Membedakan Informasi Dusta dari yang Terpercaya
Membedakan Informasi Dusta dari yang Terpercaya
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan
nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah
kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan
bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada
kerabatnya.
Amma ba'du,
Wahai kaum Muslimin rahimakumullah!
Wahai kaum Muslimin rahimakumullah!
Allah SWT telah berfirman, yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Q. S. Al-Hujuraat: 6)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Q. S. Al-Hujuraat: 6)
Allah SWT telah begitu tegas memberikan panduan kepada kaum
muslimin di dalam menyikapi suatu informasi (berita): telitilah berita yang
dibawa atau disiarkan oleh orang-orang fasik. Artinya, jangan mudah percaya
begitu saja kepada suatu berita, kabar, opini, atau informasi yang disebarkan
oleh orang-orang fasik.
Siapakah orang-orang yang disebut fasik itu?
Kata fasik berasal dari kata dasar al-fisq, yang berarti "keluar" (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai "orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar ketentuannya." Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar dan sering melakukan dosa kecil.
Kata fasik berasal dari kata dasar al-fisq, yang berarti "keluar" (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai "orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar ketentuannya." Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar dan sering melakukan dosa kecil.
Jika tidak cermat, memang tidak mudah bagi kita untuk memahami
arti kata fasik. Karena di dalam Al-Qur'an, kata fasik muncul dalam berbagai
konteks. Kategori fasik bisa terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil. Adapun
kategori kafir hanya terjadi akibat tidak beriman atau dosa besar yang memang
dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, seperti syirik akbar, meyakini bolehnya
meninggalkan shalat fardhu lima waktu dan dosa-dosa lain yang memenuhi syarat
untuk menjadikan pelakunya kafir. Jadi, orang fasik belum tentu kafir, tetapi
orang kafir sudah tentu adalah fasik. Sebagian ulama mazhab Syafi'i menyatakan
bahwa seseorang dapt dikatakan tidak fasik (adil) apabila kebaikannya lebih
banyak dari kejahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta.
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Tigkat penerimaan atau kepercayaan kita terhadap suatu informasi, antara berita atau informasi mengenai masalah agama, yaitu yang bersumber Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan kabar berita masalah lainnya, tidaklah sama. Mengapa dikatakan tidak sama? Bukankah sama-sama kabar/berita/informasi?
Islam memiliki mekanisme yang cukup rapi, terpercaya dan meyakinkan di dalam konsep penyampaian berita/informasi. Islam menempatkan identifikasi "kefasikan" dan "keadilan" sebagai hal yang penting. Para ulama ahli hadits telah melakukan suatu penelitian dan penilaian terhadap sifat, keadaan dan perilaku seseorang yang meriwayatkan sebuah hadits. Al-Mawardi meriwayatkan sebuah hadits Nabi SAW, "Umumkanlah orang fasik dengan kondisi yang ada padanya agar masyarakat mewapadainya." Imam Thabrani juga meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad hasan, "Sampai kapan kamu enggan menyebut tentang orang pendusta (fajir)? Umumkanlah sampai masyarakat mengetahuinya."
Tigkat penerimaan atau kepercayaan kita terhadap suatu informasi, antara berita atau informasi mengenai masalah agama, yaitu yang bersumber Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan kabar berita masalah lainnya, tidaklah sama. Mengapa dikatakan tidak sama? Bukankah sama-sama kabar/berita/informasi?
Islam memiliki mekanisme yang cukup rapi, terpercaya dan meyakinkan di dalam konsep penyampaian berita/informasi. Islam menempatkan identifikasi "kefasikan" dan "keadilan" sebagai hal yang penting. Para ulama ahli hadits telah melakukan suatu penelitian dan penilaian terhadap sifat, keadaan dan perilaku seseorang yang meriwayatkan sebuah hadits. Al-Mawardi meriwayatkan sebuah hadits Nabi SAW, "Umumkanlah orang fasik dengan kondisi yang ada padanya agar masyarakat mewapadainya." Imam Thabrani juga meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad hasan, "Sampai kapan kamu enggan menyebut tentang orang pendusta (fajir)? Umumkanlah sampai masyarakat mengetahuinya."
Para imam hadits tidak sembarang dalam menerima setiap sanad
(isnad) yang disebutkan orang, tetapi mereka menyeleksi setiap perawi yang ada
dalam sanad dengan ketat. Para perawi hadits itu, diteliti kecerdasannya,
akhlaknya, guru-gurunya, dan juga murid-muridnya. Jika tidak jelas, hadits yang
bersumber dari perawi tersebut ditolak. Para perawi hadits disyaratkan harus
jujur, kuat hafalan (dhabit), adil, dan disiplin.
Berdasarkan seleksi para pakar hadits itulah, mereka kemudian
membuat kategorisasi hadits dan membaginya ke dalam tiga kelompok:
- Hadits Mutawatir, yakni hadits yang diriwayatkan banyak sahabat, banyak tabi'in, dan seterusnya, yang dipastikan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong. Hadits tingkat ini dapat diyakini kebenaran secara pasti (tidak diragukan), bahwa kabar atau berita itu berasal dari Nabi SAW.
- Hadits Masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang sahabat, tetapi tidak sampai mencapai derajat mutawatir, lalu diriwayatkan oleh generasi sesudahnya dengan derajat mutawatir.
