BEKERJA DAN USAHA
BEKERJA DAN USAHA
FIRMAN Allah: “Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh kerana itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya.” (al-Mulk: 15)
Ayat ini merupakan mabda' (prinsip) Islam. Bumi ini oleh Allah diserahkan kepada manusia dan dimudahkannya. Justru itu manusia harus memanfaatkan nikmat yang baik ini serta berusaha di seluruh seginya untuk mencari anugerah Allah itu.
2.4.1 Diamnya Orang yang Mampu Bekerja adalah Haram
Setiap muslim tidak halal bermalas-malas bekerja untuk mencari rezeki dengan dalih kerana sibuk beribadah atau tawakkal kepada Allah, sebab langit ini tidak akan mencurahkan hujan emas dan perak.
Tidak halal juga seorang muslim hanya menggantungkan dirinya kepada sedekah orang, padahal dia masih mampu berusaha untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan keluarga serta tanggungannya. Untuk itu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna." (Riwayat Tarmizi)
Dan yang sangat ditentang oleh Nabi serta diharamkannya terhadap diri seorang muslim, iaitu meminta-minta kepada orang lain dengan mencucurkan keringatnya. Hal mana dapat menurunkan harga diri dan karamahnya padahal dia bukan terpaksa harus minta-minta.
Kepada orang yang suka minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut: "Orang yang minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, sama halnya dengan orang yang memungut bara api." (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya)
Dan sabdanya pula: "Barangsiapa meminta-minta pada orang lain untuk menambah kekayaan hartanya tanpa sesuatu yang menghajatkan, maka berarti dia menampar mukanya sampai hari kiamat, dan batu dari neraka yang membara itu dimakannya. Oleh kerana itu siapa yang mahu, persedikitlah dan siapa yang mahu berbanyaklah." (Riwayat Tarmizi)
Dan sabdanya pula: "Senantiasa minta-minta itu dilakukan oleh seseorang di antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah, dan tidak ada di mukanya sepotong daging." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Suara yang keras ini dicanangkan oleh Rasulullah, demi melindungi harga diri seorang muslim dan supaya seorang muslim membiasakan hidup yang suci serta percaya pada diri sendiri dan jauh dari menggantungkan diri pada orang lain.
2.4.2 Bilakah Minta-Minta Itu Diperkenankan?
Namun Rasulullah s.a.w. masih juga memberikan suatu pembatas justru kerana ada suatu kepentingan yang mendesak. Oleh kerana itu barangsiapa sangat memerlukan untuk meminta-minta atau mohon bantuan dari pemerintah dan juga kepada perorangan, maka waktu itu tidaklah dia berdoa untuk mengajukan permintaan.
kerana ada sabda Nabi: "Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka, yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri, oleh kerana itu barangsiapa mahu tetapkanlah luka itu pada mukanya, dan barangsiapa mahu tinggalkanlah, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain." (Riwayat Abu, Daud dan Nasa'i)
Qabishah bin al-Mukhariq berkata: "Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Nabi untuk meminta-minta, maka jawab Nabi: Tinggallah di sini sehingga ada sedekah datang kepada saya, maka akan saya perintahkan sedekah itu untuk diberikan kepadamu. Lantas ia pun berkata: Hai Qabishah! Sesungguhnya minta-minta itu tidak halal, melainkan bagi salah satu dari tiga orang: (1) Seorang laki-laki yang menanggung beban yang berat, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat mengatasinya kemudian sesudah itu dia berhenti. (2) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu bahaya yang membinasakan hartanya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard untuk hidup. (3) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada tiga dari orang-orang pandai dari kaumnya mengatakan: Sungguh si anu itu ditimpa suatu kemiskinan, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard hidup. Selain itu, meminta-minta hai Qabishah, adalah haram, yang melakukannya berarti makan barang haram." (Riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa'i)
2.4.3 Jaga Harga Diri dengan Bekerja
Nabi menghapuskan semua fikiran yang menganggap hina terhadap orang yang bekerja, bahkan beliau mengajar sahabat-sahabatnya untuk menjaga harga diri dengan bekerja apapun yang mungkin, serta dipandang rendah orang yang hanya menggantungkan dirinya kepada bantuan orang lain.
Maka sabda Nabi: "Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta itu memberi atau menolaknya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Untuk itu setiap muslim dibolehkan bekerja, baik dengan jalan bercocok-tanam, berdagang, mendirikan pabrik, pekerjaan apapun atau menjadi pegawai, selama pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan jalan haram, atau membantu perbuatan haram atau bersekutu dengan haram.
2.4.4 Bekerja dengan Jalan Bercocok-Tanam
Di dalam al-Quran Allah menyebutkan tentang masalah mencari rezeki beberapa pokok yang harus ditepati demi suksesnya bercocok-tanam itu.
Pertama Allah menyebutkan, bahawa bumi ini disediakan Allah untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan memproduksi. Untuk itu Ia jadikan bumi ini serba mudah dan dihamparkan, sebagai suatu nikmat yang harus diingat dan disyukuri. Firman Allah:
“Allah menjadikan bumi ini untuk kamu dengan terhampar supaya kamu menjalani jalan-jalan besarnya.” (Nuh: 19-20)
“Bumi ini diletakkan Allah untuk umat manusia, di dalamnya penuh dengan buah-buahan dan korma yang mempunyai kelopak-kelopak, biji-bijian yang mempunyai kulit dan berbau harum. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (ar-Rahman: 10-13)
Yang kedua, Allah menyebutkan tentang air, Ia mudahkannya, dengan diturunkannya melalui jalan hujan dan mengalir di sungai-sungai, kemudian dengan air itu dihidupkanlah bumi yang tadinya mati. Firman Allah:
“Dialah zat yang menurunkan air dari langit, maka dengan air itu kami keluarkan tumbulr-tumbuhan dari tiap-tiap sesuatu, maka kami keluarkan daripadanya pohon yang hijau yang daripadanya kami keluarkan biji-bijian yang bersusun-susun.” (al-An'am: 99)
“Hendaklah manusia mahu melihat makanannya. Kami curahkan air dengan deras, kemudian kami hancurkan bumi dengan sungguh-sungguh hancur kemudian kami tumbuhkan padanya biji-bijian, anggur dan sayur-mayur.” ('Abasa: 24-28)
Selanjutnya tentang angin yang dilepas Allah dengan membawa kegembiraan, di antaranya dapat menggiring awan dan mengkawinkan tumbuh-tumbuhan. Ini semua tersebut dalam firman Allah:
“Dan bumi Kami hamparkannya dan Kami tancapkan di atasnya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya dari tiap-tiap sesuatu yang ditimbang. Dan Kami jadikan untuk kamu padanya sumber-sumber penghidupan dan orang-orang yang kamu tidak boleh memberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatu benda melainkan di sisi Kamilah perbendaharaannya, dan Kami tidak menurunkan dia melainkan dengan ukuran tertentu. Dan Kami lepaskan angin untuk mengkawinkan, kemudian Kami turunkan air hujan dari langit, kemudian Kami siram kamu dengan air itu padahal bukanlah kamu yang mempunyai perbendaharaan air itu.” (al-Hijr: 19-22)
Seluruh ayat-ayat ini merupakan peringatan Allah kepada umat manusia tentang nikmatnya bercocok-tanam serta mudahnya jalan-jalan untuk bercocok-tanam itu. Dan sabda Rasulullah s.a.w.: "Tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman atau menaburkan benih, kemudian dimakan oleh burung atau manusia, melainkan dia itu baginya merupakan sedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan sabdanya pula yang artinya sebagai berikut: "Tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan merupakan sedekah baginya, dan apa yang dicuri juga merupakan sedekah baginya dan tidak juga dikurangi oleh seseorang melainkan dia itu merupakan sedekah baginya sampai hari kiamat." (Riwayat Muslim)
Penegasan hadis tersebut, bahawa pahalanya akan terus berlangsung selama tanaman atau benih yang ditaburkan itu dimakan atau dimanfaatkan, sekalipun yang menanam dan yang menaburkannya itu telah meninggal dunia; dan sekalipun tanaman-tanaman itu telah pindah ke tangan orang lain.
Para ulama berpendapat: "Dalam keleluasaan kemurahan Allah, bahawa Ia memberi pahala sesudah seseorang itu meninggal dunia sebagaimana waktu dia masih hidup, iaitu berlaku pada enam golongan: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak soleh yang mahu mendoakan orang tuanya, tanaman, biji yang ditaburkan dan binatang (kendaraan) yang disediakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh."
Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang bertemu Abu Darda' ketika itu dia menanam pohon pala. Kemudian orang laki-laki itu bertanya kepada Abu Darda': Hai Abu Darda'! Mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah sangat tua, sedang pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya. Maka Abu Darda' menjawab: Bukankah aku yang akan memetik pahalanya di samping untuk makanan orang lain?
Salah seorang sahabat Nabi ada yang mengatakan: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. membisikkan pada telingaku ini, iaitu: Barangsiapa menanam sebuah pohon kemudian dengan tekun memeliharanya dan mengurusinya hingga berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah." (Riwayat Ahmad)
Dari hadis-hadis ini para ulama berpendapat, bahawa bercocok-tanam (bertani) adalah pekerjaan yang paling baik. Tetapi yang lain berpendapat: bahawa pertukangan atau pekerjaan tangan merupakan pekerjaan yang paling mulia. Sedang yang lain berpendapat: Daganglah yang paling baik. Sementara ahli penyelidik dan pentashih berpendapat:
Seharusnya kesemuanya itu berbeza-beza sesuai dengan perbezaan keadaan. Kalau masalah bahan makanan yang memang sangat diperlukan, maka bercocok-tanam adalah pekerjaan yang lebih utama, kerana dapat membantu orang ramai. Kalau yang sangat diperlukan itu barang-barang perdagangan kerana terputusnya jalan-jalan misalnya, maka berdagang adalah yang lebih utama. Dan kalau yang diperlukan itu soal-soal kerajinan/pekerjaan tangan, maka pekerjaan tangan itu adalah lebih utama [33].
Perincian yang terakhir ini kiranya selaras dengan keutamaan pengetahuan ekonomi moden.
2.4.5 Bercocok-Tanam yang Diharamkan
Setiap tumbuh-tumbuhan yang diharamkan memakannya atau yang tidak boleh dipergunakan kecuali dalam keadaan darurat, maka tumbuh-tumbuhan tersebut haram ditanam, misalnya: hasyisy (ganja) dan sebagainya.
Begitu juga tembakau kalau kita berpendapat merokok itu haram, dan inilah yang rajih, maka menanamnya berarti haram. Dan kalau berpendapat makruh, maka menanamnya pun makruh juga.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menanam sesuatu yang haram untuk dijual kepada orang selain Islam: Sebab selamanya seorang muslim tidak boleh berbuat haram. Oleh kerana itu seorang muslim tidak diperkenankan memelihara babi untuk dijual kepada orang Kristian. Dasar ini sebagaimana telah sama-sama kita maklumi, bagaimana Islam mengharamkan menjual anggur yang sudah jelas halalnya itu kepada orang yang diketahui, bahawa anggur tersebut akan dibuat arak.
2.4.6 Perusahaan dan Mata-Pencarian
Islam menekankan umatnya supaya bercocoktanam dan mengangkat ke derajat yang tinggi serta memberikan pahala kepada pelakunya. Tetapi di balik itu Islam sangat benci kalau umatnya itu membatasi aktivitasnya hanya pada bidang pertanian atau terbatas bergelimang di dasar laut.
Islam tidak senang umatnya menganggap cukup dalam bertani saja dan mengikuti ekor lembu. Ini dapat mengurangi keperluan umat yang sekaligus dihadapkan kepada suatu bahaya. Oleh kerana itu tidak menghairankan kalau Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan, bahawa cara semacam itu merupakan sumber bencana dan bahaya serta kehinaan yang meliliti umat. Kenyataan ini dapat dibenarkan oleh keadaan.
Untuk itu maka Rasululiah s.a.w. telah menyabdakan: "Apabila kamu jual-beli dengan lenah [34] dan kamu berpegang pada ekor-ekor sapi, dan senang bercocok-tanam serta meninggalkan jihad, maka Allah akan memberikan suatu kehinaan atas kamu yang tidak dapat dilepaskan dia, sehingga kamu kembali kepada ajaran agamamu." (Riwayat Abu Daud).
Kalau begitu, maka sudah seharusnya disamping bercocok-tanam ada juga perusahaan dan mata-pencarian lain yang kiranya dapat memenuhi unsur-unsur penghidupan yang baik dan standard umat yang tinggi dan bebas, serta negara yang kuat dan kayaraya.
Mata-pencarian dan perusahaan-perusahaan ini bukan hanya dipandang mubah oleh Islam, bahkan sesuai dengan penegasan para ulama dipandangnya sebagai fardhu kifayah' dengan pengertian, bahawa masyarakat Islami harus memperbanyak dari kalangan umatnya orang-orang yang berpengetahuan, memperbanyak perusahaan dan mata-pencarian yang kiranya dapat mencukupi keperluan masyarakat itu dan dapat mengatasi segala urusannya. Maka apabila terjadi suatu kekosongan baik dari segi pengetahuan ataupun perusahaan dan tidak ada yang mengurusnya, maka seluruh masyarakat Islam itu akan berdosa, khususnya ulil amri (kepala exekutif) dan ahlul hili wal aqdi (lembaga legislatif).
