Pelajaran dari Musibah


Pelajaran dari Musibah
Secara beruntun, belakangan ini rakyat Indonesia 'dihajar' oleh berbagai musibah dan cobaan. Kebakaran, krisis moneter, kerusuhan dan masih banyak lagi musibah lain. Dengan berbagai musibah ini, sungguh kita semua perlu introspeksi diri, dan semoga kita bisa sadar dengan musibah ini.

Kemaksiatan Penyebab Musibah, Keta'atan Penyebab Nikmat
Orang beriman pasti percaya seyakin-yakinnya terhadap kebenaran firman Allah: "Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri." (Al A'raaf: 96)
Dalam menjelaskan ayat di atas Ibnu Katsir mengatakan: "Seandainya hati mereka beriman dengan apa yang dibawa oleh para rasul, meyakini dan mengikutinya, dan mereka bertakwa kepada Allah dengan menjalankan keta'atan dan meninggalkan yang diharamkan, niscaya akan turun hujan dari langit yang menumbuhkan berbagai tanaman di bumi. Tetapi mereka mendustakan para rasul itu, sehingga Allah menyiksa mereka dengan kehancuran disebabkan oleh berbagai dosa dan perbuatan haram yang mereka langgar.
Marilah dengan tenang kita merenungkan berbagai kejadian akhir-akhir ini yang begitu memprihatinkan. Pertanda apakah ini? Padahal dinilai, standar ekonomi kita semakin membaik. OKB (orang kaya baru) semakin banyak bermunculan. Masyarakat pedesaan yang dahulunya sulit sekedar untuk makan, kini banyak yang sukses membangun rumah beton. Pendeknya, saat ini kemakmuran dirasakan lebih banyak orang, meski tidak semuanya. Tapi, kenapa kita tiba-tiba secara nasional 'dihajar' dengan berbagai musibah yang beruntun?
Tak dapat dipungkiri memang, saat ini kita lebih makmur dari 20-30 tahun yang lalu, tetapi berbagai maksiat dan perbuatan dosa juga semakin menjamur. Jika perbuatan dosa pada dekade tigapuluhan orang masih malu-malu melakukannya, maka kini malah dipertontonkan secara nasional di telivisi dan media-media cetak, bahkan hingga di pinggir-pinggir jalan. Madzhab permisifme (serba boleh) menjadi trend di banyak kalangan, nilai-nilai dijungkir-balikkan; korupsi, kolusi dan cara-cara tidak halal lainnya diterabas demi menangguk uang. Anak-anak menjadi beringas, tawuran antarsekolah pun hampir terjadi sepanjang hari. Masalah tabu perbincangan soal seks misalnya- justeru menjadi komoditi paling laris di semua media. Bahkan tak sedikit dokter yang buka praktik khusus demi kenik-matan seks, dengan mengkeranjang-sampahkan semua nilai-nilai agama. Dan, jika suatu ketika mendapatkan anugerah kesuksesan sering seseorang menepuk dada; 'ini adalah karena kepandaian saya', 'ini adalah karena kesaktian kita sebagai bangsa', dst. Kita lupa, semua itu tercapai karena rahmat Allah. Belum lagi masalah bid'ah, suatu perbuatan yang menghancurkan agama tapi mengatasnamakan agama dan sebagainya.
Sesungguhnya masih banyak deretan panjang lain tentang kemaksiatan yang dilakukan di atas ibu pertiwi ini, sehingga kita takutkan akumulasi maksiat itu mengulang sejarah kaum yang dikisahkan Al-Qur'an: "Apakah mereka tidak memper-hatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (Al-An'aam: 6)
Masih banyak ayat-ayat peringatan tentang hukuman-hukuman Allah kepada mereka yang ingkar di dunia dan juga siksaan yang disiapkan Allah di akhirat. Perhatikan misalnya (QS. 7:97-100 ; 16:34 ; 39:32 ; 64: 5-7 ; 73: 11-16)
Dari sini kita yakin, berbagai musibah yang akhir-akhir ini mendera kita secara umum adalah karena perbuatan kita sendiri; karena maksiat, keserakahan dan dosa-dosa kita. "Dan apa saja yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mema'afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Asy Syuura: 30)
Termasuk Menimpa Orang-orang yang Ta'at
Kita yakin, di sekian wilayah yang terkena musibah asap itu masih banyak di antaranya adalah orang-orang beriman. Demikian pula dengan mereka yang termasuk dalam musibah pesawat GA. 152, juga dalam beberapa musibah lainnya. Tetapi itulah kehendak Allah. Dalam ayat suciNya, Allah berfirman: "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanNya." (Al Anfaal: 25)
