>“<em>Barangsiapa</em> yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya maupun lainnya, maka mintalah dihalalkan hari ini, sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah amal salehnya sesuai kezaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal salehnya, maka diambil kejahatan orang itu, lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari)</p><p>Jika barang ghasb masih ada, maka dikembalikan seperti sedia kala. Namun jika sudah binasa, maka dengan mengembalikan gantinya.</p><h3 class="wp-block-heading"><strong>Menanam tanaman atau pohon atau membuat bangunan di atas sebuah tanah ghashb (rampasan)</strong></h3><p><em>Barangsiapa</em> yang menanam di tanah rampasan, maka tanaman itu milik yang punya tanah, dan bagi perampas memperoleh nafkah. Hal ini, jika tanaman belum dipetik, adapun jika sudah dipetik, maka pemilik tanah tidak berhak selain upah.</p><p>Pohon yang ditanam juga wajib dicabut, demikian juga bangunan yang dibuat juga harus dirobohkan. Dalam hadits Raafi’ bin Khudaij disebutkan bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">مَنْ زَرَعَ فِي أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ، فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ وَلَهُ نَفَقَتُه</p><p>“Barangsiapa yang menanam di sebuah tanah milik sebuah kaum tanpa izin mereka, maka ia tidak berhak memperoleh dari tanaman itu sedikit pun, dan untuknya (perampas) nafkah yang dikeluarkannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan Ahmad, ia berkata: “Sesungguhnya saya berpegang kepada hukum tersebut atas dasar istihsan; dengan menyelisihi qiyas.”)</p><p>Abu Dawud dan Daruquthni juga meriwayatkan dari hadits Urwah bin Az Zubair bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="has-large-font-size">مَنْ أَحْيَا أَرْضًا فَهِيَ لَهُ وَلَيْسَ لِعِرْقِ ظَالِمٍ حَقٌّ</p><p>“<em>Barangsiapa yang menghidupkan tanah, maka tanah itu menjadi mililknya, dan untuk keringat orang yang zhalim tidak memiliki hak</em>.”</p><p>Urwah berkata, “Telah memberitakan kepadaku orang yang menceritakan hadits ini kepadaku bahwa ada dua orang yang bertengkar lalu menghadap Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Yang satu menanam pohon kurma di tanah milik yang lain. Maka Beliau menetapkan (tanaman tersebut) untuk pemilih tanah karena tanahnya dan memerintahkan kepada pemilik pohon kurma untuk mengeluarkan pohon itu darinya. Ia berkata, “Sungguh, saya melihatnya ketika pohon kurma itu dipotong akarnya dengan kapak, padahal pohon itu adalah pohon kurma yang tinggi.”</p><p>Syaikh Shalih Al Fauzan dalam <em>al-Malkhash Fiqhiy</em> berkata, “Jika orang yang melakukan ghasb telah membuat bangunan di tanah rampasannya atau menanam di atasnya tanaman, maka ia harus melepas bangunan itu atau mencabut tanaman itu, jika pemiliknya meminta demikian. Jika tindakannya itu sampai membekas ke tanah yang dirampasnya, maka ia wajib mengganti rugi kekurangannya, di samping ia juga harus menghilangkan sisa-sisa tanaman dan bangunan sehingga ia menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan baik. Ia pun wajib membayar upah standar dari sejak merampas sampai menyerahkannya, karena ia mencegah pemiliknya untuk memanfaatkan di masa itu dengan tanpa hak. Jika ia merampas sesuatu dan menahannya hingga menjadi murah harganya, maka harus menanggung kekurangannya menurut pendapat sahih.”</p><p>Jia barang yang dirampas bercampur dengan barang lainnya yang bisa dibedakan seperti gandum dengan sya’ir, maka perampas wajib membersihkannya dan mengembalikannya. Namun jika bercampur dengan barang yang sulit dibedakan, seperti gandum dengan gandum, perampas wajib mengembalikan barang itu; ada berapa takar atau timbangan ketika diambilnya sebelum dicampur?</p><p>Jika dicampur dengan dengan barang yang di bawahnya atau lebih baik darinya atau tidak sejenis, namun sulit dibedakan, maka campuran itu dijual, lalu diberikan seukuran harganya masing-masing. Dan jika barang rampasan berkurang nilainya jika secara terpisah, maka perampas menanggung kekurangannya. Disebutkan oleh para fuqaha,</p><p class="has-large-font-size">الْأَيْدِي الْمُتَرَتِّبَةُ عَلَى يَدِ الْغَاصِبِ كُلِّهَا أَيْدِيْ ضَمَانٍ</p><p>“Tangan-tangan yang muncul di atas tangan perampas semuanya adalah tangan tanggungan.”</p><p>Maksudnya Tangan-tangan di mana barang rampasan berpindah kepadanya melalui jalan perampas semuanya menanggung jika binasa.</p><p>Dengan demikian, jika orang kedua mengetahui hakikat sebenarnya dan bahwa orang yang memberikan barang kepadanya adalah perampas, maka ia harus menanggungnya karena ia berbuat zhalim dengan kesengajaan (diketahuinya) tanpa izin pemiliknya. Namun jika orang kedua tidak mengetahui keadaan sebenarnya, maka yang menanggung adalah perampas (orang pertama).</p><p>Jika barang rampasan adalah yang biasa disewa, maka perampas wajib mengganti upah semisalnya (standar) selama barang itu berada di tangannya. Karena manfaat adalah harta yang jelas nilainya, maka wajib ditanggung seperti menanggung barang.</p><p>Semua tindakan ghaasib (perampas) adalah batal, karena tidak ada izin pemiliknya.</p><p>Jika seseorang merampas sesuatu dan ia tidak mengetahui di mana pemiliknya serta tidak mampu mengembalikannya, maka ia bisa serahkan kepada hakim yang akan menaruhnya di tempat yang benar atau ia sedekahkan memakai nama pemiliknya. Sehingga jika disedekahkan, maka pahalanya untuk pemilik barang dan si perampas sudah lepas tanggungan.</p><p>Bersambung…</p><p><em>Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.</em></p><p>Oleh: Ustadz Marwan bin Musa</p><p><strong>Maraji’:</strong> <em>Fiqh Muyassar</em> <em>Fii Dhau’il Kitab was Sunnah</em> (beberapa ulama), <em>Fiqhus Sunnah </em>(Sayyid Sabiq)<em>, Al Mulakhash Al Fiqhiy </em>(Shalih Al Fauzan)<em>, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi</em> dll.</p><p><strong>Sumber: Y<em>ufidia.com</em></strong></p><hr class="wp-block-separator has-alpha-channel-opacity"><p>[1] Jika mengambil harta orang lain secara rahasia dari tempat yang terjaga, maka hal itu disebut <em>pencurian</em>. Jika mengambilnya secara kekerasan, maka hal itu adalah <em>muhaarabah</em> dan jika mengambilnya karena <em>menguasai</em>, maka hal itu adalah ikhtilas (jambret) dan jika mengambilnya saat ia diamanahi, maka hal ini disebut <em>khianat</em>.</p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-41507714014463972382024-03-08T07:10:00.001-08:002024-03-08T07:10:01.591-08:00Masuk Surga Karena Membuang Duri <p>Masuk Surga Karena Membuang Duri </p><p>Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda dalam sebuah hadis bahwa iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi dari cabang-cabang keimanan adalah perkataan “<em>la ilaha illallah</em>” dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Secara tidak langsung, hadis tersebut juga mengisyaratkan bahwa keimanan seseorang itu bertingkat-tingkat sesuai dengan ilmu dan amal yang ia perbuat. Hanya saja, jangan remehkan suatu amal kebaikan, sekalipun terlihat sedikit dan dianggap remeh oleh manusia. Bisa jadi, Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> akan mengganjar amalan yang dikerjakan secara ikhlas tersebut dengan pahala yang berlipat.<br><br>Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> telah mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki yang masuk surga karena ia menyingkirkan duri yang berada di suatu jalan, yang dilakukan dengan tujuan agar tidak mengganggu kaum muslimin. Sebab itu, Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> menerima amal baiknya tersebut dan mengganjarnya dengan balasan yang lebih baik. Subhanallah … sungguh Maha Luas rahmat Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>. Semoga hal ini dapat menjadi ibrah bagi kita semua. <em>Allahul Muwaffiq</em>.</p><p><strong>Alkisah</strong></p><p>Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan-jalan di sebuah jalan. Ia menjumpai rerantingan yang berduri yang menghambat jalan tersebut, kemudian ia menyingkirkannya. Lalu ia bersyukur kepada Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.</p><p>Dalam sebagian riwayat dari Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah pula, beliau berkata bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, <em>“Ada seseorang laki-laki yang melewati ranting berduri berada di tengah jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allah, aku akan menyingkirkan duri ini dari kaum muslimin sehingga mereka tidak akan terganggu dengannya.’ Maka Allah pun memasukkannya ke dalam surga.”</em></p><p>Dalam riwayat lain, juga dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, beliau bersabda, “<em>Sungguh, aku telah melihat seorang laki-laki yang tengah menikmati kenikmatan di surga disebabkan ia memotong duri yang berada di tengah jalan, yang duri itu mengganggu kaum muslimin</em>.”</p><p>Kisah sahih di atas diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Kitab “<em>Al-Adzan</em>“, Bab “<em>Fadhlu Tahjir ila Zhuhri</em>“, no. 652; dan Kitab “<em>Al-Mazhalim</em>“, Bab “<em>Man Akhadzal Ghuzna wama Yu’dzinnas fith Thariq</em>“, no. 2472; juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab “<em>Al-Bir wash-Shilah wal Adab</em>“, no. 1914; dan Kitab “<em>Al-Imarah</em>“, no. 1914.</p><p><strong>Ibrah</strong></p><p>Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> menyebutkan bahwa Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> berfirman,</p><p class="has-large-font-size"><strong>مَنْ آ ذَى لي وَليِّاًفَقَدْ اسْتَحَقَّ مُحَا رَبَتِي</strong></p><p>“<em>Barang siapa yang menyakiti wali-Ku, ia berhak mendapatkan permusuhan-Ku</em>.” (H.r. Abu Ya’la Al-Musili, 14:372)</p><p>Para wali Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> adalah kaum mukminin yang selalu taat kepada perintah-perintah Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> dan memiliki komitmen dengan sunah-sunah Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>.</p><p>Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Yang dimaksud dengan wali Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> adalah orang yang berilmu tentang Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>, selalu menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”</p><p>Sungguh mulia kedudukan kaum mukminin di sisi Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kehormatan. Mereka tidak boleh diusik atau disakiti, apalagi dimusuhi dan diganggu. Bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size"><strong>إِنَّ دِ مَاءَ كُمْ وَأَمْوَا لَكُمْ حَرَا مٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْ مَةِ يَوْ مِكُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا</strong></p><p>“<em>Sesungguhnya, darah-darah kalian dan harta-harta kalian itu haram seperti haramnya hari dan bulan kalian ini</em>.” (H.r. Muslim, 6:245)</p><p>Dalam kisah di atas, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> menceritakan seseorang yang sedang berjalan di suatu jalan, kemudian menjumpai sebuah pohon yang memiliki banyak duri dan menghalangi jalan kaum muslimin sehingga dapat mengganggu orang-orang yang melewatinya. Kemudian, ia bertekad kuat untuk memotong dan membuangnya dengan tujuan menghilangkan gangguan dari jalan kaum muslimin. Dengan sebab itu, Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> mengampuni dosa-dosanya dan memasukkan ia ke dalam surga-Nya. Bahkan, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> melihatnya sedang menikmati kenikmatan di surga disebabkan amalannya tersebut.</p><p>Sungguh, laki-laki tersebut telah beramal dengan amalan yang terlihat remeh tetapi ia diganjar dengan balasan yang teramat besar. Sungguh, rahmat Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> mahaluas dan keutamaan-Nya mahaagung. Apa yang dilakukan laki-laki tersebut adalah salah satu bagian kecil dari petunjuk dan syariat yang telah dibawa oleh Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Memang benar bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> telah memerintahkan kita untuk berbuat sebagaimana yang telah dilakukan oleh laki-laki tersebut. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari jalan Abu Barzah Al-Aslami, beliau bertanya kepada Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</p><p class="has-large-font-size"><strong>يَا رَ سُوْ لَ الله ِدُ لَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَ نْتَفِعُ بِهِ قَالَ:اِعْزِلْ الْأَ ذَى عَنْ طَرِ يْقِ الْمُسْلِمِيْنَ</strong></p><p>“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab, “<em>Singkirkanlah gangguan dari jalan-jalan kaum muslimin</em>.” (H.r. Muslim, 13:49; Ibnu Majah, 11:78)</p><p>Bahkan, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> mencela dan memperingatkan dengan keras dari perilaku yang dapat mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, dalam hal ini Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size"><strong>مَنْ آذَى الْمُسْلِمِينَ فِي طُرُ قِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ</strong></p><p>“<em>Barang siapa mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, wajib atasnya laknat mereka</em>.”</p><p><strong>Mutiara kisah<br></strong><br>Kisah di atas banyak sekali mengandung mutiara faedah berharga, di antaranya:</p><p>1. Besarnya keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin dan adanya pahala yang besar yang diberikan bagi siapa saja yang melakukannya.</p><p>2. Luasnya rahmat Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> dan agungnya pahala yang disiapkan buat hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> memasukkan laki-laki tersebut ke dalam surga sekaligus dengan sebab amalannya yang sedikit, yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin, karena memang seseorang masuk surga itu berkat fadilah Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> yang dianugerahkan kepadanya, bukan sekadar karena amalan yang ia perbuat. Seandainya bukan karena fadilah Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>, tentulah tidak ada seorang pun yang dapat masuk surganya Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em>. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pernah bersabda, “<em>Dekatkanlah diri kalian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah, bahwa tidaklah salah seorang dari kalian akan selamat (dari neraka) dengan amalnya</em>.” Mereka mengatakan, “Apakah engkau juga demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “<em>Demikian juga aku. Hanya saja, Allah telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku</em>.” (H.r. Muslim, no. 2816)</p><p>3. Pepohonan yang boleh ditebang dan dibuang adalah pepohonan yang mengganggu kaum muslimin. Adapun apabila bermanfaat bagi kaum muslimin seperti pohon yang digunakan untuk berteduh manusia maka tidak boleh ditebang, kecuali apabila ada maslahat tertentu. Bahkan, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> sangat mendorong kaum muslimin untuk menanam tanaman-tanaman atau tumbuhan yang dapat berbuah dan bermanfaat bagi manusia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size"><strong>مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْر سُ غَرْ سًا إِ لَّا كَانَ مَاأُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَ قَةٌوَمَاسُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدقَةٌوَمَا أَ كَلَ السَّبُحُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَ قَةٌ وَمَا أَ كَلنْ الطًيْرُ فَهُوُ فَهُوُ لَهُ صَدَ قَةٌ وَ لَا يَرْ زَؤُهُ أَ حَدٌ إِ لَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ</strong></p><p>“<em>Tidak seorang muslim pun yang menanam suatu tanaman melainkan bagian yang dimakan dari pohon tersebut adalah sedekah baginya, bagian yang dicuri dari pohon tersebut adalah sedekah baginya, bagian yang dimakan oleh burung-burung adalah sedekah baginya, serta bagian yang dikurangi oleh seseorang juga sedekah baginya</em>.” (H.r. Al-Bukhari, 8:118; Muslim, 8:176; At-Tirmidzi, 5:253)</p><p>4. Kisah di atas sekaligus merupakan peringatan keras kepada sebagian manusia yang tidak hanya enggan menyingkirkan gangguan dari jalan tetapi justru membuang sampah-sampah rumahnya dan sisa-sisa makanan mereka ke jalan-jalan yang dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal itu dapat mengganggu dan menghambat saudaranya yang lain yang melewati jalan tersebut. Wal’iyadzubillah. Seandainya mereka mengetahui pahala yang akan diberikan oleh Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> kepada siapa saja yang mau ikhlas berbuat baik kepada sesama kaum muslimin, tentulah mereka tidak akan berbuat sedemikian itu.</p><p><em>Wallahu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil ’alamin.</em></p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-31357605931794102832024-03-08T07:06:00.001-08:002024-03-08T07:06:44.143-08:00Pahala Amalan Di Bulan Ramadhan <p><b>Pahala Amalan Di Bulan Ramadhan </b></p><p>Berlipatnya pahala amalan di bulan Ramadhan bisa jadi dilihat dari sisi jumlah (kuantitas) atau dari sisi besar (kualitasnya). Benarkah pahala amalan di bulan Ramadhan 1000 kali lipat dibanding bulan lainnya?</p><h4 class="wp-block-heading">Amalan yang Berlipat Pahalanya di Bulan Ramadhan</h4><p>Ada beberapa dalil yang menunjukkan pahala yang berlipat pada sebagian amal dan sebagian waktu di bulan Ramadhan.</p><h4 class="wp-block-heading">1- Amalan puasa</h4><p>Dari Abu Hurairah, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ</p><p>“<em>Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi</em>.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)</p><p>Ibnu Rajab Al Hambali <em>rahimahullah</em> mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (<em>Lathaif Al-Ma’arif</em>, hlm. 271)</p><h4 class="wp-block-heading">2- Amalan di malam Lailatul Qadar</h4><p>Lailatul qadar akan dilipatgandakan pahala sebagaimana disebutkan dalam ayat,</p><p class="has-large-font-size">لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ</p><p>“<em>Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.</em>” (QS. Al-Qadr: 3). Maksudnya adalah ibadah di malam Lailatul Qadar lebih baik dari ibadah di seribu bulan lamanya.</p><p>Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di <em>rahimahullah</em> menyatakan, “Amalan yang dilakukan di malam Lailatul Qadar lebih baik daripada amalan yang dilakukan di seribu bulan yang tidak terdapat Lailatul Qadar. Itulah yang membuat akal dan pikiran menjadi tercengang. Sungguh menakjubkan, Allah memberi karunia pada umat yang lemah bisa beribadah dengan nilai seperti itu. Amalan di malam tersebut sama dan melebihi ibadah pada seribu bulan. Lihatlah, umur manusia seakan-akan dibuat begitu lama hingga delapan puluh tahunan.” (<em>Tafsir As-Sa’di</em>, hlm. 977)</p><h4 class="wp-block-heading">3- Umrah di bulan Ramadhan</h4><p>Dari Ibnu ‘Abbas <em>radhiyallahu ‘anhuma</em>, ia berkata bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pernah bertanya pada seorang wanita,</p><p class="has-large-font-size">مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا</p><p>“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”</p><p>Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p><p class="has-large-font-size">فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ</p><p>“<em>Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji</em>.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).</p><p>Dalam lafazh Muslim disebutkan,</p><p class="has-large-font-size">فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً</p><p>“<em>Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji</em>.” (HR. Muslim no. 1256)</p><p>Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,</p><p class="has-large-font-size">فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى</p><p>“<em>Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku</em>.” (HR. Bukhari no. 1863)</p><p>Al-Qari dalam <em>Mirqah Al-Mafatih</em> (8: 442) berkata, “Maksud senilai dengan haji adalah sama dan semisal dalam pahala.” Akan tetapi yang sebenarnya terjadi pahala haji lebih berlipat-lipat daripada pahala umrah. Karena haji adalah salah satu rukun Islam.</p><p></p><h4 class="wp-block-heading">Berlipatnya Pahala dengan Bilangan Tertentu</h4><p>Berlipatnya pahala amalan dengan bilangan tertentu memang disebutkan dalam hadits. Namun haditsnya adalah hadits yang <em>dha’if</em>. Juga ada kalam ulama yang mendukung. Namun kalam tersebut cuma sekedar perkataan untuk memotivasi dan membangkitkan semangat.</p><p>Ada hadits yang menyebutkan berlipatnya pahala amalan di bulan Ramadhan dengan bilangan tertentu seperti hadits,</p><p class="has-large-font-size">يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة، وقيام ليله تطوعا ، من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه، ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه</p><p>“Wahai sekalian manusia, telah datang pada kalian bulan yang mulia. Di bulan tersebut terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Puasanya dijadikan sebagai suatu kewajiban. Shalat malamnya adalah suatu amalan sunnah. Siapa yang melakukan kebaikan pada bulan tersebut seperti ia melakukan kewajiban di waktu lainnya. Siapa yang melaksanakan kewajiban pada bulan tersebut seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di waktu lainnya.” (HR. Al-Mahamili dalam Al-Amali 5: 50 dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1887. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini <strong><em>munkar</em></strong> seperti dalam <em>Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah</em> no. 870)</p><p>Contoh perkataan ulama yang menyatakan bahwa pahala amalan di bulan Ramadhan berlipat-lipat dengan lipatan bilangan tertentu.</p><p>Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam <em>rahimahumullah</em> pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (<em>fii sabilillah</em>). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” (<em>Lathaif Al-Ma’arif</em>, hlm. 270)</p><p>An-Nakha’i <em>rahimahullah</em> mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhal dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.” (<em>Lathaif Al-Ma’arif</em>, hlm. 270)</p><p></p><p>Kesimpulannya, berlipatnya pahala amalan dengan bilangan tertentu di bulan Ramadhan tidak disebut secara rinci dalam dalil. Sehingga setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh untuk melakukan amalan shalih di bulan Ramadhan sehingga bisa mengumpulkan berbagai keutamaan.</p><p>Semoga kita dimudahkan meraih limpahan pahala di bulan Ramadhan.</p><h4 class="wp-block-heading">Referensi:</h4><p><em>Lathaif Al-Ma’arif</em>. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.</p><p><em>Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih</em>, Al-Mula ‘Ali Al-Qari. Maktabah Syamilah.</p><p><em>Tafsir As-Sa’di</em> (Taisir Al-Karimir Rahman). Cetakan kedua tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.</p><p>Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab no. 221733.</p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-12036708093654907542024-03-06T08:13:00.001-08:002024-03-06T08:13:12.580-08:00Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.</p><p>Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.</p><p>Kami mengajak kepada semua jamaah, marilah kita semua meningkatkan takwa kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em>. Bekal takwa inilah yang akan menyelamatkan kita dari siksa neraka. Karena tidak ada yang akan selamat dari neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa.</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا</p><p>“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 72)<br><span id="more-2439"></span><br>Kaum muslimin yang berbahagia.</p><p>Islam agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak keturunannya. Dari istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak yang shalih dan kokoh dalam beragama. Sehingga Islam menjadi kuat, dan orang-orang yang membenci Islam menjadi gentar. Demikianlah, ibu memiliki peranan yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em>.</p><p>Perhatian lainnya yang Islam tunjukkan terkait dengan pendidikan anak yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh terhadap anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.</p><p>Kedatangan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>bersabda,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ</p><p>“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)</p><p>Perintah mengerjakan shalat berarti juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, tata cara wudhu, dan hukum shalat berjamaah di masjid bagi anak laki-laki, hasilnya pun anak-anak akan mengenal dan dekat dengan sesama kaum muslimin.</p><p>Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk memukul jika anaknya enggan melaksanakan shalat. Tetapi yang harus diperhatikan, pukulan tersebut adalah pukulan dalam batasan-batasan mendidik, bukan pukulan yang membahayakan lagi emosinal, bukan juga pukulan permainan sehingga tidak menimbulkan efek jera pada anak.</p><p>Namun kita lihat pada masa ini, pukulan sebagai salah satu metode mendidik, banyak ditinggalkan orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenernya adalah diwujudkan dengan pendidikan. Dan salah satu metode pendidikan adalah dengan memukul sesuai dengan kadar dan ketentuannya saat anak melakukan pelanggaran syariat yang layak diberi hukuman dengan pukulan.</p><p>Rasulullah juga memerintah para orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, menjaga norma-norma hubungan antara saudara laki-laki dan perempuan karena dalam hal tertentu ada kebiasaan-kebiasaan alamiah dan tingkah laku perempuan yang dia enggan apabila dilihat oleh laki-laki, demikian juga sebaliknya.</p><p>Oleh karena itu, dalam Islam, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka saat mereka tidur, apalagi saat mereka terjaga, mereka keluar rumah, bergaul dengan lingkungannya. Orang tua harus memperhatikan anaknya, menjauhkannya dari pergaulan buruk dan tidak benar. Pendidikan tidak hanya terjadi pada saat mereka berada di rumah, namun juga ada perhatian lainnya yang bisa diberikan orang tua tatkala anak-anaknya berada di luar rumah. Hendaknya orang tua mengetahui kemana dan dengan siapa anak-anaknya bergaul. Orang tua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ</p><p>“Setiap kalian adalah orang yang memiliki tanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)</p><p>Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah</p><p>Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum muslimin. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> berabda,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ</p><p>“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)</p><p>Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan penyejuk hati. Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar dan bershadaqah untuk orang tua mereka.</p><p>Sebaliknya, betapa malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya.</p><p>Salah satu contoh dalam pendidikan yang benar, yaitu hendaklah para orang tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> mengingatkan kita,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">فَاتَّقُوْا اللهَ وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ</p><p>“Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari)</p><p>Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersedia menjadi saksi. Maka beliau <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bertanya, “Apakah semua anakmu engkau beri seperti itu?”</p><p>Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, “Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi dalam keburukan. Bukankah engkau hagiakan, apabila memberikan sesuatu yang sama?”</p><p>Dia menjawab, “Iya.” Lalu beliau menanggapi, “Jika demikian, lakukanlah!”</p><p>Kaum muslimin yang berbahagia</p><p>Anehnya, ada sebagian orang tua manakala dinasehati tentang pendidikan anak, justru mereka malah menyanggah. Orang tua ini mengatakan, bahwa kebaikan adalah di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan Allah. Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ</p><p>“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56)</p><p>Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah, ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajiban dalam mendidik, maka hidayah berada di tangan Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>. Sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kepada anak. Ingatlah sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>:</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يَهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ</p><p>“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), lalu kedua orang tuanya menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Muttafaqun ‘alaihi).</p><p>Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peranan orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud kepribadian seorang anak.</p><p>Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas kebenaran dan kebaikan. Karena yang kita lakukan atas diri anak, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>.</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْد</p><p>Ma’syiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah</p><p>Perhatian terhadap anak merupakan perkara yang sangat penting dan pertanggungjawaban yang besar di sisi Allah. Oleh karena itu, para manusia terbaik, yaitu para nabi dan rasul senantiasa mendoakan kebaikan untuk anak keturunan mereka.</p><p>Nabi Ibrahim <em>‘alaihissalam</em> berdoa,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ</p><p>“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100)</p><p dir="RTL">رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ</p><p>“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 128)</p><p>Nabi Zakariya <em>‘alaihissalam</em> berdoa,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ</p><p>“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (QS. Ali Imran: 38)</p><p>Begitu juga dengan orang-orang shalih yang Allah sebutkan dalam Alquran, mereka berdoa,</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا</p><p>“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74)</p><p>Demikianlah para nabi dan rasul, meskipun kedudukan mereka dekat dengan Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>, mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh harap, memohon kepada Allah agar dianugerahi keturunan yang shalih dan shalihah. Jika demikian, bagaimana dengan kita? Tentunya kita harus lebih semangat lagi.</p><p>Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan pendidikan kepada anak-anak kita dengan berlandaskan agama yang lurus.