Pengenalan Al Quran: Keutamaan, kedudukan dan posisinya dlm Islam
Pengenalan Al Quran: Keutamaan, kedudukan dan posisinya dlm Islam
Alquran adalah firman Allah.
Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan.
Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya
dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa
Alquran adalah firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti
layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai
perkataan manusia, maka ia telah kafir.
Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya: "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).
Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya: "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).
Sungguh ayat-ayat Alquran ini
sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang
Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan
terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan,
sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di
dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan
terhadapnya, sebagai bukti akan kebenaran firman Allah: "Sesungguhnya Kami-lah
yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya".
(Al-Hijr: 9).
Dunia secara keseluruhan belum
pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup
segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta
mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus
dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh
bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa': 9).
Alquran ini diturunkan kepada
Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju
cahaya. Allah berfirman: "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji". (Ibrahim: 1).
Dengan Alquran, Allah telah
membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca
dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam
setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan
perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak
dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap
dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa
aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman: "Orang-orang
yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang
sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya". (Al-Baqarah: 121).
Ibnu Abbas berkata: "Mereka
mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan
mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang
semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad
saw. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal
dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".
Makhluk jin sangat terkesan
sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran; hati mereka dipenuhi dengan
kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya
untuk mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu
mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan,
(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya.
Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami,
dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak
(pula) beranak".(Jin: 1-3). Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran:
"Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al
Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya
lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami,
terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya,
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang
pedih".(Al-Ahqaf: 30-31).
Oleh karenanya, kitab yang mulia
ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas
kitab-kitab itu. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk
Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan
amat banyak mengandung hikmah".(Az-Zukhruf: 4). Dan firman Allah dalam ayat yang
lain: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu". (Al-Ma'idah: 48)
Para ulama tafsir berkata: "Al
Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi lainnya sekalipun semuanya turun dari
Allah, dengan beberapa hal, diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang
ada pada semua kitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa
Nabi kita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutup
surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah bin Masud
ra. ia berkata: "Sesungguhnya Assab'uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran;
Al-Baqarah, Ali 'Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam, Al-Maa-idah dan Yunus)
sama seperti taurat, Al-Mi'in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat
lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan lain sebagainya) sama seperti Zabur dan
Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Seperti,
Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur. Dan sisanya
merupakan tambahan". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin
Al-Asqa', bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah diturunkan kepadaku
Assab'uthiwal sebagai ganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Miin
sebagai ganti yang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti
yang ada pada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat
pendek).
Assab'uthiwal, adalah dari awal
surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-A'raaf, yang berjumlah enam surat. Para
ulama berselisih pendapat tentang surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal
dan Al-Bara'ah sekaligus karena antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah,
maka dianggap satu surat, atau surat Yunus? "Al-Mi'un" yaitu surat-surat yang
ayatnya sekitar atau lebih dari seratus. "Matsani" yaitu; surat-surat yang
jumlah ayatnya di bawah seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya
berulang-ulang melebihi yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam
sab'uthiwal dan mi'un. Sedangkan yang dimaksud dengan "Al-mufashal", adalah
surat-surat yang lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani. Para ulama
berselisih pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat
bahwa Al-Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain
mengatakan, diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari
surat Al-Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini
dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat selain
yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir dari
Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.
Diantara keunggulan Al Quran
juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun
kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang
gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini
Al Quran lebih unggul. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah: "Dan sesungguhnya
Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar
tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (Az-Zukhruf:4) Dan firman
Allah: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia".(Ali
'Imran:110). Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhailul Quran
(keutamaan-keutamaan Al Quran) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih
berkat Al Quran yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab
yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan
penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke
bumi dengan sekaligus, sedangkan Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur
sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang
yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Alquran turun, seperti keadaan turunnya
kitab-kitab sebelumnya".
Kitab yang mulia ini telah
mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang
membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya. Allah berfirman: "Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman"? (Al-Anbiyaa':30). Al Quran juga menganjurkan agar memanfaatkan apa
yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan
Allah, sebagaimana difirmankan: "Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di
langit dan di bumi".(Yunus:101). Dan Allah berfirman: "Dan Dia menundukkan
untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya".
Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berpikir.(Al-Jaatsiah:13).
Kaum muslimin hendaknya
mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang
tersimpan di langit dan bumi.
Sesungguhnya pembicaraan tentang
Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum
muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka
kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya
adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang
antara sesama mereka.
Hendaknya kita hidup dengan
Alquran, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Alquran
adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin.
Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri".(Faathir:29-30).
Dalam dua ayat tersebut di atas,
Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Alquran agar disertai dengan
perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan
menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Alquran adalah
melaksanakan dalam bentuk perbuatan.
