PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
PERKAWINAN ADALAH FITRAH
KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya
: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum : 30).
A.
Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan
ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai
satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi,
dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan
perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan
separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya
: Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi".
(Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
B.
Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang
yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami
membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya
: Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga
dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits
Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah
suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang
berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain
berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin
selamanya .... Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya
: Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi
aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang
yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan
kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup
membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak
mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan
insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri
sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada
umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu
yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh.
Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan
mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama
kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan
akan membawanya ke lembah kenistaan. Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
"Artinya
: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
(An-Nur : 32).
(An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya
: Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang
mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan
seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat
Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160
dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu).
Para
Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta
tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu
'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih
suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". (Ihya
Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20).
Post a Comment