</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وبارك عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ</p><p dir="RTL"> </p><p class="arab">وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىمُحَمَّدٍ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَ آخِرُ دَعْوَانَا الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-21791229000261686852024-03-06T08:12:00.001-08:002024-03-06T08:12:13.001-08:00Islam Mengentaskan Permasalahan Ekonomi<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Islam Mengentaskan Permasalahan Ekonomi</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p class="arab">أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ.. اِتَّقُوْا اللهَ رَبَّكُمْ وَأَطِيْعُوْهُ لِتَنَالُوْا بِتَقْوَاهُ وَطَاعَتِهِ سَعَادَةَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَسَلُوْهُ جَلَّ وَعَلَا التَوْفِيْقَ وَالهِدَايَةَ وَالمَعُوْنَةَ عَلَى التَقْوَى وَالطَاعَةِ؛ فَإِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ بِيَدِهِ جَلَّ فِي عُلَاهُ.</p><p>Ibadallah,</p><p>Dalam permasalahan ekonomi, manusia memiliki tujuan dan cara yang berbeda-beda, tergantung tujuan masing-masing individu, bukan tergantung pada kebenaran yang ingin mereka ikuti dan kemaslahatan umum yang ingin mereka realisasikan. Akibatnya, mereka menyimpang dari jalan yang bermanfaat bersama. Karena tidak mau terikat dengan petunjuk-petunjuk agama Islam, sementara cara berfikir manusia itu berbeda-beda, dan amalan pun sesuai dengan cara berfikir itu, maka yang timbul adalah bencana yang merata dan fitnah (perselisihan) sengit antara orang yang mengaku sebagai pembela kaum miskin dan buruh dengan orang-orang yang memiliki harta dan kekayaan. Masing-masing memiliki banyak argumen, akan tetapi semua argumen mereka tidak benar bahkan cendrung menyesatkan.</p><p>Ini sangat berbeda dengan kaum Mukminin, alhamdulillah, Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> telah memberikan petunjuk jalan yang lurus kepada mereka dalam segala urusan mereka secara umum, dan dalam permasalahan ini secara khusus.</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> menakdirkan bahwa manusia itu berbeda-beda derajat dan status sosial mereka, diantara mereka ada yang kaya ada juga yang miskin, ada yang mulia adapula yang rendahan. Itu semua mengadung hikmah dan rahasia ilahi yang sangat agung yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tatkala Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> telah menakdirkan seperti itu, maka Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> mengikat satu individu dengan individu yang lainnya dengan ikatan kuat. Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> tundukkan sebagian mereka untuk sebagian yang lain, sehingga masing-masing bisa memberikan manfaat kepada yang lain dan merasa saling membutuhkan. Begitulah, alhamdulillah, syariat Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> mendatangkan kebaikan bagi si kaya dan si miskin.</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> yang maha bijaksana mensyariatkan kepada mereka agar bersaudara dan tidak saling mengeksploitasi. Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> membimbing kaum Muslimin tatkala berintraksi dengan yang lain agar memperhatikan apa yang menjadi kewajibannya terhadap pihak lain sesuai syariat. Jika kewajiban-kewajiban itu terlaksana, persatuan akan terwujud dan kehidupan akan nyaman.</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> memerintahkan kepada semua pihak (si kaya dan si miskin) untuk serius memperhatikan kemaslahatan umum yang akan mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak.</p><p>Ibadallah,</p><p>Kemudian Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya, sesuai dengan perincian yang telah ditentukan syariat. Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> menetapkan bahwa diantara tujuan penunaian zakat adalah menutupi hajat orang-orang yang membutuhkan serta guna merealisasikan kemashlahatan agama yang menjadi tonggak baiknya urusan-uruan dunia dan agama.</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> juga memotivasi mereka untuk terus berbuat baik disetiap waktu dan kesempatan. Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> mewajibkan membatu orang yang tertimpa kesusahan, memberi makan yang kelaparan dan memberikan pakain kepada orang yang membutuhkannya.</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> juga mewajibkan kepada orang-orang kaya untuk memberikan nafkah secara khusus kepada anggota keluarga mereka, melakukan semua kewajiban mereka ditengah-tengah masyarakat. Diantara hal penting yang harus diperhatikan oleh orang yang bergelimang kekayaan adalah dalam urusan mencari harta Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> memerintahkan mereka untuk tidak hanya bersandar dan bentumpu pada kemampuan mereka saja serta tidak merasa tenang dengan apa yang mereka miliki sekarang. Mereka harus selalu menyadari dan ingat kepada Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>, iangat akan karunia yang Allah k berikan kepada mereka dan berbagai kemudahan serta tidak lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em>, bersyukur kepada-Nya atas limpahan karuni yang telah diberikan.</p><p>Orang-orang kaya juga diwajibkan untuk memperhatikan dan mentaati rambu-rambu syariat. Mereka tidak diperbolehkan tenggelam dalam perbuatan berpoya-poya yang akan mencederai akhlak, harta benda dan seluruh keadaan mereka, akan tetapi mereka hendaknya menjadi seperti yang difirmankan oleh Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>:</p><p class="arab">وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا</p><p>“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan/25:67).</p><p>Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> juga memerintahkan kepada mereka dalam mencari kekayaan, hendaknya mencari dengan cara yang baik, bersih dan jalan yang halal. Mereka tidak boleh mengotori usaha mereka dengan cara haram , seperti riba, judi, bermain curang atau menipu. Hendaklah mereka selalu mengikat diri-diri mereka dengan rambu-rambu syariat dalam bermuamalah, sebagaimana mereka mengikat diri-diri mereka dengan aturan syariat dalam beribadah.</p><p>Kekayaan sering membuat orang lupa diri lalu sombong dan menganggap orang lain yang miskin hina dan rendah. Cara pandang seperti ini sangat tidak dibenarkan dalam Islam. Orang-orang yang diberikan kekayaan oleh Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> tidak diperbolehkan memandang orang miskin dengan pandangan angkuh, sombong karena menganggap diri lebih mulia. Sebaliknya, mereka mereka memandang kepada fakir miskin dengan penuh kasih sayang dan kebaikan.</p><p>Dengan semua petunjuk bijak ini kekayaan yang sejalan agama akan menjadi kekayaan yang sangat agung dan sangat dihargai, sementara orangnya menjadi terpuji dan terpandang di masyarakat. Karena syariat telah mendiriknya dan menyucikan harta dan jiwanya.</p><p>Kaum muslimin ibadallah,</p><p>Islam telah memberikan petunjuk kepada orang kaya agar membantu, memperhatikan dan tidak menghina fakir miskin, lalu bagaimana Islam mengarahkan fakir miskin, agar kehidupan ini berjalan sesuai dengan harapan bersama? Kepada orang-orang miskin dan kepada orang yang belum bisa mencapai keinginan pribadinya, agama Islam memerintahkan mereka untuk bersabar dan ridha dengan taqdir Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> yang telah ditetapkan, serta menyakini bahwa Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> itu maha bijaksana. Allah k memiliki banyak hikmah dalam itu semua dan banyak maslahat untuk mereka.</p><p class="arab">وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ</p><p>“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah/2:216).</p><p>Cara pandang seperti ini minimalnya sudah menghilangkan kesedihan yang ada dalam hati yang berpotensi menimbulkan rasa malas dan menghilangkan kepercayaan diri.</p><p>Islam juga memerintahkan mereka saat berusaha mengangkat kemiskinan mereka dan memenuhi kebutuhan mereka untuk tidak melihat dan bergantung kepada para makhluk, tidak meminta-minta kepada mereka kecuali dalam keadaan darurat.</p><p>Islam mengajarkan mereka untuk meminta hajat mereka hanya kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> yang maha esa dengan melakukan usaha-usaha yang bisa menghilangkan kemiskinan dan meraih kekayaan. Caranya banyak dan masing-masing orang bisa menempuh usaha yang sesuai dengan keadaannya. Dengan melakukan ini dia akan bisa menghayati arti kebebasan dari perbudakan makhluk serta terus memacu dan melatih dirinya agar tetap kuat dan semangat dalam berusaha, tidak kenal malas dan putus asa. Dengan ini, hati juga akan terhindarkan dari perasaan iri terhadap orang-orang kaya yang dikarunia harta melimpah oleh Allah <em>‘Azza wa Jalla</em>. Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا</p><p>“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. an-Nisa/4:32).</p><p>Islam juga memerintahkan mereka untuk ikhlas dalam beramal, bekerja dan muamalah mereka. Mereka juga dilarang terburu-buru dalam mengais rizki denga menekuni mata pencaharian yang hina dina yang bisa mengikis habis agama dan mendatangkan celaka dalam kehidupan dunia.</p><p>Islam memerintahkan kepada kaum fakir miskin dua perkara yang bisa membantu mereka dalam menanggung beban kehidupan : Pertama, sederhana dalam gaya hidup; Kedua, qana’ah (merasa cukup) dengan nikmat yang Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> berikan. Rezeki yang sedikit dibarengi dengan kesederhanaan akan terasa banyak, sementara sifat qana’ah merupakan simpanan yang tidak akan pernah habis dan kekayaan tanpa wujud materi.</p><p>Alangkah banyak orang miskin yang diberi taufik oleh Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> untuk sederhana dan qana’ah sehingga dia tidak cemburu dengan orang-orang kaya yang berfoya-foya dan tidak merasa sedih dengan harta sedikit yang dia miliki.</p><p>Ketika orang-orang miskin melakukan petunjuk-petunjuk agama dalam menjalani kehidupan ini berupa: sabar, selalu bergantung kepada Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> , memelihara dan menjaga diri agar tidak terjebak dalam perbudakan makhluk, bersungguh-sungguh dalam bekerja serta qana’ah dengan apa yang Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> berikan, niscaya akan terasa ringan kesusahan dan kesulitan akibat kemiskinannya. Bersamaan dengan itu pula dia hendaknya terus menerus berusaha dalam meraih harta yang bisa mencukupi kebutuhannya dengan berharap kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> dan menunggu janji Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> serta bertakwa kepada-Nya, karena Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ</p><p>“Barangsiapa bertakwa kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> niscaya Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. at-Thalaq/65:2-3).</p><p class="arab">نَسْأَلُ اللهَ جَلَّ فِيْ عُلَاهُ أَنْ يَهْدِيَنَا أَجْمَعِيْنَ، وَأَنْ يُسَدِّدَنَا، وَأَنْ يُلْهِمَنَا رُشْدَ أَنْفُسِنَا، وَأَنْ لَا يَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَنْ يُصْلِحَ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، إِنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَمِيْعُ الدُّعَاءِ، وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ، وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p class="arab">أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ، عِبَادَ اللهِ.. اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاسْتَمْسِكُوْا بِهُدَاهُ، وَاعْتَنُوْا بِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الكَرِيْمِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ؛ فَإِنَّ مَثَلَ السُنَّةِ مَثَلَ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَرَكَهَا غَرِقٌ وَهَلَكٌ.</p><p>Ibadallah,</p><p>Semua ini petunjuk-petunjuk dan arahan-arahan buat orang-orang kaya dan miskin datang dari Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> dan Rasul-Nya. Tujuannya adalah mendatangkan kebaikan demi kebaikan dan menghalau semua jenis keburukan dari mereka. Hasil akhir yang paling indah akan dirasakan oleh kedua belah pihak, si miskin dan si kaya.</p><p>Ini adalah solusi terbaik dari Allah <em>‘Azza wa Jalla</em> Yang Maha Mulia dalam mengatasi problematika ekonomi yang sering mencuat di tengah masyarakat. Teori-teori lain masih sebatas teori yang belum terbukti dan yang pasti semua yang bertentangan syariat, betapapun indah mata memandang dan kepala membayangkannya, itu semua hanya akan mengundang bahaya dan mendatangkan penderitaan, kesusahan serta kebinasaan.</p><p class="arab">وَاعْلَمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ أَنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ، وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾[الأحزاب:56]، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((من صلَّى عليَّ صلاة صلى الله عليه بها عشرا)) اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.</p><p class="arab">وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنْ سَدِيْدِ الأَقْوَالِ وَصَالِحِ الأَعْمَالِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعِفَّةَ وَالغِنَى.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ اهْدِنَا وَسَدِّدْنَا.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ اَلَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ، يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، عَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ.</p><p class="arab">اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.</p><p class="arab">عِبَادَ اللهِ.. اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-30945761435529146882024-03-06T08:11:00.001-08:002024-03-06T08:11:12.478-08:00Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Bumi<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Bumi</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">﴿ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (1) يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ ﴾ [سبأ: 1–٢] ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْحَلِيْمُ الشَّكُوْرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،</p><p>Takwa adalah pondasi kebahagiaan dan jalan menuju kesuksesan di dunia dan akhirat. Ketauhilah wahai hamba Allah, Allah ﷻ mengajak hamba-hamba-Nya berpikir dan merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya yang telah Dia ciptakan. Merenungi tentang ciptaan-Nya yang sempurna dan agung yang menunjukkan betapa agung dan mulianya pencipta makhluk-makhluk tersebut. Betapa banyak ayat-ayat Alquran yang memberi penjelasan yang begitu gamblang akan kesempurnaah sang Khalik, Allah ﷻ.</p><p>Ada yang menyatakan, “Dalam segala sesuatu terdapat tanda-tanda keagungan-Nya, Yang menunjukkan ke-Maha Esaannya”.</p><p>Ibadallah,</p><p>Di antara tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah ﷻ yang menunjukkan ke-Maha Sempurnaan-Nya adalah bumi ini. Bumi yang menjadi tempat manusia hidup dan berjalan di atasanya. Di dalam bumi sendiri sangat banyak tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan Dialah Yang Maha Sempurna. Allah ﷻ,</p><p class="arab">إِنَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِلْمُؤْمِنِينَ</p><p>“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman.” (QS:Al-Jaatsiyah | Ayat: 3).</p><p class="arab">وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ</p><p>“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 20).</p><p class="arab">أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ</p><p>“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS:Al-Ghaasyiyah | Ayat: 17-20).</p><p>Betapa agungnya ayat-ayat Allah ﷻ ini. Semuanya menujukkan betapa sempurnanya Dia ﷻ. Bumi ini, Allah adakan bukan untuk main-main, sia-sia, atau bahkan berbuat kebatilan. Yang demikian jauh dari hikmah dan kebaikan. Maha Suci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia seperti ini. Allah ﷻ tidak menciptakannya sia-sia. Malah Dia berikan kepada penghuni bumi kenikmatan yang banyak. Kenikmatan yang tidak hingga jumlahnya.</p><p class="arab">وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ (10) فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ (11) وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ (12) فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ</p><p>“Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS:Ar-Rahmaan | Ayat: 13).</p><p>Ibadallah,</p><p>Di antara tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ﷻ di bumi adalah Allah tidak menjadikan bumi itu bergoncang atau hancur menghilang. Padahal ia berada di alam yang memiliki ruang. Ada benda-benda tata surya yang bisa saling menghancurkan. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا</p><p>“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS:Faathir | Ayat: 41).</p><p>Dia ﷻ juga berfirman,</p><p class="arab">وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ</p><p>“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya.” (QS:Ar-Ruum | Ayat: 25).</p><p>Maha Besar dan Maha Suci Allah. Betapa agungnya kekuasaan-Nya. Dia berkemampuan menahan bumi agar tidak bergoncang dan menghilang. Ini adalah tanda kekuasaan-Nya dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Tidak ada sesembahan-sesembahan selain Allah yang dapat melakukan demikian. Bahkan sesembahan selain Allah ﷻ tidak mampu menolak bahaya dan mendatangkan manfaat untuk diri mereka sendiri. Dia-lah Allah ﷻ, Rabb Yang Maha Agung.</p><p>Allah menyempurnakan penciptaan bumi dengan memancangkan gunung-gunung sebagai pengokoh dumi dan juga sebagai keindahan serta nikmat-nikmat lainnya.</p><p class="arab">وَأَلْقَى فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ</p><p>“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu.” (QS:An-Nahl | Ayat: 15).</p><p class="arab">وَالْجِبَالَ أَرْسَاه</p><p>“Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS:An-Naazi’aat | Ayat: 32).</p><p>Allah ﷻ menjadikan gunung untuk menjaga agar bumi tidak bergoncang. Gunung-gunung itu tegak dan menghujam ke dalam bumi. Allah ﷻ menjadikannya bagaikan paku untuk bumi agar ia tetap kuat dan kokoh.</p><p>Kemudian Allah menghamparkan bumi ini untuk para hamba-Nya. Agar hamba-hamba tersebut bisa hidup di atasnya. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا</p><p>“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.” (QS:Nuh | Ayat: 19).</p><p>Dan firman-Nya juga,</p><p class="arab">هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ</p><p>“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS:Al-Mulk | Ayat: 15).</p><p class="arab">وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا</p><p>“Dan Kami hamparkan bumi itu.” (QS:Qaaf | Ayat: 7).</p><p>Alangkah agung penciptan-Nya. Allah menghamparkan bumi. Di atasnya ada jalan-jalan. Padanya juga kapal-kapal bisa berlayar. Di bumi itu pula manusia dan makhluk-makhluk lainnya mengais rezeki mereka dan mencari kenikmatan-kenimatan yang telah Allah anugerahkan. Alangkah agung dan sempurna ciptaan-Nya.</p><p>Ibadallah,</p><p>Di antara tanda kebesaran Allah yang lainnya, yang ada di bumi adalah Anda melihat ada bagian bumi yang kering yang tidak tumbuh di sana tumbuh-tumbuhan, kemudian Allah ﷻ turunkan air lalu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang hijau menyejukkan pandangan. Dan ini adalah ayat-ayat Allah ﷻ yang menunjukkan kebesaran-Nya. Menunjukkan Dialah Tuhan yang sebenarnya. Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِ الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ</p><p>“Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (QS:Al-Hajj | Ayat: 5-7).</p><p>Ibadallah,</p><p>Tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya yang lain, yang ada di muka bumi adalah variasinya jenis-jenis tumbuhan. Beda bentuknya, warnanya, buahnya, rasanya, dll. padahal tumbuh-tumbuhan itu disirami dengan air yang sama. Yaitu air yang berasal dari langit yang sama. Alangkah agungnya tanda-tanda kebesaran-Nya. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ</p><p>“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS:Ar-Ra’d | Ayat: 4).</p><p>Ibadallah,</p><p>Allah jadikan bumi ini kokoh bagi para hamba-Nya. Bumi itu tenang tidak membuat orang yang tinggal di atasnya berdesak-desakan. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا</p><p>“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap…” (QS:Al-Mu’min | Ayat: 64).</p><p>Bumi itu kokoh, orang yang berjalan di atasnya tenang tidak terombang-ambing. Alangkah besar tanda kekuasaan Allah ﷻ di bumi.</p><p>Perhatikan dan renungkanlah, ketika bumi ini bergoncang, goncangan gempa yang hanya terjadi pada suatu waktu dan pada bagian tertentu saja. Lihatlah manusia kehilangan ketenangan mereka. Itu hanya terjadi di sebagian tempat dan dalam waktu yang singkat. Apabila gempa itu sangat kuat, maka ia bisa membinasakan manusia.</p><p>Kita mendengar baru-baru ini terjadi gempa di sebagian wilayah dunia. Terjadi dalam suatu malam, namun mengakibatkan ribuan nyawa melayang. Ribuan manusia binasa dalam satu waktu saja. Rumah-rumah mereka hancur. Kebun dan ladang mereka rusak. Ini adalah tanda kebesaran Allah. Allah ﷻ mampu mematikan ribuan manusia dalam satu waktu. Dialah yang kuasa atas segala sesuatu. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا</p><p>“Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS:Al-Israa’ | Ayat: 59).</p><p>Allah ﷻ memberi pengajaran dan pelajaran bagi hamba-hamba-Nya. Agar mereka kembali ingat betapa mereka itu lemah dan Allah ﷻ adalah yang Maha Kuat, Maha Mulia, dan Maha Sempurna. Dia kuasa atas segala sesuatu.</p><p>Tidakkah hamba-hamba Allah mengingat nikmat tenang dan tidak bergoncangnya bumi. Bumi tempat mereka tinggal dan berjalan. Renungkanlah wahai hamba Allah, kalau sekiranya bumi yang ada di bawah kita ini, yang kita sedang duduk dan berjalan di atasnya, ia terus bergetar, bagaimana keadaan kita? Bagaimana keadaan manusia? Bagimana keadaan rumah-rumah dan bangunan? Bagaimana keadaan tanaman di perkebunan?</p><p>Ibadallah,</p><p>Manfaat itulah yang kadang tidak kita rasakan seabgai kenikmatan. Ketenangan bumi inilah yang sudah kita anggap biasa sehingga sedikitnya syukur kita kepada-Nya. Hendaknya kita merenungkan tanda kebesaran Allah. Hendaknya kita menyambut seruan dan perintah-Nya. Ada seorang ulama salaf yang berkata ketika terjadi gempa. Ia berkata kepada orang-orang, “Sesungguhnya Rabb kalian mengingatkan kalian agar kembali kepada-Nya”. Hendaknya seorang hamba kembali dan bertaubat kepada Allah. Mengingat kebesaran-Nya. Mengingat kembali bahwasanya Allah menciptakan mereka untuk menaati mereka.</p><p>Dijelaskan dalam buku-buku sirah bahwasanya terjadi gempa bumi di Kota Madinah, di zaman Umar bin al-Khattab <em>radhiallahu ‘anhu</em>. Umar pun berdiri dan berkhotbah menasihati dan mengingatkan masyarakat. Di antara yang beliau katakana adalah, “Kalau gempa ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal bersama kalian lagi di kota ini”. Maksud beliau tidak mau lagi, karena kalian setelah bersalah tidak segera kembali kepada Allah.</p><p>Ibadallah,</p><p>Hendaknya kita bertaubat kepada Allah. Mengingat nikmat-nikmat dan anugerah-Nya kepada kita. Mengingat apa yang telah Dia beri kepada kita di bumi ini. Dia mengadakan kita dari tidak ada. Dia telah membuat bumi tenang sehingga kita bisa hidup dan berjalan di atasnya dengan tenang pula. Kepada Allah lah kita semestinya taat. Dan kepada-Nya pula mestinya kita merasa takut. Wajib agi kita para hamba menerima perintah-perintah-Nya. Dan rahmat serta kasih sayang-Nya lah yang kita harapkan.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَى وَ أَعِنَّا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ المُتَعَظِّيْنَ المُعْتَبِرِيْنَ، وَاجْعَلْ لَنَا فِيْمَنِ ابْتَلَيْتَهُمْ مِنْ عِبَادِكَ عِظَةً وَعِبْرَةً، وَلَا تَجْعَلْنَا لِغَيْرِنَا عِظَةٍ وَعِبْرَةٍ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا سَوَاءَ السَّبِيْلِ وَأَعِنَّا يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ.</p><p class="arab">أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.</p><p>Ibadallah,</p><p>Marilah kita merenungkan dan memikirkan keadaan kita dan keadaan bumi ini. Allah ﷻ berfirman,</p><p class="arab">وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا (17) ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا</p><p>“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (QS:Nuh | Ayat: 18).</p><p>Sesungguhnya manusia itu berasal dari bumi ini. Karena bapak mereka, Adam, dan keturunannya diciptakan dari tanah. Allah ﷻ menciptakan manusia dari tanah dan akan mengembalikan mereka kepadanya pula. Orang-orang yang wafat akan dikubur di bumi. Allah telah mencukupkan bumi bagi manusia, baik saat mereka masih hidup ataupun telah meninggal dunia.</p><p class="arab">أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ كِفَاتًا (25) أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا</p><p>“Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati?” (QS:Al-Mursalaat | Ayat: 26).</p><p>Allah ﷻ telah mencukupkan bumi kepada manusia. Mereka hidup dan tinggal di atasnya semasa hidup mereka. Kemudian mereka berada di dalam bumi saat mereka telah meninggal dunia.</p><p class="arab">ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا</p><p>“Kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (QS:Nuh | Ayat: 18).</p><p>Kemudian manusia kembali dibangkitkan dan dikeluarkan dari bumi untuk berdiri di hadapan Allah ﷻ mempertanggung-jawabkan amalan mereka. allah ﷻ akan menghisab amalan-amalan yang telah mereka perbuat selama tinggal di muka bumi. Apakah mereka hidup di bumi dalam keadaan beribadah kepada Allah, khusyuk menunaikan perintah-Nya. Sebagaiman firman Allah ﷻ tentang ibadurrahman?</p><p class="arab">وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا</p><p>“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati.” (QS:Al-Furqaan | Ayat: 63).</p><p>Ataukah mereka hidup di bumi dengan berbuat kerusakan, sombong, dan congkak? Hisab dan perhitungan amal di hadapan Allah pada hari kiamat tergantung dengan amalan seorang hamba selamA hidup di dunia.</p><p class="arab">يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ</p><p>“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit…” (QS:Ibrahim | Ayat: 48).</p><p>Ibadallah,</p><p>Kembalilah kepada-Nya. Kembalilah kepada-Nya dengan menaati-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan mempersiapkan diri saat berdiri di hadapan-Nya. Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menundukkan hawa nafsunya, beramal untuk persiapan kehidupan setelah kematian. Dan orang yang lemah adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan panjang angan-angannya.</p><p class="arab">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى خَيْرِ مَنْ مَشِي عَلَى الأَرْضِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَوَاتُهُ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ .</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَّ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدْيْق، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَ كَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى، اَللَّهُمَّ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِحَّةَ العَافِيَةَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p class="arab">وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ وَبَارَكَ وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-24146341428991468682024-03-06T08:09:00.001-08:002024-03-06T08:10:15.091-08:00Keagungan Doa<header><div><h1>Keagungan Doa</h1></div></header><section><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p>إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .</p><p>أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ:</p><p>اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تَقْوَاهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَإِنَّ تَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادٍ يُبلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ.</p><p>Ibadallah,</p><p>Allah telah menetapkan jalur-jalur kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat sebagaimana Dia-pun telah tentukan jalur-jalur keburukan. Barangsiapa yang mengikuti jalur kebaikan dan kebahagiaan pastilah Allah jamin kesuksesan urusan duniawinya di samping kesuksesan yang gemilang pada momen-momen terakhir dengan kekekalan tinggal di surga sebagai tempat kenikmatan dan meraih keridhaan Tuhan yang Maha Pemurah. Firman Allah :</p><p>( هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ) [ الرحمن / 60 ]</p><p>“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula.” (Qs Ar-Rahman : 60).</p><p>Orang yang mengikuti jalur keburukan akan memetik hasil perbuatan buruknya semasa hidupnya dan sesudah matinya. Firman Allah :</p><p>( لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا) [ النساء/123]</p><p>“Bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak [pula] menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak [pula] penolong baginya selain dari Allah.” (Qs An-Nisa : 123).</p><p>Camkanlah, di antara penyebab perolehan keberuntungan, kejayaan, keberhasilan dan silih bergantinya kebaikan serta penghindaran dari segala bencana dan hukuman, juga pengangkatan malapetaka yang melanda dan kemalangan adalah doa dengan tulus ikhlas dalam kekhusukan dan kesungguhan hati dalam doa. Sesungguhnya Allah-<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– suka dimohon dan justru memerintahkan kita untuk selalu memohon. Sebab permohonan doa dapat memberikan manfaat, baik dari hal-hal yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Firman Allah :</p><p>وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ [غافر/60]</p><p>Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Qs Ghafir : 60).</p><p>Doa merupakan ibadah sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Nu’man Bin Bashir bahwa Nabi –<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– bersabda :</p><p>( الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ ) رواه أبو داود والترمذى</p><p>“Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Daud dan Turmuzi. Dikatakannya sebagai hadis hasan shahih).</p><p>Abu Hurairah –<em>radhiyallahu ‘anhu</em>– berkata, Rasulullah – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– bersabda :</p><p>( ليْسَ شَيْءٌ َأكْرَمَ عَلى اللهِ تَعَاَلى مِنَ الدُّعَاءِ ( رواه الترمذى</p><p>“Tidak ada suatu [zikir dan ibadah] yang lebih mulia di sisi Allah dari pada doa.” (HR. Tirmizi, Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Alhakim).</p><p>Dikatakannya sebagai hadis yang shahih sanadnya.</p><p>Doa sangat dianjurkan setiap waktu sebagai ibadah yang berpahala sangat besar. Doa dapat mewujudkan segala kebutuhan pribadi dan umum, urusan dunia dan agama, ketika hidup dan setelah mati.