Bid'ah
itu ada dua, bid'ah mahmudah ( yang terpuji ) dan bid'ah madzmumah (
yang tercela ) . Bid'ah yang sesuai dengan sunnah adalah Bid'ah yang
terpuji. Sedangkan yang bertentangan dengan sunah adalah Bid'ah yang
tercela ."(Imam Syafi'i) Bid'ah merupakan sebuah kata yang tidak
asing bagi kita semua. Ia berhubungan banyak hal didalam Islam.
Sayangnya banyak orang yang belum memahami makna bid'ah dengan benar.
Sehingga, tidak jarang mereka terjebak dalam perselisihan. Sebenarnya
para ulama telah menjelaskan permasalahan ini dengan jelas , hanya saja
kita kurang mempelajarinya. Dalam bab ini akan kami sampaikan uraian
singkat tentang Bid'ah , dengan harapan tidak terjadi lagi salah
pemahaman terhadapnya. Semoga Allah membukakan pintu hati untuk
mengetahui kebenaran . Amiin.. Arti Bid'ah secara bahasa ........Dalam
bebagai kamus bahasa Arab , kita dapat menemukan arti bid'ah secara
bahasa (etimologis) dengan mudah. Dalam kamus Al-Munjid desebutkan :
"Bid'ah adalah suatu yang diadakan tanpa adanya contoh terlebih
dahulu",. Pada dasarnya semua kamus bahasa Arab mengartikan bid'ah secar
bahasa sebagai sebuah perkara baru yang diadaka atau diciptakan tanpa
adanya contoh terlebih dahulu. Penciptanya disebut mubtadi' atau Mubdi'.
Langit dan Bumi dapat juga disebut sebagai bid'ah, sebab keduanya
diciptakan oleh Allah SWT tanpa adanya contoh terlebih dahulu. Didalam
Alquran Allah mewahyukan : pada surat Al-baqarah : 117 " Allah Pencipta
langit dan Bumi ( tanpa contoh )" . Arti Bid'ah secara Istilah Agama ( Terminologis ) .Sebuah
hadist tidak cukup sebagai dasar untuk menetapkan arti bid'ah. Kita
harus mempelajari semua Hadist yang berkaitan denganya. Tentunyua tidak
semua orang memiliki waktu dan pengetahuan yang cukup untuk melakukanya.
Alhamdulillah para ulama telah bekerja keras untuk merumuskan dan
menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan bid'ah . Dalam bab ini
kami akan sampaikan pendapat Imam Syafi'i (Imam syafi'i : Beliau adalah
Muhammad Idris, julukan beliau adalah Abu Abdillah, Beliau lahir di
Gazza Palestina pada tahun 150 H, bertepatan dengan hari wafatnya Imam
Abu Hanifah. Pada saat itu masyarakat menyatakan " Telah wafat seorang
Imam dan Lahirlah seorang Imam, Sejak kecil beliau telah Yatim, pada
saat menginjak usia dua tahun ibu beliau membawanya ke Mekah. Pada usia
tujuh tahun beliau telah hafal Al-Quran dan saat berusia sepuluh tahun
beliau telah hafal Al-Muwaththa ; Buku hadis karya Imam Malik ra .Beliau
kemudian berguru kepada Imam Malik di kota Madinah dan pada tahun 199
H, beliau pergi ke Mesir dan tinggal disana hingga wafat pada tahun 204
H. (Lihat Abu Abdillah Muhammad bin Idris Syafi'i, Diwanul Imamisy
Syafi'i, Darul Fikr, Beirut, 1988, hal.5-20. ) Seorang ulama ternama
yang keilmuan dan kesalehannya diakui oleh dunia sejak duli hingga saat
ini. Pendapat Imam Syafi'i ........Imam syafi'i rhm berpendapat
bahwa bid'ah terbagi menjadi dua yaitu hasanah dan bid'ah sayyi'ah atau
bid'ah mahmudah ( yang terpuji ) dan bid'ah madzmumah ( yang tercela ).