Imam Ghazali berkata: "Adapun yang termasuk fardhu kifayah, iaitu semua ilmu yang sangat diperlukan sebagai standard untuk mengurusi persoalan-persoalan duniawiah, seperti ilmu kedokteran, kerana dia itu amat diperlukan demi menjaga kestabilan badani dan seperti ilmu hisab sebagai yang sangat diperlukan untuk urusan mu'amalat, pembahagian wasiat, waris, dan lain-lain.
Ilmu-ilmu ini kalau sesuatu negara itu kekosongan orang-orang yang memahami urusan tersebut, maka seluruh penduduk negeri tersebut berdosa. Tetapi kalau ada seorang yang bekerja untuk persoalan ini, sudah dianggap cukup dan gugurlah kewajiban itu dari yang lain.
Justru itu tidak menghairankan kalau kita katakan: bahawa ilmu kedokteran (kesihatan) dan hisab termasuk fardhu kifayah. Begitu juga pokok perindustrian seperti ilmu pertanian, pertenunan dan siasah bahkan ilmu bekam dan klermaker termasuk juga fardhu kifayah. Sebab kalau suatu negara kefakiman ahli bekam, niscaya kebinasaan mengancam, yang berarti pula mereka menyerahkan dirinya kepada kebinasaan. Padahal Zat yang menurunkan penyakit, Dia juga menurunkan ubatnya dan Ia membimbing umat manusia untuk menggunakan ubat-ubatan tersebut dan telah juga dipersiapkan cara-cara untuk menemukannya. Oleh kerana itu kita tidak boleh mencampakkan diri kepada kebinasaan dengan cara meremehkan persoalan tersebut."[35]
Al-Quran telah mengisyaratkan supaya memperbanyak bidang-bidang perindustrian dengan disebutnya sebagai nikmat kurnia Allah. Misalnya firman Allah yang menceriterakan tentang Nabi Daud:
“Dan Kami lunakkan besi baginya. Hendaklah kamu membuat baju besi yang panjang dan ukurlah dalam lubangnya.” (Saba': 10- 11)
“Dan Kami ajar dia untuk membuat pakaian buat kamu untuk menjaga kamu dari bahayamu, apakah kamu mahu berterimakasih?” al-Anbiya': 80)
Kemudian tentang Nabi Sulaiman, Allah berfirman juga: “Dan Kami alirkan kepadanya mata air tembaga, dan dari antara jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya, dan barangsiapa yang berpaling di antara mereka dari perintah Kami, maka akan Kami rasakan dia dari siksaan api yang, menyala. Para jin itu bekerja untuk Sulaiman menurut apa yang ia inginkan, misalnya gedung-gedung yang tinggi, patung patung dan piring-piring model kolam dan kuali yang tetap. Kerjakanlah hai keluarga Daud dengan penuh kesyukuran.” (Saba': 12-13)
Dan tentang Dzul Qarnain dengan bendungan raksasanya (great wall) itu, Allah berfirman: “Dia berkata: Apa yang Tuhanku tetapkan aku padanya lebih baik. Oleh kerana itu bantulah aku dengan sungguh-sungguh, maka akan kubuat satu bendungan (pembatas) antara kamu dan mereka. Bawalah kepadaku kepingan-kepingan besi sehingga apabila sudah sama antara dua gunung itu, ia pun berkata: Tiuplah. Sehingga apabila ia telah jadikan api, maka ia berkata: Bawalah kepadaku akan kutuangi tembaga di atasnya. Dengan demikian maka mereka tidak dapat mendakinya dan tidak dapat melubanginya.” (al-Kahfi: 95-97)
Selanjutnya tentang kisah Nabi Nuh dengan cara membuat perahunya, dimana Allah memberikan isyarat betapa besarnya perahunya itu bagaikan gunung yang akan mengarungi laut. Maka firman Allah:
“Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah adanya perahu di laut bagaikan gunung.” (as-Syura: 32)
Dalam beberapa surah, Allah banyak menyebutkan tentang masalah cara-cara berburu dengan segala macam bentuk dan jenisnya, sejak dari cara berburu ikan dan binatang-binatang laut sampai kepada berburu binatang darat. Disebutkan juga bagaimana cara menyelam untuk mengeluarkan lulu' (mutiara), marjan dan sebagainya.
Lebih dari itu semua, al-Quran telah menyadarkan manusia akan nilai daripada besi yang belum pernah dibincangkan oleh kitab-kitab agama sebelumnya. Maka setelah Allah menyebutkan tentang diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab, kemudian Allah berfirman:
“Dan kami turunkan besi, yang padanya ada kekuatan yang sangat dan bermanfaat buat manusia.” (al-Hadid: 25)
Oleh kerana itu tidak menghairankan, kalau surah yang membincangkan masalah besi ini disebut juga surah al-Hadid (besi).
Seluruh perusahaan dan mata-pencarian yang dapat menutupi keperluan masyarakat atau yang dapat mendatangkan manfaat yang nyata, maka semua itu termasuk amal saleh apabila semua itu dilakukan dengan ikhlas dan dilaksanakan menurut perintah agama.
Islam menganggap tinggi beberapa pekerjaan yang kadang-kadang oleh manusia dinilai sangat rendah, misalnya menggembala kambing yang biasa diabaikan oleh manusia. Malah mereka tidak mahu menilainya sebagai pekerjaan yang baik. Namun Rasulullah s.a.w. tetap berkata:
"Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan dia itu menggembala kambing. Waktu para sahabat mendengar perkataan itu, mereka kemudian bertanya: Dan engkau, ya Rasulullah? Jawab Nabi: Ya! Saya juga menggembala kambing dengan upah beberapa karat, milik penduduk Makkah." (Riwayat Bukhari)
Muhammad sebagai utusan Allah dan penutup sekalian Nabi, juga menggembala kambing, dan itupun bukan kambingnya sendiri tetapi ia menggembala dengan upah milik sebahagian penduduk Makkah. Diterangkannya ini kepada umatnya untuk mengajar mereka, bahawa kebesaran justru dimiliki oleh orang-orang yang suka bekerja, bukan oleh orang yang suka berfoya-foya dan penganggur.
Al-Quran pun mengkisahkan kepada kita tentang kisah Nabi Musa a.s., bahawa dia juga bekerja sebagai buruh bagi seorang yang sangat tua. Dia bekerja sebagai buruh selama 8 tahun sebagai persyaratan untuk dikawinkan dengan salah seorang puterinya. Nabi Musa dinilai orang tua tersebut sebagai pekerja yang baik dan buruh yang terpuji. Maka benarlah dugaan puteri orang tua itu, di mana salah satunya ada yang berkata:
“Hai, ayah! Ambillah buruh dia itu, kerana sebaik-baik orang yang engkau ambil buruh haruslah orang yang kuat dan terpercaya.” (al-Qashash: 26).
Ibnu Abbas meriwayatkan, bahawa Daud bekerja sebagai tukang besi untuk membuat baju besi. Adam bekerja sebagai petani, Nuh sebagai tukang kayu, Idris sebagai klermaker sedang Musa sebagai penggembala kambing. (Riwayat Hakim).
Untuk itulah setiap muslim harus menyiapkan diri untuk mencari pencarian, sebab tidak seorang nabi pun kecuali bekerja dalam salah satu lapangan pencarian.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam salah satu hadisnya mengatakan: "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)
2.4.7 Pekerjaan dan Pendapatan yang Dibenteras oleh Islam
Selain yang telah disebutkan di atas, ada beberapa usaha dan mata-pencarian yang oleh Islam, umatnya dilarang keras untuk mengerjakannya, kerana di dalamnya mengandung bahaya bagi masyarakat, baik terhadap aqidahnya, akhlaknya, harga dirinya dan sendi-sendi sopan-santunnya.
Melacur
Pelacuran adalah salah satu mata-pencarian yang dibolehkan di negara-negara Barat dengan diberinya izin dengan syarat si pelakunya harus memberikan jaminan kepada pemilik kedai itu dan memberikan hak-hak mereka. Begitulah situasi ini pernah berlaku pada zaman dahulu sampai datanglah Islam untuk menghapus itu semua. Islam tidak memperkenankan seseorang dengan bebas untuk menyewakan kemaluannya.
Sebahagian orang-orang jahiliah ada yang menetapkan upah pekerjaan harian hamba-hamba perempuannya dan hasilnya supaya diserahkan kepada tuannya dengan jalan apapun. Seringkali menjurus kepada perbuatan zina, supaya dia dapat membayar apa yang telah ditetapkan atas dirinya itu. Bahkan sebahagian mereka ada yang sampai memaksa, semata-mata untuk mencari keuntungan duniawi yang rendah itu dan bekerja yang jijik dan murahan.
Maka setelah Islam datang, seluruh anak-anak, putera mahupun puteri diangkat dari perbuatan yang hina itu. Kemudian turunlah ayat yang mengatakan:
“Jangan kamu paksa hamba-hambamu untuk melacur jika mereka memang ingin dirinya terjaga, lantaran kamu hendak mencari harta untuk hidup di dunia.” (an-Nur: 33)
Ibnu Abbas meriwayatkan, sesungguhnya Abdullah bin Ubai kepala munafiqin, datang kepada Nabi sambil membawa seorang hamba perempuan yang cantik jelita, namanya Mu'adzah, kemudian ia berkata: Ya Rasulullah! Ini adalah hamba milik anak yatim, apakah tidak tepat kalau kau suruh dia untuk melacur supaya anak-anak yatim itu dapat mengambil upahnya? Maka jawab Nabi: "tidak" (Lihat Tafsir Razi 23: 220).
Dengan demikian, maka Nabi melarang mencari mata pencarian dengan usaha yang kotor ini, betapapun tingginya bayaran yang diperoleh. Beliau pun tetap tidak memperkenankan setiap apa yang dikatakan kerana terpaksa, kerana kepentingan atau untuk mencapai sesuatu tujuan. Motifnya supaya masyarakat Islam tetap bersih dari kotoran-kotoran yang sangat membahayakan ini.
Tarian dan Seni Tubuh
Islam tidak dapat menerima apa yang disebut pekerjaan tarian hot dan semua pekerjaan yang dapat menimbulkan ghairah, seperti nyanyian-nyanyian porno dan sandiwara kosong. Semua permainan macam ini, sekalipun oleh sementara orang dianggap seni atau dikatakan kemajuan dan sebagainya dari nama-nama yang cukup menyesatkan orang.
Islam mengharamkan semua macam hubungan lain jenis di luar perkawinan. Begitu juga setiap omongan atau pekerjaan yang dapat membuka pintu yang ada hubungannya dengan perbuatan haram. Inilah rahasia dilarangnya zina oleh al-Quran, iaitu dengan ungkapan yang ampuh sekali:
“Jangan kamu mendekati zina, kerana sesungguhnya dia itu kotor dan cara yang tidak baik.” (al-Isra': 32)
Islam tidak cukup melarang jangan berzina, tetapi dilarang mendekatinya.
Semua yang kami sebutkan di atas dan apa yang dikenal oleh orang ramai sebagai perbuatan yang dapat membangkitkan syahwat, adalah termasuk kalimat fahisyah (kotor). Bahkan dapat menggerakkan dan mendorong orang untuk berbuat kotor. Alangkah jeleknya usaha mereka itu.
Perusahaan Melukis, Membuat Salib dan Sebagainya
Apabila Islam --sebagaimana yang kami sebutkan di atas-- melarang memiliki gambar/patung, maka perusahaannya lebih diharamkan daripada memilikinya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Said bin Abul Hasan, ia berkata: Saya pernah di tempat Ibnu Abbas, kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menanyakan: Hai Ibnu Abbas! Saya adalah seorang laki-laki yang standard hidupku (maisyahku) dari hasil pekerjaan tanganku, iaitu saya membuat gambar-gambar ini! Maka jawab Ibnu Abbas:
Saya tidak akan menjawabmu kecuali menurut apa yang pernah saya dengar dari Rasulullah s.a.w., bahawa beliau bersabda: "Barangsiapa menggambar suatu gambar, maka nanti Allab menyiksa dia, sehingga dia dapat meniupkan roh padanya, sedangkan dia selamanya tidak akan dapat meniupkan roh." Setelah mendengar jawaban Ibnu Abbas tersebut, orang laki-laki itu naik pitam. Maka Ibnu Abbas pun kemudian menjawab: "Celaka engkau! Kalau kamu masih tetap saja mahu membuat, maka buatlah pohon dan setiap yang tidak bernyawa." (Riwayat Bukhari).
Yang seperti ini ialah membuat berhala, salib dan sebagainya.
Adapun menggambar dalam papan dan fotografi, maka telah kami terangkan di atas yang pada prinsipnya menurut pendapat yang paling banyak mendekati jiwa syariat, tentang masalah tersebut, hukumnya mubah, atau paling banyak berderajat makruh. Ini tidak termasuk subjek foto itu sendiri yang ada pula diharamkan oleh Islam, misalnya ditampakkannya bahagian-bahagian anggota perempuan yang banyak menimbulkan fitnah, melukis laki-laki mencium wanita dan sebagainya. Dan yang seperti ini ialah gambar-gambar yang diagung-agungkan dan dikuduskan, misalnya: gambar Malaikat, Nabi dan sebagainya.