</p><p>Mengingat manfaat doa yang demikian besar, maka Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– mensyariatkannya dalam ibadah-ibadah fardhu sebagai perbuatan yang wajib dilaksanakan atau disunnahkan. Hal itu merupakan bentuk kasih sayang, penghargaan dan anugerah dari Allah-<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– agar kita ikuti jalan yang telah Dia diajarkan kepada kita. Sekiranya bukan karena pengajaran Allah tentang doa, tentu akal pikiran kita tidak akan menemukannya. Firman Allah :</p><p>( وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُم ) [ الأنعام/91]</p><p>“padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya).” (Qs Al-An’am : 91).</p><p>Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah sebanyak-banyaknya dan seindah-indahnya dengan penuh keberkahan di dalamnya sebagaimana yang dikehendaki dan diridhai oleh-Nya.</p><p>Kebutuhan akan doa menjadi sangat mendesak terutama pada zaman sekarang di tengah-tengah menggejolaknya fitnah dan melandanya bencana yang menghancurkan dan menimbulnya petaka yang menimpa kaum muslimin. Juga munculnya kelompok-kelompok pelaku bid’ah yang dapat memecah belah barisan umat Islam, menghalalkan darah dan harta benda yang seharusnya terjaga, bersikap angkuh terhadap ilmu dan para pengemban ilmu, memberi fatwa dengan kebodohan dan penyesatan.</p><p>Di zaman di mana musuh-musuh Islam mengepungnya dan bersekongkol jahat terhadap kaum beriman, bersikap acuh dan berseberangan serta bersengketa di antara kaum muslimin sendiri, dengan bermacam-macam problematika yang melekat pada setiap individu umat Islam, mereka terusir dari kampung halamannya secara semena-mena sehingga mengalami penderitaan dan kesulitan ekonomi. Maka dalam situasi genting yang memanaskan hati kaum muslimin yang tinggal di negara-negara yang terlanda malapetaka seperti itulah kebutuhan akan doa semakin mendesak.</p><p>Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– memuji mereka yang berdoa dengan penuh kerendahan hati kepadaNya ketika tertimpa persoalan-persoalan genting dan krisis. Firman Allah mengisahkan Nabi Adam dan istrinya’ –alaihimas-salam- :</p><p>( قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ) [ الأعراف/23]</p><p>Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs Al-A’raf : 23).</p><p>Firman Allah :</p><p>( وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ، الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ) [ البقرة/155-157]</p><p>“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs Al-Baqarah : 155-157).</p><p>Firman Allah tentang Nabi Yunus :</p><p>( فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ) [الأنبياء/87]</p><p>“maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. (Qs Al-Anbiya : 87).</p><p>Sa’ad Bin Abi Waqash –<em>radhiyallahu ‘anhu</em>– berkata, Rasulullah-<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– bersabda :</p><p>( دَعْوَةُ ذِى النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِى بَطْنِ الْحُوتِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ) [ رواه الترمذى والحاكم</p><p>“Doa Dzun Nun [Nabi Yunus] ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah:</p><p>( لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ )</p><p>‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya’.</p><p>Sesungguhnya tidaklah seorang muslim pun berdoa dengannya ketika menghadapi suatu persoalan melainkan Allah kabulkan doanya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Alhakim, dikatakannya sebagai hadis yang ber-isnad shahih).</p><p>Ketika Rasulullah – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– mengajak suku Tsaqef memeluk Islam, mereka menolak ajakan beliau, bahkan melempari beliau dengan batu, lalu beliau berdoa kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– :</p><p>( اللهمّ أشكو ضعف قوّتي، وقلّة حيلتي، وهواني على النّاس، يا أرحم الرّاحمين، إلى مَن تَكِلُني؟ إلى عدو يتجهَّمني؟ أم إلى عدوٍّ ملّكتَه أمري؟ إن لم يكن بك غضبٌ عليَّ فلا أبالي، ولكن عافيتك أوسع لي، أعوذ بنور وجهِك الذي أشرقتْ له الظّلمات، وصَلَح عليه أمر الدّنيا والآخرة من أن يحل بي غضبَك، أو ينزل بي سخطك، لك العُتْبَى حتى ترضى، ولا حول ولا قوّة إلا بك)</p><p>“Ya Allah, kepadaMu aku mengadu kelemahanku, kekurangan daya upayaku dan kehinaanku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang yang tertindas dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau menyerahkan diriku ini? Kepada orang asing yang akan garang terhadapku ataukah kepada musuh yang menguasai diriku? Sekiranya Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak pedulikan semua itu. Namun afiat-Mu sudah cukup bagiku. Aku berlindung dengan Nur wajah-Mu yang menerangi segala kegelapan dan membuat keteraturan segala urusan dunia dan akhirat, dari turunnya kemarahan-Mu kepadaku atau menimpanya murkaMu atas diriku ini. KepadaMulah aku mengadukan nasib sehingga Engkau ridha. Tiada daya dan tiada upaya kecuali atas petunjuk-Mu jua.”</p><p>Maka hanya dengan doa sajalah segala kesulitan dan malapetaka dalam hidup ini dapat diatasi karena ketidak berdayaan manusia untuk menolaknya.</p><p>Tsauban meriwayatkan, Rasulullah – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– bersabda :</p><p>(إنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ) رواه الترمذي والحاكم</p><p>“Sungguh doa itu bermanfaat untuk mengatasi persoalan yang sudah terjadi dan yang belum terjadi, maka hendaklah kalian berdoa wahai hamba Allah.” (HR. Tirmizi dan Alhakim).</p><p>Abu Hurairah –<em>radhiyallahu ‘anhu</em>– meriwayatkan, Rasulullah –<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– bersabda, sesungguhnya Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– berfirman :</p><p>( أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دعاَنِى ) رواه البخاري ومسلم</p><p>“Aku sesuai persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku selalu bersamanya ketika ia memohon kepada-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).</p><p>Cukuplah besar pahala dan karunia Tuhan itu. Di satu sisi, Allah-–<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– mencela mereka yang enggan berdoa ketika terkena bencana dan tertimpa malapetaka. Firman Allah :</p><p>( وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ ) [المؤمنون /76]</p><p>“Sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan [juga] tidak memohon kepada-Nya dengan merendahkan diri.” (Qs Almukminun : 76).</p><p>Firman Allah :</p><p>(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُون ، فَلَوْلَا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) [ الأنعام/42 ]</p><p>“Sesungguhnya Kami telah mengutus [rasul-rasul] kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan [menimpakan] kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs Al-An’am : 42).</p><p>Firman Allah :</p><p>( وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ) [ الأعراف / 94 ]</p><p>“Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.” (Qs Al-A’raf : 94).</p><p>Meninggalkan doa dalam kondisi krisis merupakan sikap nekat dan terlalu berani dalam berbuat dosa dengan menyepelekan sanksi hukuman Allah yang sangat pedih. Firman Allah :</p><p>( إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ ) [ البروج 12]</p><p>“Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.” (Qs Al-Buruj : 12).</p><p>Doa merupakan faktor utama bagi turunnya kebaikan dan keberkahan serta tertangkisnya dan terangkatnya keburukan dari orang yang berdoa. Doa pula sebagai solusi yang dominan untuk melepaskan diri dari persoalan yang terjadi dan kesulitan yang menimpa. Firman Allah :</p><p>( وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ، فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ ) [ الأنبياء / 83-84 ]</p><p>Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Qs Al-Anbiya : 83-84).</p><p>Firman Allah :</p><p>( أمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ ) [ النمل / 62 ]</p><p>“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” (Qs An-Naml : 62).</p><p>Tentu tidak ada seorang pun yang mampu berbuat banyak kecuali Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– .</p><p>Firman Allah :</p><p>( قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ) [الأنعام/63]</p><p>Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur”. (Qs Al-An’am : 63).</p><p>Seorang muslim sudah seharusnya mendekatkan diri kepada Allah dalam upaya melakukan perbaikan terhadap segala urusan dan melaporkan segala kebutuhannya kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-. Hendaklah memohon kepada Allah, apapun yang dibutuhkannya, sedangkan klimaks dari segala permohonan adalah surga dan terhindar dari siksa neraka. Firman Allah dalam hadis Qudsi :</p><p>( يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ . يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ ) رواه مسلم</p><p>“Wahai hamba-Ku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya kalian Aku beri hidayah. Wahai hamba-Ku, kalian semua kelaparan kecuali siapa yang aku beri makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya kalian Aku beri makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah telanjang kecuali siapa yang aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya kalian Aku beri pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni semua dosa, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya kalian akan Aku ampuni.” (HR. Muslim dari hadis Abu Dzar – <em>radhiyallahu ‘anhu</em>).</p><p>Artinya, mintalah kalian petunjuk, makanan, pakaian dan ampunan kepadaKu niscaya Aku penuhi permintaan kalian.</p><p>Hadits ini merupakan penekanan agar seseorang selalu memohon kepada Allah, sampai dalam persoalan tali alas kakinya dan rasa asin (garam) pada makanannya-pun diperintahkan untuk dimohonkan kepada-Nya.</p><p>Betapa banyak doa yang mampu merubah perjalanan sejarah dari kondisi buruk menjadi baik, dan dari kondisi baik menjadi lebih baik. Firman Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– tentang Nabi Ibrahim – alaihis-salam- :</p><p>(رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ) [البقرة/129]</p><p>“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Alquran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs Al-Baqarah : 129).</p><p>Abu Umamah – <em>radhiyallahu ‘anhu</em>– berkata, aku bertanya, Ya Rasulullah!</p><p>( مَا كَانَ أَوَّلُ بَدْء أَمْرِكَ؟ قَالَ: “دَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى بِي، وَرَأَتْ أُمِّي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ ) رواه أحمد</p><p>Apa sebenarnya permulaan dari urusanmu? Nabi menjawab, “Doa ayahku Ibrahim, berita gembira oleh Isa mengenai aku, dan ibuku melihat dalam mimpinya telah keluar dari tubuhnya suatu cahaya yang menerangi gedung-gedung negeri Syam.” (HR. Ahmad).</p><p>Kaum muslimin selalu dalam kebaikan berkat doa itu. Bumi ini pun mendapatkan keberkahan dari doa mereka. Doa yang dipanjatkan oleh Nabi Nuh –<em>alaihissalam</em>– membawa keberkahan bagi seluruh orang-orang beriman yang meng-esa-kan Allah, dan mendatangkan bencana bagi kaum pagan [orang-orang musyrik]. Demikian pula doa Nabi Isa –<em>alaihissalam</em>– dan sahabat-sahabatnya yang terkepung di Tursina pada akhir zaman merupakan kemenangan bagi kaum muslimin dan kehancuran bagi Gog dan Magog sebagai bangsa laksana belalang yang bertebaran di bumi, mereka adalah sejahat-jahat mahluk dan paling banyak berbuat kerusakan, keonaran dan arogansi.</p><p>Disebutkan dalam hadis Annawas Bin Sam’an –<em>radhiyallahu ‘anhu</em>– sesudah Nabi Isa-<em>alaihissalam</em>– selesai membunuh Almasih Dajal :</p><p>( إذْ أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لاَ يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ رضِيَ الله ُعَنهُمْ إلَى اللهِ تعَالى فيَدْعُوْنَهُ فَيُرْسِلُ اللهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ وَهُوَ الدُّوْدُ فَيُصْبِحُونَ مَوْتَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اْلأَرْضِ فَلاَ يَجِدُونَ فِي اْلأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلاَّ مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللهِ يَدْعُوْنَهُ فَيُرْسِلُ اللهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللهُ تَعَالَى ) رواه مسلم</p><p>Ketika Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– mewahyukan kepada Isa –<em>alaihissalam</em>-: Sesungguhnya Aku mengeluarkan hamba-hambaKu yang tidak ada kemampuan bagi seorang pun untuk memeranginya. Maka biarkanlah mereka hamba-hambaKu menuju Tursina. Lalu Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– keluarkan Gog dan Magog yang mana mereka mengalir dari setiap tempat yang tinggi. Gelombang pertama melewati danau Tabariah, dan meminum seluruh air yang ada padanya, hingga ketika barisan paling belakang telah sampai pada danau tersebut mereka berkata: “Sungguh dahulu di sini masih ada airnya.” Ketika itu Nabi Isa –<em>alaihissalam</em>– dan para sahabatnya terkepung, hingga kepala sapi bagi mereka saat itu lebih berharga dari pada seratus dinar kalian saat ini. Maka Isa dan para sahabatnya berharap [berdoa] kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-, lalu Allah-pun mengirim sejenis ulat yang menyerang leher mereka. Maka pagi harinya mereka seluruhnya binasa menjadi bangkai-bangkai dalam waktu yang hampir bersamaan. Kemudian turunlah Nabi Isa-<em>alaihissalam</em>– [dari gunung Tursina] bersama para sahabatnya, ketika itulah tidak didapati satu jengkal pun tempat kecuali penuh dengan bangkai dan bau busuk mereka. Maka Nabi Isa –<em>alaihissalam</em>– pun berharap (berdoa) kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-. Maka Allah lalu mengirimkan burung-burung yang lehernya seperti unta, membawa bangkai-bangkai mereka dan kemudian dilemparkan di tempat yang Allah kehendaki).” (HR. Muslim).</p><p>Doa Nabi kita Muhammad –<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– pemimpin umat manusia bersama sahabat-sahabatnya di Badar merupakan kemenangan bagi Islam secara permanen dan kenistaan bagi kekafiran untuk selama-lamanya. Firman Allah :</p><p>( إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ) [ الأنفال /9]</p><p>Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan untukmu berupa seribu malaikat yang datang berturut-turut. (Qs Al-Anfal : 9).</p><p>Nabi-<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– berdoa dengan sepenuh hati di Badar sehingga kain selendang beliau melorot. Abu Bakar- <em>radhiyallahu ‘anhu</em>– mendampingi beliau lalu berkata : Cukuplah sudah Ya Rasulullah apa yang engkau mohonkan kepada Tuhan, karena Allah sungguh memenuhi janjiNya kepada engkau.</p><p>Doa memohon untuk kemenangan bagi kebenaran dan kehancuran bagi kebatilan merupakan kebulatan hati dalam berbuat baik kepada Allah, kitabNya, rasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin pada umumnya. Oleh karena itu, tidak mungkin meninggalkan doa kecuali orang yang jelas terhalang dari nasib mujur di dunia dan akhirat, yang menyia-nyiakan tugas wajibnya terhadap Islam dan sesama muslim.</p><p>Di sebutkan dalam hadis :</p><p>” مَنْ لَمْ يَهْتَم بِأمِرِ المْسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ ”</p><p>“Barangsiapa yang tidak peduli pada urusan kaum muslimin, tidaklah ia termasuk golongan mereka.”</p><p>Jika kita teliti secara seksama pengaruh doa, keberkahan, kebaikan dan dampak positifnya yang mengagumkan, tentu perlu pemaparan yang panjang lebar. Namun di sini cukuplah apa yang kami singgung di atas.</p><p>Berdoa tentu ada syarat-syaratnya dan etikanya. Antara lain, hendaknya orang yang berdoa memakan makanan yang halal dan mengenakan pakaian yang halal. Rasulullah –<em>shallallhu alaihi wa sallam</em>– berpesan kepada Sa’ad Bin Abi Waqash : “Wahai Sa’ad, bersihkanlah makananmu niscaya doamu terkabulkan”.</p><p>Di antara syarat berdoa ialah tetap dalam koridor Sunnah Nabi dan mengikuti ketetapan Allah dengan menjalankan perintah-perintahnya. Allah berfirman :</p><p>(وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ) [البقرة/186]</p><p>“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka [jawablah], bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah-Ku] dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs Albaqarah : 186).</p><p>Firman Allah :</p><p>( وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ) [ الشورى/26]</p><p>“Dan Dia memperkenankan [doa] orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah [pahala] bagi mereka dari karunia-Nya.” (Qs As-Syura : 26).</p><p>Perlu diingat, doa orang yang teraniaya adalah mustajabah meskipun dia itu orang kafir atau pelaku bid’ah.</p><p>Di antara syarat berdoa ialah ikhlas dan kehadiran hati serta kemauan bulat dalam memohon dengan mendekatkan diri kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-. Firman Allah :</p><p>( فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ) [ غافر/14]</p><p>“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai.” (Qs Ghafir : 14).</p><p>Disebutkan dalam hadis :</p><p>“Allah tidak menerima doa seseorang yang hatinya lalai dan melayang”.</p><p>Di antara syarat terkabulnya doa ialah tidak berdoa untuk sesuatu yang berakibat dosa atau pemutusan tali kekerabatan, dan tidak berdoa untuk sesuatu yang melampaui batas-batas kewajaran.</p><p>Di antara sebab terkabulnya doa ialah memuji Allah dengan menyebut nama-namaNya yang baik (Asmaul-Husna) dan sifat-sifatNya yang luhur serta bershalawat kepada Nabi-<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>-.</p><p>Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasulullah-<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– mendengar seorang lelaki berdoa :</p><p>( اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنِّيْ أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ اْلأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَد). رواه أبوداود والترمذى</p><p>“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Esa, tidak membutuhkan sesuatu tapi segala sesuatu membutuhkan-Mu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak seorang pun yang menyamaiNya). Maka beliau – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– berkata kepadanya : “ Sungguh kamu telah memohon kepada Allah melalui asma-Nya yang agung yang bilamana seseorang memohon dengannya niscaya diberi, dan bilamana ia berdoa dengannya, niscaya doanya dikabulkan pula.” HR. Abu Daud dan Tirmizi. Dikatakannya sebagai hadis hasan).</p><p>Fudhalah Bin Ubaid-<em>radhiyallahu ‘anhu</em>– berkata : Ketika Rasulullah – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– sedang duduk, tiba-tiba ada seorang lelaki masuk lalu berdoa :</p><p>( اللّهُمَّ اغْفِرْلِى وَارْحَمْنِى )</p><p>“Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku ), maka Rasulullah- <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– menegurnya seraya berkata : “Kamu terlalu tergesa-gesa hai orang yang sedang berdoa. Jika kamu berdoa lalu duduk, pujilah Allah sebagaimana lazimnya dengan Allah, sesudah itu berdoalah shalawat untukku, lalu memohonlah kepada Allah”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi. Dikatakannya sebagai hadis hasan).</p><p>Dalam hadis lain disebutkan bahwa doa seseorang senantiasa tergantung di antara langit dan bumi sehingga orang tersebut menyampaikan doa shalawat kepada Nabi –<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>-.</p><p>Di antara etika dan syarat terkabulnya doa, seorang yang berdoa hendaklah tidak tergesa-gesa, tetapi bersabar. Disebutkan dalam hadis, “Akan terpenuhi doa salah seorang di antara kalian selagi tidak tergesa-gesa, sambil bergumam, “aku sudah berdoa, namun belum kunjung dikabulkan juga”. HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abu Hurairah- <em>radhiyallahu ‘anhu</em>-.</p><p>Bersamaan dengan kelanggengan berdoa, akan terkabul doa seseorang. Disebutkan dalam hadis, : “Tidak seorang pun muslim di atas bumi yang berdoa melainkan Allah memperkenankan apa yang diminta atau menghindarkannya dari keburukan yang setara dengannya selagi dirinya tidak memohon sesuatu yang mengandung dosa atau pemutusan tali kekerabatan, maka tiba-tiba ada seorang lelaki yang berkata, “Kalau demikian kami memperbanyak doa. Maka Nabi-<em>sallallahu ‘alaihi wa sallam</em>– bersabda : “Allah-pun akan memperbanyak pemberianNya”. HR Tirmizi, dikatakannya sebagai hadis hasan shahih. Diriwayatkan pula oleh Alhakim melalui jalur Abu Said dengan tambahan redaksi :</p><p>” أو يَدًّخِرُ لَهُ مِنْ مِثْلِهَا ”</p><p>“Atau Allah mendepositokan baginya kebaikan yang setara dengannya.”</p><p>Maka seyogianya seorang muslim membidik waktu-waktu yang mustajabah untuk berdoa. Rasulullah- <em>sallallahu ‘alaihi wa sallam</em>– pernah ditanya, “Ya Rasulallah, doa apakah yang paling didengar oleh Allah?”. Beliau menjawab, “Doa di akhir tengah malam dan di setiap selesai shalat fardhu”. HR Tirmizi, dikatakannya sebagai hadis hasan dari hadis Abu Umamah.</p><p>Dalam hadis disebutkan :</p><p>( يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ : مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ ) رواه البخاري ومسلم</p><p>“Tuhan kita -tabaaraka wa ta’ala- turun pada setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, Dia berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku berikan, siapa yang minta ampun kepada-Ku akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim dari hadis Abu Hurairah- <em>radhiyallahu ‘anhu</em>-).</p><p>Doa di waktu antara azan dan iqamah tidak akan tertolak. Demikian pula pada saat bersujud. Disebutkan dalam hadis,</p><p>( أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ) رواه مسلم</p><p>“Keadaan paling dekat bagi seorang hamba kepada Tuhan-nya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah berdoa.” (HR. Muslim dari hadis Abu Hurairah).</p><p>Ketika melihat Ka’bah, ketika turunnya hujan, ketika sedang dalam keadaan darurat, setelah mengkhatamkan Alquran dan setelah bersedekah pun doa seseorang terkabulkan.</p><p>Betapa besar kebahagiaan, keberuntungan dan pahala bagi orang yang hatinya selalu tersambung dengan Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-, yang selalu memohon, mengharap, bertawakal dan meminta pertolonganNya.</p><p>Sungguh celaka dan terlampau jauh kemusyrikan dan kekafiran orang yang memohon kepada pemakaman dan pekuburan atau menyampaikan hajat hidupnya kepada malaikat atau nabi. Tugas para nabi dan rasul adalah mengajak umat manusia untuk memohon kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– semata, dan memurnikan permohonan hanya kepadaNya. Demikian pula para wali, kita diperintahkan untuk berbuat seperti apa yang mereka perbuat dan meneladani mereka, kita dilarang berdoa, mengharap dan memohon kepada mereka. Firman Allah :</p><p>( وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا ) [ الجن / 18 ]</p><p>“an sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping [menyembah] Allah.” (Qs Al-Jin : 18).</p><p>Firman Allah :</p><p>( قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا ) [ الجن / 20 ]</p><p>Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (Qs Al-Jin : 20).</p><p>Seseorang yang menghilang dan orang-orang mati, tidak ada seorangpun di antara mereka yang bisa memenuhi permohonan yang ditujukan kepada mereka, sebab yang bisa memenuhi dan mengabulkan doa hanyalah Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-.</p><p>Firman Allah :</p><p>( لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ) [ الرعد/14]</p><p>“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Qs Ar-Ra’d : 14).</p><p>Firman Allah :</p><p>( وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ ، وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ ، [ الأحقاف/5 – 6]</p><p>“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari [memperhatikan] doa mereka. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (Qs Al-Ahqaf : 5-6).</p><p>Allah pun berfirman dalam konteks pengisahan tentang pekerjaan-pekerjaan-Nya :</p><p>يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ ، إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ ) [ فاطر/ 13 – 14 ]</p><p>“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang [berbuat] demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru [sembah] selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Qs Fathir : 13-14).</p><p>Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– tidak mengizinkan seseorangpun memohon kepada selainNya meskipan yang dimohon itu malaikat yang dekat kepada Allah.</p><p>Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– berfirman mengisahkan Nabi Isa Bin Maryam –<em>alaihissalam</em>– :</p><p>( وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ ) [ المائدة / 72 ]</p><p>Al Masih [sendiri] berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun)”. (Qs Al-Maidah : 72).</p><p>( مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ ) رواه البخاري</p><p>“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah, maka masuklah ia kedalam neraka.” (HR. Bukhari dari hadis Abdullah Bin Mas’ud).</p><p>Saudaraku kaum muslim!</p><p>Itulah pesan Kitab Allah dan Sunnah rasul-Nya –<em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– yang menandaskan bahwa doa pada hakikatnya adalah ibadah, Oleh karena itu doa hanya boleh ditujukan kepada Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>-. Barangsiapa yang melibatkan seseorang selain Allah dalam doa, maka ia telah melakukan kemusyrikan besar. Maka dalam hal kesesatan dan kemusyrikan ini janganlah ada seseorang yang meniru-niru orang lain, sebab tidak seorangpun terjebak dalam kemusyrikan dan kekafiran kecuali akibat sikapnya yang suka meniru-niru dan mengikuti orang-orang yang tersesat.</p><p>Firman Allah :</p><p>( أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ ، إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ ، إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ ، طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ ، فَإِنَّهُمْ لَآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ ، ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيمٍ ، ثُمَّ إِنَّ مَرْجِعَهُمْ لَإِلَى الْجَحِيمِ ، إِنَّهُمْ أَلْفَوْا آبَاءَهُمْ ضَالِّينَ ، فَهُمْ عَلَى آثَارِهِمْ يُهْرَعُونَ ) [ الصافات / 62-70]</p><p>“Makanan surga itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala. mayangnya seperti kepala setan-setan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim. Karena sesungguhnya mereka mendapati bapak-bapak mereka dalam Keadaaan sesat. Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu.” (Qs. Ashshafat : 62-70).</p><p>Firman Allah :</p><p>( ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ) ( الأعراف/55]</p><p>“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs Al-A’raf : 55).</p><p>Semoga Allah mencurahkan keberkahan kepadaku dan kepada kalian berkat pengamalan Alquran yang agung !</p><p>أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p>اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p><p>أَمَّا بَعْدُ:</p><p>Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan memperbaiki amal perbuatan kalian dan menjadikan kalian orang-orang yang beruntung di dunia sekarang dan di akhirat kelak.</p><p>Hamba-hamba Allah!</p><p>Tetaplah kalian tersambung dengan Allah dengan selalu memohon kepadaNya dalam doa. Tidak akan kecewa orang yang memohon kepadaNya dan tidak akan terhalang dari anugerahNya orang yang mengharapkan karuniaNya.</p><p>Kebutuhan hidup setiap menusia akan tetap ada, dengan berbagai macam tuntutan yang muncul setiap waktu. Maka hendaklah setiap individu memohon kepada Tuhannya apa saja yang dinilainya sebagai suatu kebaikan, dan hendaklah berlindung kepadaNya dari apapun yang diduganya mendatangkan keburukan.</p><p>Puncak dari permohonan adalah ridha Ilahi dan surgaNya, sedangkan perlindungan yang paling urgen adalah terhindar dari hukuman neraka. Oleh sebab itu sepatutnya setiap muslim bersungguh-sungguh dalam memohon kepada Tuhan apapun hajat yang mendesak baginya, karena Allah –<em>Subhanahu wa Ta’ala</em>– Maha Pemurah dan Maha Terpuji, Maha Dermawan, Maha Agung dan Maha Kuasa.</p><p>Firman Allah dalam hadis Qudsi :</p><p>( يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِيْ شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِيْ شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ). رواه مسلم</p><p>“Wahai hambaKu seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal itu tidak menambah apa yang Aku miliki sedikitpun. Wahai hambaKu seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin, semuanya dalam keadaan paling durhaka di antara kalian, niscaya hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada padaKu sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada padaKu kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan.” (HR. Muslim).</p><p>Dianjurkan bagi seorang muslim memilih doa sapu jagat yang diajarkan oleh Nabi – <em>shallallahu alaihi wa sallam</em>– sebagaimana dalam ayat Alquran :</p><p>( رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ) [ البقرة / 201 ]</p><p>Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (Qs Albaqarah : 201).</p><p>Dan doa ma’tsur lainnya seperti :</p><p>اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.</p><p>“Ya Allah, kami memohon kepada-Mu ridha dan surga-Mu serta semua ucapan maupun perbuatan yang dapat mendekatkan kami kepadanya, dan kami berlindung kepada-Mu dari murka dan neraka-Mu serta semua ucapan maupun perbuatan yang dapat mendekatkan kami kepadanya.”</p><p>وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .</p><p>وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p><p>اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p><p>اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،</p><p>اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p>عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-65426006015146123832024-03-06T08:08:00.001-08:002024-03-06T08:08:34.706-08:00Shalat Berjamaah Tidak di Rumah<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Shalat Berjamaah Tidak di Rumah</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَحْمَدُهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَسْتَعِيْنُهُ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، فِي رُبُوْبِيَتِهِ وَإِلَهِيَتِهِ وَأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p class="arab">أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،</p><p>Ibadallah,</p><p>Apakah ada seseorang yang berpuasa Ramadhan, tetapi ia tidak menegakkan shalat lima waktu yang sudah menjadi kewajibannya?</p><p>Pertanyaan di atas, nampaknya tidak sulit untuk menjawabnya. Fenomena seperti itu ada di tengah masyarakat. Misalnya, tidak mengerjakan shalat lima waktu, atau jarang-jarang melakukannya, namun tidak pernah absen dalam menjalankan puasa “sebisanya” pada bulan Ramadhan. Persoalannya, lantaran pada sebagian orang ada anggapan keliru. Menurutnya, shalat wajib yang berulang sampai lima waktu dirasakan memberatkan. Padahal, bagi orang-orang yang memperoleh taufik, shalat lima waktu itu terasa nikmat. Wallahul-Hadi.