Buraq, kendaraan inter dimensi
Buraq, kendaraan inter dimensi
Dari peristiwa Mi'raj yang dialami oleh Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin,
banyak hal yang bisa kita ambil sebagai pelajaran, baik yang ada
hubungannya dengan masalah ritual seperti shalat lima waktu, peristiwa yang
diperlihatkan kepada Nabi Muhammad maupun yang ada hubungannya dengan ilmu
pengetahuan seperti ilmu falak /Astonomi/, ilmu kedokteran dan sebagainya.
Menurut riwayat, sebelum Nabi berangkat untuk penerbangan jarak jauhnya
dalam peristiwa Mi'raj itu, lebih dahulu Nabi dibedah dadanya untuk
dibersihkan jantungnya oleh malaikat Jibril, maksud dibersihkan itu
sendiri, nampaknya tidak semata-mata dalam arti rohani tetapi juga
persiapan jasmaninya agar cukup dan mampu dalam menempuh penerbangan jarak
jauh.
Sebab jantung merupakan alat vital bagi manusia terutama dalam memacu
peredaran darah yang mana jantung ini bekerja tanpa henti-hentinya
sejak dari kandungan sampai dengan akhir hayatnya.
Sepasang dokter Amerika yang terdiri dari suami istri, Dr. William
Fisher & Dr. Anna Fisher mengatakan bahwa perkembangan ilmu kedokteran
antariksa tengah memfokuskan penyelidikannya sehubungan dengan
pembuluh darah jantung para astronot dan kondisi-kondisi tulang yang
makin lemah setelah lama dalam ruang angkasa, ini membuktikan
kebenaran dari peristiwa 'Pembedahan Dada' Nabi Muhammad Saw oleh
dokter-dokter ahli langit yang ditunjuk oleh Allah Swt, yaitu para
malaikat yang diketuai oleh Jibril as.
Dalam peristiwa pembedahan dan pembersihan jantung Nabi sebelum Mi'raj
kiranya merupakan gambaran adanya pengertian bagi manusia umumnya
untuk mempelajari ilmu kedokteran khusunya dalam bidang bedah dan
anatomi serta ilmu kedokteran antariksa. Dan ternyata kemudian bedah
jantung /pencangkokan jantung/ dan ilmu kedokteran antariksa oleh para
ahli mulai diperkenalkan pada abad dua puluh.
[comet1.gif] Bagi umat Islam, nampaknya bukanlah hal yang baru jika
saja mereka mau menghayati dan mempelajari apa-apa yang telah terjadi
dan dialami oleh Rasul yang mereka cintai, Muhammad Saw.
Pada abad-abad kemajuan Islam dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan,
maka jelaslah bagi kita bahwa ahli-ahli kedokteran muslim telah
memperlihatkan kemajuan yang pesat sekali. Buku-buku/kitab-kitab
berbahasa Arab yang berisi ilmu-ilmu Tib /kedokteran/ benar-benar
ilmiah dan orisinil.
Malahan sudah menjadi bahan pelajaran dinegara Eropah khususnya,
ahli-ahli kedokteran yang termasyur misalnya saja Ibnu Sina
/Aviccena/, Qorsh-'Ala'uddin, Ibnu An Nafis /dokter yang pertama kali
mengajarkan peredaran darah/ dimana dalam tulisan itu dijelaskan
secara sistematis bagaimana aliran darah mengalir dari hati kejantung
melalui urat nadi paru-paru dan kemudian kembali lagi kehati.
Dari contoh diatas itulah kita sedikit banyak bisa mengambil
kesimpulan bahwa dalam peristiwa pembedahan Nabi sebelum Mi'raj dapat
diambil pelajaran dan memperoleh ilmu pengetahuan dan penyelidikan
terutama dalam bidang ilmu bedah dan ilmu kedokteran antariksa.
Begitupula misalnya dengan tidak menimbulkan bekasnya pada 'Bekas
Jahitan' pada dada Nabi setelah pembedahan itu benar-benar petunjuk
bagi manusia agar dapat menciptakan alat bedah yang benar-benar modern
dengan sinar laser yang tercanggih.