Perusahaan Minuman Keras dan Narkotik
Telah sama-sama kita maklumi dalam bab terdahulu, bahawa Islam mengharamkan setiap persekutuan dalam hal arak, baik yang membuatnya, membagikannya ataupun meminumnya. Siapa saja yang mengerjakan hal tersebut akan beroleh laknat melalui lidah Rasulullah.
Narkotik baik yang terbuat dari hasyisy (ganja), candu ataupun lainnya sama dengan minuman yang memabukkan tentang haramnya dipergunakan, dibagi dan dibuat.
Islam juga menentang keras terhadap setiap muslim yang bekerja pada suatu perusahaan atau mata-pencarian yang ada hubungannya dengan sesuatu yang haram atau melalui perkara yang haram.
2.4.8 Bekerja dengan Jalan Berdagang
Islam melalui nas-nas al-Quran dan Sunnah, menganjurkan dengan keras supaya seseorang pergi berdagang, yang kemudian disebut mencari anugerah Allah. Sesudah itu Allah menyebut orang-orang yang pergi berdagang, diiringi dengan menyebut orang-orang yang jihad fi sabilillah. Firman Allah:
“Yang lain berjalan di permukaan bumi untuk mencari anugerah Allah, sedang yang lainnya berperang di jalan. Allah.” (al-Muzammil: 20)
Dalam al-Quran Allah memberikan anugerah kepada manusia dengan menyediakan jalan-jalan perdagangan, dalam dan luar negeri dengan alat-alat perhubungan laut, yang hingga kini tetap merupakan alat pengangkutan yang paling ampuh untuk perdagangan internasional. Untuk itu Allah berfirman dengan memudahkan laut dan menjalankan kapal-kapal dagang. Firman Allah:
“Engkau lihat kapal-kapal di laut yang berjalan supaya kamu dapat mencari anugerah Allah, dan supaya kamu tahu berterimakasih.” (Fathir: 12)
Kadang-kadang diiringi pula dengan melepaskan angin. Seperti firmanNya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, iaitu Dia lepaskan angin dengan membawa khabar gembira. Dan supaya Allah memberikan kepadamu dari rahmatNya dan supaya perahu-perahu (kapal-kapal) itu berjalan dengan perintahNya dan supaya kamu mencari anugerahNya dan supaya kamu berterimakasih.” (ar-Rum: 46)
Al-Quran mengulang-ulangi penyebutan nikmat dan menganjurkan untuk kiranya dapat dimanfaatkan nikmat itu, sehingga semua itu dijadikan oleh Allah sebagai salah satu tanda wujud dan kekuasaan Allah serta kebijaksanaanNya dalam mengatur falak ini. Firman Allah:
“(Kapal) yang berjalan di laut dengan membawa perbekalan yang bermanfaat bagi manusia.” (al-Baqarah: 164)
“Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah adanya kapal-kapal (perahu) yang berjalan di laut seperti gunung.” (as-Syura: 32)
Allah memberikan anugerah kepada penduduk Makkah dengan menyediakan jalan-jalan yang dapat menjadikan negeri mereka itu sebagai pusat perdagangan yang paling istimewa untuk Jaziratul Arabia. Firman Allah:
“Bukankah Kami berikan kepada mereka (penduduk Makkah) tanah haram yang aman sentosa yang dipilih untuknya buah-buahan dan tiap-tiap sesuatu sebagai suatu pemberian rezeki dari Kami.” (al-Qashash: 57)
Dengan demikian terbuktilah doa Nabi Ibrahim yang mengatakan: “Hai Tuhan. kami! Sesungguhnya aku menempatkan keluargaku di suatu lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya, iaitu di dekat Baitillah-Haram. Hai Tuhan kami! Supaya mereka itu dapat menegakkan sembahyang, maka jadikanlah hati-hati manusia itu condong kepada mereka dan berilah mereka itu rezeki dari buah-buahan, supaya mereka tahu berterimakasih.” (Ibrahim: 37)
Di samping itu Allah juga telah memberikan anugrah kepada orang-orang Quraisy, iaitu dengan memudahkan perjalanan mereka dua kali musim perdagangan dalam satu tahun, ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Mereka pergi ke dua tempat tersebut dengan memperoleh keamanan sebab kelebihan mereka sebagai penjaga Ka'bah. Justru itu patutlah mereka bersyukur atas nikmat ini dengan berbakti kepada Allah semata, Tuhannya Ka'bah dan Yang mempunyai anugerah tersebut. Firman Allah:
“Kerana perlindunganNya terhadap orang-orang Quraisy iaitu dilindunginya mereka dalam bepergiannya pada musim dingin dan musim panas, maka hendaklah mereka itu berbakti kepada Tuhannya rumah ini, yang telah memberi makan mereka dari kelaparannya dan memberi keamanan mereka dari ketakutan.” (Quraisy)
Islam telah memberikan pula suatu kesempatan kepada umat Islam untuk mengadakan tukar-menukar perdagangan antara negara dan bangsa dengan seluas-luasnya dalam setiap tahun, iaitu bertepatan dengan musim pertemuan tahunan internasional, yakni pada musim haji ke Baitullah, dimana mereka itu saling berdatangan dari tempat yang jauh. Seperti difirmankan Allah:
“Mereka ada yang berjalan kaki dan ada pula yang berkendaraan unta, semua datang dari tiap-tiap perjalanan yang jauh, supaya mereka itu dapat menyaksikan apa-apa yang bermanfaat buat mereka; dan supaya mereka menyebut-nyebut asma'Allah.” (al-Haj: 27-28)
Di antara apa-apa yang bermanfaat itu, tidak diragukan lagi ialah perdagangan.
Imam Bukhari meriwayatkan, bahawa umat Islam pernah mengalami kesukaran berdagang pada musim haji, kerana mereka beranggapan kalau-kalau dengan berdagang dapat mengaburkan keikhlasan niat mereka dalam beribadah atau dapat mengotori kesucian ibadah mereka. Waktu itu maka turunlah ayat yang menjelaskan dan menegaskan:
“Tidak ada dosa atas kamu untuk mencari rezeki dari Tuhanmu.” (al-Baqarah: 198)
Al-Quran juga memuji orang-orang yang suka pergi ke masjid untuk bersujud kepada Allah di waktu pagi dan petang. Mereka itu dipuji dengan firmannya:
“Laki-laki yang berdagang dan jual-belinya itu tidak melupakan mereka daripada berzikrullah dan menegakkan sembahyang serta mengeluarkan zakat.” (an-Nur: 37)
Oleh kerana itu, orang-orang mu'min dalam pandangan al-Quran bukan berumahtangga di masjid, bukan pula seperti pendeta-pendeta yang mendiami gereja-gereja, tetapi orang-orang mu'min adalah manusia pekerja. Keistimewaan mereka, bahawa kesibukan duniawinya tidak memalingkan mereka dari memenuhi kewajiban agama.
Demikian sebahagian apa yang tersebut dalam al-Quran, tentang masalah perdagangan.
Adapun dalam hadis, Rasulullah s.a.w. menyerukan supaya kita berdagang. Anjuran ini garis-garis ketentuannya diperkuat dengan sabda, perbuatan dan taqrirnya. Dalam beberapa perkataannya yang sangat bijaksana itu kita dapat mendengarkan sebagai berikut:
"Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat." (Riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim)
"Pedagang yang dapat dipercaya dan beramanat, akan bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang yang mati syahid." (Riwayat al-Hakim dan Tarmizi dengan sanad hasan)
Kita tidak hairan kalau Rasulullah menyejajarkan kedudukan pedagang yang dapat dipercaya dengan kedudukan seorang mujahid dan orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, sebab sebagaimana kita ketahui dalam percaturan hidup, bahawa apa yang disebut jihad bukan hanya terbatas dalam medan perang semata-mata tetapi meliputi lapangan ekonomi juga.
Seorang pedagang dijanji suatu kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah serta pahala yang besar nanti di akhirat kerana perdagangan itu pada umumnya diliputi oleh perasaan tamak dan mencari keuntungan yang besar dengan jalan apapun. Harta dapat melahirkan harta dan suatu keuntungan membangkitkan untuk mencapai keuntungan yang lebih banyak lagi. Justru itu barangsiapa berdiri di atas dasar-dasar yang benar dan amanat, maka berarti dia sebagai seorang pejuang yang mencapai kemenangan dalam pertempuran melawan hawa nafsu. Justru itu pula dia akan memperoleh kedudukan sebagai mujahidin.
Urusan dagang sering menenggelamkan orang dalam angka dan menghitung-hitung modal dan keuntungan, sehingga di zaman Nabi pernah terjadi suatu peristiwa ada kafilah yang membawa perdagangan datang, padahal Nabi sedang berkhutbah sehingga para hadirin yang sedang mendengarkan khutbah itu menjadi kacau dan akhirnya mereka bubar menuju kepada kafilah tersebut. Waktu itulah kemudian turun ayat yang berbunyi sebagai berikut:
“Apabila mereka melihat suatu perdagangan atau bunyi-bunyian, mereka lari ke tempat tersebut dan engkau ditinggalkan berdiri. Oleh kerana itu katakanlah (kepada mereka) bahawa apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada bunyi-bunyian dan perdagangan itu dan Allah sebaik-baik Zat yang memberi rezeki.” (al-Jumu'ah: 11)
Oleh kerananya, barangsiapa yang mampu bertahan pada prinsip ini, disertai dengan iman yang kuat, jiwanya penuh taqwa kepada Allah dan lidahnya komat-kamit berzikrullah, maka layak dia akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, iaitu para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
Dari fi'liyah (perbuatan) Rasulullah sendiri kiranya cukup bukti bagi kita untuk mengetahui sampai di mana kedudukan perdagangan itu, bahawa di samping beliau sangat memperhatikan segi-segi mental spiritual sehingga didirikannya masjid di Madinah demi untuk bertaqwa dan mencari keridhaan Allah dengan tujuan sebagai jami' tempat beribadah, institut, lembaga da'wah dan pusat pemerintahan, maka Rasulullah memperhatikan pula segi-segi perekonomian. Untuk itu maka didirikannya pasar Islam yang langsung berorientasi pada syariat Islam, bukan pasar yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti halnya pasar Qainuqa' dulu.
Pasar Islam ini langsung diawasi oleh Rasulullah sendiri. Beliau sendiri yang mentertibkan subjek-subjeknya dan beliau pula yang langsung mengurus dengan memberi bimbingan-bimbingan dan pengarahan-pengarahan. Sehingga dengan demikian tidak ada penipuan, pengurangan timbangan, penimbunan, cukong-cukong dan lain-lain yang insya Allah hadis-hadis yang menerangkan hal itu akan kami tuturkan di bab Mu'amalat nanti dalam fasal halal dan haram tentang kehidupan secara umum bagi setiap muslim.
Dalam sejarah perjalanan para sahabat Nabi, kita dapati juga, bahawa di antara mereka itu ada yang bekerja sebagai pedagang, pertukangan, petani dan sebagainya.
Rasulullah berada di tengah-tengah mereka di mana ayat-ayat al-Quran itu selalu turun kepadanya, beliau bercakap kepada mereka dengan bahasa langit, dan Malaikat Jibril senantiasa datang kepadanya dengan membawa wahyu dari Allah. Semua sahabatnya mencintai beliau dengan tulus ikhlas, tidak seorang pun yang ingin meninggalkan beliau walaupun hanya sekejap mata.
Oleh kerana itu, maka kita jumpai seluruh sahabatnya masing-masing bekerja seperti apa yang dikerjakan Nabi, ada yang mengurus korma dan tanaman-tanaman, ada yang berusaha mencari pencarian dan perusahaan. Dan yang tidak tahu tentang ajaran Nabi, berusaha sekuat tenaga untuk menanyakan kepada rekan-rekannya yang lain. Untuk itu mereka diperintahkan siapa yang mengetahui supaya menyampaikan kepada yang tidak tahu.
Sahabat Anshar pada umumnya ahli pertanian, sedang sahabat Muhajirin pada umumnya ahli dalam perdagangan dan menempa dalam pasar. Misalnya Abdurrahman bin 'Auf seorang muhajirin pernah disodori oleh rekannya Saad bin ar-Rabi' salah seorang Anshar separuh kekayaan dan rumahnya serta disuruhnya memilih dari salah seorang isterinya supaya dapat melindungi kehormatan kawannya itu. Abdurrahman kemudian berkata kepada Saad: Semoga Allah memberi barakah kepadamu terhadap hartamu dan isterimu, saya tidak perlu kepadanya. Selanjutnya kata Abdurrahman: Apakah di sini ada pasar yang boleh dipakai berdagang? Jawab Saad: Ya ada, iaitu pasar Bani Qainuqa'. Maka besok paginya Abdurrahman pergi ke pasar membawa keju dan samin. Dia jual-beli di sana. Begitulah seterusnya, akhirnya dia menjadi seorang pedagang muslim yang kayaraya, sampai dia meninggal, kekayaannya masih bertumpuk-tumpuk.
Abubakar juga bekerja sebagai pedagang, sehingga pada waktu akan dilantik sebagai khalifah beliau sedang bersiap-siap akan ke pasar. Begitu juga Umar, Usman dan lain-lain.