</p><p>Perhatian syariat terhadap ibadah shalat ini sangat besar. Tersirat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, tatkala mengutus Mu’adz bin Jabal <em>radhiyallahu ‘anhu</em> ke negeri Yaman dalam misi dakwah, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> membatasi misi dakwah hanya pada tiga persoalan utama. Yaitu bersyahadat La Ilaha Illallah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Tidak menyinggung puasa maupun haji yang termasuk dari lima rukun Islam.</p><p>Penjelasannya, masuk Islam yang diawali dengan pembacaan syahadat itu terasa berat bagi orang-orang kafir. Demikian pula shalat, mengandung unsur yang seolah memberatkan karena merupakan kewajiban yang berulang-ulang. Demikian pula dengan membayar zakat, lantaran cinta harta termasuk sifat bawaan manusia. Wallahu a’lam.</p><p>Kaum muslimin rahimakumullah,</p><p>Di dalam rumah, predikat suami ialah sebagai rabbul-bait (pemilik rumah) atau al-qawwam (pengendali dan pengatur). Maknanya, ialah orang yang menangani sesuatu dalam bentuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. Bila dihubungkan dengan konteks keluarga, maka seorang lelaki (suami) berkewajiban menangani urusan-urusan rumah tangganya. Dia memikul tanggung jawab dalam merawat, memelihara dan memperbaiki seluruh isi rumahnya.</p><p>Adapun menyediakan nafkah penghidupan bagi rumah tangganya, istri dan anaknya, bukan satu-satunya kewajiban yang dipikul oleh seorang lelaki. Jumlah tanggung jawabnya sangatlah banyak sebagai konsekuensi kedudukannya sebagai al-qawwam yang Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> tetapkan atas dirinya.</p><p>Misalnya, masalah ketekunan keluarga untuk mendirikan shalat –yang merupakan kewajiban setiap muslim– juga mengikat dirinya sebagai ayah dan suami. Penekanan masalah ini pada seluruh anggota keluarga sangat berpengaruh bagi seisi rumah. Karena seorang hamba, jika ia benar dalam menegakkan shalatnya, maka dengan urusan lainnya dalam urusan agama, ia akan lebih menjaga dan tekun mengerjakannya. Jika ia menyia-nyiakan shalat, maka ia akan lebih menyia-nyiakan perintah lainnya dalam perkara agama. Seperti disitir oleh Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab <em>radhiyallahu ‘anhu</em>:</p><p class="arab">وَمَنْ ضَيَّعَهَا فَهُوَ لِماَ سِوَاهَا أَضْيَعُ</p><p>“Barang siapa menyia-nyiakannya, ia akan lebih meremehkan kewajiban-kewajiban selainnya.”</p><p>Tentang perkara penting ini, secara khusus Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> menurunkan ayat agar Rasul-Nya yang mulia memerintahkan keluarga beliau n mendirikan shalat. Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> berfirman:</p><p class="arab">وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا</p><p>“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha/20:132).</p><p>Maksudnya, “dan himbaulah keluargamu untuk mendirikan shalat, doronglah mereka untuk shalat, baik yang wajib maupun sunnah. Ini juga mengandung pengertian, sebagai perintah untuk melakukan segala sesuatu, sehingga shalat yang dikerjakannya menjadi sempurna.</p><p>Termasuk dalam firman Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> di atas, ialah perintah agar mengajarkan kepada anggota keluarga perihal tata cara shalat Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> , perkara-perkara yang membaguskan dan menyempurnakan shalat, juga perkara-perkara yang dapat merusak dan membatalkannya. Dengan demikian, shalat itu benar-benar ditegakkan oleh seluruh anggota keluarga sesuai tuntunan Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>.</p><p>Dengan mentaati perintah di atas, suami atau ayah telah melaksanakan salah satu perintah Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> sebagai pemimpin rumah tangga. Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em>memerintahkan kaum muslimin supaya menjaga dan memelihara diri dan keluarga mereka. Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> berfirman:</p><p class="arab">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا</p><p>“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (at-Tahrim/66-6).</p><p>Sungguh, hal itu sangat berat dirasakan oleh jiwa manusia. Akan tetapi, seseorang harus memaksa dan melawan hawa nafsunya untuk mengerjakan kewajiban shalat dan selalu bersabar dengan ibadah ini. Karena, seseorang akan diganjar dengan kebaikan jika ia mendidik dan mengajar budak wanitanya, maka sudah tentu jika ia mendidik anak-anak dan anggota keluarganya, ia juga akan memperoleh ganjaran kebaikan dari Allah al-‘Alim asy-Syakur.</p><p>Ibadallah,</p><p>Dengan dalih supaya anggota keluarga, utamanya anak-anak terkontrol shalatnya, atau melatih si kecil agar mengenal ibadah shalat sejak dini, maka muncullah gejala menyediakan ruang di dalam rumah yang dikhususkan untuk ibadah, dalam hal ini shalat berjamaah dengan imam sang ayah. Padahal, masjid atau musholla tidak seberapa jauh dari rumah tinggal.</p><p>Keputusan sang ayah sebagai pemimpin keluarga, dalam hal ini kurang tepat. Lantaran syariat telah menetapkan, bahwa pelaksanaan shalat fardhu secara berjamaah dilakukan di tempat yang khusus, yaitu masjid-masjid. Kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti ketika turun hujan. Dan konsekuensinya, dengan tidak mendatangi masjid, berarti pahala yang dijanjikan, berupa keterpautan 27 atau 25 kebaikan dibandingkan shalat sendirian pun tak dapat diraihnya. Artinya, mestinya ia tetap pergi ke masjid untuk menjalankan shalat fardhu secara berjamaah.</p><p>Menurut pemahaman para sahabat Rasulullah, bahwasanya hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat berjamaah berlaku di masjid-masjid jami’ atau masjid-masjid umum, bukan di dalam rumah. Para sahabat berduyun-duyun ke masjid bila ingin memperoleh pahala shalat jamaah, bukan menunaikannya di tempat tinggal mereka. Bila shalat jamaah terlewatkan, baru mereka menjalankan shalat wajib di rumah. Jadi, shalat jamaah mereka hanya di masjid saja. Sedangkan rumah untuk melaksanakan shalat-shalat munfarid (sendiri).</p><p>Ibnu Nujaim rahimahullah berkata: “Barang siapa melaksanakan shalat jamaah di rumah, ia tidak mendapatkan pahala shalat jamaah, kecuali karena ada udzur (yang dibenarkan syariat, Pen.)”.</p><p>Landasar penjelasan ini ialah hadits Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> :</p><p class="arab">صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ</p><p>“Shalat seseorang di jamaah lebih besar dibandingkan shalatnya di rumah dan pasarnya sebanyak dua puluh lima lipat. Demikian ini, tatkala ia berwudhu dan mengerjakannya dengan baik, kemudian ia keluar menuju masjid, tidak keluar melainkan untuk mengerjakan shalat (jamaah), tidaklah ia melangkahkan kakinya kecuali akan mengangkat derajatnya dan menghapus kesalahannya. Apabila ia sedang menjalankan shalat, maka malaikat akan senantiasa mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya (dengan doa): ‘Ya Allah, berikanlah kebaikan baginya. Ya Allah, rahmatilah dia’. Dan salah seorang dari kalian tetap berada dalam kondisi shalat selama menantikan shalat”. (HR al-Bukhari).</p><p>Sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> dalam hadits di atas “kemudian ia keluar menuju ke masjid” merupakan ‘illah (alasan) yang manshushah (eksplisit, sangat jelas) tertuang dalam hadits, sehingga tidak boleh dikesampingkan. Adapun dalam masalah mendidik dan melatih anak-anak agar mau menjalankan ibadah shalat, ada cara lain yang telah dicontohkan.</p><p>Ibadallah,</p><p>Shalat yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim (laki-laki) di rumah tinggalnya, sebenarnya sudah ditentukan. Yaitu pada shalat-shalat nawafil (shalat-shalat sunnat), semisal shalat rawaatib, dhuha, dan lainnya. Demikianlah, petunjuk dan anjuran Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, bahwasanya menunaikan shalat-shalat sunnat ialah di rumah.</p><p>Disebutkan dalam riwayat dari Zaid bin Tsabit <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="arab">فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ</p><p>“Sungguh, sebaik-baik shalat, (ialah) shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat maktubah (shalat wajib).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).</p><p>Dengan melaksanakan shalat sunnat di rumah, berarti seseorang telah mengaplikasikan petunjuk Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> dan menghidupkannya (ihya`us-sunnah). Dan lagi, dengan melaksanakan shalat sunnat di rumah, berarti menambah tingkat keikhlasan dan pahala, karena jauh dari pandangan orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> berbicara tentang keutamaan shalat sunnah di rumah :</p><p class="arab">صَلَاةُ الرَّجُلِ تَطَوُّعًا حَيْثُ لَا يَرَاهُ النَّاسُ تَعْدِلُ صَلاَتَهُ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ</p><p>Shalat sunnah seseorang dengan tanpa dilihat oleh manusia, (pahalanya) menyamai shalatnya di tengah-tengah manusia sebanyak dua puluh lima derajat. (Shahih al-Jami’, no. 3821).</p><p>Syaikh Abdul ‘Aziz as-Sad-han menyebutkan fungsi lain dalam hal pelaksanaan shalat sunnat oleh orang tua di rumah. Yaitu manfaat yang bersifat tarbawi (edukatif). Bahwa anak-anak akan terpengaruh dengan apa yang dilakukan sang ayah. Anak-anak menyaksikan sang ayah yang sedang menjalankan shalat (sunnah) dengan mata kepala mereka sendiri.</p><p>Ini terkait dengan sifat bawaan anak-anak, yaitu suka meniru apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Melalui sifat inilah, anak-anak diharapkan mendapatkan pengaruh positif dari shalat sunnah. Kemudian tertanam pada jiwa mereka mengenai cara menjalankan ibadah shalat secara baik dan benar. Sehingga terkadang bisa dilihat, si anak berdiri berjajar dengan ayah, atau menirukan beberapa gerakan dalam shalat.(11) Maka dalam hal ini, berarti sang ayah telah mendidik anak-anak (dan anggota keluarganya) melalui keteladanan (at-tarbiyah bil-qudwah)</p><p class="arab">أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p>Ibadallah,</p><p>Dari khotbah yang khotib sampaikan tadi, kita dapat memetik beberapa pelajaran:</p><p>Pertama: Shalat merupakan salah satu kewajiban terpenting.</p><p>Kedua: Ayah (suami) wajib memerintahkan keluarganya untuk mendirikan shalat.</p><p>Ketiga: Shalat fardhu berjamaah berlaku di masjid, bukan di rumah.</p><p>Keempat: Shalat Sunnat lebih utama dikerjakan di rumah.</p><p>Kelima: Shalat sunnat yang dikerjakan di rumah memiliki fungsi edukatif (pendidikan) bagi anak-anak.</p><p class="arab">وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .</p><p class="arab">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p class="arab">عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-58833079242252701312024-03-06T08:06:00.001-08:002024-03-06T08:06:44.449-08:00Tanggung Jawab Seorang Koruptor di Hadapan Allah<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Tanggung Jawab Seorang Koruptor di Hadapan Allah</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَحْمَدُهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَسْتَعِيْنُهُ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، فِي رُبُوْبِيَتِهِ وَإِلَهِيَتِهِ وَأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p class="arab">أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،</p><p>Ibadallah,</p><p>Sebagian orang merasa tidak nyaman bila harus berurusan dengan birokrasi. Sementara ada juga sebagian orang yang jelas-jelas salah, namun kelihatan tenang saja meski berurusan dengan aparat penegak hukum. Itulah dua kenyataan yang sering kita dengar. Kesan bahwa uang bisa memuluskan persoalan sulit ditampik. Yang benar divonis salah, yang baik dijadikan tersangka, yang tidak berhak dimenangkan dalam meja peradilan. Semua seakan bisa “diatur” asal ada uang.</p><p>Akibat buruk yang ditimbulkan oleh ulah para koruptor sangat merugikan masyarakat. Betapa banyak orang menjerit kecewa lalu mengutuk para pelaku koruptor karena merasa sangat dirugikan. Betapa banyak orang meregang nyawa menunggu kedatangan bantuan, namun bantuan yang ditunggu tak kunjung tiba karena habis digerogoti oleh oknum-oknum petugas yang bermental korup. Itulah satu diantara sekian penderitaan akibat perilaku buruk para koruptor.</p><p>Begitu tega hati mereka melihat orang lain bergumul dengan penderitaan. Tidakkah mereka sadari bahwa kenikmatan dunia yang mereka kejar-kejar itu hanyalah kenikmatan semu yang akan mereka tinggal ketika ajal mendatangi mereka. Selanjutnya tinggallah beban tanggung-jawab yang masih di atas pundaknya. Dia akan ditanya tentang hartanya. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> memberitahukan :</p><p class="arab">لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ</p><p>“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara : Tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ? Tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ? Tentang hartanya, darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia menafkahkannya ? Dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan.” (HR at-Tirmidzi dan ad-Darimi, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ , no. 7300).</p><p>Lebih dari itu, semakin banyak ia “menikmati” dan mengkonsumsi hasil korupsinya, itu berarti ia semakin membuka dan memuluskan jalannya menuju siksa neraka. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda :</p><p class="arab">إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ</p><p>“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya. (HR Ahmad dan ad-Darimi, serta dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihut Targhib, no. 1728).</p><p>Itulah di antara penderitaan panjang yang akan dialami oleh penikmat uang haram. Mungkin akan ada orang yang menyanggah, ‘Itukan kalau dia mati dalam keadaa belum bertaubat, atau tidak menginfakkan hartanya di jalan Allah.’ Untuk menjawab ini, mari kita merenungi sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> berikut ini :</p><p class="arab">مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْشَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ.</p><p>“Barangsiapa yang memilki dosa kezhaliman pada saudaranya, baik berkenaan dengan kehormatan dirinya atau sesuatu yang lain, maka hendaknya ia berusaha melepaskannya hari ini, sebelum datangnya hari dimana tidak ada lagi uang dinar dan uang dirham (yaitu hari Kiamat). (Jika pada hari Kiamat nanti kezhaliman belum terlepas,) maka apabila ia memiliki amal shaleh, amal shalehnya akan diambil (diberikan kepada saudaranya) sesuai dengan kezhaliman yang dilakukannya, dan apabila ia tidak memiliki kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil dan dipikulkan kepadanya.” (HR. al-Bukhari. Fathul Bari, V/101, no. 2449)</p><p>Juga sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> :</p><p class="arab">مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ</p><p>“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian ia menyedekahkannya maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbeban atas dirinya.” (Hadits riwayat Ibnu Hibban (3367) dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 880)</p><p>Uang haram, meskipun dalam jumlah yang tak seberapa tetap saja akan dapat berpotensi buruk bagi seseorang yang memanfaatkannya. Seorang Muslim harus berhati-hati dan menyeleksi ketat apa-apa yang masuk dalam perutnya. Semoga Allah <em>Azza wa Jalla</em>menyelamatkan kita dari fitnah harta di dunia ini.</p><p>Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang amanah dalam memegang jabatan. Menjauhi praktik-praktik haram dan korupsi. Karena betapa rugi dan menderitanya seorang koruptor. Ia merugikan dirinya sendiri dan juga merugikan keluarganya.</p><p class="arab">أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p>Ibadallah,</p><p>Jika kita mau merenungi, sebenarnya harta yang kita dapatkan di dunia ini, tidak semuanya kita nikmati. Kalau kita mau berpikir dengan logika sehat, harta kita adalah apa yang kita makan, dan dia akan keluar. Kemudian apa yang kita pakai berupa sandang dan papan atau juga kendaraan. Itu semua mengalami masa using. Rusak dan hilang. Dan yang ketiga adalah apa yang kita sedekahkan. Inilah yang kekal. Lebih dari itu, maka diwariskan. Tidak sempat ia nikmati.</p><p>Jadi, seseorang hanya memiliki satu jenis harta yang kekal. Namun dengan korupsi, peluang ini pun menjadi hilang. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas,</p><p class="arab">مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ</p><p>“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian ia menyedekahkannya maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbeban atas dirinya.” (Hadits riwayat Ibnu Hibban (3367) dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 880).</p><p>Habis sudah peluang para koruptor. Ditambah lagi, harta yang mereka dapatkan hingga yang mereka wariskan, semuanya akan dihisab. Jika demikian apakah masih kita sebut kaya raya dengan korupsi adalah sebuah prestise?</p><p>Seseorang hidup di dunia, 50, 60, 70, dan sangat jarang yang hingga 100 tahun. Kemudian hidup di perut bumi, di makamnya, bisa sampai ratusan bahkan ribuan tahun, hingga datang kiamat. Apakah ia masih mau merasakan kesenangan dengan penderitaan yang tak berujung?</p><p>Ibadallah,</p><p>Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menundukkan hawa nafsunya untuk beramal mempersiapkan kehiduapn setelah kematian. Dan orang lemah adalah mereka yang memperturutkan nafsunya. Dan tertipu oleh harapan dan angan-angan.</p><p class="arab">وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .</p><p class="arab">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p class="arab">عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-1712227131951521272024-03-06T08:05:00.001-08:002024-03-06T08:05:03.158-08:00Pengaruh Shalat dan Maksiat Terhadap Rezeki<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Pengaruh Shalat dan Maksiat Terhadap Rezeki</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">إِنَّ الحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ ؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ</p><p>Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,</p><p class="arab">اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ</p><p>“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-‘Ankabut/29: 45).</p><p>Ibadallah,</p><p>“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran),” Allah <em>Azza wa Jalla</em>memerintahkan kepada kita untuk membaca wahyu-Nya, yaitu Alquran. Arti dari membaca adalah mengikuti semua yang terkandung di dalamnya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berjalan di atas petunjuk-Nya, membenarkan seluruh yang dikabarkan, merenungi makna-makna yang terkandung di dalamnya dan membaca lafaz-lafaznya.</p><p>Maksud dari penyebutan “bacalah” dalam ayat ini hanyalah penyebutan sebagian makna untuk mewakili makna yang lain. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa arti dari kata perintah “bacalah” adalah menjalankan agama seluruhnya. Sehingga perintah berikutnya, yaitu “dan dirikanlah shalat!” hanyalah penyebutan sebagian hal dari keumuman perintah untuk menjalankan seluruh agama.</p><p>Dalam ayat ini terdapat perintah khusus untuk mengerjakan shalat, karena shalat memiliki banyak keutamaan, kemuliaan dan membuahkan berbagai kebaikan, di antaranya “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”</p><p>Al-fahsya’ (perbuatan-perbuatan keji) artinya seluruh dosa besar dan sangat buruk namun jiwa terpancing untuk melakukannya. Al-Munkar adalah setiap maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah manusia.</p><p>Mengapa shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Karena seorang hamba jika mengerjakannya dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat serta khusyu’, maka itu dapat menerangi dan membersihkan hatinya, menambah keimanannya, dan menambah keinginan untuk berbuat baik. Semakin kuat keinginannya untuk berbuat baik dan semakin sedikit atau bahkan tidak ada keinginan untuk melakukan keburukan.</p><p>Oleh karena itu, dengan selalu mengerjakan dan menjaga shalat dengan baik, maka shalat akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Ini termasuk tujuan dan buah dari shalat.</p><p>Dzikir di dalam shalat mencakup dzikir dalam hati, lisan dan badan. Sesungguhnya Allah <em>Azza wa Jalla</em> menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah yang paling afdhal yang dilakukan manusia adalah shalat. Di dalam shalat terdapat ibadah dengan menggunakan seluruh tubuh, yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itu, Allah <em>Azza wa Jalla</em> mengatakan, yang artinya, “Dan Sesungguhnya mengingat Allah <em>Azza wa Jalla</em>adalah lebih besar.”</p><p>“Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan,” yang baik maupun yang buruk. Allah <em>Azza wa Jalla</em> akan membalas dengan balasan yang sesuai.</p><p>Kaum muslimin rahimakumullah,</p><p>Firman Allah <em>Azza wa Jalla</em> :</p><p class="arab">وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ</p><p>Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.</p><p>Allah <em>Azza wa Jalla</em> memerintahkan hamba-Nya untuk mengerjakan shalat. Shalat memiliki banyak manfaat. Diantaranya adalah seseorang akan terhalangi dari perbuatan keji dan mungkar.</p><p>Diriwayatkan dari Abu Hurairah <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, beliau berkata:</p><p class="arab">جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّي بِاللَّيْلِ، فَإِذَا أَصْبَحَ سَرَقَ. قَالَ: إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُولُ</p><p>Seorang laki-laki mendatangi Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> dan berkata, ‘Sesungguhnya si Fulan shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’ Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>bersabda, ‘Sesungguhnya shalatnya tersebut akan menahannya’. (HR. Ahmad).</p><p>Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas <em>radhiyallahu ‘anhu</em>m mengatakan bahwa di dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat menahan dan mencegah seseorang dari perbuatan maksiat kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> . Barangsiapa shalatnya tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan ma’ruf (yang baik) dan tidak melarangnya dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah <em>Azza wa Jalla</em> dengan shalat tersebut.</p><p>Al-Qatadah <em>rahimahullah</em> dan al-Hasan <em>rahimahullah</em> berkata bahwa barangsiapa yang shalatnya tidak dapat menahannya dari perbuatan fahsya’ dan mungkar, maka shalatnya tersebut menjadi perusak dirinya.</p><p>Firman Allah <em>Azza wa Jalla</em> :</p><p class="arab">وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ</p><p>Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan</p><p>Firman Allah <em>Azza wa Jalla</em> di atas ditafsirkan dengan berbagai tafsir berikut:</p><p>Mengingat Allah <em>Azza wa Jalla</em> lebih besar pengaruhnya dibandingkan shalat dalam hal menahan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, karena shalat memang dapat mencegah seseorang dari kemungkaran saat shalat, tetapi ketika di luar shalat pengaruhnya lebih kecil. Sedangkan ber-dzikir kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> bisa menjadi pelindung dari perbuatan mungkar setiap saat.</p><p>Ber-dzikir kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> termasuk amalan yang paling afdhal. Dalam riwayat Abu Darda’ <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda kepada para sahabatnya:</p><p class="arab">أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَرْضَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ</p><p>Maukah saya kabarkan kepada kalian amalan terbaik, amalan yang paling di-ridha-i oleh Rabb kalian, lebih bisa meningggikan derajat kalian, lebih baik daripada memberikan emas dan perak, serta lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, kalian penggal kepala-kepala mereka kemudian mereka memenggal kepala kalian? Mereka pun berkata, “Apakah itu, ya Rasulullah!” Beliau berkata, “Dzikir kepada Allah.”</p><p class="arab">وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ</p><p>Diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Dzikir Allah (penyebutan Allah <em>Azza wa Jalla</em>terhadap para hamba-Nya di hadapan para malaikat) lebih besar (daripada dzikir hamba kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em>).</p><p>Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, Allah <em>Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ مِنَ النَّاسِ ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَطْيَبَ</p><p>“Barangsiapa mengingatku di dalam dirinya maka aku akan mengingatnya di dalam diriku. Barangsiapa mengingatku ditengah sekelompok orang, maka Aku akan mengingatnya di sekelompok (makhluk) yang lebih banyak dan lebih baik dari itu.” (HR. Ahmad).</p><p>‘Abdullah bin Rabi’ah <em>rahimahullah</em> berkata, “Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadaku, ‘Apakah engkau mengetahui tafsir dari perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala (وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ )?’ Saya pun mengatakan, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Apa tafsirnya?’ Saya menjawab, ‘Dia adalah bertasbih, bertahmid dan bertakbir dalam shalat, begitu pula membaca Alquran dan yang sejenisnya.’ Beliau berkata, ‘Engkau telah mengatakan sesuatu perkataan yang aneh. Artinya tidak sepertinya itu, tetapi yang benar adalah Allah <em>Azza wa Jalla</em> mengingat kalian ketika Allah <em>Azza wa Jalla</em> memerintahkan dan melarang di saat kalian mengingatnya, lebih besar daripada ingat kalian kepada-Nya.</p><p class="arab">وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ</p><p>Diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan shalat) adalah lebih besar (daripada mengingatnya di selain shalat). Hal ini sebagaimana terdapat pada ayat:</p><p class="arab">فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ</p><p>Bersegeralah menuju dzikir (mengingat) Allah. (Al-Jumu’ah/62:9)</p><p>Arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat Jumat. Begitu pula dengan ayat dalam surat al-‘Ankabut ini, arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat.</p><p>Ibadallah,</p><p>Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana disebutkan dalam ayat ini. Begitu pula seperti apa yang dialami oleh Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em>. Kaum Nabi Su’aib <em>‘alaihissallam</em> mencela Nabi Syu’aib dengan mengatakan:</p><p class="arab">قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ</p><p>Mereka berkata, ‘Ya Syu’aib apakah shalatmu yang memerintahkan kepadamu agar kami meninggalkan apa-apa yang bapak-bapak kami ibadahi atau kami melakukan pada harta-harta kami apapun yang kami inginkan.” (Hud/11:87)</p><p>Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em> terkenal dengan kerajinannya dalam mengerjakan shalat, sehingga kaumnya terheran-heran ketika mereka disuruh untuk meninggalkan kesyirikan dan meninggalkan perbuatan haram mereka dalam mencari harta.</p><p>Ini menunjukkan bahwa shalat berpengaruh terhadap ketaatan seseorang kepada Allah dan dapat menahannya dari mencari harta dengan jalan yang diharamkan.</p><p>Ibadallah,</p><p>Abul-‘Aliyah <em>rahimahullah</em> mengatakan, “Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat tiga hal. Setiap shalat yang kehilangan satu saja dari tiga hal ini maka itu bukan shalat, yaitu: keikhlasan, rasa takut dan mengingat Allah. Keikhlasan akan menyuruhnya untuk berbuat ma’ruf, ketakutannya kepada Allah akan melarangnya dari perbuatan mungkar dan dzikirullah dengan membaca Alquran akan menyuruhnya dan juga melarangnya.</p><p>Ibnu ‘Aun Al-Anshari <em>rahimahullah</em> berkata, “Apabila engkau sedang shalat, maka engkau berada dalam hal yang ma’ruf (baik). Engkau telah menahan dirimu dari mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.”</p><p>Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi <em>hafidzhahullah</em> berkata, “Dalam shalat, hal pertama yang dilakukan adalah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em>, kemudian kedua adalah menjaga kebersihan hati agar tidak memalingkan ibadah kepada selain Rabb <em>Azza wa Jalla</em> ketika mengerjakannya. Kemudian mengerjakan shalat pada waktunya di masjid-masjid, rumah Allah, dan bersama jamaah kaum Muslimin, hamba-hamba Allah dan wali-walinya. Kemudian memperhatikan rukun-rukunnya, di antaranya: membaca al-Fatihah, ruku’ serta ber-thuma’ninah di dalamnya, bangkit dari ruku’ serta ber-thuma’ninah di dalamnya, kemudian sujud di atas dahi dan hidung serta ber-thuma’ninah di dalamnya dan rukun terakhirnya adalah khusyu’, yaitu ketenangan, kelembutan hati dan meneteskan air mata. Shalat yang seperti inilah yang memunculkan cahaya energi yang dapat menghalangi seseorang agar tidak tercebur ke dalam syahwat dan dosa, serta tidak mendatangi perbuatan keji dan tidak mengerjakan perbuatan mungkar.”</p><p>Ibadallah,</p><p>Dosa yang dilakukan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap rezeki yang Allah <em>Azza wa Jalla</em> berikan kepadanya. Allah <em>Azza wa Jalla</em> menahan rezeki orang yang berbuat maksiat. Allah <em>Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ</p><p>Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. (Al-A’raf/7:96)</p><p class="arab">وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ ﴿٦٥﴾ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ</p><p>Dan sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah/5: 65-66)</p><p class="arab">وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ</p><p>Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq/65:2-3)</p><p>Ayat-ayat di atas menunjukkan kaitan yang erat antara rezeki seseorang dengan ketakwaannya kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> . Orang yang berbuat maksiat kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> bukanlah orang yang bertakwa kepada-Nya.</p><p>Saudaraku kaum muslimin,</p><p>Orang yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa yang sangat besar. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> :</p><p class="arab">إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ</p><p>Sesungguhnya pembeda antara seseorang dengan kesyirikan atau kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim).</p><p>Orang yang meninggalkan shalat bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> .</p><p>Allah <em>Azza wa Jalla</em> menyebutkan kaitan yang erat antara shalat dan rezeki seseorang di dalam ayat berikut, Allah <em>Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ﴿١٣١﴾ وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ</p><p>Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabb kamu lebih baik dan lebih kekal. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha/20:131-132)</p><p>Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa orang yang mengerjakan shalat kemudian memiliki kesabaran yang kuat ketika mengerjakannya, maka dia akan diberikan rezeki oleh Allah <em>Azza wa Jalla</em> tanpa bersusah payah mencarinya. Inilah ganjaran bagi orang yang bertakwa kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em>.</p><p>Dalam kisah Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em>, Allah <em>Azza wa Jalla</em> menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em> setelah kaumnya memahami bahwa shalatlah yang menahan beliau dari perbuatan mungkar:</p><p>قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا</p><p>Syu’aib berkata, “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? (Hud/11:88)</p><p>Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em> menjelaskan kepada mereka bahwa dengan shalat dan penjelasan yang nyata dari Rabb-nya, maka Allah <em>Azza wa Jalla</em> memberikannya rezeki yang baik dan halal. Berbeda dengan mereka yang sibuk mencari harta-harta haram.</p><p>Meski demikian, sebagian orang tidak percaya akan adanya kaitan erat antara shalat dengan rezeki. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh kaum Nabi Syu’aib <em>‘alaihissallam</em>:</p><p class="arab">قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ</p><p>Wahai Syu’aib! Kami tidak paham banyak hal dari apa yang kamu katakan. (Hud/11:91)</p><p>Mereka mengatakan ini karena hati-hati mereka lebih terikat dan lebih tertarik pada dunia dibandingkan dengan shalat.</p><p class="arab">أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ تَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادِ يُبَلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ ، وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا : أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ ، وَأَنْ تَتْرَكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ .</p><p>Ibadallah,</p><p>Orang-orang yang belum bisa mengerjakan shalat lima waktu wajib bertaubat kepada Allah dengan segera. Sesungguhnya Allah <em>Azza wa Jalla</em> Maha Mengampuni para hamba-Nya yang mau bertaubat.</p><p>Di antara yang dapat meleburkan dosa adalah mengerjakan shalat lima waktu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, beliau <em>radhiyallahu ‘anhu</em> mendengar Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</p><p class="arab">أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ ؟ قَالُوا : لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا</p><p>Bagaimana menurut kalian jika di depan pintu seorang di antara kalian terdapat sungai yang setiap hari dia mandi di dalamnya. Apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?” Para sahabat menjawab, “Tidak tersisa kotoran sedikit pun di tubuhnya.” Beliau berkata, “Seperti itulah shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa”</p><p>Allah <em>Azza wa Jalla</em> menjanjikan rezeki yang berlimpah untuk orang yang mau bertaubat kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em>.</p><p>Allah <em>Azza wa Jalla</em> berfirman:</p><p class="arab">فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا</p><p>Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu! Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh/71:10-12)</p><p>Ibadallah,</p><p>Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:</p><p>Pertama: Shalat dan Dzikir kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em> dapat menahan seseorang dari pekerjaan keji dan mungkar.</p><p>Kedua: Shalat yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang terpenuhi rukun-rukun shalat, keikhlasan, kekusyu’an, ketakutan kepada Allah dan dzikir kepada Allah <em>Azza wa Jalla</em>.</p><p>Ketiga: Perbuatan dosa seseorang dapat menahan rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya.</p><p>Keempat: Shalat sangat berpengaruh kepada ketakwaan seseorang dan dapat menjadi sebab dibukakannya pintu rezeki yang halal dan baik.</p><p>Kelima: Shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa seseorang yang telah lalu.</p><p class="arab">وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .</p><p class="arab">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p class="arab">عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-83321240306102523912024-03-06T08:02:00.000-08:002024-03-06T08:03:00.377-08:00Memacu Diri Agar Istiqomah Beribadah<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Memacu Diri Agar Istiqomah Beribadah</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p>إن الحمد لله ؛ نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له , وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله بلّغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح الأمة ؛ فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وصحبه أجمعين .</p><p>أما بعد معاشر المؤمنين :</p><p>Bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Karena takwa akan menjaga dan menunjuki seseorang kepada hal yang terbaik untuk permsalahan dunia dan akhiratnya.</p><p>Ibadallah,</p><p>Sesungguhnya maksud dari diciptakannya manusia dan jin adalah untuk mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Dalil tentang tujuan diciptakannya manusia untuk mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah:</p><p>﴿ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴾</p><p>“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS:Ath-Thalaaq | Ayat: 12).</p><p>Dan dalil bahwasanya tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya:</p><p>﴿ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴾</p><p>“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 56).</p><p>Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia untuk mengenal-Nya melalui ayat-ayat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, keagungan dan kesempurnaan-Nya. Agar manusia tahu bahwa Allah lah Sang Pencipta, Rabb Yang Maha Agung. Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Beriman dengan semua hal ini dengan tauhid dan penetapan. Mentauhidkan Allah dalam peribadatan. Menjadikan-Nya satu-satunya yang berhak disembah, satu-satunya yang ditaati. Tidak boleh menyembah selain Allah. tidak boleh mempersembahkan suatu peribadatan kepada selain Allah.</p><p>Ibadallah,</p><p>Ibadah yang menjadi tujuan hamba diciptakan pengertiannya adalah segala sesuatu yang Allah cintai dan ridhai, baik berbentuk ucapan atau perbuatan, yang zahir maupun yang batin. Ibadah ada yang merupakan ibadah hati. Seperti: berharap, takut, taubat, tawakkal, dll. Ada juga ibadah dengan lisan. Seperti: berdzikir mengingat Allah ﷻ, membaca Alquran, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan seluruh ucapan yang benar yang diperuntukkan untuk Allah. Ada juga ibadah dengan anggota badan. Seperti: mengerjakan ketaatan, berdiri untuk beribadah dan mendekatkan diri dengan amalan yang Allah Ta’ala perintahkan.</p><p>Ibadah itu juga diartikan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Meninggalkan yang dilarang dan menjauhinya termasuk ibadah yang Allah perintahkan. Rasulullah ﷺ bersabda,</p><p>مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ</p><p>“Tanda baiknya keislaman seseorang adalah dengan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat untuknya.”</p><p>Dalam hadits lainnya, Rasulullah ﷺ bersabda,</p><p>لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ</p><p>“Pezina tidak berzina ketika ia berzina sedang ia dalam keadaan mukmin; pencuri tidak mencuri ketika ia mencuri sedang ia dalam keadaan mukmin; dan orang tidak minum minuman keras ketika ia meminumnya sedang ia dalam keadaan beriman.”</p><p>Ibadallah,</p><p>Ibadah seseorang tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat yang asasi. Pertama, mengikhlaskan ibadah. Dan kedua, meneladani Rasulullah ﷺ. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,</p><p>﴿ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا﴾</p><p>Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS:Al-Kahfi | Ayat: 110).</p><p>Allah ﷻ tidak menerima amalan seseorang apabila amalan tersebut tidak ikhlas untuk-Nya. Dalam hadits qudsi, Allah ﷻ berfirman,</p><p>أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ</p><p>“Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim).</p><p>Dan Allah Ta’ala juga tidak menerima ibadah yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah ﷺ. Suatu amalan dalam agama yang tidak ada tuntunannya dari Nabi ﷺ, maka malan tersebut tertolak. Tidak terima oleh Allah ﷻ. Dalah Shahihain, Nabi ﷺ bersabda,</p><p>مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ</p><p>“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak berasal dari kami, maka amal tersebut tertolak.”</p><p>﴿ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ﴾</p><p>“Agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS:Huud | Ayat: 7).</p><p>Fudhail bin Iyadh rahimahullah menjelaskan makna ayat ini dengan mengatakan, “Yang paling ikhlas dan paling benar”. Kemudian ada yang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud yang paling ikhlas dan paling benar?” Ia menjawab, “Sesungguhnya apabila amal itu ikhlas, tapi tidak benar, maka dia tidak diterima. Demikian juga jika benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima. Ikhlas adalah semata-mata karena Allah. Dan benar adalah yang sesuai contoh sunnah.”</p><p>Ibadallah,</p><p>Ibadah memiliki ragam yang banyak dan jenis yang berbeda-beda. Semuanya dijelaskan dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ. Ibadah yang paling agung dalam Islam adalah sebagaimana yang terdapat dalam sabda Nabi ﷺ,</p><p>بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ</p><p>“Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR. Bukhari).</p><p>Ibadallah,</p><p>Kemudian, setiap ibadah yang kita jadikan jalan mendekatkan diri kepada Allah, seperti: shalat, puasa, haji, dll, semuanya harus mencukupi rukunnya. Rukun ibadah adalah dilakukan dengan perasaan cinta kepada Allah, berharap pahala darin-Nya, dan takut akan adzab-Nya. Semua ibadah yang kita lakukan harus ditegakkan dengan ketiga rukun ini: cinta, harap, dan takut. Jadi, kita beribadah kepada Allah karena kita cinta kepada Allah, karena kita berharap pahala dari-Nya, dank arena kita takut akan hukuman-Nya. Kita shalat karena kita mencintai Allah, kita berharap pahala shalat tersebut, dan kita takut dihukum kalau tidak mengerjakannya. Kita berpuasa karena mencintai Allah, karena berharap pahala-Nya, dan karena takut akan hukuman-Nya. Demikianlah dalam semua ketaatan dan semua ibadah. Inilah yang Allah firmankan dalam Alquran:</p><p>﴿ أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا ﴾</p><p>“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS:Al-Israa’ | Ayat: 57).</p><p>Ibadallah,</p><p>Ahli ibadah dan orang-orang yang beramal untuk akhirat, serta orang-orang yang menempuh perjalanan untuk menggapai ridha Allah ﷻ, sesungguhnya mereka sedang berlomba. Oleh karena itulah Rasulullah ﷺ bersabda,</p><p>سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ ، قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ</p><p>“al-Mufarridun telah mendahului.” Para sahabat berkata, “Siapa al-Mufarridun wahai Rasulullah?” Nabi ﷺ bersabda, “Kaum laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim).</p><p>Orang-orang yang beramal untuk akhirat dan beribadah kepada Allah, hakikatnya mereka menjadikan kehidupan dunia mereka sebagai medan perlombaan. Allah ﷻ berfirman,</p><p>﴿ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ ﴾</p><p>“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu´ kepada Kami.” (QS:Al-Anbiyaa | Ayat: 90).</p><p>Dan firman Allah ﷻ,</p><p>﴿ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ﴾</p><p>“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS:Al-Mu’minuun | Ayat: 61).</p><p>Dan banyak ayat serupa dengan ayat-ayat ini.</p><p>Ibadallah,</p><p>Barangsiapa yang beramal untuk akhirat, sungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang Allah cintai dan ridhai dari amalan-amalan shaleh dan ucapan yang benar, ia akan sukses dan untung. Usaha mereka adalah usaha yang besar yang akan menghasilkan buah yang agung di dunia dan akhirat. Ini adalah anugerah Allah ﷻ untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Untuk golongan-Nya yang jujur. Dan wali-wali-Nya yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Buah dari ibadah dan ketaatan sangatlah banyak. Allah ﷻ berfirman,</p><p>﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾</p><p>“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS:An-Nahl | Ayat: 97).</p><p>Ya Allah, berilah kami taufik untuk beribadah kepada-Mu. Tolong kami untuk menaati-Mu. Tunjukilah kami, wahai Rabb kami, ke jalan yang lurus. Ya Allah berilah kami pencerahan dengan agama-Mu. Tolong kami untuk menaati-Mu, ya Dzal Jalali wal Ikram. Perbaiki untuk kami, wahai Tuhan kami, agama kami yang menjadi pokok urusan kami. perbaiki untuk kami dunia kami, yang menjadi tempat kami mencari penghidupan. Perbaiki untuk kami, akhirat kami, yang merupakan tempat kembali kami. jadikan kehidupan dunia kami ini tambahan kebaikan. Dan kematian kami istirahat dari segala keburukan.</p><p>أقول هذا القول وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المؤمنين من كل ذنب فاستغفروه يغفر لكم إنه هو الغفور الرحيم .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p>الحمد لله عظيم الإحسان واسع الفضل والجود والامتنان ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله ؛ صلى الله وسلم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين .</p><p>Ibadallah,</p><p>Seungguhnya sikap terbaik seorang hamba dalam menjaga ketaatan kepada Allah adalah perhatian besar mereka tentang bagaimana orang-orang shaleh menempuh perjalanannya. Seonga ahli ibadah membutuhkan perkara-perkara yang dapat membantunya untuk terus giat beribadah dan menaati Allah. Di antara yang dibutuhkan ahli ibadaha adalah:</p><p>Pertama: sabar.</p><p>Sabar memiliki tiga bentuk. Sabar dalam menaati Allah, sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah, dan sabar dalam menghadapi takdir yang Allah tetapkan.</p><p>Kedua: Tawakal.</p><p>Tawakal kepada Allah adalah meminta tolong kepada Allah dengan bersandar kepada-Nya dalam menggapai kebaikan agama dan dunia. Nabi ﷺ bersabda kepada Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu,</p><p>يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ</p><p>“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).” (HR. Abu Dawud).</p><p>Ketiga: Apabila ibadah terasa berat bagi seorang hamba, maka yang paling mudah untuknya adalah ibadah hati dengan mengingat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dalam hadits riwayat at-Turmudzi, dari Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu,</p><p>أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ</p><p>“Ada seseorang yang berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam begitu banyak untukku (amalkan). Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang kurutinkan?’ Nabi ﷺ bersabda, ‘Hendaklah lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allah’.”</p><p>Hadits ini adalah dalil tentang betapa besarnya faidah dzikir. Dzikir merupakan bentuk ketaatan yang mudah yang menolong seseirang untuk senantiasa beribadah dan merendahkan dirinya di hadapan Allah ﷻ.</p><p>Keempat: Bersyukur atas nikmat Allah, memuji-Nya atas pemberian dan karunia-Nya.</p><p>Sebesar-besar karunia Allah kepada kita adalah Dia memberi kita taufik untuk memeluk agama ini. sehingga kita menjadi seorang yang mengerjakan shalat dan puasa. Ini adalah karunia yang sangat besar. Seorang mukmin adalah mereka yang bersyukur kepada Allah ﷻ atas nikmat dan pemberian-Nya. Dan rasa syukur akan menambah nikmat. Allah ﷻ berfirman,</p><p>﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ﴾</p><p>“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS:Ibrahim | Ayat: 7).</p><p>اللهم أوزعنا شكر نعمك , اللهم أوزعنا شكر نعمك , ووفقنا لاستعمال نعمك في طاعتك وما يقرب إليك , وجنِّبنا إلهنا منكرات الأخلاق والأهواء والأدواء إنك سميع الدعاء وأنت أهل الرجاء وأنت وليُّنا ونعم الوكيل .</p><p>هذا وصلوا وسلموا رعاكم الله على محمد بن عبد الله كما أمركم الله بذلك في كتابه فقال: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p><p>اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد ، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد , وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين الأئمة المهديين ؛ أبي بكر الصديق ، وعمر الفاروق ، وعثمان ذي النورين ، وأبي الحسنين علي , وارض اللهم عن الصحابة أجمعين وعن التابعين ومن اتبعهم بإحسان إلى يوم الدين ، وعنا معهم بمنك وكرمك وإحسانك يا أكرم الأكرمين .</p><p>اللهم أعز الإسلام والمسلمين وأذل الشرك والمشركين ودمر أعداء الدين واحم حوزة الدين يا رب العالمين , اللهم آمنا في أوطاننا وأصلح أئمتنا وولاة أمورنا واجعل ولايتنا فيمن خافك واتقاك واتبع رضاك يا رب العالمين , اللهم وفق ولي أمرنا لما تحب وترضى ، وأعنه اللهم على البر والتقوى ، وسدّده في أقواله وأعماله وارزقه البطانة الصالحة الناصحة يا رب العالمين , اللهم وفق جميع ولاة أمر المسلمين للعمل بكتابك واتباع سنة نبيك محمد صلى الله عليه وسلم واجعلهم رحمة ورأفة على عبادك المؤمنين.</p><p>اللهم آت نفوسنا تقواها ، زكها أنت خير من زكاها ، أنت وليها ومولاها , اللهم إنا نسألك الهدى والتقوى والعفة والغنى , اللهم لك أسلمنا وبك آمنا وعليك توكلنا وإليك أنبنا وبك خاصمنا نعوذ بعزتك لا إله إلا أنت أن تضلنا فأنت الحي الذي لا يموت والجن والإنس يموتون.</p><p>اللهم إنا نسألك من كل خير خزائنه بيدك ، ونعوذ بك اللهم من كل شر خزائنه بيدك , ونسألك اللهم الجنة وما قرب إليها من قول أو عمل ، ونعوذ بك من النار وما قرب إليها من قول أو عمل , اللهم اغفر لنا ولوالدينا وللمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات ، اللهم اغفر ذنوب المذنبين من المسلمين وتبْ على التائبين ، اللهم ارحم موتانا وموتى المسلمين ، واشف مرضانا ومرضى المسلمين , اللهم وفرج همّ المهمومين من المسلمين ، ونفّس كرب المكروبين ، واقض الدين عن المدنين ، اللهم وارفع عنا الغلاء والوباء والزلازل والفتن والمحن والفتن كلها ما ظهر منها وما بطن ؛ عن بلدنا هذا خاصة وعن سائر بلاد المسلمين عامة يا أرحم الراحمين, ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار , ربنا إنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين .</p><p>عباد الله : اذكروا الله يذكركم ، واشكروه على نعمه يزدكم ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-89334315527020753562024-03-06T07:58:00.001-08:002024-03-06T07:58:23.115-08:00Cara Terhormat Untuk Memuliakan Wanita<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Islam Punya Cara Terhormat Untuk Memuliakan Wanita</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p>الحمدُ لله الكبيرِ المتعالِ، ذو العزِّ والكمالِ، وأشهد أن لا إله إلا هو سبحانه المُنَزَّهِ عن النقصِ والزوالِ وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم – خير الخلق والرجال، ورفع عنا الإصر والأغلال فصلى الله عليه وسلم، وعلى آله وأصحابه أجمعين.</p><p>(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً)</p><p>Ibadallah,</p><p>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerangi orang-orang Yahudi yang telah melanggar perjanjian damai. Beliau menyerang mereka di bulan Syawwal setelah Perang Badar. Hasil akhir dari peperangan ini, orang-orang Yahudi bani Qainuqa’ ini diusir dari Kota Madinah.</p><p>Tahukah Anda apa yang menyebabkan perang itu? Jawabnya, demi membela kehormatan seorang wanita, wanita muslimah. Ceritanya, ada seorang wanita muslimah dengan hijabnya datang ke pasar yahudi, Pasar bani Qainuqa’, untuk berbelanja suatu keperluan. Ketika ia sedang berbelanja, laki-laki Yahudi merayunya agar menanggalkan jilbabnya. Namun wanita muslimah itu enggan. Kemudian seorang tukang emas mengerjainya dengan mengaitkan ujung pakaiannya ke bagian belakangnya, tanpa ia sadari. Saat wanita itu berdiri, terbukalah auratnya. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi pun tertawa. Sementara wanita tadi berteriak. Kemudian laki-laki dari kaum muslimin membelanya dan menghajar si Yahudi itu hingga tewas. Dan orang-orang Yahudi lainnya mengeroyok laki-laki muslim tadi hingga tewas pula. Mendengar kabar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dan mengepung mereka. Sampai bani Qainuqa’ menyerah.</p><p>Inilah keinginan jahat orang-orang Yahudi terhadap wanita muslimah yang menjaga hijabnya. Allah jadikan hal ini sebab terusirnya mereka dari Madinah. Mereka memusuhi wanita muslimah karena menjaga kehormatannya. Dan di zaman sekarang, Yahudi mempropagandakan sekulerisme, ateisme, dan mengedepankan logika. Hal ini mereka hadapkan kepada anak-anak kita kaum muslimin. Kedepannya, orang-orang Yahudi dengan mudah menguasai tanah air kita.</p><p>Sesungguhnya tipu daya orang-orang zhalim dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang di tengah kita sekarang ini, sumbangsih mereka hanya merusak masyarakat. Inilah pemikiran yang mereka sebarkan. Dan suara-suara yang mereka angkat. Untuk menghancurkan kaum wanita. Menghancurkan adab dan akhlak mereka. Membuat para wanita lupa akan tujuan hidup mereka di dunia. Mereka mengaku bahwa mereka mengkampanyekan kebebasan wanita. Padahal hakikatnya, mereka semakin menjauhkan wanita dari kebebasan.</p><p>Ibadallah,</p><p>Sebelum Islam datang, wanita adalah barang komoditi jual-beli. Mereka dijual seperti hewan dan barang dagangan. Mereka dipaksa menikah kemudian disia-siakan. Mereka mewarisi tapi tidak mendapat warisan. Mereka dimiliki tapi tidak memiliki. Kebiasaan jahiliyah ini terus berjalan hingga di masa sekarang ini. Zaman kerusakan.</p><p>Kemudian, dalam beberapa keadaan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,</p><p>إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ</p><p>“Sesungguhnya wanita merupakan saudari kandung bagi laki-laki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Turmudzi).</p><p>Dalam sebuah khutbahnya yang terkenal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,</p><p>أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَـاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ</p><p>“Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian.” (HR.at-Turmudzi) Yakni bagaikan tawanan.</p><p>Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, mengangkat kedudukan wanita. Beliau mengatakan,</p><p>خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي</p><p>“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” [HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977].</p><p>Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,</p><p>مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ» وَضَمَّ أَصَابِعَهُ</p><p>“Siapa yang menanggung nafkah dua anak perempuan sampai baligh, maka pada hari kiamat, antara saya dan dia seperti ini. Beliau menggabungkan jari-jarinya.” (HR. Muslim 2631, dan Ibnu Abi Syaibah 25439).</p><p>Islam datang menjelaskan kepada manusia, menjelaskan kewajiban dan hak para wanita. Dalam hal ini mereka setara dengan perempuan. Allah Ta’ala berfirman,</p><p>وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ</p><p>“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.” [Quran Al-Isra: 70].</p><p>Kalau wanita telah menjadi seorang ibu, maka ia memiliki hak kebaikan yang besar dan sangat diperhatikan. Ia layak mendapatkan perlakuan yang sangat baik. Dimuliakan. Anak-anak sangat ditekankan kewajibannya untuk menaati mereka. Allah Ta’ala berfirman,</p><p>وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانً</p><p>“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” [Quran Al-Isra: 23].</p><p>Kalau wanita berperan sebagai seorang istri, ia pun memiliki hak-hak yang agung di sisi suaminya. Ditemani dan bergaul baik dengannya. Bergaul dengan lemah lembut dan kasih sayang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,</p><p>وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ</p><p>“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” [Quran An-Nisa: 19].</p><p>Dalam firman-Nya yang lain,</p><p>وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ</p><p>“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [Quran Rum: 21].</p><p>Kalau wanita tersebut adalah seorang anak, maka para orang tua berkewajiban memberi pendidikan dan perhatian kepadanya. Kalau ia seorang saudara perempuan, Islam memotivasi kaum muslimin untuk memuliakan dan berbuat baik kepada mereka. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p>لاَ يَكُونُ لأَحَدِكُمْ ثَلاَثُ بَنَاتٍ أَوْ ثَلاَثُ أَخَوَاتٍ فَيُحْسِنُ إِلَيْهِنَّ إِلاَّ دَخَلَ الجَنَّةَ</p><p>“Tidaklah kalian memiliki 3 anak perempuan atau 3 saudara perempuan, kemudian kalian berbuat baik kepada mereka kecuali kalian akan masuk Surga.” (HR. at-Turmudzi).</p><p>Mereka, kaum wanita, mendapatkan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Mereka juga berhak mendapatkan balasan pahala yang sama. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,</p><p>فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ</p><p>“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” [Quran Ali Imran: 195].</p><p>Allah juga menjamin kehidupan yang bahagia untuk mereka, apabila berbuat ketaatan. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sama persis seperti kaum laki-laki. Allah Ta’ala berfirman,</p><p>مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ</p><p>“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [Quran An-Nahl: 97].</p><p>Dalam ruang lingkup masyarakat, Islam juga tetap memiliki perhatian istimewa terhadap wanita. Yaitu dengan adanya larangan campur baurnya laki-laki dengan perempuan. Sesungguhnya memerdekakan perempuan yang sebenarnya adalah apa yang ada pada syariat Islam. Apa yang diperintahkan oleh Islam. Berupa adab yang mulia.</p><p>Islam memerintahkan agar perempuan tetap di rumah mereka. Tidak bermudah-mudah keluar rumah. Keluar rumah hendaknya jika ada kebutuhan dan dengan menutup aurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepadan wanita mukminah:</p><p>وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ</p><p>“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” [Quran Al-Ahzab: 33].</p><p>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p>لاَ تَمْنَعُوْا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ</p><p>“Janganlah kamu menghalangi kaum wanita dari masjid Allah tetapi hendaklah mereka keluar dalam keadaan tidak mengenakan parfum.” (HR. Abi Dawud no. 529).</p><p>Di dalam rumah, wanita dapat melaksanakan amalan yang agung. Kalau mereka benar-benar mencurahkan waktunya. Mereka mendidik anak dan menata rumah. Menjaga amanah suaminya saat sang suami sedang tidak berada di rumah.</p><p>فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّه</p><p>“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [Quran An-Nisa: 34]</p><p>Jadi, seorang wanita itu adalah pemimpin di rumah suaminya, ketika suaminya tidak ada. Jika perempuan pun ikut keluar rumah. Dan sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini berakibat setengah dari aktivitas masyarakat terhenti. Yaitu mengurus dan menata rumah.</p><p>Musuh-musuh Islam telah mengetahui penjagaan Islam terhadap kehormatan wanita. Mereka merasa sempit dengan hal ini. Oleh karena itu, mereka mengerahkan segala daya dan upaya agar wanita-wanita muslimah keluar dari rumahnya.</p><p>Islam memberikan kepada kaum wanita sesuatu yang memang cocok dengan fisik mereka dan kedudukan mereka. Mereka dimuliakan dan dikokohkan posisinya. Allah Ta’ala berfirman,</p><p>أَلاَ يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ</p><p>“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” [Quran Al-Mulk: 14].</p><p>Akan tetapi, orang-orang Yahudi dan kelompoknya, orang-orang Nasrani dan pengagumnya, orang-orang sekuler yang hasad, tidak tenang dengan kenyamanan kaum wanita yang dijamin dalam Islam. Saat mereka sadar, mereka tidak akan bisa memukul Islam dari luar dan merobohkan benteng-bentengnya. Mereka memukul Islam dari dalam dengan mengeluarkan kaum wanita dari rumahnya dan mengerluarkan mereka.</p><p>فالحذر أن تصغي بأذنها إلى دعاة أبواب جهنم ، وقانا الله وإيكم شرهم ، وحصن نساءنا عن الفتن .<br>بارك الله لي ولكم في القرآن والسنة أقول ما سمعتم، وأستغفر الله لي ولكم .</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p>الحمد لله على إحسانه والشكر له على توفيقه وامتنانه وأشهد أن نبينا محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه أما بعد تفكروا عباد الله فيما يراد بكم ولا تهلكوا كما هلك من كان قبلكم قال صلى الله عليه وسلم:( فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بْنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء</p><p>Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan wanita, karena fitnah yang pertama kali terjadi pada Bani Israil adalah karena wanita.”</p><p>وقال صلى الله عليه وسلم:(مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ</p><p>“Aku tidak meninggalkan sesudahku, suatu fitnah yang lebihberbahaya bagi pria daripada wanita. [Muttafaqun ‘alaih].</p><p>Mereka ingin agar wanita itu bersafar sendirian saja tanpa mahramnya. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p>لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم</p><p>“Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya” [HR. Muslim].</p><p>Karena banyak gangguan di jalan. Para penjahat itu menunggu wanita ketika mereka dalam keadaan sendiri. Tapi, jika kaum wanita bersafar bersama mahram mereka. Mahram tersebut dapat menjaganya dan membantunya jika ada keperluan.</p><p>Ma’asyiral muslimin,</p><p>Kedudukan sosial seorang wanita muslimah sangat terjaga. Allah memberikan mereka hak-hak kemudian melindungi mereka dari segala kemungkinan yang mengganggu mereka. Sampai dalam hal melamar, hak-hak perempuan itu dijaga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p>لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ.</p><p>“Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta perintah-nya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta izinnya.”<br>Islam menghargai wanita. Menjadikan mereka pendamping laki-laki. Diajak bermusyawarah dan bertukar pikiran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalaah sosok yang paling lurus logikanya, tapi beliau tetap berdiskusi dengan istrinya.</p><p>اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّينِ، وأذلَّ الشركَ والمشركين.</p><p>اللَّهُمَّ كُنْ لِإِخْوَانِنَا الْمُسْتَضْعَفِينَ في كل مكان, اللَّهُمَّ احقن دِمَاءَهُمْ واحْفَظْ أَمْوَالَهُمْ وَأَعْرَاضَهُمْ, اللَّهُمَّ عليك بكل عدو للإسلام والمسلمين ، يا قَوِيُّ يَا عَزِيزُ.</p><p>اللهم اجعل لإخواننا في اليمن وسوريا فرجا و مخرجا ، اجعل لهم فرجا و مخرجا ، اجعل لهم فرجا و مخرجا ، اللهم و احقن دماءهم ، و احفظ أعراضهم ، و آمنهم في وطنهم ، اللهم و اكشف عنهم البلاء اللَّهُمَّ احْفَظْ عَلَيْنَا دِينَنَا وَأَمْنَنَا وَاسْتِقْرَارَنَا.</p><p>اللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا أَوْ أَرَادَ بِلادَنَا ومُقَدَّسَاتِنَا أَوْ أَرَادَ وُلَاةَ أَمْرِنَا وعُلَمَاءَنَا ورجال أمننا أَوْ أَرَادَ شَبَابَنَا وَنِسَاءَنَا بِسُوءٍ اللَّهُمَّ فَأَشْغِلْهُ بِنَفْسِهِ، وَرُدَّ كَيْدَهُ إِلَى نَحْرِهِ، واجعلْ تدميرهُ في تدبيره.</p><p>اللهم منزل الكتاب ومجري السحاب وهازم الأحزاب أهزم الحوثين المعتدين وعجل زوالهم .<br>وامنن على عبادك عسكر الاسلام وجند التوحيد بصبر ونصر ، اللهم قوِّ عزائمهم , واربط على قلوبهم برحمتك يا أرحم الراحمين .