Ibadah Haji : Menanti Undangan Allah
Ibadah Haji : Menanti Undangan Allah
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam (QS. Ali Imran: 97). SETIAP orang yang berusaha taat menjalankan
perintah Allah, pasti menginginkan bisa menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Siapapun dia, kaya atau miskin. Tetapi, tak jarang pula orang
yang telah dicukupkan hartanya dan diberi nikmat sehat, sering menunda-nunda
kewajiban tersebut dengan berbagai alasan. Sementara, sebagian orang belum mampu
berangkat haji karena masalah uang. Sahabat, perkara haji sama sekali bukan
perkara ada tidaknya uang.
Betapa banyak orang yang dititipi harta melimpah, tapi tetap saja ia tidak bisa berangkat haji. Tak sedikit di antara mereka pulang-pergi ke luar negeri, namun toh tetap tidak pernah sampai ke Tanah Suci. Mengapa demikian? Seseorang bisa menunaikan ibadah haji apabila telah di "diundang" oleh Allah Yang Mahakaya. Allah mengundang hamba-Nya disebabkan karena dua hal.
Betapa banyak orang yang dititipi harta melimpah, tapi tetap saja ia tidak bisa berangkat haji. Tak sedikit di antara mereka pulang-pergi ke luar negeri, namun toh tetap tidak pernah sampai ke Tanah Suci. Mengapa demikian? Seseorang bisa menunaikan ibadah haji apabila telah di "diundang" oleh Allah Yang Mahakaya. Allah mengundang hamba-Nya disebabkan karena dua hal.
Ada yang
diundang karena niatnya baik, dan ada pula yang diundang karena niatnya jelek.
Ada yang membedakan antara dua kelompok orang ini yaitu setelah kepulangannya
dari Tanah Suci. Yang pertama akan menyandang gelar haji mabrur dan yang kedua
menyandang gelar haji mardud. Apa yang menyebabkan haji seseorang itu mabrur
atau mardud? Penyebab utamanya adalah faktor niat.
Bila seseorang pergi haji karena ingin mendapatkan titel haji
agar terlihat lebih bonafid, misalnya, maka niat seperti ini hanya akan
menjerumuskan diri pada kesia-siaan. Ibadah haji adalah panggilan hati dan
kewajiban setiap Muslim. Bahkan, dapat dianggap hutang bila belum ditunaikan.
Alangkah indahnya andai sebelum mati, kita bisa menyempurnakan keislaman kita,
hingga Allah pun berkenan menyempurnakan karunia nikmatnya pada kita.
Motivasi kedua adalah ingin menghapus segala dosa. Sebesar
apapun dosa seseorang, insya Allah akan terhapuskan bila hajinya diterima. Bila
kita sudah memiliki keyakinan seperti ini, sebesar apapun biaya yang harus
dikeluarkan untuk ibadah haji, maka akan terasa kecil nilainya dibandingkan
dengan hikmah dan manfaat yang diperoleh. Bukankah uang yang kita keluarkan itu
hakikatnya milik Allah juga?
Yang ketiga
adalah jaminan dari Allah dan Rasul-Nya bahwa tiada balasan yang lebih pantas
bagi haji mabrur, kecuali surga! Barangsiapa yakin dengan janji ini, niscaya
nilai harta yang dikeluarkan terlalu murah bila dibandingkan dengan pahala yang
akan didapat. Betapa tidak! Sudah dosa diampuni, mendapat jaminan syurga, semua
biaya yang telah dikeluarkan pun akan diganti dengan berlipat ganda ketika di
dunia ini juga.
Tidak ada orang yang pulang dari Tanah Suci dan diterima
hajinya, lantas jauh miskin. Sebaliknya, Allah SWT akan memudahkan ia dalam
mendapatkan rezeki. Jadi, tidak ada yang paling merugi di dunia ini, kecuali
orang yang tidak mau berhaji padahal ia mampu. Bagaimana caranya agar Allah SWT
berkenan mengundang kita ke rumah-Nya? Seseorang yang mencintai sahabatnya,
pasti mau berbuat apa saja bagi sahabatnya tersebut.
Mungkin, suatu saat ia akan mengundang sang teman ke rumahnya.
Andaikan sahabatnya tersebut tidak mempunyai ongkos, ia akan memberinya ongkos
bahkan menjemputnya. Semakin dia mencintai sahabatnya, maka akan semakin senang
dan ikhlas pula ia menjamunya. Demikian pula bila kita ingin diundang oleh
Allah.
Jadilah
orang yang dicintai-Nya. Bila kita sudah dicintai Allah, maka Allah-lah yang
akan memudahkan kita agar dapat menghadap-Nya. Kuncinya, amalkan semua perbuatan
yang disukai Allah. Ternyata amalan pertama yang paling disukai Allah adalah
shalat tepat waktu. Syarat ini terlihat begitu sederhana.
Tapi, bila kita mampu istiqamah menjaganya, insya Allah doa
kita akan mustajab. Amalan kedua adalah shalat tahajud disepertiga malam
terakhir. Kedudukan shalat sunnat yang satu ini begitu istimewa, bahkan
perintahnya beriringan dengan perintah shalat yang lima waktu (QS. Al-Israa:
78).
Waktu pelaksanaannya pun menjadi saat yang sangat istimewa bagi
diijabahnya doa-doa. Semakin kita gemar membiasakan diri shalat tahajud, maka
akan semakin mudah pula kita meraih semua yang dicita-citakan, termasuk
menunaikan ibadah haji. Amalan selanjutnya adalah birul walidain; memuliakan
orangtua. Demi Allah, inilah kunci utama yang dapat membuka selapang-lapangnya
keridhaan Allah dan menjadikan pengamalnya meraih kemuliaan dunia akhirat.
Allah SWT berfirman, Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS. Lukman: 14).
Termasuk ke dalam birul walidain ini adalah mendidik anak-anak
kita agar menjadi insan-insan shalih yang akan menyelamatkan kita dari adzab
neraka--baik dunia maupun akhirat. Amalan keempat yang disukai Allah adalah
sedekah. Siapa saja yang ingin cita-citanya terkabul, hendaklah ia gemar
bersedekah.
Bersedekah dengan ikhlas, tidak hanya membuat doa-doa kita
mustajab, tetapi akan melahirkan pula kebaikan-kebaikan lainnya. Bersedekah
tidak harus selalu dengan uang, senyuman yang tulus termasuk pula sedekah.
Barangsiapa yang ingin dibahagiakan Allah, maka bahagiakanlah orang lain.
Barangsiapa ingin ditolong Allah, maka tolonglah orang lain.
Barangsiapa ingin dimudahkan urusannya oleh Allah, maka mudahkanlah urusan orang
lain. Pendek kata, begitu banyak peluang untuk menjadi hamba yang disukai Allah.
Kita ini milik Allah, begitupun harta yang kita miliki.
Sebanyak apapun harta yang kita belanjakan di jalan Allah,
pasti Ia akan mengganti harta yang kita belanjakan tersebut dengan yang lebih
banyak dan berkah. Karena itu tak heran bila Rasulullah SAW selalu melepas orang
yang berhaji dengan sebuah doa, "Semoga Allah menerima hajimu, mengampuni
dosamu, dan mengganti biaya-biayamu" (HR. Ad-Dainuri). Jadi, apalagi yang kita
cemaskan dari janji-janji Allah tersebut?
Post a Comment