“Melahirkan Kader dan Pemimpin Sejati”
“Melahirkan
Kader dan Pemimpin Sejati”
Allahu Akbar- Allah Akbar- Allahu Akbar 3X
Allahu Akbar walillahilhamd
Ikhwanie kaum Muslimin yang rahimakumullah !
Di pagi yang penuh berkah ini, kita semua memuja dan memuji kebesaran dan keagungan Allah SWT, sebagai wujud kesyukuran kita atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga. Kita kembali merasakan kegembiraan dan kebahagiaan dalam suasana Idul Adha pada hari ini.
Hari raya Idhul Adha atau Idhul Qurban seperti yang kita laksanakan pada hari ini menyegarkan kembali ingatan kita kepada sejarah pengorbanan yang luar biasa yang telah dilakukan oleh sosok Nabiyullah Ibrahim As bersama keluarganya, Siti Hajar dan Ismail As.
Pengorbanan luar biasa dari sosok Nabiyullah Ibrahim As bersama keluarganya ini dijadikan oleh Allah SWT sebagai patron untuk menjadi tauladan bagi seluruh ummat manusia sepanjang zaman. Hal ini diakui dan dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam sebuah firman-Nya :
“Sungguh adalah bagi kamu menjadi contoh teladan yang baik tentang kehidupan Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya”. (S. Al-Mumtahanah : 4).
Kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar sarat dengan keteladanan yang patut diikuti untuk mendapatkan kehidupan yang bersih dan bebas dari kesemrawutan dan kebrutalan yang melanda dunia saat ini.
Nabi Ibrahim adalah sosok Pemimpin yang sangat konsen dan sabar dalam membina kader, yang diharapkan menjadi pemimpin pelanjut perjuangan.
Pada usia perkawinan yang sudah sangat senja, disaat beliau dan Istri sudah tua, anak yang ditunggu-tunggu, generasi pelanjut yang diidam-idamkan belum juga dikaruniakan. Penantian yang panjang seperti itu tidaklah menyebabkan Nabiyullah Ibrahim As berputus asa dari Rahmat Allah SWT. Dalam masa penantian yang panjang tersebut, Beliau tetap istiqomah, terus menerus berdo'a dan memohon kepada Allah agar dianugerahi keturunan yang Sholeh. Beliau selalu berdo’a “Robbi habli minassholihin, Robbi habli minassholihin, Robbi habli minassholihin”, Yaa Allah ya Tuhan-ku karuniakanlah kepadaku anak yang sholeh. Akhirnya Allah menganugrahkan kepada beliau Ismail As.
Tatkala Ismail, Sang generasi pelanjut yang telah lama dinantikan telah mencapai umur sanggup “membantu dan berusaha bersama Ayahnya”, umur yang sudah bisa diajak bertukar pikiran untuk mencari penyelesaian problem yang ada, umur dimana Ismail telah menampakkan tanda-tanda kesholehan dan kekaderannya, umur yang sangat menyenangkan untuk diajak jalan bersama, yang oleh Al-qur’an disebut dengan ma'ahus sa'ya, datanglah ujian keimanan berikutnya.
Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As untuk menempatkan keluarganya, Siti Hajar dan Ismail di Makkah dekat dengan ka’bah. Hal ini diterangkan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj sebagai berikut:
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku di sebuah lembah yang tiada tanam-tanamannya, di dekat rumah-Mu yang disucikan”.
Lihatlah bagaimana sosok Nabiyullah Ibrahim As diuji oleh Allah dengan Ujian yang sangat berat. Di satu sisi Nabi Ibrahim diperintahkan untuk berpisah dengan anak dan Istrinya dan di sisi yang lain beliau diperintahkan untuk menempatkan keluarganya, Istri yang baru melahirkan dan anaknya yang masih merah di sebuah tempat yang gersang, bahkan sangat gersang, saking gersangnya sampai rumputpun tidak tumbuh sama sekali. Istri ditinggal sendiri tanpa suami dan sanak keluarga, tanpa pembantu dan tetangga. Ditinggal di gurun pasir yang panas dan bukit batu yang ganas.
Setelah ditinggal Nabiyullah Ibrahim, maka tinggallah Siti Hajar sebatang kara dengan anaknya. Hari-hari dilaluinya sendiri bersama anaknya dengan bekal seadanya. Waktu terus berlalu, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, Semakin lama, persedian bekal semakin menipis. Akhirnya perbekalan habis sama sekali. Tiada siapa-siapa yang bisa dimintai tolong, tiada keluarga tiada saudara, juga tiada tetangga. Air susupun telah kering, sementara anak menangis kehausan. Dalam kondisi seperti itu Jiwa kasih seorang Ibu yang ada pada diri Siti hajar menyebabkan dia harus berlari-lari antara bukit shofa dan marwa untuk mencari dan mendapatkan air untuk keberlangsungan hidup anaknya.
Demikianlah seorang Hajar berusaha dan terus berusaha, berlari dari shafa ke marwah untuk mendapatkan pertolongan. Namun apa yang diharapkan tidak kunjung didapatkan. Walau demikian beliau tetap tegar dan optimis dan terus berlari, sa’i, berusaha dari bukit shafa dan marwah sampai 7 kali. Setelah mujahadah, usaha maksimal dilakukan oleh Hajar, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyang menurunkan bantuan-Nya dengan mengeluarkan mata air di dekat kaki Ismail.
Ujian berat yang diterima Nabiyullah Ibrahim As tidak berhenti sampai di situ saja. Ternyata setelah Ismail beranjak dewasa, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah yang tidak pernah berbuat zhalim kepada hamba-Nya, memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As untuk menyembelih putra tercinta, putra tunggal, harapan satu-satunya yang menjadi pelanjut risalah perjuangan.
Cinta Orang tua kepada Anak, harapan pemimpin kepada kader pelanjut perjuangan, dan rasa belas kasih seorang hamba diperhadapkan dibenturkan dengan ketaatan dan kepasrahan kepada kehendak dan perintah Allah Yang Maha Kuasa.
Nabi Ibrahim menyadari bahwa hidup ini harus selalu dalam ketaatan kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketaatan kepada Allah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Apapun pengorbanan yang diminta, apapun resiko yang harus ditanggung, perintah Allah itulah yang terbaik, Perintah Allah itulah yang harus didahulukan, Perintah Allah itulah yang harus diikuti, ditaati dan dilaksanakan.
Bahkan sampai pada tingkat dimana perintah itu dalam pandangan kita terasa dan terlihat seperti sesuatu yang sangat tidak wajar, tidak masuk akal, bahkan tidak manusiawi, harus dan wajiblah kita sebagai seorang yang mengaku beriman untuk mengatakan “Sami’na wa atha’naa – Kami dengar dan kami patuhi”.
Menyadari akan hal tersebut, Nabi Ibrahim pun menajamkan aqidah dan keyakinannya untuk mewujudkan perintah itu. Beliau kemudian menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya, Ismail AS. Sungguh jawaban dan respon yang beliau dapatkan sangat luar biasa. Tatkala belaiu mengatakan kepada Ismail, Wahai Anakku sungguh aku melihat dalam mimpiku bahwa Aku diperintahkan Allah untuk menyembelihmu, maka kemukakanlah bagaimana pendapatmu?. Dengan tegas, sopan dan penuh keyakinan kepada Rahmat dan Kasih Sayang Allah SWT, Ismail As menampakkan bukti kesholehannya, dengan mengatakan:
"Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepada ayah, Insya Allah ayah akan mendapati saya dalam keadaan sabar".(As-Shaffat;102)
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd !
Ikhwanie kaum Muslimin yang berbahagia.
Jawaban yang dilontarkan oleh Ismail ini adalah gambaran keberhasilan sebuah proses pendidikan, yaitu pendidikan tauhid, sebuah pendidikan yang telah dilakoni dengan gemilang oleh Nabiyullah ibrahim dalam keluarga beliau. Pendidikan tauhid ini menjadikan Ismail mampu menjalankan perintah Allah hatta dengan resiko pengorbanan nyawa.
Keteguhan hati dan kepasrahan yang tinggi bagi Ismail untuk menerima perintah Allah yang sangat berat itu, disebabkan karena keberhasilan kedua orang tuanya menanamkan ketauhidan dalam jiwanya.
Keberhasilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dalam mendidik dan mengkader anaknya bukanlah pekerjaan ringan, yang bisa didapatkan dalam waktu yang singkat saja. Hal itu merupakan pekerjaan berat yang butuh waktu panjang. Nabi Ibrahim secara terus menerus memberikan contoh peragaan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya dalam segala hal. Peragaan inilah yang selalu ditangkap dan dihayati oleh putranya Ismail sehingga terpatri dalam jiwanya.
Memang untuk mendapatkan kader sebagaimana yang kita harapkan, memerlukan perhatian dan pengorbanan yang sangat besar. Makanya sangat aneh kalau seorang orang tua atau pemimpin menginginkan kader pelanjut dalam konteks perjuangan Islam, sementara perhatian dan pengorbanannya untuk itu masih kurang. Atau mungkin pengorbanan dan perhatiannya sudaha besar tapi belum proporsional. Perhatian dan pengorbanan yang diberikan lebih banyak kepada hal-hal yang bersifat materi, bukan pada spirit dan ruhaninya, bukan pembekalan spirit kepemimpinan dan hal-hal yang bersifat transenden.
Allahu Akbar 3X, Walillahilhamd.
Ikhwanie Kaum Muslimin yang berbahagia !
Anak-anak kita hendaknya mendapatkan perhatian yang serius dari kita para orang tua. Jangan sampai hanya aspek intelektualnya yang diperhatikan, tetapi mental dan spritualnya memprihatinkan. Jangan kita bangga dengan pendidikan yang hanya memacu kecerdasan otaknya, tapi semakin hari semakin jauh dari agamanya. Sebuah uangkapan yang masyhur menyatakan:
"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah petunjuk yang dimiliki. Tiadalah tambahan baginya melainkan semakin jauh dari Allah.
Kita sangat merindukan kader yang selalu siap pakai; siap menghadapi benturan-benturan; memiliki etos kerja yang tinggi; bekerja dengan penuh dedikasi ; memiliki banyak inisiatif dan siap berkorban sebagaimana contoh yang telah diperagakan oleh sosok Nabi Ibrahim As dan keluarganya Siti sarah dan Ismail As.
Suatu pelajaran yang berharga dapat dipetik dari seorang pahlawan kebenaran, Jenderal Thalut ketika mengerahkan sejumlah manusia sebagai calon kader untuk mengadakan perlawanan terhadap penguasa zhalim, Jenderal Jalut. 80.000 orang calon kader yang dikerahkan hanya 5% yang lulus, berarti hanya 4.000 orang. 76.000 orang diantaranya gugur tidak dapat dikatagorikan sebagai kader. Kenapa ? Karena banyak yang tidak lulus setelah diuji dengan sebuah sungai. Pemimpinnya memberikan perhatian bahwa, "Kita akan diuji dengan sebuah sungai, siapa yang minum airnya bukanlah golonganku. Yang tidak minum itulah yang termasuk golonganku kecuali yang hanya sekedar menceduk dengan cedukan tangan". (S. Al-Baqarah: 249)
Tapi apa yang terjadi setelah sampai di tepi sungai itu, melihat airnya yang begitu bening mereka berlomba-lomba terjun ke sungai itu. Mereka minum sepuas-puasnya bahkan berenang dan menyelam sesuka hati. Alasannya karena kita telah melakukan perjalanan panjang dan melelahkan, telah didera oleh lapar dan dahaga.
Mereka diperintahkan menyeberangi sungai, setelah mereka sampai diseberang sungai tidak seorangpun diantara mereka yang telah memuas-muaskan dirinya itu yang siap menghadapi lawan. Mereka menyampaikan terus-terang kepada pemimpinnya bahwa kami tidak sanggup mengahdapi lawan yang begitu banyak. Ketidak sanggupan mereka menghadapi musuh bukan karena mereka lemah dari segi fisik, tapi mereka lemah mental karena melakukan pelanggaran.
Allahu Akabar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin rahimakumullah.
Inilah yang melanda bangsa kita sekarang ini, bahkan juga melanda organisasi dan lembaga-lembaga Islam, baik itu organisasi sosial, organisasi massa atau organisasi politik. Karena hanya mengharapkan munculnya kader-kader tanpa upaya yang serius untuk itu. Menangani pengkaderan secara serius saja, sejarah telah mencatat bahwa hanya 5% yang bisa diharapkan. Apalagi kalau hanya santai dan tidak sunguh-sungguh.
Akibatnya bukan kader yang memimpin dan mengendalikan kebijakan, maka wajar jika selalu mendatangkan banyak masalah, tidak menambah kekuatan, tapi justru melemahkan. Tapi kalau kita berhasil melahirkan kader walaupun sedikit, namun kader itu telah teruji kesabaran dan ketabahannya, pasti akan dapat berbuat banyak dan melakukan gebrakan-gebrakan yang penuh arti. Sebagaimana firman Allah SWT yang mengatakan:
"Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak karena izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar" (S.Al-Baqarah:249).
Calon-calon kader kita sekarang ujiannya bukan dalam bentuk sungai tapi kekayaan duniawi, kedudukan dan wanita. Manakala sudah berhadapan dengan materi timbul rasa dendam terhadap kemiskinan sehingga dengan cara yang sangat sigap dia berusaha meraup kekayaan itu yang justru dapat melunturkan nilai-nilai kekaderannya. Dia juga sudah mulai bermain-main dalam pencalonan untuk menjadi orang besar sehingga mulai menempuh segala macam cara untuk berhasil. Ujung-ujungnya memanfaatkan fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk memperkaya diri.
Demikian pula jebakan wanita. Sebagai calon-calon kader perjuangan yang memiliki potensi menjadi pemimpin yang baik di masa depan, musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti berfikir untuk dapat menghancurkan nama baik dari calon-calon kader itu agar gugur di tengah jalan, tidak berlanjut kekaderannya. Terjadilah kasus-kasus skandal dengan artis, selingkuh dengan wanita-wanita cantik, media yang dikuasai oleh musuh-musuh Islam segera membesar-besarkan sehingga tamatlah riwayat calon kader itu.
Hal lain yang patut menjadi contoh dari Nabi Ibrahim seperti yang diungkap dalam sejarah bahwa beliau adalah manusia yang selalu terdepan jika mengangkat suatu pekerjaan. Beliau selalu memilih pekerjaan yang paling berat untuk dikerja. Menurut prinsipnya, kalau pekerjaan ringan banyak saja yang dapat mengerjakan. Sehingga orang-orang yang menjadi pengikutnya selalu termotivasi untuk melakukan pekerjaan ini.
Sikap yang demikian ini adalah salah satu rahasia sukses yang dialami Nabi Ibrahim.
Karena kalau seorang pemimpin tidak berani memikul tanggung jawab yang besar, hanya selalu mencari pekerjaan yang ringan-ringan dengan mengincer keuntungan dunia yang besar; hanya memperalat orang banyak untuk kepentingan dirinya; hanya menjadikan orang lain sebagai kuda tunggangan jangan harap akan dapat mengantar orang yang dipimpinnya kearah kesejahteraan dan ketentraman. Jangan harap akan mendapat kepercayaan penuh dan dapat meraih rasa cinta dari pengikutnya.
Saat sekarang ini kita merasakan langkanya pemimpin-pemimpin yang tampil memberikan teladan yang baik dan mengajak rakyatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal soleh. Karenanya jika kita menemukan pemimpin yang memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, memiliki komitmen yang kuat terhadap pelaksanaan ajaran/syariat Islam, maka tentu kita wajib mendukung dan menopang kepemimpinannya.
Allahu Akabar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin rahimakumullah.
Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai manusia yang patut diteladani dari segi kedermawanannya. Dicatat dalam sejarah bahwa Nabi Ibrahim adalah manusia yang paling senang menerima tamu. Kalau tiba waktu makan dan tidak ada orang yang ditemani makan dia keliling mencari teman makan. Nabi Ibrahim dikenal sebagai orang yang paling senang membantu kepada sesama manusia. Kebiasaannya yang seperti inilah yang membuat orang sangat senang kepadanya.
Sifat dermawan ini hendaknya menjadi warna dari kehidupan seorang muslim. Karena lewat jiwa-jiwa yang dermawan inilah dakwah Islam dapat dikembangkan lebih maksimal dan dapat mengentaskan kemiskinan. Pada zaman Rasulullah s.a.w. seorang sahabat bernama Abdurrahman bin Auf pernah menyumbang 40.000 dinar untuk perjuangan yang kalau dirupiahkan sekarang sama dengan 25,5 milyard rupiah. Beliau juga pernah membagi-bagikan kepada Veteran Badr uang sebanyak 50.000 dinar kepada 100 orang masing-masing 500 dinar senilai 300 juta rupiah lebih. Itu baru seorang dermawan, belum dermawan-dermawan yang lain. Sehingga dengan kedermawanan sahabat-sahabat Rasulullah yang dikaruniai oleh Allah SWT kekayaan banyak sekali hal-hal yang memerlukan pendanaan yang dapat diselesaikan.
Kita harus meyakini bahwa dengan berinfaq fi sabilillah, kita tidak akan menjadi miskin dan harta pun tidak akan berkurang, tetapi justru akan memberikan tambahan keberkahan. Rasulullah s.a.w. bersabda:
Setiap hari dua malaikat turun kepada separng hamba. Salah satunya berdoa: "Ya Allah berilah pengganti dari harta orang yang berinfaq" Dan yang lain berdoa: "Ya Allah binasakanlah harta orang yang tidak mau berinfaq" (Hadits Riwayat Bukhari _Muslim)
Memang terbukti bahwa perjalanan hidup orang yang pemurah dan dermawan akan dilapangkan rezekinya dan diberikan kebahagiaan dalam kehidupannya. Oleh karenanya, bagi kita yang memiliki kelapangan rezeki pada hari ini, marilah kita mengambil bagian dari kewajibah ber-qurban. Masih ada waktu hingga 3 hari sesudah ini. Allah SWT mengingatkan kepada kita:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu pemberian yang banyak . Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dn berqurbanlah. Sesunguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang binasa. (S.Al-Kautsar : 1 – 3 )
Ayat ini bukan hanya sekedar memerintahkan kita memotong hewan seperti seekor sapi untuk 7 keluarga dan seekor kambing untuk satu keluarga, tapi juga memberi jaminan bahwa dengan menegakkan dan memperbaiki shalat menjadi alasan bagi Allah untuk membela kita dan menghancurkan lawan-lawan Islam.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amien!
Post a Comment