Setelah Nabi dikuatkan baik mental maupun phisiknya, barulah beliau
mengadakan perjalanan jauh sampai berjuta-juta tahun cahaya
menempuhnya, namun ditempuh oleh Nabi hanya beberapa jam saja dalam
peristiwa itu dengan berkendaraan Buraq.
[comet1.gif] Menurut sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Annas,
Rasulullah menjelaskan bahwa Buraq itu adalah "Dabbah", yang menurut
penafsiran bahasa Arab adalah suatu makhluk hidup berjasad, bisa
laki-laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal.
Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah
"buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw",
dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "buraq"
itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung
dari sorga (bird of paradise).
[comet1.gif] Sebenarnya "buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam
AlQur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2
dengan istilah aslinya "Barqu".
Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa
kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer
perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui
pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi
oleh sinar dalam waktu 8 menit.
Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit,
dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda
angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar
sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju
kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha
itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi
terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut
dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang
keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat
berfungsi dalam lingkungan [2]atmosfir planet dimana udara ditunda
kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk
melambung keatas.
Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16
Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan
menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah
menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu,
begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir
bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak
yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities
yang berlayangan diangkasa bebas.
Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan
perjalanan mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan
bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas
mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah
kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang
mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang
kecepatannya melebihi gerakan sinar.
Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak
yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa
saat saja.
Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10
milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut
sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit
digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan
segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui
oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun
cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa
yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar
gelap mutlak.
Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan
kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan
cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia
sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum
terjangkau oleh manusia.
Namun kita mungkin bisa memberikan contoh analogi dari
prinsip2 computer networking berikut :
Protocol TCP / IP yang kita gunakan di Internet ini kita ibaratkan
sebagai Buraq & ruh, fisik jasmaniah Nabi adalah paket data (e-mail
misalnya) yang akan kita kirimkan ke ujung belahan dunia lain (dimensi
Muntaha). Melalui proses enkripsi, enkode dan dekode yang dikapsulkan
(capsulated) di dalam protocol TCP / IP (Buraq), paket data dapat
melihat-lihat dan berjalan-jalan menelusuri jaringan Internet yang
berbeda-beda dimensinya: lewat transmisi terrestrial (dimensi kabel,
serat optik) kemudian di up link melalui transmisi satelit dan micro
wave (dimensi radio link) hingga kembali ke bentuk dimensi asalnya
teks di layar komputer.
Dalam AlQur'an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh
para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:
Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang
kadarnya limapuluh ribu tahun.
(QS. 70:4)
Kata "Ar-Ruh" pada ayat ini sering juga diartikan /diterjemahkan/
orang dengan Malaikat Jibril.
Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka
50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan
penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.
Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu
yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu
malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika
yang menyebutkan "Time for a person on earth and time for a person in
hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada
dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang
berkecepatan tinggi.
Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka
satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini
tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana
satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun
Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada
jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi
sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam
semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang
disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu
kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.
Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi
Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi
/maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak
mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para
ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan
oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain
disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan
kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia
akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender
bumi. Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu
hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar
lebih dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah
seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar
dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah
bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.
Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa
saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan
sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya
menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh
pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.
Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi
semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi
diatas yang menyamai kecepatan cahaya.
Hal ini kemungkinan pula terjadi dengan diri Nabi Almasih, Isa putra
Maryam yang diselamatkan oleh Allah dari peristiwa penyaliban oleh
musuh-musuhnya dibukit Golgotta, dimana Isa dan ibunya, Maryam
diangkat oleh Allah kesuatu tempat yang tinggi alias planet terjauh,
dimana ada kehidupan disana dan beliau sendiri melakukan kehidupannya
secara wajar, makan-minum-beristri dan sebagainya, dan beliau
dinyatakan oleh banyak Hadist akan kembali turun kebumi sekaligus
menjadi pertanda hari kiamat menurut Qur'an 4:159.
Apabila kelak Nabi Isa akan turun, dia hanya akan merasa beberapa hari
saja meninggalkan bumi ini, namun untuk waktu bumi sendiri, beliau
telah lebih dari sekian belas abad berlalu.
Kembali pada peristiwa Mi'raj Rasulullah bahwa jarak yang
ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq
menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul
Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi
(semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun
cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan
oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah
elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang
gelombang sinar gamma.