Dalam ayat di atas Allah memperingatkan hamba-hambaNya yang beriman dari musibah yang tidak saja bakal menimpa para tukang maksiat atau pelaku dosa, tetapi menimpa manusia secara umum. Ketika terjadi kekacauan politik di masa Ali Radhiallahu Anhu, Muthrif berkata kepada Zubair: "Wahai Abu Abdillah, apa yang terjadi dengan kalian? Kalian telah menyia-nyiakan khalifah yang terbunuh kemudian kalian mencari siapa pembunuhnya?" Zubair kemudian menjawab: "Sesungguhnya kami pada zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan pada zaman Abu Bakar serta Umar Radhiallahu Anhuma membaca ayat: "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu." Kami tidak mengira bahwa kami termasuk di dalamnya, sehingga terjadilah pada kami apa yang terjadi (fitnah politik)." (HR. Al-Bazzar, tafsir Ibnu Katsir, 2/331)
Tugas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
Orang yang beriman dan senantiasa berbuat amal shalih, tidaklah cukup keimanan dan keshalihan itu untuk dirinya sendiri. Sebab ia adalah salah satu anggota masyarakat yang harus bertanggung jawab terhadap kebaikan lingkungan dan masyarakatnya. Peran sosial ini salah satunya harus ia wujudkan dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar, sebagaimana dianjurkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Siapa di antaramu melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangan (kekuasaan)nya. Jika tidak mampu maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, hendaklah ia mengubahnya dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Memang tugas amar ma'ruf nahi mungkar berdasarkan firman Allah: "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104) hukumnya adalah fardhu kifayah, tetapi bila tak seorangpun yang menunaikannya, terutama soal nahi mungkar di tengah berbagai kemungkaran yang nyata, maka semua menjadi berdosa. Dan salah satu hukumannya bisa berupa siksaan yang ditimpakan kepada seluruh umat manusia secara umum, orang yang baik maupun yang buruk. Demikianlah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma tentang tafsir ayat " Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim di antara kamu saja." Beliau mengatakan: Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak mengakui dan mendiamkan kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah mereka, sehingga ditakutkan siksa akan ditimpakan kepada mereka secara umum. (Ibnu Katsir, 2/331)
Sikap yang Harus Diambil
Menghadapi berbagai musibah beruntun yang menimpa kita akhir-akhir ini, marilah kita umat Islam melakukan hal-hal berikut ini:
  1. Sabar atas ujian yang menimpa kita dengan meyakini sepenuhnya bahwa apa yang terjadi itulah kehendak Allah. Mudah-mudahan dengan demikian kita termasuk yang dimaksud ayat: "Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang bila ditimpa musibah berkata, sesungguhnya kami dari Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepadaNya." (Al-Baqarah: 155-156)
  2. Introspeksi diri, untuk selanjutnya dengan sesungguhnya berjanji mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan dosa-dosa dan kemungkaran yang dahulu pernah kita kerjakan.
  3. Merealisasikan kembali amar ma'ruf nahi mungkar. Hendaknya kita tidak membiarkan kemaksiatan sekecil apapun terjadi di sekeliling kita, apatah lagi kejahatan besar yang nampak jelas di pelupuk mata kita. Jangan malah sebaliknya, menghalang-halangi orang berbuat kebaikan dan melegalisir perbuatan haram.
  4. Senantiasa ingat kepada Allah, baik di waktu kita berjaya maupun saat ditimpa musibah. Jangan seperti orang-orang musyrik yang hanya ingat kepada Allah saat ditimpa musibah dan melupakanNya saat sukses dan berjaya.
Pendek kata, saat ini sudah saatnya kita bangsa Indonesia melakukan pertobatan, sebagai warga negara atau sebagai bangsa, sebagai rakyat biasa atau pejabat pemerintah. Jangan mencari kambing hitam -meski tentu ada orang-orang yang bersaham terbesar, siapa tahu, kita sendiri memiliki saham sehingga ditimpakanNya musibah beruntun ini. Marilah kita, pribadi-pribadi, dengan menanggalkan segala atribut duniawiyah, melakukan penyesalan di hadapan Allah atas segala dosa dan maksiat kita untuk selanjutnya hanya meniti jalanNya yang lurus. Mudah-mudahan Allah menghentikan azab-Nya kepada kita, atau paling tidak, agar tidak didatangkan siksa yang lebih besar dari apa yang saat ini tengah kita rasakan. Semoga Allah melindungi kita semua. Amin.

Tidak ada komentar