2.4.9 Pendirian Gereja Tentang Masalah Dagang
Begitulah masyarakat Islam dalam menghadapi dunianya dalam naungan agamanya, mereka berdagang, juga membeli. Tetapi perdagangan dan jual-belinya itu tidak sampai melupakan berzikrullah. Dimana waktu itu orang-orang di abad-abad pertengahan kebanyakannya di bawah kekuasaan raja-raja dan negara-negara Eropah Kristian masih bimbang dalam menghadapi pertentangan yang hebat antara fikiran-fikiran apa yang disebut penyelamatan yakni menyelamatkan diri dari dosa yang menyelubunginya. Fikiran ini bertentangan dengan fikiran Aklirus yang menganjurkan berusaha dan berdagang di satu pihak, dan di pihak lain adanya perkataan yang berkumandang, bahawa celakalah manusia yang berani menantang ajaran pemimpin-pemimpin agama (rijaluddin) dan sibuk dengan urusan pencarian, perusahaan dan perdagangan. Dikatakannya juga, bahawa dosa bukan hanya suatu kejelekan yang pelakunya akan dibalas sesuai dengan banyaknya dosa yang dilakukan, tetapi dosa, seperti yang biasa dikatakan, iaitu dosa abadi dan laknat di bumi dan langit dalam kehidupan di dunia dan akhirat nanti,
Untuk itu seorang Uskup bernama Agustine mengatakan: "Kesungguhan dalam urusan perdagangan pada hakikatnya suatu dosa, kerana dapat memalingkan orang dari ingat kepada Allah,"
Yang lain pun berkata: "Seseorang yang membeli sesuatu kemudian pulang dan menjualnya lagi dengan tidak ada imbangan yang harus dia lakukannya, maka orang tersebut akan termasuk golongan pedagang yang menjauhkan sorga dan kesuciannya."
Pendapat-pendapat ini tidak lebih hanya latah terhadap ajaran-ajaran Paulus yang mengatakan: bahawa seorang penganut Masehi tidak layak menentang kawannya yang lain dengan suatu pertentangan yang mematikan. Untuk itu, maka tidak ada perdagangan yang berkembang di kalangan orang-orang Masehi."[36]
2.4.10 Perdagangan yang Dilarang
Islam pada prinsipnya tidak melarang perdagangan, kecuali ada unsur-unsur kezaliman, penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya memperdagangkan arak, babi, narkotik, berhala, patung dan sebagainya yang sudah jelas oleh Islam diharamkan, baik memakannya, mengerjakannya atau memanfaatkannya.
Semua pekerjaan yang diperoleh dengan jalan haram adalah suatu dosa. Dan setiap daging yang tumbuh dari dosa (haram), maka nerakalah tempatnya. Orang yang memperdagangkan barang-barang haram ini tidak dapat diselamatkan kerana kebenaran dan kejujurannya. Sebab pokok perdagangannya itu sendiri sudah mungkar yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh Islam dengan jalan apapun.
Ini tidak termasuk orang yang memperdagangkan emas dan sutera, kerana kedua bahan tersebut halal buat orang-orang perempuan. Justru itu mereka ini kelak di hari kiamat tidak akan dibangkitkan dalam golongan pendurhaka yang ditempatkan di neraka Jahim.
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar ke tempat sembahyang, tiba-tiba dilihatnya ramai manusia yang sedang berjual-beli. Kemudian Rasulullah memanggil mereka: Hai para pedagang! ... Mereka pun lantas menjawab dan mengangkat kepala dan pandangannya. Maka kata Rasulullah:
"Sesungguhnya pedagang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai pendurhaka, kecuali orang yang takut kepada Allah, baik dan jujur." (Riwayat Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim. Kata Tarmizi: hadis ini hasan sahih)
Dari Watsilah bin al-Asqa' ia berkata: "Rasulullah pernah keluar menuju kami --sedang kami adalah golongan pedagang-- maka kata beliau: 'Hai para pedagang, hati-hati kamu jangan sampai berdusta.'" (Riwayat Thabarani)
Untuk itu seorang pedagang harus berhati-hati, jangan sekali-kali dia berdusta, kerana dusta itu merupakan bahaya (lampu merah) bagi pedagang. Dan dusta itu sendiri dapat membawa kepada perbuatan jahat, sedang kejahatan itu dapat membawa kepada neraka.
Di samping itu hindari pula banyak sumpah, khususnya sumpah dusta, sebab Nabi Muliammad s.a.w. pernah bersabda: "Tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat Allah nanti di hari kiamat dan tidak akan dibersihkan, serta baginya adalah siksaan yang pedih, salah satu di antaranya ialah: Orang yang menyerahkan barang dagangannya (kepada pembeli) kerana sumpah dusta." (Riwayat Muslim)
"Dari Abu Said ia berkata: Ada seorang Arab gunung berjalan membawa seekor kambing, kemudian saya bertanya kepadanya: Apa kambing itu akan kamu jual dengan tiga dirham? Ia menjawab: Demi Allah tidak! Tetapi tiba-tiba dia jual dengan tiga dirham juga. Saya utarakan hal itu kepada Nabi, maka kata Nabi: Dia telah menjual akhiratnya dengan dunianya." (Riwayat Ibnu Hibban)
Di samping itu si pedagang harus menjauhi penipuan, sebab orang yang menipu itu dapat keluar dari lingkungan umat Islam.
Hindari pula pengurangan timbangan dan takaran, sebab mengurangi timbangan dan takaran itu membawa celaka, seperti firman Allah: Wailul lil muthaffifin (celakalah orang-orang yang mengurangi takaran).
Dan hindari pulalah dari penimbunan, sehingga Allah dan RasulNya tidak akan membiarkan dia begitu saja.
Terakhir, hindarilah perbuatan riba. kerana sesungguhnya Allah akan menghancurkannya.
Seperti tersebut dalam hadis yang mengatakan: "Satu dirham wang riba dimakan oleh seseorang, sedangkan dia tahu (bahawa wang tersebut adalah wang riba), akan lebih berat (siksaannya) daripada tigapuluh enam kali berzina."[37] (Riwayat Ahmad)
Penjelasan satu persatu persoalannya ini, insya Allah akan kami terangkan nanti di bab Mu'amalat.
2.4.11 Bekerja Sebagai Pegawai
Seorang muslim boleh saja bekerja mencari rezeki dengan jalan menjadi pegawai, baik itu pegawai negeri atau swasta, selama dia mampu memikul pekerjaannya dan dapat menunaikan kewajiban. Tetapi di samping itu seorang muslim tidak boleh mencalonkan dirinya untuk suatu pekerjaan yang bukan ahlinya, lebih-lebih menduduki jabatan hakim.
Abu Hurairah meriwayatkan, bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut: "Siallah Amir, siallah kepala dan siallah kasir. Sungguh ada beberapa kaum yang menginginkan kulit-kulitnya itu bergantung di bintang yang tinggi, kemudian mereka akan diulurkan antara langit dan bumi, kerana sesungguhnya mereka itu tidak pernah menguasai suatu pekerjaan." (Riwayat Ibnu Hibban dan al-Hakim, ia sahkan sanadnya)
Abu Dzar pernah juga meminta kepada Nabi untuk diberi suatu jabatan, maka oleh Nabi ditepuknya pundak Abu Dzar sambil beliau bersabda: "Hai Abu Dzar! Engkau orang lemah, kekuasaan adalah suatu amanat dan kelak di hari kiamat akan menyusahkan dan menyesalkan, kecuali orang yang dapat menguasainya kerana haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya." (Riwayat Muslim)
Dan sabda Rasulullah juga tentang masalah hakim sebagai berikut: "Hakim itu ada tiga macam: Satu di sorga dan dua di neraka. Yang di sorga, iaitu seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia menghukum dengan kebenaran itu. (2) Seorang laki-laki yang tahu kebenaran tetapi dia menyimpang dari kebenaran itu, maka dia berada di neraka. (3) Seorang laki-laki yang menghukum manusia dengan membabi-buta (bodoh), maka dia di neraka." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Ibnu Majah)
Jadi sebaiknya seorang muslim tidak perlu ambisi kepada kedudukan-kedudukan yang besar dan berusaha di belakang kedudukan itu sekalipun dia ada kemampuan. Sebab kalau kedudukannya itu dijadikan pelindung, maka kedudukannya itu sendiri akan menghambat dia. Dan barangsiapa mengarahkan setiap tujuannya itu untuk show di permukaan bumi ini, maka dia tidak akan peroleh taufik dari lanqit.
Telah bersabada Rasulullah s.a.w. kepadaku: "Hai Abdurrahman! Jangan kamu minta untuk menjadi kepala, kerana kalau kamu diberinya padahal kamu tidak minta, maka kamu akan diberi pertolongan, tetapi jika kamu diberinya itu lantaran minta, maka kamu akan dibebaninya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
"Dari Anas, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa mencari penyelesaian suatu hukum tetapi dia minta supaya dibela, maka hal itu akan dibebankan kepada dirinya. Dan barangsiapa dipaksakannya, maka Allah akan mengutus Malaikat supaya meluruskannya." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Ini, kalau dia tidak tahu, bahawa orang lain tidak akan mampu mengatasi kekosongan itu dan apabila dia tidak tampil niscaya kemaslahatan akan berantakan dan retak tali persoalan. Kalau dia tahu hanya dialah yang mampu, maka dia boleh bersikap seperti apa yang dikisahkan al-Quran kepada kita tentang Nabiullah Yusuf a.s. dimana ia berkata kepada tuannya:
“Jadikanlah aku untuk mengurus perbendaharaan (gudang) bumi, kerana sesungguhnya aku orang yang sangat menjaga dan mengetahui.” (Yusuf: 55)
Demikianlah tata-tertib Islam dalam mengatur masalah mencari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat politis dan sebagainya.
2.4.12 Kepegawaian yang Diharamkan
Diperbolehkannya bekerja sebagai pegawai seperti yang kami katakan di atas, diikat dengan suatu syarat tidak menjadi pegawai yang membahayakan kaum muslimin. Oleh kerana itu seorang muslim tidak halal bekerja sebagai pegawai atau prajurit dalam ketenteraan yang memerangi kaum muslimin atau bekerja sebagai pegawai dalam suatu pabrik yang memproduksi senjata untuk memerangi kaum muslimin. Dan tidak boleh seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang melawan Islam dan memerangi umatnya. Termasuk juga pegawai yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti pekerjaan yang meribakan wang, tempat arak, tempat dansa atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan sebagainya.
Mereka ini semua tidak dapat dibebaskan dari dosa. Tidak berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram. Sebab seperti prinsip-prinsip yang telah kami kemukakan sebelumnya, bahawa menolong perbuatan haram berarti haram. Justru itulah Rasulullah s.a.w. melaknat juru tulis riba dan dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat seperti dilaknat orang yang minum.
Ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa (normal) dimana seorang muslim harus memasukinya demi mencari rezeki. Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa, maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, iaitu menjadi makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosadosa.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang masih syubhat, dimana syubhat itu dapat menipiskan agama dan melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula: "Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah kerana takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)
2.4.13 Pedoman Secara Umum Tentang Bekerja
Pedoman secara umum tentang masalah kerja, iaitu Islam tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari wang sesuka hatinya dan dengan jalan apapun yang dimaksud. Tetapi Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam mencari perbekalan hidup, dengan menitikberatkan juga kepada masalah kemaslahatan umum. Garis pemisah ini berdiri di atas landasan yang bersifat kulli (menyeluruh) yang mengatakan: "Bahawa semua jalan untuk berusaha mencari wang yang tidak menghasilkan manfaat kepada seseorang kecuali dengan menjatuhkan orang lain, adalah tidak dibenarkan. Dan semua jalan yang saling mendatangkan manfaat antara individu-individu dengan saling rela-merelakan dan adil, adalah dibenarkan."
Prinsip ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu memakan harta-harta saudaramu dengan cara yang batil, kecuali harta itu diperoleh dengan jalan dagang yang ada saling kerelaan dari antara kamu. Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, kerana sesungguhnya Allah maha belas-kasih kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan sikap permusuhan dan penganiayaan, maka kelak akan Kami masukkan dia ke dalam api neraka.” (an-Nisa':29-30)
Ayat ini memberikan syarat boleh dilangsungkannya perdagangan dengan dua hal:
1. Perdagangan itu harus dilakukan atas dasar saling rela antara kedua belah pihak.
2. Tidak boleh bermanfaat untuk satu pihak dengan merugikan pihak lain.
Syarat kedua ini dapat kita ambil dari kata-kata dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu.
Perkataan ini ditafsirkan oleh ahli-ahli tafsir dalam dua pengertian yang masing-masing sesuai dengan proporsinya:
Arti pertama: Satu sama lain tidak boleh bunuh membunuh.
Arti kedua: Kamu tidak boleh membunuh diri diri kamu dengan tangan-tangan kamu sendiri.
Walhasil ayat ini memberikan pengertian, bahawa setiap orang tidak boleh merugikan orang lain demi kepentingan diri sendiri (vested interest). Sebab hal demikian, seolah-olah dia menghisap darahnya dan membuka jalan kehancuran untuk dirinya sendiri. Misalnya mencuri, menyuap, berjudi, menipu, mengaburkan, mengelabui, riba dan lain-lain pekerjaan yang diperoleh dengan jalan yang tidak dibenarkan.
Tetapi apabila sebahagian itu diperoleh atas dasar saling suka sama suka, maka syarat yang terpenting jangan kamu membunuh diri kamu itu tidak ada [38].