Pendapat beliau ini berlaku bagi semua hal baru yang terjadi setelah
zaman Rasulullah saw dan zaman khulafaur Rasyidin Hamalah bin yahya
menyatakan bahwa beliau mendengar ( imam) syafi'i rhm berkata : "bid'ah
itu ada dua, bid'ah mahmudah dan bid'ah madzmumah. Bid'ahyang sesuai
dengan dunah adalah bid'ah yang terpuji ( mahmudah ), sedangkan yang
bertentangan dengan sunah adalah bid'ah yang tercela ( madzmumah )". Rabi'
ra berkata bahwa imam syafi'i rhm berkata : " Hal-hal baru ( muhdatsat )
itu ada dua yang pertama hal baru yang bertentangan dengan Al-Quran,
Sunah, Atsar maupun Ijma, Inilah bid'ah yang sesat , yang kedua segala
hal baru yang baik dan tidak bertentangan dengan Al-Quran, Sunah, Atsar
maupun Ijma, Hal baru ini merupakan Bid'ah yang tidak tercela.' Pembaca
yang budiman anda mungkin bertanya mengapa Imam Syafi'i rhm berpendapat
demikian, sedangkan Rasulullah saw telah bersabda : " Barang siapa
diberi hidayah oleh Allah swt , maka tiada siapapun yang menyesatkannya .
Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah swt , maka tiada siapapun
dapat memberinya hidayah ( Petunjuk )". " Sesungguhnya sebaik-baiknya
ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah muhdatst (hal-hal baru) dan
semua muhdats (yang baru) adalah bid'ah dan semua bid'ah adalah sesat
dan semua yang sesat tempatnya adalah di neraka." ( HR Nasa 'i) ........
Hadist diatas memang benar, tetapi kita tidak boleh tergesa-gesa
memutuskan bahwa semua bid'ah sesat. Untuk dapat memahaminya dengan
benar, kita harus megkaji semua Hadist yang berhubungan dengannya.
Sehingga, kita tidak terjerumus pada penafsiran yang salah . Dibawah ini
akan coba kami jelaskan mekna dari Hadis diatas, semoga Allah
melapangkan hati kita untuk memahaminya dengan benar. Amiin. Penjelasan Pertama .......Saudaraku,
untuk dapat memahami sebuah ayat dengan benar kita harus mempelajari
sebab turunya ayat tersebut dan juga bagaimana penafsiran para ulama
tentangnya. Begitu pula ketika hendak memahami sebuah hadist, kita tidak
harus bertanya kepada para ulama. Sesungguhnya sidak semua ayat atau
Hadist dapat diartikan secara langsung sesuai dengan makna lahiriahnya
atau teks yang tertulis. Orang yang bersikukuh hanya mau memahami sebuah
ayat atau Hadist sesuai dengan teks yang tertulis ( makna lahiriyahnya
), dan tidak mau menerima penafsiran para ulama, suatu saat ia akan
mengalami kebingungan. Hadist tentang bid'ah diatas merupakan salah satu
Hadist yang memerlukan penafsiran. Jika kata semua bid'ah tidak
ditafsirkan, maka apa yang akan terjadi ? kita semua akan masuk neraka,
sebab kehidupan kita dipenuhi dengan bid'ah. Cara berpakaian, berbagai
jenis perabotan rumah tangga, sarana transportasi , pengeras suara,
permadani yang terhampar di Masjid-masjid, lantai masjid yang terbuat
marmer , penggunaan senduk dan garpu, hingga berbagai kemajuan teknologi
lainya semua itu merupakan hal-hal baru yang tidak pernah ada dizaman
Rasulullah saw dan para sahabat beliau. Semuanya adalah bid'ah dan
Rasulullah saw menyatakan bahwa semua bid'ah adalah sesat dan semua yang
sesat tempatnya ada dineraka. Ketika dihadapkan pada pertanyaan seperti
ini jawaban apa yang akan diberikan oleh mereka yang hanya berpegang
pada makna lahiriyah Hadist bid'ah. Dalam Hadist tersebut Rasulullah saw
tidak menjelaskan hal baru apa yang sesat, beliau menyatakan semuanya
sesat. Sehingga, jika Hadist tersebut dipahami secara langsung dan tidak
ditafsirkan , semua hal baru dalam permasalahan dunia maupun agama
adalah sesat dan pelakunya masuk neraka. ........Ternyata setelah
dihadapkan pertanyaan seperti ini mereka akan mengatakan bahwa semua
yang tersebut diatas , seperti permadani yang terhampar dimasjid,
pengeras suara, berbagai sarana transportasi dan lain sebagainya adalah