</p><p>سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين </p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-59031115843489916222024-03-06T07:56:00.001-08:002024-03-06T07:56:25.835-08:00Jangan Kau Tunda Apalagi Sampai Kau Tinggalkan Shalat<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Jangan Kau Tunda Apalagi Sampai Kau Tinggalkan Shalat</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">الحمدُ لله الذي وفقَّ مَن اختاره مِن عباده لطاعته، وأهَّلَ مَن ارتضاه منهم لعبادته، وهدَى مَن أحبَّه للمسارعة إلى مرضاته، وأشهد أن لا إله إلا الله، وحده لا شريكَ له في ألوهيته، ولا مُقاوِمَ له في جبروته وعِزَّته، وأشهد أنَّ سيّدنا محمدًا عبدُه ورسولُه، أرسَلَه إلى كافَّة خلقه بشيرًا ونذيرًا، وجعَلَه شاهدَ حقٍّ، وأمينَ صدقٍ، اللهمَّ فصلِّ وسلِّم وبارِكْ عليه، وعلى آله الذين فرضتَ على الأمة محبتَهم، وعلى أصحابه مصابيحِ المُقتدين به، ومتحمِّلين أمانَتَه.</p><p class="arab">أما بعدُ،</p><p>Ibadallah,</p><p>Bertakwalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam segala hal yang Dia wajibkan kepada Anda. Di antaranya kewajiban shalat di siang dan malam hari. Jangan sampai Anda meninggalkan shalat wajib tersebut. Atau meremehkan kewajibannya. Atau mengerjakannya di akhir waktunya. Atau mengerjakannya dengan tidak berjamaah. Karena shalat merupakan salah satu rukun dari rukun Islam. Ia adalah rukun yang agung setelah dua kalimat syahadat. Shalat juga merupakan amalan pertama yang dihisab di hari kiamat kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِ</p><p>““Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi.” [HR. Abu Dawud, Ahmad, dan selain keduanya].</p><p>Ketahuilah! Tidak ada bagian Islam pada diri seseorang, apabila ia meninggalkan shalat. Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu mengatakan,</p><p class="arab">أَمَا إِنَّهُ لَا حَظَّ فِي الْإِسْلَامِ لِأَحَدٍ تَرَكَ الصَّلَاةَ</p><p>“Tidak ada bagian dari Islam pada seseorang yang meninggalkan shalat.”</p><p>Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan,</p><p class="arab">مَنْ لَمْ يُصَلِّ فَلَا دِينَ لَهُ</p><p>“Barangsiapa yang tidak shalat, maka tidak ada (bagian) agama padanya.”</p><p>Shalat adalah pembeda antara kekufuran dengan keimanan. Dengan shalat dikenalilah mana seorang muslim dan mana yang non muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ</p><p>“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574].</p><p>Dan shahih dari Ibnu Syaqiq rahimahullah, bahwasanya ia berkata,</p><p class="arab">كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ</p><p>“Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memandang sesuatu amalanpun yang kalau ditinggalkan merupakan kekufuran, selain dari shalat.”</p><p>Juga terdapat atsar shahih dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata,</p><p class="arab">كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا غَزَا قَوْمًا لَمْ يُغِرْ حَتَّى يُصْبِحَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ، وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ بَعْدَ مَا يُصْبِحُ</p><p>“Dahulu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak menyerang suatu kaum, beliau tidak memulainya kecuali saat subuh. Jika beliau mendengar suara adzan dikumandangkan, beliau tidak menyerang. Jika tak terdengar suara adzan, beliau menyerangnya setelah subuh.”</p><p>Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin tidak berbeda pendapat tentang seseorang yang meninggalkan shalat wajib secara sengaja telah mengerjakan dosa yang paling besar. Bahkan dosa besar yang paling besar. Dosanya di sisi Allah lebih besar dibanding seseorang yang membunuh, merampok, berzina, mencuri, meminum khamr. Ia telah mengekspos dirinya untuk diadzab dan terkena murkanya Allah di dunia dan akhirat.”</p><p>Penduduk neraka ketika ditanya:</p><p class="arab">مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43)</p><p>“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” [Quran Al-Mudatsir: 42-43].</p><p>Jawaban pertama mereka ketika ditanya apa yang menyebabkan masuk neraka adalah karena meninggalkan shalat. Mereka tidak memulai jawaban dengan kesalahan-kesalahan lainnya. Kemudian, di ayat berikutnya, baru mereka mengatakan,</p><p class="arab">وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ (47)</p><p>“dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”. [Quran Al-Mudatsir: 44-47].</p><p>Pasti mereka akan mendapatkan hukuman di akhirat. Mereka ingin bersujud kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala akan tetapi mereka tak bisa melakukannya. Hal itu sebagai hukuman atas perbuatan mereka yang meninggalkan sujud kepada-Nya bersama orang-orang yang sujud sewaktu di dunia. Allah Ta’ala berfirman,</p><p class="arab">يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ</p><p>“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa. (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” [Quran Al-Qalam: 42-43].</p><p>Sambulah seruan Allah saat Anda berada di dunia. Jadilah hamba-Nya yang shalat, rukuk, dan sujud kepada-Nya. Laksanakanlah perintahnya karena berharap surga-Nya. Dan Dia telah memerintahkan demikian dalam firman-Nya:</p><p class="arab">وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ</p><p>“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” [Quran Al-Baqarah: 43].</p><p>Terdapat sebuah hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berwasiat kepada khalayak tatkala haji perpisahan:</p><p class="arab">اعْبُدُوا رَبَّكُمْ، وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ، وَصُومُوا شَهْرَكُمْ، وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ</p><p>“Beribadahlah kepada Rab kalian. Kerjakanlah shalat lima waktu. Berpuasalah di bulan Ramadhan. Berhajilah ke Baitullah. Tunaikanlah zakat pada harta kalian. Taatilah pemimpin kalian. Niscaya kalian masuk surga Rabb kalian.”</p><p>Seandainya seseorang meninggalkan salah satu shalat, seperti meninggalkan shalat ashar, maka dia telah rugi dengan kerugian yang besar. Dia telah melakukan perbuatan dosa yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ العَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ</p><p>“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka terhapus semualah amal kebajikannya.”</p><p>Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">لَا تَتْرُكَنَّ صَلَاةً مَكْتُوبَةً مُتَعَمِّدًا؛ فَإِنَّ مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مَكْتُوبَةً مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللهِ</p><p>“Janganlah meninggalkan shalat wajib secara sengaja. Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, terlepaslah ia dari perlindungan Allah.” [HR. Ahmad].</p><p>Ibadallah,</p><p>Sesungguhnya shalat kewajiban yang di dalamnya paling banyak bacaan Alquran. Dan shalat juga merupakan tali Islam yang terakhir. Karena itu, jangan sampai Anda meremehkannya. Jangan sampai Anda menyepelekan ibadah agung ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ</p><p>“Sesungguhnya tali Islam akan terlepas seutas demi seutas, ketika terlepas satu ikatan, maka umat manusia berpegang pada tali berikutnya. Perkara yang pertama kali terlepas adalah hukum dan yang paling akhir adalah shalat.” [HR. Ahmad dan selainnya].</p><p>Kalau tali terakhir saja sudah terlepas dari kita, bagian mana lagi dari agama ini yang ada pada kita?</p><p>Shalat juga menjadi salah satu alasan tidak bolehnya rakyat membangkang kepada pemimpinnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ تَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ، فَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ بَرِئَ، وَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ سَلِمَ، وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ»، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ؟ قَالَ: لَا، مَا صَلَّوْا</p><p>“Sesungguhnya akan diangkat seorang pemimpin untuk kalian. Kalian mengenalinya kemudian mengingkarinya (karena berbuat maksiat). Barangsiapa yang membenci, maka ia telah berlepas diri. Dan siapa yang mengingkari ia akan selamat. Akan tetapi yang binasa adalah orang yang ridha dan mengikuti.” Para sahabat bertanya, “Apakah boleh kami memerangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak boleh, selama mereka shalat.” [HR Muslim].</p><p>Ibadallah,</p><p>Berhati-hatilah! Jangan sampai Anda mengakhirkan pengerjaan shalat Anda secara sengaja. Karena meremehkan atau malas. Bahkan dikerjakan sampai keluar dari waktunya. Jangan sampai Anda lakukan hal ini, walaupun hanya satu shalat. Allah Ta’ala memperingatkan peringatan keras bagi mereka yang melakukan demikian. Allah Ta’ala berfirman,</p><p class="arab">فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ</p><p>“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” [Quran Al-Ma’un: 4-5].</p><p>Para sahabat nabi menafsirkan kata lalai dalam ayat ini dengan mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya. Diriwayatkan dari Mush’ab bin Saad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhuma, ia bertanya kepada ayahnya yang merupakan sahabat utama Nabi:</p><p class="arab">(( يَا أَبَتَاهُ: أَرَأَيْتَ قَوْلَ الله } الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُون { أَيُّنَا لَا يَسْهُو؟ أَيُّنَا لَا يُحَدِّثُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: «لَيْسَ ذَاكَ، إِنَّمَا هُوَ إِضَاعَةُ الْوَقْتِ، يَلْهُو حَتَّى يَضِيعَ الْوَقْتُ «))</p><p>“Ayah, bagaimana pendapatmu tentang firman Allah ‘orang-orang yang lalai dari shalatnya’. Siapakah di antara kita yang tidak lalai dalam shalat? Siapakah yang tidak pernah berbicara dengan dirinya sendiri saat shalat? (artinya 100% siapa yang bisa fokus dari awal hingga akhir).” Saad menjawab, “Bukan demikian maksudnya. Lalai di situ adalah menyepelekan waktunya. Ia remehkan sampai keluar dari waktunya.”</p><p class="arab">وسبحان ربك، ربِّ العِزَّة عما يصفون، وسلام على المرسلين، والحمد لله ربِّ العالمين.</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله الأمين، سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه الميامين.</p><p class="arab">أما بعد، فيا عباد الله:</p><p>Sesungguhnya Anda semua tahu bahwa masjid-masjid itu dibangun tujuannya agar shalat ditegakkan di dalamnya, dimakmurkan oleh manusia dengan shalat dan ibadah, disibukkan dengan berdzikir kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:</p><p class="arab">فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ</p><p>“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” [Quran Nur: 36-37].</p><p>Karena itu, kerjakanlah shalat lima waktu di masjid. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Anda, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya radhiallahu ‘anhum, kaum muslimin setelah mereka. Jika kita menyelesihi dari yang demikian atau malas, maka kita telah meniru sifatnya orang-orang munafik. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata,</p><p class="arab">مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا، فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ، فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى، وَإِنَّهُنَّ مَنْ سُنَنَ الْهُدَى، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ، لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ، إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً، وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً، وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ</p><p>“Barangsiapa yang ingin menjumpai Allah dalam keadaan muslim, maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat ini di tempat yang mengajak untuk melaksanakannya. Karena Allah menyariatkan untuk Nabi kalian sunanul huda (petunjuk). Dan shalat berjamaah termasuk sunanul huda (petunjuk). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, itu berarti kalian telah meninggalkan ajaran Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan ajaran Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat. Aku telah melihat bahwa tidak ada yang tertinggal dari shalat berjamaah melainkan orang munafik yang jelas kemunafikannya. Dan sungguh adakalanya seseorang biasa dibawa di antara dua orang (dipapah) sampai ia diberdirikan di dalam shaf.” [HR. Muslim, no. 654].</p><p>Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُؤَذِّنَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزُمُ الْحَطَبِ إِلَى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الصَّلَاةِ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ</p><p>“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada dalam kedua shalat tersebut tentu mereka akan mendatanginya walau dengan merangkak. Sungguh aku bertekad untuk menyuruh orang melaksanakan shalat. Lalu shalat ditegakkan dan aku suruh ada yang mengimami orang-orang kala itu. Aku sendiri akan pergi bersama beberapa orang untuk membawa seikat kayu untuk membakar rumah orang yang tidak menghadiri shalat Jamaah.” [HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651, dari Abu Hurairah].</p><p>Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,</p><p class="arab">إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا</p><p>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [Quran 4:142].</p><p>Demi Allah, lihatlah berapa banyak jumlah orang yang shalat di masjid ketika shalat berjamaah ditegakkan di sana. Kemudian perhatikan pula berapa banyak jumlah manusia di pasar, di rumah, di jalan-jalan, di tempat bekerja, di tempat bermain, di tempat nongkrong, yang sedang online internet. Apakah kendaraan berhenti ketika shalat ditegakkan? Sehingga jalanan menjadi sepi?</p><p>Ibadallah,</p><p>Berhati-hatilah terhadap perbuatan yang menyelisihi syariat Rabb kalian. Tetaplah istiqomah dalam menaati-Nya. Allah Ta’ala telah memberi peringatan:</p><p class="arab">فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ</p><p>“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” [Quran An-Nur: 63]</p><p>Ibadallah,</p><p>Bersemangatlah pula dalam mengerjakan shalat sunnah rawatib. Perbanyaklah melakukan shalat sunnat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</p><p class="arab">” إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ ” .</p><p>“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”</p><p>Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” [HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh Adz Dzahabi].</p><p>Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,</p><p class="arab">وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ</p><p>“Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”</p><p>Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar menolong kita dalam mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan beribadah dengan baik kepada-Nya.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وبارك عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ<br>رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ</p><p class="arab">رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا</p><p class="arab">رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ</p><p> </p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-57105419844942288412024-03-06T07:55:00.001-08:002024-03-06T07:55:17.766-08:00Keniscayaan Budaya Islam<p><strong>Keniscayaan Budaya Islam</strong><br></p><p>Allah SWT menciptakan manusia dengan beberapa kemampuan, agar mereka dapat berinteraksi dengan sesamanya sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.</p><p>Diantara kemampuan itu adalah, dengan mulut atau lisan manusia bertutur, dengan akhlak manusia bisa berperilaku dan dengan jiwa empati, simpati, dan segala bentuk perasaan lainnya, manusia bisa berinteraksi satu sama lain.</p><p>Pada dasarnya, dengan kemampuan itu manusia ingin mewujudkan keinginan dan tujuannya di persada bumi ini, nah. Apa tujuan manusia? Tujuan manusia ada dua, yaitu kebaikan dan kebahagiaan</p><p>Kaum muslimin jamaah Jumat yang berbahagia</p><p>Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pandangan seseorang terhadap kebahagiaan dan kebaikan itu berbeda-beda satu sama lain, tidak menutup kemungkinan, pandangan kami terhadap kebaikan dan kebahagiaan berbeda dengan jama’ah sekalian, atau diantara jama’ah juga saling berbeda pandangan terhadap kebaikan dan kebahagiaan itu, bahkan bisa jadi saling bertolak belakang.</p><p>Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, selanjutnya akan melahirkan cara berperilaku yang berbeda, dan prilaku yang berbeda itu akhirnya menimbulkan kebudayaan yang berbeda pula, karena pada dasarnya budaya itu lahir dari interaksi prilaku manusia.</p><p>Dalam pandangan Islam, dari perbedaan itu, setidaknya ada dua budaya yang berkembang besar, hingga menjadi dua landansan umat manusia dalam menjalani fungsinya sebagai makhluk sosial:</p><h3>Pertama: Siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya dunia semata</h3><p>Tanpa ada tujuan terhadap akhirat, maka kebaikan dan kebahagiaan hanya berupa harta wanita dan tahta, maka ia akan melakukan apa saja untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan menurut ukurannya, berinteraksi dengan pola pikir dunia, bersosialisasi dengan tujuan meraup harta, mendapat pasangan hidup yang cantik dan menduduki kekuasaan yang tinggi, dan segala tindak tanduk lainnya yang didasarkan pada kesenangan dunia, dari itu akan terbentuk interaksi dunia semata, yaitu interaksi yang tak mengindahkan tujuan akhirat, interaksi yang kosong dari ajaran Islam. Dari interaksi inilah muncul budaya yang sering kita sebut sebagai “budaya jahiliyah”.</p><p>Hal yang perlu disadari bersama bahwa, budaya jahiliyah ini sejatinya adalah budaya yang merusak, menjadi virus disetiap segi, tidak hanya pada kehidupan manusia, juga merusak pada tatanan alam semesta.</p><p>Bagaimana tidak, interaksi yang terbentuk didalam budaya jahiliyah ini, adalah interaksi syahwat belaka, ajaran Islam yang telah ditiadakan digantikan oleh system brutal untuk mewujudkan kesenangan dunia semata, akibatnya segala cara ditempuh untuk tujuan itu, segala cara dipergunakan, meski harus mengorbankan banyak orang, atau meski merusak banyak lini. Baik dari aspek jiwa, hingga aspek di luar jiwa.</p><p>Lihat saja, korupsi merajalela, perampokan dimana-mana, permerkosaan dan perzianahan semakin meningkat juga semakin keji dan masih banyak lagi penyakit-penyakit sosial yang diakibatkan oleh budaya jahiliyah yang terbentuk dari interaksi-interaksi hewaniyah.</p><p>Sehingga secara jelas, budaya jahiliyah ini akan menurukan derajat manusia menjadi lebih hina dari pada hewan. Sehingga dampak yang paling parah yaitu orang muslim yang menjadi musuh Islam, sebab keisalaman dicampakkan lalu diganti dangan pola hidup jahiliyah, atau barat, dewasa ini yang hanya memuaskan nafsu belaka. Padahal Rasululllah SAW telah mengultimatum kita semua sebagai umatnya dengan sabdanya:</p><p>مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (أبي داود</p><p>“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia tergolong didalam golongan tersebut” (HR. Abu Daud)</p><h3>Kedua: siapa-siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya adalah penilaian Allah SWT.</h3><p>Kebaikan dan kebahagiaan itu adalah wujud dari Ridho-Nya, sehingga untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan tersebut harus sesuai dengan ajaran-Nya, yaitu syariat Islam, maka mereka-mereka inilah yang akan membentuk suatu budaya yang kita sebut sebagai “budaya Islami” sebab, tentunya dengan interaksi-interaksi mereka yang sesuai dengan tuntunan Islam, itu akan melahirkan kondisi sosial yang seluruhnya didasari oleh aturan-aturan Islam.</p><p>Dan jika telah terwujud yang demikian, maka segala aspek kehidupan, baik manusia maupun diluar manusia, di dunia ini, akan tercegah dari perusakan dan pergeseran sunnatullah atau hukum alam yang menjadi hukum asal dari setiap benda yang ada di dunia ini, sebab sudah sangat jelas, bahwa Allah SWT yang menciptakan seluruh alam semesta, sehingga Allah SWT lah yang paling tau pemeliharaan dan penjagaannya, dan disinilah peran kita sebagai khalifatullah fil Ardhi untuk mewujudkan tugas pemeliharaan tersebut.</p><p>Penjagaan dan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik harus berpedoman dengan syari’at Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, sesuai dengan konsep di atas. Untuk itu, langkah yang harus kita tempuh untuk membudayakan ajaran Islam disekitar kita adalah dengan cara merubah terlebih dahulu prilaku kita menjadi perilaku Islami, dan untuk mewujudkan perilaku yang Islami, maka ada empat hal yang harus di benahi:</p><p>Aqidah yang selamat: Aqidah yang meng-Esakan Allah SWT, Aqidah yang mempercayai dan mengakui seluruh kekuasaan Allah SWT dan Aqidah yang melahirkan cinta, takut dan patuh kepada Allah SWT</p><p>Ibadah yang benar: ibadah yang didasari oleh aqidah yang selamat, ibadah yang dituntukan oleh Rasulullah SAW</p><p>Akhlak yang utama: akhlak yang telah dicontohkan oleh seluruh nabi dan Rasulullah SAW , yaitu akhlak yang betul-betul mewujudkan sabda Nabi sebagai ciri Islam “muslim ialah muslim lain aman dari gangguan lisan dan tangannya”</p><p>Al-Hukmul Al-‘adil: hukum yang didalamnya tidak terdapat unsur-unsur yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia, hukum yang sesuai dengan kebutuhan seluruh Alam, hukum yang membawa keamanan, kedamaian dan kesejahteraan yang sebenar-benarnya</p><p>Maka apabila keempat unsur tersebut terpenuhi dalam jiwa seorang muslim, niscaya secara otomatis perilakunya akan sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh aturan Islam, dan dari perilaku ini, terbentuklah budaya Islam yang kita idam-idamkan.</p><p>Kaum Muslimin jamaah jumat yang berbahagia.</p><p>Poin penting yang harus kita pahami bersama bahwa, jika ada yang beranggapan, budaya jahiliyah dapat disatu padukan dengan budaya Islami, sungguh hal itu adalah sebuah anggapan yang sangat keliru dan tak berdasar.</p><p>Karena telah kita paparkan sebelumnya, budaya jahiliyah hanyalah sebuah system yang merusak tatanan masyarakat, sementara budaya Islam datang untuk memelihara dan memberikan kedamaian bagi seluruh umat manusia.</p><p>Maka bagaimana mungkin dua kebudayaan yang saling bertolak belakang, saling tolak menolak satu sama lain bisa disatukan, hal ini sama saja ingin menyatukan air dengan minyak takkan pernah menyatu, hingga langit runtuh sekalipun.</p><p>Disinilah peran kita sebagai umat Islam, yaitu menegakkan budaya Islami yang langkah awalnya adalah membersihkan pondasi sosial kita dari segala bentuk kejahiliyahan, barulah setelah itu, kita mulai membangun tonggak budaya Islam kita, mengembangkan payung syari’at Islam, lalu dengan di bawah payung tersebut, bernaung beragam budaya yang terdapat di negara kita, sehingga dengan demikian setiap interaksi yang terjadi dari beragam budaya tersebut takkan keluar dari batas penaungnya, yaitu payung syari’at Islam,</p><p>Pada akhirnya kepada Allah SWT kita serahkan segalanya, dan semoga kita termasuk dalam golongan umat yang terbaik, umat yang mendapat keberuntungan.</p><p>بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p><p>Khutbah Jumat Kedua Keniscayaan Budaya Islam</p><p>اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ … أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ.</p><p>اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.<br>وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىإِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.</p><p>رَّبَّنَآإِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَاوَعَدتَنَا عَلَىرُسُلِكَ وَلاَتُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيعَادَ.</p><p>رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p>رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا.</p><p>رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.<br>اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.</p><p>رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.</p><p>وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.</p><p> </p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-89273508816665418772024-03-06T07:54:00.001-08:002024-03-06T07:54:17.671-08:00Batalnya Syahadat Seorang Muslim<p><strong>Batalnya Syahadat Seorang Muslim</strong><br></p><p>Kaum muslimin jamaah jumat yang diridhoi Allah SWT.</p><p>Salah satu nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita di Indonessia ini adalah nikmat dilahirkan atau hidup di tengah komunitas muslim yang cukup besar, bahkan terbesar di dunia.</p><p>Orang tua kita tidak canggung memberikan nama bernuansa Islami kepada anaknya tanpa khawatir dianggap nama teroris, para muslimah bebas mengenakan jilbabnya tanpa takut didiskriminasi, masjid masjid dibangun dengan mewah, menara yang menjulang dan senantiasa mengumandangakan azan tiap waktunya, tanpa takut disegel pemerintah.</p><p>Bandingkan dengan saudara-saudara kita yang hidup di lingkungan yang tidak sama seperti kita. Tentu kita sudah sering menyimak di media cetak maupun media elektronik, bagaimana nasib saudara kita sesama muslim yang hidup di Eropa atau Amerika Serikat misalnya.</p><p>Terutama pasca peristiwa fitnah WTC 11 September, mereka menjadi sasaran kaum Islamophobia, Jilbab dan cadar dilarang, menara dilarang, nama yang berbau muslim atau Arab dicurigai. Mereka setiap hari harus berjuang mempertahankan identitas kemusliman meraka, mereka harus berjuang keras menjaga syahadat mereka.</p><p>Lalu kembali kepada kita, kaum muslimin yang dirahmati Allah, kita atau katakanlah sebagian dari masyarakat kita, karena sudah terlahir sebagai muslim, dengan nama Islami, dilengkapi lagi dengan KTP yang mempertegas keIslaman formalnya dan hidup ditengah-tengah masyarakat muslim, entah karena semua itu atau ada faktor lain, mereka kadang lengah, tidak sadar bahwa keislaman mereka bisa saja batal.</p><p>Mereka tidak berhati-hati sehingga syahadatnya pun tinggal lafal yang tidak bermakna di sisi Allah SWT. mereka menganggap hal-hal itu remeh, padahal ini adalah permasalahan yang sungguh amat sangat penting, karena syahadatlah yang membedakan antara seorang yang beriman dengan yang tidak beriman. Seorang muslim dengan seorang kafir.</p><p>Jamaah jumat yang dicintai Allah,</p><p>Pertama-tama sebelum khatib membahas lebih jauh tentang pembatal syahadat, khatib perlu menegaskan bahwa ini sama sekali bukan untuk menghakimi saudara kita sesama muslim, bahwa ia telah membatalkan syahadatnya, tapi yang terpenting adalah bagaimana menjadikannya sebagai bahan muhasabah pribadi, lalu kita berusaha menjauhinya dan menjauhkan keluarga kita darinya.</p><p>Said Hawwa di dalam kitabnya yang berjudul Al Islam menyebutkan bahwa ada 20 hal yang dapat membatalkan syahadat seorang muslim atau muslimah. Dalam kesempatan khutbah ini khatib hanya akan menyampaikan beberapa diantaranya.</p><p>Pembatal syahadat yang pertama adalah bertawakkal kepada selain Allah SWT, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berusaha dan berikhtiar dalam setiap hajat kebutuhan hidup kita, namun Allah SWT melarang kita untuk bertawakkal kepada usaha kita tersebut.</p><p>Yang dimaksud bertawakkal kepada usaha adalah ketika seseorang sudah begitu yakin dengan usahanya dalam suatu perkara, ia menumpuhkan seluruh harapannya kepada apa yang telah ia lakukan, sehingga ia melupkan bahwa di atas segala usaha dan ikhtiyar sebaik dan sekeras apapun itu, masih ada Allah SWT, Sang Pencipta yang Maha berkuasa. Allah SWT berfirman di dalam surah Al Maidah ayat 23 ;</p><p>قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُواْ عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ</p><p>“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah SWT Telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan Hanya kepada Allah SWT hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.</p><p>Ayat di atas bercerita tentang Bani Israil ketika hendak memasuki negeri yang di dalamnya hidup kaum yang kejam, namun Allah SWT tidak langsung menurunkan kepada mereka bantuan, tapi memerintahkan kepada mereka melalui lisan dua orang yang takut kepada Allah SWT di kalangan mereka, agar berusaha yakni masuk kedalam negeri tersebut. Setelah mereka berusaha, Allah SWT kemudian memerintahkan kepada mereka agar bertawakkal hanya kepada Allah SWT.</p><p>Begitupun dalam kehidupan kita, kita tentu saja harus berusaha keras untuk meraih sesuatu, untuk mencapai kesuksesan, namun akhirnya, kepada Allahlah kita serahkan keputusannya.</p><p>Disinilah perbedaan orang kafir dengan orang yang beriman. Seorang kafir berusaha maksimal dan menggantungkan harapannya sepenuhnya pada usahanya, sedangkan orang mukmin juga berusah dengan maksimal, tapi hanya menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah SWT.</p><p>Kaum muslimin jamaah jumat yang diberkahi Allah,</p><p>Pembatal syahadat yang kedua adalah tidak mengakui bahwa semua nikmat baik lahir maupun batin berasal dari Allah SWT.</p><p>Allah SWT berfirman ;</p><p>أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُّنِيرٍ</p><p>“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah SWT Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah SWT tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)</p><p>Jamaah jumat rahimakumullah, setiap muslim wajib mengakui bahwa setiap nikmat yang ia peroleh, yang meliputinya baik itu nikmat fisik seperti tubuh yang sehat, harta yang cukup, anak serta istri yang menyejukan pandangan dan sejenisnya adalah nikmat dari Allah, merupakan pinjaman dari Allah SWT begitu juga nikmat yang abstrak seperti Iman, Islam, rasa bahagia, kepandaian dan sejenisnya hanyalah dari Allah SWT.</p><p>Seorang muslim yang sempurna syahadatnya, tidak boleh menganggap bahwa semua yang ia miliki ia peroleh karena usahanya sendiri. Karena bagaimanapun manusia berusaha, Allah-lah yang memutuskan bagaiamana akhirnya.</p><p>Dalam konteks inilah Allah SWT membinasakan Qarun yang menyombongkan harta yang ia anggap hasil dari ilmunya. Seperti diabadikan oleh Al Quran ;</p><p>قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي</p><p>“Karun berkata: “Sesungguhnya Aku Hanya diberi harta itu, Karena ilmu yang ada padaku”. (QS. Al-Qashas: 78)</p><p>Begitulah Qarun menjadi kafir Karena menganggap nikmat yang ia peroleh adalah hasil dari kemampuannya tanpa mengakui Allah SWT sebagai pemberi segalanya.</p><p>Hal berikutnya yang membatalkan syahadat adalah beramal dengan tujuan selain Allah SWT.</p><p>Seorang yang mengaku muslim yang bersyahadat, agar syahadatnya tetap sempurna maka ia harus beribadah karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman ;</p><p>قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ</p><p>“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah SWT)”. (QS. Al-An’am: 162-163)</p><p>Ibadah di sini tidak terbatas pada shalat, puasa, zakat, dan haji semata, tetapi mencakup semua amalan yang dikerjakan karena Allah SWT. dengan demikian seorang muslim tidak boleh berbuat karena sesuatu yang lain selain Allah SWT.