Syurga Dan Neraka Sebagai Kendali Kehidupan
Syurga Dan Neraka Sebagai Kendali Kehidupan
"Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa."
(QS. Al-Baqarah : 197)
.......Lanjutan
Kondisi Generasi Kiwari
Waktu bergulir tak kenal henti. Generasi pun datang silih berganti. Tanpa terasa empat belas abad sudah, generasi terbaik meninggalkan kita. Kini tinggallah sosok-sosok generasi abad sekarang, yang kalau kita perhatikn, baik di kantor, sekolah, pasar atau bahkan di masjid, adakah wajah-wajah yang penuh rasa takut, berbicara tentang akhirat? Adakah tangisan pilu karena membayangkan adzab neraka dapat kita jumpai dari para qari', khatib, imam masjid atau ulama kita? Yang nampak sekarang ini justru manusia-manusia yang rakus terhadap dunia. Seluruh waktunya dikerahkan untuk meraup dunia ini, tidak peduli halal atau haram. Bayangan syurga dan neraka sudah terkisis dari diri mereka. Apalagi memang kondisi saat ini amat mendukung bagi terbentuknya pribadi hubbud dunya (cinta dunia) dan lupa akhirat.
Kenyataan itu ada di mana-mana. Di swalayan, musik (yang sebagian ulama' mengharamkannya) berbaur dengan pajangan perangsang nafsu syaithani. Di rumah, televisi ---yang sebagian besar acaranya mendakwahkan materialisme dan konsumerisme--- menjadi santapan bebas keseharian keluarga kita. Kalau sudah begini, bagaimana hati ini akan mampu mengingat akhirat. Kalau setiap detik hati selalu dijejali dengan kemaksiatan, sendau gurau dan permainan, mana mungkin ia dapat mengalirkan derai air mata, sebagai penyimbah api neraka? Ia akan menjadi gelap dan tidak paham terhadap hakekat kehidupan.
Ingatlah firman Allah SWT dalam Surah Al-Muthoffifiin ayat 14 yang artinya : "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Jarir, Nasa'i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi SAW bersabda : "Apabila seorang hamba melakukan perbuatan dosa, maka akan ada titik hitam di hatinya. Jika ia bertobat darinya, hatinya akan jernih kembali. Apabila dosanya bertambah, bertambah pula bintik hitam. Itulah maksud ayat 'Kalla bal raana a'la quluubihim maa kaanu ya'maluun' (Al-Muthaffifiin : 4)." (hadits hasan shahih menurut Tirmidzi).
Hitamnya hati disebabkan dosa. Dosa pulalah yang menjadikan hati kita keras hingga enggan untuk berdzikir, mengingat akhirat.
Merangsang Hati Mengingat Syurga Dan Neraka
Berikut kiat yang diharapkan mampu menjadikan hati lunak, sehingga mudah untuk mengingat akhirat (nikmat syurga atau adzab neraka).
Pertama, Tinggalkan maksiat
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits tadi, bahwa banyaknya kemaksiatan yang kita lakukan akan menjadikan hati gelap dan keras, lebih keras dari batu, sehingga enggan untuk mengingat akhirat.
Imam Malik r.a. pernah menasehati muridnya, Imam Syafi'i r.a., "Wahai anak muda sesungguhnya saya melihat bahwa Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu. Maka, janganlah kau padamkan api itu dengan kegelapan maksiat."
Kedua, Tadabbur (menghayati Al-Qur'an)
Banyak sekali ayat dalam Al-Qur'an yang menceritakan tentang syurga dan neraka. Apabila kita berhasil menghayati ayat tersebut, tentu akan timbul rasa rindu terhadap syurga dan takut terhadap neraka.
Ibrahim bin Basyar r.a. berkata bahwa ketika membaca ayat (artinya): "...andaikan engkau tahu, ketika mereka diberdirikan di mulut neraka, mereka berkata, 'duhai andaikan aku dikembalikan (hidup) langu' Ali bin Fudhail r.a. tersungkur dan meninggal. Saya adalah salah seorang yang menyolati jenazahnya".
Riwayat lain menyebutkan, Umar bin Al-Khattab r.a. sakit ketika mendengar firman Allah SWT yang artinya : "Sesungguhnya siksa Rabbmu pasti terjadi. Tidak ada yang menghalanginya."
Berusahalah dengan sungguh untuk mentadabburi Al-Qur'an, sehingga hati kita 'hidup'. Bila perlu, ulangilah beberapa kali ayat tentang nikmat dan adzab yang sedang kita baca, agar dapat meninggalkan bekas di hati.
Ketiga, Membayangkan syurga dan neraka dalam keseharian kita.
Apabila melihat api, ingatlah bahwa neraka 70 kali lebih dahsyat panasnya dari api dunia. Apabila melewati sungai jernih yang mengalir, ingatlah kejernihan sungai di syurga. Termasuk juga apa yang dicontohkan oleh Abdullah bin Mubara di atas. Tetapi, kita mesti sadar bahwa segala yang terjadi di akhirat nanti tidaklah seperti apa yang kita bayangkan. Baik nikmat maupun kita bayangkan. Begitu pula, semua ini harus kita lakukan dalam batas yang diperbolehkan syari'at. Tidak dibenarkan, melihat lawan jenis yang bukan mahram, dengan alasan membayangkan salah satu kenikmatan di syurga.
Apabila kondisi seperti ini berhasil kita wujudkan, insya Allah derajat kita akan naik bersama orang-orang yang bertaqwa, berkumpul bersma orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Amien . . . .
Post a Comment