Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-14 (TAFSIR IBNU AL-JAUZI)
Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-14 (TAFSIR IBNU
AL-JAUZI)
Nama Mufassir
Beliau adalah imam Abu al-Faraj, Jamaluddin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Jauzi, al-Qurasyi, at-Tymi, al-Bakri, al-Baghdadi. Lahir tahun 508 H dan wafat tahun 597 H.*
Nama Kitab
Ia menamakan kitab tafsirnya‘Zaad al-Masiir Fii ‘Ilm at-Tafsiir’
Aqidahnya
Beliau seorang yang inkonsisten, terkadang menetapkan sebagian sifat-sifat Allah dan terkadang menakwil sebagiannya.
Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah RAH di dalam Majmu’ al-Fataawa (IV:169) berkata, “Pandangan Abu al-Faraj sendiri dalam bab ini (sifat-sifat Allah-red) masih kontradiktif, tidak mantap sebagai orang yang menafikan dan juga tidak mantap sebagai orang yang menetapkan. Bahkan ia memiliki lebih banyak pendapat yang dirangkainya dalam puisi dan prosa dalam hal penetapan sifat-sifat daripada yang diingkarinya dalam kitab ini (tafsir). Dalam masalah ini, ia sama saja dengan kebanyakan orang yang membicarakannya; terkadang menetapkan namun di banyak tempat menafikannya. Sama seperti yang dilakukan Abu al-Wafa’ bin ‘Uqail dan Abu Hamid al-Ghazali.”
Dalam kitabnya, ‘Dzail Thabaqaat al-Hanaabilah (I:415), Ibn Qudamah berkata, “Ibn al-Jauzi adalah imam pada masanya, hanya saja kami kurang berkenan dengan karangan-karangannya tentang as-Sunnah dan metodenya dalam hal itu.”
Dalam tafsirnya, beliau menyebutkan madzhab al-Mu’awwilah (kelompok penakwil sifat) dan madzhab al-Mufawwidhah (kelompok yang menyerahkan masalah sifat itu pada Allah semata). Seperti contoh, dalam masalah Istiwa’, ia menyebutkan, “Para ulama Salaf bersepakat untuk tidak menambah bacaan ayat.!” Ini adalah madzhab al-Mufawwidhah. Beliau juga menakwil sifat al-Hayaa’ (malu) dengan Khasy-yah (rasa takut), Wajh dengan Dzaat, al-Majii’ (datang) dengan datangnya perintah Allah dan kekuasaan-Nya. Beliau membatalkan sifat an-Nafs (diri), al-Yadd (tangan). Menakwil al-Fawqiyyah (penggunaan kata Fawqa/ di atas) dengan al-Qahr (kekuatan, kekuasaan) dan al-Ghalabah (mengalahkan). Sedangkan kata al-‘Ain (mata) ditakwil dengan al-Hifzh (menjaga). Namun begitu, beliau menetapkan, kaum Mukminin dapat melihat Rabb mereka kelak di hari Kiamat.
Spesifikasi Umum
Dalam sistematika penulisannya di kitab tafsirnya tersebut, Ibnu al-Jauzi berkata, “Tatkala saya melihat kebanyakan buku-buku para Mufassir hampir tidak ada yang pengungkapannya memenuhi maksud sehingga satu ayat dapat dilihat dalam banyak kitab. Ada banyak tafsir yang kurang optimal dalam menyajikan masalah ilmu an-Nasikh Wa al-Mansukh atau sebagiannya. Kalau pun didapati hal itu, pasti tidak didapati penyebutan sebab-sebab turun ayatnya (Asbaabunnuzuul) atau kebanyakannya; jika pun didapati, pasti tidak didapati penjelasan mana ayat Makkiyyah dan mana ayat Madaniyyah; kalau pun didapati, pasti tidak didapati isyarat mengenai hukum ayat tersebut; kalau pun didapati, pasti tidak didapati jawaban atas kemuykilan yang terjadi pada ayat tersebut dan banyak lagi hal-hal lain yang dituntut untuk dijelaskan.
Dalam kitab tafsir ini, saya memaparkan hal-hal yang disebutkan tadi. Saya berharap apa yang ada dalam tafsir ini sudah cukup sehingga tidak diperlukan lagi buku-buku tafsir sejenisnya. Saya sudah pernah mengingatkan untuk tidak mengulang tafsir suatu kata yang sudah dikemukakan sebelumnya kecuali dengan mengisyaratkannya saja. Saya tidak meninggalkan perkataan-perkataan yang saya kuasai kecuali yang memang jauh dari benar. Saya memperhatikan sekali penyajian secara ringkas. Bila anda lihat ada ayat yang belum disebutkan tafsirnya, maka hal itu bisa jadi karena dua kemungkinan; bisa jadi karena sudah pernah disebutkan sebelumnya atau karena ia memang sudah jelas sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi.
Kitab kami ini telah diseleksi dari tafsir-tafsir yang paling terseleksi, caranya dengan mengambil tafsir-tafsir yang paling shahih, paling bagus dan terpelihara darinya. Susunannya pun demikian ringkas.”
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau menukil semua pendapat ulama Salaf mengenai suatu ayat tetapi tidak menyebutkan sanadnya. Beliau menyusunnya dengan susunan yang baik; pendapat pertama, kedua, ketiga, dst.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau menyebutkan pendapat-pendapat para ulama mengenai ayat-ayat fiqih (para empat imam madzhab dan ulama lainnya) tanpa berpanjang lebar.
Beliau jarang menguatkan suatu pendapat dan hanya cukup dengan menyinkronkan antara pendapat-pendapat tersebut.
Sikapnya Terhadap Qiraa’aat
Beliau menyebutkan Qiraa’aat yang mutawatir dan juga yang Syaadz (janggal) dengan sangat antusias.
Sikapnya Terhadap Israiliyyat
Belau menyebutkan riwayat dari as-Suddy dan periwayat lainnya dalam masalah ini.
Sikapnya Terhadap Sya’ir, Nahwu Dan Bahasa
Beliau sangat memperhatikan sisi ini dan menukilnya dari karangan-karangan yang berbicara tentang hal itu seperti buku Gharib al-Qur’an dan Musykil al-Qur’an (kedua-duanya karya Ibn Qutaibah). Beliau juga menukil dari kitab-kitab mengenai makna-makna al-Qur’an terutama buku karangan al-Farra’ dan az-Zajjaj, buku ‘al-Hujjah’ karya Abu Ali al-Farisi, ‘Majaaz al-Qur’an’ karya Abu ‘Ubaidah, buku-buku karangan Ibn al-Anbari, buku Sya’nud Du’aa’ karya al-Khaththabi. Beliau juga menampilkan beberapa Syawaahid sya’ir.
* Untuk memperdalam lagi wawasan tentang biografi Ibnu al-Jauzi, silahkan baca:
- Dzail Thabaqaat al-Hanaabilah karya Ibn Rajab (I:399-433)
- Tadzkirah al-Huffaazh karya adz-Dzahabi (1342)
- Al-Bidaayah Wa an-Nihaayah (XIII:28-30)
- Thabaqaat al-Mufassiriin karya as-Suyuthi (50)
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manahij al-Mufassiriin karya Abu Abdillah, Muhammad al-Hamud an-Najdi, hal.21-23)
Nama Mufassir
Beliau adalah imam Abu al-Faraj, Jamaluddin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Jauzi, al-Qurasyi, at-Tymi, al-Bakri, al-Baghdadi. Lahir tahun 508 H dan wafat tahun 597 H.*
Nama Kitab
Ia menamakan kitab tafsirnya‘Zaad al-Masiir Fii ‘Ilm at-Tafsiir’
Aqidahnya
Beliau seorang yang inkonsisten, terkadang menetapkan sebagian sifat-sifat Allah dan terkadang menakwil sebagiannya.
Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah RAH di dalam Majmu’ al-Fataawa (IV:169) berkata, “Pandangan Abu al-Faraj sendiri dalam bab ini (sifat-sifat Allah-red) masih kontradiktif, tidak mantap sebagai orang yang menafikan dan juga tidak mantap sebagai orang yang menetapkan. Bahkan ia memiliki lebih banyak pendapat yang dirangkainya dalam puisi dan prosa dalam hal penetapan sifat-sifat daripada yang diingkarinya dalam kitab ini (tafsir). Dalam masalah ini, ia sama saja dengan kebanyakan orang yang membicarakannya; terkadang menetapkan namun di banyak tempat menafikannya. Sama seperti yang dilakukan Abu al-Wafa’ bin ‘Uqail dan Abu Hamid al-Ghazali.”
Dalam kitabnya, ‘Dzail Thabaqaat al-Hanaabilah (I:415), Ibn Qudamah berkata, “Ibn al-Jauzi adalah imam pada masanya, hanya saja kami kurang berkenan dengan karangan-karangannya tentang as-Sunnah dan metodenya dalam hal itu.”
Dalam tafsirnya, beliau menyebutkan madzhab al-Mu’awwilah (kelompok penakwil sifat) dan madzhab al-Mufawwidhah (kelompok yang menyerahkan masalah sifat itu pada Allah semata). Seperti contoh, dalam masalah Istiwa’, ia menyebutkan, “Para ulama Salaf bersepakat untuk tidak menambah bacaan ayat.!” Ini adalah madzhab al-Mufawwidhah. Beliau juga menakwil sifat al-Hayaa’ (malu) dengan Khasy-yah (rasa takut), Wajh dengan Dzaat, al-Majii’ (datang) dengan datangnya perintah Allah dan kekuasaan-Nya. Beliau membatalkan sifat an-Nafs (diri), al-Yadd (tangan). Menakwil al-Fawqiyyah (penggunaan kata Fawqa/ di atas) dengan al-Qahr (kekuatan, kekuasaan) dan al-Ghalabah (mengalahkan). Sedangkan kata al-‘Ain (mata) ditakwil dengan al-Hifzh (menjaga). Namun begitu, beliau menetapkan, kaum Mukminin dapat melihat Rabb mereka kelak di hari Kiamat.
Spesifikasi Umum
Dalam sistematika penulisannya di kitab tafsirnya tersebut, Ibnu al-Jauzi berkata, “Tatkala saya melihat kebanyakan buku-buku para Mufassir hampir tidak ada yang pengungkapannya memenuhi maksud sehingga satu ayat dapat dilihat dalam banyak kitab. Ada banyak tafsir yang kurang optimal dalam menyajikan masalah ilmu an-Nasikh Wa al-Mansukh atau sebagiannya. Kalau pun didapati hal itu, pasti tidak didapati penyebutan sebab-sebab turun ayatnya (Asbaabunnuzuul) atau kebanyakannya; jika pun didapati, pasti tidak didapati penjelasan mana ayat Makkiyyah dan mana ayat Madaniyyah; kalau pun didapati, pasti tidak didapati isyarat mengenai hukum ayat tersebut; kalau pun didapati, pasti tidak didapati jawaban atas kemuykilan yang terjadi pada ayat tersebut dan banyak lagi hal-hal lain yang dituntut untuk dijelaskan.
Dalam kitab tafsir ini, saya memaparkan hal-hal yang disebutkan tadi. Saya berharap apa yang ada dalam tafsir ini sudah cukup sehingga tidak diperlukan lagi buku-buku tafsir sejenisnya. Saya sudah pernah mengingatkan untuk tidak mengulang tafsir suatu kata yang sudah dikemukakan sebelumnya kecuali dengan mengisyaratkannya saja. Saya tidak meninggalkan perkataan-perkataan yang saya kuasai kecuali yang memang jauh dari benar. Saya memperhatikan sekali penyajian secara ringkas. Bila anda lihat ada ayat yang belum disebutkan tafsirnya, maka hal itu bisa jadi karena dua kemungkinan; bisa jadi karena sudah pernah disebutkan sebelumnya atau karena ia memang sudah jelas sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi.
Kitab kami ini telah diseleksi dari tafsir-tafsir yang paling terseleksi, caranya dengan mengambil tafsir-tafsir yang paling shahih, paling bagus dan terpelihara darinya. Susunannya pun demikian ringkas.”
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau menukil semua pendapat ulama Salaf mengenai suatu ayat tetapi tidak menyebutkan sanadnya. Beliau menyusunnya dengan susunan yang baik; pendapat pertama, kedua, ketiga, dst.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau menyebutkan pendapat-pendapat para ulama mengenai ayat-ayat fiqih (para empat imam madzhab dan ulama lainnya) tanpa berpanjang lebar.
Beliau jarang menguatkan suatu pendapat dan hanya cukup dengan menyinkronkan antara pendapat-pendapat tersebut.
Sikapnya Terhadap Qiraa’aat
Beliau menyebutkan Qiraa’aat yang mutawatir dan juga yang Syaadz (janggal) dengan sangat antusias.
Sikapnya Terhadap Israiliyyat
Belau menyebutkan riwayat dari as-Suddy dan periwayat lainnya dalam masalah ini.
Sikapnya Terhadap Sya’ir, Nahwu Dan Bahasa
Beliau sangat memperhatikan sisi ini dan menukilnya dari karangan-karangan yang berbicara tentang hal itu seperti buku Gharib al-Qur’an dan Musykil al-Qur’an (kedua-duanya karya Ibn Qutaibah). Beliau juga menukil dari kitab-kitab mengenai makna-makna al-Qur’an terutama buku karangan al-Farra’ dan az-Zajjaj, buku ‘al-Hujjah’ karya Abu Ali al-Farisi, ‘Majaaz al-Qur’an’ karya Abu ‘Ubaidah, buku-buku karangan Ibn al-Anbari, buku Sya’nud Du’aa’ karya al-Khaththabi. Beliau juga menampilkan beberapa Syawaahid sya’ir.
* Untuk memperdalam lagi wawasan tentang biografi Ibnu al-Jauzi, silahkan baca:
- Dzail Thabaqaat al-Hanaabilah karya Ibn Rajab (I:399-433)
- Tadzkirah al-Huffaazh karya adz-Dzahabi (1342)
- Al-Bidaayah Wa an-Nihaayah (XIII:28-30)
- Thabaqaat al-Mufassiriin karya as-Suyuthi (50)
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manahij al-Mufassiriin karya Abu Abdillah, Muhammad al-Hamud an-Najdi, hal.21-23)
Post a Comment