- Hadits Ahad, yaitu hadits yang seluruh perawinya, mulai generasi sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in, tidak mencapai derajat mutawatir.
Kemudian, macam hadits yang ketiga yaitu hadits ahad,
dikelompokkan lagi menjadi tiga macam, yaitu:
- Hadits Sahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil
(tidak fasik), sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Nabi
SAW, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan periwayatan orang yang lebih
terpercaya.
- Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
tetapi kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Nabi SAW, tidak
mempunyai cacat, dan tidak bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih
terpercaya. Jadi bedanya dengan hadits sahih terdapat pada ketelitian
perawi.
- Hadits Dha'if, yakni hadits yang tidak memenuhi syarat sahih maupun hasan. Adapun hadits dha'if ini banyak jenisnya, yaitu: maudhu' (palsu), mursal, munqathi', mu'allaq, mudallas, mudraj, munkar, dan mubham.
Saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Ternyata di dalam agama Islam untuk menerima suatu hadits atau kabar yang diterima dari Rasulullah SAW, memiliki syarat-syarat yang sangat berat. Ini merupakan suatu mekanisme yang sangat berharga bagi agama yang lurus ini, dimana agama-agama lain di dunia tidak memiliki mekanisme sumber-sumber berita keagamaan yang dapat dipercaya. Kalau kita bertanya kepada ummat Nashrani misalnya, mengapa kitab injil yang saudara yakini kebenarannya itu, terjadi perbedaan (bias) di antara kitab-kitab Injil yang ada di dunia? Bagaimana bisa berbeda? Bisakah menelusuri siapa-siapa saja yang telah meriwayatkan ayat-ayat yang ada dalam kitab Injil? Menelusuri siapa yang meriwayatkan berita saja tidak mampu, bagaimana mungkin berita itu layak dipercayai, apalagi diyakini menjadi suatu keyakinan!? Tetapi di dalam Islam, siapa saja yang ingin membuktikan Al-Qur'an, dimana pun Anda berada, pasti kalimat dan maknanya sama, baik Al-Qur'an cetakan Belanda maupun Al-Qur'an Indonesia. Dan lebih menakjubkan lagi, jika kita kumpulkan anak-anak remaja yang hafal Al-Qur'an, barapa banyak mereka, sungguh melimpah ruah, apalagi orang-orang dewasa. Mereka hafal Al-Qur'an karena dibimbing oleh gurunya yang hafal, gurunya dari guru gurunnya dan seterusnya sambung-menyambung hingga dari Rasulnya Muhammad SAW. Begitulah sekelumit di antara tanda-tanda kebenaran kabar berita yang dibawa Muhammad SAW hingga hari ini, dismping seabreg tanda-tanda lainnya, jika kita mau memaparkannya.
Ternyata di dalam agama Islam untuk menerima suatu hadits atau kabar yang diterima dari Rasulullah SAW, memiliki syarat-syarat yang sangat berat. Ini merupakan suatu mekanisme yang sangat berharga bagi agama yang lurus ini, dimana agama-agama lain di dunia tidak memiliki mekanisme sumber-sumber berita keagamaan yang dapat dipercaya. Kalau kita bertanya kepada ummat Nashrani misalnya, mengapa kitab injil yang saudara yakini kebenarannya itu, terjadi perbedaan (bias) di antara kitab-kitab Injil yang ada di dunia? Bagaimana bisa berbeda? Bisakah menelusuri siapa-siapa saja yang telah meriwayatkan ayat-ayat yang ada dalam kitab Injil? Menelusuri siapa yang meriwayatkan berita saja tidak mampu, bagaimana mungkin berita itu layak dipercayai, apalagi diyakini menjadi suatu keyakinan!? Tetapi di dalam Islam, siapa saja yang ingin membuktikan Al-Qur'an, dimana pun Anda berada, pasti kalimat dan maknanya sama, baik Al-Qur'an cetakan Belanda maupun Al-Qur'an Indonesia. Dan lebih menakjubkan lagi, jika kita kumpulkan anak-anak remaja yang hafal Al-Qur'an, barapa banyak mereka, sungguh melimpah ruah, apalagi orang-orang dewasa. Mereka hafal Al-Qur'an karena dibimbing oleh gurunya yang hafal, gurunya dari guru gurunnya dan seterusnya sambung-menyambung hingga dari Rasulnya Muhammad SAW. Begitulah sekelumit di antara tanda-tanda kebenaran kabar berita yang dibawa Muhammad SAW hingga hari ini, dismping seabreg tanda-tanda lainnya, jika kita mau memaparkannya.
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Demikianlah kajian dakwah jumat yang singkat ini, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai bahan renungan bagi kita bahwa nilai kabar mengenai agama kita hingga hari ini, detik ini adalah suatu kabar yang dapat diyakini dengan pasti kebenarannya. Sehingga dengannya keyakinan kita bertambah mantap, bertambah yakin dan bertambah kuat keimanan kita, amin.
Demikianlah kajian dakwah jumat yang singkat ini, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai bahan renungan bagi kita bahwa nilai kabar mengenai agama kita hingga hari ini, detik ini adalah suatu kabar yang dapat diyakini dengan pasti kebenarannya. Sehingga dengannya keyakinan kita bertambah mantap, bertambah yakin dan bertambah kuat keimanan kita, amin.
Post a Comment