Oleh karena itu Allah iringi
amalan membaca Al Quran dengan mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezki yang
dikarunia Allah secara diam-diam dan terang-terangan, kemudian dengan demikian
orang-orang yang membaca Al Quran itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan
merugi. Mereka mengetahui bahwa karunia Allah lebih baik dari apa yang mereka
infakkan. Oleh karena mereka mengadakan perniagaan di mana Allah menambahkan
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih,
mengampuni kelalaian, dan berterima kasih atas pelaksanaan tugas.
Oleh karena itu kita harus selalu
membaca Alquran dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Alquran
secara mendalam. Bila seorang pembaca Alquran menemukan kalimat yang belum
dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan. Allah
berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui".(An-Nahl:43). Mempelajari Alquran sangat diperlukan.
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. ia
berkata: Rasul saw. bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah
Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan diturunkan kepada
mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat, dan
mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (para
malaikat), dan barang siapa amalnya kurang, tidak dapat ditambah oleh nasabnya.
(Diriwayatkan oleh Muslim, 2699). Sabda Rasul dalam hadis ini, "Tidaklah suatu
kaum berkumpul di sebuah rumah Allah", "Rumah" di sini bukanlah batas, terbukti
dengan sebuah hadis riwayat Muslim yang lain yang mengatakan: "Tidaklah suatu
kaum berzikir kepada Allah, melainkan akan diliputi oleh para malaikat...." Jika
berkumpul di tempat lain, selain rumah Allah (mesjid) maka bagi mereka keutamaan
yang sama dengan mereka yang berkumpul di mesjid. Pembatasan "di rumah Allah"
dalam hadis di atas, hanyalah karena seringnya tempat itu dijadikan tempat
berkumpul, akan tetapi tidak ada keharusan; Berkumpul untuk membaca dan
mempelajari ayat-ayat Alquran dan kandungan hukumnya, di mana pun tempatnya akan
mendapatkan keutamaan yang sama. Adapun jika berkumpul untuk belajar di mesjid
lebih utama, hal itu dikarenakan mesjid mempunyai keistimewaan dan kekhususan
yang tidak dimiliki oleh tempat yang lain.
Diriwayatkan oleh ibnu Masud ra.
ia berkata, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran,
maka ia akan memperoleh kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kali. Aku tidak
mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah huruf, Lam
huruf, dan Mim huruf. (H. R. Tirmizi. Nomor:3075).
Dari Usman bin Affan ra. dari
Nabi saw. ia bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan
mengajarkannya kepada orang lain".(Bukhari). Nomor:4739). Hadis ini menunjukkan
akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang
engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata,
membaca Alquran, karena Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah
orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain". Imam Abu
Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di
mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali
ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: "Inilah yang mendudukkan aku di kursi
ini".
Al hafiz Ibnu Katsir dalam
kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah
saw. "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan
kepada orang lain" adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang
mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri
dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang
terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain. Allah berfirman:
"Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan".(An-Nahl:88).
Sebagaimana firman Allah: "Mereka
melarang (orang lain) mendengarkan Alquran dan mereka sendiri menjauhkan diri
daripadanya" (Al-An'aam:158). Penafsiran yang paling benar dalam ayat ini, dari
dua penafsiran ahli tafsir adalah bahwa, mereka melarang orang-orang untuk
mengikuti Alquran, sementara mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya. Mereka
menggabungkan antara kebohongan dan berpaling, sebagaimana firman Allah: "Atau
agar kamu (tidak) mengatakan: "Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang
yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?(Al-An'aam:157).
Beginilah perihal orang-orang kafir yang jahat, sedangkan orang-orang mukmin
yang baik dan pilihan selalu menyempurnakan dirinya dan berusaha menyempurnakan
orang lain, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas. Allah berfirman: "Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri?".(Fushilat:33) Ayat ini menggabungkan antara seruan kepada
Allah, baik dengan azan atau yang lainnya, seperti mengajarkan Alquran, hadis,
fikih dan lainnya yang mengacu kepada keridaan Allah. dan dengan perbuatan
saleh, dan juga berkata dengan ucapan yang baik].
Rahmat Allah akan dilimpahkan
kepada orang-orang yang membaca Alquran dan mereka yang menegakkan hukumnya,
juga mencakup orang-orang yang mendengarkan bacaannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan salat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang
mulia".(Al-Anfaal:2-4)
Dari Abdullah Ibnu Masud ra. ia
berkata, Rasul saw. berkata kepadaku: 430 - Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra.
ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Bacakan Alquran kepadaku. Aku
bertanya: Wahai Rasulullah! Aku harus membacakan Alquran kepada Anda, sedangkan
kepada Andalah Alquran itu diturunkan? Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Aku lalu bacakan surat An
Nisaa'. Ketika sampai pada firman yang berbunyi: Maka bagaimanakah "halnya orang
kafir nanti", jika Kami mendatangkan seorang saksi "rasul" dari tiap-tiap umat
dan Kami mendatangkan kamu "Muhammad" sebagai saksi atas mereka itu "umatmu".
Beliau berkata: "Cukup", lalu aku menoleh kepada beliau, tiba-tiba aku lihat
beliau mencucurkan air mata. (H.R. Bukhari nomor:4582, Muslim nomor:800 dan Abu
Daud Nomor:3668).
Imam Nawawi berkomentar: [Ada
beberapa hal yang dapat dipetik dari hadis ini, di antaranya: sunat hukumnya
mendengarkan bacaan Alquran, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan
sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca Al Quran agar
dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi
Al Quran, dibandingkan dengan membaca sendiri].
Setiap orang muslim hendaknya
tahu akan hak-hak Alquran; menjaga kesuciannya, komitmen terhadap batas-batas
yang telah ditetapkan oleh agama saat mendengarkan bacaannya, dan meneladani
para salaf (pendahulu) saleh dalam membaca dan mendengarkannya. Sungguh mereka
itu bagaikan matahari yang menerangi dan dapat diteladani dalam kekhusyukan yang
sempurna dan meresapi, mengimani firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh
Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang
jelas".(Asy-Syu'ara:192-195).
Memang benar adanya, bahwa
Alquran, baik lafal maupun makna adalah firman Allah, yang merupakan sistem dari
langit untuk seluruh makhluk, khususnya manusia. Selain itu ia merupakan rujukan
utama perkara-perkara agama dan sandaran hukum. Hukum-hukum yang ada di dalamnya
tidaklah diturunkan sekaligus, akan tetapi diturunkan secara berangsur selama
masa kerasulan; ada yang turun untuk menguatkan dan memperkokoh pendirian Nabi
saw., ada yang turun mendidik umat yang baru saja tumbuh dan ada pula yang
diturunkan oleh karena peristiwa keseharian yang dialami oleh umat Islam di
tempat dan waktu yang berbeda-beda. Setiap kali ada peristiwa, turunlah ayat
Alquran yang sesuai dan menjelaskan hukum Allah atas peristiwa itu. Di antaranya
adalah kasus-kasus dan peristiwa yang terjadi pada masyarakat Islam, pada masa
pensyariatan hukum, di mana umat Islam ingin mengetahui hukumnya, maka turunlah
ayat yang menjelaskan hukum Allah, seperti larangan minuman keras.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasul saw. datang ke Madinah dan mendapati
orang-orang meminum minuman keras, dan makan dari hasil berjudi. Lalu mereka
bertanya kepada Rasul saw. tentang masalah itu, maka Allah menurunkan ayat:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya".(Al-Baqarah:219) Lalu orang-orang berkata: "Tidak
diharamkan, hanya saja pada keduanya dosa yang besar". Selanjutnya mereka masih
juga banyak yang minum khamar (minuman keras), sampai pada suatu hari, seorang
dari Kaum Muhajirin mengimami sahabat-sahabatnya pada salat Magrib. Bacaannya
campur aduk antara satu dengan yang lain, sehingga Allah menurunkan ayat Alquran
yang lebih keras dari ayat sebelumnya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan".(An-Nisaa':43). Akan tetapi, Orang-orang masih juga banyak yang
meminum minuman keras, hingga salah seorang melakukan salat dalam keadaan mabuk.
Lalu turunlah ayat Alquran yang lebih keras lagi: "Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan".(Al-Maa-idah:90)
Mereka berkata: "Kami tidak akan
melakukannya lagi wahai Tuhan!" Lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah
banyak orang yang terbunuh di jalan Allah, atau mati di atas kasurnya, padahal
mereka telah meminum khamar dan makan dari hasil perjudian, sedangkan Allah
telah menjadikan keduanya, najis yang merupakan perbuatan setan". Maka turunlah
ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang
saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka
bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian
mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan
berbuat kebaikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebaikan".(Al-Maa-idah:93) Nabi bersabda: "Jika diharamkan atas mereka
sebelumnya, niscaya mereka akan meninggalkannya sebagaimana halnya kalian
meninggalkan.(Musnad Ahmad 2/251 dan 252). Dalam sahih Bukhari, hadis
nomor:4620, disebutkan, dari Anas bin Malik ra. ia berkata: "Dulu aku pernah
jadi penyuguh minuman (khamar) di rumah Abu Thalhah, dan turunlah ayat
pengharaman minuman keras. Lalu diutuslah seseorang untuk menyerukan larangan
ini. Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihat suara apakah itu". Lalu aku
keluar, dan aku berkata: "Sungguh minuman keras telah diharamkan". Ia berkata
kepadaku: "Pergi, dan tumpahkanlah". Anas berkata: "Aku pun keluar dan
menuangkannya. Saat itu khamar mengalir di jalan-jalan Madinah." Anas berkata:
"Jenis khamar pada saat itu adalah yang terbuat dari kurma." Sebagian orang
berkata: "Telah banyak yang terbunuh, sedangkan minuman itu ada di dalam perut
mereka". Ia berkata, lalu turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan saleh karena memakan makanan yang telah mereka
makan dahulu".
