Balasan Itu Sesuai dengan Amalan
Balasan Itu Sesuai dengan Amalan
Khutbah Pertama:
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي
وَعَدَ الْمُطِيعِيْنَ لَهُ وَلِرَسُوْلِهِ أَجْرًا عَظِيْمًا، وَأَعَدَّ لِلْمُعْرِضِيْنَ
عَنْهُ وَعَنْ رَسُوْلِهِ عَذَابًا أَلِيْمًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا، وَأَشْهَدُ أنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَتَمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْهِ وَهَدَاهُ صِرَاطًا
مُسْتَقِيْمًا، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمً، أَمَّا
بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ،
اتَّقُوْا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِحِكْمَتِهِ قَضَى أَنَّ الْجَزَاءَ
مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ فِيْ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ لِيَعْرِفَ الْعِبَادُ أَنَّهُ
حَلِيْمٌ عَلِيْمٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Segala puji
bagi Allah Shubhanahu wa a’alla yang telah menyinari hati para hamba yang
dikehendaki -Nya sehingga mengetahui tanda-tanda kebesaran -Nya dan keadilan
dari ketetapan-ketetapan -Nya. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan
yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah Shubhanahu wa a’alla semata
serta saya bersaksi bahwa Nabi Muhammadn adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah Shubhanahu wa
a’alla kepada pemimpin para nabi, Nabi kita Muhammad n dan keluarganya, serta
para sahabat dan kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah, Marilah kita
senantiasa bertakwa kepada Allah Shubhanahu
wa ta’ala dengan memperbaiki dan meningkatkan
amalan-amalan kita. Sesungguhnya, dengan berupaya memperbaiki dan meningkatkan
amalannya, seorang hamba akan mendapatkan kebaikan dalam kehidupannya serta
mendapatkan balasan yang besar dan berlipat-lipat dari Allah Shubhanahu wa ta’ala. Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿قال الله تعالى: ﴿مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗامِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ
حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ
يَعۡمَلُونَ ٩٧﴾ [النحل : 97]
“Barang
siapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dan dia dalam
keadaan beriman, sungguh Kami akan berikan kepada mereka kehidupan yang baik
dan sungguh Kami akan beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih besar
daripada amalan yang mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa Allah Shubhanahu wa ta’ala telah menetapkan
kehidupan yang bahagia sebagai balasan dari amal saleh. Demikian pula, Allah Shubhanahu wa ta’lla tidak menjadikan balasan dari amal
saleh dengan banyaknya harta atau yang semisalnya. Dengan demikian, bahagia dan
tidaknya kehidupan seseorang tidaklah semata-mata tergantung pada banyak dan
tidaknya dunia yang didapatnya. Dengan kekayaannya seseorang bisa melampaui
batas. Sebaliknya, karena kemiskinannya seseorang bisa lupa dengan akhiratnya.
Maka dari itu, seseorang harus memahami bahwa Allah Shubhanahu wa ta’ala telah menjadikan kebahagiaan itu akan
didapatkan dengan amal saleh. Apabila seseorang mengisi hidupnya di dunia
dengan amal saleh, dirinya akan mendapatkan kehidupan yang penuh dengan
kebahagiaan serta balasan yang baik di dunia dan akhirat. Adapun orang yang
berbuat kemaksiatan, balasannya disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ
يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ ١٢٤ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِيٓ أَعۡمَىٰ وَقَدۡ كُنتُ
بَصِيرٗا ١٢٥ قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتۡكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَاۖ وَكَذَٰلِكَ
ٱلۡيَوۡمَ تُنسَىٰ ١٢٦ ﴾ [طه: 126 - 124]
Dan barang
siapa berpaling dari peringatan -Ku, sesungguhnya ia akan mendapat kehidupan
yang sempit dan Kami akan kumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta. Ia
berkata, “Ya Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta padahal
aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah,
telah datang kepadamu ayat-ayat Kami namun engkau melupakannya maka pada hari
ini engkau pun dilupakan.” (Thaha: 124—126)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah. Dalam
ayat di atas kita mengetahui bahwa apabila seseorang memenuhi hidupnya dengan
berbagai kemaksiatan, dirinya akan mendapatkan kehidupan yang sempit dan jauh
dari ketenangan. Oleh karena itu, janganlah kita tertipu oleh gemerlapnya dunia
yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah Shubhanahu
wa ta’ala. Lalai mengingat Allah Shubhanahu
wa ta’ala akan menjauhkan seseorang dari mendapatkan kebahagiaan meskipun
kehidupannya penuh dengan kemewahan.