Nah, Barkah yang disebut dalam Qur'an yang melingkupi diri Nabi
Muhammad Saw (sudah kita bahas pada [3]pembahasan Mi'raj bagian ke-2)
adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai
bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga
selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara
bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama
Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang
angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan
UFO ?
Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri
Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan
selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman ?
Saya sendiri berpendapat bahwa Buraq itu tentulah sebuah
kendaraan penjelajah inter dimensi yang sempurna, yang seolah hidup
sehingga Nabi Muhammad Saw mengkiaskannya sebagai suatu Dabbah.
Dabbah, sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi
jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi
hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia
cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan
monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun
juga monitor-monitor yang bersifat "Futuristik", yaitu monitor yang
memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya
sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama
perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan
pemandangan-pemandangan yang luar biasa ?
Apakah aneh bagi anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh
Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa
yang akan terjadi dikemudian hari ? Apakah anda akan mengingkari bahwa
jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang
mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?
Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR)
yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang
sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak
mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk
mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang
dijanjikanNya ?
Anda pasti pernah mendengar sebutan "Paranormal" bukan ?
Anda juga pasti sudah akrab dengan nama "Permadi" sebagai salah
seorang paranormal yang terkenal kebolehannya meramal masa depan untuk
kalangan Indonesia.
Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk
mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya
saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt
yang sudah pasti kebenarannya.
Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi
terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan
tanpa sedikitpun meleset ?
Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh
Allah sebelumnya ?
Mari kita sama-sama menyimak akan firman Allah berikut ini :
Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan
yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.
(QS. 2:269)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu
dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah,
mereka itulah orang-orang yang benar.
(QS. 49:15)
Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai
kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya,
kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan
RahimNya.
Untuk itu, buanglah semua keraguan yang ada didalam hati kita terhadap
semua yang telah dilakukan oleh Allah terhadap Nabi dan Rasul yang
dikasihiNya, baik selama peristiwa Mi'raj, sesudahnya maupun sebelum
itu, semoga kita termasuk orang-orang yang benar sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat 49:15 diatas.
Pemandangan yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw waktu itu juga bisa
diklasifikasikan dalam golongan yang saya sebut sebagai "wahyu visi",
dimana pada Rasulullah diberitakan apa-apa yang bakal terjadi
sekaligus langsung diperlihatkan gambarannya secara jelas.
Adapun "wahyu non-visi", itu bisa kita lihat pada surah 30 dimulai
ayat 1 s.d ayat 6 yang menceritakan tentang kekalahan Persia dari
kerajaan Romawi yang sudah saya tuangkan dalam artikel [4]Kebenaran
AlQur'an sebagai wahyu Allah, dimana Allah menceritakan kepada Nabi
akan keadaan masa depan tanpa memperlihatkan gambaran secara visual
kepadanya.
Selanjutnya juga perihal tentang Hadist yang mengatakan bahwa didalam
memasuki setiap lapisan langit, Jibril meminta izin kepada malaikat
penjaga. Hal ini masih bisa diterima dengan akal pikiran sehat dan
logis.
Sekarang mari saya tuntun anda untuk memasuki pemandangan atau
pendapat saya :
Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw
berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam
AlQur'an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas.
Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang
kecepatannya melebihi kecepatan sinar.
Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat
Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini
menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan.
Sekarang,
Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke
Muntaha ?
Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang ?
Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan
ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali
melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah ?
Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah
tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah
dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh
Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan
beragam pertanyaan kepada Jibril ?
Ingat, dalam hal ini semua kita pandang sebagai hal yang logis dengan
memakai logika manusia biasa.
Untuk dapat mengemudikan pesawat, seseorang diharuskan untuk
mempelajari terlebih dahulu tentang segala sesuatunya, dari persiapan
pesawat, kemampuan mengemudi, kemampuan menghindarkan pesawat dari
bahaya batu ruang angkasa, komet dan benda-benda langit lainnya.
Nabi juga diharuskan konsentrasi penuh didalam mengemudikan Buraq dan
tidak dapat diganggu oleh berbagai pembicaraan panjang lebar apalagi
sampai memperhatikan visi-visi yang ada secara jelas dan lama.
Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril
dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka
semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga
sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh
Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang
terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi
yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa
pada diri Nabi yang mulia ini.
Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi
untuk mengadakan pertanyaan-pertanyaan atas visi-visi yang dilihatnya
itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .
Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki
setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa
mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga
begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan
melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga
nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.
Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga
langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa
oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw.
Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan
telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha.
(Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim dan
dinyatakan oleh jumhur ulama sebagai Hadist yang shahih).
Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat
bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan
terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan
nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh
dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena
tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini.
Namun justru saya melihat disitulah letak kebesaran Tuhan.
Semuanya sengaja dipertunjukkan kepada Nabi agar beliau dapat
membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.
Seperti yang sudah pernah saya singgung pada pembahasan [5]Mi'raj Nabi
Muhammad ke Muntaha 2, bahwa Muntaha itu terletak digalaksi terjauh,
dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama
istrinya.
Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir
oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut
diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun
juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang
termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72 tersebut.
"...Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di
langit itu." (QS. 72:9)
"...kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan
panah-panah api." (QS. 72:8)
"...Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu
akan menjumpai panah api yang mengintai." (QS. 72:9)
Dalam hal ini saya mengasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan
langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat
dengan "bumi-muntaha", hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur'an
pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa
tempat.
Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut,
dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu
bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.
Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi
yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet
itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk
mencuri dengar berita-berita langit.
Muntaha sendiri berarti "Dihentikan" atau bisa juga kita tafsirkan
sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang
menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.
Sidrah berarti "Teratai" yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup
dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah
dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan
bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam
pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.
Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki
permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup.
Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak
mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu
berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh
dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai
berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit
mengelilingi matahari.
Atau bisa juga kita tafsirkan bahwa teratai berurat panjang mencapai
tanah dasar adalah sebagai tempat dimana segala urusan keTuhanan
diatur oleh Allah kepada para malaikatNya dan air dimana teratai
berada itu adalah sebagai wilayah kekuasaan Ilahi yang Maha Luas yang
biasa kita sebut sebagai 'Arsy Allah.
Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi
matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion
yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada
titik Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di
Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu
kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas
kegiatan magnet yang dimilikinya saja.
Titik Perihelion Muntaha bisa kita tafsirkan dengan titik terdekat
semua urusan, termasuk malaikat dengan Allah, dan titik Aphelion bisa
kita tafsirkan sebagai turunnya urusan yang diembankan oleh Allah itu
menuju kepada ketetapanNya yang berarti berada jauh meninggalkan
Muntaha namun tidak berarti jauh dari Tuhan.
Selanjutnya, sebagaimana yang tercantum dalam AlQur'an, sesampai
Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin di Muntaha itu, beliau bisa melihat
malaikat Jibril kembali kedalam bentuknya yang asli (surah 53:13-14).
Ini berarti bahwa dalam perjalanan dari bumi hingga Muntaha, Jibril
masih dalam wujudnya yang lain !
Muncullah berbagai pikiran dalam benak anda, bahwa dengan pendapat
saya ini, seolah saya mengatakan bahwa Allah juga bertempat tinggal di
Muntaha itu. Dan Allah terikat dengan ruang dan waktu
Sama sekali tidak demikian.
Apakah anda juga akan berpandangan bahwa Allah itu bertempat diatas
awan sebab ada ayat dalam AlQur'an bahwa Allah menampakkan dzatNya
kepada sebuah bukit yang akhirnya hancur luluh dan menyebabkan Nabi
Musa as jatuh pingsan ? (QS. 7:143)
Bagaimana pendapat anda mengenai hal tersebut ?
Tentu anda akan menjawab bahwa Allah tidaklah berada diawan hanya
karena Dia menampakkan dzatNya kepada bukit tersebut atas permintaan
Nabi Musa, nah begitu juga halnya dengan saya.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya."
(QS. 50:16)
Allah tidak berarti berdiam di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan
bumi terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus
sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana
sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu
tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula
dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa
yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya
dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255).
Help file produced by WebTwin (www.webtwin.com) HTML->WinHelp converter. This text does not appear in the registered version.
Post a Comment