Dari yang disebutkan di atas,
kita mengetahui bahwa larangan meminum khamar (minuman keras)terjadi dalam tiga
tahap, yaitu ketika turun surat Al-Baqarah: "Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Ayat ini mengandung larangan
meminum minuman keras dengan cara yang halus. Maka yang meninggalkannya ketika
itu hanya sekelompok orang yang tingkat ketakwaan mereka sangat tinggi. Umar ra.
berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang hukum meminum
minuman keras. Lalu turunlah ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan". Lalu umat Islam menghindari untuk meminumnya pada
waktu-waktu mendekati salat. Umar ra. berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan
yang terang tentang minuman keras. Maka turunlah surat Al-Maa-idah: "Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan, Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu).
Saat itulah ketika diserukan dan
dibacakan ayat ini, Umar ra. berkata, "Kami berhenti (dari melakukannya)".
Demikianlah proses pensyariatan yang bertahap, di mana Allah menyucikan umat
Islam dari adat istiadat yang bertentangan dengan sistem Islam, dan melengkapi
mereka dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: pemaaf, penyabar, kasih sayang,
jujur, menghormati tetangga, berlaku adil dan perbuatan baik yang lain.
Hanya Allah semata yang
menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman: "Menetapkan hukum itu
hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan
yang paling baik" (Al-An'am:57). Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya
untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya
tampak atau pun tidak. Alquran adalah sumber pertama syariat.
Adapun sumber kedua adalah sunah,
dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa sunah merupakan hujah dalam
syariat di samping Alquran. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya".(An-Nisaa':59). Dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan Kami
turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka".(An-Nahl:44). Dan firman Allah: "Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah".(Al-Hasyr:7) Imam Ibnu Qayimil Jauziah dalam bukunya
"A'lamul Muwaqqi'in 'An Rabil Alamin", halaman, 263, menjelaskan tentang peran
sunah terhadap Alquran, ia berkata: "Peran sunah terhadap Alquran ada tiga:
Pertama: Mempunyai maksud sama dengan Alquran dilihat dari semua segi. Sehingga
masing-masing ayat Alquran dan hadis Nabi yang sama-sama menunjukkan kepada
hukum yang sama termasuk dalam kategori suatu yang hukum mempunyai lebih dari
satu dalil. Kedua: Menjelaskan maksud dari Alquran dan penafsirannya. Ketiga:
Menetapkan suatu hukum, wajib atau haram, yang tidak ada terdapat dalam Al
Quran. Peran itu tidak keluar dari tiga hal ini dan tidak ada pertentangan sama
sekali antara Alquran dan sunah.
Oleh karenanya, sunah menegaskan
suatu hukum dari Alquran, kadang kala ia menafsirkan teks Alquran atau
menguraikan hukum yang dijelaskan secara ringkas dalam Alquran, bahkan juga
menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam Alquran. Namun demikian sunah
tidak menetapkan sebuah hukum, kecuali bila di dalam Alquran tidak diketemukan
hukum yang dimaksud. Sunahlah yang menjelaskan kepada kita -umat Islam- bahwa
salat yang diwajibkan adalah lima kali sehari semalam, darinya juga diketahui
jumlah rakaat dalam salat dan rukun-rukunnya, menjelaskan hakikat zakat, dan ke
mana disalurkan serta berapa nisabnya. Dan sunah juga yang menjelaskan kepada
kita cara-cara haji dan umrah, dan bahwa ibadah haji hanya wajib sekali dalam
seumur hidup, dan ia pula yang menerangkan tentang miqat-miqat haji, zamani dan
makani (waktu dan tempat) dan jumlah putaran tawaf.
Maka bagi mereka yang hanya
berpegang terhadap Alquran dengan meninggalkan sunah, hendaknya segera
memperbaharui keimanannya dan segera kembali kepada Allah swt. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal
saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.(Thaha:82).
Alquran dan Sunah, kedua-duanya
merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya, dan dua sumber syariat Islam yang
mengembalikan manusia pada fitrahnya, dan menjadikan manusia mengetahui jalan
hidupnya. Allah berfirman: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami
kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau
Allah tidak memberi kami petunjuk".(Al-A'raaf:43).
Post a Comment