FIRMAN Allah: “Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh kerana itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya.” (al-Mulk: 15)
Ayat ini merupakan mabda' (prinsip) Islam. Bumi ini oleh Allah diserahkan kepada manusia dan dimudahkannya. Justru itu manusia harus memanfaatkan nikmat yang baik ini serta berusaha di seluruh seginya untuk mencari anugerah Allah itu.
2.4.1 Diamnya Orang yang Mampu Bekerja adalah Haram
Setiap muslim tidak halal bermalas-malas bekerja untuk mencari rezeki dengan dalih kerana sibuk beribadah atau tawakkal kepada Allah, sebab langit ini tidak akan mencurahkan hujan emas dan perak.
Tidak halal juga seorang muslim hanya menggantungkan dirinya kepada sedekah orang, padahal dia masih mampu berusaha untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan keluarga serta tanggungannya. Untuk itu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna." (Riwayat Tarmizi)
Dan yang sangat ditentang oleh Nabi serta diharamkannya terhadap diri seorang muslim, iaitu meminta-minta kepada orang lain dengan mencucurkan keringatnya. Hal mana dapat menurunkan harga diri dan karamahnya padahal dia bukan terpaksa harus minta-minta.
Kepada orang yang suka minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut: "Orang yang minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, sama halnya dengan orang yang memungut bara api." (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya)
Dan sabdanya pula: "Barangsiapa meminta-minta pada orang lain untuk menambah kekayaan hartanya tanpa sesuatu yang menghajatkan, maka berarti dia menampar mukanya sampai hari kiamat, dan batu dari neraka yang membara itu dimakannya. Oleh kerana itu siapa yang mahu, persedikitlah dan siapa yang mahu berbanyaklah." (Riwayat Tarmizi)
Dan sabdanya pula: "Senantiasa minta-minta itu dilakukan oleh seseorang di antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah, dan tidak ada di mukanya sepotong daging." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Suara yang keras ini dicanangkan oleh Rasulullah, demi melindungi harga diri seorang muslim dan supaya seorang muslim membiasakan hidup yang suci serta percaya pada diri sendiri dan jauh dari menggantungkan diri pada orang lain.
2.4.2 Bilakah Minta-Minta Itu Diperkenankan?
Namun Rasulullah s.a.w. masih juga memberikan suatu pembatas justru kerana ada suatu kepentingan yang mendesak. Oleh kerana itu barangsiapa sangat memerlukan untuk meminta-minta atau mohon bantuan dari pemerintah dan juga kepada perorangan, maka waktu itu tidaklah dia berdoa untuk mengajukan permintaan.
kerana ada sabda Nabi: "Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka, yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri, oleh kerana itu barangsiapa mahu tetapkanlah luka itu pada mukanya, dan barangsiapa mahu tinggalkanlah, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain." (Riwayat Abu, Daud dan Nasa'i)
Qabishah bin al-Mukhariq berkata: "Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Nabi untuk meminta-minta, maka jawab Nabi: Tinggallah di sini sehingga ada sedekah datang kepada saya, maka akan saya perintahkan sedekah itu untuk diberikan kepadamu. Lantas ia pun berkata: Hai Qabishah! Sesungguhnya minta-minta itu tidak halal, melainkan bagi salah satu dari tiga orang: (1) Seorang laki-laki yang menanggung beban yang berat, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat mengatasinya kemudian sesudah itu dia berhenti. (2) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu bahaya yang membinasakan hartanya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard untuk hidup. (3) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada tiga dari orang-orang pandai dari kaumnya mengatakan: Sungguh si anu itu ditimpa suatu kemiskinan, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard hidup. Selain itu, meminta-minta hai Qabishah, adalah haram, yang melakukannya berarti makan barang haram." (Riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa'i)
2.4.3 Jaga Harga Diri dengan Bekerja
Nabi menghapuskan semua fikiran yang menganggap hina terhadap orang yang bekerja, bahkan beliau mengajar sahabat-sahabatnya untuk menjaga harga diri dengan bekerja apapun yang mungkin, serta dipandang rendah orang yang hanya menggantungkan dirinya kepada bantuan orang lain.
Maka sabda Nabi: "Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta itu memberi atau menolaknya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Untuk itu setiap muslim dibolehkan bekerja, baik dengan jalan bercocok-tanam, berdagang, mendirikan pabrik, pekerjaan apapun atau menjadi pegawai, selama pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan jalan haram, atau membantu perbuatan haram atau bersekutu dengan haram.
2.4.4 Bekerja dengan Jalan Bercocok-Tanam
Di dalam al-Quran Allah menyebutkan tentang masalah mencari rezeki beberapa pokok yang harus ditepati demi suksesnya bercocok-tanam itu.
Pertama Allah menyebutkan, bahawa bumi ini disediakan Allah untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan memproduksi. Untuk itu Ia jadikan bumi ini serba mudah dan dihamparkan, sebagai suatu nikmat yang harus diingat dan disyukuri. Firman Allah:
“Allah menjadikan bumi ini untuk kamu dengan terhampar supaya kamu menjalani jalan-jalan besarnya.” (Nuh: 19-20)
“Bumi ini diletakkan Allah untuk umat manusia, di dalamnya penuh dengan buah-buahan dan korma yang mempunyai kelopak-kelopak, biji-bijian yang mempunyai kulit dan berbau harum. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (ar-Rahman: 10-13)
Yang kedua, Allah menyebutkan tentang air, Ia mudahkannya, dengan diturunkannya melalui jalan hujan dan mengalir di sungai-sungai, kemudian dengan air itu dihidupkanlah bumi yang tadinya mati. Firman Allah:
“Dialah zat yang menurunkan air dari langit, maka dengan air itu kami keluarkan tumbulr-tumbuhan dari tiap-tiap sesuatu, maka kami keluarkan daripadanya pohon yang hijau yang daripadanya kami keluarkan biji-bijian yang bersusun-susun.” (al-An'am: 99)
“Hendaklah manusia mahu melihat makanannya. Kami curahkan air dengan deras, kemudian kami hancurkan bumi dengan sungguh-sungguh hancur kemudian kami tumbuhkan padanya biji-bijian, anggur dan sayur-mayur.” ('Abasa: 24-28)
Selanjutnya tentang angin yang dilepas Allah dengan membawa kegembiraan, di antaranya dapat menggiring awan dan mengkawinkan tumbuh-tumbuhan. Ini semua tersebut dalam firman Allah:
“Dan bumi Kami hamparkannya dan Kami tancapkan di atasnya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya dari tiap-tiap sesuatu yang ditimbang. Dan Kami jadikan untuk kamu padanya sumber-sumber penghidupan dan orang-orang yang kamu tidak boleh memberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatu benda melainkan di sisi Kamilah perbendaharaannya, dan Kami tidak menurunkan dia melainkan dengan ukuran tertentu. Dan Kami lepaskan angin untuk mengkawinkan, kemudian Kami turunkan air hujan dari langit, kemudian Kami siram kamu dengan air itu padahal bukanlah kamu yang mempunyai perbendaharaan air itu.” (al-Hijr: 19-22)
Seluruh ayat-ayat ini merupakan peringatan Allah kepada umat manusia tentang nikmatnya bercocok-tanam serta mudahnya jalan-jalan untuk bercocok-tanam itu. Dan sabda Rasulullah s.a.w.: "Tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman atau menaburkan benih, kemudian dimakan oleh burung atau manusia, melainkan dia itu baginya merupakan sedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan sabdanya pula yang artinya sebagai berikut: "Tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan merupakan sedekah baginya, dan apa yang dicuri juga merupakan sedekah baginya dan tidak juga dikurangi oleh seseorang melainkan dia itu merupakan sedekah baginya sampai hari kiamat." (Riwayat Muslim)
Penegasan hadis tersebut, bahawa pahalanya akan terus berlangsung selama tanaman atau benih yang ditaburkan itu dimakan atau dimanfaatkan, sekalipun yang menanam dan yang menaburkannya itu telah meninggal dunia; dan sekalipun tanaman-tanaman itu telah pindah ke tangan orang lain.
Para ulama berpendapat: "Dalam keleluasaan kemurahan Allah, bahawa Ia memberi pahala sesudah seseorang itu meninggal dunia sebagaimana waktu dia masih hidup, iaitu berlaku pada enam golongan: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak soleh yang mahu mendoakan orang tuanya, tanaman, biji yang ditaburkan dan binatang (kendaraan) yang disediakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh."
Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang bertemu Abu Darda' ketika itu dia menanam pohon pala. Kemudian orang laki-laki itu bertanya kepada Abu Darda': Hai Abu Darda'! Mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah sangat tua, sedang pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya. Maka Abu Darda' menjawab: Bukankah aku yang akan memetik pahalanya di samping untuk makanan orang lain?
Salah seorang sahabat Nabi ada yang mengatakan: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. membisikkan pada telingaku ini, iaitu: Barangsiapa menanam sebuah pohon kemudian dengan tekun memeliharanya dan mengurusinya hingga berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah." (Riwayat Ahmad)
Dari hadis-hadis ini para ulama berpendapat, bahawa bercocok-tanam (bertani) adalah pekerjaan yang paling baik. Tetapi yang lain berpendapat: bahawa pertukangan atau pekerjaan tangan merupakan pekerjaan yang paling mulia. Sedang yang lain berpendapat: Daganglah yang paling baik. Sementara ahli penyelidik dan pentashih berpendapat:
Seharusnya kesemuanya itu berbeza-beza sesuai dengan perbezaan keadaan. Kalau masalah bahan makanan yang memang sangat diperlukan, maka bercocok-tanam adalah pekerjaan yang lebih utama, kerana dapat membantu orang ramai. Kalau yang sangat diperlukan itu barang-barang perdagangan kerana terputusnya jalan-jalan misalnya, maka berdagang adalah yang lebih utama. Dan kalau yang diperlukan itu soal-soal kerajinan/pekerjaan tangan, maka pekerjaan tangan itu adalah lebih utama [33].
Perincian yang terakhir ini kiranya selaras dengan keutamaan pengetahuan ekonomi moden.
2.4.5 Bercocok-Tanam yang Diharamkan
Setiap tumbuh-tumbuhan yang diharamkan memakannya atau yang tidak boleh dipergunakan kecuali dalam keadaan darurat, maka tumbuh-tumbuhan tersebut haram ditanam, misalnya: hasyisy (ganja) dan sebagainya.
Begitu juga tembakau kalau kita berpendapat merokok itu haram, dan inilah yang rajih, maka menanamnya berarti haram. Dan kalau berpendapat makruh, maka menanamnya pun makruh juga.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menanam sesuatu yang haram untuk dijual kepada orang selain Islam: Sebab selamanya seorang muslim tidak boleh berbuat haram. Oleh kerana itu seorang muslim tidak diperkenankan memelihara babi untuk dijual kepada orang Kristian. Dasar ini sebagaimana telah sama-sama kita maklumi, bagaimana Islam mengharamkan menjual anggur yang sudah jelas halalnya itu kepada orang yang diketahui, bahawa anggur tersebut akan dibuat arak.
2.4.6 Perusahaan dan Mata-Pencarian
Islam menekankan umatnya supaya bercocoktanam dan mengangkat ke derajat yang tinggi serta memberikan pahala kepada pelakunya. Tetapi di balik itu Islam sangat benci kalau umatnya itu membatasi aktivitasnya hanya pada bidang pertanian atau terbatas bergelimang di dasar laut.
Islam tidak senang umatnya menganggap cukup dalam bertani saja dan mengikuti ekor lembu. Ini dapat mengurangi keperluan umat yang sekaligus dihadapkan kepada suatu bahaya. Oleh kerana itu tidak menghairankan kalau Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan, bahawa cara semacam itu merupakan sumber bencana dan bahaya serta kehinaan yang meliliti umat. Kenyataan ini dapat dibenarkan oleh keadaan.
Untuk itu maka Rasululiah s.a.w. telah menyabdakan: "Apabila kamu jual-beli dengan lenah [34] dan kamu berpegang pada ekor-ekor sapi, dan senang bercocok-tanam serta meninggalkan jihad, maka Allah akan memberikan suatu kehinaan atas kamu yang tidak dapat dilepaskan dia, sehingga kamu kembali kepada ajaran agamamu." (Riwayat Abu Daud).
Kalau begitu, maka sudah seharusnya disamping bercocok-tanam ada juga perusahaan dan mata-pencarian lain yang kiranya dapat memenuhi unsur-unsur penghidupan yang baik dan standard umat yang tinggi dan bebas, serta negara yang kuat dan kayaraya.
Mata-pencarian dan perusahaan-perusahaan ini bukan hanya dipandang mubah oleh Islam, bahkan sesuai dengan penegasan para ulama dipandangnya sebagai fardhu kifayah' dengan pengertian, bahawa masyarakat Islami harus memperbanyak dari kalangan umatnya orang-orang yang berpengetahuan, memperbanyak perusahaan dan mata-pencarian yang kiranya dapat mencukupi keperluan masyarakat itu dan dapat mengatasi segala urusannya. Maka apabila terjadi suatu kekosongan baik dari segi pengetahuan ataupun perusahaan dan tidak ada yang mengurusnya, maka seluruh masyarakat Islam itu akan berdosa, khususnya ulil amri (kepala exekutif) dan ahlul hili wal aqdi (lembaga legislatif).