Hadirin rahimakumullah. Firman Allah
Shubhanahu wa ta’ala di atas juga menunjukkan bahwa balasan
seseorang sesuai dengan amalannya. Artinya, sebagaimana seseorang waktu di
dunia tidak mau melihat peringatan Allah Shubhanahu
wa ta’ala, maka pada kehidupan yang sesungguhnya di hari akhir nanti dia
pun dibangkitkan dan dikumpulkan dalam keadaan buta. Begitu pula, sebagaimana
saat di dunia dia melupakan peringatan Allah Shubhanahu wa ta’ala, pada hari akhir pun dia akan
dilupakan serta dibiarkan dalam kesulitan dan siksa yang pedih.
Demikianlah. Dengan hikmah -Nya, Allah Shubhanahu wa ta’ala menetapkan bahwa balasan seseorang sesuai dengan perbuatannya. Banyak sekali dalil yang menunjukkan hal tersebut di samping ayat yang telah kita sebutkan. Di antaranya adalah apa yang disebutkan oleh sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
Demikianlah. Dengan hikmah -Nya, Allah Shubhanahu wa ta’ala menetapkan bahwa balasan seseorang sesuai dengan perbuatannya. Banyak sekali dalil yang menunjukkan hal tersebut di samping ayat yang telah kita sebutkan. Di antaranya adalah apa yang disebutkan oleh sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء » [رواه أبو داود]
“Orang-orang yang memiliki sikap kasih sayang
akan mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang, (maka) berbuat
kasih sayanglah kalian kepada yang ada di muka bumi (sehingga Allah) yang di
langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud disahihkan oleh al-Albani)
Dari hadits ini, kita mengetahui bahwa balasan seseorang
sesuai dengan amalannya. Oleh karena itu, seorang muslim tentu akan senantiasa
berbuat baik, beramal saleh, serta jauh dari berbuat kezaliman dan kemaksiatan.
Dia akan menjadi orang yang mengasihi orang-orang yang lemah dari kalangan para
wanita, fakir miskin, anak yatim, dan yang semisalnya serta tidak menyakiti
mereka. Bahkan, terhadap hewan sekalipun, seorang muslim tidak sewenang-wenang
terhadapnya karena dirinya menginginkan rahmat dan kasih sayang Allah Shubhanahu wa ta’ala, serta takut dari
terkena azab -Nya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan rahmat dan kasih sayang -Nya,
seseorang juga harus mengasihi dan menyayangi hamba-hamba -Nya.
Adapun perbuatan zalim, baik menipu, mencuri, tidak menunaikan kewajiban kepada saudaranya, maupun yang semisalnya, akan mendekatkan dirinya dengan azab Allah Shubhanahu wa ta’ala.
Adapun perbuatan zalim, baik menipu, mencuri, tidak menunaikan kewajiban kepada saudaranya, maupun yang semisalnya, akan mendekatkan dirinya dengan azab Allah Shubhanahu wa ta’ala.
Hadirin rahimakumullah. Di antara
hadits yang juga menunjukkan bahwa balasan seseorang sesuai dengan amalannya
adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ » [رواه مسلم]
“Barang
siapa menghilangkan kesempitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan di
dunia, Allah akan menghilangkan kesulitan yang menimpanya dari
kesulitan-kesulitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan seseorang
yang sedang tertimpa kesulitan, Allah akan meringankan bebannya di dunia dan
akhirat. Dan barang siapa yang menutup kejelekan seorang muslim, Allah akan menutup
kejelekannya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong seorang hamba
apabila hamba tersebut menolong saudaranya. Dan barang siapa yang menempuh
jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju ke surga.” (HR. Muslim)
Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa balasan seseorang
sesuai dengan amalannya. Maka dari itu, siapa di antara kita yang tidak ingin
dimudahkan jalannya menuju surga? Siapa di antara kita yang tidak ingin
ditutupi kejelekannya sehingga tidak diketahui orang lain? Siapa yang tidak
ingin mendapatkan kemudahan dan dihilangkan dari kesulitan di hari akhir,
kesulitan yang jauh lebih berat dari kesulitan apa pun yang menimpa seseorang
saat di dunia?
Di saat seluruh manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam
keadaan tidak dikhitan, telanjang, dan tanpa alas kaki. Sementara itu, matahari
didekatkan. Tidak ada tempat berteduh selain yang diberi naungan oleh Allah Shubhanahu wa a’alla. Saat itu, keadaan
setiap orang menggambarkan perbuatannya saat di dunia. Ada yang tenggelam
dengan keringatnya sampai ke mata kaki. Ada yang tenggelam sampai ke betis. Ada
pula yang sampai setengah badannya, bahkan ada yang sampai ke telinganya.
Sungguh, siapa yang tidak membutuhkan pertolongan dan
dihilangkan kesulitannya pada hari itu? Oleh karena itu, setiap muslim
hendaknya bersemangat dalam menuntut ilmu. Setiap muslim hendaknya menutup aib
saudaranya dan tidak menjadikan kejelekan orang lain sekadar bahan pembicaraan tanpa
bermaksud memperbaikinya. Begitu pula, setiap muslim hendaknya senantiasa
berbuat baik dan peduli dengan keadaan orang lain. Dengan demikian, di saat
orang lain membutuhkan pertolongan dan dia mampu membantunya, dia tidak akan
menyia-nyiakan kesempatan untuk berbuat baik kepadanya. Begitu pula ketika
meminjami uang kepada saudaranya, hendaknya dia memberi kelonggaran, terutama
ketika saudaranya telah berusaha namun belum mampu melunasinya.
Hadirin rahimakumullah. Masih banyak lagi dalil-dalil yang
menunjukkan bahwa balasan seseorang sesuai dengan perbuatannya. Mudah-mudahan
yang sedikit ini bisa menjadi peringatan bagi kita.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كثيراً، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa memperbaiki hati kita dengan
bertakwa kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala dan kembali kepada -Nya. Dengan
bertakwa kepada -Nya, seseorang akan mendapatkan apa yang diidam-idamkan,
berupa kehidupan yang bahagia dan penuh dengan ketenteraman serta jauh dari
kegelisahan. Dengan senantiasa kembali
kepada Allah Shubhanahu wa
ta’ala, baik dengan mengharapkan balasan -Nya dan takut dari azab -Nya maupun
bertaubat dari kemaksiatan yang dilakukannya, seorang hamba akan mendapatkan
kelapangan dada dan ketenangan serta kebahagiaan hidup. Adapun berpaling dari
Allah Shubhanahu wa ta’ala, hal ini akan membuat hati menjadi berkarat sehingga
tidak mengetahui mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya untuk dirinya.
Hadirin rahimakumullah, Oleh karena itu, marilah kita
menjaga diri-diri kita agar tidak terjatuh dalam kemaksiatan kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala dan Rasul -Nya.
Jika seseorang memenuhi hidupnya dengan berbagai kemaksiatan, dirinya akan
mendapatkan kehidupan yang sempit dan jauh dari ketenangan. Dengan demikian,
meskipun dalam pandangan manusia dia adalah seorang yang terpenuhi segala
kebutuhan hidupnya, namun hatinya tidak merasakan kebahagiaan, bahkan selalu
diliputi oleh kegelisahan, ketakutan, dan semisalnya. Oleh karena itu, untuk
lari dari kesempitan, kesulitan, dan kegelisahan, kita dapatkan sebagian mereka
mengonsumsi obat-obat terlarang, minum minuman keras, dan mencari
hiburan-hiburan yang dipenuhi oleh berbagai kemaksiatan. Hal itu adalah balasan
yang Allah Shubhanahu wa ta’ala timpakan kepada mereka di dunia.
Adapun di akhirat nanti, mereka akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih keras
lagi.
Oleh karena itu, janganlah kita tertipu dengan gemerlapnya
dunia yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala. Lalai mengingat Allah Shubhanahu wa ta’ala akan menjauhkan seseorang dari mendapatkan
kebahagiaan meskipun kehidupannya penuh dengan kemewahan. Bahkan, di akhirat
nanti akan merasakan hukuman yang lebih besar. Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ لَّهُمۡ عَذَابٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَعَذَابُ ٱلۡأٓخِرَةِ أَشَقُّۖ
وَمَا لَهُم مِّنَ ٱللَّهِ مِن وَاقٖ ٣٤ ﴾ [الرعد:34]
“Bagi
mereka azab dalam kehidupan di dunia dan sungguh hukuman di akhirat kelak lebih
keras lagi dan tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari azab Allah.”
(ar-Ra’d: 34)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah. Seseorang yang mengetahui
bahwa balasan seseorang sesuai dengan amalannya, tentu akan memanfaatkan saat
hidupnya di dunia untuk berbuat baik dan beramal saleh serta tidak berbuat
kejahatan dan kemaksiatan. Dia akan menjadi orang yang senang membantu dan
meringankan beban saudaranya. Dia pun akan jauh dari sikap sombong, baik dalam
bentuk menolak kebenaran maupun merendahkan orang lain. Bahkan, dia akan mudah
memaafkan kesalahan orang terhadap dirinya apabila baik akibatnya karena dia
tahu bahwa hal itu bukanlah suatu kehinaan namun justru suatu kemuliaan,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ» [رواه
مسلم ]
“Tidaklah sedekah akan membuat harta berkurang. Tidaklah Allah akan menambahkan pada seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah. Akhirnya kita memohon kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala dengan nama-nama -Nya
yang husna dan sifat-sifat -Nya yang sempurna agar memudahkan kita semua
memahami agama -Nya serta agar ikhlas dalam menjalankannya.
Catatan
Kaki:
Kami tidak mencantumkan doa pada rubrik “Khutbah Jumat” agar
khatib yang ingin membaca doa memilih doa yang sesuai dengan keadaan
masing-masing.
Post a Comment