MENGIMANI NAMA DAN SIFAT ALLAH
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Allah mempunyai asmaul husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam hal nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al A'raaf 180).
"...Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (An Nahl 60).
"...Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy Syuura 11).
Dalam perkara ini ada dua kelompok yang salah dalam memahami ayat-ayat ini, yaitu:
- Golongan Mu'aththilah, yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan
sifat-sifat Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut sangkaan mereka,
menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dapat menimbulkan tasybih
(penyerupaan), yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Pendapat ini jelas
keliru karena:
- Sangkaan itu mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan sifat-sifat itu, serta telah menafikan segala sesuatu dari menyerupai-Nya. Andaikata menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu menimbulkan adanya penyerupaan, berarti ada pertentangan dalam kalam Allah serta sebagian firman-Nya akan menyalahi sebagian yang lain. Hal ini tentunya mustahil.
- Kecocokan antara dua hal dalam nama atau sifatnya tidak mengharuskan adanya persamaan. Anda melihat ada dua orang yang keduanya manusia, mendengar, melihat, dan berbicara, tetapi tidak harus sama dalam makna-makna kemanusiaannya, pendengarannya, penglihatannya dan pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan, kaki, dan mata, tetapi kecocokannya itu tidak mengharuskan tangan, kaki, dan mata mereka sama. Apabila antara makhluk-makhluk yang cocok dalam nama dan sifatnya saja jelas memiliki perbedaan, maka tentunya perbedaan antara Khaliq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) pasti dan lebih jelas lagi.
- Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya.
Mereka mengira hal itu sesuai dengan nash-nash Al Qur-an, karena Allah berbicara
dengan hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat difahaminya. Anggapan ini jelas
keliru jika ditinjau dari beberapa hal, antara lain:
- Menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syara'. Padahal tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur-an dan Sunnah rasul menunjukkan pengertian yang bathil.
- Allah Ta'ala berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat difahami dari segi asal maknanya. Hakikat makna sesuatu yang berhubungan dengan zat dan sifat Allah adalah hal yang hanya diketahui oleh Allah semata.
Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu sudah diketahui dari segi maknanya, yaitu menemukan suara-suara. Tetapi hakikat hal itu jika dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak diketahui, karena hakikat pendengaran jelas berbeda, walau pada makhluk sekalipun. Jadi perbedaan hakikat itu antara pencipta dan yang diciptakan jelas sangat jauh berbeda.
Apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan tentang diri-Nya bahwa Dia bersemayam di atas 'Arsy-Nya, maka bersemayan dari segi asal maknanya sudah diketahui, tetapi hakikat persemayaman Allah tidak dapat diketahui, kecuali oleh Allah semata.
- Merealisasikan pengesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada selain Allah dan tidak menyembah kepada selain-Nya.
- Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi.
- Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan cara mengerjakan apa yang diperintahkan serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Post a Comment