Imam Ghazali berkata: "Adapun yang termasuk fardhu kifayah, iaitu semua ilmu yang sangat diperlukan sebagai standard untuk mengurusi persoalan-persoalan duniawiah, seperti ilmu kedokteran, kerana dia itu amat diperlukan demi menjaga kestabilan badani dan seperti ilmu hisab sebagai yang sangat diperlukan untuk urusan mu'amalat, pembahagian wasiat, waris, dan lain-lain.
Ilmu-ilmu ini kalau sesuatu negara itu kekosongan orang-orang yang memahami urusan tersebut, maka seluruh penduduk negeri tersebut berdosa. Tetapi kalau ada seorang yang bekerja untuk persoalan ini, sudah dianggap cukup dan gugurlah kewajiban itu dari yang lain.
Justru itu tidak menghairankan kalau kita katakan: bahawa ilmu kedokteran (kesihatan) dan hisab termasuk fardhu kifayah. Begitu juga pokok perindustrian seperti ilmu pertanian, pertenunan dan siasah bahkan ilmu bekam dan klermaker termasuk juga fardhu kifayah. Sebab kalau suatu negara kefakiman ahli bekam, niscaya kebinasaan mengancam, yang berarti pula mereka menyerahkan dirinya kepada kebinasaan. Padahal Zat yang menurunkan penyakit, Dia juga menurunkan ubatnya dan Ia membimbing umat manusia untuk menggunakan ubat-ubatan tersebut dan telah juga dipersiapkan cara-cara untuk menemukannya. Oleh kerana itu kita tidak boleh mencampakkan diri kepada kebinasaan dengan cara meremehkan persoalan tersebut."[35]
Al-Quran telah mengisyaratkan supaya memperbanyak bidang-bidang perindustrian dengan disebutnya sebagai nikmat kurnia Allah. Misalnya firman Allah yang menceriterakan tentang Nabi Daud:
“Dan Kami lunakkan besi baginya. Hendaklah kamu membuat baju besi yang panjang dan ukurlah dalam lubangnya.” (Saba': 10- 11)
“Dan Kami ajar dia untuk membuat pakaian buat kamu untuk menjaga kamu dari bahayamu, apakah kamu mahu berterimakasih?” al-Anbiya': 80)
Kemudian tentang Nabi Sulaiman, Allah berfirman juga: “Dan Kami alirkan kepadanya mata air tembaga, dan dari antara jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya, dan barangsiapa yang berpaling di antara mereka dari perintah Kami, maka akan Kami rasakan dia dari siksaan api yang, menyala. Para jin itu bekerja untuk Sulaiman menurut apa yang ia inginkan, misalnya gedung-gedung yang tinggi, patung patung dan piring-piring model kolam dan kuali yang tetap. Kerjakanlah hai keluarga Daud dengan penuh kesyukuran.” (Saba': 12-13)
Dan tentang Dzul Qarnain dengan bendungan raksasanya (great wall) itu, Allah berfirman: “Dia berkata: Apa yang Tuhanku tetapkan aku padanya lebih baik. Oleh kerana itu bantulah aku dengan sungguh-sungguh, maka akan kubuat satu bendungan (pembatas) antara kamu dan mereka. Bawalah kepadaku kepingan-kepingan besi sehingga apabila sudah sama antara dua gunung itu, ia pun berkata: Tiuplah. Sehingga apabila ia telah jadikan api, maka ia berkata: Bawalah kepadaku akan kutuangi tembaga di atasnya. Dengan demikian maka mereka tidak dapat mendakinya dan tidak dapat melubanginya.” (al-Kahfi: 95-97)
Selanjutnya tentang kisah Nabi Nuh dengan cara membuat perahunya, dimana Allah memberikan isyarat betapa besarnya perahunya itu bagaikan gunung yang akan mengarungi laut. Maka firman Allah:
“Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah adanya perahu di laut bagaikan gunung.” (as-Syura: 32)
Dalam beberapa surah, Allah banyak menyebutkan tentang masalah cara-cara berburu dengan segala macam bentuk dan jenisnya, sejak dari cara berburu ikan dan binatang-binatang laut sampai kepada berburu binatang darat. Disebutkan juga bagaimana cara menyelam untuk mengeluarkan lulu' (mutiara), marjan dan sebagainya.
Lebih dari itu semua, al-Quran telah menyadarkan manusia akan nilai daripada besi yang belum pernah dibincangkan oleh kitab-kitab agama sebelumnya. Maka setelah Allah menyebutkan tentang diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab, kemudian Allah berfirman:
“Dan kami turunkan besi, yang padanya ada kekuatan yang sangat dan bermanfaat buat manusia.” (al-Hadid: 25)
Oleh kerana itu tidak menghairankan, kalau surah yang membincangkan masalah besi ini disebut juga surah al-Hadid (besi).
Seluruh perusahaan dan mata-pencarian yang dapat menutupi keperluan masyarakat atau yang dapat mendatangkan manfaat yang nyata, maka semua itu termasuk amal saleh apabila semua itu dilakukan dengan ikhlas dan dilaksanakan menurut perintah agama.
Islam menganggap tinggi beberapa pekerjaan yang kadang-kadang oleh manusia dinilai sangat rendah, misalnya menggembala kambing yang biasa diabaikan oleh manusia. Malah mereka tidak mahu menilainya sebagai pekerjaan yang baik. Namun Rasulullah s.a.w. tetap berkata:
"Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan dia itu menggembala kambing. Waktu para sahabat mendengar perkataan itu, mereka kemudian bertanya: Dan engkau, ya Rasulullah? Jawab Nabi: Ya! Saya juga menggembala kambing dengan upah beberapa karat, milik penduduk Makkah." (Riwayat Bukhari)
Muhammad sebagai utusan Allah dan penutup sekalian Nabi, juga menggembala kambing, dan itupun bukan kambingnya sendiri tetapi ia menggembala dengan upah milik sebahagian penduduk Makkah. Diterangkannya ini kepada umatnya untuk mengajar mereka, bahawa kebesaran justru dimiliki oleh orang-orang yang suka bekerja, bukan oleh orang yang suka berfoya-foya dan penganggur.
Al-Quran pun mengkisahkan kepada kita tentang kisah Nabi Musa a.s., bahawa dia juga bekerja sebagai buruh bagi seorang yang sangat tua. Dia bekerja sebagai buruh selama 8 tahun sebagai persyaratan untuk dikawinkan dengan salah seorang puterinya. Nabi Musa dinilai orang tua tersebut sebagai pekerja yang baik dan buruh yang terpuji. Maka benarlah dugaan puteri orang tua itu, di mana salah satunya ada yang berkata:
“Hai, ayah! Ambillah buruh dia itu, kerana sebaik-baik orang yang engkau ambil buruh haruslah orang yang kuat dan terpercaya.” (al-Qashash: 26).
Ibnu Abbas meriwayatkan, bahawa Daud bekerja sebagai tukang besi untuk membuat baju besi. Adam bekerja sebagai petani, Nuh sebagai tukang kayu, Idris sebagai klermaker sedang Musa sebagai penggembala kambing. (Riwayat Hakim).
Untuk itulah setiap muslim harus menyiapkan diri untuk mencari pencarian, sebab tidak seorang nabi pun kecuali bekerja dalam salah satu lapangan pencarian.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam salah satu hadisnya mengatakan: "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)
2.4.7 Pekerjaan dan Pendapatan yang Dibenteras oleh Islam
Selain yang telah disebutkan di atas, ada beberapa usaha dan mata-pencarian yang oleh Islam, umatnya dilarang keras untuk mengerjakannya, kerana di dalamnya mengandung bahaya bagi masyarakat, baik terhadap aqidahnya, akhlaknya, harga dirinya dan sendi-sendi sopan-santunnya.
Melacur
Pelacuran adalah salah satu mata-pencarian yang dibolehkan di negara-negara Barat dengan diberinya izin dengan syarat si pelakunya harus memberikan jaminan kepada pemilik kedai itu dan memberikan hak-hak mereka. Begitulah situasi ini pernah berlaku pada zaman dahulu sampai datanglah Islam untuk menghapus itu semua. Islam tidak memperkenankan seseorang dengan bebas untuk menyewakan kemaluannya.
Sebahagian orang-orang jahiliah ada yang menetapkan upah pekerjaan harian hamba-hamba perempuannya dan hasilnya supaya diserahkan kepada tuannya dengan jalan apapun. Seringkali menjurus kepada perbuatan zina, supaya dia dapat membayar apa yang telah ditetapkan atas dirinya itu. Bahkan sebahagian mereka ada yang sampai memaksa, semata-mata untuk mencari keuntungan duniawi yang rendah itu dan bekerja yang jijik dan murahan.
Maka setelah Islam datang, seluruh anak-anak, putera mahupun puteri diangkat dari perbuatan yang hina itu. Kemudian turunlah ayat yang mengatakan:
“Jangan kamu paksa hamba-hambamu untuk melacur jika mereka memang ingin dirinya terjaga, lantaran kamu hendak mencari harta untuk hidup di dunia.” (an-Nur: 33)
Ibnu Abbas meriwayatkan, sesungguhnya Abdullah bin Ubai kepala munafiqin, datang kepada Nabi sambil membawa seorang hamba perempuan yang cantik jelita, namanya Mu'adzah, kemudian ia berkata: Ya Rasulullah! Ini adalah hamba milik anak yatim, apakah tidak tepat kalau kau suruh dia untuk melacur supaya anak-anak yatim itu dapat mengambil upahnya? Maka jawab Nabi: "tidak" (Lihat Tafsir Razi 23: 220).
Dengan demikian, maka Nabi melarang mencari mata pencarian dengan usaha yang kotor ini, betapapun tingginya bayaran yang diperoleh. Beliau pun tetap tidak memperkenankan setiap apa yang dikatakan kerana terpaksa, kerana kepentingan atau untuk mencapai sesuatu tujuan. Motifnya supaya masyarakat Islam tetap bersih dari kotoran-kotoran yang sangat membahayakan ini.
Tarian dan Seni Tubuh
Islam tidak dapat menerima apa yang disebut pekerjaan tarian hot dan semua pekerjaan yang dapat menimbulkan ghairah, seperti nyanyian-nyanyian porno dan sandiwara kosong. Semua permainan macam ini, sekalipun oleh sementara orang dianggap seni atau dikatakan kemajuan dan sebagainya dari nama-nama yang cukup menyesatkan orang.
Islam mengharamkan semua macam hubungan lain jenis di luar perkawinan. Begitu juga setiap omongan atau pekerjaan yang dapat membuka pintu yang ada hubungannya dengan perbuatan haram. Inilah rahasia dilarangnya zina oleh al-Quran, iaitu dengan ungkapan yang ampuh sekali:
“Jangan kamu mendekati zina, kerana sesungguhnya dia itu kotor dan cara yang tidak baik.” (al-Isra': 32)
Islam tidak cukup melarang jangan berzina, tetapi dilarang mendekatinya.
Semua yang kami sebutkan di atas dan apa yang dikenal oleh orang ramai sebagai perbuatan yang dapat membangkitkan syahwat, adalah termasuk kalimat fahisyah (kotor). Bahkan dapat menggerakkan dan mendorong orang untuk berbuat kotor. Alangkah jeleknya usaha mereka itu.
Perusahaan Melukis, Membuat Salib dan Sebagainya
Apabila Islam --sebagaimana yang kami sebutkan di atas-- melarang memiliki gambar/patung, maka perusahaannya lebih diharamkan daripada memilikinya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Said bin Abul Hasan, ia berkata: Saya pernah di tempat Ibnu Abbas, kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menanyakan: Hai Ibnu Abbas! Saya adalah seorang laki-laki yang standard hidupku (maisyahku) dari hasil pekerjaan tanganku, iaitu saya membuat gambar-gambar ini! Maka jawab Ibnu Abbas:
Saya tidak akan menjawabmu kecuali menurut apa yang pernah saya dengar dari Rasulullah s.a.w., bahawa beliau bersabda: "Barangsiapa menggambar suatu gambar, maka nanti Allab menyiksa dia, sehingga dia dapat meniupkan roh padanya, sedangkan dia selamanya tidak akan dapat meniupkan roh." Setelah mendengar jawaban Ibnu Abbas tersebut, orang laki-laki itu naik pitam. Maka Ibnu Abbas pun kemudian menjawab: "Celaka engkau! Kalau kamu masih tetap saja mahu membuat, maka buatlah pohon dan setiap yang tidak bernyawa." (Riwayat Bukhari).
Yang seperti ini ialah membuat berhala, salib dan sebagainya.
Adapun menggambar dalam papan dan fotografi, maka telah kami terangkan di atas yang pada prinsipnya menurut pendapat yang paling banyak mendekati jiwa syariat, tentang masalah tersebut, hukumnya mubah, atau paling banyak berderajat makruh. Ini tidak termasuk subjek foto itu sendiri yang ada pula diharamkan oleh Islam, misalnya ditampakkannya bahagian-bahagian anggota perempuan yang banyak menimbulkan fitnah, melukis laki-laki mencium wanita dan sebagainya. Dan yang seperti ini ialah gambar-gambar yang diagung-agungkan dan dikuduskan, misalnya: gambar Malaikat, Nabi dan sebagainya.