</p><p>Misalnya adat, hidup matinya untuk adat benar-salah ia tetap membela adatnya. Pernyataan ini bukan berarti kita tidak boleh memelihara atau membela adat, tetapi yang dimaksud di sini adalah tidak menjadikannya nomor satu di atas segala-galanya termasuk menjadikannya lebih di atas dari aturan-aturan agama Islam.</p><p>Berikutnya yang dapat membatalkan syahadat seseorang adalah membenci Islam sebagian atau seluruhnya. Allah SWT berfirman ;</p><p>وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ</p><p>“Dan orang-orang yang kafir, Maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah SWT menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah SWT (Al Quran) lalu Allah SWT menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”</p><p>Kaum muslimin jamaah jumat yang diberkati Allah SWT,</p><p>Pada ayat di atas dikatakan kecelakaan yang menimpa orang yang kafir, orang yang tidak bersyahadat adalah karena mereka membenci apa-apa yang diturunkan Allah, yakni Al Quran yang menjadi sumber segala hukum Islam.</p><p>Di dalam Al Quran ditetapkan kaidah-kaidah umum, larangan-larangan, perintah-perintah serta petunjuk-petunjuk. Lalu selain itu Allah SWT juga menjadikan sunnah nabi-Nya menjadi bagian dari sumber hukum Islam. jika semuanya digabungkan maka ia disebut dinul Islam. Seorang yang membenci salah satu dari elemen di atas, atau bahkan seluruhnya, maka ia dianggap telah membatalkan syahadatnya.</p><p>Kaum muslimin yang dicintai Allah SWT, termasuk dalam hal ini bila ada seseorang yang begitu alergi dengan hukum-hukum hudud dalam Islam, misalnya saja hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman rajam bagi pezina yang sudah pernah menikah.</p><p>Akhir–akhir ini, ketika banyak kalangan umat yang memperjuangkan diberlakukannya syariat, atau PERDA syariat justru muncul dari umat Islam sendiri suara-suara yang membenci hukum tersebut dengan dalih bertentangan dengan kemanuiaan dan HAM.</p><p>Mereka tidak sadar bahwa kebencian mereka itu telah mencederai syahadat mereka. Begitu juga jika kita membenci system ekonomi Islam yang Alhamdulillah mulai berkembang di tanah air kita bahkan di dunia. Intinya kita sebagai seorang yang bersyahadat harus cinta dan bangga pada semua elemen Islam, jangan mengenyampingkan sebagian dengan dalih apapun.</p><p>Jamaah jumat yang berbahagia, masih berhubungan dengan poin tadi, hal berikutnya yang dapat membatalkan syahadat seseorang adalah apabila ia memperolok–olok Al Quran dan Sunnah serta orang yang berjuang menegakan keduanya. Simaklah firman Allah SWT ;</p><p>يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِم قُلِ اسْتَهْزِؤُواْ إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ</p><p>“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah SWT dan rasul-Nya).” Sesungguhnya Allah SWT akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 64-65)</p><p>Dalam ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa hanya orang-orang munafiklah yang suka mengolok-olok Islam. Fenomena ini juga kadang kita temui dalam masyarakat kita. Ketika ada seorang yang berusaha meneladani sunnah Rasulullah SAW , justru dianggap aneh oleh sebagian muslim yang lain. Bahkan ada yang mengolok-olok atau menyematkan sebutan yang jelek bagi mereka.</p><p>Ya harus kita akui bahwa terkadang ada perkara-perkara yang oleh sebagian kaum muslimin sebagai sunnah Rasul yang mesti dihidupkan namun bagi yang lain perkara tersebut tidak mesti dipahami sebagaimana kelompok pertama tadi memahaminya. Misalnya saja memanjangkan jenggot, atau memakai kain di atas mata kaki. Dalam perkara semacam ini, untuk menjaga syahadat kita, hendaknya kita bersikap bijak dengan tidak mengolok mereka yang berbeda pendapat dengan kita. Karena ternyata fatal akibatnya.</p><p>Jamaah jumat yang saya hormati, pembatal syahadat terakhir yang sempat saya sampaikan pada kesempatan ini adalah mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir. Di atas tadi telah kami sampaikan beberapa hal yang dapat membatalkan syahadat seorang muslim, tapi dengan berdasarkan semua itu janganlah kita dengan gampang mengecap seorang muslim sebagai kafir, karena hal inipun dapat membatalkan syahadat kita. Rasulullah SAW pernah bersabda ;</p><p>حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبِي ، عَنْ حُسَيْنٍ يَعْنِي الْمُعَلِّمَ ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ، أَنَّ أَبَا الأَسْوَدِ ، حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يَقُولُ لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفِسْقِ ، وَلاَ يَرْمِيَهُ بِالْكُفْرِ إِلاَّ رُدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ</p><p>“Jika seorang menuduh orang lain fasik ataupun kafir padahal sifat tersebut tudaklah ada pada orang yang ia tuduh, maka kefasikan dan kekafiran kembali kepadanya (si penuduh)”</p><p>Di tanah air kita ini, ada banyak sekali kelompok Islam yang dalam pengamalan dan pemahaman mereka terhadap Islam terdapat perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada itu jangan sampai membuat kita begitu cepat mencap saudara sesama muslim sabagai kafir yang halal darahnya. Kecuali jika buktinya memang jelas bahwa orang tersebut telah nyata kekafirannya. Jika demikina justru kita harus mengkafirkannya. Misalnya jika ada seorang yang mengaku muslim namun meyakini adanya nabi setelah Rasulullah SAW , orang tersebut telah kufur.</p><p>Namun jika perbedaan yang ada hanya masalah furu’ atau cabang dalam agama, dimana perkara tersebut tidak sampai membuat seseorang kafir, maka kita sebagai orang yang bersyahadat janganlah sekali-kali menuduh seorang kafir. Karena jika tuduhan tersebut tidak terbukti justru syahadat kitalah yang terancam.</p><p>Jamaah jumat rahimaniy warahimakumullah.</p><p>Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan khutbah ini. Akhirnya kembali khatib tegaskan bahwa semua pembatal syahadat yang telah disebutkan tadi bukanlah untuk menghakimi orang lain, tapi yang terpenting adalah marilah kita bersama berhati-hati menjaga syahadat kita ini. Karena bukan Cuma wudhu yang bisa batal, syahadatpun demikian bisa saja batal. terkadang kita sangat peduli dan memperhatikan perbuatan kita agar wudhu tidak batal, sedangkan terhadap hal–hal yang membatalkan syahadat kadang kita lalaikan. Padalal syahadat adalah rukun, pilar, atau penegak Agama kita yang pertama.</p><p>أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ</p><p><br></p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-89112052814990548442024-03-06T07:52:00.001-08:002024-03-06T07:52:58.272-08:00Kehidupan Kedua<p><strong>Kehidupan Kedua</strong><br></p><p>Mungkin sebagian dari kita masih meragukan tentang adanya kehidupan setelah kematian, bagaimana caranya Allah SWT mengembalikan tubuh kita yang telah hancur didalam tanah. Serta mengembalikan ruh kita, bersatu kembali dengan tubuh kita.</p><p>Begitu juga, betapa banyak manusia sangat ketakutan dalam menghadapi kematian dan berharap untuk hidup selamanya agar bisa menikmati dunia dan seisinya.Kehidupan setelah kematian adalah hal yang mudah bagi Allah SWT, semudah Allah SWT menciptakan dari tiada menjadi ada.</p><p>Dalam kehidupan dunia-pun kita bisa membuktikan adanya kebangkitan. Jika kita hidup dinegara yang mengalami pergantian musim, maka kita dapat menyaksikan tumbuh-tumbuhan yang tadinya subur menjadi layu, berguguran, dan pada akhirnya membeku selama musim dingin (bagaikan pohon yang mati). Lalu tibalah musim semi, udara menjadi hangat, dedaunan mulai tumbuh, kuncup bunga berkembang dan rerumputan tumbuh subur kembali.</p><p> </p><p>Mari kita cermati sejenak firman Allah SWT :</p><p>وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ</p><p>“Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati, lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu”. (QS. Faathir: 9).</p><p>Allah SWT juga berfirman :</p><p>وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ</p><p>“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu melihat bumi itu kering tandus. Maka apabila Kami turunkan hujan pada permukaannya ia berubah menjadi subur. Sesungguhnya Tuhan yang Maha menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati. Sesungguhnya Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu”. (QS. Fushshilat: 39).</p><p>Rasulullah SAW bersabda:</p><p>“Seorang Badui memungut sekerat tulang, dan menantang Nabi Muhammad SAW: “Wahai Muhammad, siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?”. Allah SWT menjawab dengan firmannya: (Dan) Dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kejadiannya. Ia katakan: “Siapa pula yang sanggup menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh itu?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Allah SWT yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Tahu tentang segala makhluk”. (Qs. Yaasiin: 78-79).”</p><p>Jama’ah shalah jumat yang dirahmati Allah SWT</p><p>Sangat mudah bagi Allah SWT menggabungkan kembali ciptaannya yang telah hancur, sedangkan dari yang tiada bisa ia ciptakan menjadi ada yakni bumi, langit dan seisinya. Saat jabang bayi dalam kandungan lebih kurang selama 9 bulan, ia akan mengalami masa kegelapan, hidup didalam air dan tempat yang sempit didalam perut ibunya. Jika ia bisa berfikir dan berbicara, maka manusia diluar (perut ibunya) dapat memberikan informasi kepadanya tentang kehidupan dunia yang penuh cahaya, tumbuh-tumbuhan hijau, interaksi sesama makhluk dan kenikmatan lainnya.</p><p>Maka ia tentu akan bertanya: “Untuk apa aku didalam perut yang gelap dan sempit ini, kenapa aku tidak segera dikeluarkan?”</p><p>Manusia diluar akan menjelaskan: “Anda harus menjalani proses disana (dalam perut) agar tubuhmu sempurna dan siap untuk menghadapi kehidupan dunia.”</p><p>Sang jabang bayi kemudian mengerti, dan berkata: “Baiklah, saya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi dunia yang penuh kenikmatan dan tantangan itu.”</p><p>Jika dialog diatas dianalogikan (disamakan) dengan kehidupan manusia (alam kehidupan) dan alam setelah kematian (kebangkitan), maka seharusnya dunia ini (alam kehidupan) merupakan persiapan yang matang untuk kita dalam menghadapi alam kebangkitan yang abadi.</p><p>Jika kita memahami hakikat hidup ini yang sementara saja dan ada kehidupan yang abadi setelah kematian, maka kita akan berkata persis seperti sijabang bayi: “Baiklah, saya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangan-Nya, agar saya siap menghadapi kehidupan setelah kematian, sehingga saya mengalami kebahagiaan yang abadi.”</p><p>Masalahnya adalah, kadang-kadang kita melupakan informasi Allah SWT dalam Al-Qur’an dan sunnah tentang kehidupan setelah kematian atau tidak ada manusia yang telah mati yang dapat memberikan informasi kepada kita tentang kehidupan setelah mati itu. Jika kita selalu mengingat kematian dan kehidupan setelahnya, tentu kita akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan dan selalu berjalan dalam “rel” yang telah ditentukan-Nya.</p><p>Jama’ah shalah jumat yang dirahmati Allah SWT</p><p>Orang yang selalu ingat akan kematian adalah orang-orang yang cerdas, karena ia selalu mempersiapkan diri menghadapi kematian itu. Dan ia tidak akan merasa takut terhadap kematian, karena kematian adalah gerbang kehidupan berikutnya yang indah dan abadi. Hanya manusia yang tidak punya bekal saja yang takut menghadapi kematian. Seseorang yang sangat mendambakan kematian akan berucap seperti Rasulullah SAW saat menghadapi sakratul maut: “Aku hanya ingin kembali keharibaan Allah,” hal ini menunjukkan kerinduan yang sangat untuk bertemu Rabbnya.</p><p>Untuk itu, tidak perlu takut akan kematian karena hanya sekali saja dalam kehidupan kita, lakukanlah persiapan yang matang menghadapinya. Dan berharaplah malaikat maut berkata kepada kita disaat ajal menjelang:</p><p>“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya . Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam syurga-Ku”. (QS. Al-Fajr: 27-30).</p><p>بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-20955425245943843372024-03-06T07:51:00.001-08:002024-03-06T07:51:46.806-08:00Hablum Minallah Wa Hablum Minannas<p><strong>Hablum Minallah Wa Hablum Minannas</strong></p><p>الحمد لله الذي هدانا لهذا, وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله، و الحمد لله المنزه عن أن يكون له نظراء وأشباه، المقدس فلا تقرب الحوادث حماه، الذي اختار الإسلام ديناً وارتضاه، فأرسل به محمد – صلى الله عليه وسلم – واصطفاه، وجعل له أصحاباً فاختار كلاً منهم لصحبته واجتباه، وجعلهم كالنجوم بأيهم اقتدى الإنسان اهتدى إلى الحق واقتفاه، فصلى الله عليه وعلى آله وأصحابه صلاة توجب لهم رضاه، أحمده على نعمه كلها حمداً يقتضي الزيادة من نعمه، ويجزل لنا النصيب من قسمه }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا (۷٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ</p><p>Islam memiliki ajaran yang membentangkan dua bentuk hubungan yang harmonis</p><p>1. Tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah (ubudiyah) atau yang populer dikatakan dengan hablum minallah.</p><p>2. Tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam wujud amaliyah sosial.</p><p>Dalam Al-Qur’an surat Ali Imron: 112 Allah SWT berfirman</p><p>ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآؤُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأَنبِيَاء بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ</p><p>“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah SWT dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah SWT dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah SWT dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”</p><p>Ayat ini memberikan kepada kita tentang malapetaka yang telah menimpa Bani Israil sebagai akibat kedurhakaan mereka kepada Allah SWT dan kepada para nabi. Sehingga mereka harus mengalami malapetaka, kehinaan, kemiskinan, dan kemurkaan dari Allah SWT. Dan dalam ayat tersebut diberitakan pula bahwa jalan keluar dari segala malapetaka tersebut adalah membangun kembali hablum minallah dan hablum minannas.</p><p>Hablum minallah menurut bahasa berarti hubungan dengan Allah SWT. Namun dalam pengertian syariah makna hablum minallah sebagaimana yang dijelaskan di dalam tafsir At-Thabari, Al-Baghawi, dan tafsir Ibnu Katsir adalah “Perjanjian dari Allah.</p><p>Maksudnya adalah masuk Islam atau beriman dengan Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan di akhirat” Sehingga dapat kita pahami bahwa untuk membangun hubungan kita kepada Allah, kita mempunyai kewajiban untuk menunaikan hak-hak Allah, dan apakah hak-hak Allah SWT itu?</p><p>Hak-hak Allah SWT ialah mentauhidkan dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain serta menjalankan syariat Allah SWT. Misalnya: sholat, puasa dan sebagainya.</p><p><strong>Sidang jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah</strong></p><p>Namun apakah cukup hanya dengan hablum minallah saja, sedangkan di sisi yang lain kita mengabaikan hablum minannas? Tentu tidak cukup, mengingat kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.</p><p>Di dalam Al-Quran juga banyak ayat-ayat yang menyebutkan tentang perintah mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan hablum minannallah namun diiringi juga dengan hablum minannas, antara lain.</p><p>إِنَّ الإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا إِلَّا الْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ</p><p>“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19), Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20), Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21), Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat (22), Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya (23), Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu (24), Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (QS. Al-Ma’arij: 19-25)</p><p>Dalam ayat tersebut secara tegas Allah SWT menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan manusia sejak dia diciptakan. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita sering berkeluh kesah? Sebaliknya, kalau kita memiliki banyak harta kita sering lebih cenderung untuk kikir.</p><p>Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan kita tersebut dapat kita hindari? Allah SWT menyebutkan paling tidak ada dua jalan, pertama, mengerjakan sembahyang (hablum minallah) secara kontinyu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu untuk fakir miskin (hablum minannas).</p><p>Di dalam Al-Quran Allah SWT berfirman</p><p>وَاعْبُدُواْ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا</p><p>“Sembahlah Allah SWT dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An-Nisa: 36)</p><p><strong>Sidang jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah</strong></p><p>Ayat tersebut mengandung dua bentuk akhlak, yaitu akhlak kepada Allah SWT (hablum minallah) yang ditunjukkan dengan perintah agar kita menjalin hubungan baik kepada Allah SWT dengan cara tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.</p><p>Akhlak terhadap sesama manusia (hablum minannas) yang ditunjukkan dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang yang dalam perjalanan dan hamba sahaya.</p><p>Selanjutnya Allah SWT menutup ayat di atas dengan kalimat: “Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. Dengan maksud agar kita tidak sombong kepada orang tua, karena ada saat dimana kita juga pasti akan menjadi tua.</p><p>Jangan sombong kepada anak-anak yatim karena ada saat kita juga akan menjadi yatim.</p><p>Jangan sombong kepada orang miskin karena ada saat kita juga akan menjadi miskin secara tiba-tiba.</p><p>Jangan sombong kepada tetangga karena merekalah orang yang pertama memberikan pertolongan kepada kita saat kita mengalami kesulitan.</p><p>Jangan sombong kepada teman karena kita sangat membutuhkannya.</p><p>Jangan sombong kepada musaffir karena ada saat dimana kitapun akan menjadi musafir dan jangan sombong kepada pembantu rumah tangga karena mereka besar bantuannya kepada kita meskipun tidak besar upah yang kita berikan.</p><p>Dalam surat Al-Ma’un ayat 1-7 Allah SWT berfirman</p><p>أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ</p><p>“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1), Itulah orang yang menghardik anak yatim(2), Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (3). Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (4), (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (5), Orang-orang yang berbuat riya (6), Dan enggan (menolong dengan) barang berguna (7)”</p><p>Dalam surat tersebut, Allah SWT demikian lugas mengaitkan antara agama dengan keberpihakan kepada kaum dhuafa. Seseorang dikategorikan mendustakan agama manakala ia mengabaikan anak yatim dan orang miskin.</p><p>Di awal surat Al-Ma’un tersebut Allah SWT menggunakan pertanyaan, tapi bukan berarti Allah SWT bertanya karena tidak tahu. Menurut para mufassir hal itu dimaksudkan untuk menggugah hati pendengarnya agar memberikan perhatian lebih kepada ayat selanjutnya.</p><p>Jadi di sini Islam mendorong umatnya agar dalam beragama tidak selalu mementingkan aspek ibadah mahdhoh saja, akan tetapi Islam juga menganjurkan ibadah sosial, seperti memperhatikan nasib-nasib orang lemah. Bahkan kalau kita cermati 5 rukun Islam itu adalah merupakan gabungan antara habluminallah dan hablum minannas, gabungan antara hubungan vertikal dan horizontal.</p><p><strong>Sidang jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah </strong></p><p>Dimulai dari mengucapkan dua kalimat syahadat yang merupakan pertalian antara seorang hamba dengan Allah, namun pengakuan dan kesaksian tersebut tidaklah cukup tanpa terus menerus menjaga hubungan baik dengan Allah, yaitu dengan melaksanakan shalat sebagai rukun Islam yang kedua.</p><p>Shalat yang secara simbolis gerak-geriknya mencerminkan kepasrahan kita kepada Allah SWT. Kemudian ketaatan tesebut dibuktikan dengan mengerjakan amaliah sosial yaitu zakat sebagai rukun Islam ke-3.</p><p>Kemudian dalam rukun Islam yang ke-4 yaitu puasa, kita dilarang makan dan minum sebagai pelajaran bagi kita untuk dapat merasakan bagaimana rasanya ketika seseorang tidak bisa makan dan minum.</p><p>Dalam sebuah hadits qudsi dikatakan bahwa pada hari kiamat nanti Allah SWT akan berfirman,</p><p>“Wahai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu tapi engkau tidak memberiku makan.” Si hamba bertanya, “wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah SWT berfirman, “tidakkah kau tahu bahwa hamba-Ku si fulan meminta makan kepadamu tapi engkau tidak memberinya makan? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya makan, niscaya engkau akan menemukan itu disisi-Ku”.</p><p>“Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu tapi engkau tidak memberi-Ku minum.” si hamba menjawab, “wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah SWT berfirman, “hamba-Ku si fulan meminta minum kepadamu tapi engkau tidak memberinya minum. Padahal jika engkau memberinya minum niscaya akan kau dapati itu disisi-Ku”.</p><p>Hadits tersebut secara tidak langsung memerintahkan kita untuk peka terhadap fenomena sosial. Apakah kita sudah memperhatikan orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan kita baik berupa makanan, minuman, dll ataukah kita termasuk orang yang terlena dengan gemerlap dunia sehingga melupakan hal itu?</p><p>Amat banyak kehidupan orang lain di sekitar kita yang tidak memiliki kehidupan seberuntung kita. Seburuk apapun kondisi kita saat ini, pasti masih ada saja yang lebih buruk dibandingkan dengan kehidupan kita sekarang.</p><p>Kita lihat sekarang saudara-saudara kita yang ada di Palestina sana, mereka sedang membutuhkan bantuan kemanusiaan dari seluruh umat Islam dunia, tak terkecuali bantuan kita umat Islam indonesia.</p><p>Cukupklah ayat-ayat dan hadits tersebut sebagai penggugah hati kita untuk peduli terhadap saudara-saudara kita yang sedang membutuhkan bantuan kita.</p><p>بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p><p><strong>Khutbah Kedua</strong></p><p>إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ: إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلَّونَ عَلَى الَّنِبْيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.</p><p>اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ.</p><p>رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفُ رَّحِيْمٌ</p><p>اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبِلاً</p><p>رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ</p><p>وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ</p><p> </p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-5635536550678226722024-03-06T07:50:00.001-08:002024-03-06T07:50:05.503-08:00Menyeru kepada Allah SWT<p><strong>Menyeru kepada Allah SWT</strong><br></p><p>الحمد لله الذي هدانا لهذا, وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله، و الحمد لله المنزه عن أن يكون له نظراء وأشباه، المقدس فلا تقرب الحوادث حماه، الذي اختار الإسلام ديناً وارتضاه، فأرسل به محمد – صلى الله عليه وسلم – واصطفاه، وجعل له أصحاباً فاختار كلاً منهم لصحبته واجتباه، وجعلهم كالنجوم بأيهم اقتدى الإنسان اهتدى إلى الحق واقتفاه، فصلى الله عليه وعلى آله وأصحابه صلاة توجب لهم رضاه، أحمده على نعمه كلها حمداً يقتضي الزيادة من نعمه، ويجزل لنا النصيب من قسمه }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا (۷٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ</p><p>Jamaah jumat rakhimakumullah</p><p>Marilah kita bertaqwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benar taqwa, karena Allah SWT hanya menyayangi orang-orang yang bertaqwa dan beramal berdasarkan taqwa kepada-Nya. Allah SWT mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar bagi seluruh manusia dengan tujuan agar seluruh makhluk mendapatkan hidayah dan merasakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, dalam surat Al-Anbiya’ ayat 107,</p><p>وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ</p><p>“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”</p><p>Diantara sifat yang Allah SWT berikan untuk makhluk-Nya yang terbaik yaitu nabi kita Muhammad SAW. adalah dakwah. Allah SWT ta’ala berfirman,</p><p>يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا</p><p>“Wahai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan” (QS. Al-Ahzab: 45)</p><p>Bahkan dakwah adalah wasiat para Rasul untuk pengikut-pengikut mereka, Nabi Muhammad SAW. bersabda kepada Muadz bin Jabal, “Sungguh engkau akan mendatangi sekelompok ahli kitab, maka hendaknya yang pertama kali kau dakwahkan kepada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku adalah utusan Allah SWT.” (HR. Bukhari dan Muslim)</p><p>Jamaah jumat rakhimakumullah</p><p>Berikut ini ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan masalah dakwah:</p><p>Pertama, amal yang baik di sisi Allah SWT adalah usaha keras untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju hidayah. Karena ucapan seorang da‘i adalah sebaik-baik ucapan dalam timbangan Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushilat: 33)</p><p>Setiap amal yang dilakukan oleh orang yang mendapatkan hidayah di tangan kita, maka kita pun akan mendapatkan bagian pahalanya. Sebagai contoh, adalah Abu Bakar menjadi sebab Utsman bin Affan ra. masuk Islam dan Utsman mempersiapkan kebutuhan seluruh pasukan dalam perang Tabuk, dan orang-orang yang mengikuti perang Tabuk mendapatkan kedudukan yang berlipat-lipat, Nabi Muhammad SAW. Bersabda</p><p>مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا</p><p>“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka untuknya semisal pahala pelakunya tidak dikurangi sedikitpun dari pahalanya.” (HR. Muslim)</p><p>Kedua, ketidak fasihan dalam berbicara bukanlah penghalang untuk berdakwah. Nabi Musa adalah orang yang sulit berbicara, oleh karena itu beliau berdoa kepada Allah SWT agar menghilangkan problem tersebut, dengan do’a yang diabadikan Allah SWT di dalam al-qur’an surat Thaha yang berbunyi</p><p>وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي</p><p>“Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. supaya mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaha: 27-28)</p><p>Ketiga, dakwah tidaklah terbatas ceramah di atas mimbar, karena dakwah itu sangat beragam. Menasehati seseorang dengan sembunyi-sembunyi adalah dakwah, seorang ayah menasehati anaknya untuk melaksanakan sholat lima waktu juga dakwah, mendukung dan memudahkan jalan-jalan dakwah juga dakwah. Dengan pemahaman seperti ini maka seluruh komponen masyarakat bisa menjadi pendakwah baik dengan harta, tulisan atau lisan.</p><p>Keempat, dakwah hendaknya menempuh jalan para nabi dalam berdakwah, yang pertama kali di dakwahkan para nabi adalah akidah yang benar.</p><p>Dalam berdakwah hendaklah kita sejalan dengan kaidah-kaidah syariat dan jangan menodai dakwah dengan melakukan kemaksiatan.</p><p>Kelima, telah menjadi sunatullah bahwa populasi orang yang bermaksiat itu lebih banyak daripada orang yang taat. Allah SWT berfirman</p><p>وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ</p><p>“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS. Al-An’am: 116)</p><p>Keenam, janganlah menjadikan banyaknya orang-orang yang menerima dakwah sebagai tolak ukur keberhasilan dakwah. Karena membuka hati seseorang menerima dakwah adalah kewenangan Allah SWT. Tugas pendakwah adalah terbatas menjelaskan, tidak ada kewenangan untuk memberikan hidayah dan mengubah hati seseorang.</p><p>Nabi Muhammad bersabda: “Ditunjukkan kepadaku berbagai umat maka aku melihat seorang Nabi dan bersamanya sekelompok orang, kemudian aku melihat lagi seorang Nabi dan yang menyertainya hanya satu atau dua orang dan aku juga melihat seorang Nabi yang tidak mempunyai pengikut seorang pun.”</p><p>Ketujuh, janganlah menunda-nunda untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam berbagai waktu dan keadaan. Boleh jadi satu kata yang kita ucapkan menyebabkan orang akan mendapat kebahagiaan atau kita yang mendapat kebahagiaan dengannya sepanjang masa. Nabi Nuh mendakwahi kaumnya siang malam selama bertahun-tahun, Nabi Yusuf pun meski di dalam penjara juga tetap berdakwah.</p><p>Kedelapan, do’akan orang yang kita dakwahi tanpa sepengetahuannya, berapa banyak orang yang tulus mendoakan saudaranya menjadikan sebab keadaan saudaranya itu menjadi lebih baik. Al-Muzani mengatakan, “Tidaklah Abu Bakar lebih unggul dari para sahabat yang lain disebabkan puasa dan shalatnya akan tetapi karena sesuatu yang ada dalam hatinya yaitu rasa cinta kepada Allah SWT dan menginginkan kebaikan untuk orang lain.”</p><p>Kesembilan, berbuat baik kepada orang lain dan tutur kata yang manis serta akhlak terpuji merupakan penarik simpati hati seseorang, seperti halnya Nabi Muhammad beliau adalah seorang da’i yang memiliki akhlak mulia dan sifat-sifat yang baik, Ibnu Qayyim mengatakan, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah seorang yang bersungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin.”</p><p>Kesepuluh, ketaatan adalah cahaya yang terdapat dalam dada dan memberikan pengaruh terhadap orang yang akan merespon dakwah kita. Maka marilah kita memperbanyak ibadah kepada Allah SWT karena ibadah adalah sebaik-baik sarana untuk mewujudkan apa yang kita inginkan, dan marilah kita perbanyak mengingat Allah, membaca Al-Qur’an dan melaksanakan shalat di kegelapan malam.</p><p>أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ</p><p>Khutbah Kedua</p><p>إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ: إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلَّونَ عَلَى الَّنِبْيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ.</p><p>رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفُ رَّحِيْمٌ.</p><p>اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبِلاً.</p><p>رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p>وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ</p><p> </p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-24569816161999362062024-03-06T07:48:00.000-08:002024-03-06T07:49:00.474-08:00Menuju Manusia Terbaik<p><strong>Menuju Manusia Terbaik</strong><br></p><p>الحمد لله الذي هدانا لهذا, وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله، و الحمد لله المنزه عن أن يكون له نظراء وأشباه، المقدس فلا تقرب الحوادث حماه، الذي اختار الإسلام ديناً وارتضاه، فأرسل به محمد – صلى الله عليه وسلم – واصطفاه، وجعل له أصحاباً فاختار كلاً منهم لصحبته واجتباه، وجعلهم كالنجوم بأيهم اقتدى الإنسان اهتدى إلى الحق واقتفاه، فصلى الله عليه وعلى آله وأصحابه صلاة توجب لهم رضاه، أحمده على نعمه كلها حمداً يقتضي الزيادة من نعمه، ويجزل لنا النصيب من قسمه }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا (۷٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ<br>وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ</p><p>Hadirin jama’ah jumat rakhimakumullah Tiada kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini melainkan kata-kata syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan dan mencucurkan berbagai kenikmatan kepada kita semua, sehingga kita semua dapat berkumpul dalam majelis ini dalam keadaan sehat wal ‘afiyat. Dan marilah kita merealisasikan rasa syukur kita dengan menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-larangan-Nya.