bid'ah duniawiyyah, bid'ah seperti ini tidak sesat yang sesat hanyalah
bid'ah dalam bidang agama atau yang biasa disebut bid'ah diniyah (
keagamaan ). Sungguh aneh bukan, jika sebelumnya mereka bersikukuh pada
makna lahiriyah Hadist yang menyatakan bahwa semua bid'ah itu sesat,
serta menganggap pembagian bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah
sayyi'ah sebagai suatu yang dipaksakan dan bertentangan dengan hadist
Rasulullah saw, kini mereka sendiri membagi bid'ah itu menjadi dua ,
yaitu bid'ah keduniaan dan bid'ah keagamaan. ........Saudaraku, jika
mereka boleh membagi bid'ah menjadi dua, padahal Rasulullah tidak pernah
melakukannya maka para ulama besar seperti Imam Syafi'i rhm pun boleh
membagi bid'ah menjadi bid'ah Hasanah dan bid'ah sayyi'ah. Mari kita
berfikir jujur ternyata semua ulama didunia ini telah menjelaskan arti
bid'ah dan membaginya sesuai dengan hasil ijtihad mereka. Inilah salah
satu alasan kami menerima pembagian bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan
bid'ah sayyi'ah. Penjelasan Kedua .......Saudaraku, diatas telah
dijelaskan bahwa tidak semua Hadist dapat dicerna langsung, ada beberapa
Hadist yang perlu dijelaskan dan ditafsirkan, dan salah satunya adalah
Hadist tentang bid'ah tersebut. Hadist Kullu bid'atin dhalalatun
merupakan Hadist yang bersifat umum. Dalam Hadist seperti ini biasanya
terdapat kata atau kalimat yang tidak disertakan , tidak diucapkan,
tetapi telah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya. Hadist Kullu
bid'atin dhalalatun mirip dengan beberapa hadist di bawah ini : ......."
Tidak beriman salah seorang diantara kalian sebelum ia mencintai untuk
saudaranya seperti ia mencintai untuk dirinya sendiri " (HR Bukhari ,
tirmidzi, Nasa'i, ibnu Majjah dan Ahmad ). ......." Bukan dari
golongan kami seseorang yang tidak membaca Al-Quran dengan suara yang
baik (merdu )" ( HR Bukhari , Abu Daud, Ahmad dan Darimi ). ......."
Shalat witir itu benar, maka barang siapa yang tidak menunaikan shalat
witir ia bukan dari golongan kami. " ( HR Abu Dawud dan Ahmad ). ......."
Tidaklah berwudhu seseorang yang tidak menyebut nama Allah dalam
wudhunya." ( HR Tirmidzi Abu Dawud, Ibnu Majah , Ahmad dan Darimi) .......Jika
kata " Tidak " dan "Bukan dari golongan kami" dalam beberpa Hadist
diatas tidak dijelaskan, tidak ditafsirkan lalu bagaimana nilai wudhu
kita , bagaimana kedudukan kita dalam Islam? Nabi menyatakan , " Bukan
dari Golongan kami ." Jika tidak berada dalam golongan Nabi dan para
sahabatnya , maka kita berada dalam golongan siapa? Oleh karena itu,
hadist diatas dan sejenisnya perlu dan harus ditafsirkan dalam hadis
lain sehingga kita tidak salah memahami ucapan Nabi Muhammad SAW. Para
Ulama menyatakan bahwa kata " Tidak " dalam Hadist diatas artinya adalah
"Tidak Sempurna". Dalam Hadis itu ada kata " sempurna " yang tidak
diucapkan oleh Nabi saw karena telah dipahami oleh para sahabat. Sedangkan
kata, " Bukan dari Golongan kami " artinya "Bukan dari golongan terbaik
kami ". Dalam Hadist ini terdapat kata "terbaik" yang tidak juga
diucapkan oleh Nabi saw karena telah dipahami oleh para sahabat. .......Para
ulama menjelaskan bahwa dalam Hadist Kullu bid'atin dhalalatun juga
terdapat kalimat yang tidak diucapkan olah Nabi saw, namun telah
dipahami olehpara sahabat. Klimat itu terletak setelah kata "Bid'atin "
dan bunyinya adalah "yang bertentangan dengan syariat".Coba anda
perhatikan kalimat yang terletak didalam tanda kurung berikut : "Semua
bid'ah ( yang bertentangan dengan syariat ) adalah sesat dan semua yang
sesat tempatnya adalah neraka." Ini juga alasan kami mengapa pendapat
imam Syafi'i diatas kami terima. Penjelasan Ketiga . . . .Dalam
Hadist diatas Rasulullah saw menyatakan bahwa kullu bid'atin dhalalatun
yang jika diterjemahkan secara tekstual ( sesuai dengan makna lahiriyah )
akan berati semua bid'ah sesat. Yang menjadi pertanyaan benarkah
katakullu selalu berarti semua? Didalam Al-Quran terdapat beberapa kata
kullu yang pada kenyataanya tidak berarti semua, coba perhatikan wahyu
Allah berikut : " (Angin ) yang menghancurkan segala sesuatu dengan
perintah Tuhanya , maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi,
kecuali tempat tinggal mereka . Demikianlah kamu memberi balasan kepada
kaum yang berbeda ".( Al-Ahqaf , 46:25). Dalam ayat diatas Allah
menggambarkan bagaimana angin menghancurkan segala-galanya sehingga
orang-orang kafir tersebut terkubur didalam bumi. Kendati disebutkan
bahwa angin tersebut menghancurkan kulla syai'in ( segala sesuatu ),
ternyata rumah orang-orang kafir tersebut tidak ikut campur. Ini
membuktikan bahwa kata kullu tidak selalu berarti semua . Dalam ayat
diatas rumah orang-orang kafir yang tidak hancur tersebut merupakan
salah satu pengecualian. Begitu pula dalam hadist kullu bid'atin
dhalalatun disana ada sesuatu yang dikecualikan . Rasulullah saw
bersabda : " Barang siapa membuat esuatu yang baru dalam masalah ( agama
) kami ini, yang tidak bersumber darinya ( agama ) maka dia tertolak." 9
HR Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad ). Perhatian kalimat " yang tidak
bersumber darinya (agama)". Inilah kalimat yang jelas menjelaskan bahwa
tidak semua bid'ah sesat. Berdasarkan sabda Rasulullah saw diatas, maka
Hadist "kullu bid'atin dhalalatun , dapat diartikan sebagaiberikut :
Semua bid'ah itu sesat kecuali yang bersumber daru Al-Quran dan
As-Sunah." Penjelasan itu mungkin belum meyakinkan kita semua oleh karena itu mari kita coba untuk menyimak penjelasan berikutnya. Penjelasan Keempat .......Setelah
memahami keterangan diatas, mari kita pelajari arti muhdatsat ( hal-hal
baru ) salam Hadist sebelumnya pera Ulama menyatakan bahwa kada
muhdatsat dalam Hadist tersebut artinya adalah segala hal yang baru
tidak sesuai dengan Al-Quran dan Hadist Nabawi. Pernyataan ini didukung
oleh beberapa Hadist . Coba anda simak sabda Rasulullah saw berikut : “
Dan Barang siapa mengadakan sebuah bid’ah dhalalah ( sesat ) yang tidak
diridhoi Allah dan Rasul Nya, maka dia memperoleh dosa sebanyak dosa
orang yang mengamalkan tanpa sedikit pun mengurangi dosa-dosa mereka .” (
HR Tirmidzi ). Dalam Hadist diatas disebutkan “ Barang siapa
mengadakan sebuah bid’ah dhalalah “ hal ini menunjukan bahwa tidak semua
bid’ah sesat. Andaikata semua bid’ah sesat tentu beliau akan langsung
berkata : “ Barnag siapa mengadakan sbuah bid’ah “ dam tidak menambahkan
kata dhalalah dalam sabdanya tersebut. Dengan menyebut kalimat “Bid’ah
dhalalah “ maka logikanya ada bid’ah yang tidak dhalalah. Disamping itu
dalam sabdanya yang lain , Rasulullah saw berkata : “Barang saiapa
membuat suatu yangbaru dalam masalah agama kami iniyang tidak terdapat
didalam agama maka ia tertolak.” (HR Bukhari dan Abu dawud ). “ Barang
siapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami iniyang tidak
bersumber darinya (agama) maka dia tertolak. ( HR Muslim, Ibnu Majah dan
Ahmad ) Coba perhatikan dalam Hadist diatas Rasulullah saw
menambahkan kalimat “ yang tidak bersumber dari agama,”dan kalimat “yang
tidak terdapat dalam agama .” Akankah sama jika kalimat tersebut
dihilangkan . coba perhatikan perbedaan keduanya ( yang masih utuh
dengan yang sudah dipotong.) “ Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami ini yang bersumber darinya ( agama ) maka dia tertolak. “ Dibandingkan dengan kalimat berikut : “ Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama maka dia tertolak “ Jika
kita perhatikan dengan baik kedua kalimat diatas sangat berbeda.
Kalimat pertama memberitahukan bahwa hanya hal baru yang tidak bersumber
dari agama saja yang ditolak sedangkan kalimat yang kedua bahwa semua
yang baru ditolak. Kini jelaslah bahwa penambahan kalimat “ Yang tidak
bersumber darinya (agama) “ merupakan bukti bahwa tidak semua yang baru
sesat. Andaikata semua hal baru adalah sesat, tentu Nabi saw tidak akan
menambahkan kalimat tersebut . Beliau saw berkata ,” Barang siapa
membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami ini, maka ia
tertolak,” tetapi hal ini beliau tidak lakukan. Kesimpulannya , selama
hal baru tersebut bersumber dari Al-Quran atau Hadist maka dia dapat
diterima oleh Allah dan diterima oleh Rosu-Nya saw. Penjelasan Kelima Rupanya
pemahaman bahwa tidak semua bid’ah itu sesat telah dipahami oleh para
sahabat. Bahkan seorang sahabat terkemuka khalifah kedua dalam islam
amirul Mukminin Umar bin Khatab ra pernah mencetuskan istilah bid’ah
baik untuk sebuah amalan yang beliau susun yaitu shalat taraweh
berjamaah di masjid selama bulan Ramadhan dengan seorang imam yang hapal
Al-Quran . Imam Bukhari ra dalam kitab shahihnya menyebutkan : “ Dari
Abdurrahman bin Abdul Qori, ia berkata “ pada suatu malam dibulan
Ramadhan saya keluar menuju masjid bersama Umar bin Khatab ra. Disana
(tampak) masyarakat sedang amenunaikan shalat (tarawih) secara
berkelompok terpisah-pisah. Ada yang sholat sendiri ada pula yang
berjamaah bersama sekelompok orang . Pda saat itulah Umar bin Khatab ra
berkata “Menurutku, andaikata semua orang ini kupersatukan dibawah
pimpinan seorang imam yang hapal Al-Quran tentu akan lebih baik. Beliau
bertekad untuk mewujudkan niatnya .Akhirnya beliau persatukan mereka
dibawah pimpinan Ubay bin kaab. Dimalam lain aku keluar menuju masjid
berama Umar ra . Saat masyarakat sedang menunaikan sholat (tarawih)
berjamaah dengan imam mereka yang hapal Al-Quran .( ketika menyaksikan
pemandangan tersebut ) berkatalah Umar ra : Inilah sebaik-baiknya bid’ah
.” (HR Bikhari dan Malik). Dengan jelas , dihadapan para sahabat ,
Sayidina Umar ra mengucapkan “ Inilah sebaik-baiknya bid’ah “ Ucapan
beliau ini merupakan salah satu bukti bahwa tidak semua bid’ah itu
sesat.hanya bid’ah yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadist lah yang
sesat. Penjelasan Keenam Rasulullah saw selalu mendorong umatnya
untuk melaksanakan semua perintah Allah, dan menjauhi semua larangan-Nya
serta menghidupkan selalu sunah-sunah beliau. Tentunya setiap zaman
memiliki cara dakwah tersendiri dan setiap masyarakat memiliki adapt
yang berbeda. Rasulullah saw memerintahkan kita untuk berbicara dengan
manusia sesuai dengan tingkat pemikiran dan pemahamannya. Untuk
menghidupkan sunah Rosul saw yang seringkali diabaikan oleh umat Islam
inilah para ulama kemudian memunculkan berbagai gagasan dan Ide
cemerlang yang dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat. Gagasan
tersebut mereka peroleh setelah mendalami Al-Quran dan Al-Hadist.
Meskipun dikemas dalam model atau bentuk baru, tetapi isinya tiada lain
adalah Al-Quran dan Al-Hadist. Salah satu contohnya adalah apa yang
Beliau berupaya menghidupkan sunah Rasulullah saw dengan mempersatukan
umat dalam kebaikan. Apa yang dilakukan oleh Sayidina Umar ra serta para
ulama lain yang mengikuti beliau ra, tiada lain adalah salah satu upaya
untuk mengamalkan. Oleh karena itu jangan gegabah dan tergesa-gesa
menuduh bahwa suatu hal yang tidak ada pada zaman Rasulullah saw dan
para sahabat sebagai bid’ah sesat yang harus diperangi. Tetapi, dengan
kedewasaan berfikir marilah kita kaji landasan dan dalil yang mereka
gunakan dalam kegiatan keagamaan tersebut . Jika memang tidakbersumber
dari Al-Quran dan Al-Hadist mari kita bersama-sama dakwahi dengan cara
yang bijaksana dan nasihat yang baik. Dan memang ada sumbernya dari
Al-Quran dan Al-Hadist mari kita dukung bersama sebagai sarana untuk
menghidupkan ajaran Al-Quran dan sunah Rasulullah saw.
Post a Comment