Perusahaan Minuman Keras dan Narkotik
Telah sama-sama kita maklumi dalam bab terdahulu, bahawa Islam mengharamkan setiap persekutuan dalam hal arak, baik yang membuatnya, membagikannya ataupun meminumnya. Siapa saja yang mengerjakan hal tersebut akan beroleh laknat melalui lidah Rasulullah.
Narkotik baik yang terbuat dari hasyisy (ganja), candu ataupun lainnya sama dengan minuman yang memabukkan tentang haramnya dipergunakan, dibagi dan dibuat.
Islam juga menentang keras terhadap setiap muslim yang bekerja pada suatu perusahaan atau mata-pencarian yang ada hubungannya dengan sesuatu yang haram atau melalui perkara yang haram.
2.4.8 Bekerja dengan Jalan Berdagang
Islam melalui nas-nas al-Quran dan Sunnah, menganjurkan dengan keras supaya seseorang pergi berdagang, yang kemudian disebut mencari anugerah Allah. Sesudah itu Allah menyebut orang-orang yang pergi berdagang, diiringi dengan menyebut orang-orang yang jihad fi sabilillah. Firman Allah:
“Yang lain berjalan di permukaan bumi untuk mencari anugerah Allah, sedang yang lainnya berperang di jalan. Allah.” (al-Muzammil: 20)
Dalam al-Quran Allah memberikan anugerah kepada manusia dengan menyediakan jalan-jalan perdagangan, dalam dan luar negeri dengan alat-alat perhubungan laut, yang hingga kini tetap merupakan alat pengangkutan yang paling ampuh untuk perdagangan internasional. Untuk itu Allah berfirman dengan memudahkan laut dan menjalankan kapal-kapal dagang. Firman Allah:
“Engkau lihat kapal-kapal di laut yang berjalan supaya kamu dapat mencari anugerah Allah, dan supaya kamu tahu berterimakasih.” (Fathir: 12)
Kadang-kadang diiringi pula dengan melepaskan angin. Seperti firmanNya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, iaitu Dia lepaskan angin dengan membawa khabar gembira. Dan supaya Allah memberikan kepadamu dari rahmatNya dan supaya perahu-perahu (kapal-kapal) itu berjalan dengan perintahNya dan supaya kamu mencari anugerahNya dan supaya kamu berterimakasih.” (ar-Rum: 46)
Al-Quran mengulang-ulangi penyebutan nikmat dan menganjurkan untuk kiranya dapat dimanfaatkan nikmat itu, sehingga semua itu dijadikan oleh Allah sebagai salah satu tanda wujud dan kekuasaan Allah serta kebijaksanaanNya dalam mengatur falak ini. Firman Allah:
“(Kapal) yang berjalan di laut dengan membawa perbekalan yang bermanfaat bagi manusia.” (al-Baqarah: 164)
“Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah adanya kapal-kapal (perahu) yang berjalan di laut seperti gunung.” (as-Syura: 32)
Allah memberikan anugerah kepada penduduk Makkah dengan menyediakan jalan-jalan yang dapat menjadikan negeri mereka itu sebagai pusat perdagangan yang paling istimewa untuk Jaziratul Arabia. Firman Allah:
“Bukankah Kami berikan kepada mereka (penduduk Makkah) tanah haram yang aman sentosa yang dipilih untuknya buah-buahan dan tiap-tiap sesuatu sebagai suatu pemberian rezeki dari Kami.” (al-Qashash: 57)
Dengan demikian terbuktilah doa Nabi Ibrahim yang mengatakan: “Hai Tuhan. kami! Sesungguhnya aku menempatkan keluargaku di suatu lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya, iaitu di dekat Baitillah-Haram. Hai Tuhan kami! Supaya mereka itu dapat menegakkan sembahyang, maka jadikanlah hati-hati manusia itu condong kepada mereka dan berilah mereka itu rezeki dari buah-buahan, supaya mereka tahu berterimakasih.” (Ibrahim: 37)
Di samping itu Allah juga telah memberikan anugrah kepada orang-orang Quraisy, iaitu dengan memudahkan perjalanan mereka dua kali musim perdagangan dalam satu tahun, ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Mereka pergi ke dua tempat tersebut dengan memperoleh keamanan sebab kelebihan mereka sebagai penjaga Ka'bah. Justru itu patutlah mereka bersyukur atas nikmat ini dengan berbakti kepada Allah semata, Tuhannya Ka'bah dan Yang mempunyai anugerah tersebut. Firman Allah:
“Kerana perlindunganNya terhadap orang-orang Quraisy iaitu dilindunginya mereka dalam bepergiannya pada musim dingin dan musim panas, maka hendaklah mereka itu berbakti kepada Tuhannya rumah ini, yang telah memberi makan mereka dari kelaparannya dan memberi keamanan mereka dari ketakutan.” (Quraisy)
Islam telah memberikan pula suatu kesempatan kepada umat Islam untuk mengadakan tukar-menukar perdagangan antara negara dan bangsa dengan seluas-luasnya dalam setiap tahun, iaitu bertepatan dengan musim pertemuan tahunan internasional, yakni pada musim haji ke Baitullah, dimana mereka itu saling berdatangan dari tempat yang jauh. Seperti difirmankan Allah:
“Mereka ada yang berjalan kaki dan ada pula yang berkendaraan unta, semua datang dari tiap-tiap perjalanan yang jauh, supaya mereka itu dapat menyaksikan apa-apa yang bermanfaat buat mereka; dan supaya mereka menyebut-nyebut asma'Allah.” (al-Haj: 27-28)
Di antara apa-apa yang bermanfaat itu, tidak diragukan lagi ialah perdagangan.
Imam Bukhari meriwayatkan, bahawa umat Islam pernah mengalami kesukaran berdagang pada musim haji, kerana mereka beranggapan kalau-kalau dengan berdagang dapat mengaburkan keikhlasan niat mereka dalam beribadah atau dapat mengotori kesucian ibadah mereka. Waktu itu maka turunlah ayat yang menjelaskan dan menegaskan:
“Tidak ada dosa atas kamu untuk mencari rezeki dari Tuhanmu.” (al-Baqarah: 198)
Al-Quran juga memuji orang-orang yang suka pergi ke masjid untuk bersujud kepada Allah di waktu pagi dan petang. Mereka itu dipuji dengan firmannya:
“Laki-laki yang berdagang dan jual-belinya itu tidak melupakan mereka daripada berzikrullah dan menegakkan sembahyang serta mengeluarkan zakat.” (an-Nur: 37)
Oleh kerana itu, orang-orang mu'min dalam pandangan al-Quran bukan berumahtangga di masjid, bukan pula seperti pendeta-pendeta yang mendiami gereja-gereja, tetapi orang-orang mu'min adalah manusia pekerja. Keistimewaan mereka, bahawa kesibukan duniawinya tidak memalingkan mereka dari memenuhi kewajiban agama.
Demikian sebahagian apa yang tersebut dalam al-Quran, tentang masalah perdagangan.
Adapun dalam hadis, Rasulullah s.a.w. menyerukan supaya kita berdagang. Anjuran ini garis-garis ketentuannya diperkuat dengan sabda, perbuatan dan taqrirnya. Dalam beberapa perkataannya yang sangat bijaksana itu kita dapat mendengarkan sebagai berikut:
"Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat." (Riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim)
"Pedagang yang dapat dipercaya dan beramanat, akan bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang yang mati syahid." (Riwayat al-Hakim dan Tarmizi dengan sanad hasan)
Kita tidak hairan kalau Rasulullah menyejajarkan kedudukan pedagang yang dapat dipercaya dengan kedudukan seorang mujahid dan orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, sebab sebagaimana kita ketahui dalam percaturan hidup, bahawa apa yang disebut jihad bukan hanya terbatas dalam medan perang semata-mata tetapi meliputi lapangan ekonomi juga.
Seorang pedagang dijanji suatu kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah serta pahala yang besar nanti di akhirat kerana perdagangan itu pada umumnya diliputi oleh perasaan tamak dan mencari keuntungan yang besar dengan jalan apapun. Harta dapat melahirkan harta dan suatu keuntungan membangkitkan untuk mencapai keuntungan yang lebih banyak lagi. Justru itu barangsiapa berdiri di atas dasar-dasar yang benar dan amanat, maka berarti dia sebagai seorang pejuang yang mencapai kemenangan dalam pertempuran melawan hawa nafsu. Justru itu pula dia akan memperoleh kedudukan sebagai mujahidin.
Urusan dagang sering menenggelamkan orang dalam angka dan menghitung-hitung modal dan keuntungan, sehingga di zaman Nabi pernah terjadi suatu peristiwa ada kafilah yang membawa perdagangan datang, padahal Nabi sedang berkhutbah sehingga para hadirin yang sedang mendengarkan khutbah itu menjadi kacau dan akhirnya mereka bubar menuju kepada kafilah tersebut. Waktu itulah kemudian turun ayat yang berbunyi sebagai berikut:
“Apabila mereka melihat suatu perdagangan atau bunyi-bunyian, mereka lari ke tempat tersebut dan engkau ditinggalkan berdiri. Oleh kerana itu katakanlah (kepada mereka) bahawa apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada bunyi-bunyian dan perdagangan itu dan Allah sebaik-baik Zat yang memberi rezeki.” (al-Jumu'ah: 11)
Oleh kerananya, barangsiapa yang mampu bertahan pada prinsip ini, disertai dengan iman yang kuat, jiwanya penuh taqwa kepada Allah dan lidahnya komat-kamit berzikrullah, maka layak dia akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, iaitu para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
Dari fi'liyah (perbuatan) Rasulullah sendiri kiranya cukup bukti bagi kita untuk mengetahui sampai di mana kedudukan perdagangan itu, bahawa di samping beliau sangat memperhatikan segi-segi mental spiritual sehingga didirikannya masjid di Madinah demi untuk bertaqwa dan mencari keridhaan Allah dengan tujuan sebagai jami' tempat beribadah, institut, lembaga da'wah dan pusat pemerintahan, maka Rasulullah memperhatikan pula segi-segi perekonomian. Untuk itu maka didirikannya pasar Islam yang langsung berorientasi pada syariat Islam, bukan pasar yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti halnya pasar Qainuqa' dulu.
Pasar Islam ini langsung diawasi oleh Rasulullah sendiri. Beliau sendiri yang mentertibkan subjek-subjeknya dan beliau pula yang langsung mengurus dengan memberi bimbingan-bimbingan dan pengarahan-pengarahan. Sehingga dengan demikian tidak ada penipuan, pengurangan timbangan, penimbunan, cukong-cukong dan lain-lain yang insya Allah hadis-hadis yang menerangkan hal itu akan kami tuturkan di bab Mu'amalat nanti dalam fasal halal dan haram tentang kehidupan secara umum bagi setiap muslim.
Dalam sejarah perjalanan para sahabat Nabi, kita dapati juga, bahawa di antara mereka itu ada yang bekerja sebagai pedagang, pertukangan, petani dan sebagainya.
Rasulullah berada di tengah-tengah mereka di mana ayat-ayat al-Quran itu selalu turun kepadanya, beliau bercakap kepada mereka dengan bahasa langit, dan Malaikat Jibril senantiasa datang kepadanya dengan membawa wahyu dari Allah. Semua sahabatnya mencintai beliau dengan tulus ikhlas, tidak seorang pun yang ingin meninggalkan beliau walaupun hanya sekejap mata.
Oleh kerana itu, maka kita jumpai seluruh sahabatnya masing-masing bekerja seperti apa yang dikerjakan Nabi, ada yang mengurus korma dan tanaman-tanaman, ada yang berusaha mencari pencarian dan perusahaan. Dan yang tidak tahu tentang ajaran Nabi, berusaha sekuat tenaga untuk menanyakan kepada rekan-rekannya yang lain. Untuk itu mereka diperintahkan siapa yang mengetahui supaya menyampaikan kepada yang tidak tahu.
Sahabat Anshar pada umumnya ahli pertanian, sedang sahabat Muhajirin pada umumnya ahli dalam perdagangan dan menempa dalam pasar. Misalnya Abdurrahman bin 'Auf seorang muhajirin pernah disodori oleh rekannya Saad bin ar-Rabi' salah seorang Anshar separuh kekayaan dan rumahnya serta disuruhnya memilih dari salah seorang isterinya supaya dapat melindungi kehormatan kawannya itu. Abdurrahman kemudian berkata kepada Saad: Semoga Allah memberi barakah kepadamu terhadap hartamu dan isterimu, saya tidak perlu kepadanya. Selanjutnya kata Abdurrahman: Apakah di sini ada pasar yang boleh dipakai berdagang? Jawab Saad: Ya ada, iaitu pasar Bani Qainuqa'. Maka besok paginya Abdurrahman pergi ke pasar membawa keju dan samin. Dia jual-beli di sana. Begitulah seterusnya, akhirnya dia menjadi seorang pedagang muslim yang kayaraya, sampai dia meninggal, kekayaannya masih bertumpuk-tumpuk.
Abubakar juga bekerja sebagai pedagang, sehingga pada waktu akan dilantik sebagai khalifah beliau sedang bersiap-siap akan ke pasar. Begitu juga Umar, Usman dan lain-lain.
