Jangan Beberkan Rahasia Rumah Tangga Anda!
Jangan Beberkan Rahasia Rumah Tangga Anda!
Mukaddimah
Kita sering menyaksikan ada sekelompok ibu-ibu yang berkumpul, lalu 'nyerempet-nyerempet' bercerita tentang hal-hal yang amat sensitif dan pribadi dari rahasia rumah tangganya, seperti menbeberkan masalah hubungan seksualnya dengan sang suami tanpa sedikitpun rasa malu apalagi canggung. Atau membeberkan 'aib sang suami yang tidak boleh diketahui orang lain. Demikian pula sebaliknya, terkadang ada sekelompok bapak-bapak yang membeberkan hal seperti itu.
Apakah hal seperti dibolehkan? atau adakah kondisi yang membolehkannya?
Kita sering menyaksikan ada sekelompok ibu-ibu yang berkumpul, lalu 'nyerempet-nyerempet' bercerita tentang hal-hal yang amat sensitif dan pribadi dari rahasia rumah tangganya, seperti menbeberkan masalah hubungan seksualnya dengan sang suami tanpa sedikitpun rasa malu apalagi canggung. Atau membeberkan 'aib sang suami yang tidak boleh diketahui orang lain. Demikian pula sebaliknya, terkadang ada sekelompok bapak-bapak yang membeberkan hal seperti itu.
Apakah hal seperti dibolehkan? atau adakah kondisi yang membolehkannya?
Dari Abu Sa'id al-Khudriy, dia berkata, Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek
kedudukanna di Hari Kiamat, adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur
(bersetubuh) dengan isterinya, kemudian membeberkan rahasia (isteri)-nya
tersebut." (HR.Muslim)
Intisari Hadits
Ada beberap poin yang dapat ditarik dari hadits diatas, diantaranya:
Intisari Hadits
Ada beberap poin yang dapat ditarik dari hadits diatas, diantaranya:
- Masing-masing dari kedua pasangan suami-isteri memiliki rahasia yang
berkenaan dengan hubungan seksual. Rahasia ini biasanya berupa masalah
'pemanasan' yang terjadi antara keduanya ketika akan memulai hubungan seksual
atau berkenaan dengan 'aib yang ada pada anggota-anggota badan yang terkait
dengan hubungan seksual. Hal ini semua merupakan hal yang paling rahasia
diantara keduanya dan keduanya tentu tidak akan menyukai seorangpun
mengetahuinya.
- Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memberikan label sebagai
manusia yang paling jelek di sisi Allah dan paling rendah martabatnya terhadap
salah seorang dari kedua pasangan suami-isteri yang mengkhianati amanah yang
seharusnya dipegangnya. Yaitu tindakan membeberkan kepada orang-orang hubungan
seksual yang terjadi antara keduanya atau membeberkan a'ib dari salah seorang
diantara mereka.
- Hadits diatas menunjukkan hukum HARAM terhadap tindakan membeberkan rahasia
suami-isteri yang amat khusus, yaitu hubungan seksual yang terjadi diantara
keduanya sebab orang yang membeberkannya adalah tipe manusia yang paling jelek
di sisi Allah.
- Islam menganggap hubungan seksual antara suami-isteri sebagai hal yang
terhormat dan memiliki tempatnya tersendiri. Oleh karena itu, wajib menjaganya
dan hendaknya salah seorang diantara keduanya tidak melampaui batas terhadap hal
tersebut dengan membeberkan rahasia salah seorang diantara mereka karena
masing-masing sudah saling membebankan amanah agar menjaganya.
- Dari sisi yang lain, 'pemanasan' antara suami-isteri ketika akan melakukan
hubungan badan merupakan sesuatu yang bebas dilakukan karena hal itu dapat
membuat masing-masing saling merespon dan dapat membangkitkan gairah. Karena itu
pula, di dalam hal ini dibolehkan berdusta. Namun bilamana salah seorang dari
keduanya mengetahui bahwa rahasia-rahasia tersebut akan disebarluaskan dan
mengapung di hadapan orang sehingga menjadi ajang ejekan atau kecaman, maka
sebaiknya menahan hal itu dan merahasiakannya. Akibat dari hal seperti ini
(tidak ada rasa saling percaya antara satu dengan yang lain karena takut
dibocorkan rahasianya), jadilah hubungan seksual tersebut dingin dan kurang
bergairah bahkan bisa berujung kepada kegagalan sebuah rumah tangga atau
kegagalan di dalam menyelesaikan hubungan seksual tersebut.
- Para ulama berkata, "Hanya sekedar menyinggung perihal jima' hukumnya makruh
bila tidak ada keperluannya dan dibolehkan bila ada perlunya seperti si suami
menyebutkan isterinya sudah berpaling darinya atau sang isteri mengklaim bahwa
si suami tidak mampu melakukan hubungan seksual, dan semisalnya."
- Di dalam hasil keputusan yang dikeluarkan oleh al-Mujamma' al-Fiqh
al-Islamiy (Lembaga Pengkajian Fiqih Islam) yang diadakan di Bandar Sri Begawan,
Brunei, pada muktamar ke-8, tanggal 1-7 Muharram 1414 H bertepatan dengan 21-27
Juni 1993, disebutkan beberapa poin, diantaranya:
- Bahwa hukum asal dalam rumah tangga itu adalah larangan membeberkan rahasia tersebut dan pembeberannya dengan tanpa adanya keperluan yang dianggap shah, mengandung konsekuensi diberlakukannya sanksi secara syar'i.
- Menjaga rahasia itu lebih ditegaskan terhadap pekerjaan/profesi yang justeru membeberkannya akan menyebabkannya cacat hukum, yaitu profesi kedokteran.
- Ada beberapa kondisi yang dikecualikan di dalam menyimpan rahasia tersebut, yaitu bilamana menyimpan rahasia tersebut akan berakibat fatal dan berbahaya bagi orang yang bersangkutan melebihi bahaya bilamana hal itu dibeberkan. Atau terdapat mashlahat yang lebih kuat di dalam membeberkannya ketimbang bahaya menyimpannya. Dua kondisi ini adalah:
Pertama, Kondisi wajib dibeberkan. Yaitu bertolak dari kaidah "Melakukan salah satu yang paling ringan dari dua bahaya sehingga dapat menghindarkan yang paling berat bahayanya dari keduanya"
dan kaidah "Merealisasikan mashlahat umum yang konsekuensinya harus melakukan bahaya yang berskala khusus guna mencegah adanya bahaya yang berskala umum bila memang menjadi kemestian mencegahnya"
Kondisi ini ada dua macam:
a. Mencegah suatu kerusakan terhadap masyarakat
b. Mencegah suatu kerusakan terhadap individu
Kedua, Kondisi boleh dibeberkan, karena:
a. Mengandung mashlahat bagi masyarakat
b. Dapat mencegah kerusakan yang berskala umum
Di dalam kondisi-kondisi tersebut, wajib berkomitmen dengan prinsip-prinsip syari'at dan prioritasnya dari sisi menjaga dien, jiwa, akal, harta dan keturunan.
Pengecualian-pengecualian terkait dengan kondisi wajib atau boleh dibeberkan tersebut harus dibuat secara tertulis dan legal di dalam kode etik menjalankan profesi terkait, baik kedokteran ataupun lainnya secara jelas dan transparan serta rinci. Wallahu a'lam.
Post a Comment