</p><p>Sholawat seiring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan insya Allah SWT terlimpah pula kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berusaha untuk meneladani Beliau. Amin.</p><p>Hadirin jama’ah jumat rakhimakumullah</p><p>Sebelum khatib menyampaikan khutbahnya, sudah barang tentu menjadi kewajiban seorang khatib untuk menyampaikan wasiat taqwa. Marilah senantiasa kita tingkatkan mutu kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, karena iman dan taqwa itulah satu-satunya bekal bagi kita untuk menuju kehidupan yang kekal dan abadi yakni kehidupan akhirat.</p><p>وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَاب</p><p>“Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal”. (QS. Al-Baqoroh: 197)</p><p>Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.</p><p>Allah SWT. berfirman dalam surat At-tin ayat 3-4:</p><p>لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ</p><p>“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”,</p><p>Dalam surat At-Tin di atas Allah SWT menggambarkan tentang dua keadaan manusia, yang pertama yakni manusia Ahsani taqwim (manusia yang paling baik) kemudian yang kedua yakni manusia Asfala safilin (manusia yang paling rendah).</p><p>Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa Ahsani taqwim adalah manusia yang memilki bentuk yang paling baik dibandingkan dengan makhluk yang lain, sedangkan Asfal safilin adalah gambaran manusia pada saat usia tuanya yang tidak lagi mampu untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari sebagaimana yang dilakukan pada waktu mudanya. Kemudian tafsir ini melanjutkan bahwa pahala dan dosa itu diberikan oleh Allah SWT pada saat seseorang itu mulai aqil balig lebih-lebih pada waktu mudanya.</p><p>Kemudian dalam tafsir Muyassar disebutkan bahwa Ahsani taqwim adalah sama pengertiannya dalam tafsir Jalalain yakni manusia memiliki bentuk paling baik dibandingkan dengan makhluk yang lain, sedangkan pengertian Asfala safilin sendiri adalah manusia yang tidak taat pada Allah SWT dan rasul-Nya, kelak akan dikembalikan pada tempat yang paling buruk dari pada tempat yang lain yakni neraka jahannam yang panas lagi berkobar-kobar apinya.</p><p>Dan sebaliknya manusia yang mentaati perintah Allah SWT dan rasul-Nya serta menjauhi segala larangannya, akan ditempatkan pada tempat yang paling indah yakni surga yang didalamnya penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang abadi.</p><p>Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.</p><p>Lalu bagaimana kita meraih kedudukan Ahsani taqwim dan menjauhi dengan sejauh-jauhnya Asfala safilin?</p><p>Pertama, kita harus mensyukuri karunia Allah SWT yang berupa dua mata, dua telinga, dua tangan, dan dua kaki yang masih sempurna ini dengan syukur yang sebenar-benarnya.</p><p>قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ</p><p>“Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. Al-Mulk: 23)</p><p>Dan Allah SWT juga berfirman:</p><p>وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ</p><p>“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)</p><p>Kedua, kita harus menggunakan karunia badan yang masih sempurna ini dengan menggunakannya sesuai dengan fungsi dan kegunaannya, karena Allah SWT akan meminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak.</p><p>وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَوَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً</p><p>“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. (QS. Al-Isra’: 36)</p><p>Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.</p><p>Dari ayat di atas kita dapat mengambil hikmahnya, bahwa semua tindakan yang kita lakukan baik itu dari mata, telinga, tangan, dan kaki semuanya akan di mintai pertanggung jawabannya. Maka jangan sampai tangan yang seharusnya kita gunakan untuk membantu serta memberikan sedekah kepada orang yang membutuhkan, malah kita gunakan untuk menganiaya, menyiksa, bahkan membunuh orang lain hanya karena hal yang sepele. Dan jangan sampai tangan yang kita miliki ini kita biarkan untuk mengurangi timbangan, mengurangi yang seharusnya menjadi hak orang lain, lebih-lebih korupsi yang sangat-sangat merugikan orang lain.</p><p>Begitu juga dengan mata, jangan sampai kita biarkan mata kita melihat hal-hal yang di larang oleh agama bahkan hal-hal yang jelas-jelas di laknat oleh Allah SWT. Begitu juga telinga mulut dan kaki, jangan sampai telinga dan mulut kita, kita gunakan untuk mendengar dan mengucapkan hal-hal yang tidak sewajarnya, tetapi marilah kita gunakan mulut dan telinga ini dengan memperbanyak membaca al-qur’an, berzikir kepada Allah SWT serta membaca kalimat-kalimat Thoyyibah. Karena tangan, kaki, serta mulut kita ini akan menjadi saksi di akhirat kelak.</p><p>الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون</p><p>“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dulu mereka usahakan”. (QS. Yasin: 65)</p><p>Ketiga, dengan bertambah besarnya seseorang, dari mulai kecil hingga ia menginjak masa muda inilah, yang seharusnya diperhatikan oleh semua orang. Ada pepatah mengatakan ‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’, pepatah ini sangat salah dan keliru, tidak mungkin seseorang yang tanpa berusaha payah ketika masa mudanya dengan banyak menggali ilmu agama, begitu saja masuk surga.</p><p>Mustahil sungguh-sungguh mustahil, nabi Muhammad SAW saja orang yang kita kenal sebagai orang yang nomor satu dalam agama, ketika hendak wafatnya beliau merasakan sakaratul maut yang benar-benar menyakitkan. Oleh karena itu, mari kita gunakan masa-masa emas ini yakni masa-masa muda ini dengan banyak menuntut ilmu agama dan pastinya tidak begitu saja mengabaikan kehidupan dunia ini.</p><p>Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.</p><p>Keempat, mari kita gunakan hati dan fikiran ini sebagai anugrah terbesar yang di berikan oleh Allah SWT kepada kita dengan sebaik-baiknya. Hati inilah yang menjadi motor atau penggerak bagi seluruh anggota tubuh kita, hati ini pula yang menjadi raja bagi seluruh anggota tubuh kita ini, sebagaimana termaktub dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya “Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah, manakala ia baik maka baiklah seluruhnya tapi manakala ia buruk maka buruklah seluruhnya, ia adalah hati” (HR. Muslim).</p><p>Allah SWT juga berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 36</p><p>وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَوَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً</p><p>“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.</p><p>Kelima, mari kita gunakan agama Islam ini, sebagai ruh utama bagi kita. Segala apa yang kita kerjakan dan lakukan hendaklah sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Karena agama Islam inilah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman di dalam surat Ali-Imran ayat 19. Yang berbunyi:</p><p>إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ</p><p>“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah SWT hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah SWT maka sesungguhnya Allah SWT sangat cepat hisab-Nya.”</p><p>Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.</p><p>Yang keenam atau yang terakhir adalah dengan menyatukan semua unsur-unsur dan komponen yang telah kami sebutkan di atas yakni antara anggota badan jasmani dan rohani haruslah senantiasa di bingkai dengan nilai-nilai agama Islam.</p><p>يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ</p><p>“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali-Imron: 102)</p><p>بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ</p><h2>Bagian 2 Khutbah Jumat </h2><p>إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ: إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلَّونَ عَلَى الَّنِبْيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ.</p><p>رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفُ رَّحِيْمٌ.</p><p>اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبِلاً.</p><p>رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p>وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ</p><p> </p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-14457808919873079072024-03-06T07:47:00.001-08:002024-03-06T07:47:58.638-08:00Nasihat Agung Bagi Seluruh Manusia<p><strong>Nasihat Agung Bagi Seluruh Manusia</strong></p><p>الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق وأظهره على الدين كله ولو كره المشركون، هدانا للإيمان وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله، أحمده حمداً كثيراً كما هو أهله وأشكره شكر من يستزيده ويتضرع إليه وحده، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له في ربوبيته وألوهيته وكمال ذاته وصفاته وأشهد أن محمداً عبد الله ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه أجمعين ومن اهتدى بهديهم واستن بسنتهم إلى يوم الدين وبعدالحمد لله الذي {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} { يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا</p><p><em>Sidang jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah</em></p><p>Segala puji marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita sehingga sampai saat ini kita masih bisa memenuhi undangan-Nya untuk menghadiri sholat jumat berjama’ah di masjid ini.</p><p>Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beliaulah sang penutup para nabi dan imamnya orang-orang yang bertaqwa serta suri tauladan bagi seluruh umat manusia</p><p>Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id bahwasannya jibril as pernah datang kepada Rasulullah SAW kemudian berkata:</p><p>يَا مُحَمَّدُ ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ</p><p>“Ya Muhammad hiduplah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mati, dan cintailah siapapun yang engkau mau tapi engkau akan berpisah dengannya, dan bekerjalah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan dibalas dengannya”</p><p><em>Sidang jama’ah sholat jumat rahimakumullah</em></p><p>Hadits di atas mengandung tiga nasihat agung, yaitu: Yang Pertama adalah: عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ (hiduplah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mati) sebagian ulama’ berkata bahwasannya kalimat ini merupakan ancaman, penakut-nakutan, serta peringatan bahwasannya kita semua akan mati, hal ini sudah ditegaskan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya yang berbunyi:</p><p>كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَتُ المَوْت….</p><p>“Setiap yang bernyawa pasti akan mati” (QS. Al-Ankabut: 57)”</p><p>Sekarang setelah kita tahu bahwasannya setiap kita pasti akan mati, maka yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sudah siapkah kita untuk menghadap Dzat yang Maha kuasa? Bekal apakah yang telah kita persiapkan untuk menghadapi persidangan-Nya? Apakah harta, pangkat dan kekuasaan, anak-anak kita yang sukses, istri kita yang cantik, atau gelar kesarjanaan yang menempel di nama kita? Apakah itu yang kita persiapkan untuk menghadapi persidangan Dzat yang Maha adil? Sungguh kita akan rugi besar jika hanya itu yang kita persiapkan untuk menghadapi pengadilan-Nya, bahkan kita akan celaka karenanya. Karena di akhirat kelak manusia akan ditanyai tentang empat perkara:</p><p>1. Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan?<br>2. Tentang hartanya, dari mana dia dapatkan serta di mana dia belanjakan?<br>3. Tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan?<br>4. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan?</p><p>Itulah pertanyaan-prtanyaan yang akan dilontarkan kepada kita kelak, bukan berapa kekayaanmu? Bukan apa pangkatmu di tempat kerja atau organisasimu? Apakah kamu seorang Sarjana, master, doctor, ataukah professor? Oleh karena itu mumpung kita masih hidup di dunia ini dan masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri marilah kita mempersiapkan bekal yang terbaik untuk bekal kita di akhirat kelak. Apa bekal yang terbaik itu? Bekal terbaik bagi manusia untuk menghadapi persidangan Allah SWT ialah hanya taqwa. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah: 197</p><p>وَتَزَاوَدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ زَادِ التَقْوَى</p><p>“Berbekallah kamu karena sebaik-baik bekal adalah taqwa”</p><p>Pesan yang kedua adalah وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ (dan cintailah siapapun yang engkau mau karena sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya) di sini kita diperbolehkan mencintai siapapun yang kita mau namun perlu kita ingat juga bahwasannya kita akan berpisah dengannya. Baik itu perpisahan yang bersifat selamanya yang berupa kematian atau yang bersifat sementara seperti perpisahan kita dengan rekan kerja kita yang mendapat tugas untuk bekerja di tempat lain.</p><p>Oleh karena itu hendaknya kita didalam mencintai seseorang itu sewajarnya saja jangan sampai kecintaan kita kepada seseorang itu melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT. Karena salah satu ciri orang yang beriman adalah dia sangat mencintai Allah SWT melebihi kecintaan dia kepada istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, dan yang lainnya. Allah SWT berfirman</p><p>وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ</p><p>“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah SWT. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah SWT. ” (QS. Al-Baqarah: 165)</p><p>Karena dengan mencintai Allah SWT melebihi selain-Nya kita akan merasakan nikmatnya Iman sebagaimana sabda Rasulullah SAW</p><p>عَنْ أَبِى قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ في الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّار</p><p>“Tiga hal yang apabila seseorang itu memilikinya maka dia akan merasakan nikmtnya iman: hendaknya dia mencintai Allah SWT dan rasul-Nya melebihi kecintaan dia kepada selain keduanya, hendaknya dia tidak mencintai seseorang melainkan karena Allah, hendaknya dia tidak kembali kepada kekufuran (setelah dia beriman) seperti dia benci dilemparkan ke neraka”.</p><p><em>Sidang jama’ah sholat jumat rahimakumullah</em></p><p>Dan nasihat Jibril yang ketiga adalah وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُجْزِيٌّ بِهِ (dan bekerjalah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan dibalas dengannya) ini merupakan sebuah peringatan yang besar bagi kita bahwasannya kita semua sebagai manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia ini, Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah SWT sehingga manusia diberi kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk Allah SWT yang lain, karena manusia dianugerahi otak yang mampu berfikir sehingga manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.</p><p>Itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Karena manusia adalah makhluk yang berakal sehingga manusia dituntut untuk berfikir dahulu sebelum dia melakukan suatu amalan atau perbuatan, apakah amalan ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah SWT atau tidak?</p><p>Atau bahkan amalan tersebut termasuk amalan yang dilarang oleh Allah? Oleh karena itu hendaknya kita senantiasa untuk mengerjakan amal sholih agar kita tidak dikembalikan Allah SWT kepada tempat yang paling rendah yaitu neraka jahannam. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat At-Tin ayat 4-6. ô</p><p>لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيم ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ</p><p>“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (5) Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), (6) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”</p><p>بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ</p><p><strong>Khutbah Kedua</strong></p><p>إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.<br>اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.</p><p>اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p><p>عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.</p><p><br><br></p>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4401816136813519146.post-40673855898271403472024-03-06T07:28:00.001-08:002024-03-06T07:28:40.502-08:00Fenomena Penistaan Terhadap Agama<header id="cb-standard-featured"><div class="cb-entry-header cb-style-standard"><h1 class="entry-title cb-entry-title cb-single-title">Fenomena Penistaan Terhadap Agama</h1></div></header><section class="entry-content clearfix"><p><strong>Khutbah Pertama:</strong></p><p class="arab">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، فَبَلَّغَ الرِسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَأَسْأَلُ اللهَ – تَعَالَى – بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ أَنْ يَجْعَلَنَا مِمَّنِ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ، إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ.</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p>Ibadallah</p><p>Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Takwa dalam arti yang sebenar; menaati perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.</p><p>Ibadallah,</p><p>Mencaci Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau mencerca agama-Nya, bersikap lancang dengan menanggalkan sikap pengagungan dan pemuliaan yang menjadi hak Allah, mencerca dan mengalamatkan kata-kata brutal terhadap Allah yang mana langit dan bumi pun akan hancur berkeping-keping kala mendengarnya! Pun, kata-kata yang dituntunkan syetan untuk diucapkan lidah orang-orang yang tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenarnya dan tidak tidak mau tunduk pada perintah-Nya. Ini semua merupakan di antara hal yang bertentangan dengan pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah. Suatu hal yang meremehkan kebesaran-Nya dan menentang perintah-Nya. Suatu fenomena yang begitu menyeruak di masa sekarang ini di kalangan banyak manusia. Yaitu mereka yang lalai, yang tidak mengerti tentang Allah dan keagungan-Nya. Dan sebelum itu semua, mereka adalah orang-orang yang membuat perintah dan larangan Allah diabaikan dan terbengkalai.</p><p>Yang membuat banyak orang terbuai sehingga mudah terjerumus dalam tindakan ini adalah (sangkaan) bahwa mereka tidak memaksudkan makna dari ungkapan tersebut, dan bahwa mereka tidak berkehendak untuk mencerca Allah Ar-Rabb Azza wa Jalla. Mungkin saja mereka menganggap ungkapan tersebut hanya sebatas ucapan tak berarti atau ungkapan sia-sia tanpa maksud yang tidak berkonsekuensi suatu hukum terhadapnya, atau tidak mengakibatkan dosa.</p><p>Itu semua –dan Allah yang kita pinta pertolongan-Nya- timbul disebabkan lengangnya hati dari pengagungan terhadap Dzat Yang memberi perintah Subhanahu wa Ta’ala, hati yang kosong dari pengagungan terhadap perintah dan larangan-Nya. Sebab tidaklah muncul sikap melenceng terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali karena tidak tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala , tentang asma’ dan sifat-Nya, meremehkan keagungan-Nya serta mengabaikan hukum dan batasan-batasan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Nuh Alaihissallam berkata kepada kaumnya:</p><p class="arab">مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا</p><p>Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? [Nuh/ 71: 13]</p><p>Maksudnya mengapakah kalian tidak mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar pengagungan?!</p><p>Cacian di sini maksudnya adalah setiap ucapan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk mencerca Allah Al-Khaliq dan menyepelekan-Nya, atau agama, syariat, ataupun para rasul-Nya. Dan cacian ini benar-benar merupakan bentuk kekufuran, di mana ulama Islam sepakat betapa besar dosanya dan betapa buruk tindakannya. Sama saja apakah cacian ini dilakukan dengan tindakan mengejek secara serius, atau gurauan dan main-main belaka, ataupun karena teledor dan kebodohan. Tidak ada bedanya antara maksud dan niat orang dalam hal tersebut. Karena yang menjadi patokan adalah bentuk dan sikap secara zahir (yang nampak), sedangkan niat dan batin seseorang tidak diperhitungkan. Seandainya bentuk-pentuk penyelewengan yang sifatnya lahiriyah lagi jelas harus dikembalikan kepada klaim dari hati yang menyelisihi sikap lahirnya, tentulah nama-nama atau istilah-istilah syar’i akan berguguran. Begitu pula hukum dan sanksi serta hukuman had akan tertolak. Hak dan harga diri pun akan dilanggar sia-sia. Pun tak akan bisa dibedakan antara seorang muslim dengan orang kafir, begitu pula antara seorang mukmin dengan munafik.</p><p>Allah Azza wa Jalla telah memvonis kafir terhadap orang yang mengejek terhadap Allah, kitab dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihin wa sallam. Allah Azza wa Jalla tidak menerima alasan mereka bahwa ejekan yang dilontarkan tidaklah dimaksudkan dengan sebenarnya. Allah berfirman,</p><p class="arab">وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ</p><p>Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. [At-Taubah / 9: 65-66]</p><p>Kalau ayat di atas terkait dengan olokan dan ejekan, lalu bagaimana pula dengan cacian dan hinaan? Tentunya lebih parah dan keras lagi konsekuensinya.</p><p>Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang mencaci agama. Beliau menjawab, “Ini adalah permasalahan yang sangat besar dan berbahaya. Mencaci agama ini adalah di antara dosa besar dan pembatal keislaman yang paling besar. Sesungguhnya tindakan mencaci dan menista agama adalah riddah (keluar dari Islam, di mana pelakunya menjadi murtad) menurut semua ahli ilmu. Perilaku ini lebih parah daripada mengolok-olok (agama).”</p><p>Mengingat betapa besar kejahatan mencaci agama, maka para ulama Islam tidak hanya sekedar sepakat atas kafirnya pelaku penistaan ini, akan tetapi mereka juga sepakat bahwa ia berhak untuk dibunuh. Para ulama tidak berbeda pendapat tentang hal tersebut. Yang mereka selisihkan hanyalah apakah taubatnya diterima ataukah tidak? Dan juga apakah taubatnya tersebut –apabila ia memang bertaubat- menghalanginya untuk dihukum bunuh, ataukah tidak? Ini berdasarkan dua pendapat yang masyhur di kalangan para ulama.</p><p>Abu Zaid Al-Qairuwani Al-Maliki rahimahullah yang wafat tahun 386 H pernah ditanya tentang seorang lelaki yang melaknat seseorang, dan di samping melaknat orang tersebut iapun juga melaknat Allah, lalu orang tersebut (yang melaknat) berkata mengungkapkan udzurnya: yang aku maksudkan adalah aku hendak melaknat syetan, namun lidahku terpeleset (sehingga menyebut laknat terhadap Allah)? Maka Ibnu Abi Zaid menjawab, “Ia dihukum bunuh berdasarkan keadaan lahiriyah dari kekufurannya, alasannya tidak bisa diterima. Sama saja apakah ia mengucapkannya karena sekedar bergurau ataupun sungguh-sungguh.” Hal ini diungkapkan oleh Al-Qadhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifa 2/271.</p><p>Semua ini agar agama tetap senantiasa terjaga, jauh dari jangkauan lidah orang-orang bodoh yang melontarkan ungkapan buruk atau hinaan terhadap agama ini. Sehingga pihak-pihak yang punya wewenang tidak lemah dalam menjatuhkan sanksi dan hukuman terhadap orang yang berhak untuk mendapatkannya . Juga agar pena para pemberi fatwa dan hukum yang ditetapkan para qadhi (hakim) tidak bermudah-mudah menyepelekan vonis kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mencerca Allah, yang merendahkan agama-Nya dan menghina syariat-Nya.</p><p>Sungguh, fenomena mencaci agama benar-benar merupakan di antara tindak kriminal yang paling berbahaya dan paling bobrok yang menjangkiti masyarakat muslim, baik di belahan timur maupun barat. Bahkan fenomena ini –dan ini sangat disayangkan- sudah menjadi suatu ciri atas beberapa daerah tertentu dari sebagian negeri. Ketika iman di hati telah melemah, pengontrol muru’ah telah menyusut dari jiwa manusia, maka fenomena ini pun merambah menuju rumah-rumah, sekolah–sekolah dan berbagai lembaga pendidikan, terlebih lagi di jalan-jalan, tempat kerja dan lapangan serta pusat perbelanjaan. Dan jadilah ifrit penghasut cacian -(‘ifrit as-sibab) meminjam istilah Syaikh Al-Ibrahimi rahimahullah – menunggangi setiap orang yang disulut amarah, perseteruan atau perbantahan. Sebagian dari mereka sangat lihai dalam merangkai variasi ungkapannya (yang mengandung unsur menista agama), yang diumbar oleh mulut orang-orang tanpa ada kekuatan yang mencegah dan menghalanginya. Ungkapan yang kemudian menjadi terbiasa dan familier di dengar telinga, dan didapatkan anak-anak kecil dari orang-orang dewasa. Dan mungkin saja dicari-carikan alasan untuk (membenarkan) sang penista tersebut, ditunaikan keperluan dan tuntutannya, dan ditakutkan kekuatan dan amarahnya.</p><p>Hal ini merupakan salah satu dari bencana amat besar! Yaitu kala jiwa yang beriman kepada Allah tidak marah disebabkannya; ketika jiwa tidak merasa cemburu atas penistaan terhadap agama dan syariat-Nya; ketika tidak ada reaksi menjatuhkan sanksi terhadap lidah dan tangan si pendusta besar ini. Padahal kejahatannya itu lebih parah daripada semua kejahatan atau daripada setiap dosa besar, yang dilakukan oleh orang-orang yang terhimpun satu sama lain.</p><p>Yang lebih mengenaskan lagi adalah, sekiranya ungkapan pencacian terhadap agama ini hanya terjadi dalam lingkup trotoar jalanan, stadion lapangan, atau di gang-gang pasar, tentulah masalahnya terasa lebih ringan, meskipun itu bukan perkara yang sepele. Mengingat itu semua adalah tempat-tempat yang dipenuhi dengan para rakyat jelata nan awam yang nota bene mereka tidak mengerti. Akan tetapi ketika hal ini muncul dari pihak orang tua atau salah seorang dari mereka, yang didengar oleh anak-anaknya di lingkup rumah dan otoritasnya; atau muncul dari guru yang ia ajarkan kepada para anak didiknya di berbagai lembaga pengajaran dan pendidikan; atau dari seorang pejabat yang tengah menyampaikan kalimatnya di tengah audien, kemudian tindakannya menista dan mencerca agama disiarkan lewat berbagai media informasi, di mana itu semua didengar mereka yang mengikuti perkembangan berita dan peristiwa; kemudian tidak ada tindakan penghujatan atau pengingkaran, tanpa ada upaya untuk mengunjukkan alasan dalam rangka untuk membebaskan dirinya dari tuduhan penistaan tersebut, atau tidak meminta maaf, maka tegas-tegas ini menunjukkan bahwa menurut hemat mereka, musibah yang menimpa agama mereka lebih ringan daripada musibah yang menimpa dunia.</p><p>Sekiranya ada suatu simbol lain yang dilecehkan, tentulah sudah ditetapkan keadaan gawat darurat; dan semua kalangan, baik para tokoh, lembaga dan lainnya, pasti sudah serta merta menghujat dan mengingkarinya, serta sudah dilakukan investigasi mengenai situasi dan kondisi kejadian tersebut, dan siapakah kiranya dalang dan otak intelektual di balik itu semua?! Jika demikian, lalu mengapakah kita semua terjerembab dalam kondisi hina ini, menyepelekan urusan membela agama Allah dan syariat-Nya?! Padahal agama Islam adalah komponen pertama dari identitas jati diri umat ini.</p><p>Umat yang sejati adalah yang memberikan hukuman keras terhadap tangan-tangan yang dibuai nafsunya untuk mengusik prinsip-prinsip permanen yang paling berharga dan paling tinggi; yaitu agama umat ini yang merupakan sumber kemuliaan dan eksistensi serta kelanggengannya. Umat yang lurus adalah yang memvonis jahat terhadap orang yang sewenang-sewenang dan melewati batas, di mana hatinya yang sakit dan lidahnya yang kotor mendiktenya untuk mencerca atau menistakan agama Allah, baik dengan sengaja ataupun karena kebodohannya.</p><p class="arab">أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p><p><strong>Khutbah Kedua:</strong></p><p class="arab">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا،</p><p class="arab">أَمَّا بَعْدُ:</p><p class="arab">أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،</p><p>Ibadallah,</p><p>Suatu negeri dibangun seperti halnya rumah; yaitu dengan rekat kuatnya pondasi dan dindingnya. Dan sungguh, pondasinya adalah agama yang agung ini; sedangkan dindingnya adalah para warga penduduknya yang mengagungkan agama ini dan mencari perlindungan dengan agama ini; yang punya ghirah (semangat dan kecemburuan bila agama ini diusik) terhadap agama ini. sedangkan para pemuda adalah para pembangun negeri. Ini seperti halnya Syaikh Basyir Al-Ibrahimi rahimahullah mendeskripsikan para pemuda Al-Jazair dalam lintasan-lintasan hatinya (khawathir) di mana ia mengakatan:</p><p>“Aku membayangkan pemuda sebagai pembangun kemuliaan negeri atas dasar lima pilar; sebagaimana sebelum semua ini, agama dibangun di atas lima pilar: mencaci adalah penyakitnya para pemuda. Putus asa menghancurkan kekuatan. Angan-angan tidak bisa digapai tanpa kerja nyata. Khayalan itu awal mulanya kenikmatan, namun berujung pada kehancuran. Dan negeri tidak bisa diberdayakan dengan mengikuti langkah-langkah setan [atsar Al-Ima Muhammad Al-Basyir Al-Ibrahimi 3/ 517].</p><p>Beliau juga berkata sembari memberi peringatan terhadap berbagai metode cacian yang didoktrinkan kepada para pemuda:</p><p>Sungguh, membina dan melatih pemuda untuk mencaci dan mencerca adalah tindak kejahatan yang tidak bisa ditolerir… Sesungguhnya pemuda dari umat ini adalah pasokan darah baru untuk keberlangsungan hidup umat ini. Maka sudah menjadi kewajiban agar kesucian, keutamaan dan kebaikan terpatri dalam diri mereka. Dan merupakan kewajiban pula agar lidah mereka terdidik untuk selalu berkata jujur dan menuturkan kebenaran; bukan malah untuk selalu berkata-kata keji dan ungkapan-ungkapan yang mengandung aib. [Al-atsar 3/67].</p><p class="arab">ثُمَّ اعْلَمُوْا عِبَادَ اللهِ، أَنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابَ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p><p class="arab">وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا) اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.</p><p class="arab">اَللَّهُمَّ انْصُرْ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِنّاً وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَلِيَّ عَلَيْنَا خِيَارَنَا، وَكْفِيْنَا شَرَّ شِرَارَنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَا لَا يَخَافُكَ وَلَا يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وَلِيَتَنَا فِيْمَا خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِمَا فِيْهِ خَيْرَ صَلَاحِ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِمَا فِيْهِ صَلاَحِهِ وَصَلَاحِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ بِطَانَتَهُ وَجُلَسَائِهِ وَمُسْتَشَارِيْهِ وَأَبْعِدْ عَنْهُ بِطَانَةً السُّوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، ( رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ).</p><p class="arab">عبادَ الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)،(وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فاذكروا اللهَ يذكُرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبر، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.</p></section>Asep Hidayathttp://www.blogger.com/profile/12492063617098793157noreply@blogger.com0