2.4.9 Pendirian Gereja Tentang Masalah Dagang
Begitulah masyarakat Islam dalam menghadapi dunianya dalam naungan agamanya, mereka berdagang, juga membeli. Tetapi perdagangan dan jual-belinya itu tidak sampai melupakan berzikrullah. Dimana waktu itu orang-orang di abad-abad pertengahan kebanyakannya di bawah kekuasaan raja-raja dan negara-negara Eropah Kristian masih bimbang dalam menghadapi pertentangan yang hebat antara fikiran-fikiran apa yang disebut penyelamatan yakni menyelamatkan diri dari dosa yang menyelubunginya. Fikiran ini bertentangan dengan fikiran Aklirus yang menganjurkan berusaha dan berdagang di satu pihak, dan di pihak lain adanya perkataan yang berkumandang, bahawa celakalah manusia yang berani menantang ajaran pemimpin-pemimpin agama (rijaluddin) dan sibuk dengan urusan pencarian, perusahaan dan perdagangan. Dikatakannya juga, bahawa dosa bukan hanya suatu kejelekan yang pelakunya akan dibalas sesuai dengan banyaknya dosa yang dilakukan, tetapi dosa, seperti yang biasa dikatakan, iaitu dosa abadi dan laknat di bumi dan langit dalam kehidupan di dunia dan akhirat nanti,
Untuk itu seorang Uskup bernama Agustine mengatakan: "Kesungguhan dalam urusan perdagangan pada hakikatnya suatu dosa, kerana dapat memalingkan orang dari ingat kepada Allah,"
Yang lain pun berkata: "Seseorang yang membeli sesuatu kemudian pulang dan menjualnya lagi dengan tidak ada imbangan yang harus dia lakukannya, maka orang tersebut akan termasuk golongan pedagang yang menjauhkan sorga dan kesuciannya."
Pendapat-pendapat ini tidak lebih hanya latah terhadap ajaran-ajaran Paulus yang mengatakan: bahawa seorang penganut Masehi tidak layak menentang kawannya yang lain dengan suatu pertentangan yang mematikan. Untuk itu, maka tidak ada perdagangan yang berkembang di kalangan orang-orang Masehi."[36]
2.4.10 Perdagangan yang Dilarang
Islam pada prinsipnya tidak melarang perdagangan, kecuali ada unsur-unsur kezaliman, penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya memperdagangkan arak, babi, narkotik, berhala, patung dan sebagainya yang sudah jelas oleh Islam diharamkan, baik memakannya, mengerjakannya atau memanfaatkannya.
Semua pekerjaan yang diperoleh dengan jalan haram adalah suatu dosa. Dan setiap daging yang tumbuh dari dosa (haram), maka nerakalah tempatnya. Orang yang memperdagangkan barang-barang haram ini tidak dapat diselamatkan kerana kebenaran dan kejujurannya. Sebab pokok perdagangannya itu sendiri sudah mungkar yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh Islam dengan jalan apapun.
Ini tidak termasuk orang yang memperdagangkan emas dan sutera, kerana kedua bahan tersebut halal buat orang-orang perempuan. Justru itu mereka ini kelak di hari kiamat tidak akan dibangkitkan dalam golongan pendurhaka yang ditempatkan di neraka Jahim.
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar ke tempat sembahyang, tiba-tiba dilihatnya ramai manusia yang sedang berjual-beli. Kemudian Rasulullah memanggil mereka: Hai para pedagang! ... Mereka pun lantas menjawab dan mengangkat kepala dan pandangannya. Maka kata Rasulullah:
"Sesungguhnya pedagang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai pendurhaka, kecuali orang yang takut kepada Allah, baik dan jujur." (Riwayat Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim. Kata Tarmizi: hadis ini hasan sahih)
Dari Watsilah bin al-Asqa' ia berkata: "Rasulullah pernah keluar menuju kami --sedang kami adalah golongan pedagang-- maka kata beliau: 'Hai para pedagang, hati-hati kamu jangan sampai berdusta.'" (Riwayat Thabarani)
Untuk itu seorang pedagang harus berhati-hati, jangan sekali-kali dia berdusta, kerana dusta itu merupakan bahaya (lampu merah) bagi pedagang. Dan dusta itu sendiri dapat membawa kepada perbuatan jahat, sedang kejahatan itu dapat membawa kepada neraka.
Di samping itu hindari pula banyak sumpah, khususnya sumpah dusta, sebab Nabi Muliammad s.a.w. pernah bersabda: "Tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat Allah nanti di hari kiamat dan tidak akan dibersihkan, serta baginya adalah siksaan yang pedih, salah satu di antaranya ialah: Orang yang menyerahkan barang dagangannya (kepada pembeli) kerana sumpah dusta." (Riwayat Muslim)
"Dari Abu Said ia berkata: Ada seorang Arab gunung berjalan membawa seekor kambing, kemudian saya bertanya kepadanya: Apa kambing itu akan kamu jual dengan tiga dirham? Ia menjawab: Demi Allah tidak! Tetapi tiba-tiba dia jual dengan tiga dirham juga. Saya utarakan hal itu kepada Nabi, maka kata Nabi: Dia telah menjual akhiratnya dengan dunianya." (Riwayat Ibnu Hibban)
Di samping itu si pedagang harus menjauhi penipuan, sebab orang yang menipu itu dapat keluar dari lingkungan umat Islam.
Hindari pula pengurangan timbangan dan takaran, sebab mengurangi timbangan dan takaran itu membawa celaka, seperti firman Allah: Wailul lil muthaffifin (celakalah orang-orang yang mengurangi takaran).
Dan hindari pulalah dari penimbunan, sehingga Allah dan RasulNya tidak akan membiarkan dia begitu saja.
Terakhir, hindarilah perbuatan riba. kerana sesungguhnya Allah akan menghancurkannya.
Seperti tersebut dalam hadis yang mengatakan: "Satu dirham wang riba dimakan oleh seseorang, sedangkan dia tahu (bahawa wang tersebut adalah wang riba), akan lebih berat (siksaannya) daripada tigapuluh enam kali berzina."[37] (Riwayat Ahmad)
Penjelasan satu persatu persoalannya ini, insya Allah akan kami terangkan nanti di bab Mu'amalat.
2.4.11 Bekerja Sebagai Pegawai
Seorang muslim boleh saja bekerja mencari rezeki dengan jalan menjadi pegawai, baik itu pegawai negeri atau swasta, selama dia mampu memikul pekerjaannya dan dapat menunaikan kewajiban. Tetapi di samping itu seorang muslim tidak boleh mencalonkan dirinya untuk suatu pekerjaan yang bukan ahlinya, lebih-lebih menduduki jabatan hakim.
Abu Hurairah meriwayatkan, bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut: "Siallah Amir, siallah kepala dan siallah kasir. Sungguh ada beberapa kaum yang menginginkan kulit-kulitnya itu bergantung di bintang yang tinggi, kemudian mereka akan diulurkan antara langit dan bumi, kerana sesungguhnya mereka itu tidak pernah menguasai suatu pekerjaan." (Riwayat Ibnu Hibban dan al-Hakim, ia sahkan sanadnya)
Abu Dzar pernah juga meminta kepada Nabi untuk diberi suatu jabatan, maka oleh Nabi ditepuknya pundak Abu Dzar sambil beliau bersabda: "Hai Abu Dzar! Engkau orang lemah, kekuasaan adalah suatu amanat dan kelak di hari kiamat akan menyusahkan dan menyesalkan, kecuali orang yang dapat menguasainya kerana haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya." (Riwayat Muslim)
Dan sabda Rasulullah juga tentang masalah hakim sebagai berikut: "Hakim itu ada tiga macam: Satu di sorga dan dua di neraka. Yang di sorga, iaitu seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia menghukum dengan kebenaran itu. (2) Seorang laki-laki yang tahu kebenaran tetapi dia menyimpang dari kebenaran itu, maka dia berada di neraka. (3) Seorang laki-laki yang menghukum manusia dengan membabi-buta (bodoh), maka dia di neraka." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Ibnu Majah)
Jadi sebaiknya seorang muslim tidak perlu ambisi kepada kedudukan-kedudukan yang besar dan berusaha di belakang kedudukan itu sekalipun dia ada kemampuan. Sebab kalau kedudukannya itu dijadikan pelindung, maka kedudukannya itu sendiri akan menghambat dia. Dan barangsiapa mengarahkan setiap tujuannya itu untuk show di permukaan bumi ini, maka dia tidak akan peroleh taufik dari lanqit.
Telah bersabada Rasulullah s.a.w. kepadaku: "Hai Abdurrahman! Jangan kamu minta untuk menjadi kepala, kerana kalau kamu diberinya padahal kamu tidak minta, maka kamu akan diberi pertolongan, tetapi jika kamu diberinya itu lantaran minta, maka kamu akan dibebaninya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
"Dari Anas, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa mencari penyelesaian suatu hukum tetapi dia minta supaya dibela, maka hal itu akan dibebankan kepada dirinya. Dan barangsiapa dipaksakannya, maka Allah akan mengutus Malaikat supaya meluruskannya." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Ini, kalau dia tidak tahu, bahawa orang lain tidak akan mampu mengatasi kekosongan itu dan apabila dia tidak tampil niscaya kemaslahatan akan berantakan dan retak tali persoalan. Kalau dia tahu hanya dialah yang mampu, maka dia boleh bersikap seperti apa yang dikisahkan al-Quran kepada kita tentang Nabiullah Yusuf a.s. dimana ia berkata kepada tuannya:
“Jadikanlah aku untuk mengurus perbendaharaan (gudang) bumi, kerana sesungguhnya aku orang yang sangat menjaga dan mengetahui.” (Yusuf: 55)
Demikianlah tata-tertib Islam dalam mengatur masalah mencari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat politis dan sebagainya.
2.4.12 Kepegawaian yang Diharamkan
Diperbolehkannya bekerja sebagai pegawai seperti yang kami katakan di atas, diikat dengan suatu syarat tidak menjadi pegawai yang membahayakan kaum muslimin. Oleh kerana itu seorang muslim tidak halal bekerja sebagai pegawai atau prajurit dalam ketenteraan yang memerangi kaum muslimin atau bekerja sebagai pegawai dalam suatu pabrik yang memproduksi senjata untuk memerangi kaum muslimin. Dan tidak boleh seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang melawan Islam dan memerangi umatnya. Termasuk juga pegawai yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti pekerjaan yang meribakan wang, tempat arak, tempat dansa atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan sebagainya.
Mereka ini semua tidak dapat dibebaskan dari dosa. Tidak berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram. Sebab seperti prinsip-prinsip yang telah kami kemukakan sebelumnya, bahawa menolong perbuatan haram berarti haram. Justru itulah Rasulullah s.a.w. melaknat juru tulis riba dan dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat seperti dilaknat orang yang minum.
Ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa (normal) dimana seorang muslim harus memasukinya demi mencari rezeki. Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa, maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, iaitu menjadi makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosadosa.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang masih syubhat, dimana syubhat itu dapat menipiskan agama dan melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula: "Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah kerana takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)
2.4.13 Pedoman Secara Umum Tentang Bekerja
Pedoman secara umum tentang masalah kerja, iaitu Islam tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari wang sesuka hatinya dan dengan jalan apapun yang dimaksud. Tetapi Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam mencari perbekalan hidup, dengan menitikberatkan juga kepada masalah kemaslahatan umum. Garis pemisah ini berdiri di atas landasan yang bersifat kulli (menyeluruh) yang mengatakan: "Bahawa semua jalan untuk berusaha mencari wang yang tidak menghasilkan manfaat kepada seseorang kecuali dengan menjatuhkan orang lain, adalah tidak dibenarkan. Dan semua jalan yang saling mendatangkan manfaat antara individu-individu dengan saling rela-merelakan dan adil, adalah dibenarkan."
Prinsip ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu memakan harta-harta saudaramu dengan cara yang batil, kecuali harta itu diperoleh dengan jalan dagang yang ada saling kerelaan dari antara kamu. Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, kerana sesungguhnya Allah maha belas-kasih kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan sikap permusuhan dan penganiayaan, maka kelak akan Kami masukkan dia ke dalam api neraka.” (an-Nisa':29-30)
Ayat ini memberikan syarat boleh dilangsungkannya perdagangan dengan dua hal:
1. Perdagangan itu harus dilakukan atas dasar saling rela antara kedua belah pihak.
2. Tidak boleh bermanfaat untuk satu pihak dengan merugikan pihak lain.
Syarat kedua ini dapat kita ambil dari kata-kata dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu.
Perkataan ini ditafsirkan oleh ahli-ahli tafsir dalam dua pengertian yang masing-masing sesuai dengan proporsinya:
Arti pertama: Satu sama lain tidak boleh bunuh membunuh.
Arti kedua: Kamu tidak boleh membunuh diri diri kamu dengan tangan-tangan kamu sendiri.
Walhasil ayat ini memberikan pengertian, bahawa setiap orang tidak boleh merugikan orang lain demi kepentingan diri sendiri (vested interest). Sebab hal demikian, seolah-olah dia menghisap darahnya dan membuka jalan kehancuran untuk dirinya sendiri. Misalnya mencuri, menyuap, berjudi, menipu, mengaburkan, mengelabui, riba dan lain-lain pekerjaan yang diperoleh dengan jalan yang tidak dibenarkan.
Tetapi apabila sebahagian itu diperoleh atas dasar saling suka sama suka, maka syarat yang terpenting jangan kamu membunuh diri kamu itu tidak ada [38].
Post a Comment