KHUSYU’ DALAM SHALAT
KHUSYU’ DALAM SHALAT
Tak sembarang orang mukmin yang mampu dengan mudah mengabadikan amalan shalat, apalagi dalam ujud yang sempurna rukun dan syaratnya, ditambah sejumlah sunnah-sunnah yang juga terdapat dalam shalat. Kemudahan itu hanya milik mereka yang mampu tampil khusyu' dalam shalatnya. Dalam hal itu, Allah sudah menegaskan:
# "Dan sesungguhnya yang demikian itu (shalat) amatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'" (QS. Al-Baqarah: 45)
Sayangnya, kebanyakan kaum muslimin sering menjadi pelanggan shalat yang kerap alpa, dan lalai melakukannva. Itu sudah menjadi ketentuan ilahi yang akan berlaku, dan akan diperbuat oleh satu generasi di akhir jaman.
# "Maka datanglah sesudah mereka generasi yang jelek yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya; maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS. Maryam: 59)
Padahal, shalat adalah amalan yang paling utama, yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba di hari akhir nanti. Bahkan Rasulullah menjadikannya sebagai wasiat akhir sebelum kematian beliau. Beliau bersabda:
# "Allah, Allah, (Wahai kaum Muslimin) peliharalah shalat, peliharalah shalat dan bertakwalah kepada Allah, serta peliharalah para hamba sahaya yang menjadi milikmu." (HR. Abu Dawud: 5156, Ibnu Majah: 2689, Ahmad: 1/78 dan Al-Baihaqi: VIII/11, dari hadits Ali 414).
Demikianlah keagungan nilai shalat, dan demikian sebagian di antara ratusan dalil yang berbicara tentang keutamaan shalat. Dengan itu, kita dapat menilai realita yang ada di kalangan kita kaum Muslimin: Yaitu realita menganggap shalat hanya sebagai rutinitas hidup, instrumen pelengkap dalam putaran roda kehidupan, yang tak lagi memiliki ruh, kualitas dan kemuliaan yang seharusnya melekat pada ibadah shalat tersebut.
Shalat sudah dianggap melelahkan, terlalu menguras waktu, dan terkesan membosankan. Dan satu hal yang lumrah jika persepsi itu memasyarakat, karena kaum Muslimin -kecuali yang mendapat rahmat Allah- sudah kehilangan miliknya yang paling berharga dalam menjalankan shalat, yaitu: kekhusyu'an. Nabi bersabda:
# "Sesungguhnya karunia pertama yang dicabut Allah dari para hamba-Nya adalah kekhusyu'an dalam shalat." (HR. Bukhari dalam "Khalqu Af'ali Al-'Ibad" hal. 62, Ath-Thabrani dalam "Al-Mu'jam A1-Kabir": 7183, An-Nasa'i dalam "As-Sunan Al-Kubra": 5909 dan lain-lain dari Syaddad, bin 'Aus)
Oleh sebab itu, sedapat mungkin kita berupaya memperoleh kembali (kalau sungguh telah hilang dari kita) kekhusyu'an dalam shalat yang menjadi ciri mereka yang meyakini hari kebangkitan; berusaha membiasakannya dalam diri kita, bahkan mencari cara dalam ajaran As-Sunnah yang dapat menguak jalan ke arah itu.
Tak sembarang orang mukmin yang mampu dengan mudah mengabadikan amalan shalat, apalagi dalam ujud yang sempurna rukun dan syaratnya, ditambah sejumlah sunnah-sunnah yang juga terdapat dalam shalat. Kemudahan itu hanya milik mereka yang mampu tampil khusyu' dalam shalatnya. Dalam hal itu, Allah sudah menegaskan:
# "Dan sesungguhnya yang demikian itu (shalat) amatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'" (QS. Al-Baqarah: 45)
Sayangnya, kebanyakan kaum muslimin sering menjadi pelanggan shalat yang kerap alpa, dan lalai melakukannva. Itu sudah menjadi ketentuan ilahi yang akan berlaku, dan akan diperbuat oleh satu generasi di akhir jaman.
# "Maka datanglah sesudah mereka generasi yang jelek yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya; maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS. Maryam: 59)
Padahal, shalat adalah amalan yang paling utama, yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba di hari akhir nanti. Bahkan Rasulullah menjadikannya sebagai wasiat akhir sebelum kematian beliau. Beliau bersabda:
# "Allah, Allah, (Wahai kaum Muslimin) peliharalah shalat, peliharalah shalat dan bertakwalah kepada Allah, serta peliharalah para hamba sahaya yang menjadi milikmu." (HR. Abu Dawud: 5156, Ibnu Majah: 2689, Ahmad: 1/78 dan Al-Baihaqi: VIII/11, dari hadits Ali 414).
Demikianlah keagungan nilai shalat, dan demikian sebagian di antara ratusan dalil yang berbicara tentang keutamaan shalat. Dengan itu, kita dapat menilai realita yang ada di kalangan kita kaum Muslimin: Yaitu realita menganggap shalat hanya sebagai rutinitas hidup, instrumen pelengkap dalam putaran roda kehidupan, yang tak lagi memiliki ruh, kualitas dan kemuliaan yang seharusnya melekat pada ibadah shalat tersebut.
Shalat sudah dianggap melelahkan, terlalu menguras waktu, dan terkesan membosankan. Dan satu hal yang lumrah jika persepsi itu memasyarakat, karena kaum Muslimin -kecuali yang mendapat rahmat Allah- sudah kehilangan miliknya yang paling berharga dalam menjalankan shalat, yaitu: kekhusyu'an. Nabi bersabda:
# "Sesungguhnya karunia pertama yang dicabut Allah dari para hamba-Nya adalah kekhusyu'an dalam shalat." (HR. Bukhari dalam "Khalqu Af'ali Al-'Ibad" hal. 62, Ath-Thabrani dalam "Al-Mu'jam A1-Kabir": 7183, An-Nasa'i dalam "As-Sunan Al-Kubra": 5909 dan lain-lain dari Syaddad, bin 'Aus)
Oleh sebab itu, sedapat mungkin kita berupaya memperoleh kembali (kalau sungguh telah hilang dari kita) kekhusyu'an dalam shalat yang menjadi ciri mereka yang meyakini hari kebangkitan; berusaha membiasakannya dalam diri kita, bahkan mencari cara dalam ajaran As-Sunnah yang dapat menguak jalan ke arah itu.
Post a Comment