Potensi Ruhiah
Potensi
Ruhiah
Ternyata kekuatan
adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh siapapun yang ingin memperoleh
kemenangan. Terbukti jikalau badan lemah, ekonomi lemah, otak lemah, kepandaian
lemah, kita tidak dapat berperan sebagai makhluk unggul yang membawa manfaat
banyak, bahkan justru sebaliknya kita menjadi tertindas, baik oleh hawa nafsu,
oleh syetan terkutuk, atau juga oleh makhluk-makhluk yang tidak menyukai
kebenaran. Karenanya sudah menjadi suatu keharusan bagi
siapapun untuk terus-menerus menggalang aneka potensi kekuatan yang ada pada
dirinya.
Hanya saja harus kita sadari pula bahwa kekuatan itu tidak cukup hanya
kekuatan lahir saja. Karena bagi siapapun yang berusaha membangun kekuatan
ekonomi dengan meyakini bahwa hanya dengan kekuatan ekonomi itulah yang akan
membuat dirinya menang, kuat, tanpa dibarengi kekuatan lain, maka akan
hancurlah dia.
Sudah terlalu banyak contohnya, tengok saja ketika zaman masih ada Uni
Soviet, pastilah saat itu di negara ini tidak kurang para profesornya, ada ahli
ekonomi, ada ahli keuangan, ada ahli perencanaan pembangunan, ada juga ahli
militer, dan ahli di berbagai bidang lainnya, tapi ternyata Uni Soviet yang
nampak begitu kokohnya bisa rontok seketika.
Begitu juga kalau kita menganggap bahwa hanya kekuatan senjata sebagai
satu-satunya kekuatan yang akan memenangkan pertempuran, kita saksikan lagi
bagaimana Rusia dengan peralatan dan perlengkapan tempurnya yang begitu
lengkap, begitu banyak personilnya, begitu kuat dukungan logistiknya, ternyata
dipermalukan di Afghanistan. Bahkan gempuran berikutnya ke Chechnya, sebuah
negeri yang begitu kecil mungil, ternyata Chechnya sampai saat ini masih bisa
bertahan.
Lalu, adakah kekuatan lain yang mampu memenangkan setiap pertempuran? Ada!
Kekuatan itu tiada lain kekuatan dari dalam diri kita sendiri, yang kadang
begitu saja kita melupakannya. Padahal kalau kita mampu membangunnya dengan
sungguh-sungguh, ia akan menjadi sebuah kekuatan yang teramat dahsyat.
Inilah kekuatan tanpa biaya, tanpa memerlukan pertolongan orang lain, tapi
bila saja dibina dan dioptimalkan, maka ia adalah modal yang luar biasa dahsyat
dalam mengarungi kehidupan ini. Kekuatan apakah itu?!
Dikisahkan pada abad ke-7 Hijriah, di saat kekuatan kekhalifahan Islam
mulai meredup, terjadi pertempuran yang sangat dahsyat dan monumental yaitu
ketika bangsa Tartar dibawah pimpinan Jengis Khan, menyerbu negeri-negeri Islam
bagai air bah, bergelombang bagai badai yang garang, menyapu dari segala
penjuru, dan kemudian meluluhlantakan semua negeri-negeri yang dilaluinya. Bahkan
diceritakan sungai Dajlah di tengah kota Baghdad yang begitu bening menjadi
hitam kelam airnya oleh tinta dari ratusan buku perpustakaan yang dibuang ke
sungai itu oleh tentara Tartar.
Kita kenang masa ini sebagai masa kekhalifahan Islam yang paling kelam,
saat dimana sebagian besar negeri Islam dibasmi dan dilindas habis oleh bangsa
Tartar ini. Barisan bala tentaranya seakan-akan tidak pernah terbendung dan
terkalahkan. Pedang-pedang sepertinya menjadi tumpul tiada berdaya menyentuh
tubuh mereka. Sampai-sampai munculah mitos, "Tartar takkan pernah
terkalahkan".
Berselang beberapa tahun setelah kejatuhan petama kalinya negeri-negeri
Islam ini. Tersebutlah suatu kisah dimana ada seorang syeikh bernama Syeikh
Jamaludin dari Bukhara. Beliau adalah seorang yang bersih, mursyid yang tulus,
walaupun secara lahiriah fisiknya sudah berkurang kemampuannya.
Suatu waktu ia berjalan-jalan bersama sahabat-sahabat dan santri-santrinya,
hingga tanpa disadari mereka telah memasuki wilayah kekuasan bangsa Tartar,
yang waktu itu dipimpin oleh seorang taklak (gubernur), yaitu Taklak Timur Khan
(Timur Lenk), seorang cucu Jengis Khan.
Begitu masuk wilayah bangsa Tartar ini yang kebetulan beliau memasuki
wilayah berburu Sang Taklak, maka serta merta ditangkaplah mereka, dan langsung
dibawa menghadap Sang Taklak yang cucu Jengis Khan ini.
Bertanyalah Sang Taklak, "Engkau siapa dan darimana …?"
"Saya dari Bukhara dan seorang Parsi"
Mendengar jawaban ini Sang Taklak serta merta tertawa terkekeh-kekeh seraya
berkata meremehkan,
"Oo, orang-orang Parsi ini lebih rendah dan lebih hina dari seekor
anjing" ujarnya dengan pandangan mengejek.
"Ya, benar! Andaikata kami tidak diberi cahaya kemuliaan dengan agama
yang benar, niscaya kami lebih hina daripada seekor anjing" Jawab Syeikh Jamaludin mantap.
Sebuah jawaban yang disertai nur kekuatan keyakinan, rupanya selalu
membuat terngiang-ngiang di telinga Sang Taklak. ‘Ya, Kami jauh lebih hina
daripada seekor anjing, andaikata tidak dimuliakan dengan agama yang benar’
Sang Taklak merenung memikirkan kata-kata ini, "Ada apa dibalik kata-kata
yang ringkas ini?!" Pikirnya. Begitu menggelitiknya jawaban Syeikh
Jamaludin ini sehingga suatu saat dipanggillah ia kembali oleh Sang Taklak ke
istana.
"Apa yang kau maksudkan dengan kata-kata yang dulu pernah engkau
ucapkan itu?" Bertanyalah Sang Kaisar.
Dengan ijin ALLOH Syeikh Jamaludin ini menjelaskan dengan begitu
bersemangatnya tentang keindahan Islam. Penjelasan yang merupakan buah dari
perasaan dan kecintaannya kepada Islam. Uraiannya disertai pula dengan raut
muka, perilaku, yang sebanding dengan keindahan yang disampaikannya. Dijelaskan
pula, betapa kekufuran telah membawa martabat manusia merosot lebih hina
daripada seekor anjing.
Mendengar uraian ini, tergetarlah hati Sang Taklak hingga akhirnya
terbukalah pintu hatinya untuk menerima Islam, hanya saja pada saat itu masih
ada satu hal yang mengganjalnya, "Aku belum menjadi kaisar, saat ini
masih orang tuaku yang menjadi penguasa, aku berjanji seandainya aku nanti jadi
penguasa, aku akan masuk Islam." Janji Sang Taklak.
Waktupun berselang. Suatu saat menjelang Syeikh Jamaludin wafat,
diberitahukanlah perihal janji kaisar ini kepada anaknya yang bernama
Ryasidudin, "Wahai anakku, Taklak Timur Khan akan menjadi kaisar,
andaikata dia sudah resmi jadi kaisar, datangilah dan sampaikan salam dariku
serta ingatkan kepadanya akan janji yang dulu pernah diucapkannya".
Ketika benar Syeikh Jamaludin wafat, puteranya sengaja datang ke perkemahan
Sang Taklak Timur Khan untuk melaksanakan wasiat orang tuanya, namun karena ia
dianggap orang asing yang tidak dikenal sampai disana ia ditolak tidak boleh
masuk. Seraya memohon pertolongan ALLOH, ia memutar otaknya, sehingga munculah
idenya.
Saat malam melepas gulitanya, dan fajar shubuh mulai menyingsing, segera
saja ia mengumandangkan azan dengan begitu kerasnya sampai-sampai Sang Taklak
Timur Khan yang berada di dalam kompleks perkemahan tentaranya terbangun seraya
bertanya-tanya, "Siapa itu yang berteriak-teriak di malam buta seperti
ini? Siapa dia berani kurang ajar mengganggu tidurku?" Begitu marahnya
Sang Kaisar ini. Putera Syeikh pun ditangkap sehingga kemudian dibawa menghadap
pada sang kaisar.
Begitu bertemu muka dengan sang kaisar, putera Syeikh Jamaludin ini
langsung memperkenalkan diri, "Saya putra Syeikh Jamaludin menyampaikan
salam dari beliau". Ketika mendengar nama ‘Syekh Jamaludin’--yang
beberapa tahun lalu akrab ditelinganya--disebut, Sang Kaisar tiba-tiba seperti
api disiram air, reda marahnya dan luluh hatinya.
"Saya hanya akan mengingatkan janji yang pernah tuan ucapkan dengan
beliau" Lanjut putera Syeikh Jamaludin ini. Teringatlah
sang kaisar akan janjinya, sehingga pada saat itu juga Kaisar Timur Khan
mengucap dua kalimah syahadat sebagai tanda bahwa ia benar-benar masuk Islam.
Kala itulah bangsa Tartar benar-benar berubah dari yang tadinya berwajah
bengis, kejam, dan melindas habis menjadi bangsa yang berakhlak mulia. Pada
saat itulah seluruh penduduk kerajaannya menerima cahaya kemuliaan Islam.
Sungguh luarbiasa, dari yang tadinya meluluhlantakan Islam dengan kekuatan
senjata, akhirnya menjadi luluh lantak hatinya hanya oleh perkataan. Ratusan
ribu orang menentangnya dengan kekuatan senjata, tidak ada yang mampu
mengalahkan, tapi hanya dengan beberapa patah kata yang menghunjam ke hati
telah membuat negeri yang tidak pernah terkalahkan malah masuk dalam semburat
cahaya Islam, bahkan menjadi benteng Islam yang begitu kokohnya saat itu.
Bekasnya pun nampak sampai sekarang, seperti di Rusia, Kaukasus, Asia
Tengah dan sekitarnya ternyata adalah buah dari bangsa yang tadinya
menghancurkan Islam secara fisik karena kekuatannya memang tidak tertahankan,
namun akhirnya menjadi benteng Islam. Mengapa?
Ternyata karena ada satu kekuatan lain yang mampu mengalahkannya, yaitu kekuatan
ruhiah. Syeikh Jamaludin adalah seorang ulama yang begitu tinggi cahaya
ruhiahnya. Kata-katanya, sorot matanya, cara berjalannya, sikapnya, dan semua
dalam dirinya ternyata memancarkan energi yang betul-betul membuat orang yang
mendengar terbuka hatinya.
Satu patah kata atau dua patah kata dari orang yang sudah tercahayai
hatinya, maka kata-kata itu bagai gelombang-gelombang yang bisa menyentuh,
bagai magnet yang bisa menyedot, begitu hebat kekuatannya, sehingga daya
ubahnya pun sungguh luar biasa dahsyatnya.
Inilah kisah bagaimana seorang mursyid yang bersih, jujur, dan
tulus, walau tanpa kekuatan fisik yang berimbang, tapi karena kekuatan
ruhiahnya begitu dahsyat, ternyata mampu membolak-balikan hati, mengislamkan
yang belum Islam, meluruskan yang tersesat, dan menjadi jalan bertaubat bagi
orang yang berlumur dosa. Allahuakbar. ***
Post a Comment