KESEMPURNAAN IMAN


KESEMPURNAAN IMAN
?Wahai orang-orang yang beriman masuklah dalam Islam itu secara menyeluruh dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesunguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian?. (Qs. Al-Baqarah:208)
Kemerosotan yang terjadi di negerti-negeri Islam bukan suatu akibat pasti dari naik-turunnya pertumbuhan suatu negeri. Ada benang-benang merah yang menghubungkan, diantaranya: Pertama, cara pandang umat yang salah dalam menempatkan agama. Agama seolah merupakan pakaian ketika sedang melakukan ritual ibadah yang bersifat mahdah (khusus), seperti shalat, puasa, zakat haji dll. Sementara sisi-sisi lain dari kehidupan yang sangat vital ?menurut persepsi mereka- tak tersentuh oleh agama sedikitpun. Padahal Islam bersifat universal dalam pengertian menyentuh berbagai aspek kehidupan; mulai dari sosial, ekonomi, politik, budaya, dst.
Sebagai akibat logis adalah, untuk menyebut contoh, banyak yang melakukan shalat sedang ia tidak mengetahui sama sekali kalau pakaian yang ia pakai bukan dari usaha yang halal seperti bunga bank. Orang berkorban, berzakat, berhaji dll., tanpa tahu akan halal-haram uang yang ia pakai. Pemahaman agama yang seperti inilah yang merusak semua rangkaian ibadah-ibadah yang lain. Isyarat yang jelas tentang hal ini telah Allah ungkapkan dalam firman-Nya: ??Masuklah dalam Islam itu secara menyeluruh??. (Al-Baqarah:208) Kalau ibadah yang kita lakukan ini rusak maka dari mana keunggulan dan kemenangan akan kita capai??.
Aspek-aspek sosial Islam banyak terlupakan oleh kaum Muslimin. Lihat saja di sekitar kita, masih banyak kaum fakir miskin yang terlantar, sementara di samping gubuk-gubuk mereka berdiri gedung-gedung pencakar langit yang pemilikinya adalah seorang muslim. Bukankah Islam mengajarkan kasih sayang dan tolong menolong di antara sesama muslim ? Bukankah seorang muslim dengan yang lainnya adalah bersaudara ? Bukankah totalitas Islam mengajarkan kita untuk menerapkan seluruh ajaran Islam dalam berbagai aspeknya ?
Kedua, penekanan ibadah yang keliru. Banyak orang mendahulukan perkara sunnah dari yang wajib, mendahulukan yang mubah dari yang sunnah, dan seterusnya. Padahal semestinya, yang wajib harus didahulukan, menyusul sunnah, kemudian mubah. Sebagai contoh, ketika seseorang lebih mendahulukan shalat lail, lalu meninggalkan shalat shubuh dengan alasan shalat lail, atau mengeluarkan infak tapi tidak mengeluarkan zakat, dst.
Pemisahan politik dan negara dari agama (sekularisme), atau pemisahan urusan keduniaan dan urusan akhirat, adalah contoh lain dari penanggalan totalitas Islam. Islam tidak mengenal sikap parsial dalam memandang hidup. Sebab hidup adalah suatu mata rantai, yang mempunyai konsekwensi masa depan di Akhirat. Bukankah Al-Qur?an menyebutkan bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang diperbuat oleh pendengaran, penglihatan dan hati kita.
Kita tidak bisa menunda-nunda sikap totalitas kita dalam melaksanakan Islam. Caranya, mulai dari diri sendiri, kemudian keluarga dan orang-orang terdekat kita, barulah kepada kaum muslimin dan manusia secara umum. Muslim kaffah, kenapa tidak